BAB III KAJIAN AYAT-AYAT QITAL
B. Penggunaan dan Pemaknaan kata qitāl dalam
57
Dengan melihat ayat-ayat qitāl yang tersebut diatas serta
memahaminya dengan melihat konteks ayat beserta asbāb an-nuzūl
nya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Tidak ditemukan satu ayat pun dalam Alquran yang
menunjukkan bahwa qitāl (perang) dalam Islam
dimaksudkan untuk memaksa manusia masuk agama
Islam.
b. Karena sebab-sebab qitāl, seperti yang tersebut
sebelumnya, yaitu tidak lain untuk mempertahankan diri
dari musuh, melindungi dan menjaga dakwah, serta
membebaskan agama (dari fitnah dan kedzaliman kaum
kafir).
c. Walaupun dalam sejarah Islam terdapat perang (qitāl),
namun perang dalam Islam tetaplah mempunyai etika
dan aturan seperti tidak memonopoli, tidak menyerang
kaum yang lemah (wanita, anak-anak, orang tua).
B. Penggunaan dan Pemaknaan kata qitāl dalam Alquran
Penggunaan kata qitāl dalam Alquran dengan berbagai
derivasinya (baik berupa fi‟il maupun isim) ditemukan dalam
berbagai surat dalam Alquran, yang secara keseluruhannya
digunakan sebanyak 170 kali.
98Untuk penjelasan lebih lanjut akan
penulis uraikan dalam tabel berikut ini:
Tabel
Pemaknaan kata Qitāl dan Derivasinya
Kosakata Terdapat pada
Surat
Terdapat
pada ayat
Makna
لتق(qatala) Al-Baqarah/2 72, 251 Membunuh
An-Nisa‟/4 92, 157
Al-Maidah/5 30, 32, 95
Al-Kahfi/18 74
58
Taha/20 40
Al-Qashas/28 19, 33
Ali Imran/3 183
Al-Anfal/8 17
Al-An‟am/6 140
لتقي(yaqtulu) Ghafir/40 25 Bunuh,
Membunuh
Al-Maidah/5 27, 28, 70, 95
Al-Qashas/28 9, 19, 20, 33
An-Nisa‟/4 29, 92, 93
Al-An‟am/6 151
Yusuf/12 10
Al-Isra‟/17 31, 33
Al-Baqarah/2 61, 85, 87, 91
Al-Ahzab/33 26
Al-Anfal/8 17, 30
Al-Mumtahanah/60 12
Ali Imran/3 21, 112
At- Taubah/9 111
Al-Furqan/25 68
As-Syu‟ara/26 14
Al-A‟raf/7 150
لتق(qutila) Ali Imran/3 144, 154,
156, 157,
158, 168, 169
Dibunuh,
Dikalahkan,
Terbunuh,
Gugur
Al-Hajj/22 58
Muhammad/47 4
At-Takwir/81 9
Al-Isra‟/17 33
Ad-Dzariyat/51 10 Terkutuklah
Al-Muddatsir/74 19, 20 Celakalah
Abasa/80 17
59
Al-Buruj/85 4 Binasalah
لتقٌي(yuqtalu) Al-Baqarah/2 154 Gugur,
terbunuh
An-Nisa‟/4 74
At-Taubah/9 111
Al-Ahzab/33 61 Dibunuh
Al-Maidah/5 33
لتاق (qātala) Ali Imran/3 13, 111 Memerangi
146, 195 Berperang
Al-Hadid/57 10
As-Shaf/61 4 Berperang
Al-Fath/48 16, 22 Memerangi
Al-Munafiqun/63 4 Membinasakan
At-Taubah/9 13 Memerangi
30 Melaknat
83 Berperang
Al-Ahzab/33 20
Al-Baqarah/2 191, 217 Memerangi
246 Berperang
An-Nisa/4 90 Memerangi
Al-Mumtahanah/60 9
لتاقي
(yuqātilu)
Al-Baqarah/2 190 Memerangi
Al-Hasyr/59 14
Al-Muzzammil/73 20
An-Nisa‟/4 76 Berperang
Al-Hajj/22 39
لتاق(qātil) Al-Maidah/5 24 Berperanglah
Al-Baqarah/2 193, 244, 253 Perangilah
At-Taubah/9 12, 14, 29,
123
Al-Hujurat/49 9
60
لتقلا(al-qatl) Al-Baqarah/2 191 Membunuh,
Pembunuhan
217
Ali Imran/3 154 Terbunuh
181 Membunuh
Al-Maidah/5 30
An-Nisa‟/4 155
Al-An‟am/6 137
Al-Isra‟/17 31
33 Pembunuhan
Al-Ahzab/33 16
لاتق(qitāl) Al-Baqarah/2 216, 217 Berperang
An-Nisa‟/4 77
Ali Imran/3 121 Pertempuran,
Peperangan
Al-Ahzab/33 25
Muhammad/47 20 Perang
Al-Anfal/8 16
65 Berperang
Berperang
لااتق(qitālan) Ali Imran/3 167
لتتقإ
(iqtatala)
Al-Baqarah/2 253
Berbunuh-bunuhan
Al-Hujurat/49 9 Berperang
Al-Qashas/28 15 Berkelahi
Berdasarkan Tabel diatas, dapat kita simpulkan bahwasanya
kata qitāl dengan segala derivasinya (Isim maupun fiil) di dalam
Alquran adalah bermakna perang (Isim), membunuh, memerangi
(fiil). Terkecuali adalah yang terdapat dalam surat Adz-Dzariyat/51:
10 (Terkutuklah), Al-Muddatsir/74: 19 dan 20, Abasa/80: 17
(Celakalah), dan Al-Buruj/85: 4 (Binasalah). Dimana dalam
ayat-ayat tersebut menggunakan redaksi َزه(qutila).
61
Namun perintah dan larangan perang dalam ayat-ayat
Alquran tersebut, tidak cukup dipahami secara literalis dan tekstual.
Akan tetapi perlu pemahaman kontekstual, dimana ayat-ayat
perintah perang tersebut tidak lah diturunkan dalam ruang hampa,
melainkan turun atas dasar sebab yang mendahului dan
melatarbelakangi nya, termasuk kondisi sosial bangsa Arab pada saat
itu (mikro maupun makro). oleh karena itu dalam Bab selanjutnya,
penulis akan mencoba memahami ayat-ayat qitāl (perang) tersebut
secara kontekstual dengan menggunakan teori nya Fazlur Rahman,
yaitu teori penafsiran Double Movement (Gerakan Ganda).
62
BAB IV
APLIKASI TEORI DOUBLE MOVEMENT TERHADAP
AYAT-AYAT PERANG (QITĀL)
Melihat dan mengetahui seluruh ayat-ayat qitāl yang ada dalam
Alquran, seperti yang penulis telah paparkan di dalam bab sebelumnya, akan
menuntun kepada kita sebuah pemahaman penting. Yaitu, sebuah gambaran
dan ciri-ciri perang yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Dengan dimulai
dari sebab mengapa Rasulullah, atau Islam pada umumnya melakukan
peperangan, etika berperang yang di praktekkan Rasul, dan juga sebenarnya,
apakah hukum berperang itu sendiri dalam Islam?.
A. Aplikasi Teori Double Movement terhadap ayat-ayat qitāl
Perang (qitāl) telah menjadi polemik persoalan tersendiri
dikalangan umat. hal tersebut salah satu pemicunya adalah terdapatnya
beberapa ayat Alquran yang apabila kita lihat secara tekstual
memerintahan kepada umat Muslim untuk memerangi non-Muslim.
Dilain sisi, dalam Alquran, ditegaskan pula bahwasanya Islam adalah
agama yang lembut, damai, dan rahmatan lil ālamīn.
Maka tentu dibutuhkan pemahaman yang utuh mengenai
perintah berperang yang ada dalam Alquran tersebut. Karena tidak
mungkin satu ayat Alquran bertentangan dengan ayat yang lainnya,
yaitu ayat-ayat perang bertentangan dengan ayat-ayat damai. Sehingga
penulis mencoba menggunakan teori penafsiran Double Movement
(gerak ganda) untuk memahami problem qitāl tersebut.
Prinsip dasar Teori Double Movement
1. Memahami arti atau makna ayat dengan melihat dan mengkaji
situasi dan problem historis dimana pernyataan Alquran atau
ayat tersebut merupakan jawabannya.
2. Menggeneralisasikan jawaban-jawaban spesifik dan
menyatakannya sebagai sebuah pernyataan yang memiliki
tujuan-tujuan moral-sosial umum.
63
3. Membawa nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang umum tersebut
kedalam konteks sosio-historis yang konkrit dimasa sekarang,
dengan melihat secara cermat kondisi dan situasi masa kini.
99Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah diatas akan langsung
penulis terapkan dalam memahami ayat-ayat qitāl. Walaupun terdapat
perintah dan larangan berperang, dan keduanya tersebut saling
berkorelasi satu sama lain, sehingga tidak bertentangan, namun dalam
hal ini adalah lebih menitikberatkan kepada perintah berperang.
Melihat perang pada masa lampau, kondisi dimana
ayat-ayat perintah perang diturunkan (mikro), serta kondisi
sosial masyarakat pada saat itu (makro).
Sejarah peperangan dalam Islam merupakan sebuah fakta
sejarah yang kita ketahui tentang bagaimana Nabi saw beserta para
sahabat beliau memperjuangkan dan mempertahankan agama Islam,
sehingga Islam dapat sampai kepada kita saat ini dengan segala hukum
dan syari‟atnya.
Perang bagi bangsa Arab pada saat itu bukan merupakan sesuatu
yang mengerikan seperti anggapan kita saat sekarang ini. Melainkan
sudah menjadi kebiasaan mereka, karena memang banyak terdapat
faktor yang melatarbelakangi terjadinya perang kala itu. Seperti yang
telah disebutkan oleh Khoir Haikal dalam kitabnya yang berjudul
Al-Jihād wa Al-Qitāl fī as-Siyāsah as-Syariyyah. Dalam kitabnya bahkan
disebutkan terdapat 30 alasan atau faktor yang mendasari terjadinya
perang di jazirah Arab pada masa itu.
100Perang yang dilakukan oleh Rasulullah saw bukanlah perang
yang offensif (menyerang), akan tetapi bersifat defensif (bertahan,
membela diri), sebagaimana terdapat dalam ayat-ayat yang ada, yang
menegaskan bahwasanya Islam tidak menghendaki peperangan. Namun
karena adanya ancaman dari kaum kafir quraisy maupun ahlul kitab,
penganiayaan atau kedzaliman, fitnah, dan sebagainya, sehingga Allah
99
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas..., 7-8.
64
swt memerintahkan untuk membela diri dengan cara menghalau segala
ancaman dan memerangi mereka (QS. Al-Hajj: 39, QS. Al-Baqarah/2:
190-191, QS. An-Nisa/4: 91, QS. Al-Anfal/8: 39, QS. At-Taubah/9: 13
dan 36, dan lain sebagainya). Konsistensi itu tersebut dalam ayat lain
juga yang melarang umat Muslim untuk memerangi mereka ketika
sudah dalam keadaan damai dan mereka tidak pula memerangi Islam
(QS. An-Nisa/4: 90, QS. Al-Baqarah/2: 193).
Maka dapat kita ketahui bahwa kondisi makro atau situasi dan
kondisi masyarakat Arab pada masa Nabi, peperangan memang masih
menjadi sebuah jalan bagi mereka untuk menyelesaikan masalah dan
urusan mereka.
Sedangkan kondisi mikro, atau asbāb an-nuzūl ayat-ayat
perintah perang diturunkan, tidak lain adalah karena adanya ancaman
dari kaum kafir maupun ahlul kitab. Sehingga ketika tidak ada ancaman
maupun gangguan dari mereka, umat Muslim dilarang untuk melakukan
dan memerangi mereka. Hal ini sejalan dengan prinsip dakwah dalam
Islam berikut;
Pertama, asas iman dan kufur adalah kebebasan bagi manusia
untuk menentukan pilihannya. Iman tidak bisa dipaksakan dan
sebaliknya kekufuran juga tidak bisa dipaksakan. Seperti tersebut dalam
surat Al-Baqarah ayat 256,
ِذَوَك ِ َّلَّٱِث ِٖۢٓ ۡؤٌَُٝ ِدُٞـ َّطُٱِث ۡشُل ٌٌَۡ ََٖٔك ًَِّٗۚـُۡٱ َِٖٓ ُذ ۡش شُٱ ٍَََّٖجَّر ذَه ٌِِّٖۡۖذُٱ ًِك َٙاَش ًِۡإ َٰٓ َلا
ِحَٝ ۡشُؼُۡٱِث َيَس َۡٔز ۡسٱ
ٌٍَِِْػ ٌغٍَِٔس ُ َّلَّٱَٝ ۡۗبََُٜ َّبَصِلٗٱ َلا ىَوۡصُُٞۡٱ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui”.
Kedua, Nabi Muhammad dan juga penerus perjuangannya tidak
dimintai pertanggung jawaban mengenai hasil dakwahnya, yang
dimintai pertanggung-jawaban adalah dakwah itu sendiri yang berarti
menyampaikan pesan-pesan Alquran dengan hikmah dan tutur kata
65
yang baik (mauidzoh hasanah). Bahkan apabila diperlukan sebuah
perdebatan pun itu juga harus dilakukan dengan baik pula. Sebagaimana
firman Allah dalam surat An-Nur ayat 54,
ِئَك ٍَُۡۖٞسَّشُٱ ْاُٞؼٍِطَأَٝ َ َّلَّٱ ْاُٞؼٍِطَأ َُۡه
ُُٙٞؼٍِطُر ِٕإَٝ ُْۡۖۡزُِِّۡٔح بَّٓ ٌٍََُِْۡػَٝ ََُِّٔح بَٓ ٍََِِٚۡػ بََِّٔٗئَك ْا َََُّۡٞٞر ٕ
ٍُِٖجُُٔۡٱ ُؾ ََِجُۡٱ َّلاِإ ٍُِٞسَّشُٱ ىََِػ بََٓٝ ْٗۚاُٝذَزَٜۡر
“Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul;
dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu
adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian
adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu
taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain
kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan
terang".
Dan firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 125,
ُٛ َيَّثَس َِّٕإ َُٖٗۚس ۡحَأ ًَِٛ ًِزَُّٱِث ُُِْٜۡذ َجَٝ ِۡۖخََ٘سَحُۡٱ ِخَظِػ َُۡٞٔۡٱَٝ ِخَٔ ٌِۡحُۡٱِث َيِّثَس ٍَِِجَس ىَُِإ ُع ۡدٱ
َِٖٔث َُِْ ۡػَأ َٞ
ٌَِٖذَزُُٜۡٔۡٱِث َُِْ ۡػَأ ََُٞٛٝ ۦٍِِِِٚجَس َٖػ َََّض
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Setelah kita mengetahui kondisi sosial bangsa Arab serta
mengetahui sebab diturunkannya ayat-ayat perintah berperang seperti
yang tersebut diatas, selanjutnya adalah mengambil nilai-nilai universal
yang ada dalam ayat-ayat tersebut. Artinya, ayat-ayat tersebut tidak
berlaku secara khusus hanya bagi masyarakat pada masa Alquran turun,
namun juga berlaku bagi umat manusia saat ini. Selaras dengan jargon
Alquran salihun li kulli zaman wa makan, maka pesan-pesan Alquran
dalam ayat-ayat tersebut harus bisa berlaku juga bagi masa sekarang.
Yaitu dengan mengambil nilai-nilai dan tujuan-tujuan umum dari
ayat-ayat tersebut.
66
Maka dengan melihat kembali ayat-ayat qitāl diatas, penulis
mendapatkan nilai-nilai universal dengan tujuan-tujuan umum sebagai
berikut:
1. Ayat-ayat tersebut secara umum menghimbau kepada umat
Muslim untuk senantiasa waspada terhadap ancaman musuh.
Bukan hanya ancaman fisik, namun juga ancaman tergerusnya
akidah karena fitnah-fitnah yang mereka sebarkan. Bukan pula
hanya musuh yang tampak, namun juga bisikan setan dan hawa
nafsu yang bahkan menjadi musuh utama kita.
2. Melawan dan mempertahankan Islam dengan sekuat tenaga, dan
mempertaruhkan jiwa raga kita untuk Islam. Dengan cara
berdakwah dan menginfakkan harta kita untuk kejayaan Islam.
3. Mengajarkan kepada umat Muslim, bahwasanya Islam adalah
agama yang lembut, bukan agama kekerasan. Yaitu dengan
tidak mengusik dan memerangi orang-orang non-Islam, kecuali
mereka memerangi kita terlebih dahulu dan kita harus
mempertahankan diri.
4. Memerintahkan kepada seluruh Umat Muslim untuk berjihad di
jalan Allah. Apabila dulu cara berjihad Nabi dan Sahabat
melalui peperangan, itu wajar karena kondisi dan situasi
memang menuntut demikian. Namun dalam hal ini jihad yang
penulis maksud adalah jihad secara global meliputi semua
aspeknya (materi, pikiran, tenaga, dan sebagainya), sesuai
dengan kemampuan masing-masing individu.
Nilai-nilai dan tujuan-tujuan umum diatas, yang penulis
simpulkan dari ayat-ayat qitāl, menandai hasil dari gerakan pertama
teori Double Movement. Yaitu gerakan kembali menuju masa Alquran
diturunkan dengan melihat latarbelakang situasional dan sektor
sosialnya. Kemudian menarik dan mengambil nilai-nilai umum,
prinsip-prinsip, dan tujuan-tujuan umum yang ada dalam sebuah ayat tersebut
secara sistematis. Hal tersebut sejalan dengan kaidah yang menyatakan
67
hukum yang terkadung dalam sebuah ayat atau lafadz itu dilihat dari
umumnya lafadz, bukan sebab khususnya. Artinya dengan begitu,
ayat-ayat qitāl tersebut bukan hanya berlaku bagi masyarakat Arab pada
masa Alquran diturunkan, namun juga berlaku bagi kita umat manusia
yang hidup dimasa sekarang ini, bahkan di masa yang akan datang
sekalipun.
Membawa Prinsip-prinsip atau nilai-nilai dan tujuan-tujuan
universal yang didapatkan dari ayat-ayat qitāl, kedalam
masa sekarang yang konkrit dengan segala kondisi, situasi
dan problematikanya.
Sebelum menerapkan ajaran-ajaran umum tersebut kedalam
konteks yang konkrit di masa sekarang, terlebih dahulu perlu dilakukan
kajian dengan cermat atas situasi sekarang dengan segala kondisinya.
Beberapa hal yang menjadi poin penting mengenai gambaran
kondisi dan situasi masa sekarang adalah: pertama, bahwa perang
(qitāl) tidak lagi menjadi alternatif dalam berdakwah dan berjihad saat
ini. Terlebih lagi, bukan hanya di Jazirah Arab. Islam sudah menyebar
luas di berbagai negara di dunia ini. Artinya, kultur dan karakteristik
umat Muslim sekarang sudah berbeda dengan kultur dan karakteristik
bangsa Arab pada zaman Nabi yang masih menggunakan perang
sebagai jalan hidup kabilah masing-masing.
Islam pada masa Nabi masih berbentuk sebuah kesatuan dalam
satu wilayah dan satu kepemimpinan, yaitu dipimpin langsung oleh
Nabi Muhammad saw sendiri, yang kemudian diteruskan oleh para
khalifah pengganti beliau. Namun berbeda dengan sekarang ini, dimana
Islam bukanlah menjadi sebuah sistem negara (Negara Islam),
melainkan merupakan bagian dari sebuah negara, dan terdapat pula
agama-agama lain di dalam negara-negara itu selain Islam.
Kedua, dunia saat ini adalah milik barat, dimana semua aktifitas
dan kegiatan umat manusia dikendalikan oleh Barat. Mulai dari segi
ekonomi, politik, teknologi, keilmuan dan bidang-bidang lainnya.
Dengan majunya teknologi yang dikembangkan; sebagai contoh
68
pesatnya kemajuan alat-alat elektronik, maraknya media sosial, dan
kemajuan-kemajuan lain, membuat dunia saat ini seakan sama sekali
beda dengan masa lampau ketika Alquran diturunkan.
Dunia maya sekarang ini lebih banyak diminati umat daripada
dunia nyata. Kejahatan pun tidak hanya terjadi didunia nyata, namun
juga marak di dunia maya, bahkan lebih kejam dan sadis. Alasanya
sederhana, karena umat sekarang ini lebih bebas berbicara dan bertindak
serta berinteraksi di Dunia tersebut. Hal tersebut pun akhirnya
dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam. Dengan banyaknya situs-situs
website yang menyesatkan, menggerus akidah umat, dan kita lihat
provokasi atau adu domba dimana-dimana. Dan itu semua mudah
dilakukan didunia yang sekarang ini dengan berbagai fasilitas dan
teknologi yang maju.
Dengan melihat dan memperhatikan fakta-fakta diatas, kita
dapat mengetahui bahwasanya tantangan dakwah saat ini sungguh
berbeda dengan tantangan dakwah pada masa Nabi saw. Tantangan
dakwah masa Nabi adalah menghalau pasukan-pasukan perang kaum
kafir dan kaum yahudi nasrani beserta tentara romawi. Sedangkan
tantangan dakwah saat ini adalah menghalau serangan-serangan musuh
Islam dalam rangka mempertahankan akidah Islam didunia yang penuh
fitnah ini. Berita-berita hoax (palsu) disebarkan dimana-mana,
penipuan-penipuan merajalela, bahkah penistaan sudah menjadi hal
biasa.
Setelah mengamati dan mengetahui kondisi konkrit masa
sekarang ini, maka langkah selanjutnya adalah menerapkan nilai-nilai
universal ayat-ayat qitāl yang penulis simpulkan sebelumnya kedalam
ruang dan waktu sekarang ini, dengan segala kondisi dan
problematikanya.
B. Kontekstualisasi Ayat-ayat qitāl terhadap Problematika masa
sekarang
Secara sederhana, prinsip-prinsip umum yang ada pada
ayat-ayat qitāl adalah: pertama, perintah untuk berjihad di jalan Allah swt.
69
Kedua, perintah untuk senantiasa waspada terhadap musuh-musuh
Islam. Ketiga, perintah untuk mempertahankan Islam dengan sekuat
jiwa raga dari segala ancaman musuh-musuh Islam yang datang.
Keempat, memberikan pemahaman kepada umat manusia bahwasanya
Islam bukanlah agama kekerasan, melainkan agama yang lembut dan
rahmatan lil alamīn.
Prinsip-prinsip diatas akan penulis coba untuk terapkan dalam
problematika sosial dewasa ini seperti korupsi, dan propaganda media.
Yang akan penulis uraikan sebagai berikut:
a. Korupsi
Merupakan sebuah masalah besar yang sedang dihadapi
umat saat ini, khususnya di Indonesia. Korupsi adalah tindakan
penjabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak
lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan
tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan
kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
101Undang-undang Nomer 31 mengatakan bahwa korupsi
secara terminologis adalah melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
102Dari perngertian-pengertian diatas, kita dapat lihat bahwa
terdapat dua unsur pokok di dalam korupsi, yaitu penyalagunaan
kekuasaan oleh para pejabat, apartur negara dan pihak yang terlibat,
dan pengutamaan kepentingan pribadi atau sepihak diatas
kepentingan publik oleh pelaku korupsi (pejabat, apartur negara dan
semua pihak yang terlibat).
Tindak korupsi dalam hukum Islam sangat jelas hukumnya.
Korupsi bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti; keadilan
(al-„adl), amanah (al-amānah), dan tanggung jawab.
101 http://id.m.wikipedia.org/wiki/Korupsi, diakses pada tanggal 14 April 2018
102
Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
70
Dengan melihat definisi dan dua unsur pokok korupsi diatas,
Korupsi sangat dilarang dan dibenci oleh Allah. Karena pertama¸
Korupsi berarti memakan harta benda orang lain secara tidak benar
(bathīl) dan mengambil hak-hak orang lain. Larangan dan ancaman
bagi orang-orang yang memakan harta orang lain secara batil
tersebut dalam beberapa ayat Alquran telah disebutkan, seperti yang
terdapat dalam surat Al-Baqarah/2 ayat 188, An-Nisa/4 ayat 161,
dan At-Taubah/9 ayat 34.
103Korupsi merupakan sebuah kejahatan yang berdampak
sangat buruk bagi masyarakat maupun negara. Secara tidak
langsung, adanya praktek korupsi telah menimbulkan berbagai
distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat. Oleh karena itu
dalam Alquran korupsi dapat dikategorikan sebagai perbuatan fasad
dan sebuah kerusakan di muka bumi yang sangat tidak diridhai oleh
Allah swt.
103 QS. Al-Baqarah/2: 188 َٞ َۡٓأ ِّٖۡٓ بوٌِشَك ْاًُُِٞۡأَزُِ ِّبٌَُّحُۡٱ ىَُِإ َٰٓبَِٜث ْاُُٞ ۡذُرَٝ َِِط َجُۡٱِث ٌٍََُْ٘ۡث ٌَُُْ َٞ َۡٓأ ْآًَُُِٰٞۡأَر َلاَٝ ََُِٕٞٔ ۡؼَر ُْۡزَٗأَٝ ِْۡصِ ۡإِٱِث ِطبَُّ٘ٱ ٍِ“ Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”
QS. An-Nisa/4: 161
ُِِْٛز ۡخَأَٝ ًثاَزَػ ُِْٜۡۡ٘ٓ ٌَِٖشِل ٌَُِِۡ بَٗ ۡذَز ۡػَأَٝ َِِٗۚط َجُۡٱِث ِطبَُّ٘ٱ ٍَ َٞ َۡٓأ ِِِْٜۡ ًَۡأَٝ َُٚۡ٘ػ ْاُُٜٞٗ ۡذَهَٝ ْا َٞثِّشُٱ بٍَُِٔأ ب
“ Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”.
QS. At-Taubah/9: 34
َۡٓأ ًَُُِٕٞۡأٍََُ ِٕبَجۡٛ شُٱَٝ ِسبَج ۡحَ ۡلۡٱ َِّٖٓ اشٍِضًَ َِّٕإ ْآََُٰٞ٘ٓاَء ٌَِٖزَُّٱ بَٜ ٌَأَٰٓ ٌَ ٌَِٖزَُّٱَٝ ِۡۗ َّلَّٱ ٍَِِجَس َٖػ َٕٝ ذُصٌََٝ َِِط َجُۡٱِث ِطبَُّ٘ٱ ٍَ َٞ
ٍَُِْأ ٍةاَزَؼِث ُْٛ ۡشِّشَجَك ِ َّلَّٱ ٍَِِجَس ًِك بََُٜٗٞوِلٌُ٘ َلاَٝ َخَّضِلُۡٱَٝ َتََّٛزُٱ َُٕٝضِ٘ ٌٌَۡ
“ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.
71
Indonesia termasuk kedalam negara paling korup sedunia,
dengan menempati deretan atas diantara negara-negara lainnya.
Ironisnya, Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas
Muslim. Begitu juga para pejabat negara yang melakukan tindak
korupsi mayoritas adalah Muslim. Hal ini lah yang perlu
dipertanyakan dan dicermati terkait apakah yang menyebabkan
suburnya praktek korupsi di Indonesia?.
Islam datang untuk membebasakan dan memerangi sistem
ketidakadilan, bukan untuk melegalisasi praktek-praktek yang
melahirkan eksploitasi dan ketidakadilan.
Maka ayat-ayat qitāl (perang), seperti yang telah dibahas
dimuka, bahwa esensi dari ayat-ayat tersebut adalah jihad dan
mempertahankan Islam. Maka ayat-ayat qitāl tersebut menjadi satu
perintah, yang harus diperhatikan bagi umat Muslim saat ini, yaitu
perintah untuk dapat memberantas korupsi dan membersihkan nama
Islam dari hal-hal fasad yang semacam korupsi dan sebagainya
dalam rangka jihād fī sabīlillah.
Perintah yang terdapat dalam ayat-ayat qitāl bersifat umum
untuk seluruh Muslim dan mukmin. Artinya perintah untuk
memberantas korupsi, khususnya di Indonesia, adalah bukan hanya
perintah bagi pemerintah saja, melainkan juga bagi seluruh umat,
khususnya masyarakat Indonesia.
Mengenai bagaimana cara atau teknis pemberantasan korupsi
tersebut, penulis tidak membahas hal tersebut dalam tulisan ini.
Namun di Indonesia telah ada dan eksis sebuah lembaga yang
khusus menangani dan menyelidiki tindak pidana korupsi, yaitu
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga tersebut
merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam rangka
memberantas korupsi. Meskipun telah banyak mengungkap dan
menangkap para koruptor, namun sampai saat ini juga adanya
lembaga tersebut belum dapat mengurangi maraknya korupsi di
tanah air ini.
72