KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
SERTA UJI ANTIMUTAGENIK EKSTRAK ETANOL KULIT
BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) PADA MENCIT
JANTAN MENGGUNAKAN METODE MIKRONUKLEUS
SKRIPSI
OLEH: RANI ARDIANI
NIM 101524078
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
SERTA UJI ANTIMUTAGENIK EKSTRAK ETANOL KULIT
BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) PADA MENCIT
JANTAN MENGGUNAKAN METODE MIKRONUKLEUS
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH: RANI ARDIANI
NIM 101524078
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
SERTA UJI ANTIMUTAGENIK EKSTRAK ETANOL KULIT
BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) PADA MENCIT
JANTAN MENGGUNAKAN METODE MIKRONUKLEUS
OLEH: RANI ARDIANI NIM 101524078
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: 8 Agustus 2012
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195311281983031002 NIP 195103261978022001
Pembimbing II,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002
Dra. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001
Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003
Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001
Medan, November 2012
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi yang berjudul “Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia
serta Uji Antimutagenik Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.) pada Mencit Jantan Menggunakan Metode Mikronukleus”, yang
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam kepada Rasulullah
SAW.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., dan Ibu Dra.
Masfria, M.S., Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan
ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan bantuan dan
fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt.,
selaku penasehat akademis yang memberikan bimbingan kepada penulis selama
ini. Bapak dan Ibu staff pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan. Ibu Dra. Suwarti Aris,
M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium Farmakognosi, dan Ibu Marianne, S.Si.,
M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium Farmakologi yang telah memberikan
fasilitas, petunjuk dan membantu selama penelitian. Ibu Prof. Dr Rosidah, M.Si.,
M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritikan, arahan,
dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
tulus kepada orang tua, Ayahanda Alm. Edy Chaniago dan Ibunda Mardiani
Sikumbang tercinta, atas doa dan dukungan baik moril maupun materil,
saudara-saudara tersayang, serta teman-teman seperjuangan atas doa, dorongan dan
semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.
Medan, Agustus 2012
Penulis,
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI ANTIMUTAGENIK EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MANGGIS
(Garcinia mangostana L.) PADA MENCIT JANTAN MENGGUNAKAN
METODE MIKRONUKLEUS ABSTRAK
Kulit buah manggis mengandung senyawa xanton yang merupakan senyawa flavonoid yang telah banyak diuji memiliki banyak khasiat farmakologi diantaranya sebagai antikanker dan antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, skrining fitokimia, dan uji efek antimutagenik ekstrak etanol kulit buah manggis pada mencit jantan yang diinduksi siklofosfamid dengan menggunakan metode mikronukleus secara in vivo.
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi makroskopik, mikroskopik, kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam. Pemeriksaan skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia dan ekstrak. Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia adalah kulit buah berwarna coklat, tekstur keras, berbau khas, berasa sepat dan pahit. Hasil pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya fragmen sel batu, kristal kalsium oksalat bentuk druse, berkas pengangkut dengan penebalan bentuk spiral, parenkim mesokarp dan parenkim endokarp. Hasil karakterisasi simplisia terhadap kadar air 7,96%, kadar sari larut air 15,97%, kadar sari larut etanol 21,54%, kadar abu total 9,32%, dan kadar abu tidak larut asam 0,42%. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan adanya alkaloida, flavonoida, tanin, saponin, steroida/triterpenoida, dan glikosida. Ekstraksi simplisia dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol 96%.
Pengujian efek antimutagenik dilakukan terhadap mencit jantan menggunakan metode mikronukleus secara in vivo yang diberikan secara oral ekstrak etanol kulit buah manggis 1 kali sehari selama 7 hari dengan dosis 25 mg/kg BB, 50 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB. Siklofosfamid dosis 30 mg/kg BB secara intraperitonial digunakan sebagai penginduksi terjadinya sel mikronukleus dan suspensi CMC 1% sebagai blanko.
Aktivitas antimutagenik ditunjukkan oleh adanya penurunan jumlah mikronukleus dalam setiap 200 sel eritrosit polikromatik pada preparat apusan sumsum tulang femur mencit. Data yang diperoleh dihimpun dan dianalisis menggunakan ANAVA dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji HSD Tukey. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol kulit buah manggis mampu menurunkan jumlah sel mikronukleus yang terbentuk secara signifikan terhadap kelompok penginduksi (p < 0,05). Dengan demikian disimpulkan bahwa ekstrak etanol kulit buah manggis mempunyai aktivitas sebagai antimutagenik. Penurunan jumlah mikronukleus meningkat sejalan dengan kenaikan dosis yang diberikan. Hasil uji efek antimutagenik menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah manggis dosis 100 mg/kg BB menurunkan jumlah sel mikronukleus lebih banyak dibandingkan dosis 25 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB.
SIMPLEX CHARACTERIZATION AND PHYTOCHEMICAL SCREENING THEN ANTIMUTAGENIC TEST OF ETHANOLIC EXTRACT OF MANGOSTEEN RIND (Garcinia mangostana L.) ON MALE
MICE USING MICRONUCLEUS TEST METHOD ABSTRACT
Mangosteen rind contain flavonoid xanton has been tested have farmacology effect among other things as anticancer and antioxidant. The purpose of this study was to investigate simplex characterization, phytochemical screening, and antimutagenic test ethanol extract of mangosteen rind on male mice of which induced by cyclophosphamide using micronucleus test method in vivo.
Characterization simplex include macroscopic examination, microscpic examination, water content value, water soluble extract value, ethanol soluble extract value, total ash value and acid insoluble ash value. Phytochemical screening was carried out on simplex and extract. The results of macroscopic examination of simplex is brown, hard texture, distinctive smell and bitter. The result of microscopic examination of simplex showed fragments cell stone, crystals of calcium oxalate shaped druse, beam transport with spiral thickening, mesocarp parenchym and endocarp parenchym. The result simplex characterization obtained the water content value 7.96%, the water soluble extract value 15.97%, the ethanol soluble extract value 21.54%, the total ash value 9.32%, and the acid insoluble ash value 0.42%. The results of phytochemical screening of simplex and ethanolic extract indicates alkaloids, flavonoids, tannins, saponins, steroids/triterpenoids, and glycosides. The simplex was extracted with 96% ethanol by percolation.
Antimutagenic test was carried out on male mice using micronucleus method in vivo, given ethanolic extract of mangosteen rind orally 1 time a day for 7 days with a dose of 25 mg/kg bw, 50 mg/kg bw and 100 mg/kg bw. Cyclophosphamide with dose of 30 mg/kg bw intraperitoneal is used as an inductor of the occurence of micronucleus cells and CMC 1% suspension as blanco.
Antimutagenic activity shown by a decrease in the number of micronucleus in polychromatic erythrocytes per 200 cells in the femur marrow smear preparations of mice. The data obtained were collected and analyzed using ANAVA and significantly different if followed by Tukey HSD test. The statistic analysis, it is showed that the administration of ethanol extract of mangosteen rind was able to reduce the number of micronucleus cells formed significantly to the inducer group (p < 0.05). Thus, it is concluded that ethanolic extract of the mangosteen rind has antimutagenic activity. The decrease in micronucleus increase with increase the doses given. The result of the antimutagenic effect test showed that the ethanolic extract of mangosteen rind dose 100 mg/kg bw reduced the number of micronucleus cells more than the extract of mangosteen rind dose of 25 mg/kg bw and 50 mg/kg bw.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Uraian Tumbuhan ... 6
2.1.1 Habitat (Daerah Tumbuh) ... 6
2.1.2 Morfologi Tumbuhan ... 6
2.1.3 Sistematika Tumbuhan ... 7
2.1.5 Kandungan Kimia ……… 8
2.1.6 Khasiat Tumbuhan ... 8
2.2 Ekstraksi ……….. 8
2.3 Metode-Metode Ekstraksi ... 9
2.4 Mutasi ... 10
2.5 Jenis-jenis mutasi ... 11
2.6 Mutagen ... 13
2.7 Frekuensi Mutasi ... 15
2.8 Siklofosfamid ... 16
2.9 Metode Mikronukleus ... 16
BAB III METODE PENELITIAN ... 17
3.1 Alat dan Bahan ... 17
3.1.1 Alat-alat ... 17
3.1.2 Bahan-bahan ... 17
3.2 Hewan Percobaan ... 18
3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 18
3.3.1 Larutan Pereaksi Mayer ... 18
3.3.2 Larutan Pereaksi Dragendorff ... 18
3.3.3 Larutan Pereaksi Bouchardat ... 18
3.3.4 Larutan Pereaksi Molish ... 19
3.3.5 Larutan Pereaksi Liebermann-Burchard ... 19
3.3.6 Larutan Pereaksi Besi (III) Klorida 1% ... 19
3.3.7 Larutan Pereaksi Timbal (II) Asetat ... 19
3.3.9 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N ... 19
3.4 Identifikasi Tumbuhan ... 19
3.5 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 20
3.5.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ... 20
3.5.2 Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 20
3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 20
3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 20
3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 21
3.6.3 Penetapan Kadar Air ... 21
3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 22
3.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 22
3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total... 22
3.6.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam ... 23
3.7 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Simplisia ... 23
3.7.1 Pemeriksaan Alkaloid ... 23
3.7.2 Pemeriksaan Flavonoid ... 24
3.7.3 Pemeriksaan Tanin ... 24
3.7.4 Pemeriksaan Glikosida ... 24
3.7.5 Pemeriksaan Saponin ... 25
3.7.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... 25
3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis ... 25
3.9 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis ... 26
3.10 Uji Efek Antimutagenik ... 26
3.10.2 Penyiapan Suspensi CMC 1% ... 26
3.10.3 Penyiapan Suspensi Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (EEKBM) ... 27
3.10.4 Penyiapan Larutan siklofosfamid (LS) 0,5% ... 27
3.10.5 Pembuatan Serum Darah Sapi (SDS) ... 27
3.10.6 Pengujian Antimutagenik ... 27
3.10.7 Pembuatan Preparat Hapusan Sumsum Tulang Femur 28 3.11 Analisis Data ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
4.1 Simplisia dan Ekstrak ... 30
4.2`Pengujian Efek Antimutagenik ... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
5.1 Kesimpulan ... 35
5.2 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Kulit Buah
Manggis ... 46
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis ... 46
Tabel 4.3 Jumlah mikronukleus dalam 200 sel eritrosit polikromatik ... 60
Tabel 4.4 Uji Deskriptif ... 61
Tabel 4.5 Uji ANAVA Satu Arah (One Way Anova) ... 61
Tabel 4.6 Uji Post Hock Tuckey ... 62
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Diagram Kerangka PikirPenelitian ... 5
Gambar 2.1 Pohon Manggis ... 42
Gambar 2.2 Buah Manggis ... 42
Gambar 2.3 Kulit buah manggis yang telah dikupas ... 43
Gambar 2.4 Simplisia kulit buah manggis ... 43
Gambar 2.5 Serbuk simplisia kulit buah manggis ... 44
Gambar 3.1 Mikroskopik serbuk simplisia kulit buah manggis perbesaran 10x10 ... 45
Gambar 3.2 Velocity 18R Refrigerated Centrifuge ... 54
Gambar 3.3 Oral Sonde dan spuit 1 ml ... 54
Gambar 3.4 Pinset dan gunting bedah ... 55
Gambar 3.5 Mikroskop ... 55
Gambar 3.6 Mencit jantan putih ... 56
Gambar 4.1 Grafik Jumlah Sel Mikronukleus dalam tiap 200 sel mencit pada berbagai perlakuan ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Hasil Identifikasi Tanaman ... 40
Lampiran 2 Karakteristik Tumbuhan Manggis ... 41
Lampiran 3 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik ... 44
Lampiran 4 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi dan Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis ... 45
Lampiran 5 Perhitungan Hasil Pemeriksaan Mikroskopik ... 46
Lampiran 6 Bagan Alur Penelitian ... 51
Lampiran 7 Alat-Alat ... 53
Lampiran 8 Hewan Percobaan ... 55
Lampiran 9 Contoh Perhitungan Dosis ... 56
Lampiran 10 Hasil Pengamatan Apusan Menggunakan Mikroskop ... 58
Lampiran 11 Jumlah Sel Mikronukleus pada Sumsum Tulang Femur Mencit ... 59
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI ANTIMUTAGENIK EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MANGGIS
(Garcinia mangostana L.) PADA MENCIT JANTAN MENGGUNAKAN
METODE MIKRONUKLEUS ABSTRAK
Kulit buah manggis mengandung senyawa xanton yang merupakan senyawa flavonoid yang telah banyak diuji memiliki banyak khasiat farmakologi diantaranya sebagai antikanker dan antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, skrining fitokimia, dan uji efek antimutagenik ekstrak etanol kulit buah manggis pada mencit jantan yang diinduksi siklofosfamid dengan menggunakan metode mikronukleus secara in vivo.
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi makroskopik, mikroskopik, kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam. Pemeriksaan skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia dan ekstrak. Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia adalah kulit buah berwarna coklat, tekstur keras, berbau khas, berasa sepat dan pahit. Hasil pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya fragmen sel batu, kristal kalsium oksalat bentuk druse, berkas pengangkut dengan penebalan bentuk spiral, parenkim mesokarp dan parenkim endokarp. Hasil karakterisasi simplisia terhadap kadar air 7,96%, kadar sari larut air 15,97%, kadar sari larut etanol 21,54%, kadar abu total 9,32%, dan kadar abu tidak larut asam 0,42%. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan adanya alkaloida, flavonoida, tanin, saponin, steroida/triterpenoida, dan glikosida. Ekstraksi simplisia dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol 96%.
Pengujian efek antimutagenik dilakukan terhadap mencit jantan menggunakan metode mikronukleus secara in vivo yang diberikan secara oral ekstrak etanol kulit buah manggis 1 kali sehari selama 7 hari dengan dosis 25 mg/kg BB, 50 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB. Siklofosfamid dosis 30 mg/kg BB secara intraperitonial digunakan sebagai penginduksi terjadinya sel mikronukleus dan suspensi CMC 1% sebagai blanko.
Aktivitas antimutagenik ditunjukkan oleh adanya penurunan jumlah mikronukleus dalam setiap 200 sel eritrosit polikromatik pada preparat apusan sumsum tulang femur mencit. Data yang diperoleh dihimpun dan dianalisis menggunakan ANAVA dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji HSD Tukey. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol kulit buah manggis mampu menurunkan jumlah sel mikronukleus yang terbentuk secara signifikan terhadap kelompok penginduksi (p < 0,05). Dengan demikian disimpulkan bahwa ekstrak etanol kulit buah manggis mempunyai aktivitas sebagai antimutagenik. Penurunan jumlah mikronukleus meningkat sejalan dengan kenaikan dosis yang diberikan. Hasil uji efek antimutagenik menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah manggis dosis 100 mg/kg BB menurunkan jumlah sel mikronukleus lebih banyak dibandingkan dosis 25 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB.
SIMPLEX CHARACTERIZATION AND PHYTOCHEMICAL SCREENING THEN ANTIMUTAGENIC TEST OF ETHANOLIC EXTRACT OF MANGOSTEEN RIND (Garcinia mangostana L.) ON MALE
MICE USING MICRONUCLEUS TEST METHOD ABSTRACT
Mangosteen rind contain flavonoid xanton has been tested have farmacology effect among other things as anticancer and antioxidant. The purpose of this study was to investigate simplex characterization, phytochemical screening, and antimutagenic test ethanol extract of mangosteen rind on male mice of which induced by cyclophosphamide using micronucleus test method in vivo.
Characterization simplex include macroscopic examination, microscpic examination, water content value, water soluble extract value, ethanol soluble extract value, total ash value and acid insoluble ash value. Phytochemical screening was carried out on simplex and extract. The results of macroscopic examination of simplex is brown, hard texture, distinctive smell and bitter. The result of microscopic examination of simplex showed fragments cell stone, crystals of calcium oxalate shaped druse, beam transport with spiral thickening, mesocarp parenchym and endocarp parenchym. The result simplex characterization obtained the water content value 7.96%, the water soluble extract value 15.97%, the ethanol soluble extract value 21.54%, the total ash value 9.32%, and the acid insoluble ash value 0.42%. The results of phytochemical screening of simplex and ethanolic extract indicates alkaloids, flavonoids, tannins, saponins, steroids/triterpenoids, and glycosides. The simplex was extracted with 96% ethanol by percolation.
Antimutagenic test was carried out on male mice using micronucleus method in vivo, given ethanolic extract of mangosteen rind orally 1 time a day for 7 days with a dose of 25 mg/kg bw, 50 mg/kg bw and 100 mg/kg bw. Cyclophosphamide with dose of 30 mg/kg bw intraperitoneal is used as an inductor of the occurence of micronucleus cells and CMC 1% suspension as blanco.
Antimutagenic activity shown by a decrease in the number of micronucleus in polychromatic erythrocytes per 200 cells in the femur marrow smear preparations of mice. The data obtained were collected and analyzed using ANAVA and significantly different if followed by Tukey HSD test. The statistic analysis, it is showed that the administration of ethanol extract of mangosteen rind was able to reduce the number of micronucleus cells formed significantly to the inducer group (p < 0.05). Thus, it is concluded that ethanolic extract of the mangosteen rind has antimutagenic activity. The decrease in micronucleus increase with increase the doses given. The result of the antimutagenic effect test showed that the ethanolic extract of mangosteen rind dose 100 mg/kg bw reduced the number of micronucleus cells more than the extract of mangosteen rind dose of 25 mg/kg bw and 50 mg/kg bw.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini telah banyak pemanfaatan tanaman obat tradisional oleh
masyarakat Indonesia untuk menanggulangi beberapa penyakit. Manfaat
penggunaan obat tradisional tersebut secara luas telah dirasakan oleh masyarakat.
Hal ini juga tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan obat
tradisional, atau meningkatnya produksi obat dari industri-industri obat
tradisional. Seiring dengan ada slogan “back to nature”, penggunaan obat
tradisional menjadi alternatif pengobatan di samping obat modern. Pemanfaatan
tanaman obat tersebut meliputi pencegahan, pengobatan maupun pemeliharaan
kesehatan. Upaya pemanfaatan tanaman sebagai sumber suatu obat menjadi
pilihan utama saat ini bagi para peneliti obat di Indonesia (Nugroho, 2012).
Namun banyak pengobatan beberapa penyakit yang kurang memuaskan, termasuk
penyakit yang disebabkan oleh terjadinya mutasi yang diakibatkan oleh
mutagen-mutagen. Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada gen atau pada
kromosom. Mutasi dapat dikaitkan dengan timbulnya beragam kelainan,
termasuk penyakit kanker (Purwadiwarsa, dkk., 2000).
Indikator terjadinya mutasi adalah adanya mikronukleus. Mikronukleus
merupakan hasil mutasi dari kromosom utuh yang patah kemudian tampak
sebagai nukleus berukuran kecil di dalam suatu sel. Mikronukleus mudah diamati
pada sel polikromatik eritrosit. Jumlah sel eritrosit polikromatik bermikronukleus
Selain dapat terjadi secara spontan, mutasi juga dapat diinduksi oleh
berbagai faktor seperti radiasi, senyawa kimia, dan virus. Faktor-faktor
penginduksi mutasi dikenal sebagai mutagen (Purwadiwarsa, dkk., 2000).
Banyaknya pemaparan zat mutagen yang mungkin terjadi, perlu adanya upaya
untuk mencegah terjadinya pemaparan tersebut dengan menggunakan zat
antimutagenik. Oleh karena itu perlu dikembangkan bahan dari obat tradisional
yang dapat bersifat antimutagenik (Atun, dkk., 2012).
Senyawa yang bersifat antimutagenik diantaranya adalah senyawa
flavonoid dan polifenol (Ishaq, et al., 2003). Flavonoid banyak terdapat pada
tumbuhan, salah satunya terkandung dalam manggis.
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tumbuhan yang berasal
dari daerah Asia Tenggara meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar,
Vietnam dan Kamboja (Hartanto, 2011).
Secara umum, orang hanya mengkonsumsi buahnya saja dan cenderung
membuang kulit buah manggis tersebut padahal di dalam kulit buah manggis kaya
akan senyawa kimia yang bersifat sebagai antioksidan antara lain antosianin,
xanton, tanin dan asam fenolat (Hartanto, 2011).
Senyawa xanton bersifat sebagai antioksidan dengan kadar yang tinggi
terdapat dalam kulit buah manggis dan tidak ditemukan pada buah-buahan
lainnya. Pemanfaatan kulit buah manggis yaitu dengan mengupas kulit manggis
bagian terluar terlebih dahulu karena mengandung banyak tanin yang memiliki
efek menyamak dan bila dikonsumsi dapat menutup pori-pori sel usus yang dapat
mengakibatkan usus kejang dan memicu terjadinya muntah hingga diare
Kemampuan antioksidan manggis melebihi vitamin C dan E yang selama
ini dikenal sebagai antioksidan yang paling efektif (Hartanto, 2011). Diduga
keterlibatan oksigen reaktif menjadi penyebab terjadinya mutasi terutama dalam
bentuk radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul yang mempunyai
elektron tidak berpasangan pada kulit terluarnya sehingga sangat reaktif dan dapat
merusak komponen-komponen sel termasuk asam deoksiribonukleat (DNA)
(Purwadiwarsa, dkk., 2000).
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas
melalui perlindungan terhadap protein, sel, jaringan dan organ-organ tubuh.
Antioksidan telah terbukti dapat mencegah penuaan dini (anti aging), mencegah
penyakit jantung, mencegah berbagai jenis kanker, mencegah kebutaan dan
meningkatkan kekebalan tubuh (Hartanto, 2011). Beberapa laporan menyebutkan
bahwa suatu antioksidan juga mempunyai aktivitas antimutagenik (Ghaskadbi,
1992; Shiraki, 1994; Rompelberg, 1995).
Berdasarkan uraian di atas maka kulit buah manggis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kulit buah manggis yang dikupas bagian kulit buah
terluarnya kemudian dilakukan karakterisasi simplisia untuk mengetahui
karakteristik simplisia, pemeriksaan skrining fitokimia untuk mengetahui
golongan senyawa metabolit sekunder karena belum terdapat dalam Materia
Medika Indonesia serta pengujian efek antimutagenik ekstrak etanol kulit buah
manggis. Penelitian dilakukan secara in vivo pada mencit jantan dengan
menggunakan metode uji mikronukleus. Sebagai mutagen penginduksi mutasi
yang dibutuhkan singkat, tidak memerlukan alat dan biaya yang mahal serta
metode ini paling umum digunakan.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah
penelitian adalah:
a. apakah karakterisasi simplisia kulit buah manggis dapat menambah data
yang ada dalam Materia Medika Indonesia?
b. apakah golongan senyawa metabolit sekunder terkandung dalam simplisia
dan ekstrak etanol kulit buah manggis dan dapat menambah data yang ada
dalam Materia Medika Indonesia?
c. apakah ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.)
memiliki aktivitas sebagai antimutagenik?
1.3 Hipotesis
a. karakterisasi simplisia kulit buah manggis dapat menambah data yang ada
dalam Materia Medika Indonesia.
b. golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia
dan ekstrak etanol kulit buah manggis adalah flavonoid, alkaloid, tanin,
steroida/triterpenoida, saponin, glikosida dan dapat menambah data yang
ada dalam Materia Medika Indonesia.
c. ekstrak etanol kulit buah manggis memiliki efek antimutagenik.
1.4 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
b. Untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung
dalam simplisia dan ekstrak etanol kulit buah manggis.
c. Untuk mengetahui aktivitas antimutagenik ekstrak etanol kulit buah
manggis.
1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai informasi tentang karakteristik simplisia dan kandungan golongan
senyawa metabolit sekunder kulit buah manggis.
b. Pemanfaatan limbah kulit buah manggis sebagai tanaman obat.
c. Menambah inventaris tanaman obat yang berkhasiat sebagai
antimutagenik.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 di bawah ini:
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Gambar 1.1 Diagram Kerangka Pikir Penelitian Jumlah sel
mikronukleus Sel yang
bermikronukleus 1. Makroskopik
2. Mikroskopik 3. Kadar air 4. Kadar abu total 5. Kadar abu tidak larut
dalam asam
6. Kadar sari larut dalam air 7. Kadar sari larut dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi habitat (daerah tumbuh), morfologi tumbuhan,
sistematika tumbuhan, nama daerah, kandungan kimia dan khasiat tumbuhan.
2.1.1 Habitat (Daerah Tumbuh)
Manggis dengan nama latin Garnicia mangostana L. merupakan tanaman
buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di
kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar,
Vietnam dan Kamboja (Hartanto, 2011).
Tumbuhan manggis tersebar luas di Indonesia, baik di habitat alami
maupun yang dibudidayakan, tumbuhan ini dapat ditemukan sampai ketinggian
600 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 20-30°C (Mardiana,
2011).
2.1.2 Morfologi Tumbuhan
Pohon mencapai tinggi 10-25 meter. Diameter batang 25-35 cm dan kulit
batang biasanya berwarna coklat gelap atau hampir hitam, kasar dan cenderung
mengelupas. Getah manggis berwarna kuning dan terdapat pada semua jaringan
utama tanaman (Shabella, 2011).
Daun manggis merupakan daun tunggal, lonjong, ujung runcing, pangkal
tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 20-25 cm, lebar 6-9 cm, tebal,
tngkai silindris, hijau (Hutapea, 1994).
Buah manggis berbentuk bulat atau agak pipih dengan diameter 3,5-8 cm.
daerah geografisnya. Tebal kulit buah berkisar antara 0,8-1 cm, berwarna
keunguan dan biasanya mengandung cairan kuning yang rasanya pahit. Buah
manggis mengandung 5-7 segmen. Segmen-segmen umumnya berukuran tidak
sama dan biasanya mengandung 1-2 biji. Biji-biji besar berbentuk pipih berwarna
ungu gelap atau cokelat dengan panjang 2-2,5 cm, lebar 1,5-2,0 cm dan tebalnya
antara 0,7-1,2 cm tertutup oleh serat lunak yang menyebar sampai ke dalam
daging buah. Berat biji bervariasi antara 0,1-2,2 gram (Shabella, 2011).
Bunga manggis tunggal, berkelamin dua, di ketiek daun, tangkai silindris,
panjang 1-2 cm, benang sari kuning, putiksatu putih, kuning. Akarnya tunggang,
putih kecoklatan (Hutapea, 1994).
2.1.3 Sistematika Tumbuhan
Berdasarkan surat hasil identifikasi tumbuhan, maka sistematika tumbuhan
manggis adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Clusiales
Suku : Clusiaceae
Marga : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L.
2.1.4 Nama Daerah
Manggis memiliki nama yang berbeda di beberapa daerah di Indonesia,
manggusto (Sulawesi Utara), manggista (Sumatera Barat), dan manggustan
(Maluku) (Mardiana, 2011).
2.1.5 Kandungan Kimia
Kulit buah manggis mengandung senyawa xanton yang meliputi
mangostin, mangostenol, mangostinon A, mangostinon B, trapezifolixanton,
tovophyllin B, alfa mangostin, beta mangostin, garcinon B, mangostanol,
flavonnoid epicatechin dan gartanin (Hartanto, 2011).
2.1.6 Khasiat Tumbuhan
Ekstrak kulit manggis mempunyai aktivitas melawan sel kanker meliput i
payudara, hati, dan leukemia. Selain itu, juga digunakan sebagai antihistamin,
antiinflamasi, menekan sistem saraf pusat, dan menurunkan tekanan darah.
Sedangkan getah kuning dimanfaatkan sebagai bahan baku cat dan insektisida.
Rebusan kulit buah manggis mempunyai efek antidiare. Secara empiris,
masyarakat Indonesia menggunakan buah manggis untuk mengobati diare, radang
amandel, keputihan, disentri, wasir, borok, peluruh dahak, dan sakit gigi. Kulit
buah digunakan untuk mengobati sariawan, disentri, nyeri urat, sembelit. Kulit
batang digunakan untuk mengatasi nyeri perut. Akar manggis untuk mengatasi
haid yang tidak teratur (Hartanto, 2011).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu
pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain.
mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM,
2000).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung (Ditjen POM,1979).
2.3 Metode-Metode Ekstraksi
Menurut Ditjen POM (2000), ada beberapa metode ekstraksi: a. Cara dingin
Ekstraksi dengan cara dingin terdiri dari:
1. Maserasi, adalah proses pengekstraksikan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi
kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus
menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali
bahan.
b. Cara Panas
1. Refluks, adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna.
2. Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana
pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh
membasahi sampel dan mengisi bagian tengah alat soklet. Tabung sifon
juga terisi dengan larutan ekstraksi dan ketika mencapai bagian atas
tabung sifon, larutan tersebut akan kembali ke dalam labu.
3. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.
4. Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(menggunakan bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur 90oC selama 15-20 menit.
5. Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) pada suhu
90oC- 98oC menggunakan pelarut air.
2.4 Mutasi
Mutasi berasal dari kata Mutatus (bahasa Latin) yang artinya adalah
perubahan. Mutasi adalah perubahan materi genetik yang bersifat dapat
diwariskan. Kesalahan apapun yang terjadi selama replikasi gen di dalam molekul
DNA pada satu atau lebih basa dapat menyebabkan timbulnya mutasi. Meskipun
terkadang bisa terjadi suatu kesalahan spontan yang menimbulkan perubahan pada
DNA dan yang dapat diwariskan (Stansfield, et al., 2003).
2.5 Jenis-jenis mutasi
A. Menurut Kejadiannya
Mutasi dapat terjadi secara spontan (alamiah) dan juga dapat terjadi secara buatan.
1. Mutasi spontan adalah perubahan yang terjadi secara alamiah atau dengan
sendirinya, diduga faktor penyebabnya adalah panas, radiasi sinar kosmis,
sinar ultraviolet matahari, radiasi dan ionisasi internal mikroorganisme serta
kesalahan DNA dalam metabolisme.
2. Mutasi buatan adalah mutasi yang disebabkan oleh usaha manusia antara lain
karena faktor fisika, kimia dan biologi.
B. Berdasarkan Sel yang Bermutasi
Berdasarkan jenis sel yang mengalami mutasi, mutasi dibedakan atas
mutasi somatik dan mutasi gametik atau germinal.
1. Mutasi somatik adalah mutasi yang terjadi pada sel-sel somatik. Mutasi jenis
ini dapat diturunkan dan dapat pula tidak diturunkan.
2. mutasi gametik atau germinal adalah mutasi yang terjadi pada sel gamet.
Karena terjadinya di sel gamet, maka akan diwariskan oleh keturunannya.
C. Berdasarkan Bagian yang Bermutasi
Berdasarkan bagian yang bermutasi, mutasi dibedakan menjadi mutasi
DNA, mutasi gen dan mutasi kromosom.
1. Mutasi DNA
a. Mutasi transisi, yaitu suatu pergantian basa purin dengan basa purin lain
b. Mutasi tranversi, yaitu suatu pergantian antara purin dengan pirimidin pada
posisi yang sama.
c. Insersi, yaitu penambahan satu atau lebih pasangan nukleotida pada suatu
gen.
d. Delesi, yaitu pengurangan satu atau lebih pasangan nukleotida pada suatu
gen
2. Mutasi Gen
Mutasi gen adalah mutasi yang terjadi dalam lingkup gen. Peristiwa yang
terjadi pada mutasi gen adalah perubahan urutan-urutan DNA dan disebut juga
mutasi titik. Mutasi titik (point mutation) merupakan perubahan kimiawi pada
satu atau beberapa pasangan basa dalam satu gen. Adapun jenis-jenis mutasi gen
adalah sebagai berikut:
a. Mutasi salah arti (missens mutation), yaitu perubahan suatu kode genetik
(umumnya pada posisi 1 dan 2 pada kodon) sehingga menyebabkan asam
amino terkait (pada polipeptida) berubah. Perubahan pada asam amino dapat
menghasilkan fenotip mutan apabila asam amino yang berubah merupakan
asam amino esensial bagi protein tersebut. Jenis mutasi ini dapat disebabkan
oleh peristiwa transisi dan tranversi.
b. Mutasi diam (silent mutation), yaitu perubahan suatu pasangan basa dalam gen
(pada posisi 3 kodon) yang menimbulkan perubahan satu kode genetik tetapi
tidak mengakibatkan perubahan atau pergantian asam amino yang dikode.
Mutasi diam biasanya disebabkan karena terjadinya mutasi transisi dan
tranversi.
tentu menjadi kodon stop. Hampir semua mutasi tanpa arti mengarah pada
inaktifnya suatu protein sehingga menghasilkan fenotip mutan. Mutasi ini
dapat terjadi baik oleh tranversi, transisi, delesi, maupun insersi.
d. Mutasi perubahan rangka baca (frameshift mutation), yaitu mutasi yang terjadi
karena delesi atau insersi satu atau lebih pasang basa dalam satu gen sehingga
ribosom membaca kodon tidak lengkap. Akibatnya akan menghasilkan fenotip
mutan.
3. Mutasi kromosom
Mutasi kromosom yaitu mutasi yang disebabkan karena perubahan struktur
kromosom atau perubahan jumlah kromosom. Mutasi kromosom sering terjadi
karena kesalahan pada meiosis maupun pada mitosis (Warianto, 2011).
2.6 Mutagen
Mutagen yaitu agen yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi dalam sel
(Postlethwait, et al., 2006). Agen mutagen tersebut dapat berupa mutagen alami
maupun mutagen buatan (Stansfield, et al., 2003). Mutagen yang pertama kali
ditemukan yaitu gas mustard yang dikenal sebagai agen pengalkilasi (Gardner, et
al., 1984).
Macam-macam penyebab mutasi dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Mutasi alami (mutasi spontan)
Mutasi spontan adalah perubahan yang terjadi secara alamiah atau dengan
sendirinya, diduga faktor penyebabnya adalah panas, radiasi sinar kosmis, sinar
ultraviolet matahari, radiasi dan ionisasi internal mikroorganisme serta kesalahan
b. Mutasi buatan
Mutasi buatan adalah mutasi yang disebabkan oleh usaha manusia, antara
lain:
i. Faktor fisika (radiasi)
a) Agen mutagenik dari faktor fisika berupa radiasi.
b)Radiasi yang bersifat mutagenik antara lain berasal dari sinar ultraviolet,
sinar gamma, sinar-X, dan sinar-sinar lain yang mempunyai daya ionisasi.
c) Radiasi yang sering digunakan untuk kegiatan mutasi buatan untuk proyek
bibit unggul biasanya menggunakan Radio isotop.
d)Radiasi yang dipancarkan oleh bahan yang bersifat radioaktif misalnya
Uranium, polonium, dan lain-lain.
e) Suatu zat radioaktif dapat berubah secara spontan menjadi zat lain yang
mengeluarkan radiasi.
f) Sinar tampak gelombang radio dan panas dari matahari atau api, juga
membentuk radiasi, tapi tidak merusak.
ii. Faktor kimia
Banyak zat kimia bersifat mutagenik, zat-zat tersebut antara lain sebagai
berikut:
a) Analog Basa
Senyawa yang termasuk golongan ini adalah yang memiliki struktur
molekul sangat mirip dengan yang dimiliki basa yang lazimnya terdapat pada
DNA.
b)Agen pengubah Basa
cara langsung mengubah struktur maupun sifat kimia basa.
c) Agen Interkalasi
Mutagen kimia berupa agen interkalasi bekerja dengan cara melakukan
insersi antara basa-basa berdekatan dengan pada satu atau dua untaian DNA. Jika
agen interkalasi melakukan insersi antara pasangan basa yang berdekatan pada
DNA template maka suatu basa tambahan dapat diinsersikan pada untaian DNA
baru berpasangan dengan agen interkalasi.
d)Faktor biologi
Mutasi yang disebabkan oleh bahan biologi atau makhluk hidup terutama
mikroorganisme, yaitu: virus, bakteri dan penyisipan DNA. Virus dan bakteri
diduga dapat menyebabkan terjadinya mutasi. Tidak kurang dari 20 macam virus
dapat menimbulkan kerusakan kromosom. Bagian dari virus yang mampu
mengadakan mutasi adalah asam nukleatnya, yaitu DNA (Indranatan, 2012).
2.7 Frekuensi Mutasi
Kecepatan mutasi adalah kemungkinan gen mengalami mutasi pada setiap
pembelahan sel. Kecepatan mutasi dinyatakan sebagai kelipatan 10, dan karena
mutasi sangat jarang terjadi maka eksponen selalu dalam bentuk negatif.
Misalnya, bila terdapat satu kemungkinan mutasi dalam 104 sel yang membelah
diri, maka laju (rate) mutasi adalah sebesar 1/10.000 yang diekspresikan sebagai
10-4 per pembelahan sel. Mutasi spontan sangat jarang terjadi, umunya muncul
sekali dalam 109 pasangan basa yang bereplikasi (laju mutasi 10-9). Suatu bahan
mutagenik umumnya mempercepat terjadinya mutasi spontan. Dengan adanya
bereplikasi) dapat dipercepat menjadi berkisar antara 10-5 hingga 10-3 mutasi per
gen yang bereplikasi (Pagala, 2010).
2.8Siklofosfamid
Siklofosfamid sebagai agen alkilasi bekerja lewat timbulnya efek
sitotoksik melalui pemindahan gugusan alkilnya ke berbagai unsur sel. Alkilasi
DNA di dalam nukleus merupakan interaksi utama yang menyebabkan kematian
sel. Tempat alkilasi utama di dalam DNA adalah posisi N7 guanin. Sistem
sitokrom P450 mixed function axidase mikrosoma hati mengubah siklofosfamid
menjadi 4-hidroksisiklofosfamid yang seimbang dengan aldofosfamid.
Metabolit-metabolit aktif ini dibawa aliran darah ke jaringan tumor dan jaringan sehat,
dimana pemecahan non enzimatik dari aldofosfamid menjadi bentuk sitotoksik
fosforamid mustard dan akrolein. Hati terlindung oleh adanya pembentukan
4-ketosiklofosfamid dan karboksifosfamid, metabolit inaktif yang terbentuk secara
enzimatik (Salmon dan Sartorelli, 1998).
2.9 Metode Mikronukleus
Sel mikronukleus merupakan hasil mutasi dari kromosom utuh yang patah
dan kemudian tampak sebagai nukleus berukuran kecil di dalam suatu sel
(Schmid, 1975). Mikronukleus terbentuk dari fragmen asentrik yang gagal
bergabung dengan sel anak selama proses pembelahan sel, dapat juga terbentuk
dari sebuah kromosom yang tertinggal, atau tidak terbawa dalam proses mitosis,
atau terjadi akibat konfigurasi kromosom yang kompleks, pada waktu proses
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan
penelitian yaitu identifikasi sampel, pengumpulan dan pengolahan sampel,
pembuatan simplisia, pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak,
pemeriksaan skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak, pengujian efek
antimutagenik secara oral terhadap mencit jantan dengan metode mikronukleus.
Data dianalisis secara ANAVA (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji Post
Hoc Tuckey meggunakan program SPSS (Statistical Product and Service
Solution) versi 18.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas,
aluminium foil, blender (National), lemari pengering, oven listrik, neraca kasar
(OHAUS), neraca listrik, seperangkat alat destilasi penetapan kadar air,
perkolator, desikator, stopwatch, mortir dan stamfer, objek glass, rotary
evaporator (Heidolph VV-300), Freeze dryer (Edwards), neraca hewan (Presica),
spuit 1 ml (Terumo), oral sonde, alat bedah (wells spencer), mikroskop (Boeco),
centrifuge (Velocity 18R), polytube dan mikrotube. Sebagian gambar alat–alat
yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 53-54 .
3.1.2 Bahan-bahan
Kulit buah manggis, etanol 96% (destilasi), toluen (p.a), metanol (p.a), air
suling, kalium iodida, merkuri (II) klorida, bismut nitrat, asam nitrat, iodium,
(III) klorida, timbal (II) asetat, natrium hidroksida, asam klorida pekat, metanol,
etanol, n- heksana, etil asetat, serbuk seng, serbuk magnesium, isopropanol,
karboksi metil selulosa (CMC) (teknis), larutan giemsa, siklofosfamid, serum
darah sapi dan NaCl 0,9%.
3.2 Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit jantan putih
berumur 2-3 bulan dengan berat badan 25-35 g. Sebelum percobaan dimulai,
terlebih dahulu mencit dipelihara selama 2 minggu dalam kandang yang baik
untuk menyesuaikan lingkungannya.
3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.3.1 Larutan Pereaksi Mayer
Sebanyak 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan
larutan 1,36 g merkuri (II) klorida dalam 60 ml air suling. Larutan dikocok dan
ditambahkan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).
2.3.2 Larutan Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8 g bismut nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml
kemudian dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml
air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih
diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM,
1995).
3.3.3 Larutan Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling
iodida, setelah larut dicukupkan volume dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen
POM, 1995).
3.3.4 Larutan Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya
hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).
3.3.5 Larutan Pereaksi Liebermann-Burchard
Campur secara perlahan 5 ml asam asetat anhidrida dengan 5 ml asam
sulfat pekat tambahkan etanol hingga 50 ml (Merck, 1978).
3.3.6 Larutan Pereaksi Besi (III) Klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml
kemudian disaring (Ditjen POM, 1995).
3.3.7 Larutan Pereaksi Timbal (II) Asetat
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam
air suling bebas karbon dioksida hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).
3.3.8 Larutan Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N
Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga
diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1979).
3.3.9 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai
100 ml(Depkes RI, 1979).
3.4 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA),
Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada
3.5 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.5.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan
Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kulit buah manggis yang diambil dari Desa Suka Makmur, Kecamatan
Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
3.5.2 Pengolahan Bahan Tumbuhan
Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit buah
manggis yang telah matang. Kulit buah dipisahkan dari daging buahnya,
dibersihkan dari pengotor lalu dicuci sampai bersih, dikupas kulit buah terluar,
ditiriskan, dirajang-rajang dan ditimbang. Diperoleh berat basah sebesar 2,35 kg.
Selanjutnya kulit buah dikeringkan selama 7 hari dalam lemari pengering.
Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk kemudian serbuk ditimbang
dan diperoleh berat kering sebesar 968,57 g. lalu dimasukkan ke dalam wadah
bertutup dan di simpan pada suhu kamar.
3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik
dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar
abu tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari larut dalam air dan penetapan
kadar sari larut dalam etanol.
3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan cara mengamati bentuk,
ukuran, bau, rasa dan warna dari simplisia. Gambar simplisia kulit buah manggis
3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia dilakukan dengan cara
menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan
larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah
mikroskop. Hasil pengamatan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dapat dilihat
pada Lampiran 3, halaman 44.
3.6.3 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi
toluena) (WHO, 1992).
Cara kerja :
Dimasukkan 200 ml toluen dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat,
lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30
menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml.
Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah
ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen
mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian
besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap
detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan
toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan
mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume
air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai
dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen. Hasil perhitungan kadar air serbuk simplisia dapat dilihat
3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama
24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1
liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama
diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah
ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam
persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
(Ditjen POM, 1995). Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 47.
3.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama
24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring
cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan
sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan
dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam
persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan (Ditjen POM, 1995). Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 5,
halaman 48.
3.6.5 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada
bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen
POM, 1995). Perhitungan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman
49.
3.6.6 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 mL
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,
dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu
yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
(Ditjen POM, 1995). Perhitungan kadar abu tidak larut dalam asam dapat dilihat
pada Lampiran 5, halaman 50.
3.7 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia 3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml
asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid.
Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada
masing-masing tabung reaksi :
a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer
b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat
c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan
3.7.2 Pemeriksaan Flavonoida
Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditimbang, dilarutkan 100 ml air panas,
dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml
filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml
amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna
merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).
3.7.3 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 10 ml air suling
lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan
diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%.
Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes
RI, 1995).
3.7.4 Pemeriksaan Glikosida
Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 96%
dengan air (7:3) direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Kemudian
diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4
M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml
campuran kloroform dan isopropanol (3:2), dilakukan berulang sebanyak 3 kali.
Kumpulan sari air diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan
dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan: sebanyak 0,1 ml
larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas
air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara
perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung,
gula (Ditjen POM, 1995).
3.7.5 Pemeriksaan Saponin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok
kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak
kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam
klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM,1995).
3.7.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml
nheksan selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada
sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard melalui dinding cawan.
Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau
biru hijau menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Harborne, 1987).
3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah manggis (EEKBM)
Sebanyak 500 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup dan
dibasahi dengan etanol 96%, kemudian dimaserasi selama 3 jam. Massa
dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan
hati-hati, kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai cairan mulai
menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator
ditutup dan dibiarkan 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml
tiap menit, cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya dengan
memasang botol cairan penyari di atas perkolator dan diatur kecepatan penetesan
cairan penyari sama dengan kecepatan menetes perkolat, sehingga selalu terdapat
yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh
dipekatkan dengan alat rotary evaporator. Kemudian dikeringkan dengan freeze
dryer selama lebih kurang 24 jam dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 97,048 g
(Ditjen POM, 1974).
3.9 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis
Ekstrak kental terlebih dahulu dilarutkan dalam etanol 96%. Kemudian
dilakukan pemeriksaan golongan senyawa metabolit sekunder ekstrak. Prosedur
pemeriksaan golongan senyawa kimia ekstrak etanol kulit buah manggis
dilakukan sama seperti prosedur untuk pemeriksaan skrining fitokimia serbuk
simplisia. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 4.2, Lampiran 4, halaman
45.
3.10 Uji Efek Antimutagenik
Pengujian efek antimutagenik meliputi penyiapan hewan percobaan,
penyiapan suspensi CMC 1%, penyiapan suspensi ekstrak etanol kulit buah
manggis (EEKBM), penyiapan larutan siklofosfamid, pembuatan serum darah
sapi, pengujian antimutagenik dan pembuatan preparat apusan sumsum tulang
femur mencit.
3.10.1 Penyiapan Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan adalah mencit jantan putih dengan berat 25-35 g
dibagi 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 ekor mencit. Sebelum
digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara terlebih dahulu
selama kurang lebih satu minggu untuk penyesuaian lingkungan, mengontrol
3.10.2 Penyiapan Suspensi CMC 1%
Sebanyak 1 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi 20 ml air
suling panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh massa
yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan sedikit demi
sedikit air hangat, dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml,
dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 100 ml.
3.10.3. Penyiapan Suspensi Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (EEKBM)
Dalam pengujian digunakan 3 variasi dosis yakni dosis 25 mg/kg BB, 50
mg/kg BB dan 100 mg/kg BB. Sejumlah 25 mg, 50 mg dan 100 mg ekstrak etanol
kulit buah manggis dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi
CMC 1% sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen hingga 10 mL.
3.10.4 Penyiapan Larutan Siklofosfamid (LS)
Pembuatan LSdilakukan dengan cara sebagai berikut: ditimbang sebanyak 30 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, ditambahkan larutan
fisiologis (NaCl 0,9%) sampai batas tanda.
3.10.5 Pembuatan Serum Darah Sapi (SDS)
Serum diperoleh dari darah sapi segar. Darah ditampung langsung
menggunakan vakum tube, vakum tube ditutup dan didiamkan lebih kurang 30
menit, kemudian disentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit hingga
terpisah antara endapan dan cairan yang berwarna bening kekuning-kuningan
yang merupakan serumnya, kemudian cairan tersebut dipisahkan dari endapan.
3.10.6 Pengujian Antimutagenik
Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 kelompok, masing-masing
Kelompok tersebut adalah:
- Kelompok I : Blanko, diberikan suspensi CMC 1% selama 7 hari secara
oral.
- Kelompok II : Penginduksi, diberikan suspensi CMC 1% selama 7 hari
secara oral dan setelah hari ke 7, diinduksikan LS dengan
dosis 30 mg/kg BB.
- Kelompok III : Perlakuan, diberikan suspensi EEKBM dengan dosis 25
mg/kg BB secara oral selama 7 hari dan setelah hari ke 7,
diinduksikan LS 30 mg/kg BB.
- Kelompok IV : Perlakuan, diberikan suspensi EEKBM dengan dosis 50
mg/kg BB secara oral selama 7 hari dan setelah hari ke 7,
diinduksikan LS 30 mg/kg BB.
- Kelompok V : Perlakuan, diberikan suspensi EEKBM dengan dosis 100
mg/kg BB secara oral selama 7 hari dan setelah hari ke 7,
diinduksikan LS 30 mg/kg BB.
Setelah 30 jam pemberian siklofosfamid, hewan dibunuh dengan cara
dislokasi leher dan diambil sumsum tulang femurnya dengan cara disempritkan
dengan spuit yang berisi SDS sebanyak 0,3 ml dan ditampung di dalam
mikrotube.
3.10.7 Pembuatan Preparat Hapusan Sumsum Tulang Femur
Campuran sumsum tulang dan SDS dalam mikrotube disentrifuge dengan
kecepatan 1200 rpm selama 5 menit, kemudian supernatannya dibuang.
Endapannya disuspensikan kembali dengan dua tetes SDS. Kemudian satu tetes
menggunakan deck glass dibuat menjadi preparat hapusan. Kemudian slide
dikeringkan, difiksasi dengan metanol selama 5 menit. Kemudian di berikan
pewarna giemsa dibiarkan selama 10 menit, dibuang zat warna dengan dibilas
dengan akuades, hapusan dikeringkan dan diamati di mikroskop dengan
perbesaran 10×40. Jumlah sel mikronukleus dalam 200 sel dihitung. Perhitungan
dilakukan sebanyak 2 kali pada setiap hapusan. Ukuran sel mikronukleus lebih
kecil dari ukuran nukleus normal.
3.11 Analisis Data
Data hasil penellitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 18.
Data hasil penelitian ditentukan homogenitas dan normalitasnya untuk
menentukan analisis statistik yang digunakan. Data dianalisis dengan
menggunakan uji ANAVA satu arah untuk menentukan perbedaan rata-rata di
antara perlakuan. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji
Post Hoc Tuckey untuk mengetahui variabel mana yang memiliki perbedaan.
Berdasarkan nilai signifikansi, p < 0,05 dianggap signifikan. Hasil analisis data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Simplisia dan Ekstrak
Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi di Herbarium Medanense
(MEDA), Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat
pada Lampiran 1, halaman 40.
Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia (Lampiran 2, halaman 42) kulit
buah manggis menunjukkan kulit buah berwarna coklat, tekstur keras, berbau
khas, berasa sepat dan pahit, panjang 1-2 cm dan lebar 0,3-0,5 cm. Hasil
pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia kulit buah manggis (Lampiran 3,
halaman 44) terlihat adanya fragmen sel batu, kristal kalsium oksalat bentuk
druse, berkas pengangkut dengan penebalan bentuk spiral, parenkim mesokarp
dan parenkim endokarp.
Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia kulit buah manggis yang
diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Kulit Buah Manggis
No. Parameter Hasil (%)
1. Kadar air 7,96
2. Kadar abu total 9,32
3. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,42
4. Kadar sari larut dalam air 15,97
Hasil pemeriksaan skrining fitokimia baik terhadap simplisia maupun
ekstrak menunjukkan bahwa keduanya mengandung senyawa kimia golongan
alkaloid, flavonoid, tannin, steroida/triterpenoida, saponin dan glikosida seperti
yang terlihat pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis
No. Golongan Senyawa Hasil
Simplisia Ekstrak
1. Alkaloida + +
2. Flavonoida + +
3. Tanin + +
4. Steroida/Triterpenoida + +
5. Saponin + +
6. Glikosida + +
Keterangan: ( + ) = Positif
Adanya senyawa flavonoida dan senyawa-senyawa polifenol yang
terkandung dalam kulit buah manggis menunjukkan bahwa kulit buah manggis
memiliki aktivitas antioksidan yang dapat digunakan sebagai antimutagenik.
4.2 Pengujian Efek Antimutagenik
Pada penelitian ini, pengujian efek antimutagenik ekstrak kulit buah
manggis dilakukan dengan metode mikronukleus yang digunakan untuk melihat
pengaruh ekstrak terhadap penghambatan pembentukan sel mikronukleus. Sel
mikronukleus merupakan hasil mutasi dari kromosom utuh yang patah dan
kemudian tampak sebagai nukleus berukuran kecil di dalam suatu sel (Schmid,
1975). Adanya peningkatan jumlah sel mikronukleus menunjukkan bahwa telah
terjadi kerusakan kromosom yang disebabkan oleh agen penginduksi
Perhitungan jumlah sel mikronukleus dilakukan sebanyak 2 kali pada tiap
apusan sumsum tulang femur mencit untuk mengurangi kesalahan pada
perhitungan. Penghitungan dalam 200 sel atas dasar bahwa untuk sumsum tulang
dihitung paling sedikitnya 200 sel (OECD, 1997). Adapun hasil perhitungan
jumlah sel mikronukleus dalam penelitian ini dapat dilihat dari Gambar 4.1
berikut:
Gambar 4.1: Grafik Jumlah sel mikronukleus dalam tiap 200 sel mencit pada berbagai perlakuan (Rerata ± SEM)
1 = pemberian CMC 1% (Blanko)
2 = pemberian CMC 1% , kemudian diinduksi dengan siklofosfamid 30mg/kg BB (Penginduksi)
3 = pemberian suspensi EEKBM dosis 25 mg/kg BB, kemudian diinduksi dengan siklofosfamid 30 mg/kg BB
4 = pemberian suspensi EEKBM dosis 50 mg/kg BB, kemudian diinduksi dengan siklofosfamid 30 mg/kg BB
5 = pemberian suspensi EEKBM dosis 100 mg/kg BB, kemudian diinduksi dengan siklofosfamid 30 mg/kg BB
* = berbeda signifikan dengan kelompok 2 # = berbeda signifikan dengan kelompok 1
tb# = tidak berbeda signifikan dengan kelompok 1
Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa pemberian CMC 1% (kelompok
dengan siklofosfamid (kelompok 3, 4 dan 5) menunjukkan jumlah sel
mikronukleus yang terbentuk berbeda dengan pemberian CMC 1% yang
kemudian diinduksi dengan siklofosfamid (kelompok 2/Penginduksi). Dimana
jumlah rata-rata sel mikronukleus pada pemberian CMC dan suspensi EEKBM
dosis 25, 50, 100 mg/kg BB berturut-turut adalah 24,50 sel, 50,50 sel, 40,17 sel,
25,00 sel. Jumlah ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah sel
mikronukleus yang terbentuk pada kelompok yang diberikan CMC 1% kemudian
diinduksikan dengan siklofosfamid (Penginduksi), yang jumlah rata-ratanya
mencapai 60,83.
Untuk melihat ada tidaknya perbedaan dari setiap perlakuan pada tiap
kelompok hewan coba, dilakukan analisis variansi (ANAVA) menggunakan
program SPSS versi 18 terhadap jumlah sel mikronukleus yang terbentuk dimana
hasil analisis variansi dapat dilihat pada Tabel 4.5, Lampiran 12, halaman 60.
Dari hasil ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok
perlakuan terhadap jumlah sel mikronukleus yang terbentuk dengan nilai
signifikansi p < 0,05.
Untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang
sama atau berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain dilakukan uji
Post Hoc Tuckey untuk semua perlakuan, hasil uji tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.6, Lampiran 12, halaman 61.
Hasil uji Post Hoc Tuckey menunjukkan bahwa jumlah sel mikronukleus
yang terbentuk pada kelompok perlakuan suspensi EEKBM dosis 100 mg/kg BB
menyamai kelompok perlakuan CMC 1% (Blanko). Ini menunjukkan bahwa