PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DI SMK N 2 SALATIGA DAN UPAYA-UPAYA
PEMECAHANNYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
ELA IZZATUL LAILA
NIM: 111-13-128
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
iii
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DI SMK N 2 SALATIGA DAN UPAYA-UPAYA
PEMECAHANNYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
ELA IZZATUL LAILA
NIM: 111-13-128
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
viii
MOTTO
ْنَم ْمُكُرْيَخ
ُهَمّلَع َو َناْرُقلا َمَّلَعَت
ix
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin dengan rahmat dan hidayanh Allah SWT skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Ibu faridhotul khoiriyah dan Bapak Marsahid yang senantiasa memberikan nasehat dan telah mendidikku dari kecil sampai menikmati kulian SI di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah mendoakah tanpa henti untuk menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sesama.
2. Adik-adikku tersayang Hilya Zakiya danh Safna Fatimah az-Zahra yang selalu memberikan semangat untuk terus menjadi pribadi yang tangguh.
3. Ibu Nyai H.j. Siti Zulaicho selaku pengasuh PPTQ Al-Muntaha yang selalu mendoakanku.
x
KATA PENGANTAR
Syukur Alkhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas
karuniaNya, pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMK N 2
Salatiga” ini yang merupakan tugas dan syarat wajib yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Salatiga.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Junjungan kita
yakni Nabi Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan bagi seluruh umat di
jagat raya ini. Beliau adalah pembawa dan penyampai risalah Islam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, yang dapat menjadi
bekal hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak.
Terselesaikannya penulisan skripsi ini tentu tidak lepas dari bimbingan,
bantuan, serta motivasi dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis menyampaiakan
ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya,
khususnya kepada:
1. Bapak DR. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bapak Mufiq, S.Ag.,M.Phil., selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan saran, bimbingan, dan arahan serta keikhlasan dan
kebijaksanaan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan
xi
5. Bapak Dr. M. Gufron, M. Ag. selaku dosen pembimbing akademik penulis
yang dengan kesabarannya, membimbing penulis dari waktu ke waktu
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Staff Karyawan di lingkup jurusan PAI
7. Bapak Drs. Kamaruddin, M.Pd, selaku Kepala Sekolah SMK N 2 Salatiga, yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penulisan di
sekolah tersebut
8. Bapak Drs. Matholiul Huda, selaku Guru PAI SMK N 2 Salatiga yang
menjadi narasumber utama dan membantu penulis selama melakukan
penulisan
9. Bapak/Ibu Guru serta Staff Karyawan SMK N 2 Salatiga yang telah
membantu penulis selama melakukan penulisan
10.Orangtua tercinta Bapak Marsahid dan Ibu Faridhotul Khoiriyah yang telah
mencurahakan kasih sayang, support, dan doa demi keberhasilan penulis
11.Adik-adik tercinta, Hilya zakiya dan Safna F. Zahra yang selalu menghibur
dan memberikan semangat serta doa kepada penulis
12.Ibu Nyai Hj. Siti Zulaecho, AH., selaku pengasuh PPTQ Al-Muntaha, yang
telah mencurahkan barokah ilmu dan doa beliau kepada penulis
13.Teman-teman PPTQ Al-Muntaha yang selalu memberikan semangat
14.Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung
Atas jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka
mendapat balasan yang lebih baik serta mendapat kesuksesan baik di dunia maupun
xii
menyempurnakan skripsi ini. Dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Salatiga, 31 Agustus 2017 Penulis
xiii
ABSTRAK
Laila , Ela Izzatul. 2017. Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMK N 2 Salatiga Dan Upaya-Upaya Pemecahannya. Skripsi. IAIN Salatiga. Pembimbing: Mufiq, S.Ag., M.Phil
Kata Kunci: Problematika, Pembelajaran Pendidikan agama Islam
Penelitian ini adalah upaya untuk mendeskripsikan tentang 1) Problematika apa saja yang dihadapi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMK N 2 Salatiga. 2) Langkah-langkah apa saja yang di lakukan oleh SMK N 2 Salatiga dalam mengatasi problematika pendidikan agama Islam.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti menggunakan pendekatan kualitataif. Teknik pengumpulan datanya dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk analisis data dengan menggunakan analisis data model interaktif, sedangkan pengecekan keabsahan datanya menggunakan triangulasi sumber.
xvi
2. Pendidikan Agama
Islam ...
7
F. Metode Penelitian...
1. Pendekatan Dan Jenis
5. Teknik Pengumpulan
Data ...
10 6. Analisis
Data ... 12
7. Pengecekan Keabsahan
xvii
8. Tahap-Tahap Penelitian
...
A.Pendidikan Agama
Islam ... 17
1. Pengertian Pendidikan Agama
Islam ... 17
2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam ... 19
3. Dasar-dasar Pendidikan Agama
Islam ... 23
B.Problematika Pembelajaran Agama
Islam ... 27
1. Problem Peserta
Didik ... 28
2. Problem
xviii 3. Pengertian
Kurikulum ... 37
C. Problem Praktik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 41
1. Problem Menejemen
...
41
2. Problem Sarana dan Prasarana
... 42
3. Problem Lingkungan
... 41
D. Upaya-upaya Mengatasi Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam Problem Menejemen
... 41
1. Upaya Mengatasi Problem Peserta Didik ... 47
2. Upaya Mengatasi Problem Pendidik
...
50
3. Upaya Mengatasi Problem Menejemen dan Kurikulum ... 51
xix
5. Upaya Mengatasi Problem Lingkungan
xx
1. Problematika Pembelajaran Pendidikan Abama Islam SMK N 2 Salatiga ... 63
2. Upaya-upaya Dalam Mengatasi Problematika Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMK N 2
B.Upaya-upaya Dalam Mengatasi Problematika Pembelajaran Pendidikan
xxi DAFTAR
PUSTAKA ... 81
RIWAYAT HIDUP
PENULIS ... 82
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia mempunyai ideologi negara Pancasila yang
mengakui eksitensi semua agama dan rakyatnya wajib beragama. Agama
yang diakui negara ada enam yaitu: Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katolik
dan Konghucu. Sebagai landasan utamanya adalah ketuhanan yang maha
esa, yang berarti bahwa segala produk budaya bersumber kepadanya.
Sebagai bangsa yang beragama adalah pasti tidak bisa dipungkiri jika
memiliki budaya yang cenderung bercorak spiritual-relegius. Budaya
bangsa budaya yang menjadi jati diri bangsa, yang mana menandakan
bahwasanya bangsa memiliki watak atau karakter yang baik atau tidak.
Pendidikan merupakan ranah yang strategis untuk membangun
bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat. Menurut Andre Renanto,
pendidikan merupakan sarana utama untuk mengembangkan kepribadian
setiap manusia. Hal ini dimaksudkan untuk melahirkan generasi yang
berkualitas, bermoral, arif dalam berfikir dan berperilaku. Dengan
pendidikan diharapkan kelak lahir generasi-generasi yang mampu berbuat
sebagaimana yang seharusnya diperbuat dan menjauhi apa yang tidak patut
dilakukannya.
Tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang termaktup
dalam UU. No. 2 Tahun 1989, tentang Sistim Pendidikan Nasional Bab 2,
2
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantab dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Setiap pendidikan pasti mempunyai tujuan yang hendak
dicapainya sesuai dengan target baik yang bersifat formal maupun non
formal. Begitu juga pendidikan yang mempunyai dasar atau landasan Islam,
tentunya mempunyai arah dan tujuan tersendiri. Namun tujuan yang hendak
dicapai dalam pendidikan agama Islam berorientasi pada penyampaian
ajaran Islam secara menyeluruh sesuai dengan tujuan Allah menciptakan
manusia yang tak lain hanya untuk beribadah kepadaNya dan mewujudkan
nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan.
Dalam usaha mencapai tujuan pendidikan agama Islam tersebut. tentunya
tidak mudah dan banyak masalah. Masalah-masalah yang timbul dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam adalah pelaksanaan pembelajaran.
Bila pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam lancar (sesuai
dengan pedoman pengajaran) maka hasilnya pun akan baik. Sebaliknya
apabila pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam tidak sesuai
dengan pedoman pengajaran maka hasilnya akan jelek. Oleh karena itu dari
pihak penyelenggara pendidikan agama Islam harus pandai mengelola agar
masalah-masalah yang timbul dalam pembelajaran dapat teratasi. Masalah
3
kesulitan dalam menentukan materi yang cocok dengan anak yang
dihadapinya, kesulitan dalam memilih metode yang tepat dan sarana
prasarana yang kurang memadai karena keterbatasan dana.
Sedang dari faktor anak didik yaitu input siswa yang bervariasi
/heterogen (anak yang pandai, anak yang sedang dan anak yang bodoh
demikian pula anak yang pendiam, yang nakal dan yang pemarah dan
sebagainya). Sebagai contoh misalnya anak-anak di sekolah mendapatkan
pendidikan agama dari guru agama, tetapi keluarganya tidak aktif
menjalankan ajaran agama atau bahkan bersifat acuh tak acuh, keadaan
seperti itu akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan
anak, karena kurang mendapatkan pembinaan dari lingkungannya.
Lingkungan seperti itu dapat menjadi kendala dalam pengajaran pendidikan
agama Islam.
Institusi pendidikan di Indonesia sangat beragam, mulai dari
sekolah umum seperti sekolah menengah pertama (SMU), sekolah
menengah kejuruan (SMK), begitu pula ada sekolah yang disebut pesantren,
madrasah dan diniyah. SMK N 2 Salatiga merupakah sekolah umum yang
siswa-siswinya mayoritas beragama Islam. Meskipun sekolah umum,
sekolah ini menekankan kepada mereka agar dapat mempelajari agama
Islam dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya kegiatan-kegiatan
keagamaan di luar jam pelajaran bidang studi pendidikan agama Islam
misalnya dengan adanya program muatan lokal BTA dan ekstrakulikuler
4
pengetahuan keagamaan lebih yang tidak dimiliki oleh siswa-siswa SMA
umum lainnya.
Pembelajaran PAI di SMK N 2 Salatiga masih mengalami
masalah. Masalah tersebut tidah hanya bersumber pada guru saja, tetapi
bersumber juga pada faktor lingkungan, peserta didik, media, sarana
prasarana, dan sebagainya. Berdasarkan masalah tersebut penelitian ini
diarahkan untuk menemukan problematika yang muncul dalam
pembelajaran PAI serta menemukan solusi pemecahannya. Untuk itu,
penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Smk N 2
Salatiga Dan Upaya-Upaya Pemecahannya.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dengan hal tersebut dapat diambil rumusan masalah
untuk penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Apa saja problematika pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di
SMK N 2 Salatiga?
2. Bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi problematika
pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di SMK N 2 Salatiga?
5
Dengan berpijak pada rumusan masalah sebagaimana tersebut
di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah:
1. Untuk mendeskripsikan apa saja problematika pembelajaran pendidikan
agama Islam di SMK N 2 Salatiga
2. Untuk mendeskripsikan bagaiman upaya yang dilakukan dalam
mengatasi problematika pembelajran pendidikan agama Islam di SMK N
2 Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian
Dengan diadakan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi yang jelas dan diharapkan dapat memberikan manfaat secara
praktis maupun teoritis, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai
bidang pengajaran pendidikan agama Islam di SMU dan SMK.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pendidik : Untuk menambah khasanah keilmuan dan memenuhi
kebutuhan bagi setiap tenaga edukatif dalam meningkatkan
kompetensi dalam bidang belajar mengajar.
b. Bagi peneliti : Sebagai pedoman dalam rangka melaksanakan tugas
sebagai pendidik yang akan terjun langsung untuk mengamalkan
6
pengetahuan dan keilmuan sehingga dapat mengembangkan
wawasan baik secara teori maupun praktek.
c. Bagi lembaga : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
rekomendasi bagi guru PAI dalam memecahkan problem-problem
pembelajaran di kelas.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul
penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa arti kata yang terdapat dalam
judul penelitian.
1. Problematika Pembelajaran
Secara etimologi kata problematika berasal dari kata problem
(masalah, perkara sulit, persoalan). Jadi problematika bermakna sesuatu
yang masih menimbulkan masalah masih belum dapat terpecahkan
(permasalahan). Sedangkan masalah dapat diartikan sebagai
ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang terlaksana
(Muhaimin, 2007: 19).
Pembelajaran diidentikkan dengan kata “belajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang
supaya diketahui, ditambah dengan awalan “pem” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar
atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. ( Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2003: 17 ). Menurut undang-undang tahun 2003
7
interaksi peserta didik dan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran secara sederhana diartikan sebagai
sebuah usaha mempengaruhi emosi , intelektual, spiritual seseorang agar
mau belajar dengan kehendaknya sendiri (Fathurrohman, 2012:6)
Berdasarkan rincian pengertian di atas pengertian
problematika pembelajaran adalah masalah yang terjadi dalam proses
pelaksanaan pembelajaran baik dari sisi materi, guru, siswa, lingkungan
dan sarana prasarana yang belum bisa dipecahkan.
2. Pendidikan Agama Islam
Istilah pendidikan agama Islam di Indonesia dipergunakan
untuk nama suatu mata pelajaran di lingkungan sekolah-sekolah yang
berada di bawah pembinaan Depratemen Pendidikan Nasional.
Pendidikan agama dalam hal ini agama Islam termasuk dalam struktur
kurikulum. Ia termasuk kedalam kelompok mata pelajaran wajib dalam
setiap jalur jenis dan jenjang pendidikan berpadanan dengan mata
pelajaran lain seperti pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa,
Matematika, Sosial, Budaya.
Pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui
ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap
anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam
yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran
8
dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak (Darajat, dkk,
2011:86).
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Pada penelitian skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan
kualitatif karena penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian yang
bersifat deskriptif kualitatif. Dikatakan deskriptif kualitatif karena
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil pengolahan data
yang berupa kata-kata, gambaran umum yang terjadi di lapangan.
Menurut Moleong (2008:6) penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan dan lain-lain, secara holistik, dengan cara deskriptif dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Sedangkan jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan
(field research), yaitu penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan
di lapangan. Lapangan dalam hal ini diartikan sebagai lokasi penelitian,
yaitu di SMK N 2 Salatiga.
Penelitian lapangan (field research) dapat juga dianggap
sebagai pendekatan luas dalam penelitian kualitatif atau sebagai metode
untuk mengumpulkan data kualitatif. Ide pentingnya adalah bahwa
9
suatu fenomenon dalam suatu keadaan alamiah atau ‘in situ’ (Moleong,
2011: 26).
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen
sekaligus pengumpul data. Dan dalam penelitian ini, peneliti berperan
sebagai pengamat partisipan dan kehadiran peneliti diketahui statusnya
oleh informan.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan
dilakukan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi SMK N 2
Salatiga, Jalan Parikesit, Kel. Dukuh Kec. Sidomukti, Salatiga.
4. Sumber Data
a. Data Primer
Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau
kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang
dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya (Arikunto, 2010:22).
Dalam penelitian ini sumber utama data adalah kepala sekolah
dan guru pendidikan agama Islam SMK N 2 Salatiga. Sedangkan
untuk memperoleh data penulis menggunakan teknik wawancara
terpimpin
10
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari
dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, SMS, dan lain-lain),
foto-foto, film, rekaman video, dan benda-benda yang dapat
memperkaya data primer (Arikunto, 2010:20). Peneliti
menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat dan melengkapi
informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara.
Adapun untuk data sekunder penulis melakukan pengumpulan
data dengan cara observasi dan dokumentasi sekolah.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang autentik dan dapat
dipertanggung jawabkan dalam penelitian ini, maka diperlukan suatu
metode dalam pengumpulan data. Adapun metode pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah :
a. Observasi dan Dokumentasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian
(Asmani, 2011,23). Metode observasi ini diperlukan untuk
memperoleh data dengan melalui pengamatan secara langsung
terhadap objek yang sedang diselidiki.
Dekumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan,transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
11
Adapun metode observasi dan dokumentasi ini penulis
gunakan untuk memperoleh data tentang :
1) Gambaran umum objek penelitian
2) Mengenal daerah penelitian
3) Keadaan sarana dan prasarana SMK N 2 Salatiga
4) Kegiatan pengajaran bidang studi pendidikan agama Islam
b. Interview
Interview atau wawancara adalah suatu cara menggali data.
Hal ini dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan data yang
detail dan valid (Asmani. 2011: 122). Metode interview
dilaksanakan dengan cara terjun langsung ke lapangan dengan
mengadakan wawancara atau tanya jawab secara langsung terhadap
responden yang dianggap sebagai sumber data. Wawancara ini
disamping untuk observasi juga untuk membenarkan adanya data
yang diperoleh dari hasil observasi.
Adapun metode interview ini penulis tujukan kepada :
1) Kepala sekolah SMK N 2 Salatiga
2) Para guru di SMK N 2 Salatiga khususnya guru PAI.
Sedangkan data yang ingin penulis peroleh dari wawancara
ini, antara lain:
1) Latar belakang atau sejarah berdirinya SMK N 2 Salatiga.
2) Kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam di SMK N 2
12
3) Problematika yang terdapat dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam.
4) Upaya guru pendidikan agama Islam dalam mengatasi
problematika yang terjadi.
Dalam melaksanakan interview ini penulis menggunakan
model interview bebas terpimpin, yaitu dengan cara penulis
membawa pedoman serangkaian pertanyaan yang hanya
merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.
6. Analisis Data
Analisis data digunakan awal penelitian hingga akhir
pengumpulan data yang bersifat terbuka dan induktif, sehingga tidak
menutup kemungkinan akan terjadi reduksi data, perbaikan dan
verifikasi atas data yang diperoleh. Hal ini dimaksudkan untuk lebih
mempermudah pemahaman dan kejelasan. Sesuai dengan jenis dan
pendekatan yang digunakan, maka teknik analisis datanya adalah
deskriptif kualitatif. Hal ini di maksudkan untuk memahami informasi
yang terkait dengan problematika pembelajaran pendidikan agama Islam
di SMK N 2 Salatiga dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi
problematika tersebut dalam pelaksanaannya di lapangan. Analisis
kualitatif deskreptif tidak bisa dipisahkan dengan proses pengumpulan
data. Data yang dianalisis berupa kata-kata yang dikumpulkan dalam
berbagai cara (observasi, wawancara, dokumentasi)kemudian setelah itu
13 7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam menguji keabsahan data diperlukan teknik triangulasi
agar data yang didapatkan dalam penelitian valid dan reliabel.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong,
2011: 330).
Jenis teknik teriangulasi yang digunakan antara lain:
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber.
Triangulasi sumber yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain: pembina, siswa, dan wakil kepala sekolah bidang
kesiswaan.
b. Triangulasi teknik
Triangulasi teknik pengumpulan data digunakan untuk
menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek
data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Dalam penelitian ini di mana peneliti menggunakan teknik
wawancara, pada seorang sumber dengan data permasalahan yang
sama.
14
Pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara
melakukan pengecekan dengan wawancara dalam waktu yang
berbeda.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari empat tahap yaitu: tahap
sebelum ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan
tahap penulisan laporan yang ditempuh sebagai berikut:
a. Tahap Sebelum ke Lapangan
Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus penelitian,
penyusunan paradigma teori, penjajakan alat peneliti, permohonan
izin kepada subjek yang diteliti dan konsultasi fokus penelitan.
b. Tahap Pekerja Lapangan
Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang
berkaitan dengan kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam
di SMK N 2 Salatiga. Data ini diperoleh dengan observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
c. Tahap Analisis Data
Menurut Miles and Huberman dalam Sugiyono (2007:
337) analisis data kualitatif terdiri atas tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi.
1) Mereduksi atau merangkum data, memliki hal-hal pokok,
15
polanya serta membuang yang tidak perlu.
2) Penyajian data dalam uraian singkat bagan, hubungan antar
kategori dan sejenisnya.
3) Penarikan kesimpulan berupa penemuan baru yang belum ada.
d. Tahapan Penulisan Laporan
Tahapan penulisan laporan adalah tahap penyusunan
data-data hasil temuan penelitian secra sistematis. Dalam penulisan
laporan penelitian ini tentunya mencakup semua kegiatan penelitian
mula dari tahap awal penelitian sampai tahap akhir yatu tahap
penarikan kesimpulan. Setelah itu melakukan konsultasi hasil
penelitian dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan
perbaikan, saran-saran demi kesempurnaan skripsi yang kemudian
ditindaklanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penulisan skripsi
yang sempurna.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, penulis menyusun kedalam 5 (lima) bab yang
rinciannya sebagai berikut:
Bab I, Pendahuluan, berisi latar belakng masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian,
dan sistematika penulisan
Bab II, Kajian Pustaka, berisi tentang teori-teori yang berkaitan
dengan objek penelitian. Yaitu pengertian pengertian problematika
16
Bab III, Paparan Data Dan Temuan Penelitian, berisi tentang sejarah
singkat sekolah, visi dan misi, profil sekolah, tata tertib sekolah dan
Penyajian data.
Bab IV, Pembahasan. meliputi proses pembelajaran PAI di SMK N
2 Salatiga, problem pembelajaran PAI di SMK N 2 Salatiga, dan
langkah-langkah yang dilakukan dalam mengatasi problematika pembelajaran PAI
di SMK N 2 Salatiga.
Bab V, Penutup, meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
17 A. Pembelajran Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian pendidikan agama Islam
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana
dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, mengayati,
hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntutan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan
kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan
bangsa (Kementrian Pendidikan, 2002:3).
Dan untuk mencapai pengertian tersebut maka harus ada
serangkaian yang saling mendukung antara lain:
a. Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan yang dilakukan secara
berencana dan sadar akan tujuan yang hendak dicapai.
b. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan, dalam
arti yang dibimbing, diajari dan atau dilatih dalam peningkatan
keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap
ajaran agama Islam.
c. Pendidik/ Guru (GBPAI) yang melakukan kegiatan bimbingan,
pengajaran dan atau latihan secara sadar terhadap peserta didiknya
untuk men capai tujuan tertentu.
d. Kegiatan PAI diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman,
18
untuk membentuk kesalehan atau kualitas pribadi, juga membentuk
kesalehan sosial (Muhaimin, dkk 1996:3).
Menurut Zakiyah Darajat, yang dikutip oleh Abdul Majid dan
Dian Andayani, “Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk
membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami
ajaran Islam secara menyeluruh, lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya
dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup”.
Sedangkan Tayar Yusuf (mengartikan pendidikan agama
Islam sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman,
pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan kepada generasi muda agar
menjadi manusia bertakwa kepada Allah (Majid, Andayani, 2004:13)
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwasannya dalam
penyampaian PAI maupun menerima PAI adalah dua hal yang dilakukan
secara sadar dan terencana oleh peserta didik dan guru untuk untuk
meyakini akan adanya suatu ajaran kemudian ajaran tersebut difahami,
dihayati dan setelah itu diamalkan atau diaplikasikan, akan tetapi disitu
juga dituntut untuk menghormati agama lain.
Sedangkan dalam buku “Ilmu pendidikan Islam” yang
ditulis H.M. Arifin dikatakan Pendidikan agama Islam adalah sistem
pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk
memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena
19
Dengan istilah lain, manusia yang telah mendapatkan
pendidikan Islam itu harus mampu hidup di dalam kedamaian dan
kesejahteraan sebagaimana cita-cita Islam.
2. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Sebelum lebih jauh menjelaskan tujuan pendidikan agama
Islam terlebih dahulu dijelaskan apa sebenarnya makna dari “tujuan”
tersebut. Secara etimologi “tujuan” adalah diistilahkan dengan ghayat,
ahdaf atau maqosid. Sedangkan dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan
goal, purpose, objectives, atau “aim”. Sedangkan secara termitologi, tujuan berarti “suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau
kegiatan selesai. Maka dari itu segala sesuatu harus memiliki tujuan,
karena dengan adanya tujuan maka hal yang kita inginkan akan tercapai
meskipun kadang sulit untuk mencapainya (Arief, 2002; ).
H. M. Arifin menyebutkan bahwa tujuan proses pendidikan
Islam adalah “idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islam
yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran
Islam secara bertahap.
Dan dari sini dapat diketahui betapa pentingnya kedudukan
pendidikan agama dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya, dapat
dibuktikan dengan ditempatkannya unsur-unsur agama dalam sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah bertujuan
untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
20
peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang
terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa, serta
untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi
(Kementrian Pendidikan, 2002;3).
Pendidikan agama Islam juga mempunyai tujuan pembentukan
kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai
oleh ajaran Islam. Hal ini berati bahwa pendidikan Islam itu diharapkan
dapat menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat
serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam
yang berhubungan dengan Allah dan manusia sesamanya, dapat mengambil
manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan
hidup di dunia kini dan di akhirat nanti (Daradjat, dkk 2011:30).
Sedangkan tujuan pendidikan agama Islam sendiri diarahkan
pada pencapaian tujuan, yakni tujuan jangka panjang (tujuan umum) adalah
tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan
pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan jangka pendek (Tujuan khusus)
adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah
pengalaman tertentu yang direncanakna dalam sebuah kurikulum.
Maka jika kita perhatikan tujuan dari pendidikan agama Islam
adalah sejalan dengan tujuan hidup manusia itu sendiri, yakni sebagaimana
tercermin dalam firman Allah dalam surat Adzariat ayat 56
نو ُدُبْعَيِل َّلِْا َسْنِ ْلْا َو َّنِجْلا َتْقَلَخ اَم َو
21
Dengan demikian tujuan pendidikan Islam haruslah diarahkan
pada pencapaian tujuan akhir tersebut, yaitu membentuk insan yang
senantiasa berhamba kepada Allah, dalam semua aspek kehidupannya.Dari
beberapa tujuan itu dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan
dan dituju oleh kegiatan PAI, yaitu:
a. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.
b. Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta
didik terhadap ajaran agama Islam.
c. Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta
didik dalam menjalankan ajaran Islam.
d. Dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah
diimani, difahami dan dihayati sebagai manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta diaktualisasikan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Muhaimin,
dkk. 1996;2).
e. Tujuan pendidikan agama Islam yang bersifat umum kemudian
dijabarkan lagi dengan disesuaikan dengan jenjang pendidikan menjadi
tujuan-tujuan khusus pada setiap jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
Pendidikan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar
bertujuan memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik tentang
agama Islam untuk mengembangkan kehidupan beragama, sehingga
menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
22
dan anggota umat manusia.
Sedangkan pendidikan agama Islam pada jenjang pendidikan
menengah (SMU) bertujuan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga
menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi.
Jika dicermati secara mendalam penddikan agama Islam
berfungsi untuk:
a. Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Serta
akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah
ditanamkan lebih dahulu dalam lngkungan keluarga.
b. Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai
kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
c. Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan
sosial melalui pendidikan agama Islam.
d. Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta
didika dalam keyakinan, pengalaman ajaran agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
e. Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif budaya asing yang
akan dihadapinya sehari-hari.
f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum,
23
g. Penyaluran siswa untuk mendalami pendidikan agama ke lembaga
pendidikan yang lebih tinggi (Sutrisno, 2006;20).
3. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Islam merupakan pengembangan fikiran,
penataan perilaku, pengaturan emosional, hubungan peranan manusia
dengan dunia ini serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia
sehingga mampu meraih tujuan kehidupan sekaligus mengupayakan
perwujudannya.
Seluruh ide tersebut telah tergambar secara integratif (utuh)
dalam sebuah dasar konsep yang kokoh. Islam juga telah menawarkan
konsep akidah yang wajib diimani agar dalam diri manusia tertanam
perasaan yang mendorong pada perilaku yang dimaksudkan adalah
penghambaan manusia berdasarkan pemahaman atas tujuan penciptaan
manusia itu sendiri, baik dilakukan secara individu maupun kolektif.
Konsep dasar pendidikan Islam adalah konsep atau
gambaran umum tentang pendidikan, sebagaimana dapat difahami atau
bersumber dari ajaran Islam yaitu Al Quran, As Sunah dan Ijtihad.
Sebagai sumber dasar ajaran Islam, Al Quran memang
diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad
SAW untuk memberikan petunjuk dan penjelasan tentang berbagai hal
yang berhubungan dengan permasalahan hidup manusia di dunia ini,
diantaranya permasalahan yang berkaitan dengan proses pendidikan.
24
penjelasan secara operasional dan terperinci tentang berbagai
permasalahan yang ada dalam Al Quran tersebut sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan situasi dan kondisi kehidupan nyata.
Dasar pendidikan yang berlandaskan pada Al Quran
sebagai yang diterangkan dalam Al Quran, sebagaimana berikut:
ِتَهَّمُا ِنو ُطُب ْنِم ْ ُكَُجَرْخَا ُاللهَو
َرا َصْبَ ْلْاَو َعْم َّسلا ُ ُكَُل َلَعَجَو َأْي َ ش َنوُمَلْعَت َلْ ْ ُكُ
نو ُرُك ْشَت ْ ُكَُّلَعَل َةَدِئْفَ ْلْاَو
ََ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (An Nahl: 78)
"(3). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.(4). Yang mengajar (manusia)dengan perantara kalam.(5). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya" (Al-Alaq 3-5)
ُالله ِح َسْفَي اوُح َسْفاَف ِسِلَجَلما ِفِ اوُح َّسَفَت ْ ُكَُل َلْيِق اَذِا اوُنَمَا َنيِ َّلَا اَ ُّيُّ أَي
َا َنيِ َّلَا ُاللهِ عَفْرَي اوُ ُشُْناَف اوُ ُشُْنا َلْيِق اَذِاَوْ ُكَُل
ُكُنِم اوُنَم
اَمِب ُاللهَو ٍتاَجَرَد َ ْلَِّعلاوُتوُا َنيِ َّلَاَو
ٌيرِبَخ َنوُلَمْعَت
25
yang kamu kerjakan”( Mujadalah: 11).
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana
dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam
mengamalkan agama Islam dari sumber utama kitab suci Al-Quran dan
Hadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta
penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk menghormati
penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat
beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan
bangsa (Sutrisno, 2005:20).
Akan tetapi dalam ilmu pendidikan Islam yang ditulis
Zakiah Daradjat lebih spesifikkan sebagaimana berikut:
a. Al Quran
Pendidikan termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk
membentuk manusia, termasuk kedalam ruang lingkup mu’amalah.
Sehingga pendidikan sangat penting, karena ikut menentukan corak
dan bentuk masyarakat.
Dan di dalam Al Quran terdapat banyak ajaran yang berisi
prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu.
Sebagai contoh dapat dibaca kisah Lukman mengajari anaknya dalam
surat Lukman ayat 12 sampai 19. Cerita itu menggambarkan prinsip
materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak, ibadat,
26
hidup dan tentang nilai suatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti
bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut
(Daradjad, dkk. 2011;19).
Oleh karena itu pendidikan Islam harus mendukung tujuan
hidup tersebut. Dan pendidikan Islam harus menggunakan Al Quran
sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang
pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus
berdasarkan ayat-ayat Al Quran yang penafsirannya dapat dilakukan
berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan
pembaharuan.
b. As Sunnah
As Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan
Rasul Allah SWT. Yang dimaksudkan dengan pengakuan ialah
kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan
beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.
As Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al
Quran. Separti Al Quran, Sunnah juga berisi aqidah dan syariah.
Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup
manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi
manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa.
c. Ijtihad
Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu bepikir dengan
27
untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syariat Islam
dalam hal-hal yang belum ditegaskan hukumnya oleh Al Quran dan
As Sunnah. Akan tetapi Ijtihad tidak boleh lepas dari Al Quran dan
As Sunnah (Daradjad, dkk. 2011;20).
B. Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Problematika bermakna sesuatu yang masih menimbulkan
masalah masih belum dapat terpecahkan (permasalahan). Sedangkan
masalah dapat diartikan sebagai ketidaksesuaian antara apa yang
diharapkan dengan apa yang terlaksana.
Selanjutnya mengenai pembelajaran berasal dari kata
“instruction” yang berarti “pengajaran”. Pembelajaran pada hakikatnya
adalah suatu proses interaksi antara anak-anak dengan anak-anak, anak
dengan sumber belajar, dan anak dengan pendidikan (Mansur 2007:163).
Menurut Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Sedangkan pendidikan agama Islam sendiri adalah upaya
sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal,
memahami, mengayati, hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi
dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud
28
Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam banyak sekali
permasalahan yang dihadapi untuk menyampaikan sebuah materi
seringkali permasalahan tersebut menjadi hambatan untuk mencapai
tujuan secara maksimal, probematika tersebut antara lain:
1. Problem Peserta Didik
Peserta didik adalah pihak yang hendak disiapkan untuk
mencapai tujuan, dalam arti yang dibimbing, diajari atau dilatih
dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan
pengamalan terhadap ajaran agama Islam.
Di sisi lain, pendidikan itu berfungsi membentuk
kepribadian anak, mengembangkan agar mereka percaya diri dan
menggapai kemerdekaan pribadi. Pendidikan adalah sarana dalam
mengembangkan kemampuan/potensi peserta didik untuk
mendapatkan kekuatan spiritual keagamaan, untuk pengendalian
diri, kepribadian yang baik, kecerdasan, berakhlak mulia, serta
memiliki ketrampilan yang dibutuhkan oleh dirinya dimasyarakat.
Dalam UU Sisdiknas N O. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional, terutama menyangkut pendidikan akan agama
29
mendapatkan layanan yang sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya.
Maka problem yang ada pada anak didik perlu
diperhatikan untuk ditindaklanjuti dalam mengatasinya, sehingga
tujuan dalam pendidikan itu dapat terealisaisi dengan baik.
Secara umum problematika peserta didik adalah segala
sesuatu yang dapat mengakibatkan kelambanan peserta didik dalam
belajar, diantara adalah sebagai berikut:
a. Karakteristik Kelainan Psikologi.
Fairuz Stone menjelaskan bahwa keseimbangan
perkembangan anak yang tertinggal dalam belajarnya itu lebih
sedikit dibandingkan teman-temannya secara umum. Misalnya,
mereka dikenal sebagai anak yang kurang penginderaannya,
khususnya lemah pendengaran dan penglihatannya.
b. Karakter Kelainan Daya Pikir (Kognitif)
Kelainan yang satu ini dianggap yang paling banyak
menimpa anak berkaitan dengan kegiatan belajar. Banyak teori
para pakar yang menjelaskan adanya keterkaitan erat antara
kecerdasan umumnya bagi anak dan tingkat keberhasilannya
dalam belajar (Asy Syakhs, 2001;25)
Jika kita mengamati tingkat kecerdasan dari sisi lain,
30
keterkaitan antara daya fikir dan anak yang lamban belajarnya,
seperti lemahnya daya ingat hingga mudah melupakan materi
yag baru dipelajari, lemah kemampuan berfikir jernih, tidak
adanya kemampuan beradaptasi dengan temannya, rendah
dibidang kebahasaannya baik dalam menyusun kalimat,
maupun dalam berbicara.
Sebagaimana mereka hanya dapat meraih tingkat
pencapaian yang rendah, mereka juga tidak dapat berkonsentrasi
dalam waktu lama. Sehingga kemampuan dalam penerapan
suatu ilmu, pemilahan, dan analisisnya rendah. Terkadang
mereka sulit berfikir secara rasional dan cenderung berdasarkan
perkiraan. Istilah-istilah tersebut besar pengaruhnya terhadap
proses kegiatan belajar anak (Asy Syakhs, 2001;25).
c. Karakter Kelainan Kemauan (Motivasi)
Kemauan dianggap sebagai tetapnya kekuatan yang stabil
dan dinamis bagi perjalanan seseorang agar dapat mewujudkan
tujuan tertentu dalam hidupnya. Kemauan juga berpengaruh
besar dalam kegiatan belajar.
Seseorang yang sudah tidak mempunyai motivasi dalam
melakukan pembelajaran maka dia akan mengalami kejenuhan
dan tidak ada gairah untuk bersungguh-sungguh. Sebagaimana
31
terdapat di dalam diri manusia, yang menimbulkan,
mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya
(Handoko, 1992: 9).
Jika dikaitkan dengan masalah motivasi, dapat dikatakan
bahwa tindakan seseorang sangat tergantung pada antisipasi
atau ekspektasi seseoran terhadap rangsangan yang
dihadapinya. Antisipasi yang positif terhadap rangsangan akan
menimbulkan reaksi mendekat, sedangkan antisipasi negatif
terhadap suatu rangsangan akan menimbulkan reaksi menjauh.
Suatu objek atau rangsangan yang diduga akan menimbulkan
rasa nikmat atau enak akan menimbulkan reaksi mendekat.
d. Karakter Kelainan Interaksi (Emosional) Dan Sosial
Teori yang ada menjelaskan bahwa menjalarnya perilaku
interaksi (emosional) yang tidak disukai di antara anak-anak
yang tertinggal dalam belajar meliputi rasa permusuhan,
kebencian, kecenderungan marah, merusak overacting,
mempengaruhi perkelahian, cepat mengabaikan peringatan dan
sebagainya(Asy Syakhs, 2001;30).
Tampak sekali bahwa kelainan berinteraksi sebagaimana
yang disebutkan di depan, berbeda pengaruhnya dengan
masalah sosial kemasyarakatan bagi anak-anak yang tertinggal
dalam belajar, karena mereka menanggapinya jeleknya adaptasi
32
permusuhan dan rasa menguasai atau dengan menjauh dari
pergaulan, mengundurkan diri dari kesepakatan masyarakat, dan
tidak senang membina persahabatan.
Jamalat Ghanim dalam teorinya juga menjelaskan bahwa
ketertinggalan anak dalam belajar bagi anak disebabkan
pengaruh pandangan yang menguasainya, sehingga, muncul
sifat egois, tidak mau bergaul dengan masyarakat, tidak ada
tolong menolong, tidak ada kompetisi positif, tenggelam dalam
kehidupan santai tanpa arah, tidak ada perhatian terhadap
peraturan sekolah dan bertindak sewenang-wenang (Asy Sakhs,
2001;30).
Dari penjelasan di atas dapat kita khususkan bahwasanya
problem pendidikan agama Islam yang berhubungan dengan
peserta didik, yaitu: (1) minat belajar/mendalami pengetahuan
agama Islam rendah; (2) minat belajar/kemampuan membaca
kitab suci al-Quran rendah meskipun akhir-akhir ini mulai
membaik; (3) fondasi keimanan dan ketakwaan peserta didik
terkesan masih relatif rentan; (4) perilaku menyimpang dibidang
akhlaq/moral keagamaan peserta didik, pergaulan bebas/seks
bebas terkesan sangat rentan/tinggi; (5) pemakaian narkoba,
tindak kriminal, dan anarkisasi sebagian peserta didik sekolah
umum terkesan rentan/tinggi (Muhaimin, 2011: 159).
33
Dalam proses pendidikan khususnya pendidikan
disekolah, pendidik memegang peranan yang paling utama.
sebagaimana dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 151)
اَنِتَيَأ ْ ُكُيَلَع وُلْتَي ْ ُكُنِم ًلْو ُسَر ْ ُكُيِف اَنْل َسْرَأ َ َكَم
َبَاتِكلا ُ ُكُُمِ لَعُي َو ْ ُكُيِ كَزُيَو
َنوَمَلْعَت وُنوُكَت ْمَل اَم ُكُُمِ لَعُيَو َةَ ْكِْحْلاَو
Artinya: “Sebagian (kami telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan hikmah (As Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum diketahui.” (Al Baqarah: 151)
Ayat ini menerangkan bahwa seorang pendidik adalah
pewaris nabi yang mempunyai peranan penting dalam merubah
dinamika kehidupan primitif menuju kehidupan madani.
Muhammad Fadhil Al-Djamali menyatakan bahwa
pendidikan adalah orang yang mengarahkan manusia kepada
kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemampuannya
sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia
(Ahmad Tafsir 1991;74).
Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran surat At
Takhrim ayat 6 yaitu:
اَيهَلَع ُةَراَجِلحاو ُسا نلا اَهُدْوُقَو اًر َنَ ْ ُكُِلهَأَو ْ ُكُ ِسُفنَأ اْوُق اوُنَمَأ َنْيِ لَا َا ُّيَُّيا
34
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari apai neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang di perintahkan-Nya kepada mereka yang selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At Takhrim: 6)
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwasannya pendidikan
merupakan kewajiban setiap manusia. Pendidik dalam pendidikan
agama Islam dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme
dalam mengemban tugasnya. Seseorang dikatakan profesional
bilamana pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap
tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja,
serta sikap continous improvement, yaitu selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model yang sesuai dengan
tuntutan zamannya, yang dilandasi oleh kesadaran tinggi bahwa
tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang
akan hidup pada masa zamannya (Muhaimin, 2002;4).
Dalam UU No. 20 tahun 2003 , pendidik adalah tenaga
pendidik yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaswara, tutor instruktur,, fasilitator, dan sebutan lain
yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Sedangkan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan formal, pendidikan
dasar dan pendidikan menengah (UU Guru dan Dosen No. 14 tahun
35
Pendidik dalam proses belajar mengajar harus menguasai
serta menerapkan prinsip prinsip didaktik dan metodik agar
usahanya dapat berhasil dengan baik dan dapat dipertanggung
jawabkan. Pengertian didaktik adalah ilmu mengajar yang
memberikan prinsip-prinsip tentang cara-cara menyampaikan bahan
pelajaran sehingga dikuasai dan dimiliki peserta didik.
Pendidik dalam sekolah yang biasa disebut dengan
sebutan guru. Dalam buku pendidikan agama Islam berbasis
kompetensi yang ditulis Abd. Mujib dan Dian Andayani merujuk
dari Syaodih dikatakan, Guru adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas pendidikan. Para pakar menyatakan bahwa,
betapapun bagusnya sebuah kurikulum cofficial, hasilnya sangat
bergantung pada apa yang dilakukan guru di luar maupun di dalam
kelas (actual).
Karena guru sebagai profesi, tugas guru sebagai profesi
meliputi: mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sedangkan melatih berarti mengembangkan
keterampilan-keterampilan pada siswa.
Guru pendidikan agam islam di sekolah/madrasah pada
dasarnya melakukan kegiatan pendidikan agama islam yaitu “upaya
36
(peserta didik) dalam mengembangkan pandangan hidup islami
(bagaimana akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupan
sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai islam), sikap hidup islami, yang
dimanifeskan dalam ketrampilan hidup sehari-hari” (Muhaimin
2011 : 165).
Jadi, guru adalah ujung tombak pendidikan. Karna itu,
salah satu kekuatan yang harus dibangun oleh sekolah/madrasah
adalah bagaimana memiliki guru yang mempunyai kompetensi,
dedikasi,dan komitmen yang tinggi.
Secara garis besar Faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan kualitas guru sebagaimana berikut:
a. Orientasi guru terhadap profesinya.
Kesadaran seorang guru terhadap tanggung jawab sebagai
pengajar akan mempengaruhi pelaksanaan pendidikan agama
Islam.
b. Keadaan kesehatan guru.
Seorang guru harus mempunyai tubuh yang sehat. Sehat dalam
arti tidak sakit dan sehat dalam arti kuat, mempunyai cukup
sempurna energi.
37
Seorang guru jika terpenuhi kebutuhannya, maka ia akan lebih
percaya diri kepada diri sendiri, merasa lebih aman dalam
bekerja maupun kontak-kontak sosial lainya.
d. Pengalaman mengajar guru.
Kian lama seorang guru itu menjadi guru, kian bertambah baik
pula dalam menunaikan tugasnya untuk menuju kesempurnaan.
e. Latar belakang pendidikan guru
Profesi guru itu dalam banyak hal ditentukan oleh pendidikan
persiapannya (Saifullah, 1989:179).
3. Problem kurikulum
Dalam pengertian yang sempit, kurikulum merupakan
seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pengajaran
sarta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar di sekolah. Pengertian ini yang digaris bawahi ada
empat komponen pokok dalam kurikulum, yaitu: tujuan, isi/ bahan,
organisasi dan strategi.
Dalam pengertian yang luas, kurikulum merupakan segala
kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan kepada
peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan (Institusional, kurikuler
dan instruksional). Pengertian ini menggambarkan segala bentuk
aktivitas sekolah yang sekiranya mempunyai efek bagi pengembangan
peserta didik, adalah termasuk kurikulum dan bukan terbatas pada
38
Dalam kerangka penerapan kurikulum PAI pada sekolah,
para guru agama diperlukan mampu membaca visi sebuah kurikulum,
yakni ide-ide pokok yang terkandung di dalam tujuan-tujuan kurikulum.
Perlunya kemampuan membaca visi kurikulum PAI, terutama agar
persepsi yang dibentuk dalam pemikiran para guru agama itu terdapat
relevansi dan visi kurikulum yang secara prinsip terkandung dalam
tujuan-tujuan kurikulum.
Problem pada saat ini adalah kecenderungan bahwa
perhatian guru agama lebih tertuju pada struktur kurikulum PAI, seperti
analisis materi pelajaran, merumuskan tujuan serta bagaimana urusan
administrasi pengajaran lainya, pengembangan kurikulum yang
tercantum dalam tujuan pendidikan nasional serta relevansinya dengan
rumusan kompetensi PAI, kurang mendapat perhatian.
Dalam pandangan dunia pendidikan, keberhasilan program
pendidikan sangat tergantung pada perencanaan program kurikulum
pendidikan tersebut, karena kurikulum pada dasarnya berfungsi untuk
menyediakan program pendidikan yang relevan bagi pencapaian sasaran
akhir program pendidikan. Dengan kata lain fungsi kurikulum adalah
menyiapkan dan membentuk peserta didik agar dapat menjadi manusia
yang memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan orientasi kurikulum
dan sasaran akhir progran pendidikan. Program kurikulum diorientasikan
39
tentu akan memiliki konstribusi yang signifikan terhadap calon-calon
penganggur pada masa yang akan datang (Hujair, 2003;163).
Sedangkan kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah
atau madrasah berfungsi sebagai berikut:
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta
didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga.
b. Penanaman nilai, yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari
kebahagiaan dunia dan akhirat.
c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang
dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran dalam
kehidupan sehari-hari.
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungan
atau budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat
perkembanganya menuju manusia Indonesia seutuhnya.
f. Pengajaran, tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam
nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat
40
secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan
bagi orang lain (Majid, 2004;169)
Ketika kurikulum pada PAI tidak digunakan dengan baik
maka hasil yang maksimal tidak akan didapatkan. Amin Abdullah, salah
satu pakar keIslaman non tarbiyah, juga telah menyoroti kurikulum dalam
kegiatan pendidikan Islam yang selama ini berlangsung di sekolah, antara
lain sebagai berikut:
a. Pendidikan Islam lebih banyak terkonsentrasi pada
persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif semata-mata.
b. Pendidikan Islam kurang concern terhadap persoalan bagaimana
mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi “makna” dan
nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik lewat
berbagai cara dan media.
c. Pendidikan agama Islam lebih menitik beratkan pada aspek
korespondensi tekstual, yang lebih menitik beratkan pada hafalan teks
keagamaan yang sudah ada.
Sistem evaluasi, bentuk-bentuk soal ujian agama Islam
menunjukkan prioritas utama pada aspek kognitif, dan jarang pertanyaan
tersebut mempunyai bobot muatan “nilai” dan “makna” spiritual
keagamaan yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari (Muhaimin,
2002;264).
41
Dalam praktik pembelajaran pendidikan agama islam permasalahan
yang dihadapi yang seringkali permasalahan tersebut menjadi hambatan
untuk mencapai tujuan secara maksimal, praktik probematika tersebut
antara lain:
1. Problem Manajemen Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam
Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi.
Dikatakan sebagai ilmu oleh Gulick karena manajemen
dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara
sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang
bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat oleh Follet karena
manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur
orang lain menjalankan dalam tugas. Dipandang sebagai profesi
karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk
mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntun
oleh suatu kode etik.
Dalam proses manajemen melibatkan fungsi-fungsi pokok
yang ditampilkan oleh seorang manajer atau pemimpin, yaitu:
perencanaan (Planning), pengorganisasian (organizing), pemimpin (Leading), dan pengawasan (Controlling), oleh karena
itu, manajemen diartikan sebagai proses merencana,
42
dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara
efektif dan efisien (Fattah, 2004;1).
Seringkali pendidikan agama Islam secara umum kurang
diminati dan kurang mendapat perhatian dikarenakan materi
kurikulum dan manajemen pendidikan yang kurang memadai,
kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.
Setelah mengetahui kenyataan itu, maka pembaharuan terhadap
manajemen pendidikan Islam perlu diperhatikan.
2. Problem Sarana dan Prasarana dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam
Masih banyak persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa
Indonesia kaitannya dengan keberhasilan pendidikan agama ini,
sebab pendidikan agama dalam pelaksanaannya terkait dengan
berbagai komponen yang melingkupinya, salah satunya lagi
adalah sarana dan prasarana pendidikan agama Islam.
Sarana pendidikan agama Islam adalah peralatan dan
perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dalam
menunjang proses pendidikan khususnya proses belajar mengajar
seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi, serta peralatan dan
media pengajaran yang lain. Adapun yang dimaksud dengan
prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung
43
kebun, halaman, taman sekolah, jalan menuju sekolah (Surya,
2003;118).
Orang Islam Indonesia sekarang ini sudah mengetahui
perlunya tersedia alat-alat pendidikan untuk membangun sekolah
yang bermutu. Akan tetapi itu bukan berarti pengetahuan mereka
itu cukup teliti, juga belum berarti bahwa teori-teori tentang itu
sudah benar-benar dikuasai mereka. Dalam hal ini kita masih
menyaksikan adanya pembangunan sarana belajar yang
kelihatannya kurang direncanakan dengan baik. Mungkin saja
sebabnya adalah belum dikuasainya teori-teori baru tentang itu.
Kendala yang sudah jelas, dan seringkali ditemukan, ialah
kurangnya biaya (Tafsir 2008;92).
3. Problem Lingkungan dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam
Pendidikan tidak hanya terpacu pada lingkup sekolah saja,
akan tetapi lingkungan selain sekolah seringkali mengambil peran
penting dalam pendidikan tersebut, begitu juga dengan
pendidikan agama Islam.
Berhasil atau tidaknya pendidikan agama Islam, lingkungan
sosial berperan penting terhadap berhasil dan tidaknya
pendidikan agama, karena perkembangan anak sangat
44
ditemukan pengaruh yang baik maupun yang buruk. Problem
lingkungan ini meliputi:
a. Lingkungan masyarakat yang tidak atau kurang agamis akan
mengganggu perjalanan proses belajar mengajar (Suryabrata,
2004;184).
b. Lingkungan keluarga, yang mempunyai berbagai macam
faktor antara lain:
1) Rusaknya hubungan suami-istri (orang tua).
2) Kerasnya orang tua dalam memperlakukan anak.
3) Anak merasa tersingkir dan terabaikan oleh orang tua.
4) Pendapat anak tidak pernah dihargai bahkan diejek dan
usahanya selalu dilarang.
5) Banyaknya sanksi yang tidak mendidik terhadap anak dan
tanpa sebab yang jelas.
6) Orang tua memperlakukan anaknya secara ngawur tanpa
sadar ataupun bentuk yang jelas.
7) Antara anak yang satu dan yang lainya dalam keluarga
tidak bisa rukun sehingga menimbulkan rasa dendam
diantara mereka.
8) Memberi contoh kepada anak dengan sifat-sifat negatif.
9) Orang tua terlalu sibuk sehingga anak merasa tidak