i
JIHAD DALAM ALQURAN;
APLIKASI TEORI PENAFSIRAN „DOUBLE MOVEMENT‟
FAZLUR RAHMAN SEBAGAI UPAYA KONTEKSTUALISASI
AYAT-AYAT
QITAL
DALAM ALQURAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh :
Mukhamad Saifunnuha
NIM 21514014
JURUSAN ILMU AL-
QUR‟AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Mukhamad Saifunnuha
NIM
: 215-14-014
Fakultas
: Ushuluddin Adab dan Humaniora
Program Studi
: Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir
Menyatakan bahwa naskah skripsi saya yang berju
dul ”
Jihad Dalam
Alquran; Aplikasi Teori Penafsiran „
Double Movement‟
Fazlur Rahman
Sebagai Upaya Kontekstualisasi Ayat-Ayat
Qitā
l Dalam Alquran
”
adalah
benar-benar hasil penelitian/karya saya
sendiri, kecuali pada bagian-bagian
yang dirujuk sumbernya berdasarkan kode etik ilmiah, dan bebas dari
plagiarisme. Jika kemudian hari terbukti ditemukan plagiarisme, maka saya
siap ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Salatiga, Mei 2018
Yang menyatakan,
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoresi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara:
Nama
: Mukhamad Saifunnuha
NIM
: 21514014
Fakultas
: Ushuluddin Adab Dan Humaniora
Program Studi : Ilmu Al-
Qur‟an Dan Tafsir
Judul
: Jihad Dalam Alquran; Aplikasi Teori Penafsiran
„
Double Move
ment‟
Fazlur Rahman Sebagai Upaya
Kontekstualisasi Ayat-Ayat Qitāl Dalam Alquran
Telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan.
Salatiga, Mei 2018
Pembimbing,
K
EMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
Jalan Nakula Sadewa VA/No. 09 Salatiga 50721. Telp (0298) 323706 Fax.
323433
iv
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi Saudara Mukhamad Saifunnuha dengan Nomor Induk Mahasiswa
215-14-014 yang berjudul
“Jihad Dalam Alquran: Aplikasi Teori
Penafsiran
Double Movement
Fazlur Rahman sebagai Upaya
Kontekstualisasi Ayat-ayat
Qitāl
dalam Alquran”
telah dimunaqosyahkan
dalam Sidang Panitia Ujian Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada Senin, 10 September
2018 dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir.
Salatiga, September 2018
Panitia Ujian
Ketua Sidang
Dr. Mubasirun, M. Ag.
NIP. 19590202 199003 1001
Sekretaris Sidang
Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag.
NIP.19541002 198403 1001
Penguji I
Dr. Adang Kuswaya, M. Ag.
NIP. 19720531 199803 1002
Penguji II
Tri Wahyu Hidayati, M. Ag.
NIP. 19741123 200003 2002
Pembimbing
v
MOTTO
Waktu adalah sesuatu yang kita punya dari-Nya, berpacu dengan waktu
adalah tugas kita, mengabaikan waktu adalah celaka bagi kita.
َٝ َيِضَشَُِٔ َيِزَّحِص ِْٖٓ ْزُخ َٝ َءبَسَُْٔا ِشِظَزَْ٘ر لاك َذْحَجْصَأ ارإ َٝ َحبَجَّصُا شِظَزَْ٘ر لاك َذٍَْسَْٓأ ارِإ ...
ِْٖٓ
َيِرَُِْٞٔ َيِربٍََح
“... Apabila kamu berada di sore h
ari janganlah kamu menunggu (melakukan
sesuatu) hingga pagi hari datang. Apabila kamu berada di pagi hari
janganlah menunggu hingga sore datang. Gunakan waktu sehatmu untuk
menghadapi sakitmu, dan waktu hidupmu untuk menghadapi matimu.”
vi
PERSEMBAHAN
Teruntuk Bapak dan Ibu Tercinta
Teruntuk juga Kakak dan Adik Terkasih
Teruntuk pula Mbah Kakung dan Mbah Putri Tersayang
Keluarga dan sahabat-
sahabat yang selalu terpanjat dalam do’a,
Juga seseorang yang mengingatkan penulis akan singkatnya waktu,
yang sebenarnya penulis ingin sebutkan namanya dalam persembahan
ini, namun tidak perlu kiranya,
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan berbagai
nikmat dan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“JIHAD DALAM ALQURAN;
APLIKASI TEORI PENAFSIRAN „DOUBLE MOVEMENT’
FAZLUR
RAHMAN SEBAGAI UPAYA KONTEKSTUALISASI AYAT-AYAT
QITAL
DALAM ALQURAN”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Strata I (S1) pada Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu penulis curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan ummatnya yang selalu setia
pada syafaatnya hingga akhir zaman. Terima kasih penulis haturkan kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Atas
bantuan baik itu berupa dukungan, tenaga, maupun waktu dan materi. Tiada
kata-kata yang bisa mengungkapkan rasa terima kasih penulis selain
“
Jazakumullah Khairan Katsiran
” semoga kebaikan dari semua pihak
dibalas Allah SWT dengan berlipat ganda. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada yang terhormat:
1.
Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
yang telah memberikan kesempatan penulis untuk kuliah di
IAIN Salatiga dan mengadakan penelitian ini.
2.
Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin Adab dan Humaniora (FUADAH).
3.
Ketua Jurusan Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir, Ibu Tri Wahyu
Hidayati, M. Ag., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan pengarahan dan masukan serta motivasi
kepada penulis.
viii
5.
Bapak dan Ibu dosen yang telah membimbing penulis dalam
memahami ilmu selama duduk di bangku kuliah.
6.
Bapak dan Ibu tercinta yang tiada henti-hentinya memberikan
sumbangan baik secara moril maupun materil. Mudah-mudahan
cucuran keringat yang telah tertumpah dijadikan saksi oleh Allah
SWT sebagai bukti dari bagian perjuangan untuk mendapatkan
amal jariyah di hadapan-Nya.
7.
Mbah kakung, Mbah put
ri, juga Kakak dan Adik tercinta,
terimakasih atas segenap do‟anya. Semoga penulis benar
-benar
bisa menjadi qudwah untuk keluarga besar.
8.
Segenap keluarga dan teman-teman yang selalu memberikan
motivasi
serta
dukungannya
kepada
penulis
dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9.
Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu
yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penulisan skripsi ini.
Jazakumullah bi ahsanil jaza‟ atas semuanya. Semoga Allah SWT
meridhai dan memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala
jasa-jasanya.
Demikianlah ucapan terima kasih ini penulis sampaikan, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi semua
pembaca pada umumnya.
Salatiga, September 2018
Penulis,
ix
ABSTRAK
Penelitian ini adalah Penelitian Pustaka (Library Research), yang
mengkaji ayat-ayat
qitāl dengan menggunakan metode
Double Movement
Fazlur Rahman. Tulisan ini berawal dengan adanya pemahaman yang keliru
dari beberapa golongan (seperti Islam Fundamentalis) mengenai perintah
perang (qitāl) yang ada dalam Alquran. Begitu juga untuk meluruskan
anggapan Barat yang menyatakan bahwa Islam adalah Agama pedang dan
kekerasan. Sehingga tujuan penelitian ini adalah;
pertama, untuk
mengetahui makna kata
qitāl yang terdapat dalam Alquran.
Kedua, untuk
mengetahui
konteks
peristiwa
ayat-ayat
qitāl.
Ketiga,
untuk
mengkontekstualisasikan ayat-ayat
qitāl dengan menggunakan metode
Double Movement. Sehingga ayat-ayat
qitāl tersebut dapat kita ambil nilai
moral dan tujuan umumnya untuk dapat diterapkan dalam problematika
sekarang ini.
Terlebih dahulu penelitian ini memfokuskan pada pemaknaan kata
qitāl
dalam Alquran. Setelah didapatkan makna dari
qitāl beserta semua
derivasinya dalam Alquran; yaitu berarti perang atau memerangi, kemudian
penulis paparkan ayat-ayat
qitāl. Hal tersebut dilakukan guna mengetahui
asbāb an
-
nuzūl
serta
munāsabah
(ketersambungan) diantara ayat-ayat yang
ada. Selanjutnya adalah menerapkan metode
Double Movement untuk
memahami ayat-ayat
qitāl dengan berbekal pemahaman historis yang ada.
Sehingga, dengan langkah-langkah pemahaman yang penulis terapkan,
penulis dapat membuktikan bahwasanya kehujjahan Alquran itu tidak
terbatas waktu dan tempat, dan akan selamanya menjadi pedoman hidup
umat manusia.
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil
keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.
1.
Konsonan Tunggal
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, dalam pedoman ini sebagian
dilambangkan dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan
tanda, dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf dan tanda
sekaligus.
Huruf
Arab
Nama
Huruf Latin
Keterangan
ا
Alif
-
tidak dilambangkan
ة
bā‟
b
-
د
tā‟
t
-
س
ṡā‟
ṡ
s dengan satu titik di
atas
ط
Jīm
j
-
ح
ḥā‟
ḥ
h dengan satu titik di
bawa
خ
khā‟
kh
-
د
Dāl
d
-
ر
Żāl
ż
z dengan satu titik di
atas
س
rā‟
r
-
ص
Zāi
z
-
ط
Sīn
s
-
ش
Syīn
sy
-
ص
ṣād
ṣ
s dengan satu titik di
xi
ض
ḍād
ḍ
d dengan satu titik di
bawah
ط
ṭā‟
ṭ
t dengan satu titik di
bawah
ظ
ẓā‟
ẓ
z dengan satu titik di
bawah
ع
ʿain
ʿ
koma terbalik
ؽ
Gain
g
-
ف
fā‟
f
-
م
Qāf
q
-
ى
Kāf
k
-
ٍ
Lām
l
-
ّ
Mīm
m
-
ٕ
Nūn
n
-
ٝ
Wāwu
w
-
ٙ
h
ā‟
h
-
ء
Hamzah
tidak
dilambangkan
atau ‟
apostrof, tetapi lambang
ini tidak dipergunakan
untuk hamzah di awal
kata
ي
yā‟
y
-
2.
Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap,
Contoh:
بََّ٘ثَس
ditulis
rabbanā
َةَّشَه
ditulis
qarraba
ذَحُا
ditulis al-
ḥaddu
3.
Tā‟ marbūṭah
di akhir kata
xii
a.
Tā‟ marbūṭah
yang mati atau mendapat harakat sukun,
transliterasinya
h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah
terserap menjadi bahasa Indonesia, seperti
salat, zakat,
dan
sebagainya.
Contoh:
خَحَِْط
ditulis ṭ
alhah
خَثَّٞزَُا
ditulis at-taubah
خَِٔطبَك
ditulis Fātimah
b.
Pada kata yang terakhir dengan
tā‟ marbūṭah
diikuti oleh
kata
yang
menggunakan kata sandang
al
serta bacaan kedua kata itu
terpisah, maka
tā‟ marbūṭah
itu ditransliterasikan dengan h.
Contoh :
ٍبَلْطَلاْا ُخَضَْٝس
ditulis rauḍah al-aṭfāl
c.
Bila dihidupkan ditulis t.
Contoh:
ٍبَلْطَلاْا ُخَضَْٝس
ditulis rauḍatul aṭfāl
xiii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Pernyataan Keaslian Tulisan ... ii
Persetujuan Pembimbing ... iii
Pengesahan Kelulusan ... iv
Motto ... v
Persembahan ... vi
Kata Pengantar ... vii
Abstrak ... ix
Pedoman Transliterasi ... x
Daftar isi ... xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 12
C.
Tujuan Penelitian dan Kegunaan ... 12
D.
Kajian Pustaka ... 13
E.
Metodologi Penelitian ... 16
F.
Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Sejarah Perang (qitā
l) ... 19
B.
Pengertian Jihad dan Perang (qitā
l) ... 26
C.
Fazlur Rahma
n dan Teori „
Double Movement
‟
... 31
BAB III
KAJIAN AYAT-AYAT
QITAL
A.
Ayat-ayat Perang (qitā
l) dalam Alquran dan
Asbāb an
-
Nuzūlnya ... 47
xiv
BAB IV
APLIKASI TEORI
DOUBLE MOVEMENT
TERHADAP
AYAT-AYAT PERANG (
QITAL
)
A.
Aplikasi Teori Double Movement terhadap Ayat-ayat
qitā
l ... 62
B.
Kontekstualisasi Ayat-ayat qitā
l terhadap Problematika
Masa Kini ... 68
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan ... 76
B.
Saran ... 78
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kitab suci Alquran sebagai pedoman hidup umat manusia yang
haqiqi senantiasa memberikan kontribusi monumental dalam setiap lini
kehidupan, selain itu juga Alquran tidak menjadikan dirinya sebagai
pengganti usaha manusia, akan tetapi sebagai pendorong dan pemandu demi
berperannya manusia secara positif dalam berbagai bidang kehidupan.
Alquran akan mengarahkan manusia menuju jalan kebenaran (lurus), agar
manusia tidak keliru dalam menjalankan aktifitas kehidupannya. Alquran
adalah kitab yang memberikan penjelasan secara komprehensif baik masalah
besar dan kecil termasuk juga bagaimana sebuah sistem dalam bertatanegara
hingga bagaimana berperang yang benar yang sesuai dengan petunjuk
Alquran dan rasul-Nya. Oleh sebab itu, segala upaya pemahaman dan
pengaplikasian Alquran seyogyanya harus dipertimbangkan melalui
berbagai faktor yang sulit dalam sejarah kehidupan manusia. Alquran harus
diracik dan ditafsirkan melalui penelusuran-penelusuran dengan melihat
kondisinya baik dari segi sosiologis, kultural, psikologis, etika, politik, dan
berbagai keilmuan lainnya.
1Ajaran Alquran meliputi segala bidang aspek
kehidupan manusia dan saling menjaga antara bangsa dan agama.
Kehadiran Islam dengan segala idealitasnya diatas ternyata belum
dapat memberikan pemahaman yang komprehensif bagi sebagian kelompok.
Salah satunya adalah kelompok fundamentalis khususnya fundamentalis
agama.
2Fundamentalis ini yang kemudian diidentikkan dengan terorisme.
1 Emha Ainun Nadjib, Surat Kepada Kanjeng Nabi (Bandung: Mizan, 1997), 335. 2 Beberapa sarjana menggunakan istilah “Islamisme” sebagai padanan kata Islam
2
Artinya agama Islam diposisikan sebagai terdakwa yang ajaran-ajarannya
membenarkan dan menghalalkan kekerasan sebagai tajuk perjuangan.
Dengan beberapa kasus terorisme yang muncul ke permukaan, Islam
semakin disudutkan sebagai spirit utama lahirnya kekuatan-kekuatan
fundamentalis dan ekstrimis, termasuk pelaku kekerasan atas nama agama
atau jihad atas nama Tuhan.
Banyaknya kasus kekerasan dan terorisme berdampak pada citra
agama, dimana seringkali kasus tersebut dikaitkan dengan Islam. Hal ini
menimbulkan pertanyaan besar mengenai sejauh mana pemahaman
keislaman itu sendiri pada tiap penganutnya? Islam sebagai agama yang
memiliki penganut mayoritas mempunyai andil besar dalam pembentukan
lingkungan damai dengan pemeluk agama lain. Ajaran Islam yang dianut
oleh mayoritas umat dunia mempunyai implikasi yang kuat terhadap cara
berfikir dan bertindak masyarakat. Karena pada dasarnya Islam memegang
teguh ajaran yang terkandung dalam Alquran sebagai pedoman hidup.
Hasyim Muzadi berpendapat bahwa jika mengikuti asumsi atau
tuduhan diatas, tentu saja jika benar bahwa pelaku terorisme adalah gerakan
fundamentaslisme, hal ini disebabkan karena adanya pemahaman
keagamaan yang eksklusif, skriptualis, dan miskinnya pemahaman realitas
historis dalam menafsirkan pesan esoteris teks-teks kitab suci, sehingga
mewariskan sikap-sikap yang fanatik, dogmatik, dan intoleran dalam
menyikapi realitas perbedaan dan kondisi pluralitas sosial, politik, budaya,
dan ekonomi. Bahkan termasuk dalam menyikapi wilayah juang dalam
mengimplementasikan prinsip
amar ma‟rūf nahī mungkar
.
3Pemahaman Alquran secara penuh merupakan konsekuensi logis
dalam menjalankan ritus keagamaan baik dengan sang pencipta-Nya
maupun dengan makhluk lainnya. Alquran adalah teks, sebagai petunjuk
3
3
tentu saja lahir dengan sendirinya membutuhkan berbagai penafsiran.
Mengenai hal itu, objek kajian terhadap teks ini tidak mengacu pada realitas
yang berada diluar teks, melainkan kepada realitas yang digambarkan oleh
teks itu sendiri.
Mengacu pada teks yang multi-tafsir itu, Alquran bukan hanya
sebagai pedoman hidup, namun disatu sisi juga menimbulkan polemik
kebahasaan dan berdampak lebih lanjut pada kekeliruan pemahaman,
contohnya adalah pada kasus ayat-ayat Jihad (dan ayat-ayat
qitāl
khususunya), yang menjadi sarana doktrinasi dalam melakukan aksi-aksi
kekerasan maupun terorisme.
4Kata perang (qitāl) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat diseluruh
penjuru dunia. Kata
qitāl seringkali diidentikkan dengan kata jihad. Dalam
konteks perkembangan zaman istilah jihad mengalami fluktuasi pemahaman
dikalangan masyarakat, bahkan telah menjadi trend ideologi bagi sebagian
umat Islam tersendiri, dengan artian kadangkala istilah ini menjadi makna
peyorasi yakni penyempitan makna yang berakibat pada hal yang negatif
dan juga makna
ameliorasi yakni perluasan makna yang berdampak pada
kenaikan nilai-nilai positif dalam kandungan makna tersebut, sehingga perlu
adanya kontribusi keilmuan lainya untuk memahamkan makna tersebut
sesuai dengan tingkat perkembangan manusia dalam berbagai jenjang.
Disini yang terjadi bukan sekedar permasalahan sosial keagamaan
melainkan munculnya distorsi pemahaman ajaran Islam mengenai jihad
yang termaktub dalam Alquran dan as-sunah. Selain itu juga, bahwa
fenomena jihad yang menyeruak kepermukaan seperti yang disaksikan
dewasa ini, tidak hanya muncul dari pencitraan barat atau eropa melainkan
umat Islam tertentu (radikal) juga mempunyai kontribusi dalam hal ini.
Artinya Islam radikal (fundamentalis) dengan manifestasi gerakan yang
4 Ibnuafan, “Penerjemahan Ayat-ayat Jihad dalam Alquran; Terjemahan Kementerian
4
diciptakan sebagaimana yang sering dijumpai pada banyak kasus,
meniscayakan sebuah citra Islam yang serat dengan ideologi fundamentalis.
Hal ini dapat dilihat dari gerakan-gerakan kelompok fundamentalis di Mesir
dengan berbagai variasi gerakannya, mulai dari yang sangat ekstrim hingga
yang lebih moderat.
5Jihad bukanlah sesuatu yang baru bagi kalangan umat Islam, sebab
pada masa Nabi Muhammad saw fenomena ini sudah menjadi bagian dari
ajaran Islam yang sangat penting. Seruan jihad pun bukan sekedar perintah
Nabi melainkan sebuah perintah yang haq termaktub dalam Alquran. Tentu
saja fenomena jihad pada masa lalu berbeda dengan konsep jihad yang
selazimnya diimplementasikan pada zaman sekarang ini. Pada masa lalu
jihad bukanlah untuk mengalahkan dan menghancurkan musuh melainkan
untuk membela diri (self-defence) dan tidak satupun dimaksudkan untuk
menyerang secara agresif dan memenangkan pertempuran dengan
mengorbankan nyawa seminimal mungkin. Terma jihad yang diusung oleh
Alquran telah mengalami beberapa kamuflase pemahaman oleh sebagian
kalangan umat Islam. Adakalanya pemahaman ini menjadi paham atau
ideologi yang berbaju perang dalam mewujudkan keinginan sebuah
kemenangan dari suatu kelompok tertentu, hal ini disebabkan adanya
pendangkalan pemahaman dari kalangan internal sebagian umat Islam.
Sedangkan, konsep jihad yang sesungguhnya dalam era modern ini
merupakan sebagai upaya kesungguhan untuk perubahan, perbaikan, dan
peningkatan mutu dalam berbagai lini kehidupan seperti agama, sosial, ilmu
pengetahuan, budaya, pendidikan, dan tata kelola pemerintahan yang baik
dan benar.
6Sejarah kekerasan dan radikalisme seringkali membawa nama
agama. Hal ini dapat dipahami karena agama memiliki kekuatan yang sangat
5 Muhammad Fakhruddin, “Konsep Jihad Menurut Muhammad Syahrur”,
Skripsi (Yogyakarta: UPT Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, 2004), 3.
6
5
dahsyat, yang melebihi kekuatan politik, sosial, dan budaya. Agama bahkan
bisa diangkat sampai pada tingkat supranatural. Atas nama agama, kemudian
radikalisme diabsahkan dalam berbagai tindakan. Mulai dari mengkafirkan
orang-orang yang tak sepaham (takfīr) sampai melakukan pembunuhan
terhadap musuh yang tidak seideologi dengannya.
Banyak faktor yang menyebabkan tumbuh dan berkembangnya
gerakan radikal yang mengatasnamakan agama. Salah satunya menurut
Yusuf Qardhawi, faktor utama munculnya radikalisme dalam beragama
adalah kurangnya pemahaman yang benar dan mendalam atas esensi ajaran
agama Islam itu sendiri dan pemahaman literalistik atas teks-teks agama.
7Karena pada kenyatannya, sebagian Muslim melakukan tindakan kekerasan
seringkali merujuk pada ayat Alquran dan hadis Nabi saw. Yang dijadikan
legitimasi dan dasar tindakannya. Padahal, Islam adalah agama universal
dan moderat (wasaṭiyah) yang mengajarkan nilai-nilai tolereansi (tasāmuh)
yang menjadi salah satu ajaran inti Islam yang sejajar dengan ajaran lain,
seperti keadilan („adl), kasih sayang (rahmat), dan kebijaksanaan (hikmah).
Sebagai rahmat bagi semesta alam, Alquran mengakui kemajemukan
keyakinan dan keberagamaan. Tetapi sayang aksi dan tindakan kekerasan
masih juga seringkali terjadi. Dan sekali lagi, itu diabsahkan dengan dalil
ayat-ayat Alquran dan hadis Nabi saw.
Beragam makna jihad dikemukakan oleh tokoh-tokoh Islam. Imam
Syafi‟i mendefinisikan makna jihad dengan memerangi kaum kafir untuk
menegakkan Islam. Pengertian jihad inilah yang secara luas dibicarakan
dalam kitab-kitab fikih yang senantiasa dikaitkan dengan pertempuran,
peperangan, dan ekspedisi militer.
8
7
Yusuf Qardhawi, As-Ṣahwah al-Islāmiyyah bayna al-Juhūd wa at-Taṭarruf (Kairo: Dār asy-Syurūq, 2001), 51-57.
8
6
Sedangkan Ibn Taimiyah berkata di dalam kitab
Mathālib Uli al
-nuha,
yaitu jihad yang diperintahkan ada yang digunakan dengan hati
(seperti istiqamah untuk berjihad dan mengajak kepada syariat Islam),
argumentasi (memberi argumentasi kepada yang batil), penjelasan
(penjelasan kebenaran, menghilangkan ketidakjelasan, dan memberikan
pemikiran yang bermanfaat untuk umat Islam), tubuh (seperti berperang).
Jihad wajib dilakukan jika seluruh hal tersebut bisa dilakukan.
9Berdasarkan beberapa pengertian di atas, sedikit wajar apabila
sebagian orang memaknai jihad berupa perang fisik, terlebih apabila
mengacu pada pengertian yang dikemukakan oleh Imam Syafi‟i bahwa jihad
adalah memerangi kaum kafir untuk menegakkan Islam. Maka kiranya perlu
untuk mendefinisikan kembali makna jihad dalam konteks sekarang dengan
tetap menjadikan Alquran sebagai acuan dan batasan pengertiannya.
Para ulama terdahulu telah memiliki suatu metodologi sebagai upaya
mendialogkan Alquran dan hadis dalam konteks mereka. Akan tetapi ketika
suatu metode itu dibawa kepada konteks yang berbeda, metode itu bisa jadi
tidak mampu lagi mendialogkan keduanya sebagaimana kebutuhan konteks
yang baru. Bahkan langkah mundur jika problem-problem kontemporer
dewasa ini dipecahkan dengan metode orang-orang dulu yang jelas berbeda
dengan problem saat ini. Hal tersebut sudah tentu, menuntut adanya metode
penafsiran baru yang sesuai dengan perkembangan situasi sosial, budaya,
ilmu pengetahuan dan peradaban manusia.
10Dan ini menurut Amin
Abdullah merupakan solusi untuk menjembatani kebuntuan dan krisis ilmu
9
Hasan Asy-Syathi, Mathālib Uli al-Nuhā, Jil. 2 (Damaskus: Al-Maktab Al-Islāmi, 1961), 501.
10
7
Alquran dan tafsir yang kurang relevan dengan konteks dan semangat zaman
sekarang ini.
11Salah satu metode penafsiran baru yang penulis ingin sampaikan
dalam tulisan ini adalah sebuah metode yang ditawarkan oleh Fazlur
Rahman, seorang pemikir Islam asal Pakistan yang lahir pada tahun 1919 M.
Awal karirnya dalam mengusung pemikiran-pemikiran yang progresif
adalah ketika Rahman diminta kembali ke Pakistan oleh Ayyub Khan
(Presiden Pakistan, 1958
–
1969) untuk membangun Negeri asalnya
sekaligus untuk merumuskan ideology Islam bagi Negara Pakistan. Pada
tahun 1962, Fazlur Rahman diminta untuk memimpin Lembaga Riset Islam
(Islam Research Institute) dan menjadi anggota Dewan Penasihat Ideologi
Islam (The Advisory Council of Islamic Ideology) pemerintah Pakistan tahun
1964.
12Lembaga riset Islam yang dikelola Rahman bertugas menafsirkan
Islam dalam terma-terma rasional dan ilmiah untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan suatu masyarakat modern yang progresif, sementara dewan
Penasihat Ideologi Islam yang dibentuk tahun 1962 betugas untuk meninjau
seluruh hukum, baik yang telah ada ataupun yang akan dibuat dengan tujuan
menyelaraskan dengan Alquran dan sunnah, serta mengajukan
rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah pusat dan propinsi tentang cara menjadi
seorang Muslim yang baik.
13Rahman terlibat secara intens dalam usaha-usaha untuk menafsirkan
kembali Islam guna menjawab tantangan dan kebutuhan masa kini.
14Fazlur
Rahman berpendapat, bahwa kesenjangan antara Islam yang terdapat dalam
Alquran dan Islam dalam realitas sejarah telah melebur terlalu jauh sehingga
11
Amin Abdullah dalam kata pengantar buku Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir: Peta Metodologi Penafsiran Alquran Periode Klasik Hingga Kontemporer (Yogyakarta: Nun Pustaka, 2003), xii.
12
Fazlur Rahman, Islam, terj. M. Irsyad Rafsadie (Bandung: Penerbit Mizan, 2017), X.
13
Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam (Bandung: Mizan, 1987), 14.
14
8
perlu digabung kembali dan dijalin dengan erat melalui suatu usaha yang
sistematis dan menyeluruh. Dengan orientasi dan visi itu, Rahman mencoba
mengaktualisasikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Alquran kedalam
kehidupan konkrit. Pesan-pesan moral Alquran yang tidak mentolerir adanya
pembedaan yang didasarkan pada etnis, warna kulit, dan semacamnya oleh
Fazlur Rahman dikontekstualisasikan kedalam persoalan-persoalan yang
sedang dihadapi Pakistan saat itu.
15Kehadiran Rahman dalam daftar nama
–
nama pemikir Islam
membawa sesuatu yang baru terhadap pemikiran Islam, meskipun
sebenarnya pembaharuan dalam Islam telah dilakukan oleh beberapa
pemikir sebelum Islam.
16Menurut Rahman, Alquran adalah moral yang memancarkan titik
beratnya pada monoteisme dan keadilan sosial. Hukum moral tidak dapat
diubah, Alquran merupakan perintah Tuhan dan manusia tidak dapat
membuat hukum moral. Manusia diharuskan tunduk pada Alquran,
ketundukan itulah
yang disebut “Islam”, perwujudan dalam kehidupan
adalah ibadah atau pengabdian kepada Allah. Hal ini disebabkan karena titik
utama Alquran terletak pada moral.
17Pasca Nabi wafat, para sahabat enggan menafsirkan Alquran,
menurut Rahman hal ini membuka peluang lebar bagi umat Muslim untuk
mengembangkan catatan terhadap pengertian teks yang terang dan memiliki
watak bebas dengan pendapat bebas (tafsir bi al-
ra‟yi). Perkembangan
beberapa perangkat ilmu pengetahuan untuk kemajuan ilmu tafsir Alquran
merupakan kebutuhan yang urgensinya harus dilaksanakan. Syarat pertama
yang harus dipenuhi untuk kemajuan ilmu tafsir Alquran adalah
15 Abd. A‟la, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal (Jakarta: Penerbit Dian Rakyat,
2009), 14.
16
Mawardi, Hermeneutika Alquran Fazlur Rahman, Dalam Hermeneutika Alquran dan Hadis, ed. Sahiron Syamsudin (Yogyakarta: Elsaq press, 2010), 65.
17
9
pengetahuan yang menyangkut bukan saja bahasa Arab, melainkan juga
kebiasaan-kebiasaan bangsa Arab pada masa Nabi, yang diperukan untuk
memahami Alquran secara layak. Latar belakang turunnya wahyu Alquran
dianggap Rahman sebagai suatu penunjang yang penting untuk mengerti
firman Tuhan secara benar merupakan syarat kedua yang harus dipenuhi.
Syarat yang ketiga adalah hadis kesejarahan yang memuat laporan-laporan
mengenai cara orang-orang memahami perintah-perintah dan pernyataan
Alquran ketika pertama kali diturunkan, ketika persyaratan-persyaratan itu
terpenuhi, maka proses selanjutnya adalah memainkan peranan bebas
berdasarkan pemikiran manusia.
18Dengan semangat menggencarkan kembali terbukanya pintu ijtihad,
Rahman kemudian mengajukan rumusan metodologi untuk memahami
Alquran dan hadis pada cakupan luasnya. Yang kemudian dinamai dengan
teori Double Movement (teori gerakan ganda).
Langkah pertama dari gerakan tersebut adalah seorang harus
memahami arti atau makna dari suatu pernyataan tertentu dengan
mempelajari situasi atau problem historis yang selanjutnya akan mengkaji
secara umum mengenai situasi makro dalam batasan-batasan masyarakat,
agama, adat istiadat, pranata-pranata, bahkan tentang kehidupan secara
menyeluruh di Arabia.
19Dengan kata lain langkah pertama dari gerakan
ganda adalah upaya sungguh-sungguh memahami konteks mikro dan makro
saat Alquran diturunkan, setelah itu mufassir berusaha menangkap makna
asli dari ayat Alquran dalam konteks sosio-historis kenabian, dari hal itulah
maka ditemukan ajaran universal Alquran yang melandasi berbagai perintah
normatif Alquran.
20
18
Fazlur Rahman, Islam ..., 48-49.
19
Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intelectual Tradition (Chicago & London: The University of Cicago Press, 1982), 7.
20
10
Langkah kedua dari gerakan ini adalah melakukan generalisasi
jawaban-jawaban spesifik dan menyatakannya sebagai
pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan-tujuan moral sosial yang disaring dari
ayat-ayat spesifik dalam sinaran latar belakang sosio-historis dan
rationes
legis yang sering dinyatakan.
21Gerakan kedua ini berusaha menemukan
ideal moral setelah adanya kajian sosio-historis kemudian ideal moral
tersebut menemukan eksistensinya dan menjadi sebuah teks yang hidup
dalam pranata umat Islam. Selama proses ini, perhatian harus diberikan
kepada arah ajaran Alquran sebagai suatu keseluruhan sehingga setiap arti
tentu dipahami serta setiap hukum dan tujuan yang dirumuskan harus
koheren dengan lainnya.
Begitu pula ayat-ayat yang berkaitan dengan jihad. Dalam hal ini
adalah ayat yang secara khusus membahas mengenai
qitāl
. Apabila ayat
qitāl hanya dipahami secara tekstual, maka hasil akhir pemahaman tersebut
adalah tidak lain berimbas pada munculnya kekerasan dan terorisme. Salah
satu contoh ayat
qitāl adalah terdapat dalam surah At-Taubah ayat 123
berikut ini,
َأَٰٓ ٌَ
َأ ْآََُِٰٞٔ ۡػٱَٝ ٗۚ خَظِِۡؿ ٌٍُِْۡك ْاُٝذِجٍََُۡٝ ِسبَّلٌُُۡٱ َِّٖٓ ٌٌََُُِْٗٞ ٌَِٖزَُّٱ ْاُِِٞز َه ْاَُٞ٘ٓاَء ٌَِٖزَُّٱ بَٜ ٌ
ٍَِٖوَّزُُٔۡٱ َغَٓ َ َّلَّٱ َّٕ
“
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir
yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan
daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang
bertakwa.”
Ayat diatas ketika dipahami secara sekilas, mengandung perintah
bahwa seorang Muslim diharuskan memerangi orang kafir ketika bertemu
dengan mereka. Hal tersebut tentu tidak sesuai dengan citra dan hakikat
Islam yang
rahmatan lil ālamīn. Maka seharusnya ayat tersebut dipahami
secara utuh dengan melihat konteks pada saat ayat tersebut turun. Karena
pada hakikatnya ayat tersebut turun berkenaan dengan peristiwa perang
21
11
Tabuk pada bulan Rajab tahun kesembilan. Maka penting mengetahui sebab
turunnya ayat, atau yang kita sebut
asbāb an
-
nuzūl.
Selain itu juga, satu ayat
Alquran kebanyakan tidak berdiri sendiri. Artinya terdapat beberapa atau
banyak ayat lain yang masih terkait dengan satu ayat tersebut. Yang
kemudian kita kenal dengan
munāsabah Alquran. Apabila hanya dengan
melihat satu ayat kemudian menghasilkan satu kesimpulan, maka sungguh
itu termasuk pandangan yang sempit dan keliru.
Dengan metode penafsiran yang ditawarkan Fazlur Rahman yaitu
metode „
Double Movement‟, penulis berkeyakinan bahwa ayat-ayat
qitāl
dapat dipahami lebih elastis dan fleksibel. Karena dalam teorinya tersebut,
Rahman menjadikan Alquran sebagai landasan moral-teologis bagi umat
manusia dalam mengemban amanah Tuhan, dan juga ingin senantiasa
mendialogkan teks Alquran dan hadis yang terbatas degan konteks
perkembagan zaman yang selalu dinamis dan tidak terbatas.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas, maka permasalahan pokok penting
yang sangat mendasar dan yang menjadi fokus kajian utama penelitian ini
adalah bagaimanakah jihad dalam perspektif Alquran, yang akan dipahami
melalui kajian ayat-ayat
qitāl
?. Untuk mengetahui jawaban yang
komprehensif dan detail maka pokok permasalahan tersebut dapat dirincikan
sebagai berikut:
1.
Apa sajakah makna qitāl dan derivasinya dalam Alquran?
2.
Bagaimanakah konteks peristiwa pada ayat-ayat
qitāl dalam
Alquran?
3.
Bagaimanakah penafsiran kontekstual tentang qitāl berdasarkan teori
penafsiran Double Movement Fazlur Rahman?
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
12
a.
Untuk mengetahui makna
qitāl dan derivasinya di dalam
Alquran.
b.
Untuk mengetahui konteks peristiwa pada ayat-ayat
qitāl
dalam Alquran.
c.
Untuk
mengetahui
hasil
penafsiran
kontekstual
menggunakan teori Double Movement Fazlur Rahman dalam
memahami ayat-ayat qitāl dalam Alquran.
2.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Secara Teoritis
1)
Untuk menambah khazanah pengetahuan bagi penulis
khususnya dan bagi para pembaca umumnya tentang
Perang dalam perspektif Alquran.
2)
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi
dalam ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa
Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir IAIN Salatiga.
3)
Penelitian ini diharapakan bisa menjadi bahan
rujukan bagi peneliti selanjutnya.
4)
Sebagai bahan komparatif bagi para peneliti lainnya
untuk
melakukan
penelitian
yang
lebih
komperehensif,
dan
mendetail
pada
waktu
berikutnya.
b.
Secara Praktis
1)
Bagi kaum Muslimin menjadi bahan rujukan dan
dalil untuk menjawab permasalahan yang ada.
2)
Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi
seluruh Muslimin untuk dijadikan sebagai bahan
acuan dalam menghadapi permasalahan yang ada
ditengah tengah masyarakat masa kini.
D.
Kajian Pustaka
13
buku-buku dan tulisan-tulisan yang khusus membahas mengenai tema
tersebut. Diantara beberapa buku dan tulisan yang senada dengan penelitian
yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:
Sebuah Tesis karya Saddam Husein Harahap yang berjudul “
Perang
dalam Perspektif Alquran (Kajian terhadap Ayat-ayat
Qitāl
)
”. Tesis tersebut
membahas mengenai makna jihad dan
qitāl yang terdapat dalam Alquran.
Dengan mencari derivasi makna dari kedua kata kunci tersebut, yaitu
jihād
dan
qitāl
pada akhirnya ditemukan perbedaan signifikan antara keduanya.
Jihad bukan berarti sepenuhnya qitāl. Bahkan kata qitāl pun dalam Alquran
tidak selamanya menunjukkan peperangan dan kekerasan. Maka setelah
diketahui makna dari masing-masing kata tersebut tampaklah bahwa jihad
tidak selalu berkaitan dengan fisik dan kekerasan. Jihad mempunyai
cakupan makna dan interpretasi yang luas. Adapun jihad dalam bentuk fisik
dan perang hanya merupakan sebuah langkah terakhir saja.
Tulisan lain yang membahas mengenai jihad terdapat dalam sebuah
jurnal. Yaitu tulisan karya Ali Trigiyatno yang berju
dul “
Penyelesaian
Aya-ayat „Damai‟ dan Aya-ayat „Pedang‟ dalam Alquran menurut Syeikh Yusuf Al
-Qardawi dan Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
”. Pembahasan dalam
tulisan ini adalah seputar hubungan ayat-ayat damai dan ayat pedang (
saīf
).
Dengan berasumsi bahwa ayat-ayat pedang sebenarnya telah di
naskh oleh
ayat damai menunjukkan minat penulis untuk membuktkan bahwa
ayat-ayat pedang tidaklah berdiri sendiri, melainkan terdapat ayat-ayat lain yang
menyertainya, yaitu tidak lain adalah ayat-aat damai. Tulisan tersebut
menggunakan komparasi tokoh dalam membahas arti jihad. Dengan
mengungkapkan pendapat masing-masing tokoh mengenai makna jihad dan
cakupan pembahasanya kemudian ditemukan persamaan maupun perbedaan
antara kedua tokoh tersebut dalam memaknai kata jihad dalam Alquran.
14
menghadirkan interpretasi baru terhadap berbagai doktrin kunci yang sering
disalahpahami tersebut. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual yang
lebih menekankan pada dinamika sejarah dan konteks sosial-budaya, buku
ini berupaya menjawab persoalan ekstremisme-terorisme baik dalam
konteks global maupun dalam konteks nasional ke-Indonesiaan. Buku
tersebut menghadirkan pembacaan yang lebih segar dan kritis atas berbagai
konsep ajaran Islam yang selama ini seringkali disalahpahami dan
disalahgunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan semangat Islam
sebagai agama kemanusiaan dan Islam sebagai ajaran kasih sayang bagi
semesta alam.
Selanjutnya adalah buku yang berjudul Al-
Qur‟an wa Al
-
Qitāl, karya
Mahmud Syaltut. Dengan terlebih dahulu memaparkan metode dan
langkah-langkah penafsiran, Syaltut dalam bukunya tersebut secara khusus
membahas mengenai ayat-ayat
qitāl dalam Alquran. Dimulai dari ayat
qitāl
yang pertama kali turun, sampai pada akhirnya menyimpulkan bahwa
ayat-ayat
qitāl tidaklah berdiri sendiri. Melainkan terdapat ayat-ayat lain yang
menyertai ayat qitāl. Yaitu tidak lain adalah ayat „afwu atau
ayat-ayat damai. Bahwasanya ayat-ayat
qitāl telah dinasakh oleh ayat-ayat damai
tersebut. Sehingga tidalah benar apabila dikatakan bahwa Islam adalah
agama perang hanya karena terdapat beberapa ayat dalam Alquran yang
membahas
mengenai
hal
tersebut,
tanpa
melihat
konteks
dan
ketersambungan ayat satu dengan ayat lainnya.
Adapun tulisan yang membahas tentang Fazlur Rahman dan Teori
Double Movement
nya diantaranya adalah Skripsi karya Sama‟un yang
berjudul,
Teori Double Movement Fazlur Rahman Dalam Perspektif Ulum
Al-
Qur‟an. Dengan terlebih dahulu memaparkan gambaran umum tentang
15
Selanjutnya adalah sebuah tulisan berjudul Hermeneutika Al-
Qur‟an
Fazlur Rahman; Metode Tafsir Double Movement, yang terdapat dalam
Jurnal Komunika, Jurnal Dakwah dan Komunikasi. Tulisan karya Rifki
Ahda Sumantri ini menjelaskan sebuah metode pengkajian Alquran yaitu
metode
Double Movement karya Fazlur Rahman. Dengan dimulai dari latar
belakang munculnya metode tersebut, sampai dengan menguraikan dan
menjelaskan konsep teori tersebut, dimana teori Double Movement tersebut
merupakan sebuah pendekatan baru yang menekankan pada kesadaran pada
teks (text), kontes (context), dan kontekstualisasi. Yang dengannya dapat
digunakan sebagai alat dalam memahami isi Alquran sehingga nantinya
bagian-bagian teologis dan etika legalnya dapat ditempatkan dalam
keseluruhan (totalitas) yang padu.
E.
Metode Penelitian
Metode penelitian sangatlah penting untuk menentukan hasil dari
suatu penelitian tersebut. Maka untuk memperoleh informasi yang akurat
dalam penelitian ini digunakan metode dan langkah-langkah berikut ini:
1.
Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Library Research, yaitu penelitian
dengan mengumpulkan data-data dan menelaah buku-buku dan literatur
yang berkaitan dengan topik penelitian. Adapun sifat penelitiannya
adalah deskriptif analisis, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk
mengkaji deskripsi yaitu mengambarkan secara jelas, sistematis, faktual
dan akurat serta mengemukakan fenomena atau hubungan antara
fenomena yang diteliti.
Penelitian merupakan terjemahan dari kata Inggris research,
sebagian ahli yang menerjemahkan research dengan riset. Research itu
sendiri berasal dari kata re, yang berarti kembali dan to research yang
berarti mencari kembali.
Untuk mencapai sasaran yang tepat dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
16
menggambarkan dan melukiskan keadaan obyektif pada
saat-saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak dan
sebagaimana adanya.
b. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara
lengkap ciri-ciri suatu keadaan, perilaku pribadi dan perilaku
kelompok, serta untuk menentukan frekuensi suatu gejala.
Penelitian dilakukan tanpa didahului hipotesis.
c. Penelitian kualitatif merupakan penelitian bersifat atau
mempunyai karakteristik, bahwa datanya ditanyakan dalam
keadaan sewajarnya atau sebagaimana mestinya, dengan
tidak dirubah dalam bentuk simbol atau bilangan. Penelitian
deskriptif kualitatif memusatkan analisa pada data yang
dikumpulkan, berupa kata-kata atau kalimat dan gambar
yang memiliki arti lebih dari data yang berupa angka-angka.
2.
Sumber Data
Adapun sumber peneliatian ini mencakup pada dua sumber,
karena pada hakikatnya penelitian ini adalah merupakan studi
kewahyuan, maka yang menjadi sumber penelitiannya adalah sebagai
berikut:
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah merupakan sumber utama dalam
penelitian. Adapun sumber primer yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu dengan meneliti pada satu sumber pokok yaitu
Alquran al-Karim. Selain itu adalah buku
Alquran wa Al-
Qitāl
karya Mahmud Syaltut dan buku-buku karya Fazlur Rahman
seperti,
Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual
Tradition,
Mayor Themes of the Qur‟an,
Islam, dan beberapa
bukunya yang lain.
17
Sumber
sekunder
adalah
merupakan
sumber
yang
mendukung dalam penelitian ini yaitu buku-buku dan literartur
yang berkaitan dengan judul penelitian ini. Seperti, kitab-kitab
tafsir yang mengkaji tentang ayat-ayat perang (
qitāl
). Diantaranya
adalah kitab
Tafsir Ibn Asyūr at
-Tahr
īr Wa at
-
Tanwīr, Tafsir Al
-Qur‟an al
-
Adzīm Ibn Kasīr, Tafsir Al
-
Misbāh Quraish Shihab, dan
beberapa kitab tafsir lainnya.
Selain data-data sekunder di atas penulis juga menghimpun dari
beberapa buku dan literatur lainnya yang mendukung dengan tema
penelitian ini. Adapun alasan penulis memilih data-data sekunder di atas
adalah ingin mengetahui lebih banyak tentang makna perang atau
perbedaan tentang penafsiran ayat-ayat
qitāl
dari berbagai buku-buku
tersebut.
3.
Pengumpulan Data
Adapun pengumpulan data pada penelitian ini adalah dilakukan
dengan menghimpun buku-buku atau kitab-kitab, artikel dan literatur
lainnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini. Selanjutnya akan
diklasifikasikan berdasarkan bahasan tema dan akan dibahas sesuai
dengan sistematika pembahasan.
4.
Metode Analisis Data
Adapun metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini
dilakukan dengan pendekatan tematik (
maudhūi)
, yaitu dengan
menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan tema pembahasan perang
(qitāl).
Kemudian ayat-ayat tersebut diklasifikasikan berdasarkan judul
sub bab yang tercakup pada tema.
5.
Pendekatan dalam Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan bahasa atau
lughāwi.
Dengan menggunakan pendekatan
bahasa dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan perang
(qitāl),
selanjutnya penafsiran-penafsiran tersebut akan dianalisa
18
penelitian ini juga menggunakan pendekatan historis. Dengan
menggunakan teori
Double Movement Fazlur Rahman, dengan melihat
perbedaan konteks dulu dan sekarang nantinya akan didapatkan hasil
akhir penafsiran yang sesuai dengan problematika dalam konteks masa
kini. Di akhir pembahasan akan diambil simpulan sebagai jawaban dari
rumusan masalah.
F.
Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini, secara garis
besar penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang tersusun secara
sistematis, sebagai berikut:
Bab pertama, adalah pendahuluan yang meliputi dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian terdahulu, metodologi
penelitian dan sitematika pembahasan.
Bab kedua, Sejarah perang (qit
āl)
, pengertian jihad, pengertian
perang (
qitāl
), perbedaan jihad dengan
qitāl,
dan dilanjutkan dengan
paparan sejarah hidup Fazlur Rahman dan teori Double Movementnya.
Bab ketiga, Kajian Terhadap ayat-ayat perang (
qitāl
), yang meliputi
perintah berperang dalam Alquran, larangan berperang dalam Alquran, dan
asbāb an
-
nuzūl
nya.
Bab keempat, adalah meliputi analisis terhadap kajian ayat-ayat
perang (
qitāl
). Tujuan perang, faktor-faktor yang membolehkan perang, dan
legitimasi Alquran terhadap perang. Kemudian dianalisa dengan
menggunakan teori
Double Movement Fazlur Rahman sehingga akan
didapatkan hasil akhir pemahaman kontekstual mengenai ayat-ayat
qitāl
.
masyarakat yang menjadikan suku atau kabilahnya sebagai tempat
bergantung, sekaligus sebagai simbol kehormatan. Dengan terbatasnya
sumber kehidupan, juga dengan kondisi alam padang pasir yang keras
dan tak bersahabat, menuntut masing-masing kabilah suku untuk saling
berebut satu sama lain, baik sumber makanan maupun tempat tinggal.
Sehingga yang terjadi adalah permusuhan antar suku, dengan saling
menindas dan memerangi satu sama lain guna bertahan hidup dan
mengangkat kehormatan sukunya. Hal tersebut menandakan betapa
rentannya relasi sosial Arab, sehingga sejumlah persoalan bisa
menimbulkan peperangan seperti; balas dendam, penghinaan terhadap
tamu, dan memenuhi panggilan permintaan pertolongan dari kerabat
dan saudara meski sebetulnya dia bersalah.
22Rasulullah saw mengikuti langsung perjalanan perang sebanyak
dua puluh tujuh kali (al-ghazwah), sembilan di antaranya benar-benar
terjadi peperangan sementara sisanya tidak sampai terjadi kontak fisik.
23Selain dalam bentuk ghazwa, ada pula istilah lain dalam sejarah Islam
yaitu disebut
sariyyah
24(perang yang tidak dipimpin oleh rasulullah
22
Muhammad Khair Haikal, al-Jihād wa al-Qitāl fi Siyāsah ash-Syar‟iyyah( t.t.: Dār Ibn Hazm, t.th.), 15.
23
Sembilan perang yang menumpahkan darah tersebut adalah; perang badar, perang uhud, marisa‟, khandaq, qaridhah, khibar, fathu makah, hinan, dan tha‟if. Lihat: Ibn Sa‟d, Ghazawāt ar-Rasūl wa Sarayāhu (t.t.: Dār Beirūt, 1981), 1.
24
20
saw) yang terjadi 47 kali.
25Dalam memahami ayat-ayat
qitāl dan
bagaimana implikasinya pada zaman sekarang, tidak akan mungkin
dengan
tanpa
memahami
kondisi
dan
sebab-sebab
yang
melatarbelakangi turunnya ayat-ayat tersebut. Ayat yang turun di
Makkah dan Madinah sudah jelas berbeda konteks nya karena
masing-masing memiliki sifat dan karakter serta ciri tersendiri yang berbeda
satu sama lain.
Sejak mulai dari Makkah, kemudian hijrah ke Madinah, tidak
sedikit perlawanan yang dilancarkan kepada Nabi Muhammad, baik
dari kaum musyrik, kaum yahudi, orang-orang munafik dan sebagainya.
Mereka tidak tinggal diam dengan datangnya Islam. Kaum Yahudi
berkehendak bahwa utusan Allah adalah berasal dari kaumnya sendiri
yaitu Bani Israil, keturunan Ismail as. Sebagian orang badui dan
pengikut Abdullah bin Ubay yang disebut dalam Alquran sebagai kaum
„munafik‟ juga tidak rela membiarkan Islam aman dan damai dalam
eksistensinya di Makkah maupun Madinah.
Ada beberapa perang (qitāl)
besar yang pernah terjadi di masa
Rasulullah saw., di antaranya adalah sebagai berikut:
a.
Perang Badar
Perang Badar adalah perang pertama yang dilakukan
oleh kaum Muslimin. Sekaligus peristiwa paling penting bagi
sejarah perkembangan dakwah Islam. Kendatipun dengan
kekuatan yang jauh lebih kecil dibanding kekuatan musuh,
dengan pertolongan Allah SWT, kaum Muslimin berhasil
menaklukkan pasukan kafir. Rasulullah saw berangkat
bersama tiga ratusan orang sahabat dalam perang Badar. Ada
yang mengatakan mereka berjumlah 300, 313, dan 315 orang
sahabat. Mereka kira-kira terdiri dari 74 sahabat Muhajirin,
dan sisanya dari sahabat Anshar dan seluruh umat Islam.
Kaum Muslimin memang tidak berkumpul dalam jumlah besar
25
21
dan tidak melakukan persiapan sempurna. Mereka hanya
memiliki dua ekor kuda, memiliki Zubair bin Awwam dan
Miqdad bin Aswad al-Kindi. Di samping itu mereka hanya
membawa tujuh puluh onta yang dikendarai secara bergantian,
setiap onta untuk dua atau tiga orang. Rasulullah saw sendiri
bergantian mengendarai onta dengan Ali dan Mursid bin Abi
Mursid Al-Ghanawi.
26Sementara jumlah pasukan kafir Quraisy sekitar seribu
orang, dengan seratus kuda, serta onta yang jumlahnya tidak
diketahui secara pasti, dan dipimpin langsung oleh Abu Jahal
bin Hisyam. Sedangkan pendanaan perang ditanggung
langsung oleh sembilan pemimpin Quraisy.
27Dengan pasukan yang kecil dan lebih sedikit, namun
pasukan Islam mampu memenangkan pertempuran tersebut.
28Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan
Muslim menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy
yang kemudian mundur dalam kekacauan. Dan berhasil
menewaskan beberapa pemimpin penting Quraisy, antara lain
adalah Abu Jahal atau Amr bin Hisyam.
29b.
Perang Uhud
Kekalahan diperang Badar menanamkan dendam
mendalam di hati kaum kafir Quraisy. Mereka pun keluar ke
bukit Uhud hendak menyerang kaum Muslimin. Pasukan Islam
berangkat dengan kekuatan sekitar seribu orang prajurit,
tidak surut sama sekali. Kegigihan pasukan Islam tercermin dalam surat Al-Baqarah ayat 249, yang artinya: “... mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, „betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah‟. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.
29
22
seratus orang diantaranya menggunakan baju besi, dan lima
puluh orang lainnya dengan menunggang kuda.
Di sebuah tempat bernama Asy-Syauth, kaum
Muslimin melakukan salat subuh. Tempat tersebut sangat
dekat dengan musuh sehingga mereka bisa dengan mudah
saling melihat. Ternyata pasukan kafir Quraisy berjumlah
sangat banyak. Mereka berjumlah tiga ribu tentara, terdiri dari
orang-orang Quraisy dan sekutunya. Mereka juga memiliki
tiga ribu onta, dua ratus ekor kuda dan tujuh ratus baju besi.
30Pada kondisi sulit tersebut, Abdullah bin Ubay, sang
munafik, berkhianat dengan membujuk kaum Muslimin untuk
kembali ke Madinah. Sepertiga pasukan (sekitar tiga ratus
prajurit) mundur bersama dengan Abdullah bin Ubay karena
merasa tidak akan menang jika bertempur disana.
31Namun setelah kemundurun tiga ratus prajurit tersebut,
Rasulullah melakukan konsolidasi dengan sisa pasukan yang
jumlahnya sekitar tujuh ratus prajurit untuk melanjutkan
perang.
32Awalnya pasukan Nabi saw sempat akan
memenangkan pertempuran ini. Abu Dujanah ra yang saat itu
memegang pedang rasulullah saw berhasil menembus ke
jantung pertahanan kaum musyrikin hingga membuat mereka
kocar-kacir. Kemenagan mulai tampak bagi kaum Muslimin,
perlahan tapi pasti pasukan musyrikin mulai kepayahan.
Akhirnya mereka melarikan diri meninggalkan gelanggang
pertempuran.
Melihat kaum musyrikin mundur, para pemanah yang
ditempatkan dibukit lalai dengan melupakan pesan Nabi untuk
tetap disana apapun yang terjadi. Mereka hendak mengambil
30Ibn Sa‟d, Ghazawāt ar
-Rasūl wa Sarayāhu, 18.
31
Nizar Abazhah, Perang Muhammad; Kisah Perjuangan dan Pertempuran Rasulullah (Jakarta: Zaman, 2014), 72.
23
ghanimah yang berada dimedan pertempuran. dan akhirnya
banyak dari mereka pun turun dan meninggalkan pos mereka.
Melihat hal tersebut, kaum musyrikin yang sempat mundur
mengambil kesempatan untuk menyerang kembali kaum
Muslimin. Karena diserang dan dikepung depan dan belakang
akhirnya kaum Muslimin mengalami kekalahan.
33c.
Perang Mu‟tah
Perang Mu‟tah adalah merupakan pendahuluan dan
jalan pembuka untuk menaklukkan negeri-negeri Nasrani.
Pemicu perang Mu‟tah adalah pembunuhan utusan Rasulullah
yang bernama al-Haris bin Umair yang diperintahkan
menyampaikan surat kepada pemimpin Bashra. Al-Haris
dicegat oleh Syurahbil bin Amr, seorang gubernur di wilayah
Balqa di Syam, ditangkap dan dipenggal lehernya. Untuk
perang ini Rasulullah mempersiapkan pasukan berkekuatan
tiga ribu prajurit. Inilah pasukan Islam terbesar pada saat itu.
Mereka bergerak ke arah utara dan beristirahat di
Mu‟an. Saat itulah mereka memperoleh informasi bahwa
Heraklius telah berada di salah satu bagian wilayah Balqa
dengan kekuatan sekitar seratus ribu prajurit Romawi. Mereka
bahkan mendapat bantuan dari pasukan Lakhm, Judzam,
Balqin dan Bahra kurang lebih seratus ribu prajurit. Jadi total
kekuatan mereka adalah dua ratus ribu prajurit.
34Walaupun kaum Muslimin kalah jumlah, namun para
sahabat Nabi bertempur berani dengan semangat yang tak
surut. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan siasat dan
strategi sahabat Khalid bin Walid ra, akhirnya kaum Muslimin
berhasil memukul mundur tentara Romawi hingga mengalami
kerugian yang banyak.
35
33 Nizar Abazhah, Perang Muhammad..., 81-86. 34Ibn Sa‟d, Ghazawāt ar
-Rasūl wa Sarayāhu, 64-65.
35
24
d.
Perang Ahzab
Perang Ahzab atau nama lainnya perang Khandaq, terjadi
pada tahun ke-5 hijriah. Perang Ahzab adalah perang yang
dipimpin oleh dua puluh pimpinan Yahudi Bani Nadhir datang
ke Mekah, untuk melakukan provokasi agar kaum kafir mau
bersatu untuk menumpas kaum Muslimin. Pimpinan Yahudi
Bani Nadhir juga mendatangi Bani Ghathafan dan mengajak
mereka untuk melakukan apa yang mereka serukan kepada
orang-orang Quraisy. Selanjutnya mereka mendatangi
kabilah-kabilah Arab di sekitar Mekah untuk melakukan hal yang sama.
Semua kelompok itu akhirnya sepakat untuk bergabung dan
menghabisi kaum Muslimin di Madinah sampai ke
akar-akarnya. Jumlah keseluruhan pasukan Ahzab (sekutu) adalah
sekitar sepuluh ribu prajurit. Sedangkan pasukan kaum
Muslimin hanya sekitar tiga ribu pasukan.
Jumlah tersebut disebutkan dalam kitab
sirah
adalah
lebih banyak dari pada jumlah orang-orang yang tinggal di
Madinah secara keseluruhan, termasuk wanita, anak-anak,
pemuda dan orang tua. Mengahdapi kekuatan yang sangat besar
tersebut,
atas
ide
Salman
al-Farisi,
kaum
Muslimin
menggunakan strategi penggalian parit untuk menghalangi
sampainya pasukan masuk ke wilayah Madinah.
36Pasukan gabungan tentara Ahzab atau pasukan musuh
tersebut mengepung selama satu bulan penuh dengan membuat
kemah di bagian uta
ra Madinah. Namun Nu‟aim bin Mas‟ud al
-Asyja‟i yang telah memeluk Islam tanpa sepengetahuan pasukan
gabungan dengan keahliannya memecah belah pasukan
gabungan. Lalu Allah swt mengirimkan angin yang
memporak-porandakan kemah pasukan gabungan, memecahkan
periuk-periuk mereka, dan memadamkan api mereka. Hingga akhirnya
25
pasukan gabungan kembali kerumah mereka dengan kegagalan
menaklukan kota Madinah.
37e.
Perang Tabuk
Perang Tabuk merupakan kelanjutan dari perang Mu‟tah.
Pada bulan Rajab tahun 9 hijriyah, Rasul mendengar bahwa
Bizantium sedang melakukan persiapan untuk menyerang
Madinah. Karena itu beliau bersiap menghadapinya, bahkan siap
untuk berangkat menemui mereka di wilayah kekuasaan
mereka.
38Mendengar persiapan besar pasukan Romawi tersebut,
kaum Muslimin melakukan persiapan perang. Para tokoh
sahabat memberi
infāq fī sabīlillāh
dalam suasana yang sangat
mengagumkan. Utsman menyedekahkan dua ratus onta lengkap
dengan pelana dan barang-barang yang diangkutnya. Kemudian
ia menambahkan lagi sekitar seratus onta lengkap dengan pelana
dan perlengkapannya. Lalu ia datang lagi dengan membawa
seribu dinar diletakkan di pangkuan Rasulullah saw. Usman
terus berinfak hingga jumlahnya mencapai sembilan ratus onta
dan seratus kuda, dan uang dalam jumlah besar. Abdurrahman
bin „Auf membawa dua ratus
uqiyah
perak. Dan Abu Bakar
membawa seluruh hartanya dan tidak menyisakan untuk
keluarganya kecuali Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan Umar
datang menyerahkan setengah hartanya. Abbas datang
menyerahkan harta yang cukup banyak. Thalhah, Sa‟ad bin
Ubadah dan Muhammad bin Maslamah, semuanya datang
memberikan infaknya. Ashim bin Adi datang dengan
menyerahkan sembilan puluh wasāq kurma dan diikuti oleh para
sahabat yang lainnya.
39
37
Ibid., 34-35.
38
M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad saw; Dalam Sorotan Al-Qur‟an dan Hadits-hadits Shahih, (Jakarta: Lentera Hati, 2014), 971.
39