• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN ANTANAN (CENTELLA ASIATICA) SEBAGAI PENANGKAL CEKAMAN PANAS AYAM BROILER DI DAERAH TROPIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANAN ANTANAN (CENTELLA ASIATICA) SEBAGAI PENANGKAL CEKAMAN PANAS AYAM BROILER DI DAERAH TROPIS"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN ANTANAN (CENTELLA ASIATICA) SEBAGAI

PENANGKAL CEKAMAN PANAS AYAM BROILER

DI DAERAH TROPIS

(The role of Antanan (Centella asiatica) as Anti Heat-Stres

of Broilers in Tropical Area)

ENGKUS KUSNADI

Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang

ABSTRACT

This experiment was conducted to study the role of antanan (Centella asiatica) as anti heat-stress of broiler in tropical area. In this research, 120 broilers of 10 days old were used. The treatment consist of two kinds namely tretment 1 is two levels of ambient temperature (25 – 31°C as normal house temperature and 25 – 34°C as hot house temperature). Tretment 2 is five levels of antanan in ration (0%, 2.5% antanan leaf, 2.5% herbal of antanan, 5% antanan leaf and 5% herbal of antanan). The result indicated that the heat house temperature significantly (P < 0.05) decressed the body weight gain and liver relative weight. The increase of antanan level, tend to increassed feed consumption, body weight gain, however, this was tend to decrease the content of abdominal fat.

Key Words: Centella asiatica, Heat Stress, Broiler

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari peranan antanan (Centella asiatica) sebagai penangkal cekaman panas ayam broiler di daerah tropis. Pada penelitian ini digunakan 120 ekor ayam broiler umur 10 hari. Perlakuan meliputi 2 macam; perlakuan pertama dua jenis suhu kandang yakni 25 – 31°C sebagai suhu kandang biasa dan 25 – 34°C sebagai suhu kandang panas. Perlakuan ke dua meliputi 5 level pemberian antanan dalam ransum yakni 0%, 2,5% daun antanan, 2,5% herba antanan (tanaman utuh), 5% daun antanan dan 5% herba antanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu kandang panas nyata (P < 0,05) menurunkan pertambahan bobot hidup (PBH) dan bobot relatif hati.. Kenaikan level antanan cenderung meningkatkan konsumsi ransum (KR), pertambahan bobot hidup, tetapi cenderung menurunkan kandungan lemak abdomen.

Kata Kunci: Antanan (Centella asiatica), Cekaman Panas, Broiler

PENDAHULUAN

Suhu nyaman bagi ayam broiler adalah 21 – 24°C (CHARLES, 1981), padahal suhu rata-rata di daerah tropis adalah 29,8 – 36,9°C pada siang hari dan 12,4 – 24,2°C pada malam hari (BPS, 2001). Oleh karena itu, pengembangan ayam broiler yang lebih terkonsentrasi di dataran rendah berpotensi sekali akan mengalami cekaman panas, yang ditandai dengan rendahnya laju pertumbuhan/ produksi.

Selain itu, tingginya suhu lingkungan dapat menyebabkan terjadinya cekaman oksidatif

yakni kondisi di mana munculnya radikal bebas yang tidak seimbang dengan antioksidan. Akibatnya akan terjadi peroksidasi lipid pada membran sel terutama pada asam lemak tidak jenuh yang ditandai antara lain dengan meningkatnya kandungan malonaldehida (MDA). Hal tersebut dapat mengakibatkan berbagai gangguan dalam sel (MILLER et al., 1993; ARUOMA, 1999).

Hasil penelitian MAY dan LOTT (2001) menunjukkan bahwa bobot hidup ayam broiler jantan umur 7 minggu pada suhu 18°C yakni 3407 g, nyata lebih tinggi dibandingkan pada suhu 30°C yakni 2714 g. Penurunan konsumsi

(2)

ransum diperkirakan dapat mencapai 17% setiap kenaikan suhu lingkungan sebesar 10°C pada suhu lingkungan di atas 20°C (AUSTIC, 1985). Hasil penelitian AIN BAZIS et al. (1996) menunjukkan bahwa konsumsi ransum ayam broiler menurun sebesar 3,6% setiap peningkatan suhu lingkungan 1°C (pada suhu lingkungan antara 22 dan 32°C). Keadaan tersebut diikuti dengan turunnya pertambahan bobot hidup sebesar 46% pada ayam broiler umur 4 s/d 7 minggu. Menurunnya konsumsi ransum pada suhu lingkungan tinggi, merupakan usaha ayam dalam mengurangi penimbunan panas dalam tubuh, dan sebagai konsekuensinya diikuti dengan berkurangnya laju pertumbuhan.

Turunnya produksi pada kondisi cekaman panas tersebut, diperkuat dengan berkurangnya retensi nitrogen, sehingga dapat menurunkan daya cerna protein dan beberapa asam amino (ZUPPRIZAL et al., 1993; TABIRI et al., 2000), peningkatan pengeluaran beberapa mineral pada urin (BELAY et al., 1992) serta menurunnya bakteri berguna dalam saluran pencernaan (TOMOMATSU, 1994).

Penelitian TAKAHASHI dan AKIBA (1999) membuktikan bahwa pemberian lemak teroksidasi pada ayam broiler, nyata menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot hidup, vitamin C dan α-tokoferol plasma. Hasil tersebut ternyata diikuti dengan meningkatnya MDA plasma dan rasio H/L darah sebagai indeks dari cekaman.

Antanan (Centella asiatica) atau pegagan yang termasuk ke dalam kelompok tanaman obat, terbukti dapat digunakan untuk mengatasi cekaman pada tikus (SHARMA et al., 1996). Penelitian SHUKLA et al. (1999a) membuktikan bahwa pemberian asiatikosida (zat aktif antanan) pada tikus yang luka dapat menurunkan kandungan MDA yakni sebanyak 69%. Selain dapat menurunkan kandungan MDA, antanan dapat pula meningkatkan kandungan glutation dan katalase (keduanya merupakan antioksidan enzimatik), yang penting dalam meredam radikal bebas (KUMAR danGUPTA, 2003).

Dari pemikiran di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian tentang peranan antanan (Centella asiatica) sebagai penangkal cekaman panas pada ayam broiler di daerah tropis.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilakukan pada ayam broiler strain AA CP 707 umur 10 s/d 37 hari sebanyak 120 ekor di kandang percobaan Fakultas Peternakan IPB. Penggunaan umur 10 hari (bobot awal 169,34 ± 5,81 g) dengan pertimbangan bahwa pada umur tersebut ayam mulai mampu mengkonsumsi tambahan serat kasar dan diharapkan tidak akan mengganggu performans ayam. Ayam penelitian dibagi ke dalam 30 buah sangkar. Sebanyak 15 buah sangkar pertama ditempatkan pada ruangan yang diberi lampu pemanas (pada pukul 09.00 s/d 15.00) dengan suhu 25 – 35°C. Hal ini dimaksudkan agar suhu kandang pada siang hari relatif konstan. Sementara sebanyak 15 buah sangkar lainnya ditempatkan pada kandang biasa (tanpa lampu pemanas) dengan suhu 15 – 31°C. Perlakuan dalam penelitian ini meliputi 2 jenis yakni suhu kandang 2 level (25 – 31°C dan 25 – 35°C) dan pemberian antanan (dicampur ke dalam ransum) 5 level yakni 0% antanan (kontrol), 2,5% daun antanan (2,5 D), 2,5% antanan utuh (herba) terdiri atas daun, akar dan batang (2,5 H), 5% daun antanan (5 D) dan 5% antanan utuh dari ransum (5 H). Antanan yang akan digunakan sebelumnya dibersihkan, dijemur dan digiling serta dianalisis kandungan nutrisinya. Ransum yang digunakan dibuat iso kalori dan iso protein, sehingga diperoleh 2 jenis ransum. Ransum pertama digunakan pada umur 10 s/d 21 hari dengan kandungan energi dan protein sekitar 3200 kkal/kg dan 22%, sementara ransum kedua digunakan untuk ayam umur 21 s/d 37 hari dengan kandungan energi dan protein sekitar 3200 k.kal/kg dan 21%. Pada masing-masing ransum tersebut terdapat 5 perlakuan yakni kontrol, 2,5 D, 2,5 H, 5 D dan 5 H.

Level antanan didasarkan atas kemampuan ayam yang umumya mampu mengkonsumsi serat sebanyak 5%. Ransum dibuat dalam bentuk krambel, serta air minum diberikan secara ad libitum.

Peubah yang diamati meliputi konsumsi ransum (KR), pertambahan bobot hidup (PBH), konversi ransum, bobot relatif lemak abdomen dan bobot relatif hati. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Petak Terbagi dalam Rancangan Acak Lengkap (2 suhu ruangan dan 5 level antanan pegagan dengan ulangan 3 kali). Data dianalisis dengan sidik ragam dan

(3)

bila terjadi perbedaan dilanjutkan dengan Uji Duncan (STEEL dan TORRIE, 1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil analisisis keragaman, secara keseluruhan baik suhu kandang, maupun level antanan serta interaksi antara ke duanya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ransum, PBH, konversi ransum, bobot lemak abdomen dan bobot hati. Hanya suhu kandang yang nyata (P < 0,05) mempengaruhi PBH dan bobot hati Hasil uji perbedaan terhadap konsumsi ransum, PBH dan konversi ransum dapat dilihat pada Tabel 1, sementara uji perbedaan kandungan lemak abdomen dan bobot hati dapat dilihat pada Tabel 2.

Dari Tabel 1, nampak PBH pada suhu panas adalah 1005 g, nyata lebih lebih rendah dibandingkan PBH pada suhu normal yakni 1049 g. Turunnya PBH erat kaitannya dengan rendahnya konsumsi ransum pada suhu panas yakni 2210 g, sementara pada suhu normal, konsumsi ransum tersebut adalah 2276 g. Rendahnya konsumsi ransum pada suhu panas tersebut, adalah merupakan usaha ayam untuk menekan kelebihan panas dalam tubuh karena suhu kandang yang tinggi, walaupun konsekuensinya terjadi penurunan dalam PBH. Keadaan ini sejalan dengan hasil penelitian AL-BATSHAN (2002) yang menunjukkan bahwa konsumsi ransum dan PBH ayam broiler umur 0 – 6 minggu pada suhu kandang 33°C masing-masing adalah 2859 g dan 1717 g, sementara pada suhu kandang 23°C adalah 3393 g dan 2110 g.

Dari Tabel di atas nampak pula bahwa level antanan tidak mempengaruhi secara nyata baik terhadap konsumsi ransum maupun terhadap PBH. Hasil ini membuktikan bahwa antanan dalam bentuk daun maupun utuh (herba) serta level 2,5 dan 5% memberikan efek yang tidak berbeda terhadap konsumsi ransum dan PBH tersebut. Hal ini, mungkin karena level antanan yang belum tinggi (misalnya 10% dalam bentuk herba). Namun demikian, pemberian antanan sebesar 5% (5 H) cenderung meningkatkan konsumsi ransum dan PBH tersebut. Hasil ini nampaknya sejalan dengan penelitian (SHARMA

et al., 1996), bahwa pemberian ekstrak etanol herba antanan dengan dosis harian 100 mg/kg BB per oral selama 10 hari, dapat mengatasi tikus percobaan yang mengalami stres, dibandingkan dengan pemberian deazepam pada dosis 2,5 mg/kg. Begitu pula dengan penelitian XAVIER et al. (1999) yang menunjukkan bahwa injeksi asam asiatik (zat aktif antanan) pada tempat luka tikus terbukti dapat meningkatkan kandungan DNA, protein total, kolagen, peptida hidroksiprolin dan kandungan asam uronik yang berarti terjadi percepatan dalam pertumbuhan kolagen. Hal serupa dibuktikan pula oleh SHUKLA et al. (1999b) bahwa pemberian larutan asiatikosida sebanyak 0,2% pada marmot yang diberi luka, nyata meningkatkan produksi hidroksiprolin sebanyak 56%, yang berperan dalam sisntesis kolagen. Selain itu, dilaporkan bahwa antanan terbukti mampu menurunkan katabolisme protein, terbukti dari menurunnya kandungan senyawa epinefrin, norefineprin, dopamin dan serotonin pada otak tikus yang diberi ekstrak antanan (NALINI et al.,1992).

Tabel 1. Rataan konsumsi ransum (KR), Pertambahan bobot hidup (PBH) dan konversi ransum (KR/PBH)

umur 10 s/d 37 hari

Perlakuan KR (g) PBH (g) Konversi ransum

Suhu kandang (°C) 25 – 31 25 – 35 2276 2210 1049,21b 1005,46a 2,17 2,20 Level antanan 0 2,5 D 2,5 H 5,0 D 5,0 H 2221 2200 2223 2243 2327 1027,33 1012,53 1013,55 1014,64 1068,62 2,16 2,17 2,19 2,21 2,18 Huruf yang berbeda ke arah lajur menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%

(4)

Tabel 2. Rataan bobot lemak abdomen dan bobot hati

Perlakuan Bobot lemak abdomen (g/kg BB) Bobot hati (g/kg BB) Suhu kandang (°C) 25 – 31 25 – 35 12,48 12,30 28,65a 25,83b Level antanan 0 2,5 D 2,5 H 5,0 D 5,0 H 12,35 12,81 12,29 11,85 10,65 26,41 26,80 28,16 27,82 27,03 Huruf yang berbeda ke arah lajur menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%

Dari Tabel 2, nampak, level pemberian antanan tidak mempengaruhi secara nyata baik terhadap kandungan lemak abdomen maupun terhadap bobot hati. Namun demikian pemberian antanan tersebut cenderung menurunkan kandungan lemak abdomen. Pemberian antanan dapat meningkatkan kandungan serat kasar ransum sehingga menekan penyerapan lemak pada usus, sehingga mampu menurunkan kandungan lemak abdomen. Keadaan tersebut sejalan dengan hasil penelitian SYAMSUHAIDI (1997), yakni pemberian duckweed sebanyak 30%, dapat menurunkan kolesterol karkas. BISWAS dan WAKITA (2001) membuktikan bahwa pemberian teh hijau sebanyak 1% dalam ransum, nyata menurunkan kandungan lemak daging dada ayam broiler dari 2,36% menjadi 2,08%. Selain itu antanan juga mengandung vitamin C dan diketahui bahwa vitamin C diperlukan dalam sintesis karnitin (4-trimetilamino-3-hidroksibutirat), yaitu senyawa yang diperlukan dalam transfer asam lemak ke mitokondria untuk dioksidasi. Sebagai konsekuensinya, kandungan lemak dalam tubuh/jaringan menjadi turun (VOET et al., 1999).

Dari Tabel 2, nampak pula bahwa bobot hati pada suhu panas adalah 25,83 g/kgBH, nyata lebih rendah dibandingkan pada kandang suhu biasa yakni 28,65 g/kg BH. Hasil ini ternyata tidak sejalan dengan penelitian PUVADOLVIROD dan THAXTEN (2000) yang melaporkan bahwa bobot hati ayam broiler yang diberi cekaman pemberian ACTH (adrenocorticotropic hormone) adalah 39,54 g/kgBB, nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian ACTH yakni 23,61 g/kg BB. Turunnya bobot hati (pada penelitian ini) pada

suhu panas, mungkin kerena perbedaan suhu yang tidak terlalu ekstrim (bahkan pada sore dan malam hari suhu ke duanya sama), sehingga pola bobot hati tersebut masih mengikuti pola bobot hidup.

KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian antanan sampai dengan 5% belum dapat mengatasi cekaman panas. Hal ini mungkin karena perbedaan suhu kandang yang belum ekstrim. Walaupun demikian pemberian antanan tersebut cenderung memperbaiki konsumsi ransum dan pertambahan bobot hidup serta dapat menurunkan kandungan lemak abdomen.

DAFTAR PUSTAKA

AIN BAZIZ,H.,P.A.GERAERT,J.C.F.PADILHA and S.

GUILLAUMIN. 1996. Chronic heat exposure enhances fat deposition and modifies muscle and fat partition in broiler carcasses. Poult.

Sci. 75: 505 – 513.

AL-BATSHAN, H.A. 2002. Performance and heat

tolerance of broiler as affected by genotype and high ambient temperature. Asian-Aust. J.

Anim. Sci. 15: 1502 - 1506.

ARUOMA, O.I. 1999. Free radicals, antioxidants and international nutrition. Asia Pacific. J. Clin.

Nutr. 8: 53 – 63.

AUSTIC, R.E. 1985. Feeding Poultry in Hot and Cold Climates, in Stress Physiology in Livestock, vol. III, edited by M.K.Yousef. CRC Press, Inc, Boca Raton, Florida: 124 – 136.

BADAN PUSAT STATISTIK (BPS). 2001. Statistik

(5)

BELAY,T.,C.J.WIERNUSZ andR.G.TEETER. 1992.

Mineral balance and urinary and fecal mineral excretion profile of broilers housed in thermoneutral and heat-distressed environments. Poult. Sci. 71: 1043 – 1047.

BISWAS, M.A.H.and M. WAKITA. 2001. Effect of dietary Japanese green tea powder supplementation on feed utilization and carcass profiles in broilers J. Poult. Sci. 38: 50 – 57. CHARLES, D.R. 1981. Practical ventilation and

temperature control for poultry, in Environmental Aspects of Housing for Animal Production, by J.A. Clark, University of Nottingham.

KUMAR,V.M.Hand Y.K.GUPTA. 2003. Effect of

Centella asiatica on cognition and oxidative

stress in an intracerebroventricular streptozotocin model of Alzheimers disease in rat. Clin. Exp. Pharmacol. Physiol. 30: 336 – 342.

MAY, J.D. and B.D. LOTT. 2001. Relating weight gain and feed:gain of male and female broilers to rearing temperature. Poult. Sci. 80: 581 – 584.

MILLER, J.K., E.B. SLEBOODZINSKA and F.C.

MADSEN. 1993. Oxidative stress, antioxidant, and animal function. J. Dairy Sci. 76: 2812 – 2823.

NALINI, K., A.R. AROOR, K.S. KARANTH and A.

RAO. 1992. Effect of Centella asiatica fresh leaf aqueous extract on learning and memory and biogenic amine turover in albino rats.

Fitoterapia 63: 232 – 237.

PUVADOLPIROD,S. and J.P. THAXTON. 2000. Model of physiological stress in chickens 1. Respons parameters. Poult. Sci. 79: 363 – 369. SHARMA,D.N.K.,R.L.KHOSA,J.P.N.CHANSOURIA

and N. SAHA. 1996. Antistress activity of

Tinospora cordifolia and Centella asiatica

extracts. Phytoterapy-Research 10: 181 – 183.

SHUKLA,A.,A.M.RASIK andB.N.DHAWAN. 1999a.

Asiaticoside-induced elevation of antioxidant levels in healing wounds. Phytotherapy-Res. 13: 50 – 54.

SHUKLA, A. et al. 1999b. In vitro and in vivo wound

healing activity of asiaticoside isolated from

Centella asiatica. J. Ethnopharmacol 65: 1 –

11.

STEEL,R.G.D.andJ.H.TORRIE. 1980. Principles and

Procedures of Statistic. Second Ed. Graw-Hall, Book Comp, New York.

SYAMSUHAIDI. 1997. Penggunaan Duckweed (Family

Lemnaceae) sebagai Pakan Serat Sumber

Protein dalam Ransun Ayam Broiler. Desertasi. Institut Pertanian Bogor.

TABIRI,H.Y.,K.SATO,K.TAKAHASHI,M.TOYOMIZU

dan Y. AKIBA. 2000. Effects of acute heat

stress on plasma amino acids concentration of broiler chickens. J. Poult. Sci. 37: 86 – 94. TAKAHASHI, K. dan Y. AKIBA. 1999. Effect of

oxidized fat on performance and some physiological responses in broiler chickens. J

Poult. Sci. 36: 304 – 310.

TOMOMATSU, H. 1994. Health effects of

oligosaccarides. Food Technol. 61: 61 – 65. VOET, D., J.G. VOET and C.W. PRATT. 1999.

Fundamentals of biochemistry, John Wiley and Sons, Inc. New York.

XAVIER, F. et al. 1999. Triterpenes from Centella

asiatica stimulate extracellular matrix

accumulation in rat experimental wounds.

European J. Dermatol. 9: 289 – 296.

ZUPPRIZAL, M. LARBIR, A.M. CHARHAGNEAU dan

P.A. GERAERT. 1993. Influence of ambient

temperature on true digestibility of protein and amino acids of rapessed and soybean meals in broilers. Poult. Sci. 72: 289 – 295.

DISKUSI Pertanyaan:

1. Ada zat aktif asam asiatik, pada daun antanan? Berapa besar?

2. Bagaimana mekanisme daun antanan bisa menurunkan cekaman panas?

Jawaban:

1. Zat aktif asam asialik, besarnya tidak diketahui karena tidak dianalisis.

2. Mekanisme: mampu mengurangi/mencegah timbulnya radikal bebas dengan memberikan hidrogen dan elektron sehingga radikal bebas menjadi stabil.

Gambar

Tabel 1.  Rataan konsumsi ransum (KR), Pertambahan bobot hidup (PBH) dan konversi ransum (KR/PBH)  umur 10 s/d 37 hari
Tabel 2. Rataan bobot lemak abdomen dan bobot hati

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi politik masyarakat pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 di

Pada perlakuan komposisi abu dan tanah 0,25:1 (A2) terlihat penambahan jumlah daun bibit hanya sampai di pengamatan ke-4 (40 HST), karena bibit mengalami gejala klorosis

Hasil penelitian tindakan kelas (PTK) menunjukan bahwa pembelajaran dengan tutor sebaya terbukti dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam bermain ornamen suling lubang

Berdasarkan kecenderungan tipe habitat yang digunakan oleh burung, gambar diatas merupakan ilustrasi peta persebaran burung pada empat tipe habitat di bentang alam

Pengamatan preparat ovarium katak (  Rana sp), bagian-  bagian yang terlihat sama seperti pada preparat ovarium ti kus, akan tetapi pada preparat katak ini sudah terjadi

Tujuan: Menganalisis pengaruh penambahan kayu manis terhadap pH, tingkat kecerahan (L*), aktivitas antioksidan, gula total dan organoleptik yang meliputi warna,

Kesimpulan dari penelitian ini adalah (a) Tindak pidana yang dapat dikategorikan tindak pidana yang bersifat pelanggaran administratif, yaitu perbuatan yang

Untuk menghindari subjektivitas terhadap analisis kesalahan yang dilakukan, penulis melibatkan seorang pakar di bidangnya untuk melakukan pengecekan, dan (4)