• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENJABARAN HUKUM ALAM MENURUT PIKIRAN ORANG JAWA BERDASARKAN PRANATA MANGSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENJABARAN HUKUM ALAM MENURUT PIKIRAN ORANG JAWA BERDASARKAN PRANATA MANGSA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENJABARAN HUKUM ALAM MENURUT PIKIRAN ORANG JAWA

BERDASARKAN PRANATA MANGSA

Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal Fakult as Hukum Universit as Negeri Semarang

E-mail: f idiyani. rini@gmail. com

Abst r act

Pr anar a mangsa i s a l ocal knowl edge on t he management of agr i cul t ur al l and f or t he Javanese peopl e. Thi s st udy aimed t o det er mi ne t he abi l it y of Jawva t o r ead t he l aws of nat ur e and t he exi st ence of pr anat a mangsa on peopl e Banyumas t oday. What i s t her e i n nat ur e i s a manif est at i on of God’ s et er nal l aw t hat by Him mani f est ed in si gns of nat ur e. How t o i nt er pr et t he l aws of nat ur e by whi ch Java i s used as a benchmar k i n managing l and cal l ed pr anat a mangsa. Pr anat a mangsa ar e dynami c i nst it ut ion, especi al l y wi t h t he uncer t ai n cli mat e change. For f ar mer s Banyumas, pr anat a mangsa r emai ns a benchmar k, but as t he devel opment of science and t echnol ogy, pr anat a mangsa becomi ng obsol et e. Thi s i s a t hr eat t o t he exist ence of pr anat a mangsa as nat ional her it age.

Key wor ds: pr anat a mangsa, ant hr opol ogy of l aw, nat ur al l aw, t he Javanese

Abst rak

Pranat a mangsa merupakan penget ahuan lokal orang j awa dalam mengelola lahan pert anian. Penelit ian ini bert uj uan unt uk menget ahui kemampuan orang j awa dalam membaca hukum alam dan eksist ensi pranat a mangsa pada masyarakat Banyumas pada saat ini. Penelit ian ini merupakan penelit ian ant ropologi hukum, lebih bersif at empiris dan non dokt rinal. Apa yang t erdapat di alam merupakan manif est asi dari hukum abadi milik Tuhan yang olehNya diwuj udkan dalam t anda-t anda alam. Cara menaf sirkan hukum alam oleh orang j awa yang digunakan sebagai pat okan dalam mengelola lahan pert anian disebut pranat a mangsa. Pranat a mangsa bersif at dinamis, apalagi dengan adanya perubahan iklim yang t idak menent u. Bagi pet ani Banyumas, pranat a mangsa masih menj adi pat okan, akan t et api seiring perkembangan ilmu penget ahuan dan t eknologi, pranat a mangsa mulai dit inggalkan. Ini merupakan ancaman t erhadap eksist ensi pranat a mangsa sebagai warisan budaya bangsa.

Kat a kunci: pranat a mangsa, ant ropologi hukum, hukum alam, orang j awa.

Pendahuluan

Kebij akan pert anian yang hanya berorien-t asi berorien-t uj uan dan perubahan iklim yang berorien-t idak me-nent u menyebabkan ket ahanan pangan Indone-sia menj adi t erancam. Salah sat u langkah bij ak dalam menghadapi keadaan yang demikian ada- lah dengan kembali kepada kearif an lokal yang ada dalam masyarakat . Orang Jawa memang

Art ikel ini merupakan ar t ikel hasil penel i t i an dengan skim Penel i t i an Dasar Universi t as Negeri Semarang yang di bi ayai ol eh Pel aksanaan Anggaran (DIPA) Univer si t as Negeri Semarang Nomor: 0597/ 023-04. 2. 16/ 13/ 2011 t anggal 9 Desember t ahun 2011 Sesuai dengan Surat Perint ah Mul ai Kerj a (SPMK) Nomor: 349/ UN37. 3. 1/ LT/ 2012. Penul i s mengucapkan t eri ma kasih kepada Dwiki Garudant o (NIM 8150408065), Mahasi swa FH UNNES dan Inggit Wahyu Put ra (Mahasi swa FH UNSOED) yang t el ah membant u t erl aksananya penel it ian ini.

memilik sist em kepercayaan yang khas menge-nai kapan wakt u mengolah t anah, bercocok t anam sampai kepada hari baik at au j elek t ana-man padi harus dipanen. Kepercayaan ini masih dipelihara, meskipun beberapa kalangan meng-anggap ini adalah t akhayul. Kearif an lokal yang ada pada sist em kepercayaan ini luput dari ka-j ian ant ropologi hukum, padahal ka-j ika hal ini di-kaj i secara ilmiah akan memberikan sumbangan yang t ak t ernilai harganya bagi dunia prakt ik hukum, khususnya hukum dalam bidang pert a-nian.

(2)

perhit ungan musim yang akan digunakan dalam mengelola lahan pert anian. Iklim yang berlaku di Pulau Jawa menurut perhit ungan ini di bagi menj adi empat musim (mangsa), yait u musim huj an (r endheng), pancaroba akhir musim huj an (mar eng), musim kemarau (ket i ga) dan musim pancaroba menj elang huj an (l abuh). Mu-sim-musim ini t erut ama dikait kan dengan peri-laku hewan sert a t umbuhan (f enol ogi) dan da-lam prakt ik berkait an dengan kult ur agraris. Mi-salnya saj a, bambu yang dit ebang pada masa

kanem akan awet dan bebas serangan bubuk. Analisis mengenai pranat a mangsa yang ada selama ini lebih banyak menggunakan t eori yang didasarkan pada sosial ekonomi pert ain-an.1 Analisis at au penj elasan yang demikian t ak dapat sepenuhnya dit erima khususnya dalam ant ropologi hukum. Orang Jawa memiliki pe-nget ahuan yang kompleks mengenai dunia (kos-mologi dan mit ologi) yang bersif at rasional mau pun irrasional, nyat a maupun gaib.2 Penget a-huan dan kepercayaan orang Jawa ini j arang di-pakai oleh ahli hukum unt uk menilai bagaimana orang Jawa berhukum.

Perubahan iklim dan kebij akan pemerin-t ah yang hanya berorienpemerin-t asi pada pemerin-t uj uan me-nyebabkan pr anat a mangsa pada saat ini t idak dapat sepenuhnya dipedomani dalam menet ap-kan awal musim t anam karena perubahan iklim dan j uga adanya perubahan sist em irigasi, sert a hilangnya sebagaian f lora dan f auna yang men-j adi indikat or penanda musim. Oleh sebab it u, usahat ani t anaman pangan dalam beberapa de-kade t erakhir seringkali hanya mengandalkan kebiasaan dan inst ing dalam penet apan pola t a-namnya. Akibat nya pet ani sering dihadapkan kepada kendala kekurangan air, khususnya pa-da saat int ensit as curah huj an t inggi pa-dalam ku-run wakt u yang pendek at au periode kering

1 Lihat misal nya penel it ian Doddy S. Si nggih, “ Met ode Anal isis Fungsi Lahan dal am Per spekt if Sosiol ogi Pede-saan” , Jur nal Masyar akat Kebudayaan dan Pol i t i k, Th. XII No. 3, Juni 1999, hl m. 1-8.

2 Dal am kebudayaan Jawa, al am semest a merupakan pranat a besar (makrokosmos yang bersinergi dengan pranat a kecil t at a kehidupan masyar akat (mikrokos-mos). Lihat dal am Ari f Budi Wur iant o, “ Aspek Budaya pada Upaya Konservasi Air dal am Sit us Kepur bakal aan dan Mit ol ogi Masyarakat Mal ang” , Humani t y, Vol . IV No. 2, Maret 2009, hl m. 80-88.

yang berlangsung lama.3 Pr anat a mangsa bu-kanlah perhit ungan yang sif at nya kaku dan t i-dak bisa diubah. Sebagaimana sif at orang Jawa, cara membaca t anda-t anda alam yang ada pada

pr anat a mangsa j uga bersif at t erbuka unt uk di-lakukan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan keadaan alam.

Kehadiran t eknologi pert anian dalam ke-rangka besar modernisasi pert anian dengan pembangunan irigasi besar-besaran menyebab-kan ancaman yang serius t erhadap kearif an lo-kal t ersebut . Kehadiran irigasi t eknis menye-babkan pet ani t idak lagi bergant ung sepenuh-nya kepada musim, karena irigasi menyediakan air unt uk pengairan sawah hampir set iap t ahun. Demikian pula dengan peralat an dan pengobat -an hama modern y-ang menyebabk-an hampir se-mua hama t anaman dapat dibasmi. Pada posisi lain, Dinas Pert anian sebagai inst ansi t eknis di bidang ini cenderung t erlalu birokrat is dan me-ngabaikan pranat a mangsa dalam pembinaan kepada pet ani. Jika demikian, di mana pem-biaran dilakukan t erus menerus, maka kearif an lokal ini t erancam musnah.

Permasalahan

Ada 2 (dua) permasalahan yang dibahas pada art ikel ini. Per t ama, pembahasan menge-nai eksist ensi pranat a mangsa bagi pet ani di Kab. Banyumas dalam prakt iknya; dan kedua, adalah mengenai penj abaran hukum alam me-nurut pikiran orang Jawa berdasarkan Pranat a Mangsa.

Met ode Penelitian

Penelit ian ini merupakan penelit ian kuali -t a-t if dengan menggunakan pendeka-t an dari dua disiplin ilmu, yait u ant ropologi dan hukum (t ropologi hukum). Me(t ode peneli(t ian dalam an-t ropologi yang digunakan adalah ar mchair me-t hodology, f i el dwor k meme-t hodol ogy, cont ent anal ysi s dan met ode et nograf i/f ol k t

(3)

my), sedangkan met ode penelit ian dalam ilmu hukum yait u met ode penelit ian hukum sebagai

l aw i n human i nt er act ion, merupakan st udi il-mu sosial yang non-dokt rinal bersif at empiris dan f ilosof is. Lokasi penelit iannya adalah di Ka-bupat en Banyumas. Inf orman penelit ian dit en-t ukan secara purposive dengan meen-t ode pe-ngumpulan dat anya berupa int erakt if dan non int erakt if .

Hasil dan Pembahasan

Pranat a Mangsa sebagai Kearifan Lokal Masya-rakat Jawa

Pengelolaan lahan pert anian banyak di-pengaruhi oleh berbagai macam f akt or, dan ik-lim merupakan salah sat u f akt or dominan. Kon-disi iklim seringkali menyebabkan kegagalan dan keberhasilan dalam usaha t ani. Dampak konkrit pengaruh iklim t erhadap produksi per-t anian khususnya per-t anaman pangan melipuper-t i dua hal. Per t ama, kegagalan panen akibat kekering-an at au bkekering-anj ir; dkekering-an kedua, penurunan produksi pert anian akibat penyimpangan iklim yang mempengaruhi periode pert umbuhan. Jika ini t erj adi secara permanen, akan menyebabkan kerugian pada pet ani dan pada akhirnya akan mengancam ket ahanan pangan nasional kit a.4

Secara klimat ologis, pola iklim di Indone-sia dapt dibagi menj adi t iga, yait u pola son, pola ekuat orial dan pola lokal. Pola moon-son dicirikan oleh bent uk pola huj an yang ber-sif at unomodal (sat u puncak musim dingin). Selama t iga bulan curah huj an relat if t inggi bia-sa disebut musim huj an, yakni Desember, Ja-nuari dan Februari (DJF) dan t iga bulan curah huj an rendah bisa disebut musim kemarau, periode Juni, Juli dan Agust us (JJA); sement ara enam bulan sisanya merupakan periode peralih-an (t iga bulperalih-an peralihperalih-an kemarau ke huj peralih-an dperalih-an t iga bulan peralihan huj an ke kemarau). Pola ekuat orial dicirikan oleh pola huj an dengan bent uk bimodal (dua puncak huj an) yang bia-sanya t erj adi sekit ar bulan Maret dan Okt ober, yait u pada saat mat ahari berada dekat ekuat or. Pola lokal dicirikan oleh bent uk pola huj an uni-modal (sat u puncak huj an) t et api bent uknya

4

Bist ok Hasihol an Si manj unt ak dkk, op. ci t , hl m. 12

berlawanan dengan pola huj an pada t ipe moon-son.5

Kondisi iklim di Indonesia pada dasarnya dipengaruhi oleh sirkulasi moonson yang me-nimbulkan perbedaan ikllim ant ara musim hu-j an dan musim kemarau. Besarnya curah huhu-j an akan sangat t ergant ung pada sirkulasi monsoon. Sirkulasi monsoon akan dipengaruhi oleh kej a-dian ENSO (El Ni no Sout her n Osci l l at ion) yang secara met eorologis diekspresikan dalam nilai

Sout her n Osci l l at ion Index (SOI). Kej adian El Nino dapat berdampak pada penurunan curah huj an, dan kej adian La Nina dapat menimbul-kan peningkat an curah huj an. Soal produksi t a-naman pangan umumnya berbeda pada musim kemarau dan musim huj an. Musim huj an dimu-lai manakala curah huj an pada hari t ert ent u t e-lah mencapai ant ara 200-350 mm. Def inisi dari Badan Met eorologi dan Geof isika, awal musim huj an curah huj an harian sebesar 50 mm sela-ma 10 hari bert urut -t urut yang kemudian diiku-t i dengan curah huj an di adiiku-t as 50 mm pada 10 hari berikut nya. Dengan menggunakan bat asan curah huj an t ersebut , periode musim huj an di wilayah Indonesia bervariasi menurut lokasi t e-t api umumnya berlangsung ane-t ara bulan Sep-t ember/ OkSep-t ober hingga bulan MareSep-t / April.6

Cuaca dan iklim adalah proses f isika at -mosf er yang merupakan salah sat u f akt or t er-pent ing dan berpengaruh t erhadap berbagai akit ivit as kehidupan. Di bidang pert anian, f ak-t or cuaca dan iklim memegang peranan penak-t ing t erhadap keberhasilan suat u j enis komodit i se-j ak penent uan lokasi unt uk komodit i yang di-kembangkan, selama proses budidaya, dan pa-da wakt u pasca panen, yang kesemuanya ber-pengaruh t erhadap kualit as dan kuant it as ko-modit i t ersebut . Oleh karena it u sering t erj adi adanya gagal panen karena f akt or iklim yang berdampak pada kekeringan at aupun kebanj ir-an at au t erj adinya ledakir-an hama penyakit

5 Ibi d, hl m. 17. 6

Bist ok Hasi hol an Simanj unt ak, op. ci t, hl m. 18. Lihat j uga Sunar t o, “ Pemaknaan Fil saf at Kear if an Lokal unt uk Adapt asi Masyarakat Terhadap Ancaman Bencana Mar in dan Fl uvi al di Lingkungan Kepesi sir an” , For um Geogr af i

(4)

bat kelembaban udara yang mendorong ledakan populasi hama at au penyakit .7

Sist em usaha t ani memiliki ket ergant ung-an yung-ang sung-angat besar t erhadap f akt or klimat o-logi. Bent uk resiko iklim pada pola t anam lahan sawah adalah sebagai berikut : Januari – Februa-ri, komodit as padi (padi 1) beresiko t erkena banj ir di beberapa daerah; komodit as padi 2 resiko t erkena kekeringan (hari kering panj ang menuj u musim huj an); dan j agung resiko t erke-na kekeringan (hari kering panj ang menuj u mu-sim huj an). Bent uk resiko iklim pada pola t anah lahan kering adalah sebagai berikut : Jagung/ Kacang-kacangan beresiko t erkena kekeringan (hari kering panj ang awal musim huj an dan awal musim kering lebih cepat ); dan j agung re-siko t erkena angin kencang (Januari-Februari).8

Selain f akt or perubahan iklim, f akt or lain yang menj adi penyebab mundur at au gagalnya usaha t ani adalah adanya globalisasi pert anian. Globalisasi pert anian memang t elah berhasil menyebarkan t eknik-t eknik budidaya pert anian dan j enis t anaman dari negara kaya ke seluruh dunia. Proses inilah yang bert anggungj awab t erhadap reduksi keragaman hayat i pert anian (agr obiodi ver sit y). Akibat nya sist em produksi pangan di negara-negara berkembang cende-rung rent an. Keberlanj ut an produksi pangan ha-nya dapat dipert ahankan dengan penambahan input t erus menerus, berupa benih, pupuk, dan pest isida.9

Globalisasi pangan memang berhasil me-nyumbang keragaman produk pangan. Namun pada saat yang sama, globalisasi pert anian t e-lah mengakibat kan erosi keragaman pangan. Erosi t ersebut menunt ut biaya ekonomi dan sosial. Budidaya pert anian global hanya me-numpukan harapan pada beberapa bij i-bij ian saj a, t erut ama gandum, beras, dan j agung, be-git u j uga dengan kacang-kacangan t erut ama kedelai dan kacang t anah. Umumnya pet ani di wilayah dengan kekayaan hayat i t inggi memiliki penget ahuan lokal yang memadai unt uk menj a-min ket ahanan dan keamanan pangan. Erosi

7

Ibi d, hl m. 35-36 8

Ibi d, hl m. 19 9

Budi Widianarko, “ Dua Waj ah Gl obal isasi Pangan” . Ri -nai : Kaj i an Pol i t i k Lokal dan Sosi al -Humani or a, Tahun VI No. 2 2006. Pust aka PERCIK, hl m. 17

kayaan hayat i ini menyebabkan penget ahuan lokal yang t erkait j uga t erkikis. Akibat nya t idak hanya semakin sulit unt uk mendapat kan kecu-kupan pangan t et api j uga unt uk mendapat kan produk pangan yang aman. Reduksi keragaman hayat i diikut i punahnya penget ahuan lokal (i n-di genous knowl edge) t ent ang pemanf aat an sumber daya hayat i yang t erpinggirkan (mar gi -nal i zed r esour ces). Akibat nya pet ani semakin t ergant ung pada “ paket t eknologi” yang dise-diakan oleh pemain agroindust ri t ransnasional berupa: pasokan benih, pupuk dan pest isida.10

Terhadap iklim dan berbagai t anda-t anda alam lainnya, manusia – dalam int eraksinya – mengamat i dan melakukan adapt asi sert a mem-peroleh pengalaman, dan kemudian mempunyai wawasan t ert ent u t ent ang lingkungan hidup-nya. Wawasan manusia t erhadap lingkungannya inilah yang disebut sebagai cit ra lingkungan (envir onment al image), yang menggambarkan persepsi manusia t ent ang st rukt ur, mekanisme dan f ungsi lingkungannya, j uga int eraksi dan adapt asi manusia t ermasuk respons dan reaksi manusia t erhadap lingkungannya. Int inya, cit ra lingkungan memberi pet unj uk t ent ang apa yang dipikirkan dan diharapkan manusia dari lingku-ngannya, baik secara alamiah maupun sebagai hasil t indakannya, dan t ent ang apa yang pat ut at au t idak pat ut dilakukan t erhadap lingkung-annya. Pola berf ikir inilah kemudian memben-t uk ememben-t ika lingkungan (envit onment al et hi c) da-lam kehidupan manusia.11

Dari sat u sisi, cit ra lingkungan dapat di-dasarkan pada ilmu penget ahuan sepert i t er-pola dalam masyarakat ilmiah di negara-negara maj u dengan alam pikirnya yang bercorak rasio-nalist ik dan int elekt ualist ik. Namun, dari sisi

10 Ibi d, hl m. 17-19.

11 I Nyoman Nurj aya, 2006. Menuj u Pengakuan Kear i f an

(5)

lain cit ra lingkungan lebih dilandasi oleh sist em nilai dan religi sepert i berkembang dalam alam pikir masyarakat yang masih sederhana dan bersahaj a di negara-negara sedang berkem-bang. Oleh karena it u, yang disebut pert ama dikenal sebagai cit ra lingkungan masyarakat modern, sedangkan yang disebut t erakhir dike-nal sebagai cit ra lingkungan masyarakat t radi-sional.12

Cit ra lingkungan masyarakat t radisional, sepert i yang berkembang dalam masyarakat di negara-negara sedang berkembang lebih berco-rak kosmis. Menurut alam pikir magis-kosmis, manusia dit empat kan sebagai bagian t ak t erpisahkan dari alam lingkungannya; ma-nusia dipengaruhi dan mempengaruhi sert a me-miliki ket erkait an dan ket ergant ungan dengan lingkungannya, sehingga wawasannya bersif at menyeluruh, holist ik, dan komprehensif . Corak wawasan holist ik membangun kesadaran bahwa kesinambungan hidup manusia sangat t ergan-t ung pada kelesergan-t arian f ungsi dan keberlanj uergan-t an lingkungannya. Lingkungan harus diperlakukan dan dimanf aat kan secara bij aksana dan ber-t anggungj awab sesuai dengan daya dukung ( ca-r ying capaci t y) dan kemampuannya agar t idak menimbulkan malapet aka bagi kehidupan ma-nusia. Hal ini karena hubungan manusia dengan lingkungannya bukanlah merupakan hubungan yang bersif at eksploit at if , melainkan int eraksi yang saling mendukung dan memelihara dalam keserasian, keseimbangan, dan ket erat uran yang dinamis.13

Secara empiris dapat dicermat i bahwa cit ra lingkungan masyarakat hukum adat sering t ampaknya t idak rasional, bersif at mist is, kare-na selain bert alian dengan kehidupan di alam nyat a (skal a) j uga erat kait annya dengan peme-liharaan keseimbangan hubungan dalam alam gaib (ni skal a). Namun demikian, cit ra

12 Ibi d.

13 Ibi d, hl m. 3-4. Dal am konsep Jawa, mewuj udkan suat u harmoni dengan l ingkungannya dinamakan memayu hayuning bawono, mer upakan wat ak dan per il aku yang senant i asa berusaha mewuj udkan kesel amat an duni a, kesej aht eraan, dan kebahagi aan. Lihat l ebih l anj ut pada Yohanes Kart ika Herdi yant o & Kw art ar ini Wahyu Yuniar t i, “ Budaya dan Per damai an: Harmoni dal am Ke-arif an Lokal Masyar akat Jaw a Menghadapi Perubahan Pasca Gempa” , Humani t as, Vol . IX No. 1 Januari 2012, hl m. 33

an t radisional t idak berart i menimbulkan dam-pak buruk bagi lingkungan hidup, t et api j ust ru mencipt akan sikap dan perilaku manusia yang serba religius dan magis t erhadap lingkungan-nya, dalam bent uk prakt ik-prakt ik pengelolaan dan pemanf aat an sumber daya alam yang bij ak-sana dan bert anggungj awab. Inilah esensi dan ekspresi dari kearif an masyarakat hukum adat t erhadap lingkungan hidupnya14

Kearif an masyarakat dalam melihat dan memahami t anda-t anda alam inilah yang pada akhirnya menj adi salah sat u pat okan dalam kehidupan, khususnya dalam pengelolaan lahan pert anian. Kearif an lokal mengandung norma dan nilai-nilai sosial yang mengat ur bagaimana seharusnya membangun keseimbangan ant ara daya dukung lingkungan alam dengan gaya hi-dup dan kebut uhan manusia. Bahwa di luar pendekat an yang bercorak st rukt uralis, sesung-guhnya kit a dapat menggali mozaik kehidupan masyarakat set empat yang bernama kearif an kolekt if at au kearif an budaya. Di set iap masya-rakat mana pun kearif an semacam it u t ert anam dalam di relung sist em penget ahuan kolekt if mereka yang dialami bersama. It ulah yang se-ring disebut sebagai l ocal -wi sdom. Para ahli j uga sering menamakan l ocal -knowledge, pe-nget ahuan set empat yang berkearif an.15

Kearif an lokal di sini diart ikan sebagai kearif an dalam kebudayaan t radisional, yait u kebudayaan t radisional suku-suku bangsa. Kat a “ kearif an” dalam art i luas diart ikan t idak hanya berupa norma-norma dan nilai-nilai budaya, melainkan segala unsur gagasan, t ermasuk yang berimplikasi kepada t eknologi, penanganan ke-sehat an dan est et ika. Kearif an lokal bukan ha-nya meha-nyangkut peribahasa dan ungkapan ke-bahasaan yang lain, akan t et api menyangkut pula berbagai pola t indakan dan hasil budaya mat erialnya. Dalam art i luas, maka diart ikan

14 Ibi d, hl m. 4

(6)

bahwa “ kearif an lokal” it u t erj abar ke dalam seluruh warisan budaya, baik yang t angi bl e

maupun i nt angi bl e.16 Munculnya kearif an lokal pada suat u masyarakat at au komunit as pada awalnya t erj adi karena manusia berusaha unt uk menyesuaikan diri dengan lingkungan geograf is t empat t inggalnya (det erminisme lingkungan) dan pengaruh lain yang mengganggu st abilit as budaya set empat .17

Kearif an lokal lahir dan berkembang dari generasi ke generasi18 seolah-olah bert ahan dan berkembang dengan sendirinya. Kelihat annya t idak ada ilmu at au t eknologi yang mendasarinya. Kearif an lokal meniscayakan adanya muat -an budaya masa lalu d-an berf ungsi unt uk mem-bangun kerinduan pada kehidupan nenek mo-yang, yang menj adi t onggak kehidupan masa sekarang. Kearif an lokal dapat dij adikan j em-bat an yang menghubungkan masa lalu dan masa sekarang, generasi nenek moyang dan generasi sekarang. Jadi kearif an lokal dapat dij adikan simpai perekat dan pemersat u ant ar generasi.19

Kearif an lokal sama sekali t idak bisa di-peroleh melalui suat u pendidikan f ormal dan inf ormal t et api hanya bisa dipahami dari suat u pengalaman yang panj ang melalui suat u peng-amat an langsung. Kearif an lokal lahir dari lear -ni ng by exper i ence yang t et ap dipert ahankan dan dit urunkan dari generasi ke generasi, yang

16 Edi Sedyawat i, 2007. Budaya Indonesi a: Kaj i an Ar

keo-l ogi , Seni , dan Sej ar ah. Jakart a: Raj aw al i Press, hl m. 382. Lihat j uga Rachmad Syaf a’ at , “ Kear if an Lokal pada Masyarakat Adat di Indonesia” , Jur nal Publ i ca, Vol . IV No. 1, Januar i 2008, hl m. 8-15.

17 Lihat dan bandingkan dengan Gunggung Senoaj i, “ Pe-manf aat an Hut an dan Li ngkungan ol eh Masyar akat Ba-duy di Bant en Sel at an” , Jur nal Manusi a dan Li ngkung-an, Vol . XI, No. 3, November 2004, Yogyakart a: PSLH UGM, hl m. 144, dan Gunggung Senoaj i , “ Masyarakat Baduy, Hut an, dan Lingkungan” , Jur nal Manusi a dan Li ngkungan, Vol . 17 No. 2, Jul i 2010, hl m. 113-123. Lihat j uga Rit a Rahmawat i, et . al . “ Penget ahuan Lokal Masyarakat Adat Kasepuhan: Adapt asi, Konf l ik dan Dinamika Sosio-Ekol ogis” . Sodal i t y: Jur nal Tr ansdi si pl i n Sosi ol ogi , Komuni kasi , dan Ekol ogi Manusi a, Agust us 2008, hl m. 151-190. Lihat j uga t ent ang pengaruh pe-nget ahuan barat t er hadap indigenous knowl eder dal am P. Sol it oe, “ The Devel opment of Indigenous Knowl edge: A New Appl ied Ant hropol ogy. Cur r ent Ant hr opol ogy, Vol . 39/ 2 1998; dan A. Nygren, “ Local Knowl edge in t he Environment -Devel opment Di scour s” , Cr i t i que of An-t hr opol ogy, Vol . 19/ 3, 1999.

18

I. G. A. Wesnawa, “ Dinamika Pemanf aat an Ruang Ber ba-sis Kearif an Lokal di Kabupat en Bul el eng Provinsi Bal i” ,

For um Geogr af i, Vol . 24 No. 1, 2010, hl m. 1-11. 19

Mar cus J. Pat t inama, op. ci t.

t ercermin dalam berbagai bent uk perilaku, sa-lah sat unya adasa-lah lewat ungkapan.20 Kegunaan ut ama kearif an lokal adalah mencipt akan ket e-rat uran dan keseimbangan ant ara kehidupan sosial, budaya dan kelest arian sumberdaya alam.21

Memahami kearif an lokal dapat dilakukan melalui 3 (t iga) pendekat an, yait u pendekat an st rukt ural, kult ural, dan f ungsional.22 Berdasar-kan pendekat an st rukt ural, kearif an lokal dapat dipahami dari keunikan st rukt ur sosial yang berkembang di lingkungan masyarakat , yang dapat menj elaskan t ent ang inst it usi at au orga-nisasi sosial sert a kelompok sosial yang ada. Cont ohnya di Bali ada desa pakraman, subak yang di dalamnya t erkandung f alsaf ah Tri Hit a Karana.23 Dalam pendekat an kult ural, kearif an lokal adalah berbagai nilai yang dicipt akan, di-kembangkan, dan dipert ahankan masyarakat yang menj adi pedoman hidup mereka, t erma-suk berbagai mekanisme dan cara unt uk bersi-kap, bert ingkah laku, dan bert indak yang di-t uangkan dalam di-t adi-t anan sosial. Kearif an lokal berdasarkan pendekat an f ungsional dapat dipa-hami bagaimana masyarakat melaksanakan f ungsi-f ungsinya, yait u f ungsi adapt asi, int egra-si, pencapaian t uj uan dan pemeliharaan pola, sepert i adapt asi menghadapi era globalisasi.

Meski demikian, t idak mudah unt uk mem-pelaj ari kearif an lokal (l ocal wi sdom) yang ada. Kearif an lokal bukan sekadar menget ahui nilai-nilai dalam kandungan budaya it u, akan t et api lebih j auh dari it u adalah menggunakannya un-t uk memecahkan masalah-masalah kehidupan

20 Ni Wayan Sart i ni, “ Menggal i Nil ai Keari f an Lokal Budaya Jawa Lew at Ungkapan (Bebasan, Sal oka, dan Par ibasa)” . Jur nal Il mi ah Bahasa dan Sast r a, Vol . V No. 1 April 2009, hl m. 28-37; Inyo Yos Fer nandez, “ Kat egori dan Ekspresi Lingui st ik dal am Bahasa Jawa sebagai Cermin Kear if an Lokal Penut urnya: Kaj i an Et nol inguist ik pada Masyar akat Pet ani dan Nel ayan” . Jur nal Kaj i an Li ngui st i k dan Sast r a, Vol . 20 No. 2 Desember 2008, hl m. 166-177

21 Mar cus J. Pat t inama, op. ci t, hl m. 9

22 G. Ar dhana, 2005. Kear i f an Lokal Tanggul angi Masal ah

Sosi al Menuj u Aj eg Bal i. Lihat pada ht t p: / / www. bal i-post . co. id/ bal i i-post cet ak/ 2005/ 11/ 12/ o2. ht m, akses t anggal 10 November 2010

23

(7)

yang ada pada saat ini maupun yang akan da-t ang. Seringkali dalam mempelaj ari budaya suat u daerah, kearif an lokal ini diabaikan se-hingga yang didapat hanyalah kulit nya saj a t anpa isi.

Pengabaian t erhadap kearif an lokal (nilai-nilai luhur dalam suat u budaya) menyebabkan banyak warisan budaya yang lapuk dimakan usia, t erlant ar, diabaikan, direndahkan oleh orang at au bangsa lain, bahkan musnah t ak ber-bekas. Salah sat u kearif an lokal masyarakat Ja-wa yang berkait an dengan pengelolaan lahan pert anian adalah Pr anat a Mangsa. Selama ribu-an t ahun, mereka menghaf alkribu-an pola musim, iklim dan f enomena alam lainnya, akhirnya ne-nek moyang kit a membuat kalender t ahunan bukan berdasarkan kalender syamsiah (masehi) at au kalender komariah (Hij riah/ Islam) t et api berdasarkan kej adian-kej adian alam yait u se-pert i musim penghuj an, kemarau, musim ber-bunga, dan let ak bint ang di j agat raya, sert a pengaruh bulan purnama t erhadap pasang su-rut nya air laut .24

Pr anat a mangsa sangat ket at dilakukan oleh pet ani di sekit ar Gunung Merapi dan Gu-nung Merbabu di Jawa Tengah. Tuj uan penggu-naan penget ahuan pr anat a mangsa adalah pe-ngurangan resiko dan pencegahan biaya pro-duksi t inggi. Namun demikian, indikat or kej adi-an alam t ersebut menj adi t idak t epat karena perubahan lingkungan global. Sebagai cont oh kej adian pergeseran musim huj an dan musim kemarau berdampak pergeseran musin ber-bunga dan berpanen.25

Pranat a mangsa merupakan pengenalan wakt u t radisional yang menurut Ronggowarsit o sudah ribuan t ahun yang lalu dikenal oleh ma-syarakat Jawa, namun sebagai kalender dires-mikan oleh raj a Surakart a pada 22 Juni 1855. Pranat a mangsa yang t erdiri at as 12 mangsa yang masing-masing memiliki indikat or, dan indikat or ini meski bersif at semi kuant it at if dapat dimanf aat kan unt uk membuat prakiraa

24

Wiri adiwangsa, Dedik. “ Pr anat a Mangsa Masih Pent ing Unt uk Per t anian” . Tabl oi d Si nar Tani, Edisi 9 – 15 Mar et 2005; dan Bist ok Hasihol an Si manj unt ak, op. ci t, hl m. 21 25

Bist ok Hasihol an Si manj unt ak, op. ci t, hl m. 12

t ent ang permulaan musim huj an, per-mulaan musim kemarau dan lain-lain.26

Prant a mangsa sebagai kalender surya mulai disej aj arkan dengan kalender Gregorius (Masehi). Pengait an pranat a mangsa dengan kalender Gregorian memungkinkan periode (umur) masing-masing mangsa dapat dicari ke-sej aj arannya dengan periode dalam kalender Gregorian yang pada saat ini sudah diket ahui masyarakat pada umumnya. Sebelum disej aj ar-kan degan kalender Gregorian, masyarakat da-pat menget ahui perpindahan mangsa dengan pedoman pada rasi bint ang dan indikat or ma-sing-masing mangsa. Pranat a mangsa t erdiri at as 12 mangsa dengan umur berkisar dari 23-24 hari yang merupakan variasi umur paling be-sar di ant ara kalender-kalender yang ada. Kese-j aKese-j aran periode masing-masing mangsa dengan periode dalam kalender Gregorius t ercant um dalam t abel 1.27

Tabel 1. Kesej aj aran periode masing-masing

mangsa dengan periode dalam

kalender Gregorious

Mangsa Periode (hari) Periode Gregorius

1. 41 22/ 6 – 1/ 8 2. 23 2/ 8 – 24/ 8 3. 24 25/ 8 – 17/ 9 4. 25 18/ 9 – 12/ 10 5. 27 13/ 10 – 8/ 11 6. 43 9/ 11 – 22/ 12 7. 43 22/ 12 – 2/ 2 8. 26-27 3/ 2 – 28 (29)/ 2 9. 25 1/ 3 – 25/ 3 10. 24 26/ 3 – 18/ 4 11. 23 19/ 4 – 11/ 5 12. 41 12/ 5 – 21/ 6

Tanggal 22 Juni dipilih sebagai hari per-t ama dalam kalender pranaper-t a mangsa rupanya karena disadari bahwa t anggal ini adalah hari pert ama bergesernya kedudukan mat ahari dari garis balik ut ara ke garis balik selat an. Perpin-dahan kedudukan mat ahari berhubungan de-ngan keadaan unsur-unsur met eorologist suat u

26 Sukardi Wisnubrot o, “ Sumbangan Pengenal an Wakt u Tradisional “ Pr anat a Mangsa” pada Pengel ol aan Hama Terpadu” . Jur nal Per l i ndungan Tanaman Indonesi a Vol . 4 No. 1, 2000, hl m. 47

(8)

wilayah yang selanj ut nya akan berpengaruh t erhadap f enologi t anaman dan hewan yang merupakan dasar ut ama indikat or mangsa da-lam pranat a mangsa.28

Sebelum disej aj arkan dengan kalender Gregorius, masyarakat menget ahui perpindahan mangsa dengan dasar kedudukan dan kenampa-kan rasi bint ang penunj uk dan indikat or ma-sing-masing mangsa. Cara ini diakui cukup sulit . Indikat or dan rasi bint ang penunj uk t ert era da-kebanj iran) dan peramalam (prediksi) kondisi iklim yang akan dat ang perlu diket haui sedini mungkin. Upaya ini bert uj uan unt uk menghin-dari at au meminimalisasi dampak yang dit im-bulkan adanya iklim ekst rem t ersebut . Melalui sist em pranat amangsa pet ani menggunakan t anda-t anda f enomena alam at au yang sering-kali disebut gej ala-gej ala alam dalam mempra-kirakan kapan musim huj an mulai, kapan musim huj an berhent i. Kemarau panj ang pun dapat di-ket ahui dengan indikat or pranat a mangsa. Mi-salnya indikat or mangsa ket iga yait u “ Sut a ma-nut ing bapa” . Indikat ornya adalah t umbuhnya bat ang umbi gadung (Dioscor ea hi spode Densst) sebagai cont oh merupakan indikat or kurang le-bih 50 hari ke depan musim huj an mulai. Ber-bunyinya t onggeret (Ti bi cen Sp) merupakan in-dikat or musim kemarau sudah dekat .30

(9)

diwuj udkan.31 Jika menggunakan t eori ini, ma-ka perilaku pet ani di Jawa (khususnya Banyu-mas) yang berkait an dengan pengelolaan lahan pert anian, sebenarnya sudah t erpola dan t eru-muskan dalam pranat a mangsa it u.

Demikian pula dengan t eori mat erialisme, di mana budaya bergerak dari hasil at au produk yang sudah t erwuj ud. Budaya bukan ada pada apa yang t erekspresikan, bukan pula yang ada dalam t af siran, akan t et api berada dalam apa yang sudah diwuj udkan.32 Unt uk melihat perila-ku pet ani di Jawa (khususnya Banyumas), t idak-lah cukup dengan melihat pranat a mangsa yang t erdapat pada buku j awa at au primbon saj a, akan t et api perlu dilihat pula perilaku nyat a yang dilakukan pet ani di Jawa, sehingga ada at au t idak ada korelasi ant ara perhit ungan pra-nat a mangsa dan realit as dapat dilihat dengan menggunakan penj elasan t eori ini.

Teori ideasional bergerak pada ide, gaga-san, penget ahuan dan keyakinan yang menj adi t ulang punggung dari apa yang disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan bukanlah t indakan yang berpola, bukan pula mat eri yang diwuj ud-kan, t et api kebudayaan adalah pola-pola unt uk bert indak dan menghasilkan wuj ud t indakan yang bersif at publik.33 Jika kit a mendasarkan pada t eori ini, pr anat a mangsa merupakan ide, gagasan at au penget ahuan yang dipercaya oleh orang Jawa. Akan t et api bukan ide semat a, ka-rena di dalamnya sudah bercampur dengan ber-bagai kepercayaan pada kekuat an gaib, j adi bu-kan akal semat a.

Praktik Pranat a Mangsa di Kab. Banyumas Beberapa hasil penelit ian mengenai ke-arif an lokal dalam kait annya dengan pengolaan lahan pert anian menunj ukkan adanya hubungan yang sigf nif ikan ant ara kearif an lokal dengan pelest arian lingkungan di kalangan pet ani yang beruj ung pada produkt ivit as lahan pert anian. Penelit ian Mulyadi di Soppeng, Sulawesi Selat an menunj ukkan bahwa kearf ian berpengaruh po-sit if dan signif ikan t erhadap t ingginya perilaku

31

Mudj ahiri n Thohir, 2007. Memahami Kebudayaan, Teor i , Met odol ogi , dan Apl i kasi. Semar ang: Fasindo, hl m. 25-27

32

Ibi d, hl m. 27 33

Ibi d, hl m. 28

berwawasan lingkungan pet ani dalam mengelo-la mengelo-lahan pert anian.34

Penelit ian Wisnubrot o di Boyolali, Jawa Tengah, j uga menunj ukkan ada korelasi posit if ant ara pranat a mangsa dengan pengelolaan ha-ma t erpadu. Pranat a ha-mangsa sebagai perhit ung-an semi kuung-ant it at if dapat dimung-anf aat kung-an unt uk menunj ang pelaksanaan pengelolaan hama t er-padu khususnya membant u dalam merencana-kan dan memilih wakt u t anam yang t epat su-paya t erhindar dari serangan hama yang serius. Melalui perhit ungan pranat a mangsa, diharap-kan f lukt uasi perkembangan populasi hama mencapai puncaknya t idak bert epat an dengan st adium pert umbuhan dan perkembangan t ana-man yang paling peka.35

Berdasarkan penelit ian Simanaj unt ak et . al.36 t elah diident if ikasikan pranat a mangsa di daerah Boyolali dan disimpulkan beberapa hal.

Per t ama, pranat a mangsa diberlakukan pet ani sebagai penent uan at au pat okan bila akan me-ngerj akan sesuat u pekerj aan, unt uk mengura-ngi resiko dan mencegah biaya produksi t inggi. Pranat a mangsa berasal dari bahasa Jawa “ pra-nat a” yang berart i t at acara at au prosedur, sedangkan “ mangsa” berart i musim. Pranat a mangsa dipergunakan unt uk menent ukan mulai t anam dan panen t anaman. Pranat a mangsa meliput i pembagian musim (mangsa) dan j um-lah hari, akt ivit as (kegiat an) pet ani, ciri-ciri yang t ampak (t anda-t anda alam) pada masing-masing mangsa. Dalam siklus 365 (t iga rat us enam puluh lima) hari dibagi menj adi duabelas musim (seasons) at au dalam bahasa Jawa “ mangsa” dengan panj ang hari yang berbeda-beda. Di t ingkat pet ani, maka keduabelas mu-sim ini (mangsa) kemudian diklasif ikasikan menj adi empat musim (mangsa) umum, yait u: musim kemarau yang lamanya sekit ar 88 hari; labuh, yait u musim peralihan pert ama dengan lama sekit ar 95 hari; penghuj an yang lamanya sekirat 94/ 95 hari; dan musim mareng yait u

34 Mul yadi, “ Pengaruh Kear if an Lokal , Locus of Cont rol , dan Mot i vasi Terhadap Per il aku Berwaw asan Lingkungan Pet ani dal am Mengel ol a Lahan Per t anian di Kabupat en Soppeng” . Jur nal Manusi a dan Li ngkungan Vol . 18 No. 1, Maret 2011

35

Sukardi Wisnubrot o, 2000, op. ci t, hl m. 46 36

(10)

musim peralihan kedua yang lamanya sekit ar 88 hari.

Kedua, t ingkat akurasi prediksi iklim se-cara t radisional dengan sist em pranat a mangsa, saat ini seringkali bias, seiring dengan hilang-nya beberapa indikat or alam akibat kerusakan alam sert a t erj adinya anomali iklim. Ket i ga, penent uan indikat or masing-masing mangsa sebagaian besar mempunyai kesamaan dengan keadaan unsur cuaca t erut ama curah huj an dan kelembaban.

Penelit ian dari Sriyant o di Kelompok Pe-t ani Organik Sempur (KAPOR) Desa Sempur, Kec. Trawas, Kab. Moj okert o, j uga membukt i-kan bahwa pranat a mangsa masih berguna un-t uk digunakan bagi peun-t ani. Bagi peun-t ani, pranaun-t a mangsa sepert i sebuah keyakinan. Dalam pene-lit ian it u diperoleh kisah seorang pet ani berna-ma Tanudin yang menggunakan pranat a berna-mangsa dalam pengelolaan lahan pert anian, berhasil mendapat kan 6 kuint al gabah dari lahan seluas 0, 25 ha, padahal pada t ahun sebelumnya (2005) dengan t idak menggunakan pranat a mangsa, hasil yang diperoleh hanya 3 kuint al gabah.37

Meski t idak secara langsung berkait an de-ngan pranat a mangsa, akan t et api t erkait erat dengan kearif an lokal, penelit ian Sant oso38 t er-hadap masyarakat pet ani t epian hut an di Desa Darmakradenan, Kec. Aj ibarang, Kab. Banyu-mas dan Desa Pekant an, Kec. Muara Sipongi, Kab. Deli Serdang, membukt ikan bahwa pet ani di dua daerah t ersebut masih memprakt ikan dan mempert ahankan kearif an lokal dalam pe-ngelolaan at au pemeliharaan kelest arian eko-sist em sumber daya hut an.

Berdasarkan beberapa hasil penelit ian pada berbagai daerah di at as, t erdapat korelasi

37 Sriyant o. “ Bert ahan Wal au Ikl i m Tak Menent u” . Sal am, 26 Januar i 2009

38 Imam Sant oso, “ Eksist ensi Keari f an Lokal pada Pet ani Tepian Hut an dal am Memel ihara Kel est ari an Ekosi st em Sumber Daya Hut an” . Jur nal Waw asan, Vol . 11 No. 3 Februari 2006. Lihat dan bandingkan dengan Nurhadi, “ Kear if an Lokal dal am Pengembangan Hut an Rakyat (St udi Kasus Desa Kedungkeri s, Kecamat an Ngl ipar, Kabupat en Gunung Ki dul )” , Jur nal Hut an Rakyat, Vol . 2 No. 1 Tahun 2000, hl m. 53-64; Abdul Manan dan Nur Araf ah, “ St udi Pengel ol aan Sumberdaya Al am Ber basi s Keari f an Tradi sional di Pul au Kecil (St udi Kasus: Pul au Wangi -wangi Kab. But on Provinsi Sul awesi Tenggaraa)” ,

Jur nal Manusi a dan Li ngkungan, Vol . VII No. 2, Agust us 2000, hl m. 71-80

posit if ant ara pemanf aat an kearif an lokal da-lam pengelolaan lahan pert anian. Bagi pet ani j awa, dengan menerapkan pranat a mangsa, pa-ra pet ani di dorong mengenali kapa-rakt er alam di masing-masing t empat . Mereka j uga mengamat i gej ala alam, mereka bersat u dengan alam. Pe-t ani diunPe-t ungkan alam, dan alam Pe-t idak dianiaya at au disakit i oleh pet ani. Inilah yang menent u-kan masa depan pranat a mangsa di t engah ser-buan sist em pert anian modern dan perubahan iklim.39

Hasil penelit ian di Kab. Banyumas yang meliput i Kec. Rawalo, Kec. Jat ilawang dan Kec. Wangon Kab. Banyumas, menunj ukkan bahwa sebagian pet ani masih menggunakan pr anat a mangsa dalam mengelola lahan pert anian dan sebagian lagi t idak. Mereka yang menggunakan

pr anat a mangsa pada umumnya memperoleh ilmu t ersebut dari orang t uanya at au ilmu wari-san orang t ua, meski t idak menguasai seluk be-luk at au kerumit annya, akan t et api cukup mampu unt uk menent ukan awal t anam dan ma-sa panen. Bagi pet ani yang menggunakan pr a-nat a mangsa t et api t idak menguasai ilmunya, mereka bert anya kepada ahlinya, yang biasanya adalah sesepuh desa at au pet ani. Demikian pu-la ada yang ikut -ikut an saj a memprakt ikkan

pr anat a mangsa. Sebagian inf orman di masing-masing lokasi mengat akan bahwa mereka t idak menggunakan pr anat a mangsa, di samping ru-mit perhit ungannya, sawah yang ada sekarang sudah dialiri dengan air irigasi t eknis sehingga t idak kesulit an mendapat kan air. Selain it u me-reka j uga mendapat saran dari para penyuluh lapangan pert anian.

Menanggapi f enomena t ersebut , H. Kirom (t okoh masyarakat yang bisa membaca dan memperhit ungkan pranat a mangsa dari Aj iba-rang, Banyumas) dan Ahmad Tohari (budaya-wan), menyat akan bahwa pr anat a mangsa sulit dipert ahankan karena adanya globalisasi, peng-aruh iklim, modernisasi pert anian dan adanya pengairan t eknis. Pr anat a mangsa masih digu-nakan pada daerah yang sulit air, sawah t adah huj an dan daerah lereng Gunung Slamet .

39

(11)

Berdasarkan hal t ersebut t erlihat bahwa di sebagaian wilayah Kab. Banyumas masih menggunakan pranat a mangsa dalam mengelola lahan pert anian, dan sebagian lagi t idak. Meski demikian, penggunaan pranat a mangsa nam-paknya t erancam punah karena generasi muda sekarang lebih menyukai prof esi lain/ menggu-nakan perhit ungan prakt is dalam mengelola la-han pert anian yang didukung oleh modernisasi pert anian dan adanya irigasi t eknis. Di Banyu-mas ada beberapa bendungan yang mengairi lahan pert anian sesuai dengan pembagian wila-yah, misalnya Bendungan Taj um, digunakan un-t uk mengairi sawah di Aj ibarang, Rawalo dan Jat ilawang, sedangkan Bendungan Kalipelus di-gunakan unt uk mengairi sawah di Bat uraden, Kembaran, Sokaraj a dan Purwokert o.

Kehadiran bendungan ini memang mem-bant u pet ani dalam pengairan sawah sehingga t idak kerepot an ket ika musim kemarau dat ang, dengan cat at an debit air pada bendungan t er-sebut mencukupi unt uk mengairi sawah. Akan t et api apabila debit air t idak cukup, maka sa-wah aka dibiarkan t erlant ar. Dengan demikian t erancamnya pranat a mangsa disebabkan kare-na adanya modernisasi pert anian, adanya irigasi t eknis, kerumit an perhit ungan pranat a mangsa, ket idakt ert arikan generasi muda unt uk mempe-laj arinya, dan masih banyak lagi. Kondisi ini perlu dit anggulangi agar pranat a mangsa seba-gai cul t ur al her i t age dapat t et ap t erpelihara sebagai kearif an lokal masyarakat Jawa umum-nya dan Banyumas pada khususumum-nya.

Pelest arian kearif an lokal sebagai salah sat u kekayaan warisan budaya bangsa bukan monopoli dari negara at au pemerint ah, baik pusat maupun daerah. Meski negara at au peme-rint ah memiliki f ungsi yang sent ral dalam hal ini, akan t et api biasanya t erperangkap dalam j aring birokrasi sehingga menyulit kan proses pelest ariannya. Seharusnya pemerint ah bisa menj adi pelopor, pendorong, inisiat or sekaligus f asilit at or dalam pelest arian kearif an lokal ini. Dinas Pert anian, Perkebunan dan Kehut anan Kab. Banyumas cenderung memberikan kebeba-san kepada pet ani unt uk menggunakan at au t i-dak menggunakan pranat a mangsa ini. Hal ini baik bagi demokrasi, akan t et api bagi

keber-langsungan pranat a mangsa merupakan suat u ancaman.

Jika pemerint ah sudah t idak memberikan perhat ian kepada pranat a mangsa, maka men-j adi t ugas pet ani, seniman, budayawan, dan masyarakat unt uk melest arikan kearif an lokal ini. Nilai-nilai luhur seharusnya t idak hilang be-git u saj a, permasalahannya adalah ket ika ket i-dakpedulian lebih menonj ol dibandingkan de-ngan perhat ian, yang muncul adalah pemusnah-an massal kebudayapemusnah-an suat u bpemusnah-angsa. Kit a baru t ersadar kalau kekayaan budaya it u diklaim oleh negara lain sebagai kekayaan budaya me-reka. Dari sini t erlihat j ika kesadaran it u baru muncul ket ika ada orang lain yang merasa me-milikinya.

Pranat a Mangsa sebagai Penj abaran Hukum Alam menurut Orang Jawa

Para ahli ant ropologi mempelaj ari hukum bukan semat a-mat a sebagai produk dari hasil abst raksi logika sekelompok orang yang memi-liki ot orit as yang kemudian dif ormulasikan da-lam bent uk perat uran perundang-undangan, t e-t api lebih mempelaj ari hukum sebagai perilaku sosial. Hukum dipelaj ari sebagai bagian yang in-t egral dari kebudayaan secara keseluruhan, dan karena it u bukum dipelaj ari sebagai produk dari int eraksi sosial yang dipengaruhi oleh aspek-aspek kebudayaan yang lain, sepert i polit ik, ekonomi, religi dan lain-lain at au hukum dipe-laj ari sebagai proses sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat .40

Hukum - dalam pendekat an prosesual pa-da ant ropologi – dipanpa-dang sebagai bagian ke-budayaan yang memberi pedoman bagi warga masyarakat mengenai apa yang boleh dan apa yang t idak (normat if ), dan dalam hal apa (kog-nit if ). Oleh karena hukum adalah bagian dari kebudayaan, maka konsepsi normat if dan kog-nit if t ersebut bisa berbeda-beda di set iap kebu-dayaan dan bisa berubah sepanj ang wakt u. Da-lam pemikiran prosesual, hukum dipandang

40 I Nyoman Nurj aya, 2008. Memahami Pot ensi dan

(12)

bagai gej ala sosial at au proses sosial, art inya hukum selalu berada dalam pergerakan (dina-mika), karena dipersepsikan, diberi makna dan kat egori secara beragam dan berubah sepan-j ang wakt u.41

Pranat a mangsa dalam kerangka pemikir-an hukum, dapat digolongkpemikir-an sebagai bagipemikir-an dari hukum alam. Perubahan iklim yang t erj adi di mana-mana merupakan bagian dari hukum alam. Pranat a mangsa dapat dibaca sebagai pencarian manusia (j awa) unt uk menemukan keadilan dan kebahagian, sebagai manif est asi dari usaha manusia yang merindukan suat u hu-kum yang lebih t inggi dari sekadar perundang-undangan at au produk perperundang-undangan di bawah-nya (hukum posit if ) yang mengat ur t ent ang per-t anian.

Menurut Arist ot eles, hukum alam berlaku t et ap dan di segala t empat , sement ara hukum posit if sepenuhnya t ergant ung dari keput usan akal manusia. August inus mengaj arkan bahwa proses alam semest a berlangsung menurut ren-cana Tuhan, dan renren-cana it ulah yang disebut sebagai hukum abadi (l ex aet er na). Hukum abadi dibaca oleh bat in manusia sebagai hukum alam (l ex nat ur al i s) yang menerangkan apa yang adil dan yang t idak adil. Hak at as int er-pret asi mengenai apa yang adil dan yang t idak adil dengan demikian beralih kepada kaum kl e-r us (pej abat -pej abat gerej a) pada abad pert e-ngahan.42

Menyambung gagasan August inus, Thomas Aquinas menyebut t ert ib kosmos sebagai l ex aet er na, yang manakala dikognisi oleh akal ma-nusia dit af sirkan sebagai l ex nat ur al i s. Kaidah dasar dari l ex nat ur al i s it u disebut nya synder e-si s, yang bunyinya: lakukanlah yang baik, dan hindarilah yang j ahat . Dalam kerangka hukum

41 Sul ist yowat i Iriant o, 2003, Sej ar ah dan Per kmbengan

Pl ur al i sme Hukum dan Konsekuensi Met odol ogi snya,

Makal ah dal am Seminar dan Pel at ihan Pl ural isme Hukum, disel enggarakan ol eh Perkumpul an unt uk Pembaruan Hukum Berbasis Masyar akat dan Ekol ogis (HuMa), pada t anggal 28-30 Agust us, Bogor, hl m. 5. Dapat dibaca pada URL: ht t p: / / www. huma. or. id/ document 1/ 03_gagasan_dal am_hukum/ UpDat e19Agst 0 4/ Sej arahPerkembanganPl ur al i smeHukumdanKonsekue nsi Met odol ogisnya_Sul i st yow at i Iri ant o. pdf

42

Budiono Kusumohami dj oj o, 2004. Fi l saf at Hukum, Pr obl emat i k Ket er t i ban yang Adi l. Jakar t a: Grasindo, hl m. 41 dan 54;

alam, prinsip yang sederhana it u art inya adalah t idak lain dari keharusan unt uk bert indak sesuai dengan akal. Namun lebih j auh dari August inus, Aquinas merasa perlu unt uk menj elaskan bahwa synderesis sebagai kaidah dasar dari l ex nat u-r al i s it u dit erapkan dalam kehidupan konkrit manusia sebagai l ex humana.43

Hukum alam menurut Ulpianus adalah apa yang diaj arkan oleh alam kepada semua mahluk hidup (ani mal i a),44 sehingga dikat akan oleh Friedmann semua hukum berasal dari hu-kum alam.45 Hukum alam sesungguhnya meru-pakan suat u konsep yang mencakup banyak t eo-ri. Ist ilah hukum alam dit angkap dalam berba-gai art i oleh berbaberba-gai kalangan dan pada masa yang berbeda-beda. Berikut beberapa anggapan it u. Per t ama, merupakan ideal-ideal yang me-nunt ut perkembangan hukum dan pelaksanaan-nya; kedua, suat u dasar dalam hukum yang ber-sif at moral, yang menj aga j angan sampai t erj a-di suat u pemisahan secara t ot al ant ara “ yang ada sekarang” dan “ yang seharusnya” ; ket i ga, suat u met oda unt uk menemukan hukum yang sempurna; keempat, isi dari hukum yang sem-purna, yang dapat dideduksikan melalui akal; dan kel i ma, suat u kondisi yang harus ada bagi kehadiran hukum.46

Hukum alam sebagai met oda merumuskan dirinya pada usaha unt uk menemukan met oda yang bisa dipakai unt uk menipt akan perat uran-perat uran yang mampu unt uk menghadapi ke-adaan yang berlainan. Ia t idak mengandung norma-norma sendiri, melainkan “ hanya” mem-beri t ahu t ent ang bagaimana membuat perat ur-an yur-ang baik. Ia berusaha unt uk membuat suat u met oda rasional yang dapat dipakai unt uk me-nent ukan kebenaran yang relat if dari hukum pada set iap sit uasi.47 Pranat a mangsa dapat di-masukkan dalam golongan yang ini, yait u hu-kum alam sebagai met oda.

43 Ibi d, hl m. 59

44 Carl Joachim Friedri ch, 2004. Fi l saf at Hukum, Per

s-pekt i f Hi st or i s. Bandung: Pener bit Nusa Medi a, hl m. 34

45 W. Friedmann, 1990. Teor i dan Fi l saf at Hukum –

Hu-kum dan Masal ah-masal ah Kont empor er (Susunan III).

Jakart a: Raj aw al i Press, hl m. 34 46

Sat j i pt o Rahar dj o, 2006, Il mu Hukum, Cit r a Adit ya Bakt i, hl m. 267

47

(13)

Ada dua perkembangan mengenai hukum alam di Eropa. Per t ama, hukum alam yang ak-hirnya menj elma menj adi hukum gerej a at au hukum kanonik, di mana monopoli penaf siran at as mengenai apa yang baik/ t idak baik, adil/ t idak adil, benar/ salah, berada di t angan klerus at au pemuka agama. Kedua, adalah perkemba-ngan penaf siran at as hukum alam yang menda-sarkan pada rasio at au akal yang melahirkan hukum posit if , sepert i yang dilakukan oleh Aris-t oAris-t eles dan para pengikuAris-t nya. Perkembangan kedua menj urus kepada hukumnya manusia se-hingga pengembangan lebih lanj ut lebih dida-sarkan at as pengalaman manusia dalam meng-at ur sesamanya yang beruj ung pada pengmeng-at uran manusia at as manusia.

Tanda-t anda alam yang menggambarkan suat u perist iwa bagi orang Eropa dan Amerika lebih dipahami sebagai perist iwa f isika at au ast ronomi semat a, padahal dari t anda-t anda alam it u dapat t erlihat bagaimana alam meng-at ur dirinya dalam lingkaran kosmos yang serba t erat ur. Dari sanalah sebenarnya hukum alam memberi isyarat kepada manusia mengenai t at a cara memperlakukan alam dan lingkungannya. Bagi orang Jawa yang t anda-t anda alam yang t erwuj ud dalam rasi bint ang, iklim, angin, mau pun perilaku hewan merupakan hukum alam se-bagai pert anda at au penanda unt uk melakukan suat u perbuat an t ert ent u.

Berdasarkan pada hal t ersebut , maka

pr anat a mangsa merupakan synder esi s dari l ex nat ur al i s (hukum alam) sebagai cara orang Ja-wa membaca hukum alam yang menj adi hukum-nya manusia Jawa (l ex humana), menj adi pedo-man sekaligus menj iwai perilaku pet ani dalam mengelola lahan pert anian. Jadi, berbeda de-ngan penaf siran hukum alam yang t erj adi di Eropa at au Amerika, di Jawa khususnya hukum alam dit erj emahkan melalui pr anat a mangsa

yang akhirnya menj adi pedoman perilaku bagi manusia j awa dalam memperlakukan (mengo-lah) lahan pert aniannya. Sebagai pedoman peri-laku, maka di dalamnya t erdapat berbagai at u-ran yang harus dipahami dan diikut i pada komu-nit as it u.

Perilaku orang Jawa – khususnya Banyu-mas – menunj ukkan bagaimana cara mereka berhukum. Jika perbincangan t ent ang hukum konvensional maupun modern lebih bert umpu pada perundang-undangan, maka pembahasan mengenai hal ini ingin menunj ukkan bahwa hu-kum dan berhuhu-kum it u t idak semat a-mat a per-at uran per-at au undang-undang saj a (r ul e), melain-kan j uga perilaku (behavi or). Dikat akan oleh Rahardj o bahwa hukum suat u bangsa memiliki f undamenya sendiri yang t erlet ak pada perilaku bangsa it u yang menent ukan kualit as berhukum suat u bangsa, karena f undament al hukum t erle-t ak pada cara hidup kierle-t a dengan berperilaku yang baik.48

Pandangan ini sej alan dengan pandangan ant ropologis mengenai hukum yang mendasar-kan pada perilaku orang Jawa dalam meman-dang dan menaf sirkan hukum alam. Hal ini ber-beda dengan pandangan sosiologis mengenai hukum yang lebih banyak berkut at mengenai int eraksi ant ara hukum dan masyarakat dengan menekankan pada hukum negara sebagai landa-san kaj ian. Dalam pandangan ilmu hukum seba-gai sebenar ilmu (genui ne sci ence), perilaku orang j awa yang sedemikian dapat dikat egori-kan sebagai hukum at au cara berhukum. Panda-ngan ini t ent u berbanding t erbalik dePanda-ngan para posit ivis at au pandangan normat if t ent ang hu-kum, sehingga bagi mereka diperlukan ket erbu-kaan unt uk melihat dan menerima perilaku orang Jawa yang sedemikian sebagai kenyat aan dan kemudian menj elaskannya.

Pranat a mangsa sebenarnya menunj ukkan hubungan ant ara manusia, alam (lingkungan) dan Tuhan, sekaligus j uga menunj ukkan cara orang Jawa berhukum. Tuhan mencipt akan alam semest a (kosmos) dengan hukum-hukum-nya yang berupa t anda-t anda alam. Tanda-t anda alam ini dapaTanda-t dikaTanda-t akan merupakan hu-kum alam semest a yang merupakan bagian dari keseimbangan kosmos. Hukum alam semest a ini mengat ur sirkulasi iklim, perilaku hewan dan perlakuan manusia t erhadap alam yang cocok

48

(14)

pada alam agar dihasilkan keseimbangan kos-mos. Hukum alam semest a ini kemudian dibaca oleh orang Jawa dan menj adi rumusan pranat a mangsa, at au yang oleh ilmu penget ahuan – de-ngan landasan ilmiah – dij elaskan oleh suat u bi-dang ilmu yang dinamakan ast ronomi.

Penut up Simpulan

Berdasarkan permasalahan dan pembaha-san t ersebut di at as, dapat disimpulkan dua hal. Per t ama, eksist ensi pranat a mangsa di Banyumas masih dapat dij umpai, akan t et api kondisinya t eranam punah yang disebabkan oleh perkembangan ilmu penget ahuan dan t ek-nologi, irigasi t eknis yang t elah t ert at a dengan baik, dan keenganan pet ani unt uk mempelaj ari pranat a mangsa karena kerumit an dalam peng-hit ungannya. Kedua, pranat a mangsa pada da-sarnya merupakan cara orang Jawa membaca hukum at au t anda-t anda alam, Melalui pemaha-man pranat a pemaha-mangsa, dapat t erlihat perilaku para pet ani dalam membaca hukum-hukum alam yang beruj ung pada t ercipt anya hubungan yang harmonis ant ara alam dan lingkungan de-ngan manusia. Cara berhukum yang demikian t idak hanya mengandalkan naluri, t et api j uga int uisi.

Saran

Saran yang dapat diberikan berkait an de-ngan permasalahan yang t elah dibahas adalah sebagai berikut . Per t ama, perlu adanya regene-rasi di kalangan pet ani maupun orang yang ber-minat unt uk mempelaj ari dan menguasai prana-t a mangsa secara benar, agar warisan budaya yang adiluhung ini t idak punah. Kedua, Peme-rint ah Daerah (Dinas Terkait ) berkewaj iban un-t uk melesun-t arikan pranaun-t a mangsa sebagai wari-san budaya t ak benda, demikian j uga dengan pet ani, budayawan, akademisi dan masyarakat pada umumnya. Ket i ga, pranat a mangsa seba-gai cara orang j awa membaca hukum alam yang diwuj udkan dalam perilaku pet ani mengelola lahan pert aniannya perlu diaj arkan secara be-nar dan t epat hingga mendet ail, sehingga peri-laku yang nampak oleh mat a mencerminkan

ke-benaran secara t eoret is dan prakt is dari pe-nguasaan at as pranat a mangsa it u oleh pet ani.

Daft ar Pust aka

Ardhana, G. 2005. Kear i f an Lokal Tanggul angi Masal ah Sosi al Menuj u Aj eg Bal i. Lihat ht t p: / / www. balipost .co. id/ bali-post ce-t ak/ 2005/ 11/ 12/ o2. hce-t m, akses ce-t anggal 10 November 2010;

Aulia, Tia Okt aviani Sumarna dan Arya Hadi Dharmawan. “ Kearif an Lokal dalam Pe-ngelolaan Sumberdaya Air di Kampung Kut a” . Sodal i t y: Jur nal Tr ansdisi pl i n So-si ol ogi , Komuni kaSo-si , dan Ekol ogi ManuSo-si a, Desember 2010;

Fernandez, Inyo Yos. “ Kat egori dan Ekspresi Linguist ik dalam Bahasa Jawa sebagai Cermin Kearif an Lokal Penut urnya: Kaj ian Et nolinguist ik pada Masyarakat Pet ani dan Nelayan” . Jur nal Kaj i an Lingui st i k dan Sast r a, Vol. 20 No. 2 Desember 2008;

Friedmann, W. 1990. Teor i dan Fi l saf at Hukum – Hukum dan Masal ah-masal ah Kont em-por er (Susunan III). Jakart a: Raj awali Press;

Friedrich, Carl Joachim. 2004. Fi l saf at Hukum, Per spekt i f Hi st or i s. Bandung: Penerbit Nusa Media;

Herdiyant o, Yohanes Kart ika & Kwart arini Wah-yu Yuniart i, “ Budaya dan Perdamaian: Harmoni dalam Kearif an Lokal Masyarakat Jawa Menghadapi Perubahan Pasca Gem-pa” , Humani t as, Vol. IX No. 1, Januari 2012;

Iriant o, Sulist yowat i. Sej ar ah dan Per kembang-an Pl ur al i sme Hukum dkembang-an Konsekuensi Met odologi snya. Makalah dalam Seminar dan Pelat ihan Pluralisme Hukum, dise-lenggarakan oleh Perkumpulan unt uk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa), pada t anggal 28-30 Agust us 2003. Bogor. Dapat dibaca pada URL: ht t p: / / www. huma. or. id/ document -1/ 03_gagasan_dalam_hukum/ UpDat e19Ag st 04/ Sej arahPerkembanganPluralismeHuk umdanKonsekuensiMet odologisnya_Sulist y owat iIriant o. pdf , akses t anggal 5 Maret 2011;

Kusumohamidj oj o, Budiono. 2004. Fi l saf at Hu-kum, Pr obl emat i k Ket er t i ban yang Adi l. Jakart a: Grasindo;

(15)

Jat i Diri Bangsa” . Jur nal Il mu-i l mu Sosi al (d/ h MADANI), Vol. 9 No. 3 Okt ober 2008;

Manan, Abdul dan Nur Araf ah. “ St udi Pengelola-an Sumberdaya Alam Berbasis Kearif Pengelola-an Tradisional di Pulau Kecil (St udi Kasus: Pulau Wangi-wangi Kab. But on Provinsi Sulawesi Tenggara)” . Jur nal Manusi a dan Li ngkungan, Vol. VII No. 2, Agust us 2000;

Mulyadi. “ Pengaruh Kearif an Lokal, Locus of Cont rol, dan Mot ivasi Terhadap Perilaku Berwawasan Lingkungan Pet ani dalam Mengelola Lahan Pert anian di Kabupat en Soppeng” . Jur nal Manusi a dan Li ngkung-an Vol. 18 No. 1, Maret 2011;

Nurhadi. “ Kearif an Lokal dalam Pengembangan Hut an Rakyat (St udi Kasus Desa Kedung-keris, Kecamat an Nglipar, Kabupat en Gu-nung Kidul)” . Jur nal Hut an Rakyat, Vol. 2 No. 1 Tahun 2000;

Nurj aya, I Nyoman. Menuj u Pengakuan Kear i f an Lokal dal am Pengel ol aan Sumber Daya Al am: Per spekt if Ant r opologi Hukum. Ma-kalah pada Temu Kerj a Dosen Sosiologi Hukum, Ant ropologi Hukum, dan Hukum Adat Fakult as Hukum Se-Jawa Timur. Di-selenggarakan Kerj asama Fakult as Hukum dan Pascasarj ana Universit as Brawij aya dengan HuMa Jakart a, pada 22-23 Febru-ari 2006 di Program Pascasarj ana Univer-sit as Brawij aya;

---. Memahami Pot ensi dan Kedudukan Hu-kum Adat dal am Pol i t i k Pembangunan Hukum Nasi onal. Makalah pada Seminar Hukum Adat dalam Polit ik Hukum Nasio-nal. Diselenggarakan oleh FH UNAIR pada 20 Agust us 2008 di FH UNAIR Surabaya;

Nygren, A. “ Local Knowledge in t he Environ-ment -DevelopEnviron-ment Discours” , Cr it i que of Ant hr opol ogy, Vol. 19/ 3, 1999;

Pat t inama, Marcus J. “ Pengent asan Kemiskinan dengan Kearif an Lokal (St udi Kasus di Pu-lau Buru – Maluku dan Surade – Jawa Ba-rat )” . Makar a, Sosi al Humanior a, Vo. 13 No. 1 Juli 2009;

Rahardj o, Sat j ipt o. 2006. Il mu Hukum. Cit ra Adit ya Bakt i;

---. 2009. Hukum dan Per i l aku, Hi dup Bai k adal ah Dasar Hukum yang Bai k. Jakart a: Penerbit Buku Kompas;

Rahmawat i, Rit a. et . al. “ Penget ahuan Lokal Masyarakat Adat Kasepuhan: Adapt asi, Konf lik dan Dinamika Sosio-Ekologis” . So-dal i t y: Jur nal Tr ansdi si pl i n Sosiol ogi ,

Ko-muni kasi , dan Ekologi Manusi a, Agust us 2008;

Sant oso, Imam. “ Eksist ensi Kearif an Lokal pada Pet ani Tepian Hut an dalam Memelihara Kelest arian Ekosist em Sumber Daya Hu-t an” . Jur nal Wawasan, Vol. 11 No. 3 Februari 2006;

Sart ini, Ni Wayan. “ Menggali Nilai Kearif an Lo-kal Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Be-basan, Saloka, dan Paribasa)” . Jur nal Il -mi ah Bahasa dan Sast r a, Vol. V No. 1 April 2009;

Sedyawat i, Edi. 2007. Budaya Indonesi a: Kaj i an Ar keologi , Seni , dan Sej ar ah. Jakart a: Raj awali Press;

Senoaj i, Gunggung. “ Pemanf aat an Hut an dan Lingkungan oleh Masyarakat Baduy di Bant en Selat an” . Jur nal Manusi a dan Li ngkungan, Vol. XI, No. 3, November 2004, Yogyakart a: PSLH UGM;

---. “ Masyarakat Baduy, Hut an, dan Ling-kungan” . Jur nal Manusia dan Li ngkungan, Vol. 17 No. 2, Juli 2010;

Singgih, Doddy S. “ Met ode Analisis Fungsi Lahan dalam Perspekt if Sosiologi Pedesaan” .

Jur nal Masyar akat Kebudayaan dan Pol i -t i k, Th. XII No. 3, Juni 1999;

Solit oe, P. “ The Development of Indigenous Knowledge: A New Applied Ant hropolo-gy” . Cur r ent Ant hr opology, Vol. 39/ 2 1998;

Simanj unt ak, Bist ok Hasiholan; Sri Yuliant o J. P. dan Krsit oko Dwi H. 2010. Penyusunan Model Pr anat amangsa Bar u Ber basi s Ag-r omet eAg-r oAg-r ol ogi dengan Menggunakan LVQ (Lear ning Vect or Quant i zat ion) dan MAP Al ov unt uk Per encanaan Pol a Tanam Ef ekt if, Laporan Akhir Hibah Bersaing Ta-hun Ke 1. Salat iga: Universit as Sat ya Wacana.

Sriyant o. “ Bert ahan Walau Iklim Tak Menent u” .

Sal am, 26 Januari 2009;

Sunart o. “ Kecerdasan Tradisional unt uk Kaj ian Kebencanaan dalam Perspekt if Herme-neut ika” . Jur nal Kebencanaan Indonesi a, Vol. 1 No. 5, November 2008;

(16)

Syaf a’ at , Rachmad. “ Kearif an Lokal pada Ma-syarakat Adat di Indonesi” . Jur nal Publ i -ca, Vol. IV No. 1, Januari 2008;

Thohir, Mudj ahirin. 2007. Memahami Kebuda-yaan, Teor i , Met odol ogi , dan Apl i kasi. Semarang: Fasindo;

Wesnawa, I. G. A. “ Dinamika Pemanf aat an Ruang Berbasis Kearif an Lokal di Kabupat en Bu-leleng Provinsi Bali” . For um Geogr af i, Vol. 24 No. 1, 2010;

Widianarko, Budi. “ Dua Waj ah Globalisasi Pa-ngan” . Ri nai : Kaj i an Pol it i k Lokal dan So-si al -Humani or a, Tahun VI No. 2 2006. Pust aka PERCIK;

Wiriadiwangsa, Dedik. “ Pranat a Mangsa Masih

Pent ing Unt uk Pert anian” . Tabl oi d Si nar Tani, Edisi 9 – 15 Maret 2005;

Wisnubrot o, Sukardi. “ Sumbangan Pengenalan Wakt u Tradisional “ Pranat a Mangsa” pada Pengelolaan Hama Terpadu” . Jur nal Per -l i ndungan Tanaman Indonesi a Vol. 4 No. 1, 2000;

---. “ Pengenalan Wakt u Tradisional menurut Jabaran Met eorologi dan Pemanf aat an-nya” . Agr omet, Vol. XI No. 1 dan 2, 1995. Bogor;

Gambar

Tabel 1.  Kesej aj aran periode masing-masing
Tabel 2.  Indikator dan t afsir indikator masing-

Referensi

Dokumen terkait

9 Akan tetapi sudah sesuaikah pelaksanaan pemisahan unit syarih spin off yang telah dilakukan oleh PT Asuransi Jiwa Syariah Bumiputera Kantor Cabang Malang dengan Undang-Undang Nomor

6WDQGDU 8PXP 3HUWDPD EHUEXQ\L ³$XGLW harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang FXNXS VHEDJDL DXGLWRU´ 6WDQGDU 8PXP

Pembaca yang budiman, Jurnal Sumberdaya Lahan Volume 14 Nomor 1 Tahun 2020 ini menyajikan tulisan yang membahas aspek: Pengelolaan Tanah dan Air pada Budidaya Padi Gogo

ada suatu tit engan sumb erja tidak m osis yang t raktivitas ti si ini harus ¹ ¹² proteksi rad akat dan lin proteksi radi naran. Azas dan radiasi ma pekerja asi dalam

Empat pelajar putra dan 3 pelajar putri akan duduk secara acak dalam bangku yang memanjang.. Empat pelajar putra dan 3 pelajar putri akan duduk secara acak

Cakupan peratura Cakupan peraturan pengadaan : d n pengadaan : dari fokus pada ari fokus pada proses pelaks proses pelaksanaan pelelangan atau metode anaan

Hedonisme yang diiringi dengan perkembangan teknologi akan berdampak buruk pada perkembangan remaja, dimana teknologi menjadikan remaja menjadi kreatif dari segi

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahdini dan Suhairi(2006) adalah pada penelitian Wahdini dan Suhairi(2006) menganalisis