• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIP KARYA SENI DIMENSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIP KARYA SENI DIMENSI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIP KARYA SENI

DIMENSI

Oleh :

I Made Reindra Dwipayana

NIM : 201302017

PROGRAM STUDI S-1 PENCIPTAAN

JURUSAN SENI KARAWITAN

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA

(2)

DIMENSI

Oleh:

Nama : I Made Reindra Dwipayana

NIM : 201302017

ABSTRAK

Penciptaan musik garapan baru adalah gerakan pembaharuan dengan berbagai cara, yakni dari memberi interpretasi baru, mencoba melepaskan diri, hingga melakukan perombakan terhadap konsep musik tradisional Bali. Berdasarkan hal tersebut maka terciptalah istilah baru dalam musik garapan baru yaitu musik kreasi baru dan musik eksperimental. Dari pengertian yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa penata ingin menciptakan sebuah garapan musik baru dengan memanfaatkan perbedaan karakter yang dimiliki oleh instrumen sehingga penata dapat merealisasikan musik eksperimental tersebut. Salah satu yang juga menjadi alasan penata untuk memilih instrumen dengan karakter yang berbeda ini, adalah dengan adanya perkembangan pada dunia seni karawitan, dimana tidak hanya terdapat olah rasa tetapi juga menggunakan logika dan tematik, sehingga musik yang dihasilkan memiliki tantangan tersendiri untuk diresapi dan dipelajari oleh penikmatnya ataupun oleh penata sendiri. Alasan yang telah diutarakan mencetuskan sebuah kata yang digunakan sebagai judul karya musik garapan baru ini, yakni dengan judul “Dimensi”. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) kata dimensi sendiri berarti ukuran (panjang, lebar, tinggi, luas, dsb.) juga berarti ruang. Selain judul yang digunakan, penata juga mengusung konsep angka delapan sebagai pijakan dalam proses penciptaan karya, dimana angka delapan dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan pola garapan yang diciptakan.

Kata kunci: Dimensi, Delapan

ABSTRACT

(3)

PENDAHULUAN

Musik tradisional Bali dinamakan karawitan. Istilah karawitan berasal dari kata rawit

yang artinya halus (indah), mendapatkan awalan ka dan akhiran an, menjadi karawitan yang berarti seni suara instrumenal dan vocal yang menggunakan laras (tangga nada) pelog dan

slendro. Karawitan instrumental Bali disebut gamelan, dan karawitan vocal disebut tembang

atau sekar (Bandem, 2013:1). Gamelan ialah sebuah orkestra yang terdiri dari berbagai macam instrumen yang terbuat dari kayu, besi, bambu, perunggu, kulit, dawai, dan lain sebagainya. Ditemukan lebih dari 30 jenis gamelan di Bali yang tersebar di masing-masing wilayah kabupaten. Gamelan ini sendiri memiliki fungsi, instrumenasi, orkestrasi, dan teknik permainan yang berbeda-beda. Bentuk dari msing-masing gamelan juga berbeda, sehingga menghasilkan nada suara, warna suara dan laras yang berbeda pula. Perbedaan yang terdapat pada masing-masing gamelan merupakan salah satu ciri khas yang dimiliki oleh gamelan dan dapat disebut sebagai karakteristik gamelan. Dengan adanya perbedaan di masing-masing gamelan, penata tertarik dan terinspirasi untuk menggabungkan beberapa perbedaan karakteristik gamelan yang ada, untuk disatukan agar menghasilkan sebuah karya musik garapan baru.

Instrumen-instrumen ini dieksplore oleh penata guna menghasilkan musik yang bernuansa kebaharuan. Instrumen yang dipergunakan adalah gender yang berlaras slendro 5 nada. Instrumen ini berbentuk bilah dan memiliki resonator. Instrumen terompong yang digunakan merupakan bagian dari barungan gamelan Semara Pegulingan dengan laras pelog 7 nada. Pada karya ini penata menggunakan instrumen terompong dengan teknik permainan

reong. Instrumen ini dipilih karena ketertarikan penata terhadap instrumen berpencon. Selain itu, instrumen tersebut dapat dimainkan dengan berbagai fungsi, baik sebagai instrumen melodis maupun ritmis dan masih bisa dieksplore lebih mendalam untuk dapat menciptakan hal-hal baru dari instrumen ini. Selain instrumen terompong, instrumen dengan bentuk pencon lainnya yang digunakan antara lain kajar, gong dan kempur. Instrumen suling dipilih untuk menambah harmonisasi pada garapan.

Sesuai dengan penjelasan di atas, perbedaan karakter inilah yang menjadi salah satu penyebab banyaknya lahir karya musik garapan baru yang disajikan dan dibuat diluar dari kebiasaan ataupun diluar karakter dari masing-masing instrumen itu sendiri. Seperti yang telah diketahui bahwa dewasa ini, estetika musik Bali tidak hanya menyangkut olah rasa, tetapi berkembang dan merambah ke persoalan kecerdasan logika. Dengan kata lain, estetika musik tidak hanya dinilai dari suara merdu, nyaring, atau enak di dengar, tetapi juga merupakan bagian dari bahasa kode-kode hubungan dan kenyataan keseharian (Harjana, 2003:257). Dengan adanya perkembangan ini, maka banyak terlahir musik garapan baru yang berpedoman pada pernyataan tersebut. Dikalangan seniman muda saat ini, banyak terlahir karya cipta musik garapan baru dengan mengutamakan pengolahan logika dan tematis. Penikmat musik dengan menggunakan logika dan sistem tematis ini semakin banyak dan ketertarikan seniman muda juga semakin bertambah seiring dengan perkembangan zaman, menyebabkan banyaknya gerakan pembaharuan serta inovasi dalam berkarya utamanya dalam proses penciptaan musik garapan baru.

(4)

musik yang tidak biasa seperti pada umumnya. Musik eksperimental diciptakan dengan berorientasi pada kebebasan dalam proses eksplorasi, gagasan, serta instrumen yang digunakan. Musik eksperimental tercipta ketika seorang penata mampu merombak secara radikal cara pandang, cita rasa, dan estetikanya, yang sebelumnya dibelenggu oleh kebakuan dan standar-standar tertentu serta pola-pola tertentu.

Tata penyajian musik garapan baru juga berbeda dengan musik tradisional, mulai dari penataan instrumen, cara memainkan serta kostum dan tata rias pemain disajikan lebih inovatif. Penataan instrumen pada musik eksperimental tidak selalu terpusat tetapi menyebar sehingga memberikan banyak ruang bagi pemain untuk berkreativitas (Sugiartha, 2012:5). Dalam penggarapan musik eksperimental, penata melakukan sebuah kreativitas yang dapat memberikan dorongan untuk menghasilkan karya baru. Kebebasan dalam membentuk konsep, gagasan serta pola-pola di dalam musik eksperimental dapat menyuguhkan teknik yang kreatif melalui keterampilan yang dimiliki oleh penata. Selain itu, penata melakukan percobaan, demi percobaan untuk dapat menghasilkan karya musik garapan baru sesuai dengan perkembangan zaman yang telah diuraikan. Dimana penata juga termasuk salah satu seniman yang mengikuti perkembangan dan salah satu penikmat dari musik yang disajikan diluar dari kebiasaan.

Dari pengertian yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa penata ingin menciptakan sebuah garapan musik baru dengan memanfaatkan perbedaan karakter yang dimiliki oleh instrumen yang telah dipilih. Salah satu yang juga menjadi alasan penata untuk memilih instrumen dengan karakter yang berbeda ini, adalah dengan adanya perkembangan pada dunia seni karawitan, dimana tidak hanya terdapat olah rasa tetapi juga menggunakan logika dan tematik, sehingga musik yang dihasilkan memiliki tantangan tersendiri untuk diresapi dan dipelajari oleh penikmatnya ataupun oleh penata sendiri. Proses penggarapan yang dilakukan penata juga disesuaikan dengan keinginan penata dalam mengolah instrumen yang ada untuk mengisi ruang-ruang kreativitas dalam karya baru ini.

Alasan yang telah diutarakan mencetuskan sebuah kata yang digunakan sebagai judul karya musik garapan baru ini, yakni dengan judul “Dimensi”. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) kata dimensi sendiri berarti ukuran (panjang, lebar, tinggi, luas, dsb.) juga berarti ruang. Jika dikaitkan dengan garapan yang diciptakan, maka akan sangat terlihat, dimana penata menggunakan kata ruang dari dimensi ini untuk melakukan eksplorasi dengan bebas (sesuai keinginan penata) terhadap intrument-instrumen yang telah dipilih, dan kata ukuran tersebut dijadikan sebagai batasan oleh penata dalam berkarya. Batasan yang dimaksud oleh penata adalah dimana sebuah karya seni yang diciptakan baru, bukan bersifat perombakan, akan tetapi lebih menggali potensi dari penata sendiri, untuk memahami karakter dari masing-masing instrumen dan menjadi tantangan tersendiri bagi penata untuk mengukur kreativitas serta kemampuan dalam penciptaan musik garapan baru.

(5)

Penata yang awalnya berpijak pada musik tradisi, ingin mengembangkan musik tersebut dengan melakukan percobaan-percobaan baru sehingga dapat disebut sebagai musik yang bersifat eksperimental.Hal ini juga dapat dilihat dari bentuk angka delapan yang terdiri dari dua lingkaran, yaitu lingkaran bagian atas yang diibaratkan sebagai perjalanan musik tradisi dan lingkaran bagian bawah sebagai perkembangan yang tidak dipungkiri akan dihadapi, sehingga bertemu pada satu titik, dan membentuk angka delapan. Garapan ini diungkapkan melalui beberapa instrumen yang telah dipilih, adapun beberapa jenis instrumen yang dipergunakan dalam karya ini antara lain: 1). Satu barung Gender Wayang, 2). Satu tungguh Instrumen Terompong, 3). Instrumen Suling, 4). satu pasang kendang krumpungan, 5). Satu pasang kendang gupekan, 6). Instrumen kajar, 7). Instrumen Ceng-ceng ricik, 8). Tiga

gong 9). Satu kempur. Instrumen yang digunakan tersebut memiliki perbedaan bentuk dan karakter. Melalui perbedaan karakter dari instrumen ini penata mencoba mengolah melodi, ritme dan warna suara, agar menjadi satu kesatuan garapan yang utuh.

Karya musik ini terdiri dari tiga bagian, dimana bagian pertama merupakan bagian yang memperkenalkan sifat-sifat dari instrumen yang digunakan khususnya secara teknik permainan. Pada bagian kedua akan dibuat dengan tempo lebih cepat dengan penonjolan-penonjolan teknik baru pada setiap instrumen seperti teknik kotekan dan pola-pola baru seperti pola minimalis. Bagian terakhir dalam karya ini menunjukan tentang titik pertemuan perkembangan musik garapan baru dengan musik tradisi yang merupakan bentuk dari angka delapan sebagai landasan dan penata mencoba mengisi ruang-ruang yang ada dengan beberapa pola-pola baru sehingga menghasilkan karya komposisi garapan baru yang utuh.

PROSES KREATIVITAS

Sebuah karya seni tidak langsung terlahir begitu saja tanpa adanya proses kreatif dari seorang pencipta yang melibatkan seniman pendukungnya. Untuk menjalani proses ini diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan teliti agar garapan dapat terwujud. Dalam buku

Estetika Sebuah Pengantar menyebutkan bahwa penciptaan adalah pengadaan karya seni dari “tidak ada” menjadi wujud nyata sehingga dapat dinikmati oleh orang (Djelantik,1999 : 63).

Kreativitas adalah salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam penggarapan dan penciptaan kaya seni, begitu pula halnya dengan karya seni musik. Seseorang diberi kemampuan khusus untuk mencipta, dari kemampuan tersebut manusia dapat memasukkan ide-ide, simbol-simbol serta objek-objek ke dalam karya garapan yang ingin diwujudkan. Untuk memasukan ide-ide kedalam garapan, seorang penata harus melalui proses kreatif yang merupakan tahapan-tahapan penting untuk mewujudkan karya seni yang sesuai dengan keinginan. Adapun proses kreatif tersebut diantaranya adalah Proses Eksplorasi, Improvisasi, dan Proses Pembentukan atau Forming.

1. Eksplorasi

Tahap eksplorasi merupakan proses awal dari penataan sebuah karya seni. Pada tahapan ini hal pertama yang dilakukan adalah menentukan judul, tema/topik, ide, dan konsep serta mencari jalan dalam proses penciptaannya.

(6)

memperkuat ide yang telah di dapatkan, penata mulai mengamati dan mendengarkan beberapa musik garapan baru lainnya baik berupa audio maupun audio visual, serta mencari literatur-literatur yang berkaitan dengan proses garapan baik berupa tulisan-tulisan dalam bentuk buku-buku maupun dari internet.

2. Improvisasi

Tahap kedua dalam proses penggarapan ini dilakukan percobaan untuk mengetahui kemungkinan musikal itu bisa diterapkan, wujud estetis dari elemen-elemen untuk bisa diaplikasikan dalam sebuah garapan. Pada tahap ini yang penting dilakukan adalah bereksperimen yang dimulai dari mencari kemungkinan seberapa banyak yang dapat digarap dari media yang dipergunakan, sampai pada tahap pembuatan konsep lagu berupa notasi.

Tahap ini juga merupakan salah satu tahapan yang digunakan oleh penata untuk merealisasikan ide, konsep garap serta mengembangkan imajinasi untuk diwujudkan ke dalam karya cipta musik garapan baru. Penata melakukan percobaan demi percobaan untuk kemudian digabungkan sehingga menghasilkan pola-pola musikalisasi dengan pola garapan baru. Tahapan improvisasi atau percobaan ini tidak hanya dilakukan untuk menuangkan imajinasi yang didapatkan tetapi juga memilah beberapa pola agar mempunyai kualitas musikalisasi yang sesuai dengan konsep atau ide yang telah ditentukan oleh penata.

Sebelum memulai proses latihan, dilakukan upacara ”Nuasen” yaitu dengan mencari

hari baik untuk mengawali sebuah latihan yang biasanya dilakukan oleh umat Hindu di Bali. Pada acara nuasen ini para pendukung berkesempatan hadir untuk sembahyang. Kemudian, penata memberikan arahan atau penjelasan mengenai bentuk garapan yang penata inginkan agar mereka memahami ide dan konsep yang telah direncanakan. Selanjutnya memperkenalkan instrumen-instrumen yang digunakan serta menentukan peran pendukung berdasarkan kemampuannya. Kesempatan ini penata manfaatkan untuk mengawali latihan ringan yang intinya adalah memulai latihan dengan tujuan supaya diberi keselamatan dan latihan berikutnya berjalan dengan lancar.

3. Pembentukan (Forming)

Setelah beberapa pola kalimat lagu terwujud, dimulailah merangkai dan menghubungkan pola-pola untuk selanjutnya dibentuk menjadi suatu keutuhan komposisi. Tahapan ini menjadi sangat penting dalam memilih, mempertimbangkan, membedakan dan memadukan motif-motif tertentu agar menjadi garapan komposisi yang utuh. Pada tahap ini dimulai memilih dan memilah satu temuan dengan temuan lainnya, baik berupa warna suara, tempo, melodi, dan ritme. Dalam merangkai motif-motif ini harus sering dilakukan percobaan dengan pertimbangan-pertimbangan estetis, karena didalam merangkai dan membuat suatu keutuhan komposisi harus diperhitungkan tempat-tempat materi yang sesuai dengan posisi dan kebutuhannya.

Gambaran kasar komposisi ini terus mengalami perbaikan demi perbaikan sampai hasil yang benar-benar diinginkan. Karena dalam perjalanan proses kreativitas ini, tentunya penata mengalami kesulitan proses penggarapan. Hal ini di karenakan media ungkap yang digunakan cukup memiliki tingkat kesulitan untuk dipadu-padankan. Jadi harus mencari komposisi yang benar-benar sesuai dengan ide dan karakter media ungkap. Kehadiran pendukung juga merupakan faktor yang mempengaruhi kelancaran proses kreativitas pada tahapan ini.

(7)

memperhatikan kapan motif atau pola-pola tertentu dimunculkan. Pertimbangan kompositoris juga menjadi perhatian penting dalam tahap ini agar bentuk komposisi yang ditata ideal dan proporsional. Disamping itu perlu diperhatikan juga penonjolan-penonjolan variasi pada saat tertentu sehingga garapan menjadi khas dan lebih menarik.

Dalam tahapan ini dapat dibayangkan bagaimana kesatuan konsep dengan garapan yang telah dicapai. Sehingga hasil garapan dapat selaras dengan konsep garapan yang dirancang semula. Jadi keutuhan garapan ini tercermin dari integritas antara ide dan konsep, sehingga pesan yang disampaikan dapat ditangkap melalui komposisi yang dihasilkan. Tahapan ini juga berguna untuk menginstropeksi karya supaya tema sentral garapan dapat terpenuhi. Hal ini menyebabkan adanya suatu perubahan-perubahan tertentu yang dalam prosesnya selalu mengalami pembaharuan.

WUJUD KARYA

Berdasarkan dari proses kreativitas yang panjang dengan beberapa tahapannya, komposisi musik “Dimensi” ini dapat terwujud menjadi sebuah karya musik garapan baru. Keutuhan karya seni ini merupakan sebuah jawaban dari berbagai tantangan selama menjalani proses kreatif mulai dari penjajagan pencarian ide, berfikir dan terus berusaha mencari inspirasi guna melahirkan ide hingga pada pengendapan ide, yang kedua adalah melakukan

percobaan perenungan konsep musikal, dan pembentukan sebagai proses terakhir sampai pada penuangan materi pada pendukung hingga terwujud menjadi sebuah komposisi musik dan sarat akan nilai artistik tersendiri sehingga karya ini layak untuk disajikan.

1. Deskripsi Karya

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa “Dimensi” adalah sebuah komposisi

musik Bali garapan baru, yaitu sebuah garapan yang timbul dari keinginan penata untuk memadukan alat dengan karakter yang berbeda dengan angka delapan sebagai pedoman dalam berproses dari karya ini. Sebagai hasil akhir dari garapan ini berkeinginan untuk menghadirkan suatu bentuk karya baru dari berbagai pengolahan unsur-unsur musikal di dalamnya.

Karya ini lebih fokus kepada aspek-aspek musikalnya, bukan sebuah penggambaran dari suatu hal ataupun cerita, dimana karya ini terdiri dari tiga bagian yaitu, bagian pertama lebih cenderung kepada penonjolan-penonjolan karakter dari setiap instrumen yang digunakan, bagian kedua terbagi menjadi dua sub bagian yaitu, sub bagian pertama berisikan pola-pola yang bisa dikatakan sebagai pola tradisi (kebiasaan) dengan sistem permainan “Tanya jawab”,

dan sub bagian kedua berisikan pola-pola baru yaitu pola minimalis yang merupakan jalinan dari pola-pola ritme pendek yang bertujuan memberikan kesan baru dalam karya ini, bagian ketiga dalam karya ini merupakan keseimbangan dari tradisi (kebiasaan) dan penggabungan pola yang baru.

2. Teknik Permainan

Adapun Teknik-teknik permainan yang dilakukan dalam garapan ini antara lain: a. Harmoni

(8)

yang tidak sama atau istilahnya ngempyung atau chord yang bisa saja terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam komposisi ini yang dapat memperkuat rasa keutuhan dan keindahan karya. (Krisnha, 2014:65).

b. Teknik Kotekan

Teknik Kotekan merupakan salah satu pola permainan pada Gamelan Bali. Kotekan merupakan kombinasi antara sifat ekspresi, ketangkasan teknis, serta dorongan untuk mencapai ketelitian individu dan ensambel menghasilkan sesuatu yang luar biasa dan terbukti menjadikan sebuah karya menjadi lebih menarik. (Tenzer dalam Krisnha Skrip, 2014:66 ). c. Ekasruti

Adalah pukulan tunggal, dimainkan hanya memakai satu tangan dalam satu nada. Teknik permainan yang disebut ekasruti lebih banyak dilakukan pada permainan pengrangrang

(gegineman) tunggal. Maksudnya adalah nada-nada yang dimainkan, hanya dimainkan oleh tangan kanan saja atau tangan kiri saja. Dalam karya ini teknik eka sruti dimainkan pada bagian pertama.

d. Candrapraba

Adalah sebuah teknik pukulan yang berjarak satu nada antara tangan kanan dan tangan kiri, dilakukan secara bersamaan. Akan tetapi dalam prakteknya teknik pukulannya sering dilakukan secara bergantian antara tangan kanan dan tangan kiri, walaupun masih berjarak satu nada. Dalam karya ini, teknik candrapraba banyak terlihat pada bagian kedua.

e. Paduarsa

Paduarsa adalah istilah untuk menyebutkan teknik pukulan antara tangan kanan dan tangan kiri yang berjarak dua nada dan dipukul secara bersamaan. Jika tangan kiri memukul nada 3 rendah, maka tangan kanan akan memukul nada 1 yang di tengah, begitu juga dengan teknik pukulan yang lainnya. Teknik ini juga terdapat pada bagian kedua.

f. Danamuka

Istilah danamuka adalah sebuah istilah untuk menyebut teknik pukulan gender berjarak tiga nada yang dipukul secara bersamaan. Teknik pukulan ini banyak digunakan pada gending

Angkat-angkatan dan Batel Pesiat. Apa bila tangan kiri memukul nada 2 rendah, maka tangan kanan akan memukul nada 1 di tengah, dapat dilakukan secara bersamaan maupun bergantian, demikian juga dengan nada-nada yang lainnya. Akan tetapi dalam prakteknya tidak semua teknik “danamuka” cara memukulnya bersamaan. Terkadang sering dimainkan bergantian antara tangan kanan dan tangan kiri, dan pukulan tetap berjarak tiga nada. Teknik ini digunakan oleh pemain gender 2 pada sub bagian kedua.

g. Anerang Sasih

Dalam teknik permainan gender wayang istilah anerangsasih adalah istilah untuk menyebutkan teknik pukulan yang berjarak empat nada. Teknik pukulan seperti ini biasanya dilakukan secara bersamaan dengan memukul nada yang sama dalam oktaf tinggi dan oktaf rendah. Teknik ini terlihat pada bagian ketiga dalam karya ini.

h. Gana Wedana dan Asti Aturu

(9)

pada karya ini menggunakan teknik Gana Wedana dan Asti Aturu. (Suharta & Suryatini, 2013:46-51)

i. Sistem Ngutus

Sistem ngutus merupakan istilah yang dibuat sendiri oleh penata untuk memudahkan dalam penggarapan karya ini. Ngutus yang berasal dari kata kutus, dalam bahasa Bali berarti delapan. Sesuai dengan ide penata digunakan untuk menunjukan sebuah sistem yaitu dimana dalam satu pola permainan terdiri dari dua bagian yaitu bagian pertama dan bagian keduanya merupakan bagian pertama yang dibalik. Misalkan bagian pertama adalah pola: A-B-C, sedangkan bagian kedua adalah pola: C-B-A, atau jika bagian pertama bermain di nada oktaf rendah, maka bagian kedua merupakan pola yang sama namun bermain pada oktaf yang lebih tinggi dan begitu juga sebaliknya. Sistem ini dibuat oleh penata berdasarkan bentuk angka delapan yang terdiri dari dua lingkaran dimana dalam kebiasaan penata cara menulis angka delapan adalah mulai dari titik tengah lalu membuat lingkaran bagian bawah dan lingkaran bagian atas merupakan kebalikan dari lingkaran bagian bawah dan membentuk angka delapan. j. Sistem Tanya Jawab

Sistem tanya jawab merupakan pola permainan dari instrumen gender wayang dan terompong, dimana pola permainannya adalah memainkan pola yang sama namun saling bersahutan. Sistem ini digunakan pada bagian kedua sub bagian pertama pada karya ini.

k. Minimalis

Pola minimalis yang dimaksud adalah dimana sebuah kalimat lagu terdiri dari pola-pola pendek yang dirangkai sedemikian rupa namun kaya akan ritme. Pola ini sangat ditonjolkan pada bagian kedua sub bagian kedua.

j. Counterpoint

Counterpoint adalah teknik komposisi yang memiliki pola antara satu, dua, atau lebih, dimainkan bersamaan atau dalam kata lain berkontraksi dalam waktu yang sama , dan ukuran yang sama juga. Dalam karya ini, counterpoint sangat terlihat pada bagian kedua yaitu transisi dari sub bagian pertama ke sub bagian kedua.

3. Analisis Pola Struktur

Dilihat dari pola strukturnya, karya komposisi “Dimensi” ini terbagi menjadi 3 bagian,

yaitu sebagai berikut: a. Bagian I

Bagian pertama dalam karya ini merupakan bagian awal dimana lebih menonjolkan karakteristik dari instrumen-instrumen yang digunakan. Pola permainan gender merupakan kombinasi dari teknik Ekasruti dengan Asti Aturu dan Gana Wedana. Hal ini bertujuan untuk lebih menonjolkan sistem ngumbang ngisep yang dimiliki oleh instrumen gender, yaitu perbedaan gelombang suara yang ditimbulkan oleh resonator dari instrumen ini.

Instrumen reong pada bagian ini dibagi menjadi tiga pola, yaitu reong I memainkan pola ritme dengan memukul bagian pinggir dan pencon yang terdiri dari dua nada dimulai dari nada pertama dan berjarak satu nada. Reong II memainkan pola ritme yang sama dengan reong I tetapi reong II lebih menonjolkan nadanya dan tidak memukul bagian pinggir dari instrumen ini, dan reong III memainkan melodi dengan memainkan 4 nada yang dimulai dari nada terakhir berurutan hingga nada yang lebih rendah. Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan dimensi baru dari permainan reong dengan berbagai warna yang bisa ditimbulkan dari instrumen ini.

(10)

bertujuan untuk menonjolkan warna suara yang dimiliki oleh masing-masing instrumen. Namun ketiga instrumen ini mulai masuk pada pola yang kedua.

Peranan angka delapan pada bagian ini adalah sebagai ukuran dari masing-masing pola dari setiap instrumen yang semuanya berukuran delapan ketukan. Ukuran tersebut dimanipulasi oleh pukulan Gong, dimana pukulan jatuh pada hitungan ganjil, sehingga pola yang sesungguhnya berukuran genap (delapan) dikelabui oleh jatuhnya pukulan Gong.

b. Bagian II

Bagian kedua dalam karya ini dibagi menjadi dua sub bagian, yaitu sub bagian pertama lebih cenderung memperlihatkan pola-pola yang dikatakan tradisi (kebiasaan) dan sub bagian kedua memainkan pola yang terkesan baru. Sub bagian pertama dari karya ini yang lebih terlihat adalah permainan antara gender dan reong, dimana instrumen tersebut bermain dengan sistem “Tanya jawab”. Dilanjutkan dengan pola permainan dari suling dan gender yang

bermain dengan sistem “ngutus”.

Peralihan dari sub bagian pertama ke sub bagian kedua menggunakan pola

counterpoint pada instrumen gender, dimana gender pemade memainkan ketukan lima dan kantilan memainkan ketukan tiga yang jika dijumlahkan akan menghasilkan angka delapan. Dilanjutkan dengan pola permainan reong dengan sistem “ngutus”, setelah itu mulai masuk

kedalam pola “minimalis”.

Bagian ini bisa dikatakan sebagai inti dari karya ini, karena dalam bagian ini menunjukan dua dimensi pola garap yang berbeda. Sub bagian pertama lebih memainkan pola-pola yang melodis, sedangkan sub bagian kedua lebih menonjolkan pola-pola-pola-pola yang bersifat ritmis. Hal ini juga merupakan sesuatu yang ingin ditunjukan oleh penata sebagai ruang baru dalam karya ini.

c. Bagian III

Sebelum masuk bagian ketiga, terdapat transisi yang dimainkan oleh instrumen kendang, reong, kajar dan ceng-ceng. Pola yang dimainkan merupakan satu pola yang sama, dimana kendang, kajar dan ceng-ceng memainkan pola ritmenya sementara reong memainkan pola melodinya. Perbedaan warna suara anta kendang kerumpungan dengan kendang gupekan memberikan dimensi bunyi yang berbeda dalam satu pola yang sama.

Bagian ketiga merupakan sebuah keseimbangan antara tradisi dan kebaharuan. Bagian ini hanya menggunakan dua pokok melodi yang dimanipulasi dan diornamentasi sedemikian rupa sehingga melodi pokoknya tidak terlihat. Tentunya sistem “ngutus” juga menjadi pijakan

dalam bagian ini. Selain itu ornamentasi-ornamentasi yang digunakan merupakan pola tradisi yang dikemas sedemikian rupa sehingga terkesan menjadi sebuah pola baru. Selain itu, permainan dinamika sangat ditonjolkan pada bagian ini, untuk mencapai sebuah keharmonisan antara pola tradisi dengan pola baru.

SIMPULAN

(11)

pola-pola baru yang kreatif dan inovatif. Pemilihan kata dimensi juga menjadi salah satu karakter dari garapan ini, yang memiliki arti kata dari ruang, dan ukuran. Penata menciptakan musik baru untuk mengisi ruang-ruang dalam berkomposisi, namun tetap mengikuti aturan-aturan dalam berkomposisi. Ukuran ini juga terlihat pada angka delapan yang dijadikan pedoman dalam penuangan musik ini.

Garapan dimensi ini terdiri dari 3 bagian yang memiliki karakter masing-masing dengan penonjolan-penonjolan permainan alat dari masing-masing instrumen yang digunakan. Ketiga bagian ini mencakup kata dimensi sebagai judul dan angka delapan sebagai pedoman dalam karya musik ini.

SARAN

Seni karawitan khususnya karawitan Bali banyak menyimpan keunikan-keunikan yang dapat memberikan rangsangan untuk kita gunakan sebagai sarana berkreativitas sebagai lahan garap ketika akan mewujudkan suatu karya seni. Karena itu produk-produk seni karawitan dapat diperlakukan dengan berbagai cara menurut kemungkinannya masing-masing. Apakah dilestarikan seutuhnya, dijadikan titik tolak, diperbaharui, diasimilasikan dan sebagainya.

Kreativitas dalam berkarya tidaklah bersifat statis melainkan bergerak secara dinamis seiring dengan pola pikir manusia. Hal ini patut kita jadikan renungan khususnya bagi generasi muda untuk tidak terikat pada aturan atau konvensi-konvensi yang bersifat mengikat sehingga akan mengembangkan daya kreativitas, sehingga karya tersebut dapat terwujud dan memeberikan kepuasan tersendiri serta warna baru pada dunia karawitan Bali.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Bandem, I Made. 2013. Gamelan Bali di atas Panggung Sejarah.

Yogyakarta: Stikom Bali.

Bandem, I Made. 1986. Prekempa Sebuah Lontar Gamelan Bali. Denpasar: Akademi

Seni Tari Indonesia Denpasar.

Djelantik, A. A. M. 1999.

Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni

Pertujukan Indonesia.

Garwa, I

Ketut. 2008. Bahan Ajar “

Metode Penciptaan Seni Karawitan

.” Denpasar:

Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar.

Harjana, Suka. 2003.

Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini. Jakarta: The

Ford Foundation dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Mack, Dieter. 2009. Cetakan keenam Sejarah Musik Jilid 4. Yogyakarta: Pusat Musik

Liturgi

Sudirga, I Komang. 2017. Orasi Ilmiah “Inovasi Dalam Gamelan Bali”. Institut Seni

Indonesia Denpasar

Sugiartha, I Gede Arya. 2012.

Kreatifitas Musik Bali Garapan Baru, Perspektif

Cultural Studies. Bali: ISI Denpasar.

Suharta dan Suryatini. 2013. Laporan Tahunan Penelitian Fundamental

Proses

Pembelajaran Gamelan Gender Wayang Bagi Mahasiswa Asing Di Isi

Denpasar

”.

Institut Seni Indonesia Denpasar.

Referensi

Dokumen terkait

a) Rasa tidak percaya diri di kalangan anggota perempuan untuk mengajukan usul atau pendapat. Hal ini bisa terjadi dikarenakan sosok perempuan yang terbiasa berbicara

Untuk mempertahankan keunggulan kompetitif kentang di Pangalengan, beberapa intervensi dari pemerintah harus dilakukan terhadap input usahatani berupa benih, seperti memberi

Melakukan analisis dan evaluasi hasil belajar melalui presentasi diskusi kelas dan didukung buku sumber guna menyamakan persepsi dalam memecahkan masalah(1)

bahwa jenis tegakan vegetasi dari tingkat semai sampai tingkat pohon diketahui Indeks Dominasi jenisnya tidak terdapat spesies yang mendominasi lainnya atau struktur komunitas

This study investigated the types of grammatical errors in writing invitation card and their causes to the eight graders of SMP Negeri 2 Purwokerto in academic year

Berdasarkan hasil analisissidik ragam pemberian limbah penyulingan nilam dan kotoran kambing terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai pada parameter tinggi tanaman,

Penelitian milik Tri Ginanjar Laksana, Rizki Bintang Utama, Dian Ade Kurnia (2016) yang berjudul “Analisa Bakat Anak Melalui Penerapan Sistem Pakar Dengan Metode

18 Dalam melakukan audit-audit yang lalu, program audit merupakan suatu hal yang mutlak yang harus dibuat sebelum melakukan audit.. 19 Program audit harus dibuat secara tertulis