• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

Kualitas minyak mentah dunia semakin mengalami penurunan. Penurunan kualitas minyak mentah ditandai dengan peningkatan densitas, kadar sulfur, kandungan karbon fraksi residu, serta penurunan persentase fraksi ringan, angka setana atau indek setana (Stratiev dkk., 2010). Minyak mentah dengan kualitas rendah semacam itu tentu akan menghasilkan bahan bakar minyak (BBM) dengan kualitas yang rendah juga.

Salah satu parameter penting dalam penentuan kualitas BBM jenis minyak diesel (solar) adalah angka setana (cetane number). Angka setana merupakan ukuran kualitas pembakaran minyak diesel dalam suatu mesin (Knothe, 2005; Bamgboye dan Hansen, 2008). Angka setana dapat ditentukan melalui suatu pendekatan dengan menghitung indek setana (Drews, 1998). Minyak diesel berkualitas rendah ditunjukkan oleh angka setana atau indek setana yang rendah juga.

Minyak diesel dengan kualitas rendah memiliki angka setana kurang dari 48. Minyak diesel (solar) Indonesia memiliki angka setana 45 (Nasikin dkk., 2002). Abdullah dkk. (2010) melaporkan bahwa angka setana minyak solar Pertamina adalah 46,6. Menurut Nasikin dkk. (2002) angka setana minyak solar Malaysia dan Thailand adalah 50, sedangkan untuk Singapura adalah 51. Dengan demikian angka setana minyak solar Indonesia masih berada di bawah negara tetangga. Minyak diesel dengan angka setana rendah berdampak buruk pada kinerja mesin dan menghasilkan emisi yang mencemari lingkungan (Pulkrabek, 1997; EPA, 2002; Raghavan dkk., 2009). Dalam rangka untuk meningkatkan angka setana diperlukan penambahan zat aditif.

Jenis zat aditif yang banyak digunakan adalah senyawa nitrat organik, sebagai contoh adalah 2-etilheksil nitrat (EHN). Senyawa EHN mudah terdegradasi di lingkungan (Serena dkk., 2009), banyak digunakan pada alat transportasi untuk mendapatkan kinerja mesin diesel yang prima dan dikenal juga

(2)

sebagai cetane booster (Anonim, 2010; Anonim, 2014). Senyawa EHN merupakan hasil nitrasi senyawa turunan propena yang diperoleh dari hasil perengkahan minyak bumi. Propena bersifat mudah terbakar dan non renewable

(Suppes dkk., 2001). Sehubungan dengan hal tersebut, para peneliti seperti Poirier dkk. (1995), Suppes dkk. (2001), Nasikin dkk. (2002), Adnan (2002), Canoira dkk. (2007) dan Rabello dkk. (2009) berupaya mencari alternatif bahan baku yaitu menggunakan senyawa trigliserida atau asam lemak sebagai bahan baku. Penggunaan senyawa trigliserida didasarkan atas sifatnya yang aman dalam pemakaian, ketersediaannya yang sangat melimpah dan bersifat terbarukan (renewable).

Dalam rangka untuk mendapatkan senyawa nitrat berbahan baku trigliserida ini, mula-mula trigliserida diubah ke dalam bentuk esternya (biodiesel) dengan cara transesterifikasi (Demirbas dan Karslioglu, 2007; Demirbas, 2009; Li dan Huang, 2009; Cainora dkk., 2010, Yee dkk., 2011). Biodiesel kemudian dikonversi menjadi ester nitrat melalui berbagai metode sintesis. Poirier dkk. (1995) dan Adnan (2002) mula-mula melakukan hidrasi pada ikatan rangkap atom karbon (C=C). Senyawa hasil hidrasi kemudian dinitrasi menggunakan pereaksi (campuran H2SO4 dan HNO3). Suppes dkk. (2001) melakukan nitrasi secara langsung pada ikatan rangkap C=C tanpa melakukan hidrasi dan reduksi terlebih dahulu. Dengan cara tersebut senyawa hasil nitrasi tidak saja memiliki gugus nitrat (–O–NO2), tetapi juga akan memiliki gugus nitro (–NO2).

Berbeda dengan para peneliti sebelumnya, Rabello dkk. (2009) memilih metil ester yang berasal dari minyak jarak kastor (Ricinus communis) sebagai bahan baku. Dalam campuran ester hasil transesterifikasi minyak kastor terdapat metil risinoleat, metil palmitat, metil linoleat, metil oleat, metil stearat. Metil risinoleat (Metil (Z,12R)-12-hidroksi-9-oktadekenoat) merupakan komponen utama dalam campuran metil ester tersebut, yaitu sebanyak 87–88% (Mittelbach dan Remschmidt, 2004).

Pemilihan minyak jarak kastor sebagai bahan baku didasarkan atas tersedianya gugus hidroksil dalam molekul asam risinoleat. Ketersediaan gugus hidroksil sangat diperlukan dalam proses nitrasi. Dengan demikian penggunaan

(3)

minyak jarak kastor sebagai bahan baku memberikan jalan yang lebih singkat untuk mendapatkan zat aditif peningkat angka setana. Pertimbangan lain dalam penggunaan minyak jarak kastor adalah harganya relatif murah dan mudah untuk mendapatkannya. Kemudahan ini tidak terlepas dari sifat tanaman jarak kastor yang mudah dibudidayakan, cocok tumbuh pada temperatur 20º-30 ºC dengan ketinggian 0-800 m. Oleh karena itu, tanaman jarak kastor sangat cocok bila dikembangkan di Indonesia.

Kajian proses nitrasi trigliserida atau asam lemak beserta turunannya telah banyak dilakukan dengan berbagai cara (Poirier dkk., 1995; Suppes dkk., 2001; Adnan, 2002; Phasorn dkk., 2003, Canoira dkk., 2007, Rabello dkk., 2009), akan tetapi kajian dari aspek kinetika reaksi nitrasi pada senyawa trigliserida masih sangat terbatas. Dengan melakukan kajian kinetika akan diperoleh data beberapa parameter penting seperti waktu reaksi optimum, laju reaksi (r), orde reaksi (n), konstanta laju reaksi (k), energi aktivasi (Ea) dan faktor frekuensi Arhenius (f). Data parameter tersebut akan sangat berguna jika dikemudian hari ingin dilakukan

scale up dalam dunia industri, tidak terkecuali untuk proses nitrasi. Data kinetika yang diperoleh dapat digunakan untuk memperkirakan waktu dan banyaknya energi yang diperlukan dan reaktan mana yang harus ditingkatkan konsentrasinya agar diperoleh hasil secara optimal. Oleh karena itu, kajian aspek kinetika dari reaksi nitrasi sangatlah penting untuk dilakukan.

Dengan adanya penelitian ini, maka akan diperoleh informasi ilmiah mengenai cara melakukan nitrasi pada metil risinoleat, data kinetika dan juga karakterisasinya. Dengan demikian penelitian ini akan dapat memberikan kontribusi serta manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

1.2Keaslian (Originality) dan Kebaruan (Novelty) Penelitian

Penelitian mengenai reaksi nitrasi pada suatu senyawa untuk mendapatkan zat aditif peningkat angka setana merupakan suatu hal yang menarik. Beberapa peneliti telah melakukan nitrasi melalui berbagai cara dengan berbagai sumber bahan baku yang berbeda. Bahan baku yang digunakan ada yang bersifat non renewable seperti alkil nitro alkohol, alkohol (C5 – C13), ester glikol dan alkana diol (C2 – C6) (Purcell dan Hallock, 1985; Poirier dkk., 1995; Siraprapakit dkk.,

(4)

2000; Suttipitakwong dkk., 2000; Boolaksiri dan Pengprecha, 2003), dan ada juga yang bersifat renewable seperti senyawa ester yang berasal dari trigliserida atau asam lemak.

Senyawa ester asam lemak sebagai bahan baku dalam proses nitrasi dapat berasal dari minyak kedelai, sawit, jarak pagar dan kastor (Suppes dkk., 2001; Nasikin dkk., 2002; Adnan, 2002; Phasorn dkk., 2003; Canoira dkk., 2007; Rabello dkk., 2009; Abdullah dkk., 2010). Penggunaan minyak kedelai, sawit, dan jarak pagar sebagai bahan baku karena di dalamnya terdapat ikatan rangkap C=C, di mana reaksi nitrasi dapat terjadi.

Pada nitrasi yang dilakukan oleh Rabello dkk. (2009), nitrasi dilakukan pada campuran metil ester (metil palmitat, metil stearat, metil oleat, metil linoleat, metil linolenat dan metil risinoleat) yang diperoleh dari hasil transesterifikasi minyak kastor. Dalam campuran tersebut, metil risinoleat merupakan komponen utama. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan oleh Rabello dkk. (2009), dapat diketahui bahwa penambahan 1000 mg aditif (hasil nitrasi campuran metil ester) dalam 1 liter minyak diesel mampu meningkatkan angka setana sebanyak 3 satuan. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa hasil nitrasi campuran metil ester yang berasal dari minyak jarak kastor memiliki potensi yang besar sebagai zat aditif peningkat angka setana.

Berbeda dengan apa yang dikerjakan oleh Rabello dkk. (2009), dalam penelitian ini nitrasi dilakukan pada metil risinoleat yang memiliki kemurnian tinggi (≥ 95%). Metil risinoleat dengan kemurnian tinggi dapat diperoleh dengan cara distilasi fraksinasi pada hasil transesterifikasi minyak kastor. Dengan demikian metil risinoleat tidak lagi bercampur dengan metil ester lainnya atau setidaknya konsentrasi dari ester yang tidak diperlukan dapat diminimalkan. Dengan penggunaan bahan baku metil risinoleat dengan kemurnian tinggi, maka penentuan parameter kinetika menjadi lebih mudah dilakukan. Selain itu nitrasi pada metil risinoleat dengan kemurnian tinggi, akan meningkatkan selektivitas reaksi karena nitrasi pada metil risinoleat berlangsung tanpa persaingan dengan metil ester lainnya. Dengan efektifitas reaksi yang tinggi, maka rendemen produk nitrasi yang diinginkan juga dapat meningkat.

(5)

Dalam campuran ester hasil transesterifikasi minyak kastor, metil stearat dan metil palmitat merupakan ester lemak jenuh (tidak mengandung ikatan C=C). Dengan demikian ester-ester tersebut tidak akan terlibat dalam reaksi nitrasi. Metil oleat, metil linoleat dan metil linolenat merupakan ester dari asam lemak tidak jenuh. Dengan demikian apabila nitrasi terjadi pada C=C, maka akan diperoleh produk dengan gugus selain nitrat yaitu gugus nitro. Keberadaan gugus nitro pada hasil nitrasi pembuatan zat aditif tidaklah menjadi target pada penelitian ini. Oleh karena itu, metil ester yang mengandung ikatan C=C merupakan pesaing dari metil risinoleat dalam menjalani proses nitrasi untuk mendapatkan zat aditif yang diinginkan.

Metil risinoleat merupakan ester yang mengandung gugus –OH (hidroksil). Gugus inilah yang diperlukan dalam pembuatan zat aditif cetane improver (peningkat angka setana). Nitrasi pada gugus ini akan menghasilkan metil risinoleat yang memiliki gugus nitrat (metil risinoleat nitrat). Gugus nitrat (–O–NO2) yang terdapat pada molekul metil risinoleat diharapkan berupa gugus nitrat tunggal (mono nitrat), sehingga memiliki kemiripan seperti pada molekul 2-etilheksil nitrat (EHN) yang telah dikenal secara luas sebagai peningkat angka setana berkinerja tinggi.

Dalam reaksi nitrasi terlibat ion nitronium (NO2+) yang merupakan elektrofil kuat, sehingga dimungkinkan berinteraksi dengan gugus lainnya selain gugus –OH. Keberadaan metil ester selain metil risinoleat hanya akan menggangu efektifitas jalannya reaksi. Reaksi pembentukan poduk yang diinginkan berjalan lambat, selain itu reaksi nitrasi juga dapat menghasilkan produk lain berupa campuran metil ester ternitrasi. Produk nitrasi tidak hanya berupa metil ester nitrat, tapi dimungkinkan juga mengandung gugus nitro. Selain itu, produk nitrasi dimungkinkan juga mengandung gugus polinitrat. Jika molekul hasil nitrasi mengandung gugus polinitrat, maka polaritas molekul akan meningkat dan berakibat pada sifat pelarutannya yang rendah dalam minyak diesel. Hal ini dapat berkibat menurunnya kualitas bahan bakar itu sendiri. Dengan demikian pemurnian terhadap metil risinoleat hasil transesterifikasi minyak jarak kastor sebelum dilakukan nitrasi adalah penting untuk dilakukan.

(6)

Nitrasi terhadap metil risinoleat yang masih tercampur dengan metil ester lainnya mengakibatkan reaksi menjadi komplek, sehingga sulit untuk melakukan penentuan kinetikanya. Nitrasi yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu menggunakan metil ester masih dalam bentuk campuran, sehingga sampai saat ini belum tersedia data kinetika untuk nitrasi senyawa metil risinoleat. Pada penelitian ini, nitrasi dilakukan pada metil risinoleat hasil pemurnian. Dengan kemurnian tinggi, maka pengamatan data kinetika dapat dilakukan dengan mudah. Aspek kinetika pada nitrasi metil risinoleat dalam pembuatan zat aditif peningkat angka setana merupakan hal yang penting dan sampai saat ini belum pernah dilakukan. Hal ini juga merupakan perbedaan pada nitrasi metil ester dalam penelitian ini dengan yang terdahulu.

Selain dilakukan penentuan kinetika, pada penelitian ini juga dilakukan karakterisasi terhadap produk hasil nitrasi. Karakterisasi dilakukan dalam rangka untuk mengamati sifat-sifat produk nitrasi sebagai zat aditif peningkat angka setana meliputi densitas, berat jenis, viskositas, titik tuang, titik kilat, Conradson Carbon Residue (CCR), kalor (panas) pembakaran dan indek setana (CCI). Dengan demikian beberapa hal yang merupakan kebaruan dalam penelitian ini adalah:

1) reaksi nitrasi dilakukan pada metil risinoleat dengan kemurnian tinggi (> 95%).

2) nitrasi dapat berlangsung dengan cara yang lebih efektif, sehingga diperoleh produk yang hanya mengandung gugus nitrat saja.

3) diperoleh data kinetika untuk nitrasi metil risinoleat.

4) terdapat data karakterisasi produk hasil nitrasi metil risinoleat.

5) terdapat data karakterisitik solar (diesel) setelah mendapat tambahan aditif.

1.3Urgensi (Keutamaan) Penelitian

Minyak diesel dengan angka setana tinggi memiliki kualitas pembakaran yang baik, sehingga emisi gas buang yang dihasilkan akan lebih aman bagi lingkungan. Selain itu, dengan pembakaran yang lebih sempurna hampir semua bahan bakar diubah menjadi energi. Dengan demikian berdampak positif pada

(7)

efisiensi penggunaan bahan bakar. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi kita saat ini, di mana harga BBM terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir (Anonim, 2013).

Dalam rangka untuk mendapatkan minyak diesel dengan angka setana tinggi (48 < angka setana < 55), diperlukan suatu zat aditif peningkat angka setana. Zat aditif ini dapat disintesis dengan cara melakukan reaksi nitrasi pada metil risinoleat, sedangkan metil risinoleat diperoleh dari hasil transesterifikasi minyak kastor. Dengan demikian untuk mendapatkan zat aditif ini tidaklah begitu sulit, sedangkan hasilnya akan sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas bahan bakar minyak (BBM).

Dalam reaksi nitrasi pembentukan peningkat angka setana, interaksi ion nitronium (NO2+) diharapkan terjadi pada gugus –OH (hidroksil) saja, sehingga diperoleh senyawa organik mono nitrat. Dengan demikian nitrasi di tempat lain seperti pada ikatan rangkap C=C tidak diinginkan. Dalam campuran ester hasil transesterifikasi minyak kastor, selain metil risinoleat masih terdapat metil ester lainnya yaitu metil palmitat, metil stearat, metil oleat, metil linoleat dan metil linolenat. Metil oleat, metil linoleat dan metil linolenat secara berturut-turut masing-masing memiliki 1, 2 dan 3 buah ikatan rangkap C=C pada setiap molekulnya. Keberadaan senyawa-senyawa ester tersebut akan mengganggu proses nitrasi yang sedang dijalankan. Oleh karena itu, proses pemisahan (pemurnian) metil risinoleat dari senyawa metil ester lainnya adalah penting untuk dilakukan.

Perlu diperhatikan juga bahwa ikatan rangkap C=C juga terdapat dalam molekul metil risinoleat itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan upaya lainnya agar nitrasi pada gugus tersebut dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur temperatur reaksi. Reaksi yang dilakukan pada temperatur terlalu rendah akan berakibat pada jalan reaksi yang lambat, sedangkan reaksi pada temperatur tinggi dapat mengakibatkan terjadinya reaksi yang kurang selektif. Dengan memvariasi temperatur reaksi akan diperoleh temperatur optimum, di mana produk yang dihasilkan berupa metil ester mono nitrat dengan waktu reaksi yang tidak begitu lama. Dengan kemurnian metil

(8)

risinoleat yang tinggi dan data temperatur reaksi optimum, maka kajian kinetika untuk menentukan parameter lainnya dapat dengan mudah dilakukan.

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan penelitian

1) Mengetahui parameter kinetika nitrasi metil risinoleat yang meliputi: a. temperatur dan waktu reaksi optimum

b. laju reaksi (r), orde reaksi (n) dan konstanta laju reaksi (k) c. energi aktivasi (Ea) dan faktor frekuensi Arhenius (f)

2) Mengetahui karakter senyawa hasil nitrasi metil risinoleat, meliputi: a. sifat fisika dan kimia yang meliputi densitas, viskositas, indek bias,

bilangan iod dan kelarutan dalam solar.

b. struktur molekul senyawa hasil nitrasi metil risinoleat menggunakan

Fourier Transform Infra Red (FTIR) spektrofotometer dan Gas Cromatography-Mass Spectrometer (GC-MS).

3) Mengetahui karakter minyak diesel setelah mendapat tambahan zat aditif (hasil nitrasi metil risinoleat), meliputi berat jenis, viskositas, titik tuang, titik kilat, Conradson Carbon Residue (CCR), panas (kalor) pembakaran dan indek setana.

1.4.2 Manfaat penelitian

1) Mendapatkan zat aditif peningkat angka setana (indek setana) berbahan baku metil risinoleat.

2) Memberikan dukungan ilmiah jika dikemudian hari akan dilakukan scale up pada pembuatan zat aditif berbahan baku metil risinoleat.

3) Mendapatkan data karaktersitik dan struktur molekul senyawa hasil nitrasi metil risinoleat, sehingga dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan.

Referensi

Dokumen terkait

Asumsi Metanol menguap semua Alur 8 1.. Metil ester Gliserol Air NaOH Trigliserida Sabun J. Metil ester Gliserol Air NaOH Trigliserida Sabun Air 1.. Metil ester Gliserol Air

mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Jasa Konstruksi Forum Jasa Konstruksi digunakan sebagai sarana komunikasi, konsultasi, dan informasi antara Masyarakat

Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik simpulan, (1) Kevalidan media pembelajaran media pembelajaran e-learning

Microsoft Office. Jadi pada waktu penginstalan program Microsoft Office dengan sendirinya program ini akan terinstal. Hal ini akan mengurangi beban hambatan

2. Nilai budaya yang menggambarkan hubungan manusia dengan alam yang tercermin dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. a) Manusia tunduk terhadap

LPTK IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA... BASHRI HASAN SKI

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat hubungan negatif antara kadar gula darah tidak terkontrol dengan fungsi kognitif dan terdapat hubungan negatif antara

Dengan hasil penelitian ini dapat dilihat keakuratan diagnostik potong beku, sitologi imprint intraoperasi, dan gambaran USG pada pasien dengan diagnosa tumor ovarium untuk