• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII. KERAGAAN DAN POLA DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VII. KERAGAAN DAN POLA DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

93 VII. KERAGAAN DAN POLA DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN

Pola penguasaan lahan pertanian menggambarkan keadaan pemilikan dan pengusahaan faktor produksi utama dalam produksi pertanian. Keadaan pemilikan lahan sering dijadikan indikator bagi tingkat kesejahteraan masyarakat perdesaan walaupun belum mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Kata pemilikan menunjuk penguasaan formal, sedangkan kata penguasaan menunjuk kepada penguasaan efektif. Misalnya, jika sebidang tanah disewakan kepada orang lain maka orang lain itulah yang secara efektif menguasainya. Pada pola pengusahaan lebih ditekankan pada pemanfaatan secara langsung sumberdaya lahan untuk usahatani yang dilakukan oleh Rumah Tangga Petani (RTP).

7.1. Keragaan Penguasaan Lahan Rumah Tangga Petani

Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam usahatani. Bahkan beberapa peneliti menyatakan bahwa hubungan antara lahan dengan petani tidak sebatas hubungan ekonomi saja, akan tetapi jauh lebih dari hal itu, ada hubungan budaya dan kepercayaan yang melekat di dalamnya. Bagi petani, lahan merupakan modal utama dan prasyarat utama dalam berusaha. Lahan yang diusahakan oleh petani dapat berasal dari lahan hak milik atau dari penguasaan lahan lainnya seperti sewa, sakap, gadai dan pinjam. Lahan yang dikuasai tersebut dapat sepenuhnya diusahakan bisa juga tidak. Dengan lahan tersebut, petani melakukan aktifitas budidaya seperti bercocok tanam, beternak ikan dan ternak. Tabel 31 menyajikan data tentang penguasaan dan pengusahaan lahan rumah tangga petani.

Berdasarkan tabel tersebut terlihat total rata-rata lahan yang dikuasai per rumah tangga petani di lokasi penelitian, yaitu sebesar 0,36 ha. Kelompok yang paling tinggi rata rata penguasaan lahannya adalah kelompok petani pemilik dan penggarap yaitu sebesar 0,50 ha, sedangkan kelompok yang paling rendah dalam menguasai lahan adalah kelompok petani penggarap, yaitu rata rata seluas 0,27 ha. Tidak semua lahan yang dikuasi oleh petani kemudian diusahakan. Dari tabel terlihat bahwa total rata-rata lahan yang diusahakan per rumah tangga petani di lokasi penelitian, yaitu sebesar 0,33 ha atau sebesar 91,67 persen dari lahan yang

(2)

94

dikuasai. Dengan demikan rata rata sebesar 0,03 ha lahan yang dikuasai tidak diusahakan. Kelompok yang paling luas mengusahakan lahannya adalah kelompok petani pemilik dan penggarap sebesar 0,45 ha. Sedangkan kelompok yang paling rendah dalam mnegusahakan lahan adalah kelompok petani pemilik dan penggarap yaitu rata rata seluas 0,27 ha. Dari data penguasaan lahan dan pengusahaan lahan diperoleh fakta bahwa:

1. Kelompok petani pemilik tidak mengusahakan lahan rata rata sebanyak 0,04 ha (11,11 %) dari lahan yang dikuasainya.

2. Kelompok petani pemilik dan penggarap tidak mengusahakan lahan rata rata sebanyak 0,05 ha (8,74%) dari lahan yang dikuasainya.

3. Kelompok petani penggarap mengusahakan seluruh lahan yang

dikuasainya.

4. Jika dilihat berdasarkan persentase pengusahaannya, maka kelompok yang

relatif efektif dalam mengusahakan lahannya adalah kelompok petani penggarap.

Tabel 31. Keragaan Penguasaan dan Pengusahaan Rumah Tangga Petani di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Kriteria Pemilik Pemilik dan Penggarap Penggarap Total

A. Lahan yang dikuasai (n) 8 9 15 32

Total Lahan yang Dikuasai (Ha) 2.90 4.46 4.09 11.45

Rata rata Lahan yang Dikuasai Per Rumah Tangga

Petani (Ha) 0.36 0.50 0.27 0.36

B. Lahan yang diusahakan (n) 8 9 15 32

Total Lahan yang Diusahakan (Ha) 2.58 4.07 4.05 10.7

Rata rata Lahan yang Diusahakan Per Rumah

Tangga Petani (Ha) 0.32 0.45 0.27 0.33

C. Lahan Milik yang Dikuasai (n) 8 9 11 28

Total Lahan Milik yang Dikuasai (Ha) 2.60 2.14 1.54 6.28

Rata rata Lahan Milik yang Dikuasai Per Rumah

Tangga Petani (Ha) 0.33 0.24 0.14 0.22

D. Lahan Milik yang Diusahakan (n) 8 9 11 28

Total Lahan Milik yang Diusahakan (Ha) 2.58 1.85 1.54 5.97

Rata rata Lahan Milik yang Diusahakan Per Rumah

(3)

95

Pembahasan berikut ini akan mengkaji pengusahaan dari lahan dengan status hak milik. Dari tabel sebelumnya, diketahui bahwa rata rata lahan hak milik yang dikuasai adalah 0,22 ha. Membandingkan data sebelumnya mengenai rata rata luas lahan yang dikuasai sebanyak 0,36 ha, maka rata rata sebanyak 0,14 ha atau sekitar 38,88 persen lahan yang dikuasai petani berasal dari selain lahan hak milik, yaitu dengan cara sewa, akad, dan pinjam. Lahan hak milik yang dikuasai juga tidak semuanya diusahakan, berdasarkan data, rata rata sebanyak 0,01 ha (4,55%) lahan hak milik tidak diusahakan, berikut ini dijelaskan fakta yang bisa dilihat dari pengusahaan lahan hak milik:

1. Kelompok petani pemilik tidak mengusahakan lahan milik rata rata sebanyak 0,01 ha (3,03%) dari lahan milik yang dikuasainya.

2. Kelompok petani pemilik dan penggarap tidak mengusahakan lahan

miliknya rata rata sebanyak 0,03 ha (13,55%) dari lahan milik yang dikuasainya.

3. Kelompok petani penggarap mengusahakan keseluruhan lahannya, namun

bukan untuk padi

Beberapa faktor yang menyebabkan lahan yang dikuasai petani tidak semuanya diusahakan adalah: (1) lokasi yang jauh, sehingga untuk mengusahakannya diperlukan perhatian dan tenaga kerja ekstra; (2) keterbatasan dalam mengusahakan lahan disebabkan faktor usia; (3) kebutuhan biaya, sehingga lahan yang dimilikinya digadaikan; (4) keterbatasan modal usahatani, sehingga lahan dibiarkan begitu saja; (5) bertani bukan merupakan mata pencaharian utama. Contoh kasus yang menggambarkan tidak seluruh lahan yang dikuasai juga diusahakan oleh responden adalah kasus yang terjadi pada Bapak Eman Sulaeman, dimana ia mengakadkan lahan yang dimilikinya kepada orang lain untuk biaya pengobatan sang istri. Selain itu, kasus yang terjadi pada Bapak Wiwih, dimana ia menyewakan lahan yang dimilikinya kepada orang lain karena pekerjaan utamanya bukan sebagai petani, sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk terjun langsung mengelola sawah.

Berdasarkan pengusahaannya saat ini, lahan yang dikuasai petani digunakan untuk berbagai macam kegiatan budidaya komoditi seperti padi, palawija, buah buahan, kayu dan bambu, serta sayuran, seperti terlihat pada Tabel

(4)

96

32. Seluruh lahan yang diusahakan untuk berbagai jenis komoditi tersebut di lokasi penelitian adalah sebesar 12,81 ha. Dari total lahan tersebut, luas total lahan yang diusahakan untuk komoditi padi adalah sebesar 83,55 persen; palawija sebesar 6,64 persen; buah-buahan sebesar 2,97 persen; kayu dan bambu sebesar 4,80 persen, serta sayuran sebesar 2,03 persen. Dengan demikian jenis komoditi yang paling banyak diusahakan di lokasi penelitian adalah tanaman padi.

Tabel 32. Luas Total Pengusahaan Lahan di Kelompok Tani Harum IV, Kec. Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Kriteria

Luas Total Persil Lahan Yang Diusahakan Untuk Berbagai Jenis Komiditi

Padi Palawija Buahan Buah- Kayu & Bambu Sayuran Total

A. Pemilik (Ha) 2.58 - 0.30 0.33 0.16 3.37

Pemilik (%) (20.14) (2.34) (2.54) (1.25) (26.27)

B. Pemilik dan Penggarap (Ha) 4.07 0.09 - 0.18 0.10 4.44

Pemilik dan Penggarap (%) (31.80) (0.70) (1.41) (0.78) (34.68) 1. Pemilik & Penggarap (sewa) (Ha) 3.89 0.09 - 0.18 0.10 4.26 Pemilik & Penggarap (sewa) (%) (30.37) (0.70) (1.41) (0.78) (33.26) 2. Pemilik & Penggarap (akad) (Ha) 0.18 - - - - 0.18 Pemilik & Penggarap (akad) (%) (1.43) (0.00) (1.43)

C. Penggarap (Ha) 4.05 0.76 0.08 0.11 - 5.00

Penggarap (%) (31.62) (5.93) (0.62) (0.86) (39.03)

1. Penggarap (sewa) (Ha) 2.77 0.23 0.08 0.11 - 3.19 Penggarap (sewa) (%) (21.62) (1.80) (0.62) (0.86) (24.90)

2. Penggarap (pinjam) (Ha) 0.49 - - - - 0.49

Penggarap (pinjam) (%) (3.83) (3.83)

3. Penggarap (sewa dan pinjam) (Ha) 0.79 0.53 - - - 1.32 Penggarap (sewa dan pinjam) (%) (6.17) (4.14) (10.30)

Total (Ha) 10.70 0.85 0.38 0.62 0.26 12.81

Total (%) (83.55) (6.64) (2.97) (4.80) (2.03) (99.98)

Untuk pengusahaan budidaya tanaman padi, kelompok petani pemilik dan penggarap serta kelompok petani penggarap, merupakan kelompok petani yang memiliki pengusahaannya paling luas dibandingkan dengan kelompok petani pemilik, yaitu masing masing sekitar 31,80 persen dan 31, 62 persen dari total luas lahan yang diusahakan. Sedangkan untuk tanaman palawija paling banyak dibudidayakan oleh kelompok petani penggarap, yaitu sebesar 5,93 persen dari total luas lahan yang diusahakan. Untuk budidaya buah-buahan, kayu dan bambu, serta sayur sayuran paling banyak dilakukan oleh kelompok petani pemilik yaitu masing masing sebesar 2,34 persen; 2,54 persen; dan 1,25 persen dari total luas lahan yang diusahakan.

(5)

97

Berdasarkan jenis komoditi yang diusahakan, maka terlihat adanya tiga model pengusahaan tanaman di lokasi penelitian, yaitu:

a. Model pengusahaan kelompok petani pemilik yaitu padi, buah-buahan, kayu dan bambu, serta sayur sayuran.

b. Model pengusahaan kelompok petani pemilik dan penggarap yaitu padi, kayu dan bambu, serta sayuran.

c. Model pengusahaan kelompok petani penggarap yaitu padi dan palawija.

7.2. Keragaan Pengusahaan Lahan Rumah Tangga Petani untuk Tanaman Padi

Jika uraian sebelumnya membahas mengenai penguasaan lahan untuk seluruh komoditi yang dibudidayakan oleh petani di lokasi penelitian, maka berikut ini akan dibahas mengenai penguasaan dan pengusahaan lahan khusus tanaman padi saja. Salah satu konsep yang terkait dengan pengusahaan lahan adalah persil. Persil menunjukkan fragmentasi lahan yang sedang diusahakan. Jika kita melihat areal pesawahan, kita akan melihat petakan petakan sawah yang dibatasi oleh pematang sawah. Ada petani yang mengusahakan dalam petakan yang saling berdekatan, ada juga petani yang mengusahakan dalam petakan yang saling berjauhan, bahkan pada hamparan yang berbeda desa.

Tabel 33. Rata Rata Luas Lahan Padi tiap Persil di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Kriteria Rata-rata Luas Lahan Padi (Ha) Rata-rata Jumlah Persil Rata-rata Luas Persil Padi (ha)

A. Pemilik 0.32 2.38 0.14

B. Pemilik & Penggarap 0.45 2.78 0.16

Pemilik & Penggarap (sewa) 0.56 2.86 0.19

Pemilik & Penggarap (akad) 0.09 2.50 0.04

C. Penggarap 0.27 1.87 0.17

Penggarap (sewa) 0.25 2.00 0.14

Penggarap (pinjam) 0.25 2.00 0.10

Penggarap (sewa dan pinjam) 0.40 1.00 0.40

(6)

98

Tabel 33 menunjukkan rata rata luas lahan padi, rata rata jumlah persil dan rata rata luas persil. Berdasarkan tabel, rata rata luas lahan padi yang diusahakan tiap rumah tangga petani di lokasi penelitian adalah 0,33 ha yang terfragmentasi dalam 2 persil, sehingga diperkirakan rata rata luas tiap persil sebesar 0,16 ha. Dilihat dari jumlah persil, kelompok petani pemilik dan penggarap memiliki jumlah persil yang relatif banyak dibandingkan dengan kelompok petani lainnya. Hal ini disebabkan selain mereka sudah memiliki lahan sendiri, merekapun mengusahakan lahan yang bukan miliknya. Sementara kelompok petani penggarap memiliki jumlah persil yang relatif kecil disebabkan karena mereka tidak memiliki lahan, sehingga ketersediaan lahan semakin sedikit.

Peningkatan jumlah persil dan luas lahan yang diusahakan dapat tergantung dengan ketersediaan lahan. Ketersediaan lahan pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan karena adanya konversi. Sehingga akan sulit bagi penggarap untuk bisa meningkatkan pengusahaannya dalam waktu yang cepat. Membeli lahan pun bukan perkara yang mudah pada saat harga lahan yang semakin mahal, terlebih daya beli yang mereka miliki relatif rendah. Dengan demikian, pada kondisi seperti itu peningkatan pengusahaan lahan hanya bisa dilakukan dengan cara mencabut atau mengalihkan hak garap/sewa dari petani satu ke petani lainnya.

Relatif terbatasnya ketersediaan lahan dapat dilihat dari luas lahan itu sendiri. Bisa saja penggarap berharap dapat menggarap lahan yang luas, akan tetapi jika lahan yang tersedia dari pemilik lahan relatif kecil, maka tidak ada alternatif bagi penggarap selain mengusahakan lahan yang terbatas tersebut. Mengusahakan dengan baik lahan garapannya merupakan salah satu upaya untuk menjaga kepercayaan dari pemilik lahan. Kepercayaan dari pemilik lahan harus dijaga karena untuk mendapatkan tawaran menggarap lahan ternyata bukanlah hal yang mudah.

Sulitnya mendapatkan tawaran menggarap lahan disebabkan oleh dua hal, pertama adanya persaingan antar penggarap yang ingin memperluas lahannya, dan kedua disebabkan oleh terbatasnya pemilik lahan. Tabel 34 menunjukkan fenomena tersebut. Dari 4,78 ha sawah yang digarap dengan sistem sewa oleh 20

(7)

99

orang penggarap di lokasi penelitian, maka sebanyak 16 diantaranya menggarap lahan dari satu orang pemilik lahan.

(8)

100 Tabel 34. Luas Lahan Pemilik dan Penggarap Sewa (ha) pada Pengusahaan Tanaman Padi di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu,

Kota Sukabumi Tahun 2011

Pemilik Lahan

Total Penggarap

Lahan Asep Betty Ela Esih Evi Mahpudin Mirka Ian Een Kartobi Ocah Maman Omi Oom Istoharo Rinto Ros Shidiq Udin

Anang 0.11 0.17 0.28 Asep 0.4 0.4 Atang 0.08 0.08 Bibin 0.1 0.1 Dudin 0.18 0.18 Eman 0.3 0.3 Empud 0.07 0.07 Fatah 0.08 0.13 0.21 Hendi 0.37 0.37 Irah 0.1 0.1 Juri 0.24 0.24 Kandi 0.43 0.25 0.12 0.8 Mamad 0.1 0.1 Oban 0.08 0.07 0.15 Odon 0.15 0.15 Otang 0.25 0.25 Tati 0.11 0.11 Turi 0.35 0.35 Udin 0.48 0.48 Wiwih 0.06 0.06 Total 0.37 0.11 0.08 0.48 0.25 0.91 0.43 0.11 0.08 0.31 0.07 0.1 0.24 0.12 0.4 0.13 0.07 0.35 0.17 4.78

(9)

101

Hal ini berarti 1 (satu) orang penggarap menggarap lahan dari 1 (satu) orang pemilik lahan dengan rata rata luas garapan sebesar 0,208 ha. Hanya ada 3 orang yang memiliki akses untuk menggarap lebih dari 1 pemilik lahan, yaitu bapak Fatah, Kandi, dan Oban. Kondisi ini menunjukkan bukanlah hal yang mudah bagi penggarap untuk meningkatkan pengusahaan lahannya. Dari total lahan tersebut, lahan terluas dimiliki oleh Bapak H. Mahpudin, yaitu sebesar 0,91 ha, sedangkan pemilik lahan lainnya hanya memiliki lahan  0,5 ha. Kondisi ini menggambarkan ketersediaan lahan yang terbatas dan sekaligus mencerminkan timpangnya distribusi lahan. Fenomena sulitnya mendapatkan tawaran menggarap lahan juga dialami pada kelompok petani penggarap akad. Berdasarkan data pada Tabel 35, terlihat bahwa rata-rata petani penggarap akad tersebut hanya bekerja sama dengan satu orang pemilik lahan

Tabel 35. Luas Lahan Pemilik dan Penggarap Akad (ha) pada Pengusahaan Tanaman Padi di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Penggarap Akad Pemilik Total

Mumun M. Eman Cucum Omi

1. Aang 0.04 0.03 0.07

2. Empud 0.05 0.05

3. Idah 0.04 0.04

Total 0.05 0.04 0.04 0.03 0.16

Berdasarkan keragaan penguasaan dan pengusahaan lahan padi musim tanam (MT) 3 (tiga) 2010-2011 rumah tangga petani di lokasi penelitian (Tabel 36), diperoleh informasi bahwa jumlah pengusahaan lahan padi di lokasi penelitian, yaitu sebesar 8,90 ha. Jika dibandingkan dengan luas total lahan persil tanaman padi sebesar 10,70 ha, maka terjadi selisih sebesar 1,8 ha. Selisih ini mencerminkan bahwa tidak semua persil yang ada pada saat penelitian sedang ditanami padi. Dalam prakteknya fakta seperti ini bisa terjadi karena lahan sedang diberakan dan tumpangsari.

Data dari tabel juga menunjukkan total rata-rata pengusahaan lahan padi per rumah tangga petani di lokasi penelitian, yaitu sebesar 0,28 ha/musim. Merujuk data SP 2003, rata-rata pengusahaan lahan padi Indonesia sebesar 0,78

(10)

102

ha/musim. Dengan demikian rata-rata pengusahaan lahan padi di lokasi penelitian dibawah dari rata rata pengusahaan lahan padi nasional. Berdasarkan data rata rata, kelompok petani pemilik dan penggarap merupakan kelompok terluas dalam mengusahakan lahan padi, yaitu sebesar 0,4 ha.

Tabel 36. Keragaan Pengusahaan Lahan Padi MT 3 2010-2011 Rumah Tangga Petani di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011 Kriteria N Jumlah Pengusahaan Lahan Padi (Ha) Rata-rata Pengusahaan Lahan Padi Per Rumah Tangga Petani (Ha) N Jumlah Pengusahaan Lahan Padi Yang Berstatus Hak Milik (Ha) Rata-rata Pengusahaan Lahan Padi Per Rumah Tangga Petani yang Berstatus Hak

Milik (Ha)

A. Pemilik 8 2.1 0.26 8 2.1 0.26

B. Pemilik dan Penggarap 9 3.62 0.40 8 1.4 0.18

Pemilik & Penggarap (sewa) 7 3.44 0.49 6 1.33 0.22

Pemilik & Penggarap (akad) 2 0.18 0.09 2 0.07 0.04

C. Penggarap 15 3.18 0.21

Penggarap (sewa) 11 2.43 0.22 - - -

Penggarap (pinjam) 2 0.49 0.25 - - -

Penggarap (sewa dan pinjam) 2 0.26 0.13 - - -

Total 32 8.9 0.28 16 3.49 0.22

Dari total lahan pengusahaan tanaman padi saat ini seluas 8,9 ha, maka luas lahan pengusahaan tanaman padi dengan status hak milik petani hanya sekitar 3,49 ha, dengan demikian terdapat selisih sebesar 5,41 ha (60,78 persen). Jumlah dan persentase tersebut menggambarkan luas lahan sawah yang sedang diusahakan sebagian besar berasal dari lahan bukan milik petani. Fakta ini juga memberikan gambaran bahwa semakin banyak petani yang tidak memiliki lahan atau disebut juga petani penggarap.

Lahan yang dimiliki petani saat ini, diperoleh melalui suatu proses yang dimulai sejak petani memutuskan pilihan hidupnya pertama kali menjadi petani. Merujuk data pada Tabel 37 mengenai sumber perolehan lahan sawah hak milik pada saat responden pertama kali menjadi petani di lokasi penelitian, diperoleh informasi bahwa sebanyak 21,87 persen responden ternyata memperoleh lahan melalui waris dan sisanya sebanyak 9,37 persen responden memperoleh lahan melalui jual beli. Dengan demikian sebanyak, 68,75 persen responden pada saat awal menjadi petani merupakan petani penggarap atau mengusahakan lahan yang

(11)

103

bukan hak miliknya. Jika saat ini kelompok petani penggarap jumlahnya sebesar 46,87 persen, maka dalam rentang waktu selama menjadi petani, jumlah petani penggarap menjadi semakin berkurang.

Tabel 37. Sumber Perolehan Lahan Sawah Hak Milik Pada Saat Pertama Kali Menjadi Petani di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Keterangan Persentase Responden(%) 1. Sumber Perolehan melalui waris 21,87%

2. Sumber Perolehan melalui jual beli 9,37%

Total 31,25%

Bagi petani penggarap, sumber perolehan pada saat pertama kali menjadi petani dilakukan dengan cara sewa, akad, dan pinjam. Berdasarkan data pada Tabel 38, diketahui bahwa sebesar 46,87 persen responden memperoleh lahan sawah melalui sewa; 15,63 persen responden memperoleh lahan sawah melalui akad; dan 6,25 persen responden memperoleh lahan sawah melalui pinjam.

Tabel 38. Sumber Perolehan Lahan Sawah Bukan Hak Milik Pada Saat Pertama Kali Menjadi Petani di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Kriteria Persentase (%)

1. Sumber perolehan dengan sistem sewa 46.87

2. Sumber perolehan dengan sistem akad 15.63

3. Sumber perolehan dengan sistem pinjam 6.25

Total 68.75

Dalam meningkatkan pengusahaan lahan, responden memiliki kriteria tertentu yang dijadikan patokan untuk membeli, menyewa atau mengadai. Berdasarkan data pada Tabel 39, alasan yang menjadi pertimbangan responden dalam memilih lahan untuk peningkatan penguasaan lahan di lokasi penelitian dibedakan ke dalam empat kategori, yaitu: (1) keterjangkauan harga lahan, (2) kesuburan lahan, (3) lokasi lahan yang strategis, dan (4) adanya tawaran dari petani lain. Dari total responden yang menjawab pertanyaan ini, sebanyak 12,50 persen responden memilih alasan karena keterjangkauan harga lahan; 21,88

(12)

104

persen responden memilih alasan karena kesuburan lahan; 21,88 persen responden memilih alasan karena lokasi lahan yang strategis; dan 50,00 persen responden memilih alasan karena adanya tawaran dari petani lain.

Tabel 39. Kriteria Pemilihan Lahan Untuk Peningkatan Penguasaan Lahan di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Alasan Responden

N %

1. Keterjangkauan Harga Lahan 4 12.50

2. Kesuburan Lahan 7 21.88

3. Lokasi Lahan Strategis 7 21.88

4. Adanya Tawaran dari Petani Lain 16 50.00

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa sebagian besar alasan yang menjadi pertimbangan responden dalam meningkatkan penguasaan lahannya adalah karena adanya tawaran dari petani lain. Hal ini semakin dibenarkan oleh fakta yang menyebutkan bahwa sebesar 43,75 persen petani di lokasi penelitian adalah petani yang termasuk ke dalam kategori usia lanjut (> 60 tahun) yang sudah tidak sanggup lagi menggarap lahan, sehingga petani tersebut menawarkan lahan garapannya kepada petani lain yang dirasa masih mampu dan mau untuk menggarap lahan, baik melalui sistem jual beli maupun melalui sistem sewa.

Dalam perkembangannya, seorang petani dengan alasan tertentu dapat meningkatkan penguasaan lahan dan juga dapat mengurangi penguasaan lahannya melalui cara yang berbeda beda. Berdasarkan data pada Tabel 40, cara yang dilakukan oleh petani dalam menambah penguasaan lahan di lokasi penelitian, yaitu: (1) membeli, (2) melunasi akad/gadai, (3) mendapatkan hadiah/hibah, (4) menyewa, (5) diberi pinjaman, (6) mendapatkan waris, dan (7) menerima gadai/akad. Dari total responden yang menjawab pertanyaan ini, 30 persen responden menyatakan alasan penambahan penguasaan lahan mereka karena membeli, 2 persen responden menjawab karena melunasi akad/gadai, 1 persen responden menjawab karena mendapatkan hadiah/hibah, 38 persen responden menjawab karena menyewa, 8 persen responden menjawab karena diberi pinjaman, 16 responden menjawab karena mendapat waris, dan 6 responden menjawab karena menerima gadai/akad.

(13)

105 Tabel 40. Alasan Penambahan dan Pengurangan Penguasaaan Lahan di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Alasan Penambahan dan Pengurangan Lahan

Responden

N %

Penambahan Penguasaan Lahan

1. Membeli 39 30 2. Melunasi Akad/Gadai 2 2 3. Mendapatkan Hadiah/Hibah 1 1 4. Menyewa 49 38 5. Diberi Pijam 10 8 6. Mendapatkan waris 20 16 7. Menerima Gadai/Akad 8 6 Total 129 100

Pengurangan Penguasaan Lahan

1. Dijual 4 12

2. Digadaikan/diakadkan 1 1

3. Dihadiahkan 1 1

4. Disewakan 1 1

5. Dicabut hak garap/sewa 2 1

6. Dipindahkan hak garap/sewanya 24 15

Total 33 20

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa sebagian besar alasan penambahan penguasaan lahan di lokasi penelitian adalah karena menyewa lahan milik orang lain. Banyaknya petani yang menggarap lahan milik orang lain melalui sistem sewa dikarenakan hampir seluruh lahan yang ada di lokasi penelitian dikuasai hanya oleh beberapa orang atau terpusat pada segelintir orang saja. Oleh karena cukup luasnya lahan yang dimiliki, pemilik lahan kemudian mempercayakan lahan tersebut untuk diusahakan atau digarap oleh orang lain agar dapat memberikan kontribusi ekonomi bagi dirinya. Salah satu pemilik lahan yang mempercayakan lahannya di garap oleh petani di lokasi penelitian adalah H. Mahpudin.

Cara yang dilakukan petani dalam mengurangi penguasaan lahan di lokasi penelitian, yaitu: (1) dijual, (2) digadaikan/diakadkan, (3) dihadiahkan, (4) disewakan, (5) dicabut hak garap/sewanya, dan (6) dipindahkan hak garap/sewanya. Dari total responden yang menjawab pertanyaan ini, 12 persen responden menyatakan alasan pengurangan penguasaan lahan mereka karena

(14)

106

dijual, 1 persen responden menjawab karena digadaikan/diakadkan, 1 persen responden menjawab karena dihadiahkan, 1 persen menjawab karena disewakan, 1 persen responden menjawab karena dicabut hak garap/sewanya, dan 15 persen responden menjawab karena dipindahkan hak garap/sewanya. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa sebagian besar alasan pengurangan penguasaan lahan di lokasi penelitian adalah karena dipindahkan hak garap/sewanya.

Salah satu cara pengurangan luas pengusahaan lahan sawah yang dialami petani adalah dengan cara dipindahkan atau dialihkan hak garap/sewa nya. Merujuk data pada Tabel 41, sebanyak 34,38 persen responden pernah mengalami dipindahkan hak garapnya dari lahan yang sedang diusahakan; sedangkan sebanyak 65,63 persen responden tidak pernah mengalami dipindahkan hak garapnya dari lahan yang sedang diusahakan. Hal ini berarti loyalitas responden terhadap lahan garapan di lokasi penelitian sangat tinggi dan pemilik lahan memberikan kepercayaan yang tinggi terhadap para penggarap lahannya.

Tabel 41. Responden Yang Mengalami Pemindahan Hak Garap/Sewa di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Sukabumi Tahun

2011

Kejadian Responden

N %

1. Pernah Mengalami Dipindahkan Hak Garap Dari Lahan Yang

Sedang Diusahakan 11 34.38%

2. Tidak Pernah Mengalami Dipindahkan Hak Garap Dari Lahan

Yang Sedang Diusahakan 21 65.63%

Total 32 100.00%

Berdasarkan data pada Tabel 42, alasan terjadinya pemindahan hak garap/sewa responden di lokasi penelitian dibedakan ke dalam tujuh kategori, yaitu: (1) pemilik lahan memberikan lahan yang dimiliki kepada anak-anaknya, (2) pemilik lahan mencabut hak garap/sewa, (3) pemilik lahan mengakadkan lahannya ke orang lain, (4) pemilik lahan menjual lahannya ke orang lain, (5) penggarap mengalihkan hak garapnya kepada orang lain yang tidak mampu, (6) produksi yang dihasilkan di bawah rata-rata, dan (7) responden pindah tempat tinggal.

(15)

107

Dari total responden yang menjawab pertanyaan ini, sebesar 9,09 persen responden menyatakan alasan terjadinya pemindahan hak garap/sewa mereka karena pemilik lahan memberikan (menghadiahkan) lahan yang dimiliki kepada anak-anaknya; 27,27 persen menyatakan alasan karena pemilik lahan mencabut hak garap/sewanya; 9,09 persen responden menyatakan alasan karena pemilik lahan mengakadkan lahannya ke orang lain; 18,18 persen responden menyatakan alasan karena pemilik lahan menjual lahannya kepada orang lain; 9,09 persen menyatakan alasan karena penggarap mengalihkan hak garapnya kepada orang lain yang tidak mampu; 9,09 persen menyatakan alasan karena produksi yang dihasilkan di bawah rata-rata; dan 18,18 persen menyatakan alasan karena responden pindah tempat tinggal.

Tabel 42. Alasan Terjadinya Pemindahan Hak Garap/Sewa di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Alasan Pemindahan Hak Garap/Sewa Responden

N %

1. Pemilik Lahan Memberikan Lahannya Kepada Anak

Anaknya 1 9.09%

2. Pemilik Lahan Mencabut Hak Garap/Sewa 3 27.27%

3. Pemilik Lahan Mengakadkan Lahannya Ke Orang Lain 1 9.09%

4. Pemilik Lahan Menjual Lahan Ke Orang Lain 2 18.18%

5. Penggarap Mengalihkan Hak Garapnya Kepada Orang

Lain Yang Tidak Mampu 1 9.09%

6. Produksi Yang Dihasilkan Dibawah Rata Rata 1 9.09%

7. Responden Pindah Tempat Tinggal 2 18.18%

Total 11 100.00%

7.3. Hubungan Kekerabatan antara Pemilik dan Penggarap

Berdasarkan data pada Tabel 43, diperoleh informasi bahwa terdapat 20 responden yang termasuk ke dalam kelompok petani penggarap sewa. Dari total responden tersebut, 85 persen diantaranya adalah petani yag mengusahakan lahan

 0,5 ha, sedangkan sisanya sebesar 15 persen adalah petani yang mengusahakan lahan 0,5 – 0,99 ha. Dari total responden yang mengusahakan lahan  0,5 ha, sebesar 70 persennya adalah responden yang tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahan, sedangkan sisanya sebesar 15 persen adalah responden memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahannya. Hal berbeda

(16)

108

terjadi pada responden yang mengusahakan lahan 0,5 – 0,9 ha. Dari total responden yag mengusahakan lahan sebesar 0,5 - 0,9 ha, sebesar 10 persennya adalah responden yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahan, sedangkan sisanya sebesar 5 persen adalah responden tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahan.

Tabel 43. Hubungan Kekerabatan Antara Pemilik dan Penggarap di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Katagorik Pengusahaan Lahan Memiliki Hubungan Kekerabatan Tidak Memiliki Hubungan Kekerabatan Total N % N % N % Penggarap Sewa 1.  0,5 Ha 3 15.00% 14 70.00% 17 85.00% 2. 0,5 - 0,99 Ha 2 10.00% 1 5.00% 3 15.00% Total 5 25.00% 15 75.00% 20 100.00% Penggarap Akad 1.  0,5 Ha 2 66.67% 1 33.33% 3 100.00% 2. 0,5 - 0,99 Ha 0 0.00% 0 0.00% 0 0.00% Total 2 66.67% 1 33.33% 3 100.00%

Jika dilihat berdasarkan kelompok petani penggarap akad, diperoleh informasi bahwa terdapat 3 responden yang termasuk ke dalam kelompok petani penggarap akad dan seluruhya merupakan petani yang mengusahakan lahan  0,5 ha. Dari total responden yang mengusahakan lahan  0,5 ha, sebesar 66,67 persennya adalah responden yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahan, sedangkan sisanya sebesar 33,33 persen adalah responden yang tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahannya.

Secara umum tabel ini menjelaskan bahwa sebagian besar responden memperoleh hak garapnya dari pemilik lahan yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Artinya hubungan antara pemilik dan penggarap murni hubungan bisnis atau usaha semata.

(17)

109 7.4. Rata-Rata Lama Waktu Menggarap Lahan dengan Sistem Garap

Sewa

Berdasarkan data pada Tabel 44, diperoleh informasi bahwa total rata-rata lama waktu menggarap lahan dengan sistem garap sewa di lokasi penelitian adalah selama 10,79 tahun. Dari total rata-rata lama waktu menggarap lahan tersebut; 12,24 tahun adalah lama waktu menggarap lahan bagi responden yang mengusahakan lahan  0,5 ha dan 2,56 tahun adalah lama waktu menggarap lahan bagi responden yang mengusahakan lahan 0,5 – 0,9 ha. Dari total responden yang mengusahakan lahan  0,5 ha; 12,82 tahun adalah lama waktu menggarap lahan bagi responden yang tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahan, sedangkan 9,55 tahun adalah lama waktu menggarap lahan bagi responden yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahan. Hal berbeda terjadi pada responden yang mengusahakan lahan 0,5 – 0,9 ha. Dari total responden yag mengusahakan lahan sebesar 0,5 - 0,9 ha; 1 tahun adalah lama waktu menggarap lahan bagi responden yang tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahan, sedangkan 3,33 tahun adalah lama waktu menggarap lahan bagi responden yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahan.

Jika dilihat berdasarkan kelompok petani penggarap akad, diperoleh informasi bahwa total rata-rata lama waktu menggarap lahan dengan sistem garap akad di lokasi penelitian adalah selama 3,67 tahun dan seluruhya merupakan petani yang mengusahakan lahan  0,5 ha. Dari total responden yang mengusahakan lahan  0,5 ha, 4 tahun adalah lama waktu menggarap lahan bagi responden yang tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahan, sedangkan 3,50 tahun adalah lama waktu menggarap lahan bagi responden yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahannya.

(18)

110 Tabel 44. Rata Rata Lama Waktu (Tahun) Menggarap Lahan dengan Sistem Garap Sewa di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Katagorik

Pengusahaan Lahan

Rata Rata Lama Waktu Menggarap Lahan (Tahun)

Total Rata Rata Memiliki Hubungan Kekerabatan Tidak Memiliki Hubungan Kekerabatan 1.  0,5 Ha 9.55 12.82 12.24 2. 0,5 - 0,99 Ha 3.33 1.00 2.56

Total Rata Rata 7.06 12.03 10.79

Penggarap Akad

1.  0,5 Ha 3.50 4.00 3.67

2. 0,5 - 0,99 Ha 0.00 0.00 0.00

Total Rata Rata 3.50 4.00 3.67

7.5. Tingkat Penggunaan Tingkat Teknologi

Berdasarkan data pada Tabel 45, penggunaan teknologi di lokasi penelitian dibedakan ke dalam 6 kategori, yaitu: (1) benih berlabel, (2) pupuk sesuai rekomendasi, (3) sistem legowo, (4) traktor, (5) pengendalian hayati, dan (6) pupuk organik. Penggunaan keenam teknologi inilah yang menjadi tolak ukur penilaian yang digunakan saat ini oleh para penyuluh pertanian di Kota Sukabumi. Dari total responden, sebanyak 97 persen responden menggunakan benih berlabel dalam kegiatan usahataninya; 41 persen responden menggunakan pupuk sesuai rekomendasi; 50 persen responden menerapkan sistem legowo; 100 persen responden menggunakan alat bantu traktor dalam mengolah tanahnya, 28 persen responden melakukan pengendalian hayati; 53 persen responden menggunakan pupuk organik.

Beberapa informasi yang dapat diperoleh dari Tabel 45, antara lain kemampuan penerapan teknologi yang masih rendah adalah melakukan pengendalian hama, karena baru sebesar 28 persen. Petani masih terpaku cara penanganan hama dengan pemberantasan bukan pada pencegahan melalui pengendalian. Petani baru bertindak setelah hama penyakit menyerang cukup luas, sehingga kerusakan akibat hama penyakit masih tinggi terutama pada musim-musim penghujan.

(19)

111

Penggunaan pupuk sesuai rekomendasi juga masih terbilang rendah, yaitu hanya sebesar 41 persen. Daya beli petani untuk pupuk masih rendah karena pengetahuan petani tentang kebutuhan dan fungsi pupuk bagi tanaman juga masih rendah. Selain itu, petani kurang memanfaatkan jerami limbah dari panen dan bahan-bahan alami yang dapat dimanfaatkan untuk kesuburan tanah, karena pengetahuan dan sikap petani akan pentingnya bahan organik dalam membantu meningkatnya kesuburan tanah juga masih terbilang rendah.

Dari keenam teknologi yang menjadi tolak ukur keberhasilan di lokasi penelitian, berdasarkan total responden yang termasuk ke dalam kelompok petani pemilik lahan, dominasi teknologi yang diterapkan hanya penggunaan benih berlabel dan penggunaan traktor, masing-masing sebesar 25 persen. Selain itu, berdasarkan total responden yang termasuk ke dalam kelompok petani pemilik dan penggarap, dominasi teknologi yang diterapkan juga hanya penggunaan benih berlabel dan penggunaan traktor, masing-masing sebesar 28 persen. Sedangkan berdasarkan total responden yang termasuk ke dalam kelompok petani penggarap, dominasi teknologi yang diterapkan adalah penggunaan benih berlabel, yaitu sebesar 44 persen dan penggunaan traktor sebesar 47 persen.

Tabel 45. Tingkat Penggunaan Teknologi di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Kriteria

Penggunaan Teknologi Benih

Berlabel Pupuk Sesuai Rekomendasi Legowo Sistem Traktor Pengendalian Hayati Organik Pupuk

n % N % N % N % N % n %

Pemilik 8 25 3 9 5 9 8 25 3 9 2 6

Pemilik dan Penggarap 9 28 3 9 5 13 9 28 4 13 5 16

Pemilik & Penggarap (sewa) 7 22 3 9 4 9 7 22 3 9 4 13

Pemilik & Penggarap (akad) 2 6 0 1 3 2 6 1 3 1 3

Penggarap 14 44 7 22 6 28 15 47 2 6 10 31

Penggarap (sewa) 10 31 5 16 3 25 11 34 2 6 9 28

Penggarap (pinjam) 2 6 1 3 2 0 2 6 - - - -

Penggarap (sewa dan pinjam) 2 6 1 3 1 3 2 6 - - 1 3

Total 31 97 13 41 16 50 32 100 9 28 17 53

7.6. Rata-rata Skor dan Distribusi Tingkat Penggunaan Tingkat Teknologi

Berdasarkan data pada Tabel 46, skor mengenai penggunaan tingkat teknologi dibedakan ke dalam 3 kategori, yaitu: (1) skor rendah, yaitu 20-33; (2) skor sedang, yaitu 34-47; dan (3) skor tinggi, yaitu 48-60. Total rata-rata skor

(20)

112

penggunaan tingkat teknologi bagi responden di lokasi penelitian adalah sebesar 36,88 atau termasuk ke dalam kategori skor sedang. Dari total responden, sebesar 53,13 persen responden termasuk dalam kategori yang memiliki skor rendah dalam penggunaan tingkat teknologi; 15,63 persen responden termasuk dalam kategori yang memiliki skor sedang; dan sebesar 31,25 persen reponden termasuk dalam kategori yang memiliki skor tinggi.

Kelompok petani pemilik lahan didominasi oleh responden yang termasuk dalam kategori skor rendah, yaitu sebesar 15,63 persen. Kelompok petani pemilik dan penggarap didominasi oleh responden yang termasuk ke dalam kategori skor rendah dan tinggi, masing-masing sebesar 12,50 persen. Sedangkan kelompok petani penggarap didominasi oleh responden yang termasuk ke dalam kategori skor rendah, yaitu sebesar 25 persen.

Tabel 46. Rata Rata Skor dan Distribusi Penggunaan Tingkat Teknologi di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Kriteria Rata Rata Skor

Skor Rendah (20-33) Skor Sedang (34-47) Skor Tinggi (48-60) n % n % N % Pemilik 36.25 5 15.63% 1 3.13% 2 6.25% Pemilik dan Penggarap 38.89 4 12.50% 1 3.13% 4 12.50%

Pemilik & Penggarap (sewa) 40.00 3 9.38% 0 0.00% 4 12.50%

Pemilik & Penggarap (akad) 35.00 1 3.13% 1 3.13% 0 0.00%

Penggarap 36.00 8 25.00% 3 9.38% 4 12.50%

Penggarap (sewa) 36.36 6 18.75% 2 6.25% 3 9.38%

Penggarap (pinjam) 35.00 1 3.13% 1 3.13% 0 0.00%

Penggarap (sewa dan pinjam) 35.00 1 3.13% 0 0.00% 1 3.13%

Total 36.88 17 53.13% 5 15.63% 10 31.25%

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa keragaan penggunaan tingkat teknologi di lokasi penelitian terbilang rendah. Oleh karena itu, dalam usaha pengusahaan lahan ke depannya perlu diadakan sosialisasi yang lebih luas mengenai pentingnya penggunaan teknologi untuk meningkatkan hasil yang diperoleh, baik oleh penyuluh pertanian maupun inisiatif dari kelompok tani itu sendiri.

(21)

113 7.7. Ketimpangan Penguasaan dan Pengusahaan Lahan

Distribusi penguasaan dan pengusahaan lahan dihitung dengan indeks gini (G). besaran nilai koefisien indeks gini berkisar antara 0 sampai 1, semakin besar nilai koefisien indeks gini menunjukkan bahwa distribusi penguasaan lahan tidak merata atau timpang. Mengacu pada kriteria Oshima (1976), bahwa ketimpangan termasuk kategori rendah bila G < 0,4; sedang bila 0,4 ≤ G ≤ 0,5; dan tinggi bila G > 0,5.

Tabel 47 memberikan hasil perhitungan indeks gini untuk mengukur pertama, ketimpangan lahan yang dikuasai oleh rumah tangga petani. Kedua, mengukur ketimpangan pengusahaan lahan padi. Ketiga, ketimpangan penguasaan lahan hak milik yang diusahakan tanaman padi. Pengukuran ketimpangan yang pertama dilakukan untuk mengukur ketimpangan dari seluruh lahan yang dikuasai oleh rumah tangga petani. Lahan yang dikuasi oleh rumah tangga petani ada yang diusahakan dan ada juga yang tidak. Dari lahan yang dikuasai ada yang diusahakan untuk tanaman padi dan juga selain tanaman padi. Pengukuran ketimpangan yang kedua ditujukan untuk secara khusus melihat ketimpangan lahan yang diusahakan untuk tanaman padi, sedangkan pengukuran ketimpangan yang ketiga ditujukan untuk melihat ketimpangan dari panguasaan lahan hak milik yang diusahakan tanaman padi.

Tabel 47. Perhitungangan Koefisien Gini (G) Untuk Berbagai Katagori Penguasaan Lahan di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Kriteria N ∑Yi (ha) rYi(Ha) 1/n n2 n2.Yr 2/(n2Yr) G=1+1/n-(2/(n2Yr) Yi Ketimpangan

Penguasaan Lahan 32 11.453 0.3579 0.0313 1024 366.50 0.0055 0.96825850 Ketimpangan

Pengusahaan Lahan Padi 32 10.703 0.3345 0.0313 1024 342.496 0.006 0.9670320 Ketimpangan Penguasaan

Lahan Hak Milik 32 6.278 0.1962 0.0313 1024 200.896 0.010 0.9684700

Berdasarkan uraian di atas, secara umum ketimpangan distribusi penguasaan lahan petani di Kelompok Tani Harum IV Kecamatan Lembursitu tergolong tinggi karena memiliki koefisien gini lebih dari 0,5. Fakta timpangnya penguasaan lahan di lokasi penelitian juga dapat dilihat berdasarkan data pada Tabel 48. Luas lahan yang dikuasai rumah tangga petani di lokasi penelitian,

(22)

114

dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) < 0,5 ha; (2) 0,5 – 0,99 ha; dan ≥ 1 ha. Dari total responden, sebanyak 25 orang responden menguasai lahan < 0,5 ha dengan rata-rata luas lahan 0,23192 ha; 5 orang responden menguasai lahan 0,5-0,99 ha dengan rata-rata luas lahan 0,668 ha; dan 2 orang responden menguasai lahan ≥ 1 ha dengan rata-rata luas lahan 1,1575 ha.

Tabel 48. Keragaan Lahan yang Dikuasai Rumah Tangga Petani di Kelompok Tani Harum IV, Kec. Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Luas Lahan yang Dikuasai (ha) N Total Lahan (ha) Rata-rata Lahan (ha)

< 0,5 25 5.798 0.23192

0,5 - 0,99 5 3.34 0.668

≥ 1 2 2.315 1.1575

Total 32 11.453 0.35790625

Gambaran mengenai distribusi penguasaan lahan di lokasi penelitian juga dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Distribusi Penguasaan Lahan di Kelompok Tani Harum IV, Kec. Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Fakta timpangnya pengusahaan lahan padi juga dapat dilihat berdasarkan data pada Tabel 49. Luas lahan yang diusahakan padi oleh rumah tangga petani di lokasi penelitian dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu < 0,5 ha dan 0,5 – 0,99 ha. Dari total responden, sebanyak 27 orang responden mengusahakan lahan < 0,5 ha dengan rata-rata luas lahan 0,2010 ha; sedangkan sebanyak 5 orang responden mengusahakan lahan 0,5-0,99 ha dengan rata-rata luas lahan 0,6940 ha.

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132 Lu as L ah an (h a) Responden ke

(23)

115 Tabel 49. Lahan yang Diusahakan Padi oleh Rumah Tangga Petani di Kelompok

Tani Harum IV, Kec. Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011 Luas Lahan yang

Diusahakan Padi (ha) N Total Lahan (ha) Rata-rata Lahan (ha)

< 0,5 27 5.428 0.2010

0,5 – 0,99 5 3.47 0.6940

Total 32 8.898 0.2781

Gambaran mengenai distribusi pengusahaan lahan padi di lokasi penelitian juga dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Distribusi Pengusahaan Lahan Padi di Kelompok Tani Harum IV, Kec. Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Fakta timpangnya penguasaan lahan hak milik yang diusahakan tanaman padi juga dapat dilihat berdasarkan data pada Tabel 50. Luas lahan milik yang diusahakan padi oleh rumah tangga petani di lokasi penelitian, dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu < 0,5 ha dan 0,5 – 0,99 ha. Dari 16 responden yang mengusahakan lahan miliknya untuk menanam padi, sebanyak 14 orang responden mengusahakan lahan < 0,5 ha dengan rata-rata luas lahan 0,1634 ha; sedangkan sebanyak 2 orang responden mengusahakan lahan 0,5-0,99 ha dengan rata-rata luas lahan 0,6025 ha.

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132 Lu as L ah an (h a) responden ke

(24)

116 Tabel 50. Lahan Milik yang Diusahakan Padi oleh Rumah Tangga Petani di Kelompok Tani Harum IV, Kec. Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011

Luas Lahan Milik yang

Diusahakan Padi (ha) N Total Lahan (ha) Rata-rata Lahan (ha)

< 0,5 14 2.288 0.16342857

0,5 – 0,99 2 1.205 0.60250000

Total 16 3.493 0.21831250

Gambaran mengenai distribusi lahan milik yang diusahakan padi di lokasi penelitian juga dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Distribusi Lahan Milik yang Diusahakan Padi di Kelompok Tani Harum IV, Kec. Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011 Berdasarkan nilai koefisien Gini, maka distribusi lahan berdasarkan penguasaan, pengusahaan lahan, dan penguasaan lahan hak milik yang diusahakan tanaman padi di lokasi penelitian timpang, yang ditunjukkan dengan nilai koefisien Gini > 0,5. Ketimpangan ini menunjukkan ketidakmerataan penyebaran atau distribusi lahan di lokasi penelitian, sehingga akan menyebabkan kesejahteraan petani penggarap semakin berkurang karena semakin sulit mendapatkan akses untuk mengusahakan lahan.

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132 Lu as L ah an (h a) Responden ke

Gambar

Tabel  48.    Keragaan  Lahan  yang  Dikuasai  Rumah  Tangga  Petani  di  Kelompok   Tani Harum IV, Kec
Gambar 6.   Grafik Distribusi Pengusahaan Lahan Padi di Kelompok Tani Harum  IV,  Kec
Gambar  7.  Grafik  Distribusi  Lahan  Milik  yang  Diusahakan  Padi  di  Kelompok  Tani Harum IV,  Kec

Referensi

Dokumen terkait

Instruksional diambil dari bahasa inggris instruction, yang berarti suatu tindakan, suatu kegiatan atau profesi untuk memberikan instruksi.(Free.Dictionary.com) atau

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode

Hasil pengujian menunjukkan tingkat keberhasilan menerima perintah suara dari kondisi yang sudah ditentukan dan pengucapan perintah suara yang memiliki variasi sama dengan

Matakuliah ini mengaji tentang prinsip dan metode dasar dalam grafika komputer serta mampu untuk melakukan perancangan, mengimplementasikan dan menganalisis sistem

Peneliti menyimpulkan bahwa Transportasi Online dalam era industri saat ini berkembang dengan begitu cepat dan pesat dimulai dengan munculnya Uber pada tahun 2014, hampir tidak

Belakang ini banyak orangtua yang tidak puas dengan hasil sekolah formal sehingga menjadikan homeschooling sebagai alternatif proses belajar mengajar dalam

 Nama dan Tanda T anda Tangan Pembim angan Pembimbing lini bing

Pengertian yang lain dari makalah adalah karya tulis yang memuat pemikiran tentang suatu masalah atau topik tertentu yang ditulis secara sistematis dan runtut dengan disertasi