• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Eksis ISSN :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Eksis ISSN :"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 15 No 1 April 2019

Sosial, Ekonomi dan Bisnis Halaman 95

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH

TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH PADA SELURUH KAB/KOTA DI

KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2013-2017

Muhammad Kadafi1, Oemar Dhanny2, Dewi Wahyuni3 kadafi_aqila@yahoo.com, odhanny@gmail.com, Dewiwahyuni734@gmail.com

123 Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Samarinda

123 Jl. Cipto Mangunkusumo, Sungai Keledang, Kec. Samarinda Seberang Kota Samarinda, 75242

ABSTRACT

The purpose of this research to know the level of regional financial indepedence in all city districts in the Province of East Kalimantan period of 2013-2017. This research use secondary data, namely reports on the realization of regional income that are focused in capital expenditure and government equity capital in all city districs in the province of East Kalimantan obtain from Financial Management Board and The Regional Assets period 2013-2017. This research use multi linier regression of parametic statistic analithycal method. The results showed:1) Based on partialy capital expenditure does not have a significant effect on the level of local independence. 2) Based on partialy government equity capital is positively influenced isn’t significant effect to the level of local independence. 3) Capital expenditure and government equity capital based on sumultaneous (f-test) doesn’t have a significant effect to the level of local independence in all city districts in the province of East Kalimantan.

Keywords: Capital Expenditure, Government Equity Capital and The Level of District independence.

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untukmengetahui tingkat kemandirian keuangan daerah pada seluruh kabupten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2013-2017. Data penelitian ini adalah data sekunder yaitu laporan realisasi pendapatan daerah yang di fokuskan pada belanja modal dan penyertaan modal pemerintah dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur selama 5 tahun yang diperoleh dari Dinas Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) tahun anggaran 2013-2017.Hasil penelitian menunjukkan: 1) Secara parsial belanja modal tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. 2) Secara parsial penyertaan modal pemerintah berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. 3) Belanja modal dan penyertaan modal pemerintah secara simultan (Uji F) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur.

Kata Kunci: Belanja Modal, Penyertaan Modal Pemerintah, dan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

PENDAHULUAN

Sejak diberlakukanya Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, setiap daerah memiliki hak untuk mengatur daerahnya sendiri. Setiap daerah kabupaten kota memiliki otonomi untuk berkreasi mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah mempunyai tujuan meningkatkan

(2)

Volume 15 No 1 April 2019

Sosial, Ekonomi dan Bisnis Halaman 96

pelayan masyarakat yang semakin baik, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan nasional, pemerataan wilayah daerah, pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI, mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Salah satu tujuan untuk mencapai tingkat kemandirian keuangan daerah adalah dengan pemberlakuan otonomi.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 114/PMK.02/2016 Tentang Klasifikasi Anggaran menyatakan bahwa belanja modal adalah pengeluaran untuk pembayaran perolehan aset dan/atau menambah nilai aset tetap/aset lain yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap/aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Belanja modal pada umumnya dialokasikan untuk memperoleh aset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Pemerintah merancang suatu perencanaan pembangunan daerah yang dapat diwujudkan melalui aspek pengelolaan keuangan yang dikelola dengan manajemen yang baik agar tercapai kinerja keuangan yang dinyatakan baik. Selain itu pemerintah daerah juga dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta.

Penyertaan modal daerah adalah setiap usaha dalam menyertakan modal daerah pada suatu usaha bersama dengan pihak ketiga dan atau pemanfaatan modal daerah oleh pihak ketiga dengan suatu imbalan tertentu. Pihak ketiga tersebut adalah instansi atau Badan Usaha dan atau perseorangan yang dapat melakukan kerjasama dengan pihak Pemerintah daerah, yaitu Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Usaha Koperasi, Perusahaan Swasta yang tunduk pada Hukum Indonesia. Penyertaan modal daerah tersebut bertujuan untuk mendapatkan bagi hasil dari pihak ketiga berupa pembagian hasil keuntungan perusahaan.

Kemampuan daerah dalam mengelola keuangan dituangkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, dan pelayanan sosial masyarakat. Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pendapatan asli daerah meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Penyerahan sumber keuangan daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah maupun berupa dana perimbangan merupakan konsekuensi dari adanya penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah yang diselenggarakan berdasarkan asas otonomi. Untuk menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, daerah harus mempunyai sumber keuangan agar daerah tersebut mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di daerahnya.

Tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur dapat terpenuhi apabila terdapat peningkatan pendapatan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Dana Perimbangan dan Pendapatan Lain-lain. Sehingga semakin besar tingkat pendapatan dan penerimaan yang diperoleh Pemerintah Daerah daripada bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat maka dapat dikatakan daerah yang mandiri. Salah satu alat untuk menganalisis kemandirian keuangan daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisa rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD). Halim (2007:230), mengungkapkan bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dituangkan dalam APBD yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan keuangan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan pelayanan masyarakat.

Erlanda (2016) melakukan penelitian pengaruh belanja modal, penyertaan modal pemerintah terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah studi kasus pada pemerintah kota Samarinda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel independen yaitu belanja modal dan penyertaan modal pemerintah berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Darwis (2015) melakukan penelitian pengaruh belanja modal dan belanja pegawai terhadap tingkat kemandirian daerah pada kab/kota provisni Sumatera Barat dan menunjukkan hasil bahwa belanja belanja modal dan belanja pegawai berpengaruh signifikan negatif tarhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten dan kota di provinsi Sumatera Barat.

(3)

Volume 15 No 1 April 2019

Sosial, Ekonomi dan Bisnis Halaman 97

Untuk mewujudkan tingkat kemandirian daerah Provinsi Kalimantan Timur pemerintah membutuhkan sumber dana yang cukup besar dari Pendapatan Asli Daerah. Sumber dana PAD Provinsi Kalimatan Timur sendiri terdiri dari penerimaan Pajak daerah, penerimaan retribusi daerah, dan pajak kendaraan bermotor, dimana pajak daerah memiliki beberapa aspek yaitu Penerimaan bagian laba atas penyertaan modal BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), Penerimaan DBH (Dana Bagi Hasil) Pajak provinsi, dan Penerimaan DBH (Dana Bagi Hasil) SDA Provinsi Kalimantan Timur. Sehingga semakin besar tingkat pendapatan dan penerimaan daerah maka semakin pesat pertumbuhan ekonomi yang ada pada Provinsi Kalimantan Timur.

LANDASAN TEORI Belanja Modal

Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap dan investaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah jumlah aset atau kekayaan organisasi sektor publik, yang selanjutnya akan menambah anggaran operasional untuk biaya pemeliharaan (Nordiawan, 2009:50). Belanja modal dikelompokkan menjadi belanja langsung dan tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.

Belanja modal memiliki karakteristik yang spesifik yang menunjukkan sebagai pertimbangan dalam pengalokasinnya. Pemerolehan aset tetap juga memiliki konsekuensi pada badan operasional dan pemeliharaan dimasa yang akan datang (Bati, 2009). Keberadaan anggaran belanja modal yang bersumber dari bantuan pusat atau pendapatan asli daerah, yang apabila dibandingkan dengan investasi swasta mempunyai nilai yang relatif kecil, namun belanja modal tersebut mempunyai peranan strategis, karena sasaran penggunannya untuk membiayai pembangunan dibidang saran dan prasarana yang dapat menunjang kelancaran usaha swasta dan pemenuhan pelayanan masyarakat.

Adapun jenis-jenis belanja modal dalam SAP, yaitu : 1. Belanja modal tanah

2. Belanja modal mesin dan peralatan 3. Belanja modal gedung dan bangunan 4. Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan 5. Belanja modal Fisik lainnya

Penyertaan Modal Pemerintah

Definisi secara umum penyertaan modal pemerintah adalah suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru atau yang sudah berjalan, dengan melakukan setoran modal perusahaan tersebut.

Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan Negara dari Anggrana Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya yang dikelola secara korporasi.

Penyertaan Modal Pemerintah pusat/daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik Negara/daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham Negara atau daerah pada badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara.

Pasal 1 angka 4 PP No.1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah menyatakan Penyertaan Modal adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas atau Pengambilalihan Perseroan Terbatas.

Dalam Pengelolaan dan Pertanggungjawaban keuangan Negara terdapat beberapa jenis penyertaan modal yaitu, antara lain:

a. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara yang semula merupakan kekayaan Negara yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan Negara yang

(4)

Volume 15 No 1 April 2019

Sosial, Ekonomi dan Bisnis Halaman 98

dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan Hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah.

b. Dalam APBD, penyertaan modal pemerintah daerah kedalam perusahaan daerah adalah salah satu bentuk kegiatan/usaha pemda untuk meningkatkan pendapatan daerah guna mensejahterakan masyarakat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dinyatakan bahwa modal atau penambahan penyertaan modal kepada perusahaan daerah harus diatur dalam perda tersendiri tentang penyertaan atau penambahan modal.

c. Penyertaan modal Bank Indonesia sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Republik Indonesia No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU republik Indonesia No.6/2009 dan penjelasannya. Bank Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dana untuk penyertaan modal tersebut hanya dapat diambil dari dana cadangan tujuan.

Tingkat Kemandirian Daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, kemandirian keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri dalam rangka asas desentralisasi.

Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah (Halim, 2008:232).

Abdul Halim (2008:232) dalam Erlanda (2016) menyatakan bahwa, kemandirian keuangan daerah sendiri ditujukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber pendapatan lain misalnya, bantuan pemerintah pusat ataupun pinjaman. Adapun tujuan kemandirian keuangan daerah ini mencerminkan suatu bentuk pemerintahan daerah apakah dapat menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Kemandirian keuangan daerah juga menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern.

METODE PENELITIAN ObjekPenelitian

Objek penelitian ini adalah pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Timur dengan memfokuskan penelitian untuk membahas tentang Laporan Realisasi Anggaran APBD dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah kab/kota di Provinsi Kalimantan Timur periode 2013-2017.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data Sekunder yaitu pengumpulan data dilakukan dengan data yang telah ada dan tersedia baik buku-buku literatur ataupun sumber-sumber lain yang di peroleh dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) tahun Anggaran 2013-2017 Kota Samarinda.

Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses penyerdehanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinteprestasikan. Untuk itu, data dihimpun dari hasil penelitian di lapangan akan disusun dan dibandingkan dengan data kepustakaan, kemudian dilakukan analisis untuk ditarik kesimpulan. Analisis dalam penelitian ini menggunakan statistik parametrik dengan menggunakan regresi linier berganda.

Uji Asumsi Klasik

Yudaruddin (2014;129) keabsahan model dapat diketahui jika asumsi asumsi yang mendasari dari metode OLS dpat dipenuhi. Jika asumsi ini terpenuhi maka menurut Teori Gauss markov penduga koefisien regresi (β) dengan OLS akan BLUE (Best Linear Unbias Estimator). Asumsi ini dikenal

(5)

Volume 15 No 1 April 2019

Sosial, Ekonomi dan Bisnis Halaman 99

dengan asumsi klasik. Adapun uji asumsi klasik dalam penelitian ini menggunakan program komputer SPSS Versi 20 yang terdiri antara lain.

1. Uji Normalitas

Ghozali (2018:161) menyatakan uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa Uji t dan f mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti retribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sempel kecil.

2. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel bebas (Independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling korelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesame variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebaga berikut:

a. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara

individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

b. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi multikolinieritas.

c. Multikolinieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel lainnya (Ghozali, 2018:107)

3. Uji Autokorelasi

Ghozali (2018:111) menyatakan bahwa Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada t dengan kesalahan pengganggu pada periode t -1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelas. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi yaitu menggunakan Uji Durbin – Watson (DW test).

Uji Durbin Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi di antara variabel independen. Hipotesis yang akan di uji adalah :

4. Uji Heteroskedastistas

Ghozali (2018:137) menyatakan uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian nilai residual dari satu pengamatan ke pengamatan yan lain. Jika variance dari residual pengamatan lainnya tetap, maka dinamakan homoskedastisitas, sedangkan jika

(6)

Volume 15 No 1 April 2019

Sosial, Ekonomi dan Bisnis Halaman 100

berada dinamakan heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.

5. Analisis Regresi

Pengujian hipotesis dilakuakan dengan menggunakan model analisis regresi linier berganda. Model analisis linier berganda adalah model regresi yang memiliki lebih dari satu variabel independen.Alat analisis yag digunakan adalah regresi linier berganda yang digunakan untuk melihat Pengaruh Belanja Modal Dan Penyertaan Modal pemerintah Serta Insentif Pemungutan Pajak dan Retribusi Terhadap Tingkat Kemandirian Daerah. Data diolah dengan bantuan alat analisis yang menggunakan SPSS versi 25. Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya variabel independen terhadap variabel dependen, dengan asumsi yang lain konstanta, dimana rumusnya: (Ghozali, 2018)

𝑌 = 𝛼 + 𝛽1𝑋1+ 𝛽2𝑋2 + 𝛽3𝑋3 + ⋯ + 𝑒

Keterangan : α : Konstanta

Y : Tingkat Kemandirian Daerah β : Koefisien arah regresi

X1 : Belanja Modal

X2 : Penyertaan Modal Pemerintah e : error

6. Uji Hipotesis

Dalam analisis regresi linier terdapat tiga jenis kriteria ketepatan untuk mengukur hipotesis, yaitu Uji statistik t digunakan untuk memperoleh keyakinan tentang kebaikan dari model regresi dalam memprediksi, dan koefisien determinasi untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat (Kuncoro, 2009:238).

a. Uji F (Simultan)

Uji F- Statistik pada dasarnya menunjukkan semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersa-sama terhadap variabel terikat (Ghozali, 2006:44).

b. Uji T (Parsial)

Ghozali (2018:99) menyatakan uji stastistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/indenpenden secara individual dalam menerangkan variabel-variabel dependen.Penerima atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria:

1. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

2. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisisen regresi signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

c. Uji Determinasi (R2)

Ghozali (2018:97), menurutnya koefisien pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi

variabel dependen amat terbatas. Jika nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen membelikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel independen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(7)

Volume 15 No 1 April 2019

Sosial, Ekonomi dan Bisnis Halaman 101

Kalimantan Timur adalah wilayah yang berstatus provinsi di Indonesia. Provinsi ini merupakan salah satu dari lima provinsi di Kalimantan. Kalimantan Timur merupakan provinsi terluas ketiga di Indonesia dengan luas wilayah 243.237.80 km2 atau sekitar satu setengah kali pulau jawa dan madura atau 11% dari total luas wilayah Indonesia.Wilayah Kalimantan Timur meliputi Pasir, Kutai, Berau dan Karasikan diklaim sebagai wilayah taklukan Maharaja Suryanata. gubernur Majapahit di Negara Dipa (Amuntai) hingga masa Kesultanan Banjar.

Pembentukan Provinsi Kalimantan Timur (masih termasuk Kaltara) berdasarkan Undang-undang No. 27 Tahun 1959, tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1955 No. 9). Lembaran Negara No. 72 Tahun 1959 terdiri atas pembentukan 2 kotamadya dan Pembentukan 4 kabupaten. Pembentukan 2 kabupaten kotamadya, yaitu:

1. Kotamadya Samarinda, dengan Kota Samarinda sebagai ibukotanya dan sekaligus sebagai ibukota Provinsi Kaliamantan Timur.

2. Kotamadya Balikpapan, dengan kota Balikpapan sebagai ibukotanya dan merupakan pintu gerbang Kalimantan Timur.

Sedangkan pembentukan 4 kabupaten, yaitu:

1. Kabupaten Kutai, dengan ibukotanya Tenggarong. 2. Kabupaten Pasir, dengan ibukotanya Tanah Grogot. 3. Kabupten Berau, dengan ibukotanya Tanjung Selor. 4. Kabupaten Bulungan, dengan ibukotanya Tanjung Selor.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Mahakam Ulu yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), maka untuk Provinsi Kalimantan Timur saat ini hanya terdiri dari 7 Kabupaten dan 3 Kota yakni Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Panajam Paser Utara, Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kota Bontang, dan Kabupaten Mahakam Ulu.

Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan bertujuan untuk mengetahui data dalam variabel yang akan digunakan pada penelitian berdistribusi normal atau mendekati normal. Menguji normalitas data, penulis menggunakan uji normal Kolmogrov-Somornov Tes jika didapat nilai signifikansi > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal secara multivariate.

Tabel Uji Normalitas (lampiran)

Berdasarkan tabel 4.7 Dengan uji statistik non/parametric Kolmogorov Smirnov diperoleh dengan nilai

Asymp. Sig = 0,200 > 0,05, artinya data berdistribusi normal sehingga data pada penelitian ini layak untuk digunakan.

2. Uji Multikolinearitas

Uji Multikoliniearitas digunakan untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya kolerasi antar variabel independen dalam model regresi. Uji asumsi klasik multikoliniearitas hanya dapat dilakukan jika terdapat lebih dari satu variabel independen dalam modal regresi multivariate. Cara yang umum digunakan oleh para peneliti untuk mendeteksi ada tidaknya problem multikoliniearitas pada model regresi adalah dengan melihat nilai Tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai

Tolerance > 0,100 dan nilai VIF < 10,00 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi

multikoliniearitas antar variabel bebas p pada model regresi (Ghozali, 2018:107). Berikut adalah tabel hasil uji multikoliniearitas:

(8)

Volume 15 No 1 April 2019

Sosial, Ekonomi dan Bisnis Halaman 102

Hasil pengujian multikoliniearitas menunjukkan nilai Variance Inflation Factor (VIF) semua variabel independen bernilai 1.119 (di bawah 10). Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel dalam model regresi sehingga data pada penelitian ini layak untuk digunakan.

3. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi dugunakan untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi dalam penelitian, dalam uji ini menggunakan durbin-watson test. Uji autokolerasi dapat dapat dilihat pada tabel 4.9 Berikut ini: Tabel Uji Atutokeorelasi (lampiran)

Hasil pada tabel 4.9 bahwa menunjukkan nilai Durbin-Watson (DW) sebesar 1.743. Nilai tersebut dibandingkan dengan nilai pada tabel Durbin-Watson dengan menggunakan signifikansi 0.05. Dari tabel Durbin-Watson, dengan jumlah sample (N) 50 dan jumlah variabel bebas (k) 2 (dua) diperoleh dari nilai du sebesar 1.6283. Oleh karena itu nilai (du) 1.6283 < (dw) 1.743 < 2.3757 (4-du), maka dapat disimpulkan korelasi

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengmatan lain. Jika variance satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak heteroskedastisitas (Ghozali,2018:137).

Ada beberapa cara untuk mendeteksi problem heterokedastisitas pada model regresi antara lain: 1. Dengan melihat grafik scatterplot, yaitu ploting titik-titik menyebar secara acak dan tidak

berkumpul pada satu tempat maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi prolem heterikedastisitas. 2. Dengan menggunakan uji statistik glejser yaitu dengan mentransformasi nilai residual absolute

residual dan meregresnya dengan variabel independen dalam model. Jika diperoleh nilai signifikan untuk variabel independen > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat problem heterokedastisitas.

Tabel Hasil Uji Glejser (lampiran)

Pada tabel 4.10 menunjukkan hasil uji glejser dengan probabilitas signifikan variabel belanja modal sebesar 0,623 dan penyertaan modal pemerintah sebesar 0,313. Kedua variabel tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.

Analisis Regresi Berganda

Analisis linier berganda yang digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas yaitu Belanja Modal, Penyartaan Modal Pemerintah terhadap variabel terikat yakni Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur. Sebelum melakukan uji analisis regresi linier berganda, model regresi harus memiliki asumsi normalitas data dan lolos dari uji asumsi klasik statistik seperti uji multikoliniearitas, uji autokorelasi dan uji heterekedastisitas.

Tabel Hasil Analisis Regresi Berganda (lampiran)

Hasil regresi menunjukkan nilai R2 adalah 0.034 hal ini berarti tingkat keeratan hubungan antara variasi belanja modal dan penyertaan modal pemerintah terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah adalah 3,4%. Sedangkan sisanya (100% - 3,4% = 96,9%) dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hubungan variabel independen dan variabel dependen yang dirumuskan dalam persamaan berikut:

Y =0,257+0,000X1+0,008X2+e

(9)

Volume 15 No 1 April 2019

Sosial, Ekonomi dan Bisnis Halaman 103

1. Nilai konstanta sebesar 0,257 berarti jika variabel belanja modal (X1), dan penyertaan modal pemerintah (X2) tidak diperhitungkan/tidak ada maka Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah akan menurun sebesar 0,257.

2. Pengaruh belanja modal (X1) terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (Y).

Hasil pengujian menunjukkan nilai variabel belanja modal (X1) sebesar 0.000 dengan signifikansi sebesar 0,944 dan > 0,05 yang berarti bahwa model regresi tersebut tidak signifikan. Nilai variabel belanja modal (X1) sebesar 0,000 bahwa besarnya jumlah belanja modal akan menaikkan jumlah tingkat kemandirian suatu daerah sebesar 0.000 atau 0% dengan mengasumsikan bahwa variabel independen lain konstan. Dengan demikian secara parsial belanja modal (X1) tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

3. Nilai koefisien regresi penyertaan modal pemerintah (X2) adalah sebesar 0.008 diartikan jika terjadi kenaikan 1% pada variabel penyertaan modal pemerintah, sedangkan variabel independen lainnya dianggap konstan, maka dapat menurunkan variabel dependen sebesar 0,8%.

UJI HIPOTESIS Uji T (Parsial)

Belanja Modal memiliki nilai signifikan sebesar 0.944 yang berarti bahwa nilai signifikan lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 atau 0.944 > 0.05 maka H1 ditolak. Belanja modal (X1) mempunyai thitung =

0.070 dan ttabel 2.01174. Jadi dapat disimpulkan bahwa thitung < ttabel sehingga variabel X1 tidak

mempengaruhi terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

H2 = Penyertaan modal pemerintah berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap tingkat

kemandirian keuangan daerah.

Pada tebel 4.12 menunjukkan variabel penyertaan modal pemerintah (X2) memiliki nilai signifikansi 0.243 yang berarti nilai signifikansi lebih besar dari dari nilai probabilitas 0.05 atau 0.243 > 0.05 maka H2 ditolak. Variabel penyertaan modal pemerintah mempunyai thitung = 1.183 dan ttabel =

2.01174. Jadi dapat disimpulkan thitung > ttabel sehingga variabel X2 tidak memiliki kontribusi terhadap

Y. Sehingga dapat dinyatakan bahwa penyertaan modal pemerintah tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keungan daerah seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Timur.

Uji F (Simultan)

Hasil pengujian simultan diperoleh nilai fhitung = 0,816 < ftabel = 3,19 dan nilai signifikan lebih besar dari

nilai probabilitas 0,05 atau 0,448 > 0,05; maka dapat disimpulkan secara simultan belanja modal dan penyertaan modal pemerintah tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. SIMPULAN

Berdasarkan uraian hasil data serta pembahasan yang diakukan pada bagian sebelunya, maka penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Belanja Modal secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimntan Timur periode tahun 2013-2017, sehingga hipotesis pertama ditolak.

2. Penyertaan Modal Pemerintah secara parsial mempunyai pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur periode tahun 2013-2017, sehingga hipotesis kedua ditolak.

3. Belanja Modal dan Penyertaan Modal Pemerintah secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur periode tahun 2013-2017.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan pada penelitian ini, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah harus mengoptimalkan penerimaan dari potensi pendapatannya yang telah ada. Kemampuan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Pemerintah daerah diseluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur perlu

(10)

Volume 15 No 1 April 2019

Sosial, Ekonomi dan Bisnis Halaman 104

mengevaluasi potensi daerahnya sendiri untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat ataupun pemerintah provinsi dan pendapatan anggaran daerah lebih dialokasikan untuk kepentingan publik daparipada kepentingan aparatur.

2. Variabel belanja modal dan penyertaan modal pemerintah perlu di evaluasi karena tidak meningkatkan perekonomian daerah.

3. Bagi peneliti yang tertarik dengan judul yang sama bisa dikembangkan dengan menambah variabel periode tahu atau mengganti variabel lain untuk mengukur Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada seluruh Kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur. Sehingga hasil yang didapat lebih mencerminkan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Anomim, 2004. Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Jakarta

Anomim, 2004. Undang-undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah, Jakarta

Anomin, 2014. Undang-undang No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Jakarta Badan pusat Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur.

Ariani, Kurnia Rini. (2010). Pengaruh Belanja Modal dan Dana Alokasi Umum Terhadap Tingkat Kemandirian Daerah dan Tax Effort Pemerintah Kabupaten/Kota Wilayah Eks Surakarta. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Arif, Bahtiar, Muchlis dan Iskandar. (2009). Akuntansi Pemerintahan. Jakarta Barat; Akademia. Arwati, Dini dan Novita Hadiati, (2013). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah

dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kab/Kota Di Provinsi Jawa Barat. Universitas Widyatama Bandung.

Bastian, Indra. (2010). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar (3rd ed.). Erlangga

Darwis, (2015). Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Pegawai Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.

Erlanda, Safitri (2016). Pengaruh Belanja Modal dan Penyertaan Modal Pemerintah terhadap Tingkat Kemandirian Daerah. Samarinda; Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman. Faud, M. Ramli (2015). Pengantar Akuntansi Keuangan Daerah. Bogor; Ghalia Indonesia.

Ghozali, Imam. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 25 Edisi 9.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Halim, Abdul dan Syam Kusufi (2012). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah.

Jakarta; Salemba Empat.

Halim, Abdul. (2007). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta; Salemba Empat.

(11)

Volume 15 No 1 April 2019

Sosial, Ekonomi dan Bisnis Halaman 105

Halim, Abdul (2008). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta; Salemba Empat.

Ismi, Rizky dan Suryo (2009). Pengaruh PAD dan Belanja Modal dan Belanja Pembangunan Terhadap Rasio Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi.

Marizka, Reza (2013). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Kabupaten dan Kota si Sumatera Barat (Tahun 2006-2011). Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Padang.

Mulyanto. (2007). Aspek dan Dimensi Keuangan Daerah di Era Otonomi dan Desentralisasi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Nordiawan, Deddi, Putra, Iswahyudi Sondi, Rhmawati, Maulidah. (2007). Akuntansi Pemerintahan.

Jakarta; Salemba Empat.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

Rauf, Dedy dan Abdur. (2017). Pengaruh Belaja Modal dan Penyertaan Modal Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Study Kasus di Provinsi Banten dan Nusa tenggara Timur). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.

Sirait, P. (2014). Pelaporan dan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: GRAHA ILMU

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA Sujarweni, V. Wiratna. (2015). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Pustaka Baru Press Tangkilisan, Hessel Nogi S, (2007) Manajemen Publik, Jakarta: Grasindo.

Utami, Ayu Mita. (2012). Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pendapatan Asli Daerah, Fakultas Ekonomi. Purwekerto.

Referensi

Dokumen terkait

Pelanggaran apa pun terhadap hukum yang berlaku, Pedoman Perilaku ini, atau kebijakan perusahaan dapat dikenai tindakan disipliner, mulai dari teguran hingga pemutusan hubungan

diperlukan program pada Pemeliharaan dan perawatan rumah tongkonan dengan cara tradisional dapat menggunakan bahan alami Bagaimanakah konservasi lahan, rekayasa

Kepala Bidang Pembudayaan Olahraga, Kasi Pembinaan Sentra, PPLP dan PPLM PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017. DINAS PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN

Pengenalan Komputer dan Algoritma Page 9 Sebagai contoh, penulisan kode pada program terlihat tanpa kesalahan, namun pada saat anda menelusuri struktur logika kode tersebut,

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran cooperative learning jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris materi

60.. Apabila tanggapan-tanggapan seperti di atas berlaku, tidak hairanlah 2 aliran pengajian ini tidak selaras hingga menyebabkan berlaku puak. Masalah ini tidak dapat diatasi

Penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan kinerja rantai pasokan perusahaan mulai dari strategi rantai pasokan, mengelola pemasok, manajemen pembelian, pengendalian

Setelah itu mengikut cadangan Syeikh Abdullah, Maharaja Derbar Raja II pun mengubah nama Baginda kepada nama Islam yang diberi Syeikh Abdullah iaitu Sultan Muzaffar Shah dan