• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang wilayahnya sebagian besar terdiri dari perairan. Menurut Janhidros (2006) luas wilayah daratan Indonesia sekitar 2.012.402 km2 sedangkan luas perairannya sekitar 5.877.879 km2. Wilayah daratan Indonesia terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km. Berdasarkan kondisi ini, Indonesia memiliki potensi kelautan yang sangat beragam, mulai dari sumber daya perikanan, budidaya kelautan, sumber energi konvensional, sumber daya minyak dan gas bumi, dan lainnya. Namun terdapat banyak potensi kekayaan sumber daya kelautan Indonesia yang belum dieksplorasi dan dieksploitasi secara optimal, bahkan sebagiannya belum diketahui potensi yang sebenarnya. Dalam menunjang upaya pengembangan dan pengelolaan wilayah kelautan tersebut data yang lengkap, akurat dan up to date mengenai data kelautan seperti data pasang surut, gelombang, arus, suhu, salinitas, dan sebagainya sangat dibutuhkan.

Informasi pasang surut laut memiliki peranan penting dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya kelautan. Stasiun pasang surut yang dimiliki oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) banyak tersebar di seluruh Indonesia. BIG merupakan badan pemerintah di bidang survei dan pemetaan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial. Salah satu bidang dalam BIG, Pusat Bidang Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika, yaitu Bidang Jaring Kontrol Gayaberat dan Pasang Surut. Tugas utama Bidang Jaring Kontrol Gaya Berat dan Pasang Surut yaitu melaksanakan penyiapan bahan penyusunan rencana dan program, perumusan dan pengendalian kebijakan teknis, penyusunan norma, pedoman, prosedur, standar, dan spesifikasi, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penggunaan, dan pemutakhiran data dan informasi geospasial dasar, serta pelaksanaan kerja sama teknis dengan badan atau lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat di dalam dan/atau luar negeri di bidang jaring kontrol gaya berat dan pasang surut. Arus pasang surut terkuat yang tercatat di Indonesia terdapat di Selat Capalulu, antara Pulau Taliabu dan Pulau Mangole, yang kekuatannya dapat

(2)

mencapai 5 m/dt (Nontji, 1987 dalam Dahuri, 2004). Data pasang surut laut sangat diperlukan dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir seperti pembuatan pelabuhan, bangunan pemecah gelombang, jembatan laut, pemasangan pipa bawah laut, transportasi laut, bahkan dalam kegiatan penangkapan ikan. Parluhutan (2012) menyatakan bahwa saat ini terdapat 113 stasiun pasang surut laut yang dimiliki oleh BIG. Mengingat akan banyaknya stasiun pasang surut yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia tersebut, maka diperlukan suatu sistem informasi yang mampu menyajikan informasi tentang stasiun pasang surut laut secara lebih interaktif sehingga mempermudah pengguna dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan dengan teknologi sistem informasi geografis (SIG).

Sebelumnya, proyek pembuatan sistem informasi sejenis ini sudah dilakukan oleh Waskito (2004). Dalam proyek tersebut Waskito membuat suatu aplikasi sistem informasi dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Active Server Pages yang lebih terfokus pada data atribut nilai pasang surut, sedangkan data spasial yang disajikan berupa gambar peta titik-titik persebaran stasiun pasang surut laut sehingga hanya dapat dilihat tanpa dapat berinteraksi dengan pengguna. Berdasarkan kondisi tersebut maka proyek ini bertujuan untuk membuat suatu aplikasi sistem informasi persebaran stasiun pasang surut yang terfokus baik pada data spasial dan data atribut mengenai informasi persebaran stasiun pasang surut secara lebih interaktif. Dalam proyek ini akan ditampilkan peta Indonesia yang dilengkapi dengan icon-icon yang mewakili persebaran titik-titik stasiun pasang surut, dan ketika icon tersebut di klik maka akan muncul jendela feature info yang menampilkan informasi lengkap mengenai persebaran dan deskripsi stasiun pasang surut di Indonesia.

Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, maka akan lebih efektif dan efisien disajikannya suatu sistem informasi persebaran stasiun pasang surut di Indonesia serta data pengamatan pasang surut melalui media internet atau dapat dikatakan berbasis web. Keterbatasan komunikasi dan akses informasi antara penyedia sistem informasi dengan pengguna dapat dieliminasi dengan adanya sistem informasi berbasis web ini. Pengguna akan mendapatkan kemudahan untuk memperoleh berbagai informasi mengenai persebaran dan deskripsi stasiun pasang surut di Indonesia.

(3)

I.2. Cakupan Kegiatan

Terdapat beberapa cakupan kegiatan dalam pembuatan sistem informasi persebaran stasiun pasang surut laut berbasis web ini, diantaranya yaitu:

1. Membangun sebuah aplikasi sistem informasi geografis berbasis web yang mampu mengintegrasikan berbagai operasi umum basis data yang memiliki kemampuan visualisasi spasial berupa peta Indonesia sebagai peta dasar dan penyajikan data atribut berupa informasi persebaran dan deskripsi stasiun pasang surut laut seperti koordinat stasiun, kode stasiun, uraian lokasi, sensor pasut, data logger, interval data, jenis komunikasi operator, foto stasiun pasut, dan lainnya

2. Membangun sebuah aplikasi yang menyajikan titik-titik persebaran stasiun pasang surut secara interaktif yang menyediakan berbagai tool umum seperti searching, zoom in, zoom out, panning, dan lainnya serta dilengkapi dengan kolom “nama stasiun” yang menyediakan lokasi masing-masing stasiun pasang surut dan ketika lokasi tersebut di-klik maka akan muncul posisi stasiun dengan perbesaran sehingga terfokus pada stasiun tersebut. Akan tetapi sistem informasi ini tidak dilengkapi dengan fungsi query. 3. Pembuatan sistem informasi ini sebisa mungkin dilakukan dengan

menggunakan perangkat lunak yang bersifat open source sehingga bisa lebih efisien dari segi biaya

4. Informasi persebaran stasiun pasang surut yang ditampilkan merupakan informasi dari persebaran 113 stasiun pasang surut beserta data dari masing-masing stasiun yang dimiliki oleh Badan Informasi Geospasial, Pusat Bidang Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika, Bidang Jaring Kontrol Gayaberat dan Pasang Surut

I.3. Tujuan

Kegiatan aplikatif ini bertujuan untuk pembuatan suatu aplikasi sistem informasi persebaran stasiun pasang surut laut di Indonesia berbasis web dengan menggunakan perangkat lunak open source.

(4)

I.4. Manfaat

Diharapkan dengan tersedianya informasi persebaran stasiun pasang surut di Indonesia yang terintegrasi dalam suatu sistem berbasis web ini dapat mempermudah pengguna dalam mencari dan mendapatkan informasi yang diinginkan mengenai persebaran stasiun pasang surut laut di Indonesia secara cepat dan tepat, sehingga informasi tersebut dapat digunakan untuk pengelolaan kegiatan kelautan secara lebih optimal.

I.5. Landasan Teori I.5.1. Stasiun Pasang Surut

Stasiun pasang surut merupakan tempat berbagai peralatan perekaman dan pengukuran pasang surut laut disimpan dan diatur sehingga mampu bekerja optimal untuk kemudian dilakukan pengolahan dan analisis. Pasang surut (pasut) merupakan peristiwa naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di Bumi. Memprediksi pasut dengan akurasi yang baik diperlukan pengetahuan tentang pasut yang cukup memadai, karena itu diperlukan data pengukuran paling sedikit selama 15 hari, atau selama 18,6 tahun jika ingin mendapatkan hasil prediksi dengan akurasi tinggi (Pariwono 1985 dalam Dahuri, 2004).

Kisaran pasang surut (tidal range) adalah perbedaan tinggi muka air pada saat pasang maksimum dengan tinggi muka air pada saat surut minimum, nilai rata-rata berkisar antara 1-3 m. Di beberapa perairan Indonesia seperti Tanjung Priok (Jakarta), kisaran pasang surutnya hanya 1 m, Ambon sekitar 2 m, Bagan Siapi-api sekitar 4 m, sedangkan pasng surut tertinggi terdapat di muara Sungai Digul dan Selat Muli (Papua bagian selatan) yaitu mencapai 7-8 m (Dahuri, 2004).

Suardi (2009) menyatakan bahwa alat pengukuran pasang surut laut dibagi menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu:

1. Tide Staff

Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide Staff merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air

(5)

laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat.

2. Tide Gauge

Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam ke dalam komputer.

Tide Gauge terdiri dari dua jenis, yaitu: a. Floating tide gauge (self registering)

Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Dibandingkan dengan menggunakan tide staff, pengamatan pasut dengan alat ini kurang banyak dilakukan.

b. Pressure tide gauge (self registering)

Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge, namun perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada dibawah permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk pengamatan pasang surut.

3. Satelit Altimetri

Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya sistem satelit Geos-3. Secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Prinsip Dasar satelit Altimetri adalah satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerimaan pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit.

Prinsip penentuan perubahan kedudukan muka laut dengan teknik altimetri yaitu pada dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur jarak vertikal

(6)

dari satelit ke permukaan laut. Karena tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka tinggi muka laut (Sea Surface Height tau SSH) saat pengukuran dapat ditentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan jarak vertikal. Variasi muka laut periode pendek harus dihilangkan sehingga fenomena kenaikan muka laut dapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series analisys). Analisis deret waktu dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal periode panjang dan fenomena sekitarnya.

I.5.2. Sistem Informasi Geografis

Seiring kemajuan teknologi informasi, pengguna akan dimudahkan dalam melihat fenomena kebumian dengan perspektif yang lebih baik dengan memanfaatkan sistem informasi geografis (SIG). SIG mampu mengakomodasi penyimpanan, pemrosesan, penayangan, dan pengintegrasian data yang beragam. I.5.2.1. Konsep Dasar SIG. SIG adalah sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografis: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data, dan (d) keluaran (Aronoff, 1989 dalam Prahasta, 2009).

I.5.2.2. Sub-sistem SIG. SIG dapat diuraikan menjadi empat subsistem yaitu:

1. Data input : mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber

2. Data output : menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy

3. Data management : mengorganisasikan data yang terkait dalam sistem basis data sehingga mudah dipanggil kembali, diupdate dan diedit

4. Data manipulation & analysis : menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Sub-sistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data utnuk menghasilkan informasi yang diharapkan

(7)

Untuk lebih jelasnya, uraian ilustrasi sub-sistem SIG dapat dilihat pada Gambar I.1.

Gambar I.1. Ilustrasi uraian sub-sistem SIG (Sumber: Prahasta, 2009)

I.5.2.3. Model Data Spasial. Model data spasial secara konseptual dibagi menjadi dua yaitu model data raster dan model data vektor. Pada model data vektor, objek spasial yang digunakan yaitu titik, garis, dan area:

a. Titik : merupakan model data vektor berdimensi-0 yang posisinya dinyatakan dalam nilai koordinat x dan y.

b. Garis : merupakan model data vektor berdimensi-1 yang posisinya dinyatakan dengan dua atau lebih koordinat x dan y yang dihubungkan sehingga terdapat titik awal dan titik akhir.

c. Area : merupakan model data vektor berdimensi-2 yang posisinya dinyatakan dengan beberapa koordinat x dan y yang dihubungkan sehingga membentuk suatu area yang titik awal dan titik akhir dari koordinat area tersebut merupakan titik yang sama.

Data Input Data Output Data Management Data Manipulation & Analysis Tabel Laporan Pengukuran Lapangan Peta (tematik, topografi, dll) Foto Udara Citra Satelit/ radar DEM (srtm,dll) Data Lainnya INPUT OUTPUT Storage/ Basis Data Retrieval Processing Tabel Peta Laporan Softcopy

(8)

I.5.2.4. Cara Kerja SIG. SIG dapat merepresentasikan suatu model dunia nyata diatas layar monitor komputer sebagaimana lembaran-lembaran peta dapat merepresentasikan dunia nyata di atas kertas. Akan tetapi SIG memiliki kekuatan lebih dan daya fleksiblitas daripada lembaran peta kertas.

Sistem perangkat lunak SIG menyimpan semua informasi deskriptif unsur-unsur spasialnya sebagai informasi atribut kemudian SIG membentuk dan menyimpan atribut tersebut dalam tabel sistem basis data relasional yang terkait. Setelah itu, SIG juga menghubungkan unsur-unsur spasialnya dengan tabel-tabel basis data yang bersangkutan. Oleh karena itu, atribut-atribut spasialnya juga diakses melalui lokasi-lokasi objek atau unsur-unsur petanya. Sebaliknya, objek spasial atau unsur-unsur peta tersebut juga dapat diakses melalui atribut sehingga objek spasial dapat dicari, dipanggil, dan ditemukan berdasarkan atributnya.

I.5.2.5. Sistem Basis Data Informasi Geografis. Sistem basis data adalah gabungan antara basis data dan perangkat lunak sistem manajemen basis data (SMBD) termasuk di dalamnya program aplikasi yang dibuat dan bekerja dalam satu sistem.

Gambar I.3. Konsep sistem basis data (Sumber: Elmasri and Navathe, 1994)

User/ Programmer

Sistem Basis Data Program

Aplikasi SMBD

Perangkat Lunak Pemrosesan Program/ Query

Perangkat Lunak Pengakses Data

Definisi Data

(9)

Menurut Elmasri (1994), basis data adalah: (a) penyajian suatu aspek dari dunia nyata; (b) kumpulan data dari berbagai sumber yang mempunyai makna; (c) basis data harus dirancang, dibangun dan dihimpun untuk suatu tujuan tertentu. Sedangkan SMBD (sistem manajemen basis data) adalah kumpulan program (perangkat lunak) yang digunakan untuk membuat dan mengelola basis data. SMBD memiliki tiga kemampuan yaitu: (a) pendefinisian basis data; (b) penyusunan basis data; (c) manipulasi data. Gabungan antara basis data dengan perangkat lunak (SMBD) yang mengelolanya disebut dengan sistem basis data seperti yang dijelaskan pada Gambar I.3. tersebut.

Aplikasi dari suatu sistem basis data dapat dimodelkan dengan menggunakan 3 langkah model, yaitu:

1. Model konseptual, yaitu memodelkan hubungan antar entitas yang ada dan konstran yang menyertainya

2. Model logikal, yaitu memodelkan relasi antar tabel dalam bentuk yang lebih nyata termasuk menentukan primary key dan foreign key yang akan digunakan untuk merelasikan tabel

3. Model fisikal, yaitu memodelkan struktur dari tiap file dalam basis data dan metode pengindeksannya

SMBDS (sistem manajemen basis data spasial) adalah perangkat yang digunakan untuk menyimpan dan mengelola data spasial dengan pendekatan sistem basis data. SMBDS harus mampu mendukung pemodelan data spasial, spatial abstract data types (ADTs), dan bahasa query untuk memanggil ADTs ini. Disamping itu, SMBDS juga harus mendukung pengindeksan spasial dan mempunyai algoritma yang efisien untuk pemrosesan operasi yang akan dilakukan (Shekar dan Chawla, 2003). Dalam penerapannya SMBDS menyimpan data spasial pada suatu tabel yang memiliki kolom dengan tipe geometri sesuai standard dari OGC (Open Geospatial Consortium) yang disebut Simple Feature Specification.

Simple Feature adalah standard dari OGC yang menjelaskan spesifikasi dari penyimpanan data geospasial (titik, garis, area) secara digital. Implementasi dari spesifikasi simple feature ini sebenarnya didasarkan pada bentuk geometri 2 dimensi. Beberapa tipe data geometri yang mampu diaplikasikan oleh PostGIS antara

(10)

lain: point, linestring, polygon, multipoint, multilinestring, dan multipolygon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar I.3.

Gambar I.3. Objek geometri sesuai OGC Simple Feature Specification (Sumber: https://portal.opengeospatial.org/files/?artifact_id=829)

Spesifikasi OGC mendefinisikan dua cara standard untuk mengekspresikan objek spasialnya, yaitu: WKT (Well-Known Text) dan WKB (Well-Known Binary). Keduanya sama-sama memuat informasi mengenai tipe objek geometri dan rangkaian koordinat yang menyusun geometri tersebut. Selain itu, Spesifikasi OGC juga mensyaratkan adanya penanda untuk sistem referensi spasial yang digunakan oleh suatu objek geometri. Penanda ini biasa disebut SRID (spatial referencing system identifier) yang digunakan untuk mendefinisikan sistem proyeksi dan ellipsoid referensi yang digunakan oleh objek tersebut.

I.5.2.6. SIG berbasis Web. Sistem Informasi Geografis berbasis web menyajikan web dengan memadukan informasi atribut dan informasi spasial yang kemudian dapat diakses oleh pengguna atau client secara online.

Kraak (2000) menyatakan bahwa terdapat dua jenis peta berbasis web, yaitu: 1. Static Map : peta yang digunakan hanya untuk memvisualisasikan saja,

biasanya dalam bentuk raster JPG , PNG, TIFF

2. Dinamic Maps : peta dinamis yang tidak hanya digunakan untuk memvisualisasikan saja akan tetapi memiliki menu interaktif sehingga

(11)

mampu menampilkan perubahan komponen spasial dari objek yang ditampilkan

Untuk lebih jelasnya, klasifikasi peta berbasis web dapat dilihat pada Gambar I.5.

Gambar I.4. Klasifikasi peta berbasis web (Sumber: Kraak, 2000)

Peng dan Tsou (2003) menyatakan bahwa SIG berbasis web memiliki tiga komponen utama seperti yang terlihat pada Gambar I.6., yaitu:

1. Klien (web client) adalah sisi dimana pengguna melakukan interaksi dengan suatu aplikasi SIG berbasis web melalui tampilan antarmuka yang menyajikan informasi geospasial

2. Server (web server) adalah sisi dilakukannya proses untuk merespon request dari sisi klien

3. Spatial database adalah tempat menyimpanan data spasial dan atribut yang pengelolaannya dilakukan dengan bantuan SMBD

Gambar I.5. Komponen SIG berbasis web (Sumber: Peng dan Tsou, 2003)

Dari sisi teknologi yang digunakan untuk membentuk peta berbasis web, terdapat dua macam pengelompokan teknologi yaitu teknologi pada sisi pengguna

CLIENT Browser (Plug-in/Applet) atau Standalone SERVER Web Server GIS Component Spatial DATABASE HTTP Web Maps Static Maps Dynamic Maps View Only View Only Interactive Interface and/or content Interactive Interface and/or content

(12)

(client-side technology) dan teknologi pada sisi server (server-side technology). Adapun perbedaan dari kedua macam teknologi tersebut dapat dilihat pada Tabel I.1.

Tabel I.1. Pebandingan antara client-side technology dan server-side technology (Sumber: Kadir, 2003)

client-side technology server-side technology

• Dijalankan pada komputer pengguna

• Diimplementasikan dengan mengirimkan kode perluasan HTML atau program tersendiri dan HTML ke pengguna

• Kelemahannya yaitu terdapat kemungkinan bahwa browser pada klien tidak mendukung fitur kode perluasan HTML

• Contoh client-side technology: JavaScript, Kontrol ActiveX, Java Applet

Dijalankan pada server

• Memungkinkan pemprosesan kode didalam server sehingga kode yang sampai pada pemakai berbeda dengan kode asli pada server

• Keuntungannya yaitu mencegah masalah ketidakkompatibelan browser, mencegah klien mengetahui rahasia kode, dan mengurangi waktu pemuatan kode

Contoh server-side technology: PHP, JSP, ASP, CGI

I.5.3. Perangkat Lunak Open Source

Perangkat lunak Open Source adalah jenis perangkat lunak yang kode sumbernya terbuka untuk dipelajari, diubah, ditingkatkan, dan disebarluaskan. Pada umumnya pengembangannya dilakukan oleh satu kelompok terbuka yang bertujuan mengembangkan perangkat lunak yang bersangkutan. Terdapat beberapa perangkat lunak sistem informasi geografis yang sering digunakan, diantaranya yaitu:

1. PostgreSQL. PostgreSQL merupakan object relational database management system (ORDBMS) bersifat open source yang dikembangkan oleh Universitas Berkeley California (PostgreSQL 8.3.0 Documentation). Walaupun software ini bersifat open source, namun kemampuannya cukup handal dalam mengelola suatu basis data karena PostgreSQL sudah

(13)

menerapkan konsep-konsep standard yang sebelumnya hanya ada pada software komersial seperti Oracle, DB2, dll.

Pendekatan object-relational yang diterapkan oleh PostgreSQL membuat SMBD ini berbeda dari MySQL yang hanya merupakan SMBD relational. Pendekatan object-relational yang merupakan penggabungan dari model object-oriented dengan model relational. Pada model object-relational keterbatasan ini mampu dibatasi karena adanya dukungan dari ADTs. PostgreSQL yang ber-ekstensi PostGIS dapat digunakan sebagai sistem basis data geospasial sehingga objek SIG mampu disimpan dan dapat divisualisasikan ke dalam software SIG yang dikoneksikan dengan PostgreSQL.

2. Apache Tomcat. Apache Tomcat merupakan perangkat lunak open source yang mendukung penggunaan Java Servlet dan JSP (Java Server Pages) (tomcat.apache.org). Secara default, server tomcat ini belum memiliki package admin, sehingga tidak ada akses untuk admin, yang ada hanyalah tomcat manager untuk men-deploy aplikasi web melalui file *.war dari java web.

3. GeoServer. Geoserver adalah sebuah perangkat lunak yang dibangun dalam bahasa java yang memungkinkan pengguna untuk menampilkan dan memanipulasi data spasial (Lacovella and Youngblood, 2012). Tampilan awal perangkat lunak GeoServer dapat dilihat pada Gambar I.6.

(14)

GeoServer merupakan implementasi referensi dari Open Geospasial Consortium (OGC) Web Feature Service (WFS) standar, serta telah memenuhi persyaratan bersertifikat Web Map Service (WMS).

a. Web Map Service (WMS)

Komponen utama dalam pemetaan berbasis web adalah peta dalam bentuk gambar. WMS merupakan protokol standar untuk menyediakan peta yang ter-georeferensi. Pengguna mengirimkan permintaan kepada server dan berdasarkan parameter yang diminta, server akan memproses dan mengirimkan hasilnya dalam bentuk gambar (peta). Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sumber data yang menghasilkan peta (gambar) tersebut bukan merupakan gambar (image). WMS menghasilkan gambar dari berbagai sumber yaitu berupa data vektor atau raster. Proses kerja WMS dalam menghasilkan peta (gambar) dapat dilihat pada Gambar I.8.

Gambar I.7. Proses kerja WMS menghasilkan peta (gambar) (Sumber: Setiawan, 2013)

Terdapat beberapa format data yang WMS (Lacovella and Youngblood, 2012), diantaranya yaitu: (1) AtomPub (2) GIF (3) GeoRSS Map request Load + Filter Data Data Apply Style Rules Render Image Style Image Descriptor Web Map Server

(15)

(4) JPEG (5) KML (Plain) (6) KMZ (Compressed) (7) PDF (8) PNG (9) SVG (10) TIFF

b. Web Feature Service (WFS)

Sebuah web mapping dapat juga menyediakan data geografis secara aktual. Data aktual yang dimaksud yaitu berupa raw data atau data vektor dalam format standar. Hal ini memungkinkan pengguna dapat membuat peta aplikasi dari data tersebut, melakukan konversi data dari format yang satu ke format yang diinginkan, dan bahkan melakukan analisis spasial dengan data tersebut. Protokol untuk menghasilkan data fitur geografi tersebut disebut Web Feature Service (WFS). Proses kerja WFS dalam menghasilkan peta (Data Geografi) dapat dilihat pada Gambar I. 9.

Gambar I.8. Proses kerja WFS menghasilkan peta (Data Geografi) (Sumber: Setiawan, 2013)

Terdapat beberapa format data yang WFS (Lacovella and Youngblood, 2012), diantaranya yaitu: (1) CSV (2) GML (plain text) Feature request Load + Filter Data Data Encode Feature 0100100 1001010 0011010

(16)

(3) GML2 (compressed GZIP) (4) GeoJSON

(5) Shapefile

Berdasarkan pada tampilan GeoServer terdapat beberapa menu data yaitu: 1. Menu layer preview. Menu ini berfungsi untuk menampilkan data yang

terdapat di dalam GeoServer.

2. Menu workspace. Menu ini berfungsi untuk pengelompokan data yang di desain untuk mengelompokkan data dalam suatu project yang bertujuan untuk mempermudah pengguna dalam pengaturan layer.

3. Menu stores. Menu ini berfungsi untuk mengacu pada sumber data dalam berbagai format seperti Shapefile, MySQL, PostGIS, GeoTIFF, ImageMosaic dan lainnya.

4. Menu layers. Menu ini berfungsi untuk editing layers seperti mendefinisikan atau mengganti sistem proyeksi yang digunakan.

5. Menu layer groups. Menu ini berfungsi untuk mengelompokkan beberapa layer yang memiliki sistem referensi koordinat yang sama menjadi satu kelompok.

6. Menu styles. Menu ini berfungsi untuk membuat atau editing styles menggunakan bahasa XML.

4. OpenLayers. OpenLayers adalah library JavaScript murni untuk menampilkan dan editing data peta pada berbagai web browser (boundlessgeo.com). OpenLayers mengimplementasikan JavaScript API untuk membangun aplikasi geografis berbasis web yang semakin modern. 5. GeoExt. GeoExt adalah library JavaScript terbaru untuk membentuk

aplikasi sistem informasi geografis berbasis web. GeoExt dapat digunakan secara bersamaan dengan OpenLayers untuk membentuk tampilan aplikasi yang lebih interaktif dengan menggunakan bahasa JavaScript (geoext.org). 6. KompoZer. KompoZer adalah sebuah perangkat lunak pembuatan desain

web yang mengkombinasikan manajemen web file dan web editing yang mudah karena menggunakan WYSIWYG (what you see is what you get) (kompozer.net). Dengan menggunakan KompoZer, pengguna dapat membuat tabel, link, frame dan lainnya sesuai dengan keinginan.

(17)

KompoZer juga telah mendukung banyak bahasa pemrograman web seperti HTML, PHP, JavaScript, dan CSS.

I.5.4. Internet

Interconnection-networking (Internet) adalah jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar sistem global internet protocol (IP) sebagai protocol pertukaran paket yang melayani seluruh pengguna di dunia. Hanya dengan mesin pencari, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses internet yang mudah atas bermacam-macam informasi.

1.5.4.1. HTML (Hypertext Markup Language). Hypertext Markup Language adalah sebuah bahasa markup yang digunakan untuk membuat sebuah halaman web dan menampilkan berbagai informasi di dalam sebuah browser (Kadir, 2003). HTML adalah sebuah standar yang digunakan secara luas untuk menampilkan halaman web yang didefinisikan dan dikendalikan penggunaannya oleh World Wide Web Consortium (W3C).

HTML berupa kode-kode tag yang menginstruksikan browser untuk menghasilkan tampilan sesuai dengan yang diinginkan. Sebuah file yang merupakan file HTML dapat dibuka dengan menggunakan browser web dan aplikasi pembuka email ataupun dari PDA dan program lain yang memiliki kemampuan browser.

Secara garis besar, terdapat 4 jenis elemen dari HTML, yaitu:

1. Structural. Structural merupakan tanda yang menentukan level atau tingkatan dari sebuah teks. Sebagai contoh: <h1>ya</h1> akan memerintahkan browser untuk menampilkan “ya” sebagai teks tebal besar yang menunjukkan sebagai Heading 1.

2. Presentational. Presentational merupakan tanda yang menentukan tampilan dari sebuah teks dan tidak terpengaruh dengan level dari teks tersebut. Tanda presentational saat ini sudah mulai digantikan oleh CSS dan tidak direkomendasikan untuk mengatur tampilan teks

3. Hypertext. Hypertext adalah tanda yang menunjukkan pranala ke bagian dari dokumen tersebut atau pranala ke dokumen lain. Sebagai contoh:

(18)

<a href="http://localhost:9091/sitirahmipratiwi/l.html" style="font-style: italic;">Full Extent</a>

Akan menampilkan Full Extent sebagai hyperlink ke URL tertentu

4. Elemen widget yang membuat objek-objek lain sepeti tombol (<button>), list (<li>), dan garis horizontal (<hr>).

1.5.4.2.JavaScript. Asal mula nama JavaScript adalah LiveScript. Dikembangkan pertama kali pada tahun 1995 di Netscape Communications. Pada akhir tahun 1995, Netscape Communications dan Sun Microsystems berkolaborasi dan mengubah nama LiveScript menjadi JavaScript. Bahasa JavaScript ini dikenali pada browser Netscape Navigator mulai versi di atas 2.0. Microsoft juga melengkapi Internet Explorer dengan JavaScript mulai versi 3.0 ke atas.

Kadir (2003) menyatakan bahwa JavaScript adalah sekumpulan perintah khusus yang digunakan untuk membuat sebuah halaman web yang lebih responsive dan interaktif. JavaScript merupakan bahasa script yang dicantumkan dalam sebuah kode HTML dan dijalankan pada web browser. Dengan adanya bahasa ini, kemampuan dokumen HTML menjadi lebih luas. Sebagai contoh, dengan menggunakan JavaScript dimungkinkan untuk memvalidasi masukan-masukan pada formulir sebelum formulir dikirm ke server.

JavaScript bukanlah bahasa Java, JavaScript dan Java merupakan dua bahasa yang berbeda. JavaScript diinterpretasikan oleh klien (kodenya bisa dilihat pada sisi klien), sedangkan kode Java dikompilasi oleh pemrograman dan hasil kompilasinyalah yang dijalankan oleh klien.

JavaScript tergolong sebagai bahasa berorientasi objek yang artinya pada bahasa pemrograman ini, objek merupakan dasar utama. Sebuah objek tersusun atas properti, metode, dan penanganan kejadian (Kadir, 2003).

1. Properti. Properti merupakan atribut dari objek. Untuk mengakses sebuah properti, perlu penulisan dengan bentuk sebagai berikut:

nama_objek.nama_properti

Tanda titik digunakan sebagai pemisah antara nama objek dan nama properti. Sebagai contoh: windows.defaultStatus untuk menyatakan

(19)

2. Metode. Metode adalah kumpulan kode yang digunakan untuk melakukan sesuatu tindakan terhadap objek. Sebagai contoh, write() pada objek document merupakan metode yang digunakan untuk menuliskan tulisan ke jendela browser.

Seperti halnya properti, metode dipanggil dengan menyebutkan nama objek, tanda titik, dan nama metode diikuti dengan daftar parameter yang diletakkan didalam tanda kurung. Sebagai contoh:

Document.write(“Hallo”)

3. Penanganan Kejadian. Penanganan kejadian (event handler) adalah sekumpulan kode yang akan dijalankan ketika pengguna melakukan suatu tindakan (kejadian).

Contoh kejadian adalah onMouseOver dan onMouseOut. Penanganan kejadian inidapat dilekatkan pada suatu link. Dalam hal ini onMouseOver adalah kejadian yang berlangsung saat penunjuk mouse menunjuk ke link dan onMouseOut adalah kejadian yang berlangsung saat penunjuk mouse tidak lagi menyorot link.

1.5.4.3.CSS (Cascading Style Sheet). Cascading Style Sheet merupakan script yang memungkinkan untuk mendesain tampilan dokumen (PHP dan HTML). Terdapat beberapa manfaat CSS yaitu:

a. Kode HTML menjadi lebih sederhana dan lebih mudah diatur b. Ukuran file menjadi lebih kecil, sehingga load file lebih cepat

c. Mudah untuk merubah tampilan, hanya dengan merubah file CSS saja d. Dapat berkolaborasi dengan JavaScript

e. Digunakan dalam hampir semua web browser

CSS merupakan script yang mengendalikan beberapa komponen dalam sebuah website sehingga tampilan akan menjadi lebih terstruktur dan seragam (bptik.unnes.ac.id). Terdapat tiga jenis cara dalam penggunaan CSS, yaitu:

1. External Style Sheet. External Style Sheet adalah CSS yang dibuat dalam file terpisah dengan ekstensi file (*.css). Untuk memanggilnya menggunakan script HTML yang disisipkan antara tag head. Sebagai contoh:

(20)

<link rel="stylesheet" type="text/css" href= "geoext2/resources/css/popup.css">

Pada bagian href tersebut diisikan mengarah ke direktori penyimpanan file *.css. Penggunaan sistem embeding CSS ini sangat disarankan karena memiliki banyak kelebihan yaitu mudah dalam melakukan pengeditan, mengatur semantik dan praktis terkumpul dari satu file

2. Internal Style Sheet. Internal Style Sheet adalah cara embeding CSS dengan menuliskan langsung didalam file HTML yang ingin kita atur tampilannya. Penulisan ini disisipkan diantara tag head juga dengan diapit oleh tag style. Berikut contohnya: <style type="text/css"> div.olControlMousePosition { font-size: 20; color: red } </style>

Berdasarkan contoh tersebut Internal Style Sheet ini digunakan untuk pengaturan ukuran dan warna dari mouse position yang dimiliki oleh kontrol OpenLayers.

3. Inline Style Sheet. Inline Style Sheet adalah penulisan script CSS langsung pada tag html dengan menambahkan style didalamnya. Contohnya:

<p style="font-size:20px;">Tulisan yang di atur </p>

Berdasarkan contoh tersebut Inline Style Sheet ini digunakan untuk

mengaturan paragraf dengan ukuran 20.

Penggunaan dua cara penggunaan CSS terakhir ini tidak disarankan karena tidak fleksibel dan dapat memperbesar file setiap HTML.

Gambar

Gambar I.1. Ilustrasi uraian sub-sistem SIG  (Sumber: Prahasta, 2009)
Gambar I.3. Konsep sistem basis data  (Sumber: Elmasri and Navathe, 1994)
Gambar I.3. Objek geometri sesuai OGC Simple Feature Specification  (Sumber: https://portal.opengeospatial.org/files/?artifact_id=829)
Gambar I.5. Komponen SIG berbasis web  (Sumber: Peng dan Tsou, 2003)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari kaki dan telapak kaki, dengan lesi terdiri dari beberapa tipe, bervariasi dari ringan, kronis

 Calon guru RHD: Siswa dihadapkan dengan beberapa permasalahan yang diunjukan melalui beberapa gambar tentang mutan.setelah itu guru memeberikan batasan

ColaCo’s actual production for the period required 3,200 standard machine hours.

(prosa). 69) carpon téh nyaéta, karangan fiksi dina wangun lancaran, hartina naon-naon anu dicaritakeun ku pangarang téh henteu kudu enya-enya kajadian ku

Untuk memperoleh izin penjualan tenaga listrik lintas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik mengajukan

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK &amp; MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Berdasarkan hasil seleksi Panitia Rekrutmen Tenaga Pendamping LKK Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Koperasi dan Usaha Mikro Kota Madiun Tahun