• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bising

Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Herzt (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan yang terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz ( Bashiruddin dan Soetirto, 2007)

2.1.1. Gangguan Pendengaran

Adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal,biasanya dalam hal memahami pembicaraan (Buchari, 2007).

Telinga terdiri dari 3 bagian yakni bagian luar, tengah, dan dalam. Bagian luar dan tengah berperan penting dalam pengumpulan serta pengiriman suara. Sedangkan telinga bagian dalam memiliki mekanisme agar tubuh tetap seimbang dan bertanggung jawab untuk mengubah gelombang suara menjadi gelombang listrik. Melalui lubang telinga, suara yang masuk akan menggetarkan selaput kaca pendengaran dalam rongga telinga. Getaran ini akan menggerakkan tulang-tulang pendengaran sampai ke tulang sanggurdi. Cairan dalam rumah siput (cochlea) pun

(2)

ikut bergetar. Gerakan cairan ini membuat sel-sel rambut terangsang. Rangsangan inilah yang ditangkap saraf pendengaran yang akhirnya diteruskan ke otak. Manusia normal mampu mendengar suara berfrekuensi 20-20.000Hz (satuan suara berdasarkan perhitungan jumlah getaran sumber bunyi per detik) dengan intensitas atau tingkat kekerasan di bawah 80 desibel (dB).

Bunyi di atas 80 dB kalau terus menerus dan dipaksakan bisa merusak pendengaran karena bisa mematikan fungsi sel-sel rambut dalam sistem pendengaran. Gejala awal seringkali tidak dirasakan kecuali telinga berdengung, kemudian diikuti oleh menurunnya pendengaran (Meyer, S.F., 2002)

(3)

Gangguan pendengaran dibagi atas :

1. Tuli konduktif : Gangguan terjadi pada telinga luar dan tengah

2. Tuli saraf : Gangguan terjadi pada telinga dalam (cochlea dan akustikus)

Ciri dari tuli saraf yaitu ketidak sesuaian suara percakapan, tinitus, umumnya gangguan pendengaran terhadap suara frekuensi tinggi, dan suara yang ada disekeliling menimbulkan kesulitan saat mendengar.

Kebisingan dapat menyebabkan terjadinya tuli saraf, karena terpapar bahaya kebisingan mengakibatkan ketulian melalui destruksi sel-sel rambut pada

cochlea

3. Tuli campuran : Gangguan terjadi pada telinga luar, tengah dan dalam (Adnan.A., 2008)

Menurut ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut :

 Jika peningkatan ambang dengar antara 0-<25dB, masih normal  Jika peningkatan ambang dengar antara 26-40 dB, disebut tuli ringan  Jika peningkatan ambang dengar antara 41-60dB, disebut tuli sedang  Jika peningkatan ambang dengar antara 61-90dB, disebut tuli berat

 Jika peningkatan ambang dengar >90dB , disebut tuli sangat berat (Buchari, 2007)

(4)

2.1.2. Jenis bising:

a. Bising kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas:

Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk perode 0,5 detik berturut-turut,misalnya mesin, kipas angin, dapur pijar.

b. Bising kontinyu dengan spektrum frekuansi yang sempit:

Bising ini juga relatif tetap, tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja(pada 500,1000,4000Hz), misalnya gergaji serkuler, katup gas.

c. Bising terputus-putus (intermitten):

Bising tidak terjadi secara terusmenerus, melainkan ada periode relatif tenang (Adnan, A., 2008)

2.1.3. Peraturan tentang nilai ambang batas bising

Peraturan yang berlaku di Indonesia tentang bising ditempat kerja yang diperbolehkan adalah :

Tabel 2.1. Peraturan Pemerintah Indonesia mengenai kebisingan tercantum dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999

Duration Hour per day Noise Intensitas (dBA)

8 Jam 85 4 88 2 1 91 94 30 Menit 97 15 100 7,5 103 3,75 106 1,88 109 0,94 112 28,12 Detik 115

(5)

Tabel. 2.1. (Lanjutan)

Duration Hour per day Noise Intensitas (dBA)

14,06 118 7,03 121 3,52 124 1,76 127 0,88 130 0,44 133 0,22 136 0,11 139 2.1.4. Efek bising a. Efek nonauditori

Telah dilaporkan berbagai penelitian yang menguraikan berbagai penelitian yang menguraikan berbagai efek bising terhadap kesehatan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai suatu tingkat kesehatan fisik,mental,dan sosial.

Dianggap bahwa bising dapat menimbulkan tekanan darah tinggi,penyakit vaskuler dan gastrointestinal.

2. Efek fisiologis dan psikologis kebisingan terhadap kesehatan manusia dapat dibedakan dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Namun perlu diingat, bahwa keadaan bising di lingkungan seringkali disertai dengan faktor lainnya, seperti faktor fisika lain berupa panas, getaran, dan sebagainya; tidak jarang disertai juga dengan adanya faktor kimia dan biologis; mustahil untuk mengisolasi kebisingan sebagai satu-satunya faktor risiko. Efek jangka pendek yang terjadi dapat berupa refleks otot-otot berupa kontraksi otot-otot, refleks

(6)

pernapasan berupa takipneu, dan respon sistim kardiovaskuler berupa takikardia, meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat pula terjadi respon pupil mata berupa miosis, respon gastrointestinal yang dapat berupa gangguan dismotilitas sampai timbulnya keluhan dispepsia, serta dapat terjadi pecahnya organ-organ tubuh selain gendang telinga (yang paling rentan adalah paru-paru). Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh hormonal. Efek ini dapat berupa gangguan homeostasis tubuh karena hilangnya keseimbangan simpatis dan parasimpatis yang secara klinis dapat berupa keluhan psikosomatik akibat gangguan saraf otonom, serta aktivasi hormon kelenjar adrenal seperti hipertensi, disritmia jantung, dan sebagainya (Arifiani, 2004)

2. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi

pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara.

Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang. 3. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) ( Meyer, S.F., 2002)

(7)

b. Efek auditori

Glorig (1961) dan stafnya sehubungan dengan ambang temporer dan

permanen , Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas kategori yaitu :

1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (TTS)

Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan terhadap suara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan auditorik, maka ambang pendengaran diukur kembali 2 menit setelah pajanan suara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini adalah level suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spekrum

suara, dan faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat-obatan (beberapa obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan kerusakan permanen), dan keadaan pendengaran sebelum pajanan.

2. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )

Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Berbeda dengan TTS, maka NIPTS mempunyai alat othologis dan menetap. Ketulian disini disebut sebagai tuli perseptif atau tuli sensorial (Meyer, S.F.,2002)

Menurut dr. Hadjar ahli THT kebisingan pabrik akan aman selama masih di bawah 80 dB. Namun kalau naik 3 dB saja, seseorang sebaiknya beristirahat sejenak

(8)

setelah bekerja 4 jam, apalagi kalau suara mesinnya kasar dan membosankan. Atau, bila perlu mengenakan penutup telinga.(Depkes, 2004)

2.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi penggunaan APP 2.2.1. Kebijakan/Peraturan

Kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan yang merupakan suatu perangkat yang penting dalam pelaksanaan K3. Kepastian hukum yang kuat akan memberikan kemantapan dalam pengawasan. Karena bila diberi teguran dan peringatan tidak dihiraukan maka perangkat peraturanlah yang akan berperan dalam hal pemberian sangsi. Maka peraturan yang berkaitan dengan situasi kerja merupakan upaya yang dilakukan dalam meningkatkan K3 (ILO, 1989).

Adanya kebijakan dalam bentuk sanksi dan pemberian penghargaan/hadiah ternyata mempunyai makna dalam meningkatkan motivasi pekerja dalam menggunakan APP, dalam hal ini sesuai dengan pendapat martomulyono (2000), yang menyatakan dengan memberikan penghargaan setiap jangka waktu tertentu kepada pekerja yang patuh memakai APP adalah upaya memberikan motivasi berperilaku dalam jangka yang panjang (permanen).

Biasanya merupakan tanggung jawab para majikan untuk melengkapi karyawannya dengan pelindung telinga dan juga menganjurkan penggunaannya. Pengabaian karyawan untuk menerima dan memakai pelindung telinga mengakibatkan terkena sanksi tatatertib (Meyer, S.F., 2002)

(9)

Para pemimpin perusahaan sebaiknya menaruh perhatian besar terhadap kelompok karyawan dengan intensitas yang tinggi, Mardi (2007) misalnya dalam bentuk peraturan menggunakan alat pelindung pendengaran.

2.2.2. Pengawasan

Pengawasan merupakan kegiatan rutin dalam bentuk observasi harian terhadap penggunaan APP yang dilakukan oleh pengawas yang ditunjuk dan umumnya dirancang sendiri untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kerja bawahannya. Tenaga kerja harus diawasi pada waktu mereka bekerja untuk memastikan bahwa mereka terus menerus menggunakan secara benar (Olishifski, 1988)

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan (Slamet, S.S., 2007)

Keharusan majikan menyediakan alat pelindung pendengaran dan mengawasi bahwa karyawan benar menggunakannya (Meyer, S.F., 2002). Dan menurut Suhartanto (2009) menyatakan ada yang mengawasi pemakaian alat pelindung telinga agar semua tenaga kerja selalu memakai alat pelindung telinga selama jam kerja. Tana (2001) juga berpendapat pemberian APP kepada semua tenaga kerja yang bekerja ditempat bising serta melakukan pegawasan secara teratur pemakaian APP saat bekerja di tempat bising.

(10)

2.2.3. Alat pelindung telinga

Syarat-syarat alat pelindung telinga :

1. Kecocokan; alat pelindung telinga tidak akan memberikan perlindungan bila tidak dapat menutupi liang telinga rapat-rapat.

2. Nyaman dipakai; tenaga kerja tidak akan menggunakan APD ini bila tidak nyaman dipakai.

Jenis-jenis alat pelindung telinga :

1. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insertprotector)

Dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membran timpani.

Beberapa tipe sumbat telinga :

a. formable type b. custom-molded type c. premolded type

Sumbat telinga bisa mengurangi bising s/d 30 dB.

2. Tutup telinga (earmuff/protective caps/circumauralprotectors)

Menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan untuk mengurangi bising s/d 40- 50 dB frekuensi 100 – 8000 Hz.

(11)

3. Helmet/ enclosure

Menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi maksimum 35 dBA pada 250 Hz sampai 50 dB pada frekuensi tinggi

Pemilihan alat pelindung telinga :

1. Earplug bila bising antara 85 – 200 dBA

2. Earmuff bila di atas 100 dBA

3. Kemudahan pemakaian, biaya, kemudahan membersihkan dan kenyamanan (Roestam, 2004)

Merawat dan memelihara Ear Plug/Ear Muff:

1. Agar tetap dalam kondisi bagus, maka selalu bersihkan ear plug jika kotor dengan air hangat bila perlu dicampur dengan larutan pembunuh kuman atau jamur.

2. Jika ear muff / ear plug tidak dipakai, simpan di dalam tempat penyimpanan yang kering atau tidak lembab atau tempat yang telah disediakan.

3. Jangan sekali-kali memodifikasi ukuran dan bentuk ear plug atau ear muff yang telah disediakan (Achmadi, R.,dkk, 2008)

(12)

Tabel 2.2. Kriteria Penggunaan APD

dBA Pemakaian APD Pemilihan APD

< 85 Tidak wajib/perlu Bebas memilih

85 – 89 Optional Bebas memilih

90 – 94 Wajib Bebas memilih

95 – 99 Wajib Pilihan terbatas

> 100 Wajib Pilihan sangat terbatas

Sumber: Roestam, 2004

APD ini harus tersedia di tempat kerja tanpa harus membebani pekerja dari segi biaya, perusahaan harus menyediakan APD ini. Cara terbaik sebenarnya bukan penggunaan APD tetapi pengendalian secara teknis pada sumber suara. ( Roestam, 2004)

2.2.4. Pelatihan dan pendidikan

Bising adalah masalah yang sudah lama terjadi di negaran industri dan pegawai menyadari bahaya pendengaran yang berhubungan dengan hal ini. Namun, hal ini mungkin tidak terjadi dinegara berkembang. Pemberitahuan kepada pekerja mengenai kelainan pendengaran yang dapat timbul akibat pajanan terhadap bising penting untuk membantu keberhasilan program perlindungan pendengaran (Rampal, 2010).

(13)

Pelatihan dilakukan terutama tentang cara memakai dan merawat APD tersebut. Training/ pelatihan ini mencakup:

a. tujuan alat pelindung telinga, b. Macam tipe alat pelindung telinga,

c. Pemilihan, penggunaan serta perawatan alat pelindung telinga,

d. Pemecahan permasalah yang timbul seputar penggunaan alat pelindung

( Adnan, 2008)

Para pemimpin perusahaan menurut Mardi (2007) sebaiknya melakukan

pelatihan keselamatan kerja menggunakan alat pelindung pendengaran terhadap karyawan yang bekerja pada intensitas yang tinggi untuk mencegah naiknya ambang pendengaran.

2.3. Landasan Teori

Berbagai studi epidemiologi yang telah banyak dilakukan, diantaranya adalah

sebagai berikut :

1. Penelitian Adikusumo (1990), bahwa kebisingan 1ingkungan kerja berpengaruh terhadap gangguan pendengaran, masa kerja berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran karena kebisingan lingkungan kerja, pemakaian alat pelindung telinga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran karena kebisingan lingkungan kerja. Dengan demikian untuk menanggulangi bahaya kebisingan di lingkungan kerja, perlu

(14)

digalakkan penggunaan alat pelindung telinga. Selain itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan audiometri secara berkala,sehingga dapat segera diketahui adanya gangguan pendengaran secara dini. Bedakan untuk penerimaan pekerja baru juga perlu diadakan pemeriksaan audiometri untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut layak bekerja di lingkungan kerja yang bising. 2. Penelitian Indra ( 2004 ), 54,5% pekerja yang berprilaku tidak baik dalam

penggunaan APD telinga dan 45,5% pekerja yang berprilaku baik. Terdapat hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan tentang APD telinga,kebijakan,dan pelatihan terhadap penggunaan APD telinga.

3. Penelitian Mardi ( 2004 ), (1) ada perbedaan signifikan (p< 0,05) umur, pendidikan, pelatihan terhadap ambang pendengaran namun pengalaman tidak ada perbedaan yang bermakna,

(2) ada interaksi yang signifikan (p< 0,05) antara tingkat umur, pendidikan formal, pengalaman dengan pelathan keselamatan kerja terhadap ambang pendengaran, (3) ada interaksi yang signifikan (p< 0,05) antara tingkat faktor individu dengan mekanisme peradaman, (4) efektifitas pelatihan keselatan kerja (pencegahan meningkatnya ambang pendengaran) cenderung naik seiring dengan kenaikan waktu perlakuan pelatihan keselamatan kerja, artinya semakin lama rentang wktu perlakuan pelatihan keselamatan kerja semakin turun ambang pendengaran, kecuali yang terjadi pada tingkat umur 40-60 tahun tidak menunjukkan efektifitas yang berarti.

(15)

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Petugas yang selalu menggunakan alat pelindung telinga sebanyak 7 orang (33,3%) mengalami penurunan tajam dengar dan petugas yang tidak menggunakan alat pelindung telinga 16 orang (94,1%) mengalami penurunan tajam dengar. (I W Putra Yadnya , N Adi Putra dan I W Redi Aryanta, 2008).

5. Penelitian Mulyadi (2003), hubungan antara durasi/pajanan dengan keluhan gangguan pendengaran dengan nilai p=0,054 dan OR=7,955 demikian juga intensitas kebisingan didapatkan hubungan dengan keluhan gangguan pendengaran dengan nilai p=0,011.

6. Penelitian Perihatna H (2009), Dengan hasil skor tingkat pengetahuan kategori baik tidak ada, cukup 17 orang, kurang 49 orang. Ketaatan pemakaian alat pelindung telinga kategori selalu memakai 28 orang, sering 9 orang, kadang 12orang, tidak pernah 17 orang. Hasil korelasi dengan uji Spearman didapatkan hasil p= 0,587 (p>0,05). Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang bahaya kebisingan dengan ketaatan pemakaian alat pelindung telinga.

7. Penelitian Rambe (2003), (1), bising dengan frekuensi dan intensitas tertententu dapat menyebabkan ketulian berupa tuli saraf dan sifatnya permanen, (2), pemeriksaan dan pengujian audimetrik mutlak dibutuhkan untuk setiap pekerja yang dilakukan sebelum mulai bekerja dan secara berkala selama bekerja dengan tujuan untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran akibat bising terutama bising industri.

(16)

2.4.Variabel Penelitian

a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi terhadap segala sesuatu gejala. Variabel bebas (X) adalah Kebijakan/Peraturan APP, Pengawasan penggunaan

APP dan Pelatihan APP. b. Variabel terikat :

Variabel terikat adalah variabel yang akan dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat (Y) adalah gangguan pendengaran

c. Variabel confounder

Variabel confounder adalah umur, masa kerja, area proses

2.5. Kerangka Konsep Pekerja dengan :  Kebijakan/Peraturan  Pelatihan APP  Pengawasan APP (pujian + teguran)  Umur  Masa kerja  Area/Bagian Gangguan Pendengaran Pekerja tanpa :  Kebijakan/Peraturan  Pelatihan APP  Pengawasan APP Keterangan : --- : variabel confounder

________ : variabel dependen dan variabel independen

Gambar

Gambar 2.1.1. Mekanisme masuknya bunyi / suara ( Rampal, K.G., 2010)
Tabel 2.2.  Kriteria Penggunaan APD

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan kegiatan Pelatihan dan Pemahaman untuk Menembus Pasar Modern bagi Kelompok Usaha Jamur di Parongpong Cimahi adalah peningkatan pengetahuan para petani jamur dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 inflasi di Indonesia periode 20112017 adalah rendah, harga minyak dunia periode 2011-2017 adalah rendah dan harga saham adalah periode

Struktur epidermis daun bagian adaksial dan abaksial ke lima kultivar disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4, Kultivar Moonsine memiliki sel epidermis yang lebih rapat

Pada masa penjajahan Belanda Balai Yasa Tegal merupakan unit atau bagian dari perusahaan kereta api swasta semarang – cirebon, yaitu Stoomtram Maatchappij (SCS) milik

Pergerakan JPY cenderung akan diwarnai dengan tingkat fluktuasi yang rendah pada bulan Maret, mengingat pasar masih akan terfokus pada rencana kenaikan suku bunga

Jenis Informasi Ringkasan Isi Informasi Pejabat, Unit, dan Satker yg menguasai Informasi Penanggung jawab pembuatan/ penerbitan informasi Bentuk informasi yang tersedia

1) Mengkoordinasikan tugas-tugas. Kepala-kepala bagian dalam suatu organisasi kadang-kadang perlu mengadakan rapat atau pertemuan, untuk mendiskusikan bagaimana tiap-tiap

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta hidayah-Nya yang telah diberikan sehingga dapat menyususun dan