EFISIENSI PEMANFAATAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS)
SEBAGAI SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELE DALAM
RANSUM SAPI PERAH
(Efficiency of Palm Kernel Cake as Substitute of Soybean Meal in
Dairy Cattle Ration)
DWI PRIYANTO danY.WIDIAWATI
Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT
The quality and quantity of feed supplement, concentrate, in dairy cattle has important role in milk production thus will affect farmers’s income. One of material used as ingredinece of concentrate formulation is soybean meal, which is used as protein source feed. The material is still imported causes high price of concentrate. One of local protein source feed is palm kernel cake. Therefore, subtitution of soybean meal by palm kernel cake might reduce the price of concentrate. An experiment was undertaken to determine the effect of subtitution of soybean meal by palm kernel cake in concentrate up to 30% to feed efficiency. The experiment was undertaken at Research Institute for Animal Production by using 13 lactating dairy cattle. The animals were divided into two groups of treatment, namely (1) animals fed by grass and concentrate (10% of palm kernel cake as subtitute for soybean meal), and (2) animals fed by grass and concentrate (30% of palm kernel cake as subtitute for soybean meal). The concentrate was formulated to contain iso-protein 16.2% and TDN 70.5 vs 73.3%. Milk production was recorded for 8 months. The results of experiment indicated that subtitution of soybean meal by palm kernel cake up to 30% reduce concentrate price from IDR 2.340/kg to only IDR 1.963/kg. Milk production in animals in group 2 was higher than that of animals in group 1. Eficiency value by using 30 % rather than 10 % of palm kernel cake in concentrate is IDR 9.797/head/day. When it is calculated fo a year (305 days), the eficiency value reach IDR 2 988 085/head, with an asumptsion that milk price is IDR 3.100/liter. It can be concluded that subtitution of soybean meal by palm kernel cake up to 30% can improve feed efficiency and farmer’s income.
Key Words: Palm Kernel Cake, Dairy Cattle, Concentrate, Efficiency Production
ABSTRAK
Faktor pakan khususnya konsentrat yang diberikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas sangat menentukan dalam mendukung produksi susu, yang sekaligus berdampak terhadap keuntungan peternak sapi perah. Penelitiaan tentang efisiensi penggunaan ransum untuk menekan harga ransum yang lebih murah dilakukan melalui penggunaan bungkil inti sawit (BIS) sebagai substitusi bungkil kedelai yang masih mahal. Penelitian dilakukan di laboratorium Balitnak dengan mengunakan 13 ekor sapi perah yang sedang laktasi. Ternak dibagi menjadi 2 kelompok perlakukan yaitu (1) ternak diberi pakan rumput dan konsentrat yang mengandung BIS 10%; dan (2) ternak diberi pakan rumput dan konsentrat yang mengandung BIS 30%. Pengamatan dilakukan pada produksi susu selama 8 bulan laktasi. Konsentrat yang mengandung BIS 10% dan 30% disusun iso-protein yaitu 16,2% dan TDN (70,5 vs 73,3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga ransum dengan penggunaan BIS 30 % cenderung mampu menekan harga jual konsentrat dari Rp. 2.340/kg menjadi Rp.1.963/kg, karena semakin rendahnya bungkil kedele yang digunakan. Berdasarkan pencatatan produksi menunjukkan bahwa perlakuan BIS 30 % meningkatkan produksi susu dibanding BIS 10%, yang ditunjukkan pula dengan selisih produksi susu bulanan yang semakin tajam. Nilai efisiensi dengan penggunaan BIS 30% dibandingkan dengan BIS 10% mencapai Rp. 9.797/ekor/hari, dan bila dikonversi pada 305 hari mencapai Rp. 2.988.085/ekor, dengan konversi harga susu saat ini Rp. 3.100/liter.
PENDAHULUAN
Faktor pakan dalam usahaternak sapi perah adalah merupakan faktor penting dalam mendukung keberhasilan usahaternak. Pakan konsentrat disamping hijauan adalah merupakan pakan utama yang cukup berpengaruh secara teknis (produksi susu) maupun ekonomi yang menjadikan beban utama mempengaruhi biaya produksi. Kondisi pemberian pakan dengan kualitas dan kuantitas oleh peternak sapi perah sangat menentukan besaran tingkat keuntungan yang dicerminkan dari produksi susu yang merupakan produk utama dalam usaha sapi perah. Kualitas pakan sangat ditentukan oleh susunan ransum yang disusun dalam pakan konsentrat dan sumber bahan baku yang digunakan dalam menyususn ransum, disamping harga bahan baku yang tersedia spesifik lokasi. Bahan penyusun ransum konsentrat sapi perah secara umum tersusun dari bahan baku bungkil kedele yang harganya relatif mahal. Upaya untuk mengatasi permasalahan dalam menyusun ransum dengan harga lebih murah dan tidak mengurangi kandungan nilai gizi perlu dilakukan substitusi bahan lain dengan komposisi ransum yang efisien sehingga diperlukan terobosan teknologi.
Limbah perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih tersedia cukup banyak, dimana Indonesia adalah merupakan produksi minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Lahan perkebunan kelapa sawit meningkat dari tahun ketahun, dimana pada tahun 2005 mencapai 5 juta ha (LRPI, 2006) dan tahun 2009 mencapai 7 juta ha (BPS, 2008). Selain minyak sawit sebagai produk utama, dihasilkan pula limbah dalam proses pengolahan buah sawit yakni tandan buah kosong (TBK), serat buah perasan, lumpur sawit, cangkang sawit dan bungkit inti sawit (BIS) yang merupakan salah satu hasil ikutan inti sawit setelah ekstrasi lemak dengan cara kimiawi (ekstrasi) atau dengan proses fisik (expeller). BIS sampai dengan saat ini umumnya digunakan sebagai bahan baku pakan ternak ruminansia dibandingkan pada unggas (BADAN LITBANG PERTANIAN, 2008). Penggunaan BIS sebagai pakan unggas telah banyak dilakukan (SUPRIYATI et al., 1998; SOFYAN et al., 2007). Pada ternak domba sebesar 30 persen memberikan respon terhadap bobot badan 40 g/hari dibandingkan dengan
tanpa BIS (SUHARJA dalam TROBOS, 2008), tetapi di indonesia pada sapi perah belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi penggunaan BIS sebagai substitusi bungkil kedelai dalam ransum sapi perah.
MATERI DAN METODE
Penelitian uji pakan konsentrat dilakukan di laboratorium penelitian Balai Penelitian Ternak Bogor dengan menggunakan materi ternak sapi perah 13 ekor yang dikelompokkan dalam 2 perlakukan (pakan dengan menggunakan BIS 10 persen dan BIS 30 persen dari ransum yang disusun. Pemberian pakan konsentrat dilakukan pada kelompok ternak perlakuan (6 dan 7 ekor sapi perah) dengan masing-masing pemberian rumput 40 kg/hari, dan konsentrat 7,5 kg/ekor/hari. Pakan yang diberikan dibagi menjadi 2 bagian, yang diberikan pada pagi hari (jam 7.00) dan sore hari (14.00), dengan pemberian pakan konsentrat terlebih dahulu. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan rekording produksi susu harian sampai dengan laktasi bulan ke-8. Analisis pengamatan dilakukan melalui pola efisiensi usaha dengan membandingkan harga jadi pakan konsentrat yang disusun, dengan produksi susu hasil rekording selama pengamatan, yang dirumuskan:
Efisiensi penggunaan pakan:
(Rs2 – Cs2) – (Rs1- Cs1) Rs2: Qs2 × Ps
Rs1: Qs1 × Ps Cs2: Qp2 × Pp2 Cs1: Qp1 × Pp1
Rs2: Total penerimaan dengan ransum konsentrat BIS 30% (Rp)
Rs1: Total penerimaan dengan ransum konsentrat BIS 10% (Rp)
Qs2: Produksi susu hasil rekording dengan 30% BIS (liter)
Qs1: Produksi susu hasil rekording dengan 10% BIS (liter)
Ps: Harga susu yang berlaku (Rp. 3.100/liter)
Cs2: Total biaya penggunaan BIS 30% (Rp) Cs1: Total biaya penggunaan BIS 10% (Rp) Qp2: Total penggunaan pakan BIS 30% (kg)
Qp1: Total penggunaan pakan BIS 10% (kg) Pp1: Harga ransum konsentrat BIS 30%
(Rp/kg)
Pp2: Harga ransum konsentrat BIS 10% (Rp/kg)
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi susunan ransum dengan penggunaan BIS
Komposisi susunan ransum dimodifikasi dengan melakukan substitusi bungkil inti sawit (BIS) sebagai pengganti bungkit kedele, dengan upaya mempertahankan kadar protein kasar diatas 16 persen dan TDN (Total Digestible Nutrient) diatas 70 persen. Kondisi tersebut dilakukan karena masih tingginya harga bungkil kedele (Rp. 5.700/kg), dengan harapan dapat menurunkan harga jual konsentrat yang dibuat. Dalam penyusunan ransum tersebut terlihat beberapa perubahan komposisi bahan baku yang digunakan dalam menyusun ransum, yakni yang utama adalah penggunaan BIS dari 10 persen menjadi 30 persen sehingga terjadi penurunan bungkil kedele dari 17 persen ke 11 persen, polar dari dari 30 persen ke 20 persen, onggok dari 14 persen ke 10 persen, dan komposisi lainnya cenderung sama (Tabel 1). Ditinjau dari aspek kualitas ransum yang dibuat tidak banyak mengalami perubahan dimana kadar protein kasar (PK) cenderung sama (16,2 persen), dan
bahkan TDN cenderung mengalami peningkatan (70,5 vs 73,3 persen). Kondisi demikian menunjukkan bahwa ransum dengan penggunaan BIS 30 persen dinyatakan tidak banyak mengalami perubahan ditinjau dari aspek kualitas ransum yang dibuat.
Perhitungan efisiensi susunan ransum konsentrat
Dengan memperhatikan harga bahan baku pakan terlihat bahwa harga bungkil kedele sangat tinggi (Rp. 5.700/kg) yang bila dibandingkan dengan harga BIS sangat berbeda jauh (Rp. 1.100/kg), hal demikian sangat rasional bahwa substitusi BIS dalam ransum memberikan prospek dalam menekan biaya ransum yang dibuat. Komposisi susunan ransum yang dibuat terlihat bahwa penggunaan polar pada substitusi BIS cenderung menurun dimana harga pollar juga cukup tinggi (Rp. 2.150/kg), demikian pula harga bahan baku onggok (Rp. 1.000/kg, yang hal demikian akan menurunkan biaya pembuatan ransum dengan penggunaan BIS 30 persen dibandingkan dengan 10 persen yang diperoleh nilai konsentrat Rp. 1.963 vs Rp. 2.340/kg) ransum konsentrat (Tabel 2). Hal demikian telah terjadi efisiensi ditinjau dari harga pakan yakni dengan penggunaan BIS 30 persen akan menurunkan harga pakan yeng lebih murah (lebih efisien 16 persen). Dengan konversi harga susu yang terjadi (Rp. 3.100/l),
Tabel 1. Komposisi susunan ransum dan analisis kandungan nutrisi dalam konsentrat yang disusun Penggunaan BIS (10 persen) Penggunaan BIS (30 persen) Bahan baku ransum Komposisi
(%) PK (%) TDN (%) Komposisi (%) PK (%) TDN (%) Pollar 30 3,9 18,3 20 2,6 12,2 Onggok 14 0,5 11,6 10 0,4 8,3 Dedak padi 19 2,5 13,5 19 2,5 13,5 Bungkil kedele 17 7,0 11,4 11 4,5 7,4 BIS 10 2,0 8,1 30 5,9 24,3 Mollasses 8 0,3 7,7 8 0,3 7,7 Mineral 1 0 0 1 0 0 Garam 0,5 0 0 0,5 0 0 Kapur 0,5 0 0 0,5 0 0 Total 16,2 70,5 16,2 73,3
Tabel 2. Perhitungan harga bahan baku dan susunan ransum dengan penggunaan BIS sebagai pengganti bungkil kedele (per kg konsentrat)
Penggunaan BIS (10 persen)
Penggunaan BIS (30 persen) Bahan baku pakan Harga bahan baku
(Rp/kg)
Nilai bahan (Rp) Nilai bahan (Rp)
Pollar 2150 645 430 Onggok 1000 140 100 Dedak padi 1500 285 285 Bungkil kedele 5700 969 627 BIS 1100 110 330 Mollases 1750 140 140 Mineral 4000 40 40 Garam 1200 6 6 Kapur 1000 5 5 Total/kg konsentrat 2.340 1.963
maka harga pakan konsentrat yang dibuat masih dianggap tinggi, dengan pertimbangan penelitian (SIREGAR, 1996) bahwa harga jual susu yang diterima peternak akan menguntungkan dari aspek usahaternak bila rasio harga susu mencapai 2,1 kali lipat harga konsentrat yang digunakan, sedangkan hasil yang diperoleh baru mencapai rasio 1,57.
Penampilan produktivitas sapi perah selama pengamatan (produksi susu)
Untuk mengetahui efektivitas uji penggunaan pakan konsentrat yang disusun dalam ransum sudah terlihat bahwa pakan dengan penggunaan BIS 30 persen diperoleh harga konsentrat lebih murah dibandingkan dengan 10 persen BIS. Tetapi perlu dilihat pula tinggat produktivitas ternak (produksi susu) yang dihasilkan akibat pemberian kedua ransum tersebut, sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas dan efisiensi ransum yang disusun. Hasil rekapitulasi produksi susu yang dilakukan selama 8 bulan laktasi, menunjukkan bahwa penggunaan konsentrat dengan BIS 30 persen terlihat mampu meningkatkan produksi susu lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan BIS 10 persen (Tabel 3).
Selisih produksi susu tertjadi sejak awal penelitian dengan selisih produksi 13 liter pada bulan I dan II dan paling tinggi pada bulan VI pemberian ransum (perbedaan 55 l/bulan).
Secara rinci dilihat dari (Gambar 1), menunjukkan bahwa semakin lama pemberian ransum terlihat bahwa selisih produksi susu bulanan semakin tinggi. Hal demikian menggambarkan bahwa ransum dengan BIS 30 persen mampu meningkatkan produksi susu dibandingkan dengan BIS 10 persen, dapat dilihat pula pada kurva selisih produksi susu yang semakin meningkat, dan selisih tertinggi terjadi pada bulan VI laktasi. Berdasarkan total produksi susu pada pemberian konsentrat 30 persen mencapai 2.157 liter, sedangkan ransum BIS 10 persen hanya 1.887 liter, dimana ransum BIS 30 persen lebih tinggi 270 liter dibandingkan dengan ransum BIS 10 persen, yang terlihat puncak produksi terjadi pada bulan III dan menurun sampai dengan bulan VII.
Analisis efisiensi penggunaan pakan berbahan baku BIS sebagai substitusi bungkil kedele
Dari hasil perhitungan analisis selama 8 bulan pengamatan, menunjukkan bahwa dengan penggunaan BIS 30 persen dalam ransum, cenderung akan menurunkan biaya pakan karena menurunnya harga ransum yang dibuat. Selama 8 bulan akan menurunkan biaya mencapai Rp. 678.000, sebaliknya dilihat dari produksi susu terjadi peningkatan sebesar 350 liter (Tabel 4). Kondisi demikian akan berpengaruh terhadap penerimaan yang
Tabel 3. Rataan produksi susu bulanan sampai dengan 8 bulan pengamatan dibedakan atas perlakuan pakan (l/ekor/bulan)
Produksi susu bulan laktasi Perlakuan
I II III IV V VI VII VIII Total
Konsentrat dengan BIS 10% 226 274 280 273 234 215 191 194 1.887 Konsentrat dengan BIS 30% 238 287 319 306 279 270 222 236 2.157
Selisih 13 13 39 33 45 55 31 42 270
Gambar 1. Produksi susu berdasarkan bulan laktasi antar perlakuan
Tabel 4. Pehitungan ekonomis penggunaan pakan BIS selama 8 bulan laktasi
Peubah Pakan BIS 10% Pakan BIS 30% Selisih
Biaya pakan (Rp.) 4.212.000 3.533.400 678.000 (menurun) Prod susu (liter) 1.807 2.157 350 (meningkat) Penerimaan susu (Rp.) 5.601.750 6.686.700 1.085.000 (meningkat)
Keuntungan (Rp.) 1.389.700 3.153.300 1.763.600 (efisiensi)
Nilai efisiensi (Rp.) 9.797/ekor/hari
Efisiensin/tahun (konversi 305 hari) (Rp.) 2.988.085/ekor/tahun
dihasilkan antar perlakukan yang berdampak terhadap keuntungan yang dihasilkan selama 8 bulan penelitian dimana tingkat keuntungan usaha mencapai Rp. 1.389.700 (BIS 10 persen), dan Rp. 3.153.300 (BIS 30 persen). Kondisi demikian dapat dinyatakan bahwa dengan penggunaan BIS 30 persen telah terjadi
efisiensi usaha mencapai Rp. 1.73.600 selama penelitian berlangsung, atau dikonversi pada efisiensi harian mencapai 9.797/ekor/hari. Dalam perhitungan yang dikonversikan pada 1 tahun laktasi (305 hari) maka penggunaan BIS 30 persen akan terjadi efisiensi pendapatan sebesar Rp. 2.988.085/ekor/tahun dibandingkan
0 50 100 150 200 250 300 350 1 2 3 4 5 6 7 8 Bulan laktasi Pro d
uksi susu (liter)
BIS 10 5 BIS 30 5 Selisih
dengan penggunaan BIS 10 persen. Hasil yang diperoleh tampak lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (JARMANI dan HIDAYATI, 2005) dengan suplementasi 15 persen onggok fermentasi kedalam konsentrat mampu meningkatkan pendapatan Rp. 670/ekor/hari. Disisi lain penelitian dengan pemberian konsentrat bagus yang diikuti frekuensi pemerahan 2 kali menjadi 4 kali sehari semalam mampu meningkatkan kemampuan produksi susu rataan 157,78 persen/ekor (MCCULLOUGH, 1973), yang menunjukkan bahwa inovasi teknologi pakan sangat menentukan produksi susu sekaligus keuntungan peternak.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis efisiensi pemanfaatan pakan konsentrat dengan menggunakan BIS sebagai substitusi bungkil kedele dapat disimpulkan bahwa:
1. Substitusi BIS 10 persen dan 30 persen dalam ransum yang disusun cenderung memberikan kualitas yang relatif sama yakni diperoleh PK sebesar 6,2 persen dan TDN dengan BIS 30 persen cenderung lebih tinggi (73,2 persen vs 70,5 persen). 2. Harga ransum dengan penggunaan BIS 30
persen cenderung mampu menekan harga jual konsentrat (Rp. 1.963/kg) dibandingkan dengan BIS 10 persen (Rp. 2.340/kg), yang hal tersebut terkait dengan semakin rendahnya bingkit kedele yang digunakan yang harganya relatif mahal (Rp. 5.700/kg). 3. Berdasarkan pencatatan produksi susu
selama 8 bulan, menunjukkan bahwa perlakuan BIS 30 persen, produksi susu cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan BIS 10 persen, yang ditunjukkan pula selisih priduksi susu bulanan yang semakin tajam dengan semakin lama laktasi.
4. Nilai efisiensi dengan penggunaan BIS 30 persen dibandingkan dengan BIS 10 persen mencapai Rp. 9.797/ekor/hari, dan bila
dikonversi pada 305 hari mencapai Rp. 2.988.085/ekor/hari, dengan konversi harga susu saat ini (Rp. 3.100/liter).
DAFTAR PUSTAKA
BADAN LITBANG PERTANIAN. 2008. Pemanfaatan bungkil inti sawit sebagai pakan ternak. Bahan Memorandum Kepala Badan Litbang kepada menteri Pertanian. Maret, 2008.
BPS. 2008. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
JARMANI,S.N. dan N.HIDAYATI. 2005. Kemingkinan
mendapatkan pendapatan mandiri peternak sapi perah rakyat melalui perbaikan manajemen pakan. Pros. Seminar nasional Paternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005. Puslitbang Paternakan, Bogor. hlm. 333 – 339.
LRPI. 2006. Pemanfaatan oleokimia berbasis minyak sawit. Media Komunikasi Lingkup Unit Kerja LRPI 2(2): .
MCCULLOUGH, M.E. 1973. Optimum Feeding Of Dairy Animal For Milk And Meat. The University of Georgia Press, Athens.
SIREGAR, S.B. 1996. Sapi Perah dan Jenis. Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha. PT Penebar Swadaya, Jakarta.
SOFYAN, L.A., N. RAMLI, K.G. WIRYAWAN, K. ZARKASI dan W.G. PILLIANG. 2007. polisakarida mengandung Mannan Bungkil Inti Sawit sebagai antimikroba Salmonela Typimurium pada Ayam. Media Peternakan 30(2): 139 – 146.
SUPRIYATI, A.P. SINURAT, T. PURWADARIA dan T. HARYATI. 1998. Pengkayaan Gizi Bahan Pakan Inkonvensional melalui Fermentasi untuk Ternak Unggas : 1. Fermentasi Bungkil Inti Sawit secara Substrat Padat dengan Menggunakan Aspergilus Niger. Kumpulan Hasil Penelitian Peternakan 1996/1997. Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan, Bogor.
TROBOS. 2008. Bungkil Sawit: Limbah Yang Potensial. Majalah Trobos, Media Agribisnis Peternakan dan Perikanan, 01 Oktober 2008.