• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH RELATIONSHIP CLOSENESS TERHADAP CONSUMER FORGIVENESS DAN FUTURE BEHAVIORAL INTENTIONS PADA KLUB SEPAKBOLA INDONESIA PERSIB BANDUNG Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH RELATIONSHIP CLOSENESS TERHADAP CONSUMER FORGIVENESS DAN FUTURE BEHAVIORAL INTENTIONS PADA KLUB SEPAKBOLA INDONESIA PERSIB BANDUNG Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH

RELATIONSHIP CLOSENESS

TERHADAP

CONSUMER FORGIVENESS

DAN

FUTURE BEHAVIORAL

INTENTIONS

PADA KLUB SEPAKBOLA INDONESIA

PERSIB BANDUNG

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN

DALAM MEMPEROLEH GELAR SARJANA MANAJEMEN

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

DIAJUKAN OLEH

AKBAR ADIWIJOYO

NIM:

041012090

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

Halaman Judul... i

Halaman Persetujuan... ii

Halaman Pernyataan... iii

Halaman Pernyataan Orisinalitas Skripsi... iv

Kata Pengantar... v

Abstrak... viii

Abstract... ix

Daftar Isi... x

Daftar Tabel... xiv

Daftar Gambar... xvi

Daftar Lampiran... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Permasalahan... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Manfaat Penelitian... 8

1.5. Sistematika Skripsi... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1. Landasan Teori... 10

2.1.1 Konsep Pemasaran... 10

2.1.2 Pemasaran Holistik... 11

2.1.3 Pemasaran Hubungan (Relationship Marketing)... 13

2.1.4.Sport Marketing... 16

(9)

2.1.8.Future Behavioral Intentions... 22

2.2. Penelitian Sebelumnya... 24

2.2.1 Hubungan antaraRelationship Closenessdengan Consumer Forgiveness... 24

2.2.2. Hubungan antaraRelationship ClosenessdenganFuture Behavioral Intentions... 25

2.2.3. Hubungan antaraConsumer Forgivenessdengan Future Behavioral Intentions... 26

2.3. Penelitian Sebelumnya... 27

2.4. Model analisis... 28

BAB 3 METODE PENELITIAN... 30

3.1. Pendekatan Penelitian... 30

3.2. Identifikasi Variabel... 31

3.3. Definisi Operasional... 32

3.3.1.Relationship Closeness... 32

3.3.2.Consumer Forgiveness... 33

3.3.3.Future Behavioral Intentions... 33

3.4. Jenis dan Sumber Data... 34

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian... 35

3.6. Teknik Pengumpulan Data... 36

3.7. Teknik Analisis... 37

3.7.1. Uji Reliabilitas... 37

(10)

4.1. Gambaran Umum Subjek dan Objek Penelitian ... 46

4.2. Karakteristik Responden... 47

4.2.1. Gender Responden... 47

4.2.2. Usia Responden... 48

4.2.3. Profesi Responden... 48

4.2.4. Intensitas Menonton Persib Bandung... 49

4.2.5. Intensitas MembeliMerchandisePersib Bandung... 50

4.2.6. Mengikuti Viking Persib Club... 50

4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas... 51

4.3.1. Uji Validitas Internal... 51

4.3.2. Uji Reliabilitas Kuesioner... 52

4.4. Deskripsi Jawaban Responden... 53

4.4.1. VariabelRelationship Closeness... 54

4.4.2. VariabelConsumer Forgivenes... 55

4.4.3. VariabelFuture Behavioral Intentions..... 56

4.5. Analisis Hasil dan Pengujian Hipotesis... 57

4.5.1. AnalisisSructural Equation Modelling(SEM)... 57

4.5.1.1. Uji Asumsi SEM... 57

4.6. Measurement Model... 61

4.7. Structural Model... 65

4.7.1. Uji Goodness of Fit... 65

4.8. Uji Hipotesis... 66

(11)

Forgiveness... 70

4.13.2. PengaruhRelationship ClosenessterhadapFuture

Behavioral Intentions... 71

4.13.3 . PengaruhConsumer ForgivenessterhadapFuture

Behavioral Intentions... 72

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan... 73

5.2. Saran Penelitian... ... 74

5.2.1.Saran Bagi Pihak Manajemen Klub Persib

Bandung... 74

5.2.2. Saran Bagi Pihak Akademisi... 74

5.3. Kelemahan Penelitian... 75

DAFTAR PUSTAKA

(12)

Tabel 3.1 Goodness-of-fit indice ... 43

Tabel 4.1 Deskriptif Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 48

Tabel 4.2 Deskriptif Profil Responden Berdasarkan Umur... 48

Tabel 4.3 Deskriptif Profil Responden Berdasarkan Pekerjaan... 49

Tabel 4.4 Deskriptif Profil Responden Berdasarkan Intensitas Menonton Pertandingan Persib Bandung... 49

Tabel 4.5 Deskriptif Profil Responden Berdasarkan Intensitas Membeli Merchandise Persib Bandung... 50

Tabel 4.6 Deskriptif Profil Responden Berdasarkan Member Viking Persib Club... 50

Tabel 4.7 Uji Validitas Kuesioner... 51

Tabel 4.8 Uji Reliabilitas Kuesioner... 52

Tabel 4.9 Kategori Rata-Rata Tanggapan Responden Pada Pernyataan Positif... 53

Tabel 4.10 Kategori Rata-Rata Tanggapan Responden Pada Pernyataan Negatif... 53

Tabel 4.11 Deskriptif Tanggapan Responden Mengenai Relationship Closeness... 54

Tabel 4.12 Deskriptif Tanggapan Responden Mengenai Consumer Forgiveness... 55

(13)

Tabel 4.16 UjiMultivariate Outlier... 60

Tabel 4.17 Uji Multikolinearitas... 61

Tabel 4.18 UjiConvergent ValiditydanReliability Construct VariabelRelationship Closeness...62

Tabel 4.19 UjiConvergent ValiditydanReliability Construct VariabelConsumer Forgiveness... 63

Tabel 4.20 UjiConvergent ValiditydanReliability ConstructVariabel Future Behavioral Intentions... 64

Tabel 4.21 UjiGoodness of FitPadaStructural Model... 66

Tabel 4.22 Uji Hipotesis... 67

Tabel 4.23 Pengaruh Tidak Langsung... 68

Tabel 4.24 Nilai R-Square... 69

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Data statistik penonton peserta klub ISL 2014... 4

Gambar 2.1. Bagan darimarketing conceptdari Evans dan Berman... 11

Gambar 2.2. Bagan dari konsepholistic marketing... 12

Gambar 2.3. Donovanet al(2012) dalam How close brand relationships influence forgiveness... 29

Gambar 4.1.Confirmatory ModelVariabelRelationship Closeness... 62

Gambar 4.2.Confirmatory ModelVariabelBrand Forgiveness... 63

Gambar 4.3.Confirmatory ModelVariabelFuture Behavioral Intentions... 64

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner

Lampiran II Data Penelitian

Lampiran III Uji Stabilitas

Lampiran IV Uji Reabilitas

Lampiran V Distribusi Frekuensi Profil Responden

Lampiran VI Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

Lampiran VII Deskriptif Statistik Jawaban Responden

Lampiran VIIIConfirmatory Model

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sepakbola seringkali disebut sebagai olahraga yang paling populer di

dunia saat ini (Kuper 2006). Penggemar olahraga sepakbola biasanya sangat

antusias dengan klub yang disukainya karena menjadi penggemar klub adalah

sesuatu yang bisa memberi makna lebih pada kehidupan penggemarnya (Tapp,

2004) dan memerlukan praktik konsumsi yang berbeda (Holt, 1995). Penggemar

sangat penting untuk sebuah klub sepakbola karena mereka memberikan

kontribusi terbesar dari pendapatan klub; yang diwujudkan dalam bentuk

menghadiri pertandingan dan membeli tiket, membelimerchandise, dan menonton

pertandingan baik melalui televisi maupun internet. Selain itu fans juga

berkontribusi terhadap suasana di stadion, bagian dari identitas tim, dan terkadang

melakukan sesuatu hal yang atraktif dan kreatif sehingga mereka menarik untuk

orang lain dan sponsor ke dalam klub.

Seorang penggemar fanatik biasanya mengalami berbagai macam

peristiwa emosional selama hidupnya selain menang atau kalah dalam suatu

pertandingan. Peristiwa tersebut mungkin termasuk kejuaraan, promosi dan

degradasi, pertandingan melawan rival, partisipasi dalam kompetisi internasional,

dan berbagai macam kejadian maupun skandal seperti kebangkrutan tim,

(17)

Antusiasme masyarakat Indonesia terhadap pertandingan-pertandingan

olahraga sepakbola cukup tinggi; baik dalam pertandingan skala nasional maupun

internasional. Bahkan Indonesia disebut sebagai negara dengan pendukung

sepakbola paling fanatik ketiga di dunia setelah Inggris dan Indonesia (Astomo,

2012). Pertandingan-pertandingan liga sepakbola di Indonesia selalu dipenuhi

penonton yang merupakan para pendukung sepakbola yang merupakan para

pendukung tim yang sedang bertanding. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata tingkat

kepadatan stadion di Indonesia pada suatu pertandingan sepakbola yang bisa

mencapai 96% (Astomo, 2012). Para pendukung sepakbola tidak hanya

memenuhi stadion ketika pertandingan dilakukan di kandang sendiri, tetapi

terkadang juga menyaksikan klub sepakbolanya berlaga meskipun dilakukan di

kandang lawan. Manajer klub sepakbola harus memastikan bahwa citra klub

memungkinkan para pendukung untuk menampilkan ekspresi dan citra positif.

Hal tersebut memudahkan para pendukung tersebut untuk membangun hubungan

yang akrab dan erat dengan klub (Penders, 2007 p. 25).

Kebanyakan penggemar sepakbola biasanya mencurahkan dukungannya

pada klub tertentu. Alasan dukungan ini sangat bervariasi; bisa karena ikatan

emosional yang muncul karena kesamaan daerah asal, karena klub tersebut sering

menang dan memperoleh banyak gelar, ada yang suka karena permainannya yang

enak dilihat, ada yang karena klub tersebut merupakan tempat dimana pemain

idolanya bermain, dan lain-lain. Ikatan emosional bisa saja terbentuk karena klub

tersebut dekat secara geografis dengan para pendukungnya sehingga mereka dapat

(18)

tinggal di Surabaya menjadi penggemar Persebaya, yang menetap di Kediri

menjadi pendukung Persik, atau yang menetap di Bandung menjadi pendukung

Persib. Kedekatan emosional juga dapat terbentuk karena klub dianggap mewakili

daerah asal, identitas dan suku seorang penggemar yang harus selalu dijunjung

tinggi, contohnya seperti orang mendukung Persebaya karena mereka lahir dan

dibesarkan di Surabaya meski saat ini menetap di Jakarta atau orang-orang Sunda

mendukung klub Persib karena kesamaan etnis atau suku daerah.

Persib Bandung merupakan salah satu klub sepakbola nasional yang

memiliki basis suporter terbesar di Indonesia dengan jumlah follower Twitter

mencapai lebih dari 1 juta orang. Persib Bandung merupakan klub sepakbola

legendaris dan menjadi kebanggaan warga Bandung dan masyarakat Jawa Barat.

Pecinta klub ini menyebut diri mereka sebagai bobotoh (suporter Persib) dan

secara aktif dan konsisten mendukung Persib selama bertahun-tahun. Menurut

buku Asian Football Confederation terbitan tahun 1987, salah satu pertandingan

yang dijalani Persib pada babak final kompetisi Liga Perserikatan 1984-1985 yang

mempertemukan antara Persib Bendung melawan PSMS Medan dengan

keunggulan PSMS Medan melalui adu penalti 2-1 mencatat rekor jumlah

penonton terbanyak; sekitar 150.000 orang dan mayoritas pendukung Persib.

Rekor tersebut belum terpecahkan hingga kini. Jumlah penonton tersebut

fenomenal mengingat kapasitas kursi di Stadion Gelora Bung Karno saat itu

hanya berkisar 120.000 penonton. Catatan tentang begitu banyaknya jumlah

penonton di stadion itu juga membuktikan betapa kuatnya ikatan emosional antara

(19)

Kedekatan emosional (relationship closeness) dengan bobotoh dengan

klub sepakbola Persib tetap terjalin dengan kuat meskipun klub tersebut jarang

sekali meraih gelar juara dalam berbagai kompetisi Liga Utama di Indonesia.

Sebelum kemenangannya di Liga Utama Indonesia Super League 2014, Persib

menjuarai Liga Indonesia pada tahun 1995. Meskipun 19 tahun tidak pernah

meraih gelar juara, tetapi dukungan bobotoh tetap kuat. Fenomena ini

mengindikasikan bahwa para pendukung Persib tetap memaafkan klub sepakbola

kesayangannya tersebut meskipun mereka merasa kecewa atas kekalahan demi

kekalahan yang dialami.

Gambar 1.1 : Data statistik penonton peserta klub ISL 2014

Fenomena forgiveness atau kesediaan memaafkan ini tidak hanya terjadi

(20)

kompetisi 2014, Persik Kediri (yang pernah menjuarai Liga Indonesia sebanyak

dua kali)sering mengalami kekalahan, tidak memiliki pemain bintang, dan terjerat

dalam masalah pendanaan. Meskipun demikian, banyak pendukungnya yang tetap

mendukung dan menyaksikan di stadion. Bahkan menurut PT Liga Indonesia

jumlah penonton Persik di stadion menduduki peringkat 6 terbanyak dari 22 tim

yang berlaga di ISL. Tim-tim seperti Persela Lamongan, Persebaya, PSIS

Semarang juga mengalami situasi yang serupa di mana para pecintanya tetap

menunjukkan dukungan meskipun penampilan para klub tersebut sering

mengecewakan. Kesediaan para pendukung untuk memaafkan (consumer

forgiveness) penampilan para klub sepakbola pujaan yang mengecewakan dan

kesediaan untuk tetap mendukung klub tersebut merupakan aset yang sangat

bernilai bagi klub tersebut.

Menurut studi Donovanet al.,(2012), dengan pengampunan (forgiveness),

produk atau merek dapat berharap untuk terus menerima respon dan dukungan

dari partner (Donovan, 2012). Hal ini diperkuat oleh Aaker, Fournier and Brasel

(2004) secara empiris menunjukkan bahwa kualitas hubungan merek dengan

konsumen mempunyai efek yang signifikan terhadap kerelaan konsumen untuk

memaafkan kesalahan yang dilakukan merek. Hal ini membuat para pendukung

sepakbola dapat memaafkan timnya jika memperoleh kekalahan karena memiliki

hubungan kedekatan yang kuat.

Donovan et al., (2012) menunjukkan bahwa kedekatan hubungan

(relationship closeness) dengan merek menyebabkan kecenderungan konsumen

(21)

pendukung sepakbola yang memiliki kedekatan hubungan yang kuat selalu

berusaha untuk menyaksikan pertandingan walaupun tim yang mereka dukung

sedang menunjukkan penampilan yang mengecewakan. Hasil studi menunjukkan

bahwa consumer forgiveness berperan dalam pembentukan future behavioral

intentions. Donovan et al., (2012) menjelaskan bahwa kesediaan

memaafkanmerupakan keputusan emosional dan kognitif yang menghasilkan

netralisasi atas kekecewaan yang ditimbulkan oleh sebuah produk atau merek

sehingga sikap dan perilaku konsumen terhadap merek di masa depan tidak

dipengaruhi oleh kekecewaan tersebut. Dalam konteks hubungan konsumen

dengan klub sepakbola yang didukungnya,consumer forgivenessakan mendorong

pendukung klub sepakbola untuk tetap menghormati dan mencintai klubnya saat

terpuruk dan tetap berinteraksi mendukung klubnya di masa yang akan datang.

Penelitian ini mengamati bagaimana kedekatan hubungan emosional

(relational closeness) para pendukung klub sepakbola Persib Bandung

berpengaruh pada kesediaan mereka untuk memaafkan klub (consumer

forgiveness) untuk memaafkan kegagalan klub sepakbola kesayangan mereka dan

kesediaan untuk terus mendukung klub tersebut (future behavioral

intentions).Pemilihan pengamatan pada para pendukung klub sepakbola Persib

Bandung karena memiliki klub tersebut merupakan klub sepakbola dengan

penggemar terbanyak di Indonesia meskipun sudah 19 tahun tidak memperoleh

gelar juara apapun. Berdasarkan paparan yang tersaji diatas, penelitian ini

(22)

Forgiveness dan Future Behavioral Intentions Pada Klub Sepakbola Indonesia

Persib Bandung.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakahrelationship closeness dapat mempengaruhiconsumer forgiveness

pada klub sepakbola?

2. Apakah relationship closeness dapat mempengaruhi future behavioral

intentionspada klub sepakbola?

3. Apakah consumer forgiveness dapat mempengaruhi future behavioral

intentionspada klub sepakbola?

4. Apakah consumer forgiveness dapat memediasi pengaruh relationship

closenessterhadapfuture behavioral intentionspada klub sepakbola?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh kedekatan hubungan konsumen (relationship

closeness) terhadap kesediaan konsumen memaafkan kesalahan pada

merek atau produk (consumer forgiveness)

2. Untuk mengetahi pengaruh kedekatan hubungan konsumen (relationship

closeness) terhadap niat konsumen berperilaku (future behavior intentions)

3. Untuk mengetahui pengaruh kesediaan konsumen memaafkan kesalahan

pada merek atau produk (consumer forgiveness) terhadap niat konsumen

(23)

4. Untuk mengetahui mediasi consumer forgiveness pada pengaruh

relationship closeness terhadap niat berperilaku konsumen (future

behavior intentions)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan kontribusi teoritis bagi pengembangan konsep perilaku

konsumen terutama yang berkaitan dengan relationship closeness,

consumer forgiveness, danbehavioral intentions

2. Dapat memberikan kontribusi manajerial bagi pelaku bisnis dan pemasar

tentang implikasi strategis kedekatan emosional danconsumer forgiveness

bagi pembentukan loyalitas konsumen.

1.5. Sistematika Penulisan Skripsi

Bab I: Pendahuluan

Bab ini membahasfenomena yang melatarbelakangi topik penelitian,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan skripsi.

Bab II: Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan tentang landasan teori yang digunakan sebagai

acuan dasar dalam melakukan penelitian, penelitian sebelumnya,

(24)

Bab III: Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan pendekatan penelitian, identifikasi variabel,

definisi operasional, jenis sumber data, prosedur penentuan sampel,

prosedur pengumpulan data, serta teknik analisis yang digunakan.

Bab IV: Hasil dan Pembahasan

Bab ini menjelaskan gambaran umum penelitian, deskripsi hasil,

analisis uji statistik, pembuktian hipotesis, serta uraian hasil penelitian.

Bab V: Simpulan dan Saran

Bab ini menjelaskan simpulan yang ditarik dan penutup yang berisi

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Konsep Pemasaran

American Marketing Association (AMA) dalam Kotler dan Keller (2009 :

5), mendefinisikan pemasaran sebagai suatu fungsi organisasi dan serangkaian

proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan memberikan nilai pada

pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang

menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya. Pemasaran adalah

istilah yang diberikan untuk kegiatan-kegiatan yang terjadi pada pertemuan antara

organisasi dan pelanggannya (Blythe, 2005:2). Penjelasan ini berasal dari konsep

asli dari pasar, dimana pembeli dan penjual akan datang bersama-sama untuk

melakukan transaksi (atau pertukaran) untuk saling menguntungkan mereka

(Blythe, 2005:2). Sedangkan tujuan dari semua aktivitas pemasaran adalah untuk

memfasilitasi pertukaran yang saling memuaskan diantara para pihak yang terlibat

(Cant et al, 2007 : 2). Evans & Berman (1995:13) menjelaskan inti konsep

pemasaran sebagai berikut :

(26)

Gambar 2.1 : Bagan darimarketing conceptdari Evans dan Berman

(1995:13)

Manajemen Pemasaran merupakan seni atau ilmu memilih, meraih,

mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan pasar sasaran dengan

menciptkan, menyalurkan, dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul

(Kotler dan Keller, 2012 :27). Sedangkan menurut Boyd dan Walker (1992:25),

manajemen pemasaran adalah proses menganalisa, merencanakan, melaksanakan,

mengoordinasikan, dan mengontrol program yang melibatkan konsepsi, kalkulasi

harga, promosi, dan pendistribusian produk, jasa dan gagasan yang didesain untuk

menciptakan dan mempertahankan pertukaran yang bermanfaat dengan target

pasar dengan tujuan mencapai tujuan organisasi.

2.1.2. Pemasaran Holistik

Konsep pemasaran holistik didasarkan pada pengembangan desain, dan

pengimplementasian program pemasaran, proses, dan aktivitas-aktivitas yang luas Consumer

Orientation:

Needs examined and satisfied

Integrated Efforts :

All activities coordinated

MARKETING

CONCEPT

Goal

Orientation :

(27)

dan saling bergantung satu sama lainnya (Kotler & Keller, 2012:40). Dengan

demikian, pemasaran holistik adalah suatu pendekatan yang berusaha untuk

mengintegrasikan ruang lingkup dan kompleksitas aktivitas pemasaran dari

banyak aspek.

Gambar 2.2 : Bagan dari konsepholistic marketing(Kotler & Keller, 2012:41)

Karakteristik paling umum dari konsep pemasaran holistik adalah integrasi

berbagai perspektif pemasaran dan penggunaan pemasaran internal (Faarup,

2010:27). Menurut pandangan Dhar et al (2008:472), pemasaran holistik

menganggap semua permasalahan berkaitan dengan aspek marketing, sehingga

pemahaman secara luas dan menyeluruh sangat penting.

(28)

2.1.3.Pemasaran Hubungan (Relationship Marketing)

Salah satu bagian dari konsep holistic marketing adalah relationship

marketing. Menurut Morgan dan Hunt (1994) relationship marketing mengacu

pada semua kegiatan pemasaran yang bertujuan untuk menyediakan,

mengembangkan, dan memelihara pertukaran relasional yang sukses. Murphy et

al (2005) memberikan pandangan yang tak jauh berbeda, relationship marketing

merupakan aktivitas penciptaan, pemeliharaan, dan peningkatan hubungan yang

kuat dengan konsumen dan stokeholders lainnya. Relationship marketing

berorientasi pada hubungan jangka panjang.

Relationship marketing telah muncul sebagai alternatif pertukaran konsep

dasar marketing yang menekankan pengelolaan hubungan antara konsumen dan

perusahaan dalam jangka panjang (Arias, 1996). Palmatier (2008) menyatakan

bahwa Relationship Marketing adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan,

memelihara, dan mengakhiri pertukaran relasional dengan tujuan untuk

meningkatkan kinerja. Oleh karena itu, strategi relationship marketing harus

menciptakan nilai lebih, bagi konsumen ataupun untuk pihak lain (Marzo-Navarro

et al, 2004). Basis dalam sebuah relationship yang dibangun oleh perusahaan

didasarkan pada asumsi (a) saling menguntungkan; (b) komitmen bersama; (c)

kepercayaan, dan (d) hubungan konektif (Shajahan, 2004:28). Menurut Baron et

al(2010:10), tujuan utama dalamrelationship marketingadalah untuk mendirikan

dan mempertahankan sekelompok konsumen profitable yang telah berkomitmen

kepada perusahaan. Selain itu, relationship marketing juga menaruh perhatian

(29)

dengan penekanan yang difokuskan pada perkembangan hubungan jangka

panjang dengan konsumen (Baron et al, 2010:10). Tujuan lainnya adalah

memberikanvalueuntuk konsumen dan pengukuran keberhasilannya berdasarkan

kepuasan konsumen dalam jangka panjang (Murphy et al, 2005). Value

merupakan faktor penting dalam relationship marketing, kemampuan perusahaan

dalam memberikan value yang tidak didapatkan di perusahaan lain dianggap

menjadi salah satu strategi keunggulan kompetitif yang paling sukses (Ravald &

Grönroos, 1996).

Telah dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari relationship marketing

adalah menempatkan penekanan pada usaha untuk mempertahankan pelanggan.

Hal tersebut disebabkan karena effort untuk menarik pelanggan baru bisa jadi

membutuhkancost yang lebih besar dibandingkan dengan biaya mempertahankan

pelanggan (Kotler & Keller, 2009:23). Statement Kotler & Keller (2009) tersebut

dipertegas oleh Kardeniz (2010) yang berpendapat bahwa dalam banyak kasus,

memang lebih menguntungkan bagi perusahaan untuk terlibat dengan pelanggan

yang sudah ada dan meningkatkan loyalitas pelanggan, daripada mencoba untuk

menarik pelanggan baru. Perbedaan paling mencolok antara relationship

marketingdantransactional marketingadalah terletak pada orientasinya. Menurut

Kardeniz (2010), dapat dikatakan bahwa tujuan pemasaran transaksional adalah

untuk mendapatkan pelanggan, yang merupakan orientasi jangka pendek,

sedangkan tujuan hubungan pemasaran adalah untuk mendapatkan dan

mempertahankan pelanggan dalam jangka panjang. Dengan demikian,

(30)

kapabilitas dan sumber daya dari berbagai kelompok, sebagaimana pemahaman

yang baik mengenai tujuan, keinginan, dan kebutuhan pihak yang bersangkutan

untuk menciptakan hubungan timbal balik yang menguntungkan (Sheth &

Sisodia, 2006:303). Dengan kata lain, tiap kelompok konsumen bisa jadi

mendapat perlakuan yang berbeda tergantung dari kapabilitas, tujuan, keinginan,

dan kebutuhan kelompok konsumen tersebut.

Selain pemahaman mengenai keinginan konsumen,relationship marketing

juga memerlukan kemampuan komunikasi yang baik. Andersen (2001)

berpendapat, dalam hubungan pemasaran, komunikasi memainkan peran sentral

dalam memberikan pemahaman tentang niat dan kemampuan pertukaran partner

kita, sehingga hal tersebut kemudian membentuk dasar bagi pengembangan

hubungan. Menurut Ndubisi (2007), komunikasi dalam relationship marketing

maksudnya adalah menjaga kontak dengan konsumen yang dianggap bernilai,

memberikan layanan jasa berupa penyampaian informasi yang terpercaya dan

secara berkala, dan secara pro-aktif melakukan komunikasi jika terjadi suatu

masalah. Ndubisi (2007) menambahkan, jika komunikasi diantara

organisasi/perusahaan dan konsumennya itu berjalan dengan efektif, maka akan

tercipta hubungan yang lebih baik dan konsumen pun akan semakin loyal. Dengan

menambah value tersebut kepada konsumen, perusahaan mencoba meningkatkan

kepuasan konsumen sehingga ikatan diantara perusahaan dan konsumen menguat

(31)

2.1.4.Sport Marketing

Sport Marketing adalah aplikasi spesifik dari prinsip-prinsip pemasaran

dan proses untuk produk olahraga dan pemasaran produk non olahraga melalui

asosiasi dengan olahraga (Shank, 2009). Shank berpendapat dalam olahraga telah

diasumsikan bahwa tujuan utama pertandingan adalah untuk menghibur dan

memuaskan kebutuhan pelanggan. Dengan demikian dapat ditarik sebuah

kesimpulan bahwa antara olahraga dan pemasaran memiliki sebuah kesamaan

yaitu dalam hal memberikan kepuasan pada pelanggan sebagai tujuan utamanya.

Seorangsport marketer harus mengidentifikasikan apa saja kebutuhan dan

keinginan yang dapat dipuaskan melalui proses pertukaran. Kotler dan Keller

(2012) menyatakan bahwa proses pertukaran adalah proses mendapatkan produk

yang diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatau sebagai balasannya.

Beberapa hal yang didapat oleh sport consumer dalam hal ini yang membayar

biaya keanggotaan atau biaya masuk antara lain adalah interaksi sosial, aktifitas

fisik, kesehatan, kebugaran serta hiburan. Misalnya bagi seseorang yang telah

memiliki kartu keanggotaan suatu klub sepakbola akan memiliki fasilitas dan

mendapatkan prioritas untuk dapat menyaksikan pertandingan secara langsung di

stadion tempat klub tersebut bermain. Tidak hanya itu saja, para anggota tersebut

juga mendapatkan potongan harga pada saat membeli merchendaise klub

sepakbola tersebut.

Pemasaran dalam bidang olahraga dianggap semakin penting karena

(32)

menjadi salah satu bagian paling penting dan universal di berbagai negara.

Perkembangan dalam industri olahraga dapat dilihat dengan kehadiran penonton

yang semakin banyak dalam beberapa pertandingan olahraga. Di Indonesia sendiri

sepakbola merupakan olahraga paling banyak diminati dan disaksikan oleh

masyarakat. Terbukti dari rata-rata kehadiran penonton pada setiap pertandingan

sepakbola di stadion mencapai 96% (Astomo, 2012). Liputan media juga turut

menunjukkan perkembangan industri olahraga baik di Indonesia maupun di

berbagai negara lainnya. Terbukti saat ini semakin banyak media yang memuat

berita khusus olahraga, terutama sepakbola. Di Indonesia sendiri saat ini sudah

terdapat beberaoa majalah, tabloid dan koran yang dikhususkan hanya memuat

berita olahraga khususnya sepakbola. Dari jumlah pegawai yang terlibat dalam

industri olahraga juga dapat membuktikan betapa besarnya industri olahraga

berkembang.

2.1.5. Kedekatan Hubungan (Relationship Closeness)

Sebuah wawasan yang berguna untuk memahami sifat dasar dari

relationshipditawarkan oleh penelitian tentanginterpersonal relationship.Secara

khusus, dalam bidang ini peneliti pemasaran telah memperkenalkan konsep

kedekatan hubungan atau relationship closeness(Clark dan Lemay 2010). Dalam

konteks tradisional dari interpersonal relationship, kedekatan hubungan

didefinisikan sebagai tingkatan sejauh mana seorang individu dengan individu

lainnya memiliki kesamaan atau kedekatan hubungan interpersonal atau konsep

diri. Prespektif ini telah diajukan oleh Aron dan Aron (1986) dengan

(33)

memiliki kedekatan hubungan dengan individu lainnya maka mereka akan

tergabung menjadi satu bagian konsep diri yang sama (Aron, Aron, dan Norman

2003; Aron, Norman, dan Aron 1998; Aron et al. 2000). Baru-baru ini,

konsepkedekatan hubungan ini mulai diterapkan untuk menjelaskan kedekatan

hubungan antara konsumen dengan produk atau merk(Reimann dan Aron 2009).

Donovan et al (2012) menjelaskan konsep kedekatan hubungan dalam

konteks hubungan antara konsumen dengan merek. Secara konseptual, kedekatan

hubungan dengan merek dapat didefinisikan sebagai sejauh mana seorang

konsumen menganggap sebuah merek tertentu sebagai bagian dari dirinya sendiri

(e.g., Escalas dan Bettman 2003; Park et al. 2010; Reimann dan Aron 2009).

Dalam konteks sport marketing misalnya, seorang pendukung sebuah klub

sepakbola yang memiliki kedekatan hubungan dengan merek klub sepakbola

tersebut akan menganggap klub sepakbola tersebut sebagai bagian dari dirinya.

Kekuatan perasaan keterikatan dengan merek selaras dengan kekuatan dorongan

dalam diri konsumen untuk menampilkan perilaku yang positif terhadap merek

(Parket al. 2010). Semakin kuat kedekatan hubungan tersebut, semakin kuat pula

dorongan untuk menampilkan perilaku positif.

Kualitas hubungan awalnya disebut sebagai sebuat paket nilai berwujud

yang menambah produk atau jasa dan hasilnya dalam pertukaran yang diharapkan

antara pembeli dan penjual (Levitt, 1986). Kualitas kedekatan hubungan adalah

membangun lebih tinggi keteraturan yang menggambarkan nilai konsumen yang

melekat pada hubungan mereka terhadap penyedia layanan (Dorschet al., 1998).

(34)

layanan dan perilaku yang melibatkan termasuk merangsang perasaan dan emosi

(Crosbyet al.,1990; Dwyeret al.,1987).

2.1.6.Brand Transgressions

Transgresi merek didefinisikan sebagai pelanggaran implisit dan eksplisit

atas norma hubungan yang relevan yang dilakukan oleh merek kepada konsumen

yang memiliki kedekatan hubungan dengannya (Aaker, Fournier dan Brasel

2004). Beberapa penelitian memang menyodorkan bukti yang mendukung

paradoks pemulihan layanan (service recovery paradox), yaitu konsep yang

menjelaskan bahwa apabila konsumen menerima sebuah jasa yang mengecewakan

kemudian memperoleh pemulihan layanan yang bagus, hubungan konsumen

dengan jasa atau merek yang mengecewakan tersebut justru akan menguat setelah

adanya pemulihan layanan itu (Maxham dan Netemeyer 2002). Pada

kenyataannya, upaya pemulihan layanan seringkali tidak dapat memulihkan

kekecewaan yang sudah lebih dulu terbentuk dan tidak dapat memperbaiki sikap

dan persepsi konsumen terhadap merek yang mengecewakannya (Andreassen

2001). Ini menunjukkan bahwa paradoks pemulihan layanan jarang terjadi karena

konsumen cenderung menyimpan amarah dan kekecewaan terhadap produk atau

merek apabila mereka merasa dikecewakan (Andreassen 2001; Aron 2001).Brand

transgression terjadi bila merek melakukan kegagalan atau memberikan

kekecewaan pada konsumen yang telah memiliki kedekatan hubungan dengannya.

Brand transgressions adalah sesuatu yang merugikan pemasar karena

(35)

Chandrashekaran 1998), membuat konsumen menghindari suatu merek (Gregoire,

Tripp and Legoux 2009), mengurangi kerelaan untuk memperjuangkan merek

(Park et al. 2009), dan sering kali membuat pelanggan kecewa (Ariely 2007,

Gregoire, Tripp and Legoux 2009). Dengan kata lain,brand transgressionsdapat

merusak kedekatan hubungan dengan konsumen yang sudah dibangun dengan

susah payah. Kemunculan brand transgressions juga merugikan konsumen, baik

secara material maupun emosional. Kegagalan merek membuat konsumen merasa

rugi karena telah mengeluarkan waktu, tenaga, dan biaya untuk merek yang

dicintainya. Konsumen juga merasakan kekecewaan yang mendorongnya

melakukan tindakan-tindakan pelampiasan emosi negatif yang mereka rasakan.

Dalam konteks penelitian ini, brand transgression terjadi pada saat sebuah klub

sepakbola tampil kurang baik sehingga kalah dalam pertandingan. Hal ini tentu

membuat pendukungnya merasakan kerugian karena sudah mengeluarkan waktu,

biaya, dan tenaga untuk menyaksikan pertandingan tersebut dan merasakan bahwa

klub yang dicintainya tidak mampu memuaskan keinginannya.

2.1.7.Consumer Forgiveness

Fenomena yang menarik pada konteks sport marketing adalah bahwa

konsumen merek olahraga sering menampilkan reaksi yang berbeda dari

konsumen produk atau merek pada umumnya setelahbrand transgression terjadi.

Konsumen pada umumnya akan melontarkan celaan-celaan dan mencoba mencari

merek alternatif yang lebih mampu memuaskan kebutuhannya setelah brand

transgression terjadi. Banyak penelitian sudah menemukan bahwa ketidakpuasan

(36)

ulang di masa depan. Meskipun belum diteliti secara empiris, pendukung klub

olahraga cenderung untuk tidak berpindah memuja klub lain meskipun klub yang

dicintainya sering memberikan kekecewaan baginya. Para konsumen merek klub

olahraga lebih cenderung untuk memaafkan kesalahan tersebut dan berharap

klubyang dicintainya bisa tampil lebih baik di masa depan

Chung dan Beverland (2006), mengungkapkan bahwa konsep

pengampunan (forgiveness) dapat diterapkan untuk konteks hubungan

konsumen-dengan merek. Penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam konteks industri

penerbangan telah menemukan bahwa konsumen yang memiliki kedekatan

hubungan dengan pemasar cenderung memaafkan kesalahan yang dilakukan

pemasar (Mattila, 2001). Diyakini bahwa pengalaman positif di masa lalu

memberikanbuffer effect (efek penyangga) ketika kegagalan terjadi (Tax, Brown,

and Chandrashekaran 1998). Namun, sebuah penelitian longitudinal menemukan

bahwa hubungan antara merek dengan konsumennya justru memburuk setelah

terjadinya kegagalan merek atautransgression(Aakeret al. 2004).

Sebagaimana dalam pemasaran jasa dinyatakan bahwa tidak ada sistem

layanan yang sempurna yang tidak pernah memberikan kekecewaan (Mattila

2001), klub olahraga (termasuk sepakbola) juga tidak mungkin diharapkan untuk

tampil sempurna secara konsisten sehingga kegagalan memuaskan pendukungnya

menjadi sesuatu yang wajar terjadi. Konsep pengampunan (forgiveness) yang

diajukan penelitian ini diharapkan memberikan penjelasan atas tanggapan

konsumen atau pendukung klub sepakbola yang berbeda dibandingkan tanggapan

(37)

forgiveness memandang perilaku konsumen setelah mengalami kekecewaan dari

perspektif kedekatan hubungan (relationship closeness) antara merek dengan

konsumen (McCullough dan Worthington 1999;Fournier 1998).

McCullough, Worthington, dan Rachal (1997) menerangkan pengampunan

interpersonal (interpersonal forgiveness) sebagai kumpulan perubahan motivasi

dimana seseorang menjadi (a) mengurangi motivasi untuk melakukan pembalasan

terhadap partner melakukan kesalahan, (b) mengurangi motivasi untuk

menghindari partner yang melakukan kesalahan, (c) termotivasi untuk melakukan

hal-hal yang positif kepada partner yang melakukan kesalahan. Penjelasan ini

menegaskan bahwa situasi dimana consumer forgiveness terjadi adalah dimana

konsumen masih memiliki pilihan untuk tidak memaafkan atau meninggalkan

merek yang telah melakukan kesalahan. Apabila konsumen dibatasi oleh

hambatan untuk berpindah pada produk atau merek lain (switching barrier)

sehingga ia tetap mengkonsumsi produk atau merek tersebut, hal itu tidak dapat

disebut sebagaiforgiveness.

2.1.8.Future Behavioral Intentions

Tujuan utama para pemasar adalah untuk memahami, memprediksi dan

mempengaruhi perilaku konsumen. Sebelum berperilaku, seseorang seringkali

mengembangkan keinginan berperilaku berdasarkan kemungkinan tindakan yang

akan dilakukan. Keinginan berperilaku dapat didefinisikan sebagai keinginan

konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu. Jadi konsumen dapat

(38)

Minor, 2002 : 322) jika konsumen juga berminat pada produk yang ditawarkan.

Pemasar seringkali mampu mengidentifikasi pola perilaku konsumennya,

kemudian mengestimasikan pembelian secara nyata.

Niat yang ada pada diri konsumen mampu memotivasi mereka melakukan

perilaku yang diinginkan. Perilaku seseorang ditentukan oleh adanya niat atau

keinginan untuk melakukan sesuatu atau yang bersifat behavioral intention(Peter

dan Olson, 2000). Sementara Sheth et al., (1999:411), menyatakan bahwa niat

yang dimiliki seseorang menunjukkan seberapa besar kemungkinan

ditampilkannya perilaku tertentu oleh orang tersebut. Apabila niat yang dimiliki

oleh konsumen tersebut kuat, maka dia akan berusaha mencapai tujuan dalam

memenuhi niatnya.

Menurut Garbarino dan Johnson (1999), future intentions adalah niat

pembelian pelanggan di masa yang akan datang, apakah akan terus berhubungan

dengan perusahaan tersebut ataukah meninggalkannya dan beralih pada

perusahaan lain. Future intentions yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu

pada definisi future behavioral intentions oleh Zeithaml dkk., (1996) “the

importance of measuring future behavioral intentions of customers to assess their

potential to remain with or leave the organization”.

Kepuasan dan kualitas jasa dapat mempengaruhi behavioral intentions

pelanggan, apabila kualitas jasa tinggi (sesuai/melampaui persepsi pelanggan)

maka akan tercipta behavioral yang favorable, namun sebaliknya jika kualitas

jasa rendah maka behavioral intentions yang tercipta akan unfavorable.

(39)

pelanggan, apabila akan tetap berhubungan (remain) atau justru meninggalkan

(defect) dari perusahaan (Zeithamis dkk., 1996).

Menurut Zeithami dkk., (1996), ketika konsumen memuji suatu

perusahaan, menyampaikan preferensi untuk perusahaan tersebut melebihi yang

lainnya, meningkatkan volume pembelian mereka atau setuju membayar harga

jasa, mereka menunjukkan perilaku bahwa mereka mempunya ikatan dengan

perusahaan. Peneliti saat ini menawarkan suatu bukti bahwa kepuasan konsumen

dan/atau kualitas servis mempunyai persepsi positif mempengaruhi niat untuk

berperilaku dengan cara tersebut. Pelanggan yang puas akan berniat untuk tetap

loyal pada perusahaan, pelanggan akan bersedia untuk terikat dan berinteraksi

dengan perusahaan di masa yang akan datan, selain itu keterlibatan pelanggan

akan semakin meningkat. Pelanggan juga akan semakin meluangkan

waktu/kehadirannya di masa yang akan datang, atau mendonorkan uangnya untuk

perusahaan (Gabriano dan Johnson 1999).

2.2. Hubungan Antar Variabel

2.2.1 Hubungan antaraRelationship ClosenessdenganConsumer Forgiveness

Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kedekatan hubungan

antara konsumen dengan merek membantu konsumen memaafkan kesalahan yang

dilakukan oleh merek tersebut (Fincham 2000; McCulloghet al.1997, Finkelet al

2002; Hoyt et al. 2005). Penelitian psikologi interpersonal menjelaskan bahwa

partner dalam sebuah hubungan dekat memiliki kesediaan lebih besar untuk

(40)

Wieselquist et al.,1999). Ikatan emosional yang kuat antar partner dalam sebuah

hubungan juga ditemukan sebagai salah satu faktor yang membuat

individu-individu dalam hubungan tersebut berusaha untuk memaafkan kesalahaan yang

terjadi agar hubungan yang terjalin bisa bertahan (Hazan and Shaver 1994).

Semakin kuat kedekatan interpersonal, semakin kuat pula niat individu dalam

memberikan pengampunan (forgiveness) (Fincham, 2000; Finkel et al., 2002).

Dalam konteks pemasaran, Aaker, Fournier and Brasel (2004) menunjukkan

bahwa dalam konteks pemasaran, kualitas hubungan merek dengan konsumen

mempunyai efek yang signifikan terhadap kerelaan konsumen untuk memaafkan

kesalahan yang dilakukan oleh merek. Hubungan yang intim antara merek dengan

konsumen mendorong konsumen untuk memaafkan kesalahan yang terjadi agar

hubungan dengan merek yang dicintainya dapat bertahan (Fournier 1998).

Berdasarkan penjelasan di atas, diajukan hipotesis berikut ini:

H1:Relationship closenessberpengaruh positif terhadapconsumer forgiveness.

2.2.2. Hubungan antara Relationship Closeness dengan Future Behavioral

Intentions

Peneliti consumer studies telah menemukan hasil yang konsisten bahwa

kedekatan hubungan merek dengan konsumen dapat membantu mempercepat

pemulihan kekecewaan yang terjadi setelah merek gagal memberikan kepuasan

(Tax, Brown, dan Chandrashekaran, 1998). Konsumen yang memiliki kedekatan

hubungan yang lebih tinggi dengan merek menunjukkan kecenderungan lebih

besar untuk menampilkan perilaku positif terhadap merek di masa mendatang.

(41)

tinggi dan kualitas kedekatan menghasilkan evaluasi yang lebih menguntungkan

setelah terjadinya kegagalan. Keengganan untuk mencari obyek lain untuk dicintai

juga memberikan hambatan untuk berpindah bagi konsumen yang sudah menjalin

hubungan dekat dengan sebuah merek tertentu (Fournier, 1998). Donovan (2012)

menunjukkan bahwa hubungan kedekatan merek menyebabkan konsumen

membentuk niat merek yang positif di masa mendatang. Mengacu pada

pernyataan tersebut, dapat diduga bahwa para pendukung klub sepakbola yang

memiliki kedekatan hubungan yang kuat dengan klub sepakbola yang dicintainya

akan memiliki kecenderungan niat berperilaku yang positif di masa mendatang.

Berdasarkan penjelasan di atas, diajukan hipotesis berikut ini:

H2 : Relationship closeness berpengaruh positif terhadapfuture behavioral

intentions.

2.10.3 Hubungan antara Consumer Forgiveness dengan Future Behavioral

Intentions

Donovan et al., (2012) mendefinisikan pengampunan sebagai netralisasi

dari pelanggaran terhadap merek atau produk yang melakukan kesalahan. Seorang

individu yang memberikan maaf (forgiveness) akan mampu menetralkan emosi

negatif yang dihasilkan dari kekecewaan yang diberikan oleh merek yang

disukainya. Penetralan emosi ini penting agar hubungan yang terjalin di masa

mendatang tidak terganggu oleh emosi negatif tersebut. Bagi pendukung klub

sepakbola, memaafkan kesalahan klub yang mereka cintai akan memudahkan

(42)

Semakin kuat kesediaan konsumen untuk memberikan maaf kepada merek yang

melakukan kesalahan, semakin besar kecenderungan konsumen untuk

menampilkan perilaku positif terhadap merek di masa mendatang (McCullough

dan Worthington 1999;Fournier 1998). Sebaliknya, keengganan memberikan

maaf atas kesalahan yang dilakukan oleh merek akan mendorong pada

keengganan untuk menunjukkan perilaku positif pada merek di masa mendatang.

Berdasarkan penjelasan tersebut, diajukan hipotesis berikut ini:

H3:Brand forgivenessberpengaruh positif terhadapfuture behavioral intentions.

2.3. Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini merupakan adaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh

Donovan et al. (2012) yang berjudul “How close brand relationships influence

forgiveness”. Penelitian tersebut mengeksplorasi pengaruh hubungan brand

relationship closeness pada brand forgiveness, dan pengaruh brand forgiveness

pada brand behaviors setelah brand transgression. Penelitian tersebut menguji

secara empiris pengaruhrelationship denganforgiveness denganbehavior model.

Penelitian ini menemukan bahwa (a) kedekatan brand relationshipsmemudahkan

konsumen memberikan maaf pada merek yang melakukan pelanggaran atau

kesalahan, (b) forgiveness berpengaruh positif pada future behavioral intentions

pasca kegagalan merek, dan (c) forgiveness memediasi pengaruh close brand

relationshippadafuture brand intentions.

Persamaan penelitian Donovan et al. (2012) dengan penelitian ini adalah

(43)

closeness, dan future behavioral intentions. Perbedaan di antara keduanya adalah

bahwa penelitian Donovan et al. (2012) tidak hanya berfokus pada future brand

intentions tetapi juga mengamati purchased after failure untuk mengetahui

perilaku pembelian konsumen pasca kegagalan merek. Penelitian ini tidak

mengamati perilaku pembelian pasca kegagalan melainkan hanya niat berperilaku

di masa depan. Perbedaan juga ada pada konteks penelitian yang diamati, di mana

penelitian ini mengamati konsumen pendukung klub sepakbola sedangkan

Donovan et al (2012) mengamati konsumen yang menggunakan produk sepatu

olahraga dengan brand “Nike”, yang didapatkan dengan desain sepatu yang bagus

dan inovatif tetapi konsumen tidak merasa nyaman selagi menggunakannya

karena desain tersebut ternyata mengurangi kenyamanan bagai pemakainya, tetapi

Donovan et al (2012) menemukan bahwa kebanyakan yang membeli sepatu baru

memiliki perasaan emosional dan kedekatan terhadap Nike. Ketika konsumen

mengalami kegagalan merek, walaupun sebagian dari mereka mengalami cedera.

Sebagian konsumen memaafkan kegagalan Nike. Sedangkan pada penelitian kali

ini, penulis meneliti tentang konsumen. Perbedaan konteks ini diharapkan

memberikan temuan yang berharga.

2.4. Model Analisis

Model analisis pada penelitian ini dirancang dengan merujuk pada studi

yang dilakukan oleh Donovan et al. (2012). Dalam kajian teori yang telah

dilakukan, model penelitian ini mengidentifikasikan bahwa kedekatan hubungan

(44)

berpengaruh terhadap kesediaan mereka memaafkan (forgiveness) Persib Bandung

saat menunjukkan kinerja yang tidak memuaskan dan kesediaan mereka untuk

terus mendukung klub yang mereka cintai tersebut di masa mendatang (future

behavioral intentions). Berdasarkan hipotesis yang telah diajukan pada bagian

sebelumnya, berikut ini adalah model penelitian yang digunakan.

Gambar 2.3 Sumber: Donovanet al(2012) dalam How close brand relationships influence

forgiveness Brand

Relationship

Closeness

Consumer

Forgiveness

Future Behavioral

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif. Menurut Curwin & Slater (2002), pendekatan kuantitatif merupakan

pendekatan penelitian yang menggunakan angka statistik untuk membantu

menjelaskan, mendeskripsikan, dan menjawab permasalahan dalam penelitian.

Menurut Stangor (2010), pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan penelitian

deskriptif yang menggunakan pengukuran formal, seperti kuesioner, yang mana

didesain untuk dijadikan subjek pada statistical analysis. Penggunaan pendekatan

kuantitatif juga memungkinkan seorang peneliti untuk membangun sebuah model

penelitian yang berisikan poin pemikiran terhadap permasalahan tertentu (Curwin

& Slater, 2002).

Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas. Menurut Malhotra (1993),

penelitian kausalitas merupakan tipe penelitian yang tujuan utamanya adalah

untuk mendapatkan bukti mengenai hubungan sebab akibat diantara variabel

independen (yang mempengaruhi) dan variabel dependen (yang dipengaruhi). Hal

tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang berusaha untuk mengetahui

variabel-variabel yang berpengaruh terhadap relationship closeness, consumer

(46)

3.2. Identifikasi Variabel

Menurut Stangor (2010:67), variabel merupakan atribut yang dianggap

dapat menerima value yang berbeda diantara orang-orang atau di waktu dan

tempat yang berbeda. Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan dianalisis

dan diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Variabel eksogen, merupakan variabel yang tidak dipengaruhi oleh

variabel lain didalam model (Hairet al, 2010:637). Secara visual, variabel

eksogen tidak digambarkan menerima arah panah (one-headed arrow)dari

arah variabel lain didalam model (Hairet al, 2010:637). Variabel eksogen

juga disebut dengan variabel independen. Dalam penelitian ini, yang

termasuk dalam variabel eksogen adalahRelationship Closeness(X).

2. Variabel endogen, merupakan variabel yang telah mendapat pengaruh dari

satu atau beberapa variabel lain didalam model (Hair et al, 2010:637).

Dalam model, variabel endogen digambarkan sebagai variabel yang

menerima arah anak panah dari variabel eksogen (Hair et al, 2010:637).

Ada dua jenis variabel endogen, yaitu :

a. Variabel endogen intervening, yaitu variabel yang dipengaruhi oleh

variabel prediktor (eksogen) dan kemudian selanjutnya mempengaruhi

variabel endogen dependen (Stangor, 2010:172). Dalam penelitian ini,

yang menjadi variabel endogen interveningnya adalahForgiveness(Z).

b. Variabel endogen dependen. Dalam hal penelitian ini yang menjadi

(47)

3.3. Definisi Operasional

Menurut Stangor (2011), istilah definisi operasional adalah pernyataan

yang tepat tentang bagaimana sebuah variabel konseptual berubah menjadi

variabel yang terukur dan spesifik. Sedangkan menurut Cooper & Schindler

(2001), definisi operasional adalah definisi yang dinyatakan dengan tujuan untuk

menentukan kriteria pengukuran atau pengujian secara spesifik. Definisi yang

spesifik ini harus jelas agar siapapun yang menggunakannya juga akan memiliki

pengertian yang sama (Cooper & Schindler, 2001). Selain itu, pemberian definisi

operasional juga memberikan kemudahan bagi peneliti selanjutnya dalam

melakukan replikasi penelitian (Stangor, 2010).

3.3.1.Relationship Closeness

Penelitian ini mendefinisikan relationship closeness sebagai penilaian

tentang kedekatan hubungan pendukung klub sepakbola Persib Bandung dengan

klub sepakbola Persib Bandung tersebut. Kedekatan hubungan (relationship

closeness) diukur dengan menggunakan indikator yang diadopsi dari Donovan et

al. (2012) yang terdiri dari:

a. Hubungan terhadap Persib Bandung adalah sesuatu yang diinginkan.

b. Memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Persib Bandung.

c. Hubungan dengan Persib Bandung memenuhi tujuan.

d. Kedekatan dengan Persib Bandung sesuai dengan harapan.

(48)

3.3.2.Consumer Forgiveness

Penelitian ini mengadaptasi Donovan et al. (2012) dalam mendefinisikan

variabel consumer forgiveness sebagai kesediaan pendukung Persib Bandung

untuk memberikan maaf kepada klub sepakbola Persib Bandung atas kekecewaan

yang diberikan klub tersebut kepada mereka. Untuk mengukur variabel ini,

digunakan item-item pertanyaan yang diadaptasi dari penelitian Enright (2005)

sebagai berikut:

a. Tetap mendukung Persib Bandung walau sering mengalami kekalahan.

b. Peduli pada Persib Bandung pada saat terpuruk.

c. Menolak mendukung Persib Bandung jika terus mengalami kekalahan

(reverse)

d. Tetap menjagokan Persib Bandung walau sering mengalami kekalahan.

e. Enggan mendukung Persib Bandung di saat terpuruk (reverse)

f. Merasa Persib Bandung layak dihormati walau di saat terpuruk.

g. Merasa jengkel saat Persib Bandung sering mengalami kekalahan.

3.3.3.Future Behavioral Intentions

Penelitian ini mengadaptasi Donovan et al. (2012) dalam mendefinisikan

Future Behavioral Intentions sebagai niat pendukung Persib Bandung untuk tetap

memberikan dukungan pada klub sepakbola Persib Bandung di masa yang

mendatang. Variabel ini diukur dengan menggunakan 6 item pernyataan yang

(49)

a. Bersedia untuk tetap berinteraksi dengan Persib Bandung di masa yang

akan datang.

b. Akan meningkatkan keterlibatan pada kegiatan yang berhubungan dengan

Persib Bandung.

c. Akan meluangkan waktu lebih banyak dengan Persib Bandung

dibandingkan dengan klub sepakbola lainnya.

d. Lebih suka mendukung Persib Bandung dibandingkan klub lainnya.

e. Jika memperoleh uang, uang tersebut akan digunakan untuk membeli

atribut Persib Bandung.

f. Selalu memilih Persib Bandung untuk menyalurkan hobi menonton

pertandingan sepakbola

Skor dapat diketahui dengan menghitung jawaban yang diberikan

responden melalui kuesioner. Seluruh indikator penelitian diukur dengan

menggunakan skala Likert 5 tingkat; di mana 1 = Sangat Tidak Setuju (STS); 2 =

Tidak Setuju (TS); 3 = Netral (N); 4 = Setuju (S); 5 = Sangat Setuju (SS).

3.4. Jenis dan Sumber Data

1. Sumber data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner.

2. Sumber data sekunder yang diperoleh melalui kajian telaah literatur,

seperti jurnal,textbook, website, dan sumber pustaka lainnya yang masih

(50)

3.5.Populasi dan Sampel Penelitian

Cooper & Schindler (2001:163) menjelaskan bahwa populasi merupakan

seluruh total elemen yang akan peneliti gunakan sebagai subjek penelitian untuk

mengambil kesimpulan; sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi yang

dipilih oleh peneliti yang dianggap merepresentasikan keseluruhan populasi.

Populasi pada penelitian ini adalah para pendukung Persib Bandung di seluruh

Indonesia.

Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode

non-probability sampling, yaitu dengan judgement sampling. Judgement sampling

(yang sering dikenal sebagai purposive sampling) merupakan metode penetapan

sampling dimana peneliti memilih sampelnya berdasarkan kriteria tertentu

(Cooper & Schindler, 2001:163). Metode ini dipilih karena tidak semua elemen

dalam populasi memilki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel. Kriteria

sampel yang dipilih adalah para pendukung Persib Bandung di seluruh Indonesia

yang pernah menyaksikan pertandingan Persib Bandung secara langsung di

stadion Si Jalak Harupat tanggal 22 Oktober dan 2 November 2014. Tanggal 22

Oktober dan 2 November 2014 dipilih karena pada periode tersebut Persib

Bandung sering melakukan pertandingan di Bandung sehingga memudahkan

peneliti untuk memperoleh responden dalam jumlah cukup. Mengacu pada

rekomendasi Hair et al (2010:662), jumlah sampel yang digunakan dalam

(51)

3.6.Teknik Pengumpulan Data

Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data untuk mendapatan

informasi yang diperlukan adalah sebagai berikut :

1. Studi Pendahuluan; dilakukan untuk mengetahui fansclubsepakbola mana

yang layak dan relevan untuk dijadikan obyek penelitian, dan mencoba

untuk mengamati perilaku pendukung Persib dalam mendukung Persib.

2. Studi Kepustakaan; dilakukan dengan mempelajari literatur, jurnal, dan

sumber pustaka lainnya yang terkait dengan permasalahan dan tujuan

penelitian, serta mempelajari teori-teori yang menunjang dan berkaitan

dengan permasalahan yang dihadapi untuk membantu dalam penyusunan

alat pengumpulan data.

3. Studi Lapangan; dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner dengan

berisi seperangkat pertanyaan yang telah disusun secara sistematis.

Penyebaran form kuesioner ini seluruhnya dilakukan via offline.

Kuesioner ini diberikan kepada pendukung Persib Bandung yang

menyaksikan pertandingan Persib Bandung di stadion Si Jalak Harupat

sebelum pertandingan berlangsung. Hasil jawaban responden dalam

kuesioner tersebut selanjutnya akan dikumpulkan hingga mencapai target

(52)

3.7.Teknik Analisis

3.7.1. Uji Reliabilitas

Reliabilitas dalam pengukuran variabel merujuk pada pengertian sejauh

mana pengukuran tersebut terbebas darirandom error. Satu cara langsung dalam

menentukan reliabilitas dalam variabel yang telah diukur adalah mengukur

variabel tersebut lebih dari sekali (Stangor, 2010:91). Menurut Stangor (2010:91),

ada 4 jenis reliabilitas, yaitu : (1) test-retest reliability – merujuk pada sejauh

mana nilai yang dihasilkan dalam pengukuran yang sama, dijalankan pada waktu

berbeda, berkaitan satu-sama lain; (2) equivalet-forms reliability – merujuk pada

sejauh mana nilai yang dihasilkan mirip, namun tidak identik, pengukuran

dilakukan dalam dua waktu berbeda, berkaitan satu-sama lain; (3) internal

consistency – merujuk pada sejauh mana nilai yang dihasilkan item pada skala

berkaitan satu sama lain. reliabilitas ini biasanya diukur dengan menggunakan

koefisienalpha;dan (4)interrater reliability – merujuk pada sejauh manaratings

dari satu atau lebih penilaian berkaitan satu-sama lain. Karena penelitian ini

menguji korelasi diantara variabel, maka uji reliabititas yang digunakan adalah

internal consistency reliability, yaitu dengan menggunakan koefisien alpha

Cronbach. Morgan & Griego (1998:125) mengatakan, koefisien alpha ini paling

sering digunakan peneliti karena koefisien ini mampu menyediakan ukuran

reliabilitas yang bisa didapatkan dengan satu kali uji kuesioner. Menurut Malhotra

(1993:308), koefisien alpha variasinya mulai dari 0 sampai 1. Agar item

penelitian bisa dianggap reliabel, koefisien alpha harus diatas 0,60 (Malhotra,

(53)

3.7.2. Uji Validitas

Sebuah pengujian memiliki validitas jika pengujian tersebut mengukur apa

yang memang seharusnya diukur (Allen & Yen, 2002:95). Pendapat lain

disampaikan Malhotra (1993:309), uji validitas mengukur sejauh mana perbedaan

skor skala yang diamati mencerminkan perbedaan sebenarnya antara objek-objek

pada karakteristik yang sedang diukur dibandingkan kesalahan sistematik atau

randomnya. Terdapat dua tahap uji validitas dalam penelitian ini, yaitu uji

validitas internal dan validitas konvergen.

1. Validitas internal merujuk pada pengertian apakah pengaruh yang diamati

pada unit uji disebabkan oleh variabel yang mempengaruhinya (Malhotra,

1993:225). Dengan kata lain, validitas internal digunakan untuk mengukur

ada tidaknya korelasi indikator di dalam satu variabel atau indikator dalam

variabel saling berkaitan. Pada program SPSS, teknik pengujian yang

sering digunakan para peneliti untuk uji validitas adalah menggunakan

Pearson product moment correlation. Validitas internal ditunjukkan

dengan adanya korelasi atau dukungan terhadap item total (skor total), yang nilainya ≥ 0,30 (Solimun, 2002:5). Perhitungan dilakukan dengan

cara mengkorelasikan antara skor item dengan skor total item. Suatu

pernyataan dianggap valid jika nilai pengukurannya ≥ 0,30. Dan

sebaliknya, pernyataan tidak bisa dianggap valid jika nilainya ≤ 0,30

(54)

2. Validitas konvergen mengukur sejauh mana indikator dari konstruk

spesifik menyatu atau berbagi proporsi yang tinggi dari varians yang

sama (Hair et al, 2006:771). Dengan kata lain, validitas konvergen

mengukur seberapa kuat indikator atau dalam istilah SEM disebut

variabel manifes, merupakan pembentuk dari variabel latennya. Validitas

konvergen diolah dengan bantuan software AMOS. Menurut Hair et al

(2006:797), validitas konvergen dikatakan baik apabila nilai pengukuran ≥ 0,5.

3.7.3. Structural Equation Model (SEM)

Teknik analisis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

Structural Equation Modelling (SEM). Menurut Hair et al (2010:634), SEM

merupakan teknik analisis multivariate dengan menggabungkan aspek dari

analisis faktor dan multiple regressionyang memungkinkan peneliti untuk secara

simultan menguji serangkaian variabel-variabel yang berkaitan. Pada model SEM,

hubungan kausalitas antar variabel dapat ditentukan secara lebih lengkap. Analisis

model SEM dalam penelitian ini akan dilakukan dengan bantuansoftwareAMOS.

Dalam menggunakan SEM, terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi

dalam pengumpulan data. Asumsi-asumsinya adalah sebagai berikut :

1. Ukuran Sampel

Dalam SEM, ada beberapa rekomendasi dari Hair et al (2010:662) terkait

dengan banyaknya jumlah sampel yang dibutuhkan, yaitu : (1) ukuran sampel

(55)

minimum 150 untuk model terdiri dari sedikitnya 7 konstruk; (3) ukuran sampel

minimum 500 untuk model yang konstruknya dalam jumlah besar. Karena

penelitian ini menggunakan 200 sampel, maka bisa dikatakan asumsi pertama

telah terpenuhi.

2. Normalitas Data

SEM mensyaratkan data terdistribusi normal atau dapat dianggap

berdistribusi normal. Distribusi normal adalah dasar untuk statistik inference

klasik yang berbentuk lonceng dan simetris. Distribusi normal mengukur pusat

kecenderungan yang semuanya identik (Hair et al, 2006:400). Nilai statistik yang

digunakan untuk menguji normalitas adalah z-value yang dapat dilihat pada tabel

z dengan tingkat kepercayaan 99% atau signifikansi 1%, yaitu antara -2,58 dan

+2,58. Pada tabelassessment of normality, nilai kritis (cr) yang lebih besar +2,58

atau lebih kecil dari -2,58 (pada tingkat 0,01) untuk skewness dan kurtosis akan

menolak asumsi normalitas (data tidak normal. Nilai kritis (cr) multivariate juga

harus berada antara -2,58 dan +2,58 untuk memenuhi asumsi normalitas

multivariat (Hairet al, 1998 : 73).

3. Outlier

Hair et al (2006:173) menjelaskan bahwa outlier adalah data yang

perbedaanya menyipang jauh dari data-data yang lain sehingga dapat

menyebabkan hasil analisis terhadap suatu data tidak mencerminkan hasil yang

sebenarnya. Outlier juga dikenal dengan sebutan nilai ekstrim. Pengujian outlier

secara univariat dilakukan dengan menggunakan nilai z pada tiap indikator yang

(56)

rentang -3,00 sampai +3,00. Jika diluar rentang tersebut, maka data tersebut bisa

dianggap outlier. Sedangkan pengujian outlier multivariate dapat dilakukan

dengan kriteria mahalobis distance pada tingkat p < 0,001. Mahalobis distance

dievaluasi dengan menggunakan chi-square pada derajat bebas sebesar jumlah

variabel yang digunakan dalam penelitian. Jika mahalobis distance lebih besar

dari nilaichi-square, maka observasi tersebut dianggap outlier.

4. Multikolinieritas

Asumsi terakhir yang harus dipenuhi dalam SEM adalah multikolinieritas.

Lehmann (1989:529), berpendapat salah satu problem paling umum yang sering

ditemui dalam regresi adalah hasil dari kuatnya hubungan timbal balik diantara

variabel independen. Asumsi multikolinieritas mengharuskan tidak adanya

korelasi yang sempurna atau besar diantara variabel-variabel independen. Nilai

korelasi antara variabelobservedyang tidak diperbolehkan adalah sebesar 0,7 atau

lebih (Lehmann, 1989:530).

Menurut Hair et al (2010:654), terdapat enam langkah dalam permodelan

SEM, yaitu :

1. Pengembangan Model Berbasis Teori

SEM tidak menciptakan suatu hubungan kausalitas, tapi hanya sebatas

membenarkan atau tidak sebuah hubungan kausalitas. Oleh karena itu, model

(57)

2. Mengembangkanpath diagramuntuk menunjukkan hubungan kausalitas

Setelah model dikembangkan berdasarkan pijakan teori yang kuat, model tersebut

selanjutnya diterjemahkan ke dalam diagram jalur (path diagram) dengan tujuan

agar memudahkan kita untuk menentukan hubungan kausalitas diantara konstruk

dan variabel.

3. Konversipath diagramke dalam serangkaian persamaan

Rangkaian persamaan itu pada hakikatnya terbagi menjadi 2 bagian yaitu

persamaan model pengukuran (factor loading) dan persamaan model structural

(structural model).Langkah berikutnya adalah memilih jenis input (kovarians atau

korelasi) yang seseuai dengan penelitian. Karena penelitian ini menguji hubungan

kausalitas, maka input kovarians yang dipilih. Sedangkan teknik untuk estimasi

model menggunakan teknik estimasimaximum likelihood,karena estimasi ukuran

sampel penelitian ini yang berjumlah 100-200 responden. Estimasi terhadap

model dilakukan dengan menggunakan bantuan software AMOS.

4. Menguji validitas pengukuran model.

Proses selanjutnya menguji pengukuran validitas model. Pengukuran validitas

model tergantung pada (1) penetapan tingkat penerimaan pada goodness-of-fit

untuk pengukuran model dan (2) menemukan bukti spesifik dari validitas

konstruk.Goodness-of-fit mengindikasikan seberapa baik model yang telah

ditetapkan reproduce matriks kovarian yang diamati diantara indikator item.

Validitas konstruk mengindikasikan sejauh mana rangkaian variabel yang diukur

(58)

5. Menetapkan structural model

Menetapkan structural model sangat penting dalam mengembangkan model SEM.

Tahap ini merupakan proses penetapan struktural model dengan menempatkan

korelasi dari satu konstruk ke konstruk lain berdasarkan teoritis model yang

diajukan. Dengan kata lain, output dari tahap ini adalah masing-masing hipotesis

merepresentasikan kolerasi spesifik yang harus ditentukan. Ini akan menjadi

pengujian dari keseluruhan teori, termasuk pengukuran hubunga indikator ke

konstruk ataupun hubungan struktural yang di-hipotesis-kan diantara konstruk.

6. Evaluasi Model

Langkah akhir meliputi effort untuk menguji validitas struktural model dan

hubungan hipotesa secara teoritis yang dikenal dengan ”Goodness-of-Fit Indice

seperti pada tabel berikut:

Goodness-of-Fit Index Cut-off Value

X2-Chi-squary Diharapkan kecil

RMSEA 0,03 ≤ 0,08

GFI ≥ 0,90

AGFI ≥ 0,90

CMIN/DF ≤ 2,00

TLI ≥ 0,95

CFI ≥ 0,90

(59)

Keterangan :

a. X2-Chi-squary

Statistik chi-square (χ2) merupakan alat uji paling fundamental untuk

mengukur overall fit sebuah model. Semakin kecil nilai chi-square,

semakin baik sebuah model (Hairet al, 2006:746).

b. The Root Mean Square Error of Approximation(RMSEA)

Karena nilai Chi-Square sangat sensitif. Kriteria RMSEA digunakan

untuk mengompensasi Chi-Square dengan sampel besar. Nilai RMSEA

antara 0,03 hingga 0,08 direkomendasikan sebagai standar agar model

dapat diterima (Hairet al, 2006:748).

c. Goodness-of-Fit Index(GFI)

Indeks ini menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sampel dalam rentang 0 hingga. Nilai GFI ≥ 0,90 sudah

dianggap baik (Hairet al, 2006:747).

d. Adjusted Goodness-of-Fit Index(AGFI).

Kriteria AFGI merupakan penyesuaian dari GFI terhadap degree of

freedom. Nilai AGFI ≥ 0,90 direkomendasikan agar model diterima

(Hairet al, 2006:750).

e. The Minimum Sampel Discrepancy Function/ Degree of Freedom

(CMIN/DF)

CMIN/DF merupakan nilai X2-Chi-square dibagi dengan degree of freedom-nya. Nilai CMIN/DF ≤ 2,00 menunjukkan model sudah bisa

Gambar

Gambar 1.1 : Data statistik penonton peserta klub ISL 2014
Gambar 2.1 : Bagan dari marketing concept dari Evans dan Berman
Gambar 2.2 : Bagan dari konsep holistic marketing(Kotler & Keller, 2012:41)
Gambar 2.3 Sumber: Donovan et al (2012) dalam How close brand relationships influence
+7

Referensi

Dokumen terkait