• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Kepribadian, Al Baqarah Ayat 1 4.6 7.8 20

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pola Kepribadian, Al Baqarah Ayat 1 4.6 7.8 20"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULAN A. QS. Al-Baqarah Ayat 1-4



































































Artinya: Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.

Arti Perkata dan Penjelasan 1. Alif laam miin

Penjelasan Kalimat

Alif laam miin ini adalah rangkaian huruf hujaiyah dan surat-surat Al-Qur’an yang diawali dengan huruf seperti ini berjumlah 29 surat. Umumnya para mufasir (pakar tafsir) tidak menjelaskan maksud huruf-huruf ini dan cukup mengatakan, “Hanya Allah yang mengetahui maksudnya (Allahu A’lamu bimurodihi). Hal itu disebabkan tidak ada sama sekali berita valid dari Nabi Saw mengenai maksudnya. Bahkan Abu Bakar dan Ali bin Thalib menyebutkan bahwa tidak perlu mencari tafsiran huruf-huruf itu karena bagian dari ayat mutasyabihat (ayat yang sulit dijelaskan dan hanya Allah

(2)

saja yang mengetahuinya), dan cukup menyakini saja bahwa itu bagian dari Al-Qur’an.

Dengan kata lain sebagian pakar tafsir menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyabihat dan tidak perlu dikaji lebih lanjut, karena seperti komentar as-Sa’di, pakar tafsir kontemporer;

“ Tidak perlu dibahas lebih lanjut karena tidak adanya berita valid dengan menyakinkan bahwa Allah tidak mungkin bergurau dan pasti ada hikmah di balik itu.”

Namun banyak pula pakar tafsir menafsirkan huruf-huruf itu karena memang nalar akan selalu mencari rahasia atau bahkan hikmah di balik huruf-huruf itu, Meskipun terkadang pandangan mereka berlainan, terkadang disepakati oleh pakar lainnya dan sebagainya. Dan tampaknya tidak salah jika ada beberapa pakar tafsir tradisional yang mencoba mengukapkan makna huruf-huruf itu.

Kesimpulan

1) Sebagian pakar yang tidak menfasirkan huruf-huruf ini karena tidak ada satupun keterangan yang sahih yang valid mengenai arti dari huruf-huruf dan meyerahkan sepenuhnya pengertiannya pada Allah Swt.

2) Sebagian lain mencoba menafsirkan huruf-huruf tersebut karena Al-Qur’an sendiri selalu memerintahkan bagi para peneliti dan pengkaji Al-Qur’an untuk tadabbur dan merenungi maknanya. Jika ada sebagian ayat yang tidak bisa ditafsirkan bagaimana mungkin bisa tadabbur dan merenungkan hikmah dibaliknya.

3) Sekalipun banyak tafsiran tentang huruf-huruf itu, namun jangan dipastikan bahwa itu adalah tafsiran yang tepat atau sebuah kebenaran. Karena tafsiran ini masih dalam kategori zhani (hanya prasangka belaka) artinya bisa

(3)

mengandung kebenaran atau salah. Namun salah disini bukan berarti dosa, tapi bisa jadi terbantah oleh pandangan-pandangan berikutnya.

4) Ada pandangan menarik dari pakar tafsir kontemporer, Mutawali asy-Sya’rawi, bahwa kita tidak wajib mencari jawaban huruf-huruf seperti ini, karena hal ini diluar perintah dasar, yaitu membaca, taddabur dan akhirnya merngamalkannya.

















2. “ Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”

Arti Kata

(كك للذك ) Kata benda ini (isim Isyaroh) meskipun berarti sesuatu yang jauh, namun diartikan ini (اذههه ) yaitu sesuatu yang dekat. Ini menunjukan mulia dan agungnya Al-Qur’an ini. بب ابههتككل للا Al-Qur’an (بك ههيلرك لك ) Tidak ada keraguaan bahwa Al-Qur’an berasal dari Allah Swt yang diwahyukan kepada Nabi Saw. Huruf ( لك ) adalah Laa naïf li jinsi dan khabarnya wajib dibuang. (ى(دد ههههب هل هههيهفل ) Petunjuk menuju kebahagiaan , kesuksesan dunia akhirat (نك ههيهقل تتمب لللل) Bagi yang bertakwa, takwa adalah takut dari azab Allah kemudian manifestasi ketakutan itu diaplikasikan dalam bentuk banyak melakukan taat dan menjauhkan semua larangannya.

Arti Ayat

Allah Saw memberi pernyataan bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab milik-Nya yang diurunkan kepada Nabi Saw. Isi Qur’an ini tidak ada sedikitpun kepalsuan apalagi kebohongan bahwa Qur’an ini bukan dari Allah. Sebaliknya Al-Qur’an ini merupakan kunci sukses, sumber hidayah, petunjuk bagi

(4)

orang yang beriman dan dan bertakwa untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat.

Kesimpulan Ayat

1) Menguatkan Iman kepada Allah Swt itu dengan cara mempelajari Al-Qur’an dan mempelajari sunnah Nabi Saw 2) Hidayat atau meminta petunjuk itu dengan cara

mempelajari Al-Qur’an itu sendiri.

3) Ayat ini menjelaskan kemuliaan orang yang bertakwa, jadi orang yang takwa itu pasti banyak membaca, mempelajari, dan mengkaji Qur’an. Adapun aplikasi wejangan Al-Qur’an itu pastilah akan dimiliko oleh seseorang yang disebut dengan manusia Takwa.



















3. “(Yaitu) mereka yang berimankepada yang ghaibyang mendirikan shalatdan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”

Arti Ayat

1) Orang yang takwa itu adalah orang-orang yang mempercayai semua ajaran yang dibawa oleh Nabi Saw. Baik itu tentang masalah ghaib seperti adanya surga, neraka, hari kiamat dll. Atau tentang sejarah generasi sebelumnya, generasi akan datang apapun kebaikan atau keburukan mereka.

2) Orang takwa itu juga suka mengerjakan shalat, dan tidak cukup hanya mengerjakan saja, namun harus diperhatikan pula syarat wajib, atau etika shalat itu sendiri, ternasuk anjuran untuk khusuk. Dengan demikina shalat itu nantinya akan menolak semua keburukan dan kekejina bagi yang melaksanakannya.

3) Orang takwa itu juga menunaikan kewajiban zakat, sering memberi sedekah, ringan tangan membantu kesulitan

(5)

orang lain, atau sering melakukan kebajikan lainnya. Perintah mengeluarkan zakat dan sedekah inipun hanya sebagian kecil saja dan bukan seluruh harta karena rizeki itu dasarnya milik Allah, jadi jangan pelit karena ia bukan milik kita.





























4. “Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu[, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat”

Arti Ayat

Orang Mukmin itu mempercayai seluruhnya apa yang dibawa oleh Nabi Saw, begitu pula beriman ada kitab-kitab lainnya yang diturunkan sebelum Al-Qur’an. Orang takwa itu beriman kepada semua Nabi tanpa terkecuali, dan tidak disebut mukmin jika hanya mempercayai sebagian dari para Nabi itu.

Ayat ini menjelaskan bahwa takwa bukanlah satu tingkat dari ketaatan kepada Allah, tetapi ia adalah penamaan bagi setiap orang yang beriman dan mengamalkan amal saleh. Seorang yang mencapai puncak ketaatan akalah orang bertaqwa, tetapi yang belum mencapai puncaknya pun, bahkan yang belum luput sama sekali dari dosa, juga dapat dinamai orang bertaqwa, walaupun tingkat ketakwaannya belum mencapai puncak. Takwa adalah nama yang mencakup semua amal-amal kebajikan. Siapa yang mengerjakan sebagian dirinya, maka ia telah menyandang ketakwaan. B. Al-Baqarah ayat 6-7











(6)































Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. dan bagi mereka siksa yang Amat berat.

Innal ladzina kafaru” artinya ”sesungguhnya orang-orang kafir”, yaitu orang-orang yang menolak kebenaran dan menyembunyikan kebenaran. Menolak kebenaran maksudnya menolak kebenaran Al-Qur’an dan menolak kerasulan Nabi Muhammad. Menyembunyikan kebenaran maksudnya bahwa di dalam kitab mereka terdapat berita akan hadirnya Nabi akhir zaman yang ditunggu-tunggu, namun ternyata Nabi akhir zaman itu bukan dari kalangan mereka, tetapi dari bangsa Arab yang mereka anggap lebih hina dari golongan mereka, sehingga mereka mengubah kitab mereka dan menyembunyikan berita tentang Nabi Akhir zaman.

Sawaun ’alaihim aandzartahum amlamtundzirhum” artinya ”sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan”, maksudnya orang-orang yang menolak kebenaran walaupun disampaikan kepada mereka kebenaran Al-qur’an dengan semua bukti nyata, tidak akan ada

pengaruhnya bagi mereka, tetap saja mereka ”laa yu’minuun” (tidak beriman).

Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Sallam sangat menginginkan agar semua orang beriman dan mengikuti petunjuknya, lalu Allah memberitahukan kepadanya bahwa tidaklah beriman kecuali orang-orang yang telah diberi hidayah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tugas Rasul hanyalah menyampaikan, oleh karena itu janganlah berdukacita dan kecewa dengan sikap mereka yang kafir, teruslah menyampaikan risalah kepada mereka. Barang siapa yang menerima seruanmu, baginya pahala yang berlimpah, dan

(7)

barang siapa yang berpaling, maka janganlah kamu berdukacita terhadap mereka, hal itu bukan urusanmu, Allahlah yang akan menghisabnya.

Khatamallahu ’alaa quluubihim wa ’alaa sam’ihim” artinya ”Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka”. Mereka tidak dapat melihat jalan hidayah, tidak dapat mendengarnya, tidak dapat memahaminya, dan tidak dapat memikirkannya. Mereka telah tertipu oleh setan, telah dikuasai setan dan taat pada keinginan setan, maka Allah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa Sallam bersabda : ”Berbagai macam fitnah (dosa) diperlihatkan pada hati sedikit demi sedikit. Hati siapa yang melakukannya maka dosa itu membuat satu noktah hitam padanya; dan hati siapa yang mengingkarinya maka ia menjadi putih. Hingga hati manusia itu ada dua macam, yaitu hati yang putih bersih, yang tidak akan tertimpa bahaya oleh suatu dosapun selagi masih ada langit dan bumi. Sedangkan hati lainnya nampak hitam kelam seperti tembikar yang hangus terbakar, ia tidak mengenal perkara yang makruf dan tidak ingkar terhadap perkara yang mungkar, . . . . .”

Dosa itu apabila berturut-turut membuat noktah hitam pada hati, maka ia akan menutup hati. Apabila hati telah tertutup, maka saat itulah dilakukan penguncian oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dilak, setelah itu tiada jalan bagi iman untuk menembusnya dan tiada jalan keluar bagi kekufuran untuk meninggalkannya.

Wa’alaa abshoorihim ghisyaawah” artinya ”dan penglihatan mereka ditutup” sehingga mereka tidak dapat melihat kebenaran, tidak dapat melihat jalan hidayah. Penguncian dilakukan terhadap hati dan pendengaran, sedangkan penutupan terjadi pada penglihatan.

Walahum ’adzaabun ’adhiim” dan balasan bagi orang-orang kafir tersebut adalah siksa yang amat besar.

Dalam ayat tersebut Allah menerangkan sifat orang-orang kafir, tetapi tidak mustahil sifat-sifat tersebut terdapat pada intern muslim, yaitu sifat tidak mau melihat, tidak mau mendengar, tidak mau menggunakan akal untuk untuk memahami hidayah, tidak mau mempelajari agama, dan tidak mau mendalami

(8)

Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kita sebagai muslim tidak cukup hanya mengaku Islam, tetapi kita dituntut untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempelajari, memahami, dan mengamalkan keislaman kita.

C. QS. Al Baqarah Ayat 8-20

















































































































































































































































































































































































8. di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.

(9)

9. mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, Padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.

10. dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.

11. dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami orang-orang yang Mengadakan perbaikan."

12. Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.

13. apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah Kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.

14. dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah berolok-olok."

15. Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.

16. mereka Itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.

(10)

17. perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. 18. mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),

19. atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.

20. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.

Ayat 8

Diawali dengan menggunakan ( ﻦﻤ ) yang berarti litab’idiyyah menunjukkan sebagian, jadi tidak seluruhnya, dan dilanjutkan dengan ( ﺲﺎﻨﻠﺍ ) yang menggunakan alif laam ma’rifah, berarti menunjukkan kepada umat atau kelompok tertentu.

Dimanakah golongan tertentu tersebut? Yaitu di kota Madinah, karena di kota Mekkah hanya ada dua golongan saja, antara yang beriman dan yang kafir. Orang munafik muncul di kota Madinah yang dipelopori oleh seorang bangsawan yang bernama Abdullah bin Ubay bin Salul dan anak buahnya. Yang sesungguhnya mereka merasa tergeser kedudukannya setelah Nabi SAW hijrah ke Yasrib (Madinah).

(11)

Jika seandainya Rasulullah SAW tidak hijrah ke Madinah, maka Ubay bin Salul itu akan menjadi penguasa di kota Madinah diatas suku-suku yang lain.

Hijrah Nabi yang didukung oleh sebagian besar penduduk Madinah itulah yang menggeser popularitas Ubay bin Salul, sehingga menimbulkan kebencian dalam dirinya. Untuk menutupi kebencian dan kekafirannya maka ia mengatakan beriman kepada Allah dan hari akhir. Tapi Allah menjelaskan bahwa seseungguhnya mereka tidak beriman. Ayat 9

Alasan kenapa mereka bersikap ganda, karena mereka ingin menipu Allah. Ada dua kata yang berdekatan ( ﻦﻮﻋﺪﺨﻴ ) dan ( ﻦﻮﻋﺪﺎﺨﻴ ) dengan tambahan huruf alif yang berarti sungguh ingin menipu Rasulullah dan orang beriman. Tujuannya adalah menipu Rasul, karena mereka tahu bahwa Allah tidak dapat ditipu. Allah menerangkan barang siapa yang menipu utusan Allah sama saja dengan menipu Allah. Barang siapa menghinakan utusan Allah maka sama saja menghina Allah. Tapi Allah menyatakan bahwasannya mereka tidak akan bisa memperdaya Allah dan Rasul-Nya kecuali mereka memperdaya diri mereka sendiri. Allah menggunakan ( ﻦﻮﺮﻌﺸﻴ) yang memiliki arti bahwasannya hati mereka benar-benar sudah tidak merasakannya. Di dunia Allah memberikan penyakit, dan di akhirat kelak Allah menimpakan adzab yang pedih dengan sebab apa-apa yang mereka dustakan.

Ayat 10

Karena sesungguhnya dalam hati mereka ada penyakit ( ﺾﺮﻤ ), dengan isim nakirah, bermakna umum, sehingga akan mengandung berbagai macam penyakit hati, diantaranya sombong, iri, dengki dan penyakit hati yang lainnya. Dan Allah

(12)

akan terus menambah penyakit dalam hati mereka. Allah menambah penyakit hati mereka dengan berbagai kemenangan dan kemajuan yang luar biasa yang dicapai Rasulullah dan orang-orang beriman. Dan sesungguhnya kemajuan umat Islam itulah yang tidak pernah mereka harapkan.

Ayat 11-12

Mereka mengadakan kerusakan baik secara fisik maupun moral. Salah satu dari kerusakan yang mereka perbuat adalah madar, yaitu jika ada dua orang yang sedang besengketa, maka mereka memprovokasi dan mengadu domba diantara keduanya. Allah kembali menegurnya, tetapi mereka beralasan ingin mendamaikan diantara keduanya. Allah menerangkan bahwasannya mereka tidak pernah berniat membuat perbaikan, akan tetapi mereka hanya ingin berbuat kekacauan dan kerusakan. Sekali lagi mereka tidak bisa merasakan kerusakan yang telah mereka lakukan.

Ayat 13

Jika mereka dinasehati agar beriman dengan sebenar-benarnya iman seperti imannya sahabat Nabi, mereka menjawab dengan kesombongannya. Jawaban mereka menggunakan bahasa yang mengejek dengan menganggap orang-orang yang beriman itu orang-orang yang bodoh. Tapi Allah menegaskan bahwasannya merekalah sebenarnya orang-orang yang bodoh. Dan lebih parahnya lagi, mereka tidak pernah mengetahui.

Ayat 14-15

Karena orang munafik itu bermuka dua, menerapkan kebijakan ganda, sehingga tidak dapat dipegang apa yang mereka ucapkan. Jika berada di tengah-tengah orang beriman,

(13)

mereka mengaku beriman. Akan tetapi jika mereka telah kembali kepada kroni-kroni mereka, pemimpin-pemimpin jahat mereka yang disebut dengan ( ﻢﻬﻨﻴﻄﺎﻴﺸ ), mereka mengatakan bahwasannya mereka masih tetap golongan mereka. Kebersamaan mereka bersama orang mukmin hanyalah untuk memperolok saja.

Tetapi Allah lah yang akan membalas olok-olok mereka, dan akan terus memperpanjang gerak-gerik perilaku melampaui batas mereka. Menolak petunjuk dari Allah, sehingga mereka tetap kebingungan dalam kesesatan mereka. Seperti orang buta, tidak dapat melihat sesuatu. Ayat 16

Merekalah (orang-orang munafik) adalah orang-orang yang menukar kesesatan dengan petunjuk. Maknanya adalah ketika Allah memberikan petunjuk pada diri mereka, mereka malah menolak, bahkan mengeluarkan petunjuk tersebut dan mengambil kesesatan. Sehingga sekali-kali mereka tidak akan mendapatkan keuntungan pada hidup mereka. Ibaratnya mereka hendak menukar 3 gram emas yang mereka miliki dengan 3 gram perak, apakah akan mereka dapatkan keuntungan dari perdagangan tersebut. Dan mereka bukan termasuk orang yang mendapat petunjuk atau orang-rang yang memiliki hidayah (petunjuk.)

Ayat 17

Orang-orang munafik itu bagaikan orang yang menghidupkan api yang dapat menerangi daerah di sekitarnya kemudian Allah mematikan api tersebut sehingga kegelapan kembali menyelimuti area tersebut. Rentang waktu diantara saat menyalakan dan saat dimatikan oleh Allah itu hanya sekejap saja. Belum sempat mereka merasakan dan

(14)

menikmati cahaya (hidayah), mereka belum sempat mendapatkan manfaat dari cahaya tersebut, kemudian mereka telah kehilangan cahayanya, sehingga kembalilah mereka dalam kegelapan.

Di sini memakai redaksi (dhulumaat) yakni jamak mu’annas salim (kata jamak), yang menunjukkan bahwa kegelapan itu sungguh kegelapan di atas kegelapan, kegelapan yang sangat atau kegelapan yang berlapis-lapis. Sehingga mereka tidak akan bisa melihat kebenaran baik dengan mata ataupun dengan mata hati (hati nurani) mereka. Mereka dapat melihat kebenaran tapi tidak mau mengikutinya.

Ini mengindikasikan bahwa saat mereka menyalakan adalah perumpamaan hidayah yang mereka rasakan hanya ada di dunia saja, berupa pengakuan bahwa mereka menyandang gelar sebagai umat islam. Dengan kemunafikannya itu seakan-akan berhak mendapat penerangan hidayah dari kepalsuan imannya. Jadi mereka bisa ada disekitar kita, shalat berjamaah, puasa, dan ibadah lainnya tetapi karena iman mereka yang palsu, semua ibadah itu tidak bernilai bagi mereka.

Ayat 18

Perumpamaan dari kedok keimanan dari orang-orang munafik itu dijelaskan dengan keadaan tuli, bisu dan buta. Mereka memiliki telinga, mereka juga dapat mendengar. Tetapi dengan pendengaran mereka tidak dapat mendengarkan hal-hal yang baik, enggan menerima nasehat-nasehat yang baik, ayat-ayat dari Allah juga tidak mereka indahkan, maka sama saja mereka dengan orang yang tuli.

(15)

Kemudian mereka juga memiliki mulut dan lisan, mereka juga dapat berbicara, tetapi mereka juga tidak pernah berbicara hal-hal yang baik, tidak mampu menyampaikan kebenaran yang telah mereka dapatkan, senang melecehkan dan tetap saja yang keluar dari lisan mereka adalah hal-hal yang buruk. Maka jika sudah demikian, maka sama saja mereka dengan orang yang bisu, atau bahkan orang bisu lebih baik dari mereka. Satu hal lagi yakni mereka diperumpamakan dengan orang yang buta. Memiliki mata, tapi tidak dapat melihat kebenaran yang jelas ada di depannya. Maka sama saja mereka dengan orang buta.

Jika sudah demikian, memiliki telingan tapi tidak dapat mendengar, memiliki lisan tapi tidak bias berkata yang baik dan memiliki mata tapi tidak menggunakan matanya untuk melihat kebenaran, maka bisa dipastikan mereka akan sulit untuk kembali kepada kebenaran. Akan sangat berat untuk mendapati mereka kembali kedalam kebenaran.

Ayat 19

Keadaan orang-orang munafik itu, ketika mendengar ayat-ayat yang mengandung peringatan, adalah seperti orang yang ditimpa hujan lebat dan petir. Mereka menyumbat telinganya karena tidak sanggup mendengar peringatan-peringatan Al Quran itu. Hingga mereka diliputi rasa takut atas kematian.

Banyak ulama ahli tafsir yang mengartikan hujan tersebut adalah sebagai Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an dapat berfungsi seperti hujan yang dapat menumbuhkan hal-hal yang baik. Sehingga karena orang-orang munafik itu berada di sekitar orang-orang yang beriman, maka Al-Qur’an selalu berada di sekitar mereka.

(16)

Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, Al-Qur’an yang seharusnya dapat menjadi penerang dan penyejuk, membawa rahmat dan hidayah, ternyata seakan-akan menjadi hujan lebat yang menyebabkan keadaan menjadi gelap gulita, diliputi guruh dan juga kilat. Bukannya mendapat kedamaian dan ketentraman hati, justru malah hati mereka yang menjadi sakit.

Bagaimanapun keadaannya, Allah itu melebihi segalanya. Allah Yang Maha Tahu dan Maha segalanya lebih tahu dari siapapun, termasuk orang-orang kafir. Siapa orang kafir pada ayat ini/ yakni orang-orang munafik yang berkedok Islam, menyembunyikan kekafirannya dalam bungkus Islam.

(17)

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik: 1. Orang yang memahami kebenaran, namun menolaknya, maka Allah akan menutup mata hatinya sehingga akan selalu menolak kebenaran. Hal

itu merupakan ganjaran baginya.

2. Kelebihan manusia dibanding dengan hewan ialah akal dan kemampuan berpikir dengan benar yang dimiliki oleh manusia. Tetapi kelebihan ini dapat hilang. Mereka yang kehilangan akalnya lalu memusuhi kebenaran dengan kekafiran.

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan keteguhan geser ialah suatu ukuran kekuatan kayu dalam Yang dimaksud dengan keteguhan geser ialah suatu ukuran kekuatan kayu dalam hal kemampuanya

Untuk mengedit laporan, klik pada Define Reports dari menu di sebelah kiri dan anda akan melihat daftar laporan yang telah dibuat seperti contoh dalam gambar berikut.

Berdasarkan hasil dari penelitian, bahwa faktor-faktor penyebab un- efektivitas hukum terhadap pelaku e-commerce pada perusahaan PayTren Lampung yaitu bonus yang

Perlakuan vaksin sel utuh me- nunjukkan jumlah kematian yang relatif lebih rendah dari perlakuan vaksin lain dan berbeda nyata (P<0,05) dari kontrol, hal tersebut menunjukkan

yang selalu diminati baik dimusim liburan maupun tidak adalah pasar buah berupa buah pisang dan kelapa muda.Dalam pemasaran hasil pertanian di Lokasi Wisata Pantai

Dari definisi di atas dapat diindikasikan bahwa dalam pemindahan atau pengalihan hutang dalam transaksi hiwalah terdapat unsur kepercayaan dan amanah, dengan

Kelas kata yang akan dibahas dalam pembahasan ini adalah terkait pada reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu pada aspek bentuk afiksasi pembentuk reduplikasi

Rencana Kinerja Tahunan yang merupakan dokumen Perencanaan untuk periode 1 tahun yang memuat sasaran/capaian program, indikator kinerja, program dan kegiatan dimana merupakan