• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA DI DESA MAMUYA KECAMATAN GALELA KABUPATEN HALAMAHERA UTARA TAHUN Oleh : ROSNIA GOSANGO 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA DI DESA MAMUYA KECAMATAN GALELA KABUPATEN HALAMAHERA UTARA TAHUN Oleh : ROSNIA GOSANGO 2"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA DI DESA MAMUYA KECAMATAN GALELA KABUPATEN HALAMAHERA UTARA TAHUN 20101

Oleh : ROSNIA GOSANGO2

ABSTRAK

Partisipasi politik merupakan bentuk keikutsertaan warga dalam proses politik, dalam negara demokrasi rakyat diharapkan dapat ikut berpartisipasi politik secara aktif. Partisipasi aktif warga negara dapat di laksanakan dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah dengan ikut serta dalam pemilihan pemimpin pemerintahan, termasuk Pemilihan Kepala Desa.

Pada saat Pemilihan kepala desa Mamuya tahun 2010, partisipasi politik masyarakat terlihat sangat rendah. Secara umum rendahnya partisipasi masyarakat tersebut dipengaruhi oleh ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja Kepala desa incumbent, hal ini disebabkan oleh sikap dan perilakunya yang sering tidak sejalan dengan keinginan masyarakat, sehingga masyarakat menganggap bahwa pemerintah desa tidak membawa pengaruh yang besar bagi kehidupan mereka. Tidak adanya figur pemimpin yang sesuai dengan kehendak masyarakat, ditambah dengan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh calon-calon kepala desa membuat masyarakat desa Mamuya tidak mengenal dengan baik calon-calon kepala desa yang akan mereka pilih.

Faktor sosial ekonomi juga cukup berpengaruh terhadap keputusan masyarakat Mamuya untuk tidak memilih, hal ini disebabkan karena secara ekonomi masyarakat desa Mamuya banyak yang bekerja sebagai nelayan maupun buruh harian, sedangkan hari pemilihan bersamaan dengan hari kerja, sehingga pilihan untuk ikut memilih atau bekerja untuk mendapatkan nafkah menjadi persoalan tersendiri bagi masyarakat Mamuya, perubahan fase sosial ekonomi yang berada dalam tahap transisi dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern dimana masyarakat Mamuya lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan komunal masyarakat desa.

Pemberian suara dalam Pemilu merupakan wujud partisipasi dalam politik, kegiatan ini tidak sekedar hanya pemilih memberikan suaranya namun sebelumnya terdapat rangkaian proses mengapa seseorang memutuskan untuk berangkat ke TPS atau tidak.

Data yang ada menunjukkan bahwa tingkah laku pemilih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal, kasus di desa Mamuya ini pemilih yang tidak memilih berdasarkan alasan atas pengalaman hidup mereka menyangkut kepercayaan politik dimana mereka tidak memilih pada Pilkades karena yakin pemerintahan desa akan tetap berlangsung dengan tidak baik.

Secara khusus diketahui bahwa teknik pelaksanaan pemilihan membawa pengaruh yang besar terhadap keputusan masyarakat untuk tidak memilih, nampak bahwa Panitia Pelaksana Pencalonan dan Pemilihan Kepala Desa (P4KD) kurang sigap dalam mengantisipasi keadaan yang terjadi di lapangan sehingga terjadi antrian panjang pada waktu pelaksanaan pemungutan suara, sehingga banyak pemilih yang kemudian batal memberikan suara karena harus antri terlalu lama.

1

Skripsi Penulis saat mengikuti ujian akhir pada Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UNSRAT

(2)

Upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala desa Mamuya dilakukan dengan berbagai cara, terutama P4KD sebagai penggemban tanggung jawab untuk dapat menyelenggarakan Pilkades yang dapat melahirkan pemimpin yang sah dan mendapatkan legitimasi dari masyarakat yaitu dengan mengganti teknik pelaksanaan pemilihan suara, dengan memperbanyak loket pendaftaran, sehingga pemilih bisa langsung masuk ke lokasi pemberian suara setelah mendaftar tanpa perlu menunggu panggilan seperti Pilkades sebelumnya.

Kata Kunci : Partisipasi Masyarakat, Pemilihan Kepala Desa

PENDAHULUAN

Konsep demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, karenanya salah satu pilar demokrasi adalah partisipasi politik. Bentuk partisipasi politik yang sangat penting dilakukan oleh warga negara adalah keikutsertaan dalam pemilihan umum. Secara umum partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya dalam pemilihan umum, melakukan tindakannya didorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan itu kepentingan mereka akan tersalurkan atau sekurang-kurangnya diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 46 dan 53 Tentang Desa menyatakan bahwa Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat yang dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pemilihan,Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.

Pemilihan kepala desa (Pilkades) konon dianggap sebagai arena demokrasi yang paling nyata di desa, karena dalam Pilkades terjadi kompetisi yang bebas, partisipasi masyarakat, pemilihan secara langsung dengan prinsip one man one vote (satu orang satu suara).

Pemilihan kepala desa merupakan sesuatu hal lazim yang dilaksanakan ditiap-tiap desa, merupakan sesuatu proses rutinitas pergantian pemimpin desa. Kepala desa adalah pemimpin desa. Kepala desa merupakan pimpinan dari pemerintah desa. Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala desa tidak bertanggung jawab kepada Camat, namun hanya dikoordinasikan saja oleh camat. Jabatan kepala desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya Wali Nagari (Sumatera Barat), Pambakal (Kalimantan Selatan), HukumTua (Sulawesi Utara).

PEMBAHASAN

(3)

Faktor ekonomi bisa jadi merupakan penentu utama mengapa seseorang tidak memilih, hal ini terjadi ketika demokrasi yang dilaksanakan selama ini tidak berbanding lurus dengan kemakmuran masyarakat, ketika kran demokrasi dibuka lebar-lebar ternyata tidak membawa dampak yang positif terhadap masyarakat yang terjadi adalah masyarakat lebih memilih untuk bekerja daripada datang ke TPS untuk memilih.

Terjadinya pergeseran kultur masyarakat desa yang dulunya paternalistik, dan tergantung pada pemimpinnya sekarang sudah tidak lagi menempatkan pemimpin sebagai sesuatu yang paling penting, artinya mencari uang adalah sesuatu yang lebih penting, ada proses pergeseran dari masyarakat tradisional ke masyarakat yang materialistik yang tengah terjadi pada masyarakat desa Mamuya.

Secara sosiologis fase di atas oleh para ahli masuk dalam fase perubahan sosial transisional. Fase ini bergerak dari masyarakat tradisional menuju ke masyarakat modern. Ciri-cirinya adalah kehidupan desa Mamuya sudah maju dan isolasi terhadap salah satu kelompok masyarakat mulai berkurang. Penggunaan media informasi hampir merata, hanya saja secara geografis kehidupan masyarakat transisi masih berada di pinggiran kota dan hidupnya pun masih mencirikan kehidupan tradisional. Pola pikir dan sistem sosial tradisional silih berganti digunakan, namun mengalami penyesuaian dengan pola pikir dan sistem sosial yang baru dan inovatif. Ciri yang paling dominan adalah terjadinya proses asimilasi budaya dan sosial yang belum tuntas. dan terlihat masih canggung dalam semua dimensi kehidupan. Fase perubahan sosial ini sangat berpengaruh dalam perilaku masyarakat ketika memutuskan untuk tidak memilih. Toleransi terhadap orang lain dan menempatkan perilaku memilih sebagai hak individu sehingga keputusan untuk tidak memilih adalah merupakan hak individu juga. Kontrol sosial sudah mulai renggang ketika seseorang tahu bahwa ada tetangganya yang tidak memberikan suara pada Pilkades, maka hal itu sudah tidak lagi menjadi ganjalan bagi orang lain, dan si pelaku tidak memilihpun tidak kemudian menjadi canggung untuk tetap berada dalam komunitasnya walaupun mempunyai sikap yang berbeda.

B. Faktor Kepercayaan Politik

Partisipasi masyarakat merupakan salah satu syarat untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, meskipun bentuk-bentuk partisipasi masyarakat ini dapat diekspresikan dalam berbagai macam, namun pada umumnya di negara-negara demokrasi ada anggapan bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat akan lebih baik, artinya tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa masyarakat mengikuti dan memahami masalah-masalah politik dan ikut melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Ini menunjukkan bahwa rezim yang bersangkutan memiliki keabsahan (legitimasi) yang tinggi, sehingga bisa dimaknai adanya peraturan-peraturan yang mensyaratkan adanya qorum suara berhubungan dengan sah tidaknya seseorang untuk menjadi pemimpin bertitik tolak dari hal tersebut.

Pemberian suara dalam Pemilu merupakan wujud partisipasi dalam politik, kegiatan ini tidak sekedar hanya pemilih memberikan suaranya namun sebelumnya terdapat rangkaian proses mengapa seseorang memutuskan untuk berangkat ke TPS atau tidak.

Data yang ada menunjukkan bahwa tingkah laku pemilih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal, kasus di desa Mamuya ini pemilih yang tidak memilih berdasarkan alasan atas pengalaman hidup mereka menyangkut kepercayaan politik dimana mereka tidak memilih pada Pilkades karena yakin pemerintahan desa akan tetap berlangsung dengan tidak baik.

(4)

yang terjadi di masyarakat, tidak adanya perhatian Pemerintah Desa terhadap apa yang menjadi kebutuhan masyarakat menjadi akar masalah dari berbagai ketidakpuasan yang terjadi di masyarakat, adanya penilaian bahwa Pemerintah Desa tidak memberikan kontribusi yang cukup terhadap kehidupan masyarakat membuat masyarakat desa menjadi apatis terhadap Pemerintah Desa. Anggapan yang kurang positif terhadap Pemerintah Desa ini sekaligus juga menunjuk kepada Kepala Desa sebagai kepala pemerintahan di desa Mamuya.

C. Faktor Sistem Politik

Perilaku tidak memilih bukanlah tanpa tujuan. Perilaku tidak memilih sebenarnya dimaksudkan sebagai simbol atas berbagai bentuk protes politik yang tidak tersuarakan. Perilaku tidak memilih bagi para pelakunya bisa merefleksi berbagai pesan.

Tidak ada pesan tunggal dari perilaku tidak memilih, di banyak negara maju sebagian pemilih berperilaku tidak memilih hanya sekedar untuk menunjukkan bahwa mereka malas untuk datang ke bilik- bilik suara, sebagian lainnya berperilaku tidak memilih untuk menunjukkan bahwa mereka tidak setuju terhadap sistem politik yang sedang dibangun, pemerintahan yang berkuasa, dan semacamnya.

Perilaku tidak memilih dimaksudkan sebagai simbol protes atas sistem yang dinilai tidak adil, namun sebaliknya, perilaku tidak memilih tidak jarang juga dimaksudkan sebagai bentuk persetujuan atas berbagai kebijakan dan tampilan pemerintah yang sedang berkuasa, kalau pemerintah sudah berjalan dengan baik, sudah berjalan on the right track , dan bisa berpeluang untuk menang kembali pada Pemilu berikutnya, mengapa harus repot-repot hadir ke bilik suara, demikian kira-kira logika pendukung golput yang terakhir.

Catatan penting yang perlu diungkap lebih jauh bahwa ternyata perilaku tidak memilih di desa Mamuya tidak disebabkan anggapan bahwa sistem pemilihan kepala desa yang tidak demokratis. Pemahaman masyarakat tentang sistem pemilihan kepala desa yang demokratis adalah masyarakat ikut dilibatkan dalam tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala desa. Sejak dari pembentukan Panitia, pencalonan kepala desa, penyusunan daftar pemilih, sosialisasi, kampanye, hingga hari pemungutan suara, dan penetapan calon kepala desa terpilih.

Sarana sosialisasi menjadi penting baik bagi Panitia Pelaksana Pencalonan dan Pemilihan Kepala Desa maupun bagi masyarakat Mamuya pada umumnya, tahapan-tahapan disosialisasikan baik melalui ibadah-ibadah rumah tangga, pengajian-pengajian, pertemuan-pertemuan dusun maupun melalui media-media tidak resmi lainnya misalnya di warung-warung makan di Mamuya, yang dimaksud adalah warung dimana seseorang bisa menikmati kopi dan merokok, di warung ini seringkali terjadi diskusi non formal dari para pengunjungnya, sehingga terjadi transformasi pengetahuan tentang apa itu istilah demokrasi, dari beberapa informan dapat diketahui bahwa pemahaman mereka mengenai demokrasi justru didapat dari warung makan ini, Pemahaman mereka tentang demokrasi pada umumnya adalah masyarakat dapat ikut menentukan siapa yang memimpin mereka melalui pemilu (Pilkades), namun hal lain yang diungkapkan adalah adanya penilaian bahwa tidak ada calon kepala desa yang memenuhi kriteria sebagai pemimpin yang baik, dengan kalimat lain dapat dinyatakan bahwa ketidakhadiran mereka dalam Pilkades bukan semata disebabkan karena sistem Pilkades yang tidak demokratis.

(5)

1. Partisipasi politik merupakan bentuk keikutsertaan warga dalam proses politik, dalam negara demokrasi rakyat diharapkan dapat ikut berpartisipasi politik secara aktif. Partisipasi aktif warga negara dapat di laksanakan dalam berbagai bentuk salah satunya adalah dengan ikut serta dalam pemilihan pemimpin pemerintahan, termasuk Pemilihan Kepala Desa.

2. Pemilihan kepala desa Mamuya tahun 2010, sangatlah rendah partisipasi politik masyarakat. Secara umum rendahnya partisipasi masyarakat tersebut dipengaruhi oleh ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja Kepala desa incumbent, hal ini disebabkan oleh sikap dan perilakunya yang sering tidak sejalan dengan keinginan masyarakat, sehingga masyarakat menganggap bahwa pemerintah desa tidak membawa pengaruh yang besar bagi kehidupan mereka. Tidak adanya figur pemimpin yang sesuai dengan kehendak masyarakat, ditambah dengan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh calon-calon kepala desa membuat masyarakat desa Mamuya tidak mengenal dengan baik calon-calon kepala desa yang akan mereka pilih.

3. Faktor sosial ekonomi juga cukup berpengaruh terhadap keputusan masyarakat Mamuya untuk tidak memilih, hal ini disebabkan karena secara ekonomi masyarakat desa Mamuya banyak yang bekerja sebagai nelayan maupun buruh harian, sedangkan hari pemilihan bersamaan dengan hari kerja, sehingga pilihan untuk ikut memilih atau bekerja untuk mendapatkan nafkah menjadi persoalan tersendiri bagi masyarakat Mamuya, perubahan fase sosial ekonomi yang berada dalam tahap transisi dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern dimana masyarakat Mamuya lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan komunal masyarakat desa.

4. Pemberian suara dalam Pemilu merupakan wujud partisipasi dalam politik, kegiatan ini tidak sekedar hanya pemilih memberikan suaranya namun sebelumnya terdapat rangkaian proses mengapa seseorang memutuskan untuk berangkat ke TPS atau tidak.

5. Data yang ada menunjukkan bahwa tingkah laku pemilih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal, kasus di desa Mamuya ini pemilih yang tidak memilih berdasarkan alasan atas pengalaman hidup mereka menyangkut kepercayaan politik dimana mereka tidak memilih pada Pilkades karena yakin pemerintahan desa akan tetap berlangsung dengan tidak baik.

6. Secara khusus diketahui bahwa teknik pelaksanaan pemilihan membawa pengaruh yang besar terhadap keputusan masyarakat untuk tidak memilih, nampak bahwa Panitia Pelaksana Pencalonan dan Pemilihan Kepala Desa (P4KD) kurang sigap dalam mengantisipasi keadaan yang terjadi di lapangan sehingga terjadi antrian panjang pada waktu pelaksanaan pemungutan suara, sehingga banyak pemilih yang kemudian batal memberikan suara karena harus antri terlalu lama.

7. Upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala desa Mamuya dilakukan dengan berbagai cara, terutama P4KD sebagai penggemban tanggung jawab untuk dapat menyelenggarakan Pilkades yang dapat melahirkan pemimpin yang sah dan mendapatkan legitimasi dari masyarakat yaitu dengan mengganti teknik pelaksanaan pemilihan suara, dengan memperbanyak loket pendaftaran, sehingga pemilih bisa langsung masuk ke lokasi pemberian suara setelah mendaftar tanpa perlu menunggu panggilan seperti Pilkades sebelumnya.

8. Sebaiknya perlu adanya sosialisasi tentang konsep partisipasi kepada masyarakat khususnya partisipasi politik bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat mengerti, memahami serta menyadari bahwa peran aktif masyarakat dalam pemilihan Kepala Desa atau dengan kata lain peran masyarakat untuk ikut menentukan siapa

(6)

pemimpin yang dapat membawa aspirasi masyarakat itu sendiri sesuai tujuan yang diharapkan. Karena, sosok seorang pemimpin sejati sesuai harapan masyarakat sangat tergantung juga dari peran masyarakat itu sendiri dalam menentukan pilihan mereka. Dengan demikian maka masyarakat juga tidak menganggap sepeleh dengan setiap proses pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa maupun Pemilihan Umum (Eksekutif/Legislatif) malahan masyarakat merasa sangat penting dan bisa menggunakan hak pilih mereka dengan sebaik mungkin dalam menentukan pilihannya sehingga setiap pemimpin yang dipercayakan masyarakat lewat proses pemilihan tadi bisa mampu membawa aspirasi masyarakat sesuai harapan dan tujuan negara berdasarkan amanah dalam UUD 1945 dan Pancasila.

9. Perlu adanya pemaparan Visi dan Misi dari setiap calon Kepala Desa secara jelas dan bisa menyentuh masyarakat sehingga dapat merangsang hati masyarakat untuk mau terlibat aktif dalam hal mengambil bagian atau ikut serta dalam Pemilihan Kepala Desa.

10. Untuk dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu, perlu adanya keteladanan dari pemimpin dan tokoh masyarakat. Disamping itu sosialisasi dan kampanye yang dilaksanakan baik oleh P4KD maupun oleh calon Kepala desa, perlu dilaksanakan dengan lebih terencana.

11. Perlunya peraturan daerah yang mengaakomodasi agar Pilkades dapat dilaksanakan pada hari libur, bukan hari yang diliburkan, karena sifatnya yang lokal maka akan lebih baik jika waktu pelaksanaannya dijatuhkan pada hari libur, hal ini untuk mengantisipasi bagi masyarakat yang bekerja di luar daerah.

12. Perlunya petunjuk pelaksanaan Pilkades yang lebih detail mengatur tentang teknik pelaksanaan Pilkades, karena ada beberapa hal dalam Pilkades yang berbeda dengan Pemilu yang lain, diantaranya adalah jumlah pemilih dalam TPS yang berbeda dengan pemilu yang lain, karena pada umumnya Pilkades hanya ada 1 (satu) TPS, maka perlu petunjuk pelaksanaan yang lebih detail mengenai bagaimana teknis yang cepat agar pemilih tidak terlalu lama menunggu dan dapat memberikan suara dengan nyaman.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rhardjo, Membangun Desa Partisipatif, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006. A. Sahid Gatara & Muh. Dzulkiah Said, Sosiologi Politik, CV Pustaka Setia, 2007

Arbi Sanit.”Aneka Pandangan Fenomena Golput”.1997.Jakarta.Pustaka Sinar Harapan. Arikunto Suharsimi, 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineke

Cipta. Jakarta.

Ichasul Amal. Teori-teori Mutakhir Partai Politik. PT Tiara Wacana Yogya.1988.

Lexi J Moleong. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Ed revisi. Remaja Rosdakarya. Bandung

Moleong. L, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000. Muhammad Asfar, “Non Voting:Beberapa Variabel Penjelas”.1997.Surabaya Studia

(7)

Nawawi, Hadari, “Instrumen Penelitian di Bidang Sosial”. Gadjah Mad University Press, Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa

Purwadarminta, W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Priyono, AE, Wiily P. Samadhi dan Olle Törnquist et all. Menjadikan Demokrasi

Bermakna: Masalah dan Pilihan di Indonesia. edisi revisi (Jakarta: Demos, 2007.)

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, PT Grasindo, 1999, Jakarta R. Yando Zakaria, Merebut Negara, Yogyakarta, Lapera dan Karsa. 2004,

R.H Unang Sunarjo, Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Bandung, Tarsito, 1984,

Samuel P. Huntington & John Nelson, Partisipasi Politik di Negara berkembang, PT Rineka Cipta, 1994

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R &, Alfa Beta cv, Bandung, 2009. Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, Jakarta, PT Bina Aksara , Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Widjaja, HAW, Pemerintahan Desa/Warga, PT. Rajagrafindo Persada Jakarta, 2003. Wignyo, Adiyoso, Menggugat Perencanaan Partisipatif Dalam Pemberdayaan

Masyarakat, cv Putra Media Nusantara, Surabaya, 2009.

Yossy Suparyo (ed)., Demokrasi Deliberatif yang Menyejahterakan: Upaya Revitalisasi

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan Mangkunegara (2006: 9) menyatakan bahwa, “ Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja yang kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang karyawan

Bakteri ini terdapat pada tanah yang dapat menghasilkan senyawa antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lainnya, jadi hasil yang diperoleh berdasarkan

Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 61 ayat 3 menyatakan bahwa Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga

Hasil penelitian jenis tumbuhan berkhasiat obat tradisional yang dilakukan di Desa Yanim dan Braso, Distrik Kemtuk Gresi Kabupaten Jayapura menunjukkan bahwa jumlah

Karena pada daerah lasan/ weld metal terjadi perubahan bentuk struktur mikro terlihat pada Gambar 15 yang disebabkan oleh pengaruh heat treatment yang terjadi pada

(2) Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) tidak diketahui atau lebih rendah dari pada NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, data sekunder, observasi tidak terstruktur serta depth interview, dan analisis dilakukan secara deskriptif Hasil penelitian

Pada buku Metode Penelitian Ilmu Sosial yang ditulis oleh Idrus(2002) dijelaskan bahwa syarat dilakukan analisis regresi sederhana adalah data berdistribusi normal,