LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN
ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN PADA PASIPADA PASIEN DENGANEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RSJD. Dr.
DI RSJD. Dr. AMINO GONDOHUTOMOAMINO GONDOHUTOMO SEMARANG
SEMARANG
Oleh : Oleh :
FLORETTA ANGGA RINI FLORETTA ANGGA RINI
N1111019 N1111019
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG SEMARANG
2012 2012
LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN PENDAHULUAN
1.
1. Masalah UtamaMasalah Utama Defisit Perawatan Diri Defisit Perawatan Diri 2.
2. Proses Terjadinya MasalahProses Terjadinya Masalah a.
a. PengertianPengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004)., 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
psikis, kurang kurang perawatan perawatan diri diri adalah adalah kondisi kondisi dimana dimana seseorang seseorang tidak tidak mampumampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000).Tarwoto dan Wartonah 2000). Tanda dan Gejala :
Tanda dan Gejala :
Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, sert
kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor a kuku panjang dan kotor
Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki bercukur, pada pasien
laki-laki bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.perempuan tidak berdandan.
Ketidakmampuan Ketidakmampuan makan makan secara secara mandiri, mandiri, ditandai ditandai oleholeh ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makana tidak pada tempatnya
makana tidak pada tempatnya
Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang air Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang air besar
besar atau atau buang buang air air kecil kecil tidak tidak pada pada tempatnya, tempatnya, dan dan tidak tidak membersihakan diri dengan baik setelah BAB/BAK
membersihakan diri dengan baik setelah BAB/BAK
b.
b. PenyebabPenyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
adalah sebagai berikut : kelelahan fisik kelelahan fisik dan penurunan kesadarandan penurunan kesadaran.. Tanda dan Gejala
LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN PENDAHULUAN
1.
1. Masalah UtamaMasalah Utama Defisit Perawatan Diri Defisit Perawatan Diri 2.
2. Proses Terjadinya MasalahProses Terjadinya Masalah a.
a. PengertianPengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004)., 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
psikis, kurang kurang perawatan perawatan diri diri adalah adalah kondisi kondisi dimana dimana seseorang seseorang tidak tidak mampumampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000).Tarwoto dan Wartonah 2000). Tanda dan Gejala :
Tanda dan Gejala :
Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, sert
kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor a kuku panjang dan kotor
Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki bercukur, pada pasien
laki-laki bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.perempuan tidak berdandan.
Ketidakmampuan Ketidakmampuan makan makan secara secara mandiri, mandiri, ditandai ditandai oleholeh ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makana tidak pada tempatnya
makana tidak pada tempatnya
Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang air Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang air besar
besar atau atau buang buang air air kecil kecil tidak tidak pada pada tempatnya, tempatnya, dan dan tidak tidak membersihakan diri dengan baik setelah BAB/BAK
membersihakan diri dengan baik setelah BAB/BAK
b.
b. PenyebabPenyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
adalah sebagai berikut : kelelahan fisik kelelahan fisik dan penurunan kesadarandan penurunan kesadaran.. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
diri adalah: a)
a) Fisik Fisik
Badan bau, pakaian kotor.Badan bau, pakaian kotor.
Rambut dan kulit kotor.Rambut dan kulit kotor.
Kuku panjang dan kotor Kuku panjang dan kotor
Gigi kotor disertai mulut bauGigi kotor disertai mulut bau
Penampilan tidak rapiPenampilan tidak rapi b)
b) PsikologisPsikologis
Malas, tidak ada inisiatif.Malas, tidak ada inisiatif.
Menarik diri, isolasi diri.Menarik diri, isolasi diri.
Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina. c)
c) SosialSosial
Interaksi kurangInteraksi kurang
Kegiatan kurangKegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma.Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
Cara makan tidak teratur Cara makan tidak teratur
BAK dan BAB di sembarang tempatBAK dan BAB di sembarang tempat
3.
3. Pohon masalaPohon masala
4.
4. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikajiMasalah keperawatan dan data yang perlu dikaji a)
a) Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diriPenurunan kemampuan dan motivasi merawat diri Data subyektif
Data subyektif a.
a. Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan apa-apa,Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan apa-apa, Data obyektif
Data obyektif
Defisit
Defisit erawatan erawatan diridiri
Penuru
Penurunan kemnan kemamam uan dauan dan motivan motivasi merasi merawat diriwat diri Kebersihan diri
Kebersihan diri tidak adekuat tidak adekuat BAB/BAK, Makan minuBAB/BAK, Makan minum danm dan
Isolasi sosial Isolasi sosial
a.
a. Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis, badan bau,Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis, badan bau, kulit kotor
kulit kotor b)
b) Isolasi SosialIsolasi Sosial Data subyektif Data subyektif a.
a. Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri. mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri. Data obyektif
Data obyektif b.
b. Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
c)
c) Defisit Perawatan DiriDefisit Perawatan Diri Data subyektif
Data subyektif a.
a. Pasien merasa lemahPasien merasa lemah b.
b. Malas untuk beraktivitasMalas untuk beraktivitas c.
c. Merasa tidak berdaya.Merasa tidak berdaya. Data obyektif
Data obyektif a.
a. Rambut kotor, acak Rambut kotor, acak – – acakanacakan b.
b. Badan dan pakaian kotor dan bauBadan dan pakaian kotor dan bau c.
c. Mulut dan gigi bau.Mulut dan gigi bau. d.
d. Kulit kusam dan kotor Kulit kusam dan kotor e.
e. Kuku panjang dan tidak terawatKuku panjang dan tidak terawat
5.
5. Diagnosa Diagnosa KeperawatKeperawatanan a.
a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diriPenurunan kemampuan dan motivasi merawat diri b.
b. Isolasi SosialIsolasi Sosial c.
c. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
6.
6. Rencana Tindakan KeperawatanRencana Tindakan Keperawatan Diagnosa
Diagnosa 1 1 :: Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diriPenurunan kemampuan dan motivasi merawat diri Tujuan Umum :
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan. c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati. h. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri. Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat. Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri. Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri. Intervensi
a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri. Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri. f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan
diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.
Tujuan Umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi Tujuan Khusus :
TUK I :Klien dapat membina hubungan saling percaya Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan
dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
TUK II :Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
b. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul
c. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
A. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
B. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial Intervensi
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
TUK IV : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Intervensi
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
Tujuan Umum :
Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri Tujuan Khusus :
Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik Pasien mampu melakukan makan dengan baik
Intervensi
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri. b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri 2) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi : a) Berpakaian
b) Menyisir rambut c) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi : a) Berpakaian
b) Menyisir rambut c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005
–
2006. Jakarta : Prima Medika.Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC. Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta. Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri.Edisi 3. Jakarta. EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
DI RSJD. Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG
Oleh :
FLORETTA ANGGA RINI N1111019
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG 2012
LAPORAN PENDAHULUAN A. MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional Bunuh diri dilakukan dengan intensi
Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.
Tanda dan gejala :
Sedih Marah Putus asa Tidak berdaya
Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal 2. Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan masalah. Terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
2. Faktor Biologis lain
3. Faktor Psikososial & Lingkungan
Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot. Faktor Biologis lain:
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya: Stroke
Gangguuan kerusakan kognitif (demensia) DiabetesPenyakit arteri koronaria
Kanker HIV / AIDS
Faktor Psikososial & Lingkungan:
Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi.
Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang berkembang, memandang rendah diri sendiri
Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem pendukung sosial
3. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut : Keputusasaan
Menyalahkan diri sendiri
Perasaan gagal dan tidak berharga Perasaan tertekan
Insomnia yang menetap Penurunan berat badan Berbicara lamban, keletihan
Menarik diri dari lingkungan social Pikiran dan rencana bunuh diri Percobaan atau ancaman verbal
C. POHON MASALAH
Harga diri rendah
D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI 1. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri
Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri merupakan masalah.
Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh diri / penyalahgunaan zat.
Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri. Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko
mengalami perilaku bunuh diri. 2. Masalah keperawatan
Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup. DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri. Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan. DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
Resiko bunuh diri
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
2. Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri 3. Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan:
Perkenalkan diri dengan klien
Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
Bersifat hangat dan bersahabat.
Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
Awasi klien secara ketat setiap saat. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
Dengarkan keluhan yang dirasakan.
Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain.
Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
Klien dapat meningkatkan harga diri Tindakan:
Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif Tindakan:
Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.)
Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif
1. Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah 2. Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan 3. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai. 1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki 2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan. 4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien 5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan 5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah 6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien 6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah 6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
1. Diagnosa : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 2. Tujuan umum :
- Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 3. Tujuan khusus :
- Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya - Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
4. Tindakan :
- Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
- Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
o Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
o Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif o Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
o Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien o Merencanakan yang dapat pasien lakukan
- Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya o Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik
F. RENCANA TINDAKAN KPERAWATAN a. Ancaman atau percobaan bunuh diri
1. Intervensi pada pasien a) Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat. b) Tindakan keperawatan
Melindubgi pasien dengan cara:
Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat dipindahkan ke tempat yang aman
Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, silet, gelas, dan tali pinggang)
Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya jika pasien mendapatkan obatnya.
Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
Daftar Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Kasus (Masalah Utama) Isolasi sosial : menarik diri II. Proses Terjadinya Masalah
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Budi Ana Keliat, 1999).
Menarik diri dipengaruhi oleh faktor perkembangan dan sosial budaya. Faktor perkembangan yang terjadi adalah kegagalan individu sehingga terjadi tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang
lain dan gangguan konsep diri, dimana klien merasa dirinya tidak berharga.
Menarik diri dapat juga disebabkan oleh perceraian, putus hubungan, peran keluarga yang tidak jelas, orang tua pecandu alkohol dan penganiayaan anak. Resiko dari perilaku menarik diri adalah terjadinya perubahan persepsi sensori (halusinasi). Manifestasi klinik pada klien dengan menarik diri adalah apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, banyak diam diri di kamar, menunduk, menolak hubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur).
III. Pohon Masalah
Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi….
Gangguan konsep diri : harga diri rendah IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah Keperawatan
a. Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi….. b. Isolasi sosial : menarik diri
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah 2. Data yang perlu Dikaji
a. Data obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar, banyak diam
b. Data subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat ya atau tidak.
V. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi… berhubungan dengan menarik diri 2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
VI. Rencana Tindakan Keperwatan
a. Tujuan umum : tidak terjadi perubahan persepsi sensori : halusinasi b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan :
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu
1.2. Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak menjawab 1.3. Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan
terburu- buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien. 2. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan :
2.1. Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang l ain 2.2. Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain Tindakan :
3.1. Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain
3.2. Bantu mengidentifikasikan kemampuan yang dimiliki untuk bergaul 4. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap : perawat,
klien- perawat-klien lain, perawat-klien-kelompok, klien-keluarga Tindakan :
4.1. Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin perawat sama
4.2. Motivasi/temani klien untuk berkenalan dengan orang lain 4.3. Tingkatkan interaksi secara bertahap
4.4. Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi 4.5. Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi 4.6. Fasilitasi hubungan klien dengan keluarga secara terapeutik
5. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain Tindakan :
5.1. Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan 5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
6. Klien mendapat dukungan keluarga Tindakan :
6.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998 2. Keliat BA. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
3. Aziz R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003
4. Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung. 2000
5. Boyd MA, Nihart MA. Psychiatric Nursing : Contemporary Practice. Philadelphia : Lippincott-Raven Publisher. 1998
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Kasus (Masalah Utama) Perilaku kekerasan/amuk II. Proses Terjadinya Masalah
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Towsend,1998)
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekersan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.
Pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan dapat disebabkan adanya perubahan sensori persepsi berupa halusinasi baik dengar, visual maupun lainnya. Klien merasa diperintah oleh suara-suara atau bayangan yang mengejeknya. Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang
lain maupun lingkungan, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dan lain-lain.
III. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi…. IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
a. Masalah keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan 2. Perilaku kekerasan/amuk
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi…. Perilaku kekerasan/amuk
b. Data yang perlu dikaji 1. Data Subjektif
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya 2. Data Objektif
a. Mata merah, wajah agak merah
b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai
c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam d. Merusak dan melempar barang-barang
V. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/amuk
2. Perilaku kekerasan/amuk berhubungan dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi….
VI. Rencana Tindakan Keperwatan
a. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, perkenalan dan jelaskan tujuan interaksi
Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak menjawab Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang
2. Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan Tindakan :
Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan tenang
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan Tindakan :
Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel atau kesal
Observasi tanda perilaku kekerasan
Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien 4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Tindakan :
Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Tanyakan apakah dengan tindakan seperti itu dapat menyelesaikan masalah
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan Tindakan :
Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan
Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan Tanyakan apakah klien ingin mempelajari cara baru yang sehat
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan
Tindakan :
Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat
Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik : tarik napas dalam jika sedang kesal, berolahraga, memukul bantal/kasur
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung Secara spiritual : berdoa, ibadah, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan Tindakan :
Bantu memilih cara yang paling tepat
Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga 9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program)
Tindakan :
Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping)
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu)
LAPORAN PENDAHULUAN I. Kasus (Masalah Utama)
Perubahan sensori perseptual : halusinasi
II. Proses Terjadinya Masalah
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi berasal dari lingkungan. Rangsangan primer dari halusinasi adalah
kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya se ndiri.
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri ( self esteem) dan keutuhan keluarga dapat merupakan penyebab terjadinya halusinasi. Ancaman terhadap harga diri dan keutuhan keluarga meningkatkan kecemasan. Gejala dengan meningkatnya kecemasan, kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi, mengenal perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri
menurun, sehingga segala sesuatu diartikan berbeda dan proses rasionalisasi tidak efektif lagi. Hal ini mengakibatkan sulit untuk membedakan mana rangsangan yang berasal dari pikirannya sendiri dan mana yang dari lingkungan..
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan)
III. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Isolasi sosial : menarik diri
IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji a. Masalah keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan 2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri b. Data yang perlu dikaji
1. Data Subjektif
a. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
b. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata c. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d. Klien merasa makan sesuatu
e. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar g. Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2. Data Objektif
a. Klien berbicar dan tertawa sendiri
b. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c. Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu d. Disorientasi
V. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan sensori perseptual : halusinasi
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
VI. Rencana Tindakan Keperwatan
a. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan :
Salam terapeutik – perkenalan diri – jelaskan tujuan – ciptakan
lingkungan yang tenag – buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
Empati
Ajak membicarakan hal-hal yang ada di lingkungan 2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
Kontak sering dan singkat
Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non verbal)
Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang didengar dan apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak
mendengarnya. Katakan bahwa perawat akan membantu
Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi
Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi
Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk mengontrol halusinasinya
Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi : bicara dengan orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara tersebut “saya tidak mau dengar”
Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan
Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian jika berhasil
Libatkan klien dalam TAK : stimulasi persepsi 4. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala, cara, memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga 5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping minum obat
Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara, waktu)
Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan Beri reinforcement positif klien minum obat yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,Edisi I, Jakarta : EGC, 1999 3. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
4. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Kasus (Masalah Utama)
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
II. Proses Terjadinya Masalah
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif t erhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999). Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional , yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja dll. Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan perianal, dll), harapan akan struktur, bentuk dan ffungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2. Kronik , yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama..
III. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri
Berduka disfungsional
IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah c. Berduka disfungsional
2. Data yang perlu dikaji a. Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri. b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
V. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional.
VI. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Tindakan :
Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki 3. digunakan
Tindakan :
3.1.Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2.Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klie n Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher. 1998
Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung. 2000
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH
DI RSJD. Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG
Oleh :
FLORETTA ANGGA RINI N1111019
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG 2012
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI
DI RSJD. Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG
Oleh :
FLORETTA ANGGA RINI N1111019
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG 2012
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENARIK DIRI
DI RSJD. Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG
Oleh :
FLORETTA ANGGA RINI N1111019
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG 2012
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN WAHAM
DI RSJD. Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG
Oleh :
FLORETTA ANGGA RINI N1111019
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG 2012
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
DI RSJD. Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG
Oleh :
FLORETTA ANGGA RINI N1111019
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG 2012
LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM
1. MASALAH UTAMA : Perubahan proses pikir : waham
2. PROSES TERJADINYA MASALAH
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya.
Waham dapat dicetuskan oleh adanya tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai perasaan tidak berguna, putus asa, tidak berdaya. Waham juga dapat menimbulkan
terjadinya kerusakan komunikasi verbal.
Manifestasi klinik waham yaitu berupa : klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya ) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan, klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung.
3. A. POHON MASALAH
Kerusakan komunikasi verbal
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perubahan proses pikir : waham
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI 1). Masalah keperawatan :
a). Kerusakan komunikasi : verbal b). Perubahan proses pikir : waham
c). Gangguan konsep diri : harga diri rendah. 2) Data yang perlu dikaji :
a). Data subyektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
b). Data obyektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham c. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
5. RENCANA KEPERAWATAN
a. Tujuan umum : sesuai masalah (problem). b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Tindakan :
1.1. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
1.2. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
1.3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman,
gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien s endirian.
1.4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
2.1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2.2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
2.3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan perawatan diri).
2.4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
3.1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
3.2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3.3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
3.4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
3.5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
4.1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).
4.2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas. 4.3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien