• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - MUHAMMAD MUJAHIDIN BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - MUHAMMAD MUJAHIDIN BAB II"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) 2.1.1Klasifikasi Ikan Patin

Ikan patin (Pangasius hypopthalmus) adalah salah satu ikan asli perairan Indonesia yang telah berhasil didomestikasi. Jenis–jenis ikan patin di

Indonesia sangat banyak, antara lain Pangasius pangasius atau Pangasius jambal, Pangasius humeralis, Pangasiu lithostoma, Pangasius nasutus, pangasius polyuranodon, Pangasius niewenhuisii. Pangasius sutchi dan

Pangasius hypophtalmus yang dikenal sebagai jambal siam atau lele bangkok merupakan ikan introduksi dari Thailand (Kordi, 2005).

Ikan patin (Gambar 2.1) merupakan ikan konsumsi yang hidup di

perairan tawar yang memiliki ciri-ciri umum tidak bersisik, tidak memiliki

banyak duri, kecepatan tumbuhnya relatif cepat, dapat diproduksi secara

massal dan memiliki peluang pengembangan skala industri (Susanto, 2009

dalam Hermiastuti, 2013).

Adapun klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin (1984) dalam

Oktavianti (2014) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Famili : Pangasidae

(2)

Spesies : Pangasius hypopthalmus

Gambar 2.1. Ikan patin (Pangasius hypopthalmus) 2.1.2Morfologi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)

Ikan Menurut Hadinata (2009) Tubuh ikan patin secara morfologi

dapat dibedakan yaitu bagian kepala dan badan. Bagian kepala terdiri dari:

Rasio panjang standar/panjang kepala 4,12 cm, Kepala relatif panjang, melebar

kearah punggung, Mata berukuran sedang pada sisi kepala, Lubang hidung

relative membesar, Mulut subterminal relatif kecil dan melebar ke samping,

Gigi tajam dan sungut mencapai belakang mata, dan Jarak antara ujung

moncong dengan tepi mata lebih panjang. Sedangkan bagian badan terdiri dari:

Rasio panjang standar/tinggi badan 3.0 cm, Tubuh relatif memanjang, Warna

punggung kebiru-biruan, pucat pada bagian perut dan sirip transparan, Perut

lebih lebar dibandingkan panjang kepala, dan Jarak sirip perut ke ujung

moncong relative panjang.

Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak

dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai

120 cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik.

(3)

bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya

terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Amri,

2007).

Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi

patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sementara itu, jari-jari

lunak sirip punggung terdapat enam atau tujuh buah. Pada punggungnya

terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali. Adapun sirip ekornya

membentuk cagak dan bentuknya simetris. Sirip duburnya panjang, terdiri dari

30-33 jari-jari lunak, sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak.

Sirip dada memiliki 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang

berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai patil (Amri, 2007).

2.1.3Habitat Dan Kebiasaan Hidup Ikan Patin

Habitat ikan patin adalah di tepi sungai – sungai besar dan di muara –

muara sungai serta danau. Dilihat dari bentuk mulut ikan patin yang letaknya

sedikit agak kebawah, maka ikan patin termasuk ikan yang hidup di dasar

perairan. Ikan patin sangat terkenal dan digemari oleh masyarakat karena

daging ikan patin sangat gurih dan lezat untuk dikonsumsi (Susanto & Khairul,

1996 dalam Hariati, 2010).

Patin dikenal sebagai hewan yang bersifat nokturnal, yakni melakukan

aktivitas atau yang aktif pada malam hari. Ikan ini suka bersembunyi di liang –

liang tepi sungai. Benih patin di alam biasanya bergerombol dan sesekali

muncul dipermukaan air untuk menghirup oksigen langsung dari udara pada

(4)

dibutuhkan tidaklah rumit, karena patin termasuk golongan ikan yang mampu

bertahan pada lingkungan perairan yang jelek. Walaupun patin dikenal ikan

yang mampu hidup pada lingkungan perairan yang jelek, namun ikan ini lebih

menyukai perairan dengan kondisi perairan baik (Kordi, 2005).

Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Karena

airsebagai media tumbuh sehingga harus memenuhi syarat dan harus

diperhatikan kualitas airnya, seperti: suhu, kandungan oksigen terlarut (DO)

dan keasaman (pH). Air yang digunakan dapat membuat ikan melangsungkan

hidupnya (Effendi, 2003).

Menurut Kordi (2005) dalam Bandaso (2016), Air yang digunakan untuk pemeliharaan ikan patin harus memenuhi kebutuhan optimal ikan. Air

yang digunakan kualitasnya harus baik. Beberapa faktor yang dijadikan

parameter dalam menilai kualitas suatu perairan, sebagai berikut:

1. Oksigen (O2) terlarut antara 3 – 7 ppm, optimal 5 – 6 ppm.

2. Suhu 25 – 33 0C.

3. pH air 6,5 – 9,0 optimal 7 – 8,5.

2.2Pakan Alami Ikan (Tubifex sp.)

Pakan alami merupakan pakan yang tersedia di alam. Dengan pakan

alami, ikan mempunyai kesempatan untuk memilih jenis pakannya. Pakan alami

merupakan pakan terbaik untuk budidaya ikan pada fase tertentu, terutama fase

pembenihan dan pendederan. Contoh pakan alami yaitu cacing sutra. Kelebihan

(5)

pencernaan ikan dan membantu ikan untuk memasuki kondisi kawin (Prasetya,

2015).

Cacing sutra memiliki warna tubuh yang dominan kemerah – merahan.

Ukuran tubuhnya sangat ramping dan halus dengan panjang 1 – 2 cm. cacing ini

sangat senang hidup berkelompok atau bergerombolan karena masing – masing

individu berkumpul menjadi koloni yang sulit diurai dan saling berkaitan satu

sama lain (Khairuman et al., 2008 dalam Lubis, 2016).

Cacing sutra (Gambar 2.2) termasuk organisme yang bersifat

hermaphrodite atau berkelamin ganda, yaitu kelamin jantan dan betina menyatu

dalam satu tubuh. Hal ini mungkin dikarenakan jaringan reproduksinya mampu

membentuk gamet jantan dan gamet betina (Khairuman et al. 2008 dalam

Hariati, 2010).

Klasifikasi cacing sutra menurut Healy, (2001) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Annelida

Kelas : Oligochaeta

Ordo : Haplotaxida

Famili : Tubificidae

Genus : Tubifex

(6)

Gambar 2.2. Cacing sutera (Tubifex sp)

Cacing sutera (Tubifex sp.) tergolong dalam kelompok hewan avertebrata (tidak bertulang belakang) sehingga sering disebut hewan lunak.

Hewan ini banyak dijumpai di tempat-tempat lembab. Cacing ini sering disebut

sebagai cacing rambut karena bentuk dan ukurannya seperti rambut. Ukurannya

kecil dan ramping, panjang 1-2 cm (Gassa, 2011 dalam Zarkasih et al. 2015). Habitat dan penyebaran cacing sutra umumnya berada di daerah tropis.

Umumnya berada di saluran air atau kubangan dangkal berlumpur yang airnya

mengalir perlahan, misalnya selokan tempat mengalirnya limbah dari

pemukiman penduduk atau saluran pembuangan limbah peternakan. Dasar

perairan yang banyak mengandung bahan–bahan organik terlarut merupakan

habitat kesukaannya. Membenamkan kepala merupakan kebiasaan cacing ini

untuk mencari makanan dan ekornya yang mengarah kepermukaan air berfungsi

untuk bernafas (Khairuman et al. 2008 dalam Hariati, 2010).

Cacing sutera bersifat hermaprodit yaitu pada satu organisme

mempunyai 2 alat kelamin. Telur dihasilkan oleh induk cacing yang telah

mengalami kematangan kelamin betina dan dibuahi oleh cacing lain yang

(7)

menghasilkan kokon setelah berumur 40-45 hari. Selanjutnya perkembangan

telur terjadi di dalam kokon yaitu suatu bangunan berbentuk bulat telur, panjang

1 mm dan diameter 0,7 mm yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis dari salah

satu segmen tubuh yang disebut klitelum. Telur yang ada di dalam tubuh

mengalami pembelahan, selanjutnya tubuh berkembang membentuk

segmen-segmen. Setelah beberapa hari embrio akan keluar dari kokon. Jumlah telur

dalam setiap kokon cacing sutera berkisar antara 4 – 5 buah. Siklus hidup cacing

sutera relatif singkat yaitu 50 – 57 hari (Muntholib & Prima, 2014).

Cacing sutera digunakan untuk pakan benih ikan konsumsi, terutama

pada ikan–ikan yang dibudidayakan secara massal. Dari segi harga, cacing sutra

tergolong relatif murah dan kandungan nutrisinya pun tidak kalah jika

dibandingkan dengan pakan lainnya seperti Artemia, Rotifera, Daphnia sp, Infusoria dan jentik nyamuk (Khairuman et al. 2008 dalam Hariati, 2010). 2.3Pakan buatan

Untuk mendapatkan pertumbuhan ikan yang optimum, perlu

ditambahkan pakan tambahan yang berkualitas tinggi, yaitu pakan yang

memenuhi kebutuhan nutrisi ikan. Nilai gizi pakan ikan pada umumnya dilihat

dari komposisi zat gizinya, seperti kandungan protein, lemak, karbohidrat,

vitamin, dan mineral. Selain nilai gizi makanan, perlu diperhatikan pula bentuk

dan ukuran yang tepat untuk ikan yang dipelihara. (Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, 1991; Sumantadinnata, 1983 dalam Dani, 2005). Pakan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menunjang

(8)

dalam budidaya ikan, terutama bila digunakan jenis pakan yang komersial,

karena harganya yang sangat mahal. Peran pakan sangat dominan dalam usaha

budidaya perikanan yang dikelola secara intensif. Alternatif yang telah

dilakukan oleh pengusaha budidaya, untuk mengurangi biaya pengadaan pakan,

adalah dengan membuat pakan buatan (Afrianto & Liviawati, 2005 dalam

Soeprapto, 2009).

Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu,

biasanya didasarkan pada pertimbangan kebutuhan nutrien ikan, kualitas bahan

baku, dan nilai ekonomis (Utami, 1987 dalam Soeprapto, 2009).

Berdasarkan ukurannya, secara garis besar pakan buatan dibedakan

menjadi tiga golongan yaitu Crumble, adalah pakan berupa butiran halus/serbuk

dan biasa digunakan pada udang usia tebar (benur). Pelet, yaitu pakan buatan

yang berupa butiran-butiran kecil sampai butiran kasar dan biasa digunakan pada

udang dewasa sampai udang usia panen. Pakan fleke, adalah pakan buatan

kering seperti kertas berbentuk serpihan merupakan jenis pakan yang cukup baik

untuk larva udang karena bentuk fisiknya sesuai, banyak diperjual-belikan

dengan nama "Brine Shrimp Flake" (Anemia Flake). Jenis pakan tersebut

diimpor dari China. Umumnya pada pembenihan udang menggunakan pakan

jenis ini dalam setiap siklus pemeliharaannya. Sehubungan dengan

penggolongan pakan tersebut maka pakan micropartculate termasuk di dalam

jenis Pakan Fleke. Untuk selanjut-nya dalam makalah ini dinamakan Pakan

(9)

Pakan mikrokapsul dengan matrik protein dan media suspensi air dapat

diisi Tubifex sp, oleh karena ukurannya yang berdiameter 50 nm – 2,0 mm, maka dapat digunakan sebagai pakan buatan untuk larva baik pada ikan maupun udang

(Sukardi et al. 2007).

Menurut Langdon (1989) dalam Soeprapto (2009), diameter ukuran

mikrokapsul pakan larva berkisar antara 2,37 μm - 6 ,06 μm. Komponen nutrisi

pakan mikrokapsul untuk ikan ditentukan berdasarkan kebutuhan larva ikan

terhadap protein, asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Karena

kebutuhan larva ikan masih belum dapat ditentukan, maka sumber-sumber

protein yang bernilai nutrisi tinggi dapat digunakan udang-udangan, cumi-cumi,

kerang, ekstrak tiram, telur ayam, susu skim, kasein, gelatin, albumin telur,

jamur dan daging ikan (Soeprapto, 2009).

Menurut Yufera et al. (1999) dalam Soeprapto (2009), pakan mikrokapsul harus mudah didistribusikan, karena pada saat awal larva masih

belum aktif bergerak (geraknya terbatas), dan harus dapat ditangkap sebelum

jatuh ke dasar kolam perairan. Mikrokapsul yang baik memiliki kepadatan

rendah 400 – 600 g/l dengan laju tenggelam rata-rata 25 cm/jam. Keberadaannya

harus mengapung/melayang dalam media pemeliharaan, sehingga akan mudah

ditangkap oleh larva udang atau ikan.

2.4Pertumbuhan ikan

Limbah yang masuk ke perairan, salah satunya adalah limbah yang

berasal dari pertanian yakni pestisida. Berbagai pestisida digunakan sebagai

(10)

dalam jumlah yang besar dapat bersifat racun bagi biota-biota yang hidup di

perairan, antara lain adalah ikan-ikan (Rudiyanti & Ekasari, 2009 dalam

Damayanti, 2013).

Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas

organisme pengganggu tanaman sebab mempunyai daya bunuh yang tinggi,

penggunaannya mudah dan hasilnya cepat diketahui. Namun bila aplikasinya

kurang bijaksana dapat membawa dampak pada pengguna, hama non sasaran,

maupun lingkungan yang sangat berbahaya (Wudianto, 1994 dalam Pelawi, 2009).

Penggunaan pestisida untuk membasmi hama baik secara langsung

ataupun tidak langsung akan mengganggu kualitas air, sehingga kelangsungan

hidup dan pertumbuhan ikan juga akan terganggu (Rudiyanti & Ekasari, 2009).

Menurut Thompson (1971) dalam Rudiyanti & Ekasari (2009) pengaruh secara langsung disebabkan oleh akumulasi pestisida dalam

organ-organ tubuh akibat tertelan bersama-sama makanan yang terkontaminasi, atau

akibat rusaknya organ-organ pernafasan sehingga dapat mematikan ikan

budidaya dalam jangka waktu tertentu, sedangkan secara tidak langsung adalah

menurunnya kekebalan tubuh terhadap penyakit dan terhambatnya pertumbuhan.

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam mengefisiensikan

pakan hidup yaitu dengan mengganti pakan hidup (cacing sutra) dengan pakan

buatan lebih awal. Namun, saat yang tepat untuk pemberian pakan buatan perlu

dievaluasi sesuai dengan perkembangan sistem pencernaan larva ikan patin yang

(11)

sederhana, sehingga menjadi masalah dalam pemberian pakan (Suprayudi et al., 2013).

Berdasarkan Effendi et al. (2006), larva ikan patin umur satu hari sudah memiliki aktivitas enzim lipase dan protease di dalam saluran pencernaannya,

namun belum terdapat aktivitas enzim amilase. Aktivitas protease menurun pada

umur tiga hari setelah menetas dan meningkat pada umur tujuh hari, kemudian

menurun setelah larva umur sepuluh hari. Pada enzim lipase, aktivitas enzim

mulai meningkat pada larva umur tiga hari, selanjutnya menurun tajam hingga

larva umur tujuh hari.

Menurut Conceicao et al. (2007) dalam Suprayudi et al. (2013) pada saat aktivitas enzim sudah tinggi dapat diindikasikan secara fisiologi larva siap

untuk memperoleh pakan dari luar. Pertumbuhan merupakan pertambahan

ukuran panjang, berat maupun volume dalam waktu tertentu. Pertumbuhan ikan

biasanya diikuti dengan perkembangan, yaitu perubahan dalam kenampakan dan

kemampuannya yang mengarah pada pendewasaan. Pada pertumbuhan normal

terjadi rangkaian perubahan pematangan yaitu pertumbuhan yang mengikut

sertakan penambahan protein serta peningkatan panjang dan ukuran (Ganong,

1990 dalam Hariati, 2010).

Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor

internal meliputi faktor genetik, hormon, umur, kemampuan dalam

memanfaatkan makanan atau efisiensi penggunaan ransum dan ketahanan

(12)

seperti ruang gerak, kepadatan penebaran, kuantitas dan kualitas makanan

(Anggorodi, 1984).

Ikan patin perkembangan gametnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan.

Patin jantan mencapai dewasa lebih cepat dari pada ikan betina, karena proses

kematangan kelamin relatif lama. Namun, patin yang hidup di daerah tropis,

perkembangan telur dan spermanya lebih cepat dari pada patin yang hidup di

daerah subtropis (Kordi,2005).

Ikan akan tumbuh dengan normal jika pertambahan berat sesuai dengan

pertambahan panjang. Pertumbuhan ikan dapat dinyatakan menurut rata-rata

berat /panjang pada umur tertentu (Achyar, 1979 dalam Hariati, 2010). 2.5Efisiensi Pakan

Ikan memerlukan zat-zat gizi untuk melengkapi kebutuhan hidupnya.

Zat-zat tersebut digunakan untuk proses pertumbuhan, produksi, reproduksi dan

pemeliharaan tubuhnya. Secara umum, pakan ikan dibuat dari bahan-bahan

pakan yang berasal dari tanaman dan hewan, terutama hasil ikutan sisa proses

pengolahan makanan dan pabrik. Bahan makanan manusia yang tersisa dan

kurang bermanfaat bagi kebutuhan manusia, ternyata zat-zat nutrisinya masih

bisa dimanfaatkan oleh ikan. Pakan yang sudah lengkap kandungan nutrisi untuk

memenuhi kebutuhan tubuh ikan adalah pakan konsentrat atau pakan pellet.

Pakan pellet dibuat berdasarkan kebutuhan masing-masing jenis dan fase

kehidupan lkan sehingga terdapat berbagai jenis dan merk pakan pellet di

(13)

berbagai nutrisi yang dibutuhkan ikan sehingga sumber bahan bakunya bisa

bermacam-macam (Anonim 2014).

Efisiensi pakan adalah kemampuan untuk mengubah pakan kedalam

bentuk tambahan bobot badan. Efisiensi pakan tergantung kepada aktivitas

fisiologi ikan (organisme). Efisiensi pakan berkaitan erat dengan rataan

pertambahan bobot badan harian dan konsumsi. Efisiensi penggunaan pakan

merupakan perbandingan dari rataan pertambahan bobot badan dengan konsumsi

pakan, efisiensi penggunaan pakan yang mengandung protein tinggi, lebih tinggi

dibandingkan dengan pakanyang mengandung protein rendah. Hal ini sangat

mendukung terhadap pertumbuhan yang mengutamakan protein sebagai

kandungan bahan pakan dimana pada akhirnya memberikan dampak yang lebih

baik pada ikan untuk meningkatkan pertambahan bobot badan yang diharapkan

(Pejampi, 2012).

Djarijah, (1995) dalam Hidayat et al. (2013) menyatakan faktor yang menentukan tinggi rendahnya efisiensi pakan adalah jenis sumber nutrisi dan

jumlah dari tiap-tiap komponen sumber nutrisi dalam pakan tersebut.

Efisiensi pakan menunjukkan presentasi pakan yang diubah menjadi

daging atau pertambahan bobot. Pakan dikatakan baik bila nilai efisiensi

pemberian pakan lebih dari 50 % atau bahkan mendekati 100% (craig &

heilfrich, 2002 dalam Ahmadi, 2012). Efisiensi pemberian pakan berbanding lurus dengan pertambahan bobot tubuh, sehingga semakin tinggi nilai efisiensi

pemberian pakan berarti semakin efisiensi ikan memanfaatkan pakan yang

Gambar

Gambar 2.1. Ikan patin (Pangasius hypopthalmus)
Gambar 2.2. Cacing sutera (Tubifex sp)

Referensi

Dokumen terkait

sahnya jual beli telah terpenuhi, untuk menjual kepada Pihak Kedua, yang --- berjanji dan mengikat diri untuk membeli dari Pihak Pertama: --- Sebidang tanah Hak Guna Bangunan Nomor

Voltmeter untuk mengukur tegangan antara dua titik, dalam hal ini adalah tegangan pada lampu 3, voltmeter harus dipasang secara paralel dengan beban yang hendak diukur, posisi

KONSELING KEAGAMAAN BAGI LANJUT USIA

Perancis dan Belgia adalah pengecualian (pantas dicatat bahwa Belgia adalah sebuah negara yang menggunakan kuota untuk melindungi representasi masyarakat Flemish dan masyarakat

Pada IKM keramik putaran mesin yang digunakan sekitar 40 rpm sampai 60 rpm. Sedangkan pada penelitian ini, putaran mesin dapat diatur dengan menggunakan inverter

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Kedudukan Dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Perumusan Isu Strategis Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal Perumusan Tujuan, Sasaran, Strategi,

[r]