• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMULASI ANGIN LAUT TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN KONVEKTIF DI PULAU BALI MENGGUNAKAN WRF-ARW (Studi Kasus 20 Februari 2015)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIMULASI ANGIN LAUT TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN KONVEKTIF DI PULAU BALI MENGGUNAKAN WRF-ARW (Studi Kasus 20 Februari 2015)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

9

SIMULASI ANGIN LAUT TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN

KONVEKTIF DI PULAU BALI MENGGUNAKAN WRF-ARW

(Studi Kasus 20 Februari 2015)

Rahma Fauzia Y*, Hariadi

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

*E-mail : rahmayushar@gmail.com

ABSTRAK

Pada tanggal 21 Februari 2015, berdasarkan laporan BPBD Bali telah dilaporkan bahwa terjadi banjir di wilayah Denpasar. Pulau Bali merupakan pulau berbatasan langsung dengan laut. Hal ini mempengaruhi kondisi cuaca di Pulau Bali karena adanya sirkulasi diurnal angin laut dan angin darat karena adanya perbedaan panas antara lautan dan daratan yang mempengaruhi pertumbuhan awan hujan yang dapat menyebabkan banjir. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah simulasi kejadian angin laut dan angin darat serta komparasi antara keluaran WRF dengan data observasi. Parameter yang dikeluarkan adalah RH, angin, CAPE, dan hujan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa sirkulasi angin laut dan angin darat tidak terlalu berpengaruh terhadap pembentukan awan konvektif di daerah Bali dilihat dari jam aktif angin laut dan masih perlu adanya uji parameterisasi lebih lanjut untuk daerah Bali.

Kata Kunci: Angin Laut, WRF

ABSTRACT

At February 21, according to BPBD, flood has occurred at some locations at Bali. Bali is an island that directly connected to the sea. This condition affects weather conditions at Bali because there is a diurnal circulation that consisted of sea breeze and land breeze caused by heat difference between land and see that affects precipitation cloud forms which could cause flood. Methods are used in this research are simulation of sea breeze and land breeze and also comparations between WRF output and observational data. Parameters that are researched in this study are RH, wind, CAPE, and rain. The result shows that sea breeze and land breeze not really have effects as the result shows the active hours of the sea breeze. Further research is needed.

Keywords: Sea Breeze, WRF

1. PENDAHULUAN

Pada tanggal 21 Februari 2015, berdasarkan laporan BPBD Bali telah dilaporkan bahwa terjadi banjir di wilayah Denpasar. Laporan ini dilengkapi dengan pelaporan keadaan cuaca di mana terjadi hujan disertai angin kencang di wilayah Bali yang menyebabkan satu korban jiwa dan kerusakan bangunan. Pulau Bali merupakan pulau yang memiliki relief yang beragam dari mulai bentuk topografi yang landai dan berbatasan dengan laut. Di sebelah utara dan timur, Pulau Bali

berbatasan dengan Laut Bali, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Selat Bali. Hal ini tentu saja mempengaruhi kondisi cuaca di Pulau Bali sendiri. Pengaruh keberadaan daerah pantai sendiri menurut Tjasyono (2007) dapat mempengaruhi monsoon karena pantai merupakan bentuk diskontinyu antara kapasitas panas dan kekasaran permukaan antara laut dan darat.

(2)

10 Di daerah pantai, sering terjadi sebuah

sirkulasi angin lokal yang berupa angin darat dan angin laut. Sirkulasi angin laut dan angin darat ini terjadi secara diurnal (harian) dan disebabkan oleh adanya perbedaan panas antara daratan dan lautan yang dapat menyebabkan adanya sel konveksi yang mengalir ke salah satu bagian (bisa daratan maupun lautan, tergantung waktunya). Munculnya sel konveksi ini dapat menyebabkan adanya pembentukan awan. Dari hal-hal yang telah disebutkan di atas, muncul pertanyaan apakah ada keterkaitan antara sirkulasi angin laut dan pertumbuhan awan di daratan dan lautan yang bersifat diurnal di Pulau Bali. Maka penelitian ini bertujuan untuk mencari keterkaitan antara kedua hal tersebut dengan cara melakukan simulasi sirkulasi angin laut dengan menggunakan WRF (Weather Research and Forecasting) kemudian mencari keterkaitan antara kedua hal tersebut.

2. DATA DAN METODE

2.1 Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data reanalysis FNL yang diperoleh dari situs rda.ucar.edu. Data FNL ini sendiri memiliki resolusi spasial 1° x 1° dan resolusi temporal 6 jam. Data reanalysis FNL digunakan sebagai data inisiasi dalam proses running data di WRF-ARW yang akan diolah melalui proses-proses dari pembuatan domain hingga mencapai proses post-processing dan visualisasi data.

Selain itu, digunakan pula data pengamatan udara permukaan (sinoptik) yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Klas I Ngurah Rai Denpasar tanggal 20 Februari 2015 untuk validasi kuantitatif. Sedangkan untuk validasi kuantitatifnya digunakan data satelit MTSAT kanal WV (Water Vapor) untuk tanggal 20 Februari 2015.

2.2 Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah simulasi dan korelasi.

Metode penelitian simulasi dilaksanakan dengan mengolah data FNL menggunakan WRF-ARW. WRF-ARW merupakan bentuk prakiraan atau riset cuaca dalam bentuk model modern yang dikembangkan oleh NCAR dan NOAA di mana dalam proses pemodelannya, perhitungan matematis untuk menggambarkan keadaan di atmosfer dilakukan melalui parameterisasi. Parameterisasi merupakan cara untuk menghitung efek yang ditimbulkan oleh suatu proses tanpa memodelkan langsung proses tersebut.

Domain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pulau Bali dengan pusat domain terletak di Bandara Ngurah Rai Denpasar (koordinat 115,1658°BT dan 8,746°LS). Waktu penelitian diambil pada tanggal 20 Februari 2015 (hari hujan sebelum pelaporan banjir). Pembuatan domain untuk penelitian ini menggunakan 3 domain yang semakin mengecil (downscaling) dari wilayah Indonesia (domain 1) hingga terpusat pada pulau Bali (domain 3). Setelah membuat domain, langkah selanjutnya adalah memasukkan data reanalysis FNL yang sudah diunduh sesuai dengan tanggal yang dibutuhkan ke dalam proses pembuatan data grid WRF-ARW untuk menghasilkan file berekstensi *.ctl dan *.dat.

Gambar 2.1 Domain yang digunakan dalam simulasi WRF-ARW.

Konfigurasi parameterisasi yang digunakan dalam simulasi ini ditampilkan dalam tabel berikut :

(3)

11

Tabel 2.1 Konfigurasi parameterisasi WRF

Konfigurasi Domain 1 Domain 2 Domain 3 Resolusi grid horizontal 30 km 10 km 3,33 km Jumlah level vertikal 27 27 27 Skema mikrofisik WSM6 WSM6 WSM6

Skema cumulus

Grell-Devenyi Devenyi Grell- Fritsch

Kain-Skema PBL MRF MRF MRF

Konfigurasi yang digunakan seperti yang tertera pada tabel di atas merupakan konfigurasi yang digunakan oleh Listiaji (2009) untuk daerah Pulau Lombok. Sedangkan untuk penggunaan MRF pada skema PBL sendiri, Listiaji mendasarkan penggunaannya pada hasil penelitian Anzhar (2006) yang mengatakan bahwa skema MRF mampu menghasilkan ketinggian PBL yang lebih realistik pada daerah tropis.

File keluaran WRF-ARW yang berbentul *.ctl dan *.dat tersebut akan diolah dengan menggunakan GrADS untuk menampilkan profil vertikal angin, kelembaban, dan CAPE secara spasial horizontal dan secara spasial vertikal. Spasial vertikal ditampilkan dengan menampilkan 2 jenis irisan yaitu irisan melintang dan irisan membujur yang dipusatkan di daerah Denpasar (tempat kejadian banjir) dengan koordinat 115,2167°BT dan 8,65°LS.

Irisan melintang ditampilkan dengan menentukan satu titik koordinat bujur kemudian menampilkan data sepanjang koordinat lintang pada satu titik koordinat bujur tersebut, dalam tulisan ini satu koordinat bujur ditentukan di titik 115,2167°BT dan lintang diatur dari koordinat 7,9°LS-8,9°LS. Sebaliknya, irisan membujur ditentukan dengan menentukan satu titik koordinat lintang kemudian ditampilkan data sepanjang bujur pada satu titik koordinat lintang tersebut. Satu koordinat lintang yang dipakai adalah 8,65°LS dan bujur diatur dari koordinat 114,4°BT-116°BT.

Untuk validasi dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Validasi secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan data hasil

pengamatan udara permukaan (sinoptik) dengan menggunakan RMSE dan koefisien korelasi. Validasi secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan data satelit MTSAT untuk melihat keberadaan uap air di daerah yang telah ditentukan.

Rumus RMSE dituliskan sebagai berikut : = Σ( ) (2.1) Keterangan :

RMSE = Root Mean Square Error, nilai yang digunakan untuk menampilkan akurasi dari prakiraan (WMO, 2012).

F = nilai data hasil forecast. O = nilai data hasil observasi. N = banyaknya data.

Koefisien korelasi adalah ukuran untuk melihat seberapa baik suatu pola dari hasil prediksi sesuai dengan nilai observasinya. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 dan +1, di mana apabila nilainya mendekati +1 maka korelasinya dianggap semakin baik. Koefisien korelasi dapat dirumuskan sebagai berikut :

( , )=

∑ ∑ ∑

∑ ∑ . ∑ ∑ (2.2)

Keterangan :

r(x,y) = koefisien korelasi x = nilai observasi y = nilai perkiraan

Data satelit dibandingkan dengan keluaran WRF menggunakan FSS (Fraction Skill Score). Nilai FSS berkisar antara 0 sampai dengan 1, di mana nilai FSS semakin mendekati 1 berarti semakin baik.

Perhitungan FSS menggunakan rumus sebagai berikut :

= 1 − ∑

∑ ∑ ( ) (2.3)

Keterangan :

Pfcst = nilai perkiraan

Pobs = nilai observasi

(4)

12 Diagram alir penelitian untuk

penelitian ini ditampilkan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Diagram alir penelitian

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses running WRF yang dilakukan selama untuk tanggal 20 Februari 2015 (H-1 pelaporan kejadian banjir) menghasilkan data keluaran model yang ditampilkan secara spasial horizontal dan spasial vertikal. 3. 1. Penampang spasial horizontal

Pada gambar 3.1 dan 3.2 ditampilkan peta spasial RH dengan streamline angin untuk tanggal 20 Februari 2015. Kedua gambar tersebut menunjukkan bahwa pada pukul 00.00 UTC, RH di lapisan 700 hPa mencapai 80% di daerah Bali bagian selatan. Hal ini berarti bahwa kandungan massa uap air di daerah Bali bagian selatan sampai dengan lapisan 700 hPa tergolong tinggi, sehngga kemungkinan keberadaan awan juga tinggi. Apabila RH mencapai lebih dari 60%, maka hal tersebut dapat diimplikasikan sebagai keberadaan tutupan awan di daerah tersebut (COMET, 2015)

Arah angin permukaannya sendiri dominan datang dari arah barat daya. Pada pukul 06.00

UTC, angin permukaan membentuk pumpunan di daerah Bali bagian utara dan RH di atas daerah tersebut juga mencapai 80%. Pada pukul 12.00 UTC, daerah dengan kadar RH di atas 80% berpindah ke daerah laut di sebelah timur laut Pulau Bali dan pola arah angin permukaan di atas Pulau Bali mulai tidak beraturan.

Pada pukul 18.00 UTC, secara keseluruhan RH di atas pulau Bali rendah (di bawah 65%). Hal ini dapat diartikan bahwa di atas Pulau Bali sampai dengan lapisan 700 hPa terdeteksi ada potensi keberadaan awan yang terjadi pada sekitar pukul 00.00 UTC sampai dengan 06.00 UTC.

Gambar 3.1 Peta spasial horizontal RH lapisan 700 hPa di-overlay dengan streamline angin permukaan untuk tanggal 20 Februari 2015 (a) pukul 00.00 UTC dan (b) pukul 06.00 UTC.

Gambar 3.2 Peta spasial horizontal RH lapisan 700 hPa di-overlay dengan streamline angin

permukaan untuk tanggal 20 Februari 2015 (a) pukul 12.00 UTC dan (b) pukul 18.00 UTC.

Pada gambar 3.3 dapat dilihat peta sebaran curah hujan untuk tanggal 20 Februari 2015 di Pulau Bali. Pada pukul 00.00 UTC, model WRF gagal melakukan simulasi curah hujan di Pulau Bali sehingga nilai curah hujannya konstan di semua area (constant field).

(5)

13 Pada pukul 06.00 UTC, sebaran curah hujan

mulai disimulasikan terjadi di atas pulau Bali dengan curah hujan tertinggi terjadi di daerah laut (di sebelah tenggara Pulau Bali) yang mencapai 120 mm. Sebaran curah hujan yang terjadi semakin meningkat di atas Pulau Bali seiring dengan perubahan waktu. Pada pukul 12.00 UTC, sebaran curah hujan mulai semakin merapat dan meningkat di bagian utara Pulau Bali.

Nilai curah hujan mencapai angka 120 mm. Enam jam kemudian, hasil keluaran WRF mengeluarkan simulasi curah hujan yang tidak jauh berbeda dengan pukul 12.00 UTC. Sebaran curah hujan masih terletak di bagian utara Pulau Bali dengan kisaran nilai tertinggi curah hujan yang terjadi mencapai 120 mm.

Gambar 3.3 Peta spasial horizontal hujan untuk tanggal 20 Februari 2015 (a) pukul (a) 00.00 UTC, (b) pukul 06.00 UTC, (c) pukul 12.00 UTC, dan (d) pukul 18.00 UTC.

a b

(6)

14 3. 2. Penampang spasial vertical

Tampilan peta spasial vertikal yang ditampilkan berikut ini mengambil 2 (dua) irisan, yaitu irisan membujur dan irisan melintang Parameter yang ditampilkan dalam peta irisan vertikal ini adalah profil angin vertikal bersama dengan gambaran RH per lapisan serta parameter CAPE

(a) (b)

Gambar 3.4 Peta spasial vertikal irisan melintang RH di-overlay dengan streamline angin untuk tanggal 20 Februari 2015 (a) pukul 00.00 UTC dan (b) pukul 06.00 UTC

Gambar 3.4 merupakan gambaran irisan melintang untuk parameter RH dan angin per lapisan untuk tanggal 20 Februari 2015. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa dari pukul 00.00 UTC, sudah terdapat lapisan RH tinggi yang cukup tebal yang terbentuk dari lapisan 1000 hPa sampai dengan 550 hPa. Arah anginnya sendiri didominasi dari arah pesisir selatan, namun pada pukul 06.00 UTC, adanya pola angin dari arah pesisir utara dan selatan di kisaran ketinggian 1000 hPa yang datang dari arah pesisir kemudian berbalik ke arah laut pada ketinggian 950 hPa. Karena adanya sebuah halangan, angin yang datang dari arah pesisir utara dan selatan ini dipaksa naik sehingga terjadi gerakan massa udara yang naik.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada pukul 06.00 UTC dapat dilihat adanya sirkulasi angin laut di daerah pesisir utara dan selatan Pulau Bali. Lapisan RH yang terbentuk pada tanggal ini cukup tebal (sampai dengan lapisan 550 hPa, yang dapat diartikan bahwa lapisan awannya cukup tebal juga.

(a) (b)

Gambar 3.5 Peta spasial vertikal irisan melintang RH di-overlay dengan streamline angin untuk tanggal 20 Februari 2015 (a) pukul 12.00 UTC dan (b) pukul 18.00 UTC.

Sedangkan untuk pukul 12.00 dan 18.00 UTC, lapisan RH tinggi di Pulau Bali sendiri terpisah, hal ini dapat menjadi terbentuk dua lapisan awan di atas Pulau Bali dan tidak membentuk awan tinggi.

(a) (b)

Gambar 3.6 Peta spasial vertikal irisan membujur RH di-overlay dengan streamline angin untuk tanggal 20 Februari 2015 (a) pukul 00.00 UTC dan (b) pukul 06.00 UTC.

(a) (b)

Gambar 3.7 Peta spasial vertikal irisan membujur RH di-overlay dengan streamline angin untuk tanggal 20 Februari 2015 (a) pukul 12.00 UTC dan (b) pukul 18.00 UTC.

Sedangkan untuk Gambar 3.6 dan 3.7 di atas merupakan gambaran irisan membujur untuk parameter RH dan angin per lapisan untuk tanggal 20 Februari 2015. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa dari pukul 00.00

(7)

15 UTC, sudah terdapat lapisan RH tinggi yang

cukup tebal yang terbentuk dari lapisan 1000 hPa sampai dengan 500 hPa. Arah angin per lapisan sendiri secara umum berasal dari arah pesisir barat. Pola angin yang tidak beraturan mulai muncul pada pukul 06.00 UTC.

(a) (b)

Gambar 3.8 Penampang spasial vertikal irisan melintang untuk parameter CAPE tanggal 20 Februari 2015 (a) pukul 00.00 UTC dan (b) pukul 06.00 UTC.

(a) (b)

Gambar 3.9 Penampang spasial vertikal irisan melintang untuk parameter CAPE tanggal 20 Februari 2015 (a) pukul 12.00 UTC dan (b) pukul 18.00 UTC.

Pada gambar 3.7, nilai CAPE yang terbentuk di daerah pesisir selatan lebih tinggi daripada nilai CAPE yang terbentuk di pesisir utara sehingga dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa potensi terjadinya proses konvektif lebih besar terjadi di daerah pesisir selatan pulau Bali dibandingkan dengan di pesisir utara. Jika dilihat dari arah anginnya, maka potensi kejadian angin laut pada tanggal 20 Februari 2015 terjadi mulai pukul 06.00 UTC pada lapisan 1000 hPa – 950 hPa.

Pada gambar 3.8, nilai CAPE yang terbentuk di daerah pesisir timur lebih tinggi daripada nilai CAPE yang terbentuk di pesisir barat sehingga dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa potensi terjadinya proses konvektif lebih besar terjadi di daerah pesisir timur

pulau Bali dibandingkan dengan di pesisir barat.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3.8 Penampang spasial vertikal irisan membujur untuk parameter CAPE tanggal 20 Februari 2015 (a) pukul 00.00 UTC, (b) pukul 06.00 UTC, (c) pukul 12.00 UTC, dan (d) pukul 18.00 UTC.

Apabila diperbandingkan dengan keluaran parameter RH, maka dapat dilihat kedua keluaran ini saling mendukung dalam memprediksi potensi keberadaan awan, di mana karena nilai CAPE yang tinggi di pesisir barat menyebabkan adanya potensi energi konvektif yang besar sehingga kemungkinan pembentukan awan konvektif cukup besar. Sedangkan parameter RH menunjukkan ada potensi keberadaan awan karena kadar RH yang tinggi. Akan tetapi apabila dikaitkan dengan keberadaan sirkulasi angin laut, maka angin laut tidak begitu memiliki pengaruh yang besar terhadap keberadaan awan konvektif di mana ada faktor lain yang lebih mendukung pembentukan awan konvektif itu sendiri seperti nilai CAPE yang tinggi dan kelembapan yang berkisar di atas 70%. 3. 3. Validasi

Validasi dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu validasi kualitatif dan kuantitatif. Validasi kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode FSS yaitu

(8)

16 dengan membandingkan jumlah domain yang

sama (dalam hal ini tutupan awan) antara citra satelit kanal WV dengan hasil keluaran WRF. Validasi kuantitatif dilakukan dengan menggunakan perhitungan RMSE dan koefisien korelasi.

Hasil validasi kualitatif dengan menggunakan FSS menghasilkan nilai FSS tertinggi terdapat pada pukul 12.00 UTC dengan nilai

FSS sebesar 0,33 (42 domain sama dari 126 domain). Sedangkan nilai FSS terendah pada pukul 18.00 UTC dengan nilai 0,03 (4 domain sama dari 126 domain.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3.9 Citra satelit MTSAT kanal WV tanggal 20 Februari 2015 (a) pukul 00.00 UTC, (b) pukul 06.00 UTC, (c) pukul 12.00 UTC, dan (d) pukul 18.00 UTC.

(9)

17 Hasil perbandingan antara keluaran WRF

dengan citra satelit kanal WV adalah dapat dilihat bahwa simulasi kadar uap air yang direpresentasikan dengan parameter RH cukup mampu menggambarkan keadaan atmosfer sebenarnya dalam tampilan spasialnya. Dapat dilihat bahwa pada pukul 00.00 UTC dan 06.00 UTC terdapat kadar uap air yang cukup banyak di atmosfer baik dilihat dari satelit maupun WRF. Namun apabila dilihat kembali pada nilai FSS yang hanya mencapai nilai maksimal 0,33, maka dapat dikatakan bahwa keluaran model WRF belum mampu menggambarkan keadaan atmosfer sebenarnya.

Kemampuan simulasi WRF juga dapat dilihat dari nilai RMSE dan koefisien korelasi yang dihasilkan. Nilai RMSE yang dihasilkan untuk parameter RH dan kecepatan angin masing-masing adalah 6,21 dan 6,54, sedangkan nilai koefisien korelasi yang dihasilkan masing-masing adalah 0,17 dan 0,33. Hasil keluaran model dinyatakan baik apabila nilai RMSE semakin kecil (mendekati nol) dan nilai koefisien korelasi mendekati +1 (menunjukkan adanya korelasi/hubungan kuat yang memiliki kesamaan pola). Dengan meninjau nilai RMSE dan koefisien korelasi yang masih tergolong rendah tersebut, maka dapat dikatakan bahwa keluaran model WRF masih belum mampu menggambarkan keadaan atmosfer sebenarnya. 4. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Dari hasil simulasi yang dilakukan WRF maka dapat dilihat bahwa terjadi pola angin laut terjadi di Pulau Bali pada kisaran pukul 06.00 UTC (14.00 WITA) untuk lapisan 1000 hPa sampai dengan lapisan 950 hPa. 2. Terdapat potensi pembentukan awan

konvektif yang tinggi melihat besaran nilai CAPE yang mencapai nilai di atas 2000 J/kg untuk tiap tanggal yang disimulasikan. 3. Pola pembentukan awan konvektif yang

terlihat dalam simulasi tidak terlalu dipengaruhi oleh angin laut melihat jam aktif angin laut.

4. Perbandingan keluaran WRF dengan skema yang digunakan menghasilkan hasil yang cukup representatif terhadap keadaan

atmosfer apabila dilihat secara spasial. Akan tetapi apabila dilihat secara time series,

keluaran WRF belum mampu

merepresentasikan keadaan atmosfer sebenarnya

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E. 2008. Meteorologi Laut Indonesia. Jakarta : Penerbit BMG.

Fauziah, A. 2014. Simulasi Kejadian Hujan Lebat di Bandara Internasional Lombok dengan Model WRF-ARW (Studi Kasus tanggal 4-5 Desember 2013). Diterbitkan di Megasains vol. 5 no. 1 April 2014. Holton, J. R. 2004. An Introduction to Dynamic

Meteorology. London : Elsevier Academic Press.

Hong, S. Y., dan Lim. 2006. The WRF Single-Moment 6-Class Microphysics Scheme (WSM6). Journal of the Korean Meteorological Society, 42, 2, halaman 129-151.

Inoue, T., dan H. Kamahori, 2001. Statistical Relationship between ISCCP Cloud Type and Vertical Relative Humidity Profile. Jepang : Meteorological Research Institute.

Kain, J. S. 2004. The Kain-Fritsch Convective Parameterization : An Update. Journal of Applied Meteorology.

Listiaji, Eko. 2009. Simulasi Curah Hujan di Atas Pulau Lombok Studi Kasus Bulan Januari 2007. Bandung : ITB.

Mesoscale and Microscale Meteorology Division. 2014. ARW Users Guide. National Center for Atmospheric Research.

Skamarock, W.C., J. B. Klemp, dan J. Dudhia. 2001. Prototypes for the WRF (Weather Research and Forecasting) Model. Colorado : National Center for Atmospheric Research.

Skamarock, W. C., J. B. Klemp, J. Dudhia, D. O. Gill, D. M. Baker, W. Wang, dan J.G. Powers, 2005. A Description of The Advanced Research WRF version 2, NCAR Technical Note.

Tjasyono, Bayong. 2007. Meteorologi Indonesia II : Awan dan Hujan Monsoon. Jakarta : Penerbit BMG.

Wirjohamidjojo, S. 2007. Identifikasi dan Karakteristik Awan Kawasan Tropik Khatulistiwa. Jakarta : BMG.

Gambar

Gambar 2.1 Domain yang digunakan dalam  simulasi WRF-ARW.
Gambar  3.1  Peta  spasial  horizontal  RH  lapisan  700  hPa  di-overlay  dengan  streamline  angin  permukaan  untuk  tanggal  20  Februari  2015  (a)  pukul 00.00 UTC dan (b) pukul 06.00 UTC
Gambar 3.3 Peta spasial horizontal hujan untuk tanggal 20 Februari 2015 (a) pukul (a) 00.00 UTC, (b)  pukul 06.00 UTC, (c) pukul 12.00 UTC, dan (d) pukul 18.00 UTC
Gambar 3.4 Peta spasial vertikal irisan melintang  RH  di-overlay  dengan  streamline  angin  untuk  tanggal  20  Februari  2015  (a)  pukul  00.00  UTC  dan (b) pukul 06.00 UTC
+3

Referensi

Dokumen terkait

 pada ion ion exchange exchange, , ha hal l in ini i ber bertu tuju juan an un untu tuk k me meng ngur uran angi gi jum jumla lah h mi mine nera ral l pa pada da

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, Peraturan Menteri

5. Validasi dan penapisan metode baru pemeriksaan laboratorium TB dilaksanakan di laboratorium rujukan riset dan hasilnya dilaporkan melalui Pokja lab TB dan Komli

Memberikan pencerahan tentang fungsi dan makna ogoh-ogoh melalui media cetak maupun media eletronik; Pemerintah Kota Denpasar perlu memperketat aturan mengenai

Berdasarkan uji statistik menggunakan korelasi Pearson dapat teridentifikasi bahwa perpindahan massa logam dari air laut ke sedimen memeberikan kenyataan bahwa konsentrasi

Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara/daerah adalah penyampaian laporan pertanggung jawaban keuangan pemerintah

Dari 97 responden terpilih, didapat rata-rata konsumen (4,26) dengan pernyataan bahwa kecepatan dalam mengatasi ketersediaan barang yang kosong sangat penting bagi konsumen

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemuka- kan dapat diambil kesimpulan bahwa pemahaman konsep matematis siswa dengan menerapkan metode