BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia termasuk 5 besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia. Pada tahun 2010 jumlah lansia
di Indonesia mencapai 18,1 juta orang. Sementara itu Data Susenas BPS 2012 menunjukkan lansia di Indonesia sebesar 7,56% dari total penduduk
Indonesia yang berjumlah 246,9 juta jiwa. Menurut data tersebut sebagian besar lansia di Indonesia berjenis kelamin perempuan (www.kompasiana.com/wardhanahendra/mereka-lansia-mereka-berdaya)
WHO memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia di seluruh dunia akan mencapai 1,2 miliar orang yang akan terus bertambah hingga 2 miliar
orang di tahun 2050. Data WHO juga memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada tahun 2025 berada di negara berkembang. Dimana berarti Indonesia pada tahun 2025 akan berada pada level tersebut.
Menurut data draf BPS 2013, jumlah lansia di kabupaten Banyumas ini sebanyak 1,605,579 Jiwa. Dari fakta tersebut tentunya berarti bahwa
jumlah lansia di Purwokerto juga tidak sedikit jumlahnya.
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Papalia, 2008). Sementara WHO membagi lanjut
tahun disebut lanjut usia menengah dan 91 tahun ke atas disebut lanjut usia akhir (Papalia, 2008). Kondisi lanjut usia yang mengalami berbagai
penurunan atau kemunduran baik fungsi biologis maupun psikis dapat mempengaruhi mobilitas dan juga kontak sosial.
Titik berat rentang kehidupan tidak lagi terletak pada orang – orang muda, sebaliknya dengan semakin bertambahnya orang – orang yang berusia lanjut maka proporsi individu di berbagai tingkat usia lambat laun
akan semakin sebanding, sejalan dengan semakin majunya metode kontrasepsi dan kesehatan serta perawatan medis yang lebih baik, maka
angka kelahiran akan menjadi menurun serta memungkinkan lebih banyak lagi orang yang berumur panjang (Hurlock, 2004).
Searah dengan pertambahan usia, lanjut usia akan mengalami
penurunan/degeneratif baik dari segi fisik maupun segi mental. Menurunnya derajat kesehatan dan kemampuan fisik akan mengakibatkan
lanjut usia secara perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar, yang hal itu dapat menyebabkan menurunnya interaksi sosial. (Septiningsih & Na’imah, 2012)
Saat ini, banyak lansia menghadapi diskriminasi, dimana mereka sering kali merasa ada suatu hal yang mengganjal dan tersembunyi dalam
perasaannya sehingga sulit melawannya, lansia mungkin tidak dipekerjakan untuk pekerjaan – pekerjaan yang baru atau mungkin dikeluarkan dari pekerjaan lama karena mereka dipandang terlalu kaku,
dipandang sudah pikun serta membosankan, lansia mungkin disingkirkan dari kehidupan keluarga mereka sebagai sosok yang sakit, jelek, dan
parasit.
Menurut Darmawan (dalam Hidayati, 2009), bagi lansia interaksi
sosial juga akan mendasari untuk memperoleh kepuasan hidup, sehingga dalam diri seorang lansia mampu menerima diri menjadi seorang lansia dengan perubahan–perubahan yang dialami, memiliki penguasaan
lingkungan, kemandirian, berperan dalam masyarakat serta memiliki keinginan merealisasikan potensi.
Dalam proses interaksi, terbagi menjadi 2 yakni interaksi secara langsung dan tidak langsung. Interaksi secara langsung biasanya dilakukan dengan bertatap muka. Sedangkan tidak langsung biasanya menggunakan
media perantara dalam penyampaian pesannya (Rakhmat, 2008). Proses interaksi juga bisa dilaksanakan dalam komunitas atau kelompok.
Fungsi komunitas terdiri dari 5 bagian yaitu fungsi ekonomi, sosialisasi, pelayanan kesehatan yang baik, kontrol sosial dan interpartisipasi sosial serta dukungan mutualistis. Dari fungsi komunitas
tersebut disebutkan bahwa salah satunya adalah interpartisipasi sosial yang berarti keterlibatan seseorang dalam berpartisipasi sosial biasanya melalui
kelompok masyarakat atau kelompok kegiatan.
Dalam komunitas atau kelompok kegiatan sendiri biasanya berisi kegiatan-kegiatan sosial atau aktivitas sosial merupakan salah satu dari
adalah lansia yang mempunyai aktivitas sosial di lingkungannya. Contoh aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan aktivitas sosial yang
dikemukan oleh Marthuranath (dalam Nafidah 2014) Activities of Daily Living Scale for Elderly People (2014) adalah lansia mampu berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya bersama lansia lainnya atau orang-orang terdekat, menjalankan hobi serta aktif dalam aktivitas kelompok.
Adapun aktivitas kelompok yang disebutkan diatas juga merupakan
salah satu indikator dalam kualitas hidup seseorang, dimana kualitas hidup seorang lansia nampak dari keikut sertaannya dalam aktivitas kelompok.
Sehingga kualitas hidup seseorang seyogyanya akan berkaitan dengan pengambilan keputusan seseorang untuk aktif dan ikut serta dalam aktivitas kelompok atau kegiatan-kegiatan dalam komunitas.
Banyaknya lansia yang memutuskan untuk mengikuti kegiatan senam lansia, terlihat dari jumlah lansia yang terdaftar menjadi anggota
senam di Prodia Purwokerto sebagai berikut :
Tabel 1. Data Anggota Komunitas Senam Prodia Purwokerto
No Bulan Jumlah Peserta
Terdaftar
Jumlah Peserta Aktif
1. November2015 190 Orang 74 Orang
2. Desember 2015 198 Orang 82 Orang
Selain data tersebut, menurut hasil wawancara yang dilakukan dengan 5 orang lansia, disebutkan pada wawancara pertama (31 Oktober
2015) bahwa EN memilih untuk bergabung atau mengikuti kegiatan senam lansia yakni karena adanya alasan atau kebutuhan akan kesehatan dan
keinginan untuk lebih produktif lagi sehingga tenaganya tidak terbuang sia-sia. Selain itu, subjek juga menuturkan alasannya bergabung di komunitas senam prodia karena di komunitas senam prodia ini, selain
kegiatan senam, ada pula kegiatan cek kesehatan baik asam urat, gula dan juga cek kesehatan jantung yang ditangani oleh dokter praktik di klinik
prodia tersebut. Pada wawancara kedua (7 November 2015) saat dilakukan interview lebih lanjut mengenai kegiatan apa saja yang dilakukan oleh subjek EN dan alasan untuk mengikuti kegiatan tersebut, subjek mulai
terbuka dan menceritakan bagaimana awal mula ia mengikuti kegiatan tersebut. Subjek EN merupakan seorang istri pensiunan TNI yang aktif
dalam berbagai aktivitas sosial, baik di lingkungan tempat tinggalnya, lingkungan tempat suaminya bekerja maupun di tempat tinggal putranya. Di lingkungan rumahnya, ia dipercaya sebagai ketua RT dan ketua RW,
selain itu ia juga dipercaya untuk menjadi ketua kelompok posyandu lansia. Di lingkungan tempat suaminya bekerja ia menjadi ketua kelompok
ikatan istri pensiunan TNI. Ia mengaku sebenarnya sudah sejak lama ia senang dengan kegiatan atau aktifitas sosial tetapi dulu, karena ia memiliki anak yang masih kecil-kecil sehingga ia harus menjadi ibu rumah tangga
banyak aktivitas di dalam rumah yang harus ia selesaikan maka ia mulai mencari aktivitas diluar rumahnya. Subjek EN juga mengatakan bahwa
alasan utamanya untuk mengikuti kegiatan sebanyak ini adalah untuk mengobati rasa sepi di rumahnya, dimana dulu ia merasa di rumahnya
sangat ramai dengan keberadaan putra-putrinya kini rumah yang besar hanya di tinggali oleh ia dan suaminya saja. Sehingga ia mencoba untuk mencari keceriaan di luar dengan mengikuti komunitas senam prodia dan
ia mulai merasakan senangnya bertemu teman sebayanya yang bisa diajak bercanda dan bersenda gurau. Selanjutnya juga ia banyak kegiatan di
posyandu lansia, kelompok senam yang lainnya yang menyebabkan ia jarang ada di rumahnya. Sehingga ia mulai bisa menerima keadaan di rumahnya yang tidak seramai dulu.
Sedangkan subjek PS pada pertemuan awal (31 Oktober 2015) menyebutkan bahwa alasannya untuk bergabung dalam komunitas atau
kelompok senam ini sendiri selain karena faktor kesehatan, beliau juga sebagai ajang untuk mencari kegiatan atau mengisi waktu luang. Dimana lansia yang pada umumnya merupakan seorang pensiunan dari sebuah
instansi atau pekerjaan yang terbiasa untuk bekerja, lalu ketika sudah pensiun menjadi kurang kegiatan, maka mereka mengambil keputusan
untuk bergabung pada komunitas tertentu. Pada pertemuan kedua (20 November 2015) subjek PS banyak menceritakan mengenai jenis kegiatan yang dilakukannya, saat ditanya alasan mengapa mengikuti kegiatan
pengisi waktu luang. Kemudian, pada pertemuan ketiga (12 Desember 2015) subjek PS mulai mengatakan bahwa awal ia memutuskan untuk
bergabung dalam berbagai aktivitas sosial seperti senam, kegiatan posyandu lansia ataupun terapi kesehatan adalah karena untuk pengalihan.
Dimana subjek PS sebelumnya mengalami kejadian yang tidak mengenakkan dimana dalam waktu kurang dari 1 tahun ia kehilangan ayahnya karena meninggal, lalu disusul suaminya meninggal 2 bulan
setelah ayahnya meninggal dan ia kehilangan pekerjaan atau dipensiun 3 bulan setelahnya. Hal itu tentu membuat subjek PS merasa sangat sedih
dan terpuruk. Hingga kemudian ada teman yang mengajaknya untuk mengikuti kegiatan senam lansia sebagai alternative pengalihan atas rasa kesedihannya itu. Ternyata setelah mengikuti 1 kelompok senam ia merasa
kecanduan dan ingin lebih banyak beraktivitas supaya tidak teringat tentang masalalunya tersebut.
Hal yang sama juga disebutkan oleh subjek NP pada wawancara pertama (31 Oktober 2015) dimana ia memilih untuk berkegiatan atau mengikuti kegiatan kelompok sebagai alasan kesehatan dan juga karena
subjek merasa bingung tidak ada pekerjaan, dan dirumah tidak diijinkan untuk melakukan hal-hal seperti, menyapu, mengepel atau mencuci piring
oleh anaknya, karena takut kecapekan. Sehingga ia merasa kurang produktif jika hanya berdiam diri dirumah. Alasan lain dalam mengikuti kegiatan kelompok adalah, karena subjek merasa senang bisa bertemu
pertemuan kedua (15 Desember 2015) Subjek NP juga menuturkan bahwa sebelumnya, ketika tidak banyak bergabung dalam kegiatan komunitas ini
ia hanya tiduran saja dan justru menyebabkan ia menjadi merasa sangat kesepian dan mudah curiga. Subjek NP mengatakan demikian karena
ketika ia dirumah, dan ia sendiri merasa pendengaranya sudah tidak begitu baik sehingga ketika ada anaknya yang sedang berbisik-bisik ia akan merasa sangat curiga bahwa mereka pasti sedang membicarakan
tentangnya dan ia menjadi sangat kesal.
Subjek DC juga memiliki alasan yang sama dengan ketiga subjek
sebelumnya tentang alasan untuk mengikuti kegiatan kelompok. Seperti yang dikemukakannya saat interview awal (31 Oktober 2015) yakni untuk kesehatan dan tambahan kegiatan, selain itu juga sarana untuk bertemu
dengan teman-teman seusianya. Tetapi, berbeda dengan ketiga subjek sebelumnya, subjek DC hanya memiliki 1 kegiatan kelompok selebihnya
ia hanya sebagai ibu rumah tangga Saat ditanya mengenai alasan mengapa ia tidak mengikuti banyak kegiatan ia mengatakan bahwa ia merasa sudah cukup capek dengan menjadi ibu rumah tangga. Alasan subjek memilih
komunitas senam di prodia karena ia diberi tahu oleh rekannya (subjek TN) untuk bergabung dengan komunitas senam dan ia pun mengikuti
kegiatan tersebut sudah 3 bulan lamanya.
Begitupun dengan subjek TN, beliau mengaku senang jika mengikuti kegiatan kelompok seperti senam, tetapi ia tidak bisa banyak berkegiatan
alat transportasi yang ada. Alasannya mengambil keputusan untuk mengikuti kegiatan senam lansia ini karena awalnya ia disarankan oleh
putranya untuk mengikuti kegiatan diluar supaya tidak hanya mengurusi kegiatan di dalam rumah saja, tetapi karena subjek TN merasa kesulitan
dengan akses menuju tempat kegiatan akhirnya ia memtuskan untuk mengajak subjek DC mengikuti kegiatan tersebut supaya bisa sama-sama berkegiatan. Sehingga, sama dengan subjek DC ia bergabung dalam
komunitas senam prodia ini selama 3 bulan lamanya.
Jadi, berdasarkan hasil waawancara yang dilakukan dengan kelima
orang subjek alasan mereka mengambil keputusan untuk mengikuti kegiatan adalah karena munculnya permasalah dalam diri mereka seperti, kesepian, banyaknya waktu luang, pengalihan akan kejadian di masa lalu,
pelarian dari permasalahan yang ada di rumahnya yang menyebabkan dirinya merasa kurang berkualitas.
Searah dengan pernyataan yang diungkapkan oleh kelima subjek tersebut, dapat dikaitkan dengan pengambilan keputusan. Dimana lansia sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan atau kondisi yang ada, seperti
kondisi pasti, kondisi beresiko, kondisi tidak pasti, dan kondisi konflik (Dermawan, 2004). Dimana hal tersebut sesuai dengan contoh kasus yang
telah disebutkan diatas. Lansia mengambil keputusan karena adanya kondisi kondisi yang tidak pasti dalam hidupnya sehingga mereka mencoba untuk mencari sebuah kepastian dengan bergabung dengan
hubungan sosial dan juga kepastian psikologis yang itu semua termasuk dalam aspek-aspek kualitas hidup.
Dalam hal ini, kualitas hidup lansia merupakan suatu komponen yang kompleks, mencakup usia harapan hidup, kepuasan dalam kehidupan,
kesehatan psikis dan mental, fungsi kognitif, kesehatan dan fungsi fisik, pendapatan, kondisi tempat tinggal, dukungan sosial dan jaringan sosial (Sutikno, 2011).
Larasati (2009) menyatakan subyek dengan kualitas hidup positif terlihat dari gambaran fisik subyek yang selalu menjaga kesehatannya,
dalam aspek psikologis subyek berusaha meredam emosi agar tidak mudah marah, hubungan sosial subyek baik dengan banyaknya teman yang dimilikinya, lingkungan mendukung dan memberi rasa aman kepada
subyek. Subyek dapat mengenali diri sendiri, subyek mampu beradaptasi dengan kondisi yang dialami saat ini, subyek mempunyai perasaan kasih
kepada orang lain dan mampu mengembangkan sikap empati dan merasakan penderitaan orang lain.
Dalam penelitian Septiningsih (2012) disebutkan bahwa kegiatan dan
keterikatan dalam kelompok akan menghadirkan nuansa kegembiraan pada saat pertemuan berlangsung. Setidaknya usia lanjut memiliki agenda kapan
bisa bertemu dengan teman-teman untuk saling bertukar informasi dan bersendau gurau.
Beberapa hal tersebut diatas bisa didapatkan jika subjek mampu
muda lagi. Adapun beberapa langkah dalam meningkatkan kualitas hidup dengan melakukan pengambilan keputusan untuk terlibat dalam kelompok
kegiatan tertentu seperti senam lansia yang didalamnya terdapat banyak teman sebayanya yang nantinya dapat saling berinteraksi dan memberikan
suatu pengalaman yang bisa menjadikan kualitas hidupnya menjadi lebih baik.
Dari permasalahan yang ada tersebut peneliti tertarik untuk
mengetahui hubungan antara kualitas hidup dengan pengambilan keputusan pada lansia yang bergabung dalam komunitas senam prodia
Purwokerto
B. Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara kualitas hidup dengan pengambilan
keputusan untuk mengikuti kegiatan pada lansia komunitas senam prodia Purwokerto?
C. Tujuan Penelitian
Untuk menguji hubungan antara kualitas hidup dengan pengambilan keputusan untuk mengikuti kegiatan pada lansia komunitas senam prodia
Purwokerto.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi, khususnya psikologi
keputusan pada lansia yang bergabung dalam komunitas senam. Hasil penelitian ini juga dapat dikembangkan lagi dengan variabel-variabel
lain maupun subjek lainnya. 2. Manfaat Praktis
a. Bagi peserta senam lansia, diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi sehingga peserta senam lansia senantiasa meningkatkan kualitas hidupnya maupun pembuatan keputusan. b. Akademisi, penelitian ini dijadikan sebagai referensi untuk
melakukan penelitian yang terkait dengan kualitas hidup maupun
pengambilan keputusan.
c. Peneliti, melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan ilmu yang
telah didapat selama pendidikan serta dapat meningkatkan