• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHAN DAN METODE PENELITIAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Pulau Samosir Kabupaten Samosir. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan di mulai dari Bulan Juli 2016 sampai dengan Oktober 2016.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan yang di gunakan adalah sampel hijauan yang di ambil dari Pulau Samosir, Kabupaten Samosir.

Alat

Peralatan yang digunakan meliputi: kuadran persegi 1x1 m sebagai alat untuk mengukur produksi hijauan, gunting untuk memotong hijauan, label name untuk memberi tanda pada sampel yang di ambil, mistar untuk mengukur tinggi tanaman, timbangan sebagai alat menimbang bahan segar dan bahan kering, oven sebagai alat pengeringan bahan segar untuk memperoleh bahan kering (BK), plastik dan amplop sebagai wadah untuk menyimpan sampel, dan kamera sebagai alat dokumentasi.

Metode Penelitian

Pengkajian Hijauan Pakan Ternak pada lahan padang penggembalaan di Kabupaten Samosir meliputi, penentuan lahan untuk tempat penelitian berdasarkan ketinggian tempat, pengambilan sampel hijauan, identifikasi tanaman, menghitung produktivitas dan penentuan ranking hijauan.

(2)

Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Penentuan tempat pengambilan sampel

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di Pulau Samosir yaitu :

a. Pada ketinggian 905 – 1200 yang terdiri dari Desa Simbolon, Desa Simanindo, Desa Unjur 48, Desa suhi-suhi Dolok, Desa Garoga 46, Desa Onan Runggu, Desa Parbaba Dolok dan Desa Sabungan Nihuta 2.

b. Pada ketinggian lebih 1205 mdpl atau maksimal 1690 mdpl yang terdiri dari Desa Tanjungan, Desa Sipira 33, Desa Sipira 33, Desa Sabungan Nihuta 1, Desa Lumban Simbolon I, dan Desa Lintong Sunut.

2. Pengambilan dan penentuan jumlah cuplikan

Pengambilan cuplikan dilakukan secara acak dan sistematik (Reksohadiprodjo, 1994) yang dimulai dari titik yang telah di tentukan kemudian cuplikan-cuplikan diambil pada jarak-jarak tertentu sepanjang garis yang memotong padang rumput dengan langkah-langkah sebagai berikut (Susetyo, 1980) :

a. Petak cuplikan seluas 1m² atau lingkaran dengan garis tengah 1m. b. Petak cuplikan pertama diletakkan secara acak.

c. Petak cuplikan kedua diambil pada jarak sepuluh langkah kekanan dari petak cuplikan pertama dengan luas yang sama. Kedua petak yang berturut-turut tersebut membentuk satu kumpulan (Cluster).

d. Cluster selanjutnya diambil pada jarak lurus 125 m dari cluster sebelumnya.

(3)

e. Pengambilan cuplikan pada lahan pastura alami di Kabupaten Samosir Pulau Samosir pada dataran tinggi dan rendah dilakukan sebanyak 71 cuplikan. Pada ketinggian 905 – 1200 mdpl (pada ketinggian terendah) pengambilan cuplikan dilakukan sebanyak 58 cuplikan dan pada ketinggian lebih dari 1205 mdpl atau maksimal 1690 mdpl pengambilan cuplikan dilakukan sebanyak 13 cuplikan. Setelah petak cuplikan ditentukan, semua hijauan yang terdapat didalamnya dipotong sedekat mungkin dengan tanah.

f. Setelah petak cuplikan ditentukan, semua hijauan yang terdapat didalamnya dipotong sedekat mungkin dengan tanah.

g. Hijauan tersebut dimasukkan kedalam amplop dan ditimbang berat segarnya.

h. Berdasarkan berat segar tersebut dapat di ketahui berat kering hijauan.

3. Peubah yang diamati 3.1Komposisi Botani

Untuk mengetahui masing-masing jenis hijauan dilakukan identifikasi jenis hijauan berdasarkan spesies serta menamai setiap jenis hijauan berdasarkan buku panduan hijauan ataupun berdasarkan referensi lainnya. Dari identifikasi tanaman kita dapat melakukan perhitungan komposisi botani. Komposisi botani dihitung untuk mengetahui produk bahan segar yang di kumpulkan, kemudian dilakukan separasi berdasarkan spesies kemudian ditimbang. Setelah ditimbang berdasarkan spesies lalu sampel tersebut di oven. Sampel yang telah dioven di timbang kembali dan dicatat sebagai hasil komposisi

(4)

botani. Untuk mengestimasi komposisi jenis-jenis hijauan pakan (komposisi botani) atas dasar bahan kering digunakan metode Dry Weight Rank (DWR).

Analisis Kandungan Nutrisi

Sampel yang telah di oven kemudian di analisis kandungan nutrisinya yang meliputi : kadar air dan bahan kering, analisis kadar abu dan bahan organik, analisis kadar lemak kasar (ether exstract), kadar protein kasar (crude protein), serat kasar (crude fibre).

3.2Kadar air dan bahan kering

Air yang terkandung didalam suatu bahan pakan akan menguap seluruhnya apabila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 1050 (selama ± 8 jam). Residu yang tersisa disebut bahan kering (Dry matter) dan air yang teruap disebut kadar air (Moisture).

3.3 Kadar abu dan bahan organik

Kandungan kadar abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar hijauan dalam tanur, pada suhu 400-6000C sampai semua karbon hilang dari sampel.

5.3Kadar lemak kasar (Ether extract)

Kandungan lemak bahan pakan ditentukan dengan metode soxhlet yaitu proses ekstraksi suatu bahan pakan dalam tabung soxhlet dan kemudian ether tersebut diuapkan sehingga dapat diketahui berat lemaknya (Ether extract). 5.4Kadar protein kasar ( Crude protein)

Kadar protein ditentukan berdasarkan cara Kjedhal disebut sebagai kadar protein kasar (Crude protein). Protein dan komponen organik dalam sampel di destruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi

(5)

dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat, selanjutnya ion-ion borat yang terbentuk di titrasi dengan menggunakan larutan HCl.

5.6 Kadar serat kasar ( Crude fibre)

Bahan makanan yang bebas dari air dan bebas dari lemak, direbus dengan asam lemah. Bahan organik yang tertinggal kemudian disaring dengan vacump pump. Hilangnya berat setelah ampas dipijarkan adalah berat serat kasar (crude fibre).

Analisis Data

Analisis ini digunakan untuk menggambarkan keadaan umum di lokasi penelitian dan menganalisa pola penyediaan hijauan makanan ternak pada lokasi tersebut. Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian ditabulasi serta dianalisis secara deskriptif. Komposisi botani ditentukan dengan menggunakan metode “Dry Weight Rank”. Pada peubah analisis kandungan nutrisi pada ketinggian tempat yang berbeda dilakukan uji t.

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Batas-batas wilayah Kabupaten Samosir adalah adalah di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, disebelah Selatan berbatasan dengan Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat, dan di

sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir (Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2013).

Gambar 2. Peta Kabupaten Samosir

Sumber: Data Olahan Laboratorium GIS (Geographic Information System), 2016.

Secara geografis kabupaten Samosir terletak diantara 2º21’38”- 2º49’48” LU dan 98º24’00”- 99º01’48” BT dengan ketinggian antara 904-2.157 mdpl. Luas Wilayah sekitar 2.069,05 km² dan terdiri dari luas daratan ± 1.444,25 km² atau

(7)

sekitar 69,80%, yaitu seluruh pulau samosir yang di kelilingi oleh danau Toba dan

sebagian wilayah daratan Pulau Sumatera, dan luas wilayah Danau Toba ± 624,80 km² (30,20%). Menurut kecamatan, wilayah daratan yang paling luas

adalah kecamatan Harian dengan luas ± 560,45 km² (38,31%) diikuti oleh kecamatan Simanindo ± 198,20 km² (13,72%), Kecamatan Palipi ± 129,55 km² (8,97%), Kecamatan Pangururan ± 121,43 km² (8,41%), Kecamatan Nainggolan ± 87,86 km² (60,89%), Kecamatan Onanrunggu ± 6,08 km² (4,22%) (Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).

Kabupaten Samosir beriklim tropis basah dengan suhu sekitar 17ºC-29ºC

dan rata-rata kelembaban udara sebesar 85,04%. Sepanjang tahun 2015, rata-rata curah hujan per bulan yang tertinggi terdapat di Kecamatan Onan Runggu 219,92 mm, Kecamatan Simanindo 168,50 mm, Kecamatan Pangururan 162,17 mm, Kecamatan Palipi 143,25 mm, Kecamatan

Nainggolan 92,58 mm, dan Kecamatan Ronggur Nihuta 42 mm (Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).

Keadaan topografi dan kontur tanahnya beraneka ragam, yaitu datar, berbukit, bergelombang, miring dan terjal. Struktur tanahnya labil dan berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik. Topografi dan kontur tanah di Kabupaten Samosir dengan komposisi kemiringan: a) 0–20 (datar) ±

10%, b) 2–150 (landai) ± 20%, c) 15-400 (miring) ± 55%, d) >400(terjal) ± 15% (Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).

(8)

Penentuan Tempat Penelitian

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa ada 63 titik pastura alami di pulau Samosir dimana titik tersebut ditentukan berdasarkan tafsiran luas lahan dan perkiraan yang layak untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Hasil survei yang 63 titik yang didapat kemudian dipetakan berdasarkan ketinggian tempat, kelas kemampuan lahan dan penggunaan lahan untuk menentukan titik-titik lokasi dimana sampel akan di ambil. Penggo longan titik-titik tempat pengambilan sampel penelitian tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Pemetaan pastura alami berdasarkan ketinggian di Pulau Samosir

Ketinggian Tempat

Kelas

Kemampuan Penggunaan lahan

Lahan Semak belukar Tanah terbuka Lahan

kering Sawah Rawa

KKL II - - 4 - - 905- 1200 mdpl KKL III - - - - - KKL IV - 23 - - KKL II - - - - - Lebih dari 1205 mdpl KKL III - - - - - KKL IV 1 1 9 3 1

Berdasarkan hasil Tabel 1 penentuan titik-titik sampel dapat dilihat berdasarkan kelas kemampuan lahan dimana kelas kemampuan lahan dibagi dua bagian berdasarkan ketinggian yaitu pada ketinggian 905-1200 mdpl terdapat 3 tempat kkl yaitu pertanian lahan kering dan tanah terbuka dan pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl terdapat lima lokasi yaitu pada kkl IV di semak belukar, tanah terbuka,pertanian lahan kering, rawa dan sawah.

Pengambilan titik sampel kemudian diseleksi berdasarkan analisis yang telah dilakukan dan diambil sampel 15 titik yang dijadikan sebagai

(9)

tempat untuk pengambilan sampel penelitian. Kelima belas titik tersebut tertuang dalam Tabel 2.

Tabel 2. Titik lokasi penelitian pada ketinggian 905-1200 mdpl dan pada ketinggian diatas 1200 mdpl

No. D Desa Ketinggian tempat (mdpl)

1 Simbolon 910 2 Simanindo 911 3 Unjur 48 919 4 Garoga 46 932 5 Marlumba 49 964 6 Suhi-suhi Dolok 990 7 Parbaba Dolok 1034 8 Onanrunggu 1053 9 Sabungan Nihuta 2 1149

Titik lokasi penelitian pada ketinggian >1200 mdpl

10 Tanjungan 1305 11 Sabungan nihuta 1 1312 12 Lintong Sunut 1344 13 Lumban Simbolon I 1345 14 Sipira 32 1405 15 Sipira 33 1405

Sumber : Data primer (2016).

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa penelitian di lakukan dengan mengambil sampel di 15 titik lokasi penelitian. Pengambilan sampel pada ketinggian 905 - 1200 mdpl berjumlah 9 titik, sementara pada ketinggian diatas 1200 berjumlah 6 titik. Pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl pastura terendah berada pada lokasi Sigaol yang terletak pada ketinggian 910 mdpl, dengan jenis pastura yang tersedia adalah pastura campuran. Sementara titik tertinggi terdapat pada Peanabolak yang terletak pada ketinggian 1149 mdpl, dengan jenis rumput yang tersedia adalah rumput lapangan. Pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl titik terendah terdapat pada lokasi Tanjungan yang terletak pada ketinggian 1305 mdpl dengan jenis rumput yang tersedia adalah rumput lapangan, sementara lokasi tertinggi berada di titik Sipira 33 yang terletak pada ketinggian 1405 mdpl.

(10)

Berdasarkan ketersediaan lahan penggembalaan, seluruh lokasi merupakan lahan yang potensial digunakan sebagai lahan penggembalaan alami bagi ternak ruminansia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susetyo (1980), yang menyatakan bahwa produktivitas hijauan pakan suatu padang penggembalaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ketersediaan lahan yang memadai, dimana lahan tersebut harus mampu menyediakan hijauan pakan yang cukup bagi kebutuhan ternak. Disamping itu faktor kesuburan tanah, ketersediaan air, iklim dan topografi turut berpengaruh terhadap produktivitas padangan dalam pengadaan hijauan pakan. Kualitas hijauan pakan ternak juga ditentukan oleh komposisi hijauan dalam suatu areal padang penggembalaan dapat mengalami perubahan dimana kondisi tanah yang kurang bagus atau mengalami kekeringan karena musim kemarau yang berkepanjangan. Padang penggembalaan dikatakan baik yaitu jika memiliki kapasitas tampung 0,4 hektar untuk 1 ST, atau satu hektar lahan dapat menampung 2,5 ST/tahun.

A.Komposisi Botani Hijauan

Komposisi hijauan suatu padang penggembalaan turut menentukan kualitas hijauan pakan. Padang penggembalaan yang mengandung hijauan yang bervariasi antara rumput-rumputan dan leguminosa, terutama spesies tanaman yang berkualitas baik akan meningkatkan kualitas hijauan.

(11)

Tabel 3. Komposisi Botani Hijauan dan Jumlah Frekuensi Kemunculan pada padang penggembalaan alami di Kabupaten Samosir pada ketinggian 905-1200 mdpl

No Jenis Hijauan

Komposisi Botani (gr) Komposisi Botani (%)

Frekuensi Bahan Segar Bahan

Kering Bahan Segar Bahan Kering 1 Imperata Cylindrica 2.454,68 947,09 21,51 21,39 19 2 Axonopus compressus 1.950,75 939,48 17,11 21,22 30 3 Paspalum conjugatum 1.443,39 604,45 12,66 13,65 12 4 Zoysia matrella 168,62 383,21 10,25 8,65 13 5 Melasthoma mallabathricum 777,56 290,76 6,82 6,57 18 6 Stylosanthes capitata 510,77 51,27 4,48 3,42 15 7 Cynodon plestosthasium 453,77 176,10 3,98 3,98 6 8 Mimosa pudica L. 336,34 133,60 2,95 3,02 14 9 Digitaria milanjana 327,21 143,18 2,87 3,23 5 10 Leptosola sinensis 327,21 102,02 2,87 2,30 2 11 Rabba-rabba 265,65 148,40 2,33 3,35 3 12 Stachytarpheta jamaicensis 256,53 69,35 2,25 1,57 3 13 Eupathorium adenophorum 197,48 54,15 1,73 1,22 3 14 Clonemia sp 153,92 27,26 1,35 0,62 2 15 Arachis pintoi 149,36 52,49 1,31 1,19 3 16 Hiptis brevipus 02,65 25,13 0,89 0,57 2 17 Cynodon dactilon 97,91 26,38 0,85 0,60 2 18 Desmodium triplorum 73,97 29,02 0,64 0,66 15

19 Vigna parkeri baker 69,55 27,74 0,61 0,63 9

20 Cassia sp 66,13 21,00 0,58 0,47 1 21 Leucena sp 45,60 16,34 0,40 0,37 4 22 Gleichenia linearis 37,62 15,35 0,33 0,35 3 23 Centella asiatika 37,62 9,75 0,33 0,22 4 24 Oryza sativa 31,92 8,90 0,28 0,20 1 25 Brachiaria Mutica 27,36 13,32 0,24 0,30 1 26 Digitaria cyliaris 18,24 7,22 0,16 0,16 2 27 Sabi-sabi 12,54 2,00 0,11 0,05 1 28 Pakis 2,28 0,89 0,02 0,02 1 29 Brachiaria decumbens 2,28 1,09 0,02 0,02 1 30 Chloris gayana 1,14 0,45 0,01 0,01 1 31 Bandotan 1,14 0,29 0,01 0,01 1 Total 11.401,20 4.427,67 100 100 -

(12)

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa komposisi botani hijauan pada ketinggian 905-1200 mdpl yang paling tertinggi adalah Imperata cylindrica yaitu sebesar 2.454,68 g dengan kandungan BK 947,09 g diikuti rumput Axonopus compressus 1.950,75 g dengan kandungan BK 939,48 g dan Paspalum conjugatum 1.443,39 g dengan kandungan BK 604,45 g. Komposisi berat segar yang paling kecil berada pada Bandotan dengan persentase 1,14 g dengan kandungan BK 0,29 g. Sementara komposisi botani legum yang paling tinggi adalah Mimosa pudica L. 2,95% diikuti oleh Chloris gayana 1,14 g dengan kandungan BK 0,45 g.

Komposisi botani setiap jenis hijauan berbeda-beda yang dihitung berdasarkan total produksi bahan segar pada masing-masing spesies. Selain itu perbedaan komposisi botani hijauan yang tertinggi yaitu Alang-alang (Imperata cylindrica) karena Alang-alang (Imperata cylindrica) dapat berkembang biak dengan cepat disebabkan cepatnya perkembangan dan penyebaran serta mudah tumbuh dan tahan terhadap injakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jayadi (1991) yang menyatakan bahwa Alang-alang (Imperata cylindrica) dapat berkembang biak dengan cepat dengan benih-benihnya yang tersebar cepat bersama angin, atau melalui rimpangnya yang cepat menembus tanah yang gembur. Alang-alang (Imperata cylindrica) biasanya tumbuh pada lahan bekas dan lain-lain. Sampai taraf tertentu, kebakaran pertumbuhan alang-alang. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Dwidjoseputro (2009) yang menyatakan bahwa jenis rumput ini dapat tumbuh

(13)

pada elevasi 0 sampai ketinggian 300 meter dpl dengan curah hujan 500-5000 mm/thn.

Persentase komposisi berdasarkan berat botani hijauan pada pastura alami di Pulau Samosir pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl.

Tabel 4. Komposisi Botani Hijauan dan Jumlah Frekuensi Kemunculan Hijauan pada Pastura alami di Pulau Samosir pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl

NO Jenis Hijauan Komposisi Botani

(gr) Komposisi Botani (%) Frekuensi Berat Segar Berat Segar Berat Kering Berat Kering 1 Axonophus compressus 1321,0 636,19 67,64 73,00 10 2 Paspalum conjugatum 329,43 137,95 16,87 15,83 5 3 Flemingia macrofilia 61,71 19,70 3,16 2,26 1 4 Imperata cylindrical 50,71 19,56 2,60 2,25 1 5 Centella aciatica 44,09 11,42 2,26 1,31 2 6 Euphatorium adenophorum 38,59 10,58 1 ,98 1,21 1 7 Zoysia matrella 35,54 11,65 1,82 1,34 1 8 Stylosanthes capitata 19,13 5,66 0,98 0,65 2 9 Amaratus S.p 17,82 6,04 0,91 0,69 1 10 Cynodon plestosthasium 10,28 3,99 0,53 0,46 2 11 Mimosa pudica L. 5,49 2,18 0,28 0,25 1 12 Chloris gayana 5,49 2,14 0,28 0,25 1 13 Rumput lumut 4,07 2,03 0,21 0,23 1 14 Paspalum notatum 2,64 1,44 0,14 0,17 1 15 Leucena S.p 2,64 0,94 0,14 0,11 2 Total 1953 871,55 100 100

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa jenis botani hijauan pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl yang paling tertinggi adalah Axonophus compressus dengan persentase produksi berat segar 67,64% dan persentase berat berat bahan kering 73%. Jenis hijauan dengan persentase tertinggi kedua adalah Paspalum conjugatum

dengan persentase produksi berat segar 16,86% dengan dan persentase hijauan 15,83%. Serta tertinggi ketiga adalah Flemingia macrofilia dengan persentase produksi 3,15% dengan persentase berat berat bahan kering 2,26%. Sementara

(14)

jenis komposisi botani terendah yaitu Leucena sp. dengan persentase 0,14% dengan persentase berat berat bahan kering 0,11%.

Komposisi botani pada ketinggian 905-1200 mdpl dan lebih dari 1200 mdpl memiliki produksi botani yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mcllroy (1976) yang menyatakan bahwa, komposisi botani padang penggembalaan tidak selalu konstan. Perubahan susunan komponen dipengaruhi oleh musim, kondisi tanah dan sistem penggembalaan. Komposisi suatu padang penggembalaan dipengaruhi oleh curah hujan, ketinggian tempat dan pengelolaan penggembalaan.

Perbandingan komposisi botani di Pulau Samosir pada ketinggian 905-1200 mdpl dan lebih dari 905-1200 mdpl dapat dilihat melalui penggolongan hijauan makan ternak pada 3 penggolangan yaitu rumput dan legum dan gulma hal ini terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan jumlah spesies hijauan pada padang penggembalaan alami di Kabupaten Samosir pada ketinggian 905-1200 dan diatas 1200 mdpl

Jenis Botani Ketinggian (905-1200 mdpl) Ketinggian (>1200 mdpl)

Rumput (%) 85,98 98,76

Legum (%) 7,99 1,01

Gulma (%) 6.00 0,23

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa komposisi jenis rumput yang lebih mendominasi padang penggembalaan di Pulau Samosir dibandingkan jenis legum. Jenis botani hijauan yang paling dominan pada kedua ketinggian yaitu Axonophus compressus, Imperata cilindryca dan Paspalum conjugatum. Axonopus compressus ( rumput karpet) merupakan rumput menahun dan memiliki tunas yang menjalar dan bercabang. Rumput ini dapat tumbuh pada dataran tinggi dan dataran rendah. Axonopus Compressus memiliki perakaran tunggang dan

(15)

memiliki banyak cabang serta akar rumput berwarna coklat keputih-putihan (Tjitrosoepomo, 2001), tingginya persentase rumput disebabkan rumput mudah sekali tumbuh dan berkembang pada hampir semua jenis tanah dan pada berbagai jenis iklim. Hal ini sesuai tidak sesuai dengan pernyataan Reksohadiprodjo (1985), menyatakan padang rumput yang baik perbandingan komposisi botanis dengan leguminosa adalah 60% rumput dan 40% leguminosa.

Dari hasil analisis komposisi botani pada padang penggembalaan alami di Pulau Samosir terdapat pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl hijauan legum hampir tidak ada. Hal ini pada saat penelitian dilakukan dalam keadaan kemarau panjang. Tidak tumbuhnya legume diakibatkan oleh perenggutan ternak kerbau sehingga mengakibatkan legume susah untuk bertumbuh kembali. Hal lain yang mengakibatkan legume untuk susah tembuh yaitu tumbuhan legume tidak tahan injakan terutama injakan ternak ruminansia besar. Hal ini diperkuat oleh Subagyo (1988), yang menyatakan bahwa faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan atau tanaman makanan ternak adalah radiasi, panjang hari, suhu, kelembaban dan curah hujan. Selain itu, tingginya komposisi jenis rumput di kedua lokasi diduga karena pertumbuhan rumput lebih cepat daripada leguminosa. Hal ini karena jenis rumput umumnya tumbuh membentuk rumpun, memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga tahan injakan dan renggutan ternak, regrowth- nya cepat, rhizomanya merayap dan membentuk tanaman baru yang cepat menyebar jika mengalami pemotongan baik oleh ternak maupun defoliasi.

(16)

Analisis Kandungan Nutrisi

Untuk mengetahui kandungan nutrisi pada hijauan yang paling dominan dilakukan analisis proksimat. Hal ini di sajikan dalam Tabel 6 berikut :

Tabel 6. Hasil Analisis Kandungan Nutrisi Hijauan (berdasarkan BK)

Jenis Hijauan BK ABU PK SK LK Beta-N

Euphatorium adenophorum 82,90 9,44 8,65 15,67 0,73 48,43 Stylosantes capitata 90,11 9,09 9,89 27,64 1,37 42,12 Paspalum conjugatum 91,19 6,61 9,03 35,78 0,53 39,24 Cynodon dactylon 91,6 9,88 8,74 29,54 0,73 42,71 Flemingia M. 90,44 11,69 14,21 32,45 1,56 30,53 Zoysia matrella 92,69 5,51 14,53 31,86 1,55 39,24 Axonopus compressus 91,88 10,79 10,44 28,17 1,41 41,07 Imperata cilindrica 91,3 9,40 13,21 29,02 1,68 37,99 rabba-rabba 90,25 8,27 9,17 26,82 1,63 44,36 Centella asiatica 90,37 10,05 9,07 18,24 1,33 51,68 Melastoma malabatricum 91,72 5,74 11,88 26,77 0,24 47,09 Mimosa pdica 90,92 4,74 9,42 30,11 1,05 45,6 Leptosola sinensis 89,54 10,56 13,88 27,06 1,22 36,82 Starkuak 91,12 11,08 15,13 22,83 1,32 40,76 Stacytarpheta jamaisensis 90,93 5,23 14,48 18,24 0,03 52,95

Berdasarkan hasil analisis kandungan bahan kering (BK) teringgi pada jenis hijauan Zoysia matrella yaitu 92.69%, diikuti oleh rumput Axonopus compressus 91.88% dan Imperata cylindrica 91.30%. Sementara kandungan BK terendah yaitu Euphatorium adenophorum (teklan) 82,90 %. Kadar abu tertinggi didapat pada hijauan Flemingia macrofilia 11.69%, kadar PK tertinggi yaitu pada rumput Zoysia matrella 14.53%, SK tertinggi Paspalum conjugatum 35.78%, LK tertinggi Imperata Cylindrica 1.68% dan kandungan Beta-N tertinggi yaitu Centella aciatica 51.68%. Tingginya kandungan BK suatu tanaman dipengaruhi oleh kondisi tanah yang mengalami kekeringan sehingga hijauan yang tumbuh juga mengalami krisis air sehingga kadar BK tanaman pun meningkat. Hal ini sesuai dengan kondisi di lokasi penelitian karena pada daerah penelitian

(17)

mengalami kemarau yang sangat panjang sehingga tanaman pada lahan pastura mengalami krisis air atau kekeringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Williamson et al., (1993) yang menyatakan bahwa kandungan BK pada musim hujan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh pengairan pada saat musim penghujan yang menyebabkan tanaman tidak mengalami krisis air dan pertumbuhan tanaman akan semakin baik karena kadar air pada tanaman akan semakin meningkat sehingga kadar bahan kering hijauan menjadi rendah pada saat panen. Berbeda dengan musim kemarau, pada saat tanaman mengalami krisis air maka kadar bahan kering (BK) tanaman tersebut akan semakin meningkat.

Krisis air pada tanaman dapat meningkatkan kadar BK hijauan dan dapat menurunkan kadar PK atau LK tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitorus dan Siregar (1978), yang menyatakan bahwa iklim merupakan kombinasi dari unsur-unsur suhu, kelembaban, curah hujan, angin dan tekanan udara yang mempengaruhi hijauan. Faktor iklim yang terpenting di Indonesia adalah curah hujan, suhu dan kelembaban. Pada musim hujan produksi hijauan cukup banyak, sedangkan pada musim kemarau sebaliknya dan ternak menderita kelaparan, selain itu pada musim kemarau kadar protein dan mineral dalam rumput-rumputan akan menurun. Kondisis lingkungan selama pertumbuhan tanaman, menentukan komposisi kimia dan nilai makanan hijauan tersebut. Lopez (1978) menyatakan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi kimia dan nilai makanan dari rumput antara lain, umur hijauan, musim, kandungan air atau kelembaban dan kesuburan tanah.

(18)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada ketinggian 905-1200 m dpl memiliki komposisi botani lebih beragam dengan 31 spesies dengan perbandingan rumput 85,98 % , legume 47,99%, gulma 6,00 % dan komposisi botani yang paling mendominasi adalah Imperata cylindrical. Sementara pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl terdapat 15 spesies dengan perbandingan rumput 98,76 % , legume 1,01% , gulma 0,23 % komposisi botani hijauan tertinggi adalah Axonopus compressus.

Saran

Disarankan untuk melakukan perbaikan pastura alami dengan melakukan penanaman dan perawatan hijauan yang telah tersedia. Serta perlu adanya pastura buatan untuk meningkatkan komposisi botani mempertahankan kuantitas spesies unggulan dan penanaman spesies baru sehingga hijauan pakan ternak di Pulau Samosir dapat terpenuhi.

Gambar

Gambar 2. Peta Kabupaten Samosir
Tabel 1. Pemetaan pastura alami berdasarkan ketinggian di Pulau Samosir  Ketinggian Tempat
Tabel  2. Titik lokasi penelitian pada ketinggian 905-1200 mdpl dan  pada     ketinggian diatas 1200 mdpl
Tabel  3.  Komposisi  Botani Hijauan dan Jumlah Frekuensi Kemunculan  pada  padang penggembalaan alami di Kabupaten Samosir pada ketinggian  905-1200 mdpl
+4

Referensi

Dokumen terkait

b. Perubahan struktur organisasi dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan.. Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional mempunyai konsekuensi

Kedua, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran yang dilakukan CDC-PKBL PT Telkom Witel Yogyakarta melalui program kemitraan yang ditandai dengan meningkatnya

waktu tertentu. Hubungan kerja yang dilakukan dengan sistem perjanjian kerja watu tertentu dilakukan dengan cara apabila seseorang pekerja yang telah diterima oleh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan dimensi Komunikasi Antar Organisasi Dan Aktivitas Pelaksana, baik dalam indikator

[r]

Based on the calculation from t he students’ questionnaires supported by the interview and classroom observation, in terms of behavioral element, students are positive with

dansiapuntukdikirimkan, sedangkan Demodulator adalahbagian yang memisahkansinyalinformasi (yang berisi data ataupesan). darisinyalpembawa

Variabel yang diamati dibedakan menjadi karakter kuantitatif seperti tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah bunga, umur panen, jumlah buah panen, bobot panen per tanaman, bobot