BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menghadapi kemajuan di zaman sekarang ini. Ada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang hanya dipelajarinya, dan bukan hanya sekedar mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
(Sagala, 2010:13) berpendapat bahwa belajar adalah proses suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman (Sagala, 2010:9) mengemukakan bahwa mengajar adalah suatu proses membantu (mencoba membantu) seseorang untuk memperlajari sesuatu.
Berdasarkan pengertian diatas pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan oleh setiap individu yang harus dilaksanakan untuk membentuk suatu karakter yang sudah dimiliki dirinya sejak lahir, serta mengembangkan potensi yang sudah ada pada dirinya untuk mempersiapkan dirinya menghadapi kemajuan zaman.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu sarana untuk mencetak watak dan karakter genarasi muda Indonesia, yang tau hak dan kewajibanya sebagai warga negara yang baik melalui pendidikan formal. Materi yang diajarkan PKn adalah konsep-konsep nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 beserta dinamika perwujudan dan kehidupan masyarakat Negara Indonesia. Sebagaimana menurut pandangan Cogan (1994:4) yang mengartikan PKn atau civic education sebagai “…the foundational course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities
in their adult lives”, maksudnya adalah suatu pelajaran dasar disekolah yang
dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat.
utama adalah membentuk karakter warga Negara (nation character building) dan pembinaan warganegara yang baik dan demokratis (good and democratic citizenship). Tugas ini membutuhkan upaya professional dalam pengorganisasian
pendidikan kewarganegaraan untuk mampu menghubungkan dunia sekolah dengan dunia luar sekolah atau dunia idealis dengan dunia realistis. Pendidikan kewarganegaraan memiliki tujuan utama untuk mebentuk siswa yang memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, berfikir kreatif, mampu bertindak demokratis dalam setiap aspek kegiatanya, memiliki tanggung rasa jawab negara baik sebagai warga negara lokal, regional, nasional, maupun internasional, dan juga dapat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan. Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai tujuan menurut Winataputra, (Tukiran, 2009:17) menegasakan bahwa:
“Pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warganegara Indonesia, oleh sebab itu, diharapkan setiap individu memiliki wawasan, watak serta keterampilan intelektual dan sosial yang memadai sebagai warganegara. Dengan demikian, setiap warga negara dapat berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai dimensi kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, setiap jenjang pendidikan harus mencakup pendidikan kewarganegaraan yang akan mengembangkan kecerdasan peserta didik melalui pemahaman dan pelatihan keterampilan intelektual”. Dengan mempertimbangkan karakteristik pendidikan kewarganegaraan para siswa juga mampu mencakup ketiga kompetensi pendidikan kewarganegaraan.
sebab dari pendidikan kewarganegaraan inilah warga negara bisa tau dan paham tentang kemampuan intelektual dan kemampuan sosial dari diri setiap warganegara.
Menurut Branson, (1999:4) materi pendidikan kewarganegaraan harus mencakup tiga komponen, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic skill (kecakapan kewarganegaraan) dan Civic Dispotition (watak – watak kewarganegaraan). Komponen pertama Civic knowledge “berkaitan degan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh
warganegaranya” ( Branson, 1999:8). Aspek ini menyangkut kemampuan
akademik – keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori politik, hukum dan moral. Kedua, Civic skill meliputi keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketiga, Civic Dispossition (watak–watak kewarganegaraan) merupakan dimensi yang paling subtantif dan esensial dalam mata pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai “pusat” dari pengembangan kedua
dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi, misi dan tujuan mata pelajaran PKn, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat afektif.
(kepada bangsa dan negara, memiliki kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan merupakan basis bagi terbentuknya karakter kewarganegaraan. Karakter kewarganegaraan berisikan sifat-sifat yang melekat pada diri setiap warga negara dalam melakukan perannya sebagai warga negara, hal ini akan terbentuk ketika pada dirinya telah terbentuk pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan (Cholisin, 2003: 2).
atau ditingkatkan dengan menerapkan strategi pembelajaran yang dapat memunculkan partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan di SMK Negeri 2 Banyumas menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang biasa digunakan cenderung menggunakan ceramah, sehingga guru cenderung lebih banyak menguasai keseluruhan proses belajar mengajar. Selain itu siswa SMK Negeri 2 Banyumas yang kebanyakan siswanya adalah laki-laki, dan proses pembelajaran yang ada di SMK Negeri 2 Banyumas yaitu dilakukan di luar kelas pada saat proses pembelajaran produktif (praktek di lapangan), dan proses pembelajajan adaptif normatif yang dilakukan didalam kelas, namun berdasarkan hasil observasi awal, siswa di SMK Negeri 2 Banyumas cenderung lebih menonjol pada proses pembelajaran yang dilakukan ada di luar kelas (praktek lapangan) namun pada saat pembelajaran di kelas siswa cenderung pasif, mereka mau berpartisipasi aktif dalam pembelajaran di kelas hanya apabila guru menunjuk dan memberikan pertanyaan. Proses belajar mengajar sangat terpusat kepada guru, artinya dalam proses pembelajaran yang lebih aktif gurunya dari pada Siswanya. Kondisi semacam ini tentunya bukanlah kondisi yang ideal untuk mendapatkan proses dan hasil belajar mengajar yang berkualitas. Proses belajar mengajar yang ideal adalah apabila tercipta interaksi yang komunikatif antara guru dan siswa. Guru memberikan stimulus dan siswa memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan oleh guru.
baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Dewasa ini banyak sekali pendekatan pembelajaran yang diterapkan di sekolah sebagai langkah terobosan untuk menanamkan dan menggali atau mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Pengajaran suatu nilai atau sikap hendaknya benar mampu menyentuh kesadaran siswa itu sendiri dengan tertanam melalui logika pembenaran yang dapat diterima siswa itu sendiri dan tertanam melalui logika pembenaran yang dapat diterima oleh siswa, sehingga nilai tersebut menjadi milik dan keyakinan yang tidak mudah berubah. Pelajaran PKn sebagai pendidikan moral yang dapat membentuk karakteristik siswa sangat membutuhkan pendekatan VCT (Value Clarification Technique) karena pendekatan ini dapat menunjang pemantapan penanaman nilai-nilai sikap.
Melalui pembelajaran PKn siswa dapat belajar bagaimana bersikap dan mengambil tindakan dalam bertingkah laku. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah VCT (Value Clarification Tecnique). Teknik mengklarifikasi nilai (Value Clarification Technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. VCT (Value Clarification Technique) dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswa
tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”. (Djahiri, 1979:
Ada beberapa fungsi dari VCT (Value Clarification Technique) diantaranya adalah mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya, menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya. (Djahiri, 1979: 115)
Penelitian menggunakan pendekatan pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) telah dilakukan oleh Baryono (2010) dan hasil
menunjukan straregi pendekatan pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) pada pembelajaran di SD Negeri 3 Berta, Kecamatan Susukan,
Kabupaten Banjarnegara berdampak positif dan mengalami kemajuan yang sangat signifikan dalam hal pemahaman kecerdasan dan kedisiplinan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jandut Gregorius (2006) penggunaan pendekatan VCT (Value Clarification Technique) berdampak pada hasil belajar siswa kelas V yang
menggunakan pendekatan VCT modifikasi lebih tinggi dari pada siswa kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional, dengan kata lain perbedaannya sangat signifikan.
Permasalahan-permasalahan dimana siswa kurang menerapkan kecakapan kewarganegaraan siswa, hal ini menarik peneliti untuk melakukan penelitian di SMK Negeri 2 Banyumas. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “ Penggunaan
Untuk Meningkatkan Kecakapan Kewarganegaraan Siswa Pada Materi Demokrasi di SMK Negeri 2 Banyumas.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini dirumuskan masalah umum penelitian, yaitu: Apakah terdapat perbedaan tingkat kecakapan kewarganegaraan siswa pada materi demokrasi antara kelas yang menggunakan metode berbasis bagan/matrik dengan metode konvensional? Secara khusus dirumuskan sub-sub penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan kecakapan intelektual siswa (intellectual skill) pada materi demokrasi antara kelas yang menggunakan pendekatan pembelajaran VCT menggunakan bagan/matrik dengan kelas yang menggunakan metode konvensional?
2. Apakah terdapat perbedaan kecakapan partisipatoris siswa (participatoris skill) pada materi demokrasi antara kelas yang menggunakan metode
bagan/matrik dengan metode konvensional?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pembelajaran PKn berbasis bagan/matrik dengan model konvensional dalam meningkatkat kecakapan siswa dalam materi demokrasi.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
a. Untuk mengetahui perbedaan kecakapan intelektual siswa dengan penggunaan metode berbasis bagan/matrik dengan metode konvensional antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen..
b. Untuk mengetahui kecakapan partisipatoris siswa dengan penggunaan metode berbasis bagan/matrik dengan metode konvensional antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen.
c. Untuk mengetahui peningkatan kecakapan kewarganegaraan dengan penggunaan metode berbasis bagan/matrik dengan metode konvensional antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen.
C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
a. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber referensi yang relevan khususnya untuk kajian mata pelajaran PKn.
diharapkan dapat memperkuat penelitian yang sudah dikembangkan sebelumnya.
c. Dengan adanya penelitian menggunakan pendekatan pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) menggunakan teknik daftar/matrik ini
diharapkan dapat menjadi acuan penelitian berikutnya. 2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terutama kepada siswa dan guru PKn dalam rangka membantu siswa dalam meningkatkan kecakapan kewarganegaraan siswa.
a. Bagi Siswa
1. Siswa dapat meningkatkan kecakapan yang sudah ada pada dirinya melalui pelajaran PKn.
2. Membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir. 3. Meningkatkan pemahaman siswa tentang sebuah nilai.
4. Memberikan motivasi dan pemahaman belajar kepada siswa untuk meningkatkan kecakapan kewarganegaraan yang sudah dimilikinya melalui pelajaran PKn.
b. Bagi Guru
1. Hasil penelitian dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran PKn.
3. Guru akan mendapatkan wawasan dan masukan tentang penggunaan pendekatan VCT (Value Clarification Technique) menggunakan teknik daftar/matrik untuk meningkatkan kecakapan siswa sehingga dapat diadopsi penggunaanya sesuai dengan mata pelajaran dan kondisi lingkungan sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan kecakapan siswa.
c. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kecakapan kewarganegaraan siswa khususnya siswa SMK Negeri 2 Banyumas.
D. Definisi Operasional
1. Teknik Mengklarifikasi Nilai (Value Clarification Technique) menurut Sanjaya (Taniredja, dkk. 2001 : 81-88) merupakan teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui suatu proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.
E. Indikator
Indikator Variabel VCT (Value Clarification Technique) (X).
Variabel Indikator
VCT (Value Clarification Technique) (X)
a. Materi Pembelajaran VCT
a. Kesesuaian penerapan pendekatan VCT dalam materi demokrasi dengan tingkat kemampuan siswa.
b. Materi pembelajaran demokrasi diangkat dari realitas kehidupan siswa.
c. Pendekatan pembelajaran VCT bersifat aktual dan sesuai dengan ilmu pengetahuan.
2. Pendekatan Pembealajaran VCT
a. Kesesuaian pendekatan VCT menggunakan daftar/matrik pada materi demokrasi.
b. Variasi metode VCT menggunakan bagan/matrik. c. Pendekatan VCT menggunakan bagan/matrik ini
menuntut siswa untuk berpartisipasi aktif dan menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam pembelajaran. d. Pendekatan VCT menggunakan bagan/matrik ini
digunakan untuk meningkatkan kecakapan kewarganegaraan siswa dalam materi demokrasi.
2. Strategi Pengajaran Afektif-nilai-moral, VCT dan Games dalam VCT.
b. Jenis Sumber Pembelajaran: 1. Sengaja direncanakan. 2. Sengaja dimanfaatkan. 5. Evaluasi Pembelajaran VCT
a. Penilaian belajar dan hasil belajar menggunakan VCT. b. Penilaian oleh guru, siswa sendiri (self evalution), dan
siswa lain.
c. Tindak lanjut hasil penilaian
Indikator
Indikator Kecakapan Kewarganegaraan Civic Skill) (Y).
Variabel Indikator
Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skill) (Y) Pada Materi Demokrasi.
1. Kecakapan Kewarganegaraan 1) Kecakapan Intelektual
a. Kemampuan membaca dan memahami informasi tentang demokrasi dan isu yang ditemukan di media dan menerapkanya melalui penggunaan pendekatan VCT menggunakan daftar/matrik.
b. Kemampuan mengaktualisasi konsep materi demokrasi dalam kehidupan sehari-hari melalui pendekatan VCT menggunakan daftar/matrik.
c. Mengevaluasi wacana tentang materi demokrasi dan menerapkan nilai-nilai demokrasi melalui pendekatan VCT menggunakan daftar/matrik.
2) Kecakapan Partisipatoris a. Keahlian partisipasi umum.
Bertanya, menjawab, berdiskusi saat proses pembelajaran demokrasi berlangsung.
Membangun koalisi, negosiasi, dan kompromi.
b. Keahlian pemecahan masalah.
Menyelesaikan masalah pada saat diskusi.
c. Partisipasi melalui kemampuan menganalisis isu-isu publik, kepemimpinan, kelompok mobilisasi, dan komunikasi.
Melakukan simulasi tentang kegiatan: kampanye, pemilu, melalui materi demokrasi.
Indikator Metode Konvensional
Variabel Indikator
Metode Ceramah Murni 1. Materi Pembelajaran ceramah Murni
a. Penerapan metode konvensional dalam materi demokrasi.
b. Metode pembelajaran konvensional pada materi demokrasi menggunakan ceramah murni.
2. Metode ceramah murni
aPembelajaran metode ceramah murni pada materi demokrasi.
b.Metode ceramah murni ini biasa digunakan dalam proses pembelajaran siswa.
c.Metode ceramah murni ini digunakan dalam pembelajaran siswa pada materi demokrasi.
3. Media Pembelajarn ceramah murni
a. Menggunakan buku paket dan LKS sebagai media pembelajaran.
4. Sumber Pembelajaran ceramah a. Bentuk Sumber Pembelajaran: 1. Buku paket PKn
2. Buku Lembar Kerja Siswa (LKS)
5. Evaluasi Pembelajaran ceramah murni
a. Penilaian hasil belajar dari nilai ulangan harian, mid semester, dan ujian semester.