• Tidak ada hasil yang ditemukan

19

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Sejarah Perang (qitāl)

Masyarakat Arab dulu, seperti yang kita kenal adalah

masyarakat yang menjadikan suku atau kabilahnya sebagai tempat

bergantung, sekaligus sebagai simbol kehormatan. Dengan terbatasnya

sumber kehidupan, juga dengan kondisi alam padang pasir yang keras

dan tak bersahabat, menuntut masing-masing kabilah suku untuk saling

berebut satu sama lain, baik sumber makanan maupun tempat tinggal.

Sehingga yang terjadi adalah permusuhan antar suku, dengan saling

menindas dan memerangi satu sama lain guna bertahan hidup dan

mengangkat kehormatan sukunya. Hal tersebut menandakan betapa

rentannya relasi sosial Arab, sehingga sejumlah persoalan bisa

menimbulkan peperangan seperti; balas dendam, penghinaan terhadap

tamu, dan memenuhi panggilan permintaan pertolongan dari kerabat

dan saudara meski sebetulnya dia bersalah.

22

Rasulullah saw mengikuti langsung perjalanan perang sebanyak

dua puluh tujuh kali (al-ghazwah), sembilan di antaranya benar-benar

terjadi peperangan sementara sisanya tidak sampai terjadi kontak fisik.

23

Selain dalam bentuk ghazwa, ada pula istilah lain dalam sejarah Islam

yaitu disebut sariyyah

24

(perang yang tidak dipimpin oleh rasulullah

22

Muhammad Khair Haikal, al-Jihād wa al-Qitāl fi Siyāsah ash-Syar‟iyyah( t.t.: Dār Ibn Hazm, t.th.), 15.

23

Sembilan perang yang menumpahkan darah tersebut adalah; perang badar, perang uhud, marisa‟, khandaq, qaridhah, khibar, fathu makah, hinan, dan tha‟if. Lihat: Ibn Sa‟d, Ghazawāt ar-Rasūl wa Sarayāhu (t.t.: Dār Beirūt, 1981), 1.

24

Sariyyah adalah perang kecil yang dipimpin oleh para sahabat atas petunjuk Nabi saw. Sariyyah pertama kali terjadi pada tahun 1 H, yaitu sariyyah Hamzah bin Abdul Muthalib. Nabi mengutus 30 sahabat Muhajirin bersama dengan Hamzah. Dan dipihak musuh adalah Abu Jahal dengan 300 orang yang menyertainya. Kemudian disusul dengan sariyyah Ubaidah bin Haris (1 H), sariyyah Sa‟d bin Abi Waqash (1 H), sariyyah Abdullah bin Jashy (2 H), sariyyah Zaid bi Harisah (3 H), dan beberapa sariyyah lainnya, sampai pada sariyyah terakhir yaitu sariyyah Usamah bin Zaid bin Haritsah (11 H).

20

saw) yang terjadi 47 kali.

25

Dalam memahami ayat-ayat qitāl dan

bagaimana implikasinya pada zaman sekarang, tidak akan mungkin

dengan tanpa memahami kondisi dan sebab-sebab yang

melatarbelakangi turunnya ayat-ayat tersebut. Ayat yang turun di

Makkah dan Madinah sudah jelas berbeda konteks nya karena

masing-masing memiliki sifat dan karakter serta ciri tersendiri yang berbeda

satu sama lain.

Sejak mulai dari Makkah, kemudian hijrah ke Madinah, tidak

sedikit perlawanan yang dilancarkan kepada Nabi Muhammad, baik

dari kaum musyrik, kaum yahudi, orang-orang munafik dan sebagainya.

Mereka tidak tinggal diam dengan datangnya Islam. Kaum Yahudi

berkehendak bahwa utusan Allah adalah berasal dari kaumnya sendiri

yaitu Bani Israil, keturunan Ismail as. Sebagian orang badui dan

pengikut Abdullah bin Ubay yang disebut dalam Alquran sebagai kaum

„munafik‟ juga tidak rela membiarkan Islam aman dan damai dalam

eksistensinya di Makkah maupun Madinah.

Ada beberapa perang (qitāl) besar yang pernah terjadi di masa

Rasulullah saw., di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Perang Badar

Perang Badar adalah perang pertama yang dilakukan

oleh kaum Muslimin. Sekaligus peristiwa paling penting bagi

sejarah perkembangan dakwah Islam. Kendatipun dengan

kekuatan yang jauh lebih kecil dibanding kekuatan musuh,

dengan pertolongan Allah SWT, kaum Muslimin berhasil

menaklukkan pasukan kafir. Rasulullah saw berangkat

bersama tiga ratusan orang sahabat dalam perang Badar. Ada

yang mengatakan mereka berjumlah 300, 313, dan 315 orang

sahabat. Mereka kira-kira terdiri dari 74 sahabat Muhajirin,

dan sisanya dari sahabat Anshar dan seluruh umat Islam.

Kaum Muslimin memang tidak berkumpul dalam jumlah besar

25

21

dan tidak melakukan persiapan sempurna. Mereka hanya

memiliki dua ekor kuda, memiliki Zubair bin Awwam dan

Miqdad bin Aswad al-Kindi. Di samping itu mereka hanya

membawa tujuh puluh onta yang dikendarai secara bergantian,

setiap onta untuk dua atau tiga orang. Rasulullah saw sendiri

bergantian mengendarai onta dengan Ali dan Mursid bin Abi

Mursid Al-Ghanawi.

26

Sementara jumlah pasukan kafir Quraisy sekitar seribu

orang, dengan seratus kuda, serta onta yang jumlahnya tidak

diketahui secara pasti, dan dipimpin langsung oleh Abu Jahal

bin Hisyam. Sedangkan pendanaan perang ditanggung

langsung oleh sembilan pemimpin Quraisy.

27

Dengan pasukan yang kecil dan lebih sedikit, namun

pasukan Islam mampu memenangkan pertempuran tersebut.

28

Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan

Muslim menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy

yang kemudian mundur dalam kekacauan. Dan berhasil

menewaskan beberapa pemimpin penting Quraisy, antara lain

adalah Abu Jahal atau Amr bin Hisyam.

29

b. Perang Uhud

Kekalahan diperang Badar menanamkan dendam

mendalam di hati kaum kafir Quraisy. Mereka pun keluar ke

bukit Uhud hendak menyerang kaum Muslimin. Pasukan Islam

berangkat dengan kekuatan sekitar seribu orang prajurit,

26

Ibid., 4

27 Ibid., 6.

28

Dengan pasukan kecil dan sedikit, namun tekad dan keyakinan kaum Muslimin tidak surut sama sekali. Kegigihan pasukan Islam tercermin dalam surat Al-Baqarah ayat 249, yang artinya: “... mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, „betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah‟. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.

29

Randi Catono, Perang Badar: Kemenangan Pertama Pasukan Muslim (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007), 31.

22

seratus orang diantaranya menggunakan baju besi, dan lima

puluh orang lainnya dengan menunggang kuda.

Di sebuah tempat bernama Asy-Syauth, kaum

Muslimin melakukan salat subuh. Tempat tersebut sangat

dekat dengan musuh sehingga mereka bisa dengan mudah

saling melihat. Ternyata pasukan kafir Quraisy berjumlah

sangat banyak. Mereka berjumlah tiga ribu tentara, terdiri dari

orang-orang Quraisy dan sekutunya. Mereka juga memiliki

tiga ribu onta, dua ratus ekor kuda dan tujuh ratus baju besi.

30

Pada kondisi sulit tersebut, Abdullah bin Ubay, sang

munafik, berkhianat dengan membujuk kaum Muslimin untuk

kembali ke Madinah. Sepertiga pasukan (sekitar tiga ratus

prajurit) mundur bersama dengan Abdullah bin Ubay karena

merasa tidak akan menang jika bertempur disana.

31

Namun setelah kemundurun tiga ratus prajurit tersebut,

Rasulullah melakukan konsolidasi dengan sisa pasukan yang

jumlahnya sekitar tujuh ratus prajurit untuk melanjutkan

perang.

32

Awalnya pasukan Nabi saw sempat akan

memenangkan pertempuran ini. Abu Dujanah ra yang saat itu

memegang pedang rasulullah saw berhasil menembus ke

jantung pertahanan kaum musyrikin hingga membuat mereka

kocar-kacir. Kemenagan mulai tampak bagi kaum Muslimin,

perlahan tapi pasti pasukan musyrikin mulai kepayahan.

Akhirnya mereka melarikan diri meninggalkan gelanggang

pertempuran.

Melihat kaum musyrikin mundur, para pemanah yang

ditempatkan dibukit lalai dengan melupakan pesan Nabi untuk

tetap disana apapun yang terjadi. Mereka hendak mengambil

30Ibn Sa‟d, Ghazawāt ar-Rasūl wa Sarayāhu, 18.

31

Nizar Abazhah, Perang Muhammad; Kisah Perjuangan dan Pertempuran Rasulullah (Jakarta: Zaman, 2014), 72.

23

ghanimah yang berada dimedan pertempuran. dan akhirnya

banyak dari mereka pun turun dan meninggalkan pos mereka.

Melihat hal tersebut, kaum musyrikin yang sempat mundur

mengambil kesempatan untuk menyerang kembali kaum

Muslimin. Karena diserang dan dikepung depan dan belakang

akhirnya kaum Muslimin mengalami kekalahan.

33

c. Perang Mu‟tah

Perang Mu‟tah adalah merupakan pendahuluan dan

jalan pembuka untuk menaklukkan negeri-negeri Nasrani.

Pemicu perang Mu‟tah adalah pembunuhan utusan Rasulullah

yang bernama al-Haris bin Umair yang diperintahkan

menyampaikan surat kepada pemimpin Bashra. Al-Haris

dicegat oleh Syurahbil bin Amr, seorang gubernur di wilayah

Balqa di Syam, ditangkap dan dipenggal lehernya. Untuk

perang ini Rasulullah mempersiapkan pasukan berkekuatan

tiga ribu prajurit. Inilah pasukan Islam terbesar pada saat itu.

Mereka bergerak ke arah utara dan beristirahat di

Mu‟an. Saat itulah mereka memperoleh informasi bahwa

Heraklius telah berada di salah satu bagian wilayah Balqa

dengan kekuatan sekitar seratus ribu prajurit Romawi. Mereka

bahkan mendapat bantuan dari pasukan Lakhm, Judzam,

Balqin dan Bahra kurang lebih seratus ribu prajurit. Jadi total

kekuatan mereka adalah dua ratus ribu prajurit.

34

Walaupun kaum Muslimin kalah jumlah, namun para

sahabat Nabi bertempur berani dengan semangat yang tak

surut. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan siasat dan

strategi sahabat Khalid bin Walid ra, akhirnya kaum Muslimin

berhasil memukul mundur tentara Romawi hingga mengalami

kerugian yang banyak.

35

33 Nizar Abazhah, Perang Muhammad..., 81-86.

34Ibn Sa‟d, Ghazawāt ar-Rasūl wa Sarayāhu, 64-65.

35

24

d. Perang Ahzab

Perang Ahzab atau nama lainnya perang Khandaq, terjadi

pada tahun ke-5 hijriah. Perang Ahzab adalah perang yang

dipimpin oleh dua puluh pimpinan Yahudi Bani Nadhir datang

ke Mekah, untuk melakukan provokasi agar kaum kafir mau

bersatu untuk menumpas kaum Muslimin. Pimpinan Yahudi

Bani Nadhir juga mendatangi Bani Ghathafan dan mengajak

mereka untuk melakukan apa yang mereka serukan kepada

orang-orang Quraisy. Selanjutnya mereka mendatangi

kabilah-kabilah Arab di sekitar Mekah untuk melakukan hal yang sama.

Semua kelompok itu akhirnya sepakat untuk bergabung dan

menghabisi kaum Muslimin di Madinah sampai ke

akar-akarnya. Jumlah keseluruhan pasukan Ahzab (sekutu) adalah

sekitar sepuluh ribu prajurit. Sedangkan pasukan kaum

Muslimin hanya sekitar tiga ribu pasukan.

Jumlah tersebut disebutkan dalam kitab sirah adalah

lebih banyak dari pada jumlah orang-orang yang tinggal di

Madinah secara keseluruhan, termasuk wanita, anak-anak,

pemuda dan orang tua. Mengahdapi kekuatan yang sangat besar

tersebut, atas ide Salman al-Farisi, kaum Muslimin

menggunakan strategi penggalian parit untuk menghalangi

sampainya pasukan masuk ke wilayah Madinah.

36

Pasukan gabungan tentara Ahzab atau pasukan musuh

tersebut mengepung selama satu bulan penuh dengan membuat

kemah di bagian utara Madinah. Namun Nu‟aim bin Mas‟ud al

-Asyja‟i yang telah memeluk Islam tanpa sepengetahuan pasukan

gabungan dengan keahliannya memecah belah pasukan

gabungan. Lalu Allah swt mengirimkan angin yang

memporak-porandakan kemah pasukan gabungan, memecahkan

periuk-periuk mereka, dan memadamkan api mereka. Hingga akhirnya

25

pasukan gabungan kembali kerumah mereka dengan kegagalan

menaklukan kota Madinah.

37

e. Perang Tabuk

Perang Tabuk merupakan kelanjutan dari perang Mu‟tah.

Pada bulan Rajab tahun 9 hijriyah, Rasul mendengar bahwa

Bizantium sedang melakukan persiapan untuk menyerang

Madinah. Karena itu beliau bersiap menghadapinya, bahkan siap

untuk berangkat menemui mereka di wilayah kekuasaan

mereka.

38

Mendengar persiapan besar pasukan Romawi tersebut,

kaum Muslimin melakukan persiapan perang. Para tokoh

sahabat memberi infāq fī sabīlillāh dalam suasana yang sangat

mengagumkan. Utsman menyedekahkan dua ratus onta lengkap

dengan pelana dan barang-barang yang diangkutnya. Kemudian

ia menambahkan lagi sekitar seratus onta lengkap dengan pelana

dan perlengkapannya. Lalu ia datang lagi dengan membawa

seribu dinar diletakkan di pangkuan Rasulullah saw. Usman

terus berinfak hingga jumlahnya mencapai sembilan ratus onta

dan seratus kuda, dan uang dalam jumlah besar. Abdurrahman

bin „Auf membawa dua ratus uqiyah perak. Dan Abu Bakar

membawa seluruh hartanya dan tidak menyisakan untuk

keluarganya kecuali Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan Umar

datang menyerahkan setengah hartanya. Abbas datang

menyerahkan harta yang cukup banyak. Thalhah, Sa‟ad bin

Ubadah dan Muhammad bin Maslamah, semuanya datang

memberikan infaknya. Ashim bin Adi datang dengan

menyerahkan sembilan puluh wasāq kurma dan diikuti oleh para

sahabat yang lainnya.

39

37

Ibid., 34-35.

38

M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad saw; Dalam Sorotan Al-Qur‟an dan Hadits-hadits Shahih, (Jakarta: Lentera Hati, 2014), 971.

39

26

Jumlah pasukan Islam yang terkumpul sebenarnya cukup

besar, tiga puluh ribu personil. Akan tetapi, mereka minim

perlengkapan perang. Bekal makanan dan kendaraan yang ada

masih sangat sedikit dibanding dengan jumlah pasukan. Setiap

delapan belas orang mendapat jatah satu onta yang mereka

kendarai secara bergantian. Mereka terpaksa menyembelih onta,

meski jumlahnya sedikit, agar dapat meminum air yang terdapat

dalam kantong air onta tersebut. Oleh karena itu, perang tersebut

dinamakan Perang sulit (Ghazwah al-Usrah).

40

Akan tetapi dalam perang ini tidak terjadi kontak fisik

dikarenakan ketika Nabi dan pasukan kaum Muslimin sampai di

Tabuk, mereka tidak menemukan tanda-tanda kehadiran

pasukan Byzantium, atau pasukan suku-suku Arab penganut

agama Nasrani yang berada di bawah pengaruh Byzantium.

Meskipun demikian, bukan berarti dengan perjalanan panjang

dan sulit yang ditempuh Rasul beserta pasukan Muslimin tidak

menghasilkan apapun. Karena di Tabuk sejumlah penguasa dan

kepala suku, bukan saja yang disekitar Tabuk, tetapi ju8ga dari

daerah-daerah yang cukup jauh, datang memohon perjanjian

damai dan kesediaan membayar jizyah kepada Nabi saw sbagai

imbalan biaya jaminan keamanan buat wilayah dan jalur

perdagangan mereka. Dan akhirnya setelah 20 hari berada di

Tabuk, Nabi saw dan pasukan kaum Muslimin memutuskan

untuk kembali ke Madinah.

41

B. Pengertian Jihad dan Perang (qitāl), serta perbedaannya

1. Pengertian Jihad

Istilah jihad berasal dari kata jāhada (kata benda abstrak,

juhd: kekuatan, upaya, kemampuan) yang bermakna berusaha sekuat

tenaga. Secara yuridis-teologis jihad berarti berusaha dengan sekuat

tenaga di jalan Allah, menyebarkan keimanan dan firman-firman

40

Ibid., 227.

41

27

Allah keseluruh dunia. Pengertian jihad dalam arti yang luas tidak

hanya bermakna perang atau mengorbankan pertempuran. Sebab

melangkah di jalan Allah niscaya akan selalu dilakukan, baik dalam

suasana perang maupun damai.

42

Menurut Ibnu Manzur, bahwa jahd bisa berarti kesulitan dan

juhūd bermakna kemampuan.

43

Sebagaimana kata juhd tersebut

dalam sebuah ayat berikut,

َُْۡٛذُٜۡج َّلاِإ َُٕٝذِجٌَ َلا ٌَِٖزَُّٱَٝ ِذ َهَذَّصُٱ ًِك ٍَِِٖ٘ٓ ۡؤُُٔۡٱ َِٖٓ ٍَِٖػَِّّٞطُُٔۡٱ َُٕٝضٌَِِٔۡ ٌَِٖزَُّٱ

ََُٝ ُِْٜۡۡ٘ٓ ُ َّلَّٱ َشِخَس ُِْٜۡۡ٘ٓ َُٕٝشَخ ۡسٍََك

ٌٍَُِْأ ٌةاَزَػ ُْٜۡ

(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela

orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan

(mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk

disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang

munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan

mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.”

Kata jihād dan derivasinya tersebut 41 kali dalam Alquran.

44

Ayat-ayat jihad dalam konteks “perjuangan” berjumlah 28 ayat

sebagai berikut: QS. Al-Baqarah/2: 218, QS. Ali Imran/3: 142, QS.

An-Nisa‟/4: 95, QS. Al-Maidah/5: 35 dan 54, QS. Al-Anfal/8: 72,

74, dan 75, QS. At-Taubah/9: 16, 19, 20, 24, 41, 44, 73, 81, 86, dan

88, QS. An-Nahl/16: 110, QS. Al-Hajj/22: 78, QS. Al-Furqan/25: 52,

QS. Ankabut/29: 6 dan 69, Muhammad/47: 31, QS.

Al-Hujurat/49: 15, QS. Al-Mumtahanah/60: 1, QS. Ash-Shaff/61: 11,

QS. At-Tahrim/66: 9.

45

Ayat-ayat jihad tersebut sebagian turun pada

42

Din Syamsuddin, Reaktualisasi Jihad Masa Kini, dalam kata pengantar Muhammad Chirzin, Kontroversi Jihad di Indonesia: Modernis Vs Fundamentalis (Yogyakarta: Pilar Media, 2006), xiii.

43 Ibn Mandzur, Lisān al-Arab, Jil. III (Qahirah: Dār al-Ma‟arif, t.th.), 708.

44

Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu‟jamul Mufahras li Alfāzhil-Qur‟anil-Karīm (Kairo: Dārul-Hadīs, 1991), 232-233.

45

Dari sekian ayat diatas, beberapa ayat yang memerintahkan untuk berjihad diantaranya adalah:

QS. Al-Maidah/5: 35

ٌََُِّؼَُ ۦٍِِِِٚجَس ًِك ْاُٝذِٜ َجَٝ َخٍَِِسَُٞۡٱ ٍَُِِٚۡإ ْآَُٰٞـَزۡثٱَٝ َ َّلَّٱ ْاُٞوَّرٱ ْاَُٞ٘ٓاَء ٌَِٖزَُّٱ بَٜ ٌَأَٰٓ ٌَ َُٕٞحِِۡلُر ْۡ

28

periode Makkah dan sebagian besar lainnya turun pada periode

Madinah.

46

Banyak tokoh telah mengemukakan argumentasinya

mengenai makna jihad dengan pengertiannya. Ar-Raghib

Al-Asfahani menyatakan bahwa jihad adalah mencurahkan kemampuan

dalam menahan musuh. Jihad itu tiga macam: berjuang melawan

musuh yang tampak, berjuang menghadapi setan, dan berjuang

menghadapi hawa nafsu. Perjuangan itu dilakukan dengan tangan

dan lisan.

47

Murtadho Muthahari menitikberatkan arti jihad sebagai

perang yang sah bagi individu, suatu suku atau bangsa, untuk

membela diri dan harta benda, sebagai salah satu tuntunan hidup

manusia. Bentuk peperangan apapun yang bermotivasi agresi, karena

keserakahan untuk memperoleh harta kekayaan serta sumber-sumber

lain, untuk merampok sumber-sumber ekonomi dan kemanusiaan,

sama sekali tidak dibenarkan Islam. Jihad adalah perlawanan

terhadap setiap jenis agresi.

48

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” QS. Al-Hajj/22: 78 ٌُ ىَجَز ۡجٱ َُٞٛ ٗۚۦِِٙدبَِٜج َّنَح ِ َّلَّٱ ًِك ْاُٝذِٜ َجَٝ ۡجَه ِٖٓ ٍَِِِٖٔ ۡسُُٔۡٱ ٌُُْ ىََّٔس َُٞٛ ٍَِْٗۚٛ َشۡثِإ ٌٍُِْۡثَأ َخَِِّّٓ ٗۚ طَشَح ِٖۡٓ ٌِِّٖذُٱ ًِك ٌٍََُِْۡۡػ َََؼَج بََٓٝ ْۡ َُ ُراَءَٝ َح ََِّٞصُٱ ْاٍُِٞٔهَأَك ِٗۚطبَُّ٘ٱ ىََِػ َءَٰٓاَذَُٜش ْاٌَُُٞٗٞرَٝ ٌٍََُِْۡۡػ اًذٍَِٜش ٍُُٞسَّشُٱ ٌٍََُُِٕٞ اَز َٛ ًِكَٝ َُٞٛ ِ َّلَّٱِث ْاُِٞٔصَز ۡػٱَٝ َح ًََّٞضُٱ ْاٞ ُشٍِصَُّ٘ٱ َْ ۡؼَِٗٝ ىَُ َُۡٞٔۡٱ َْ ۡؼَِ٘ك ٌُْۡۖۡ ىَُ َۡٞٓ

Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”

46

Muhammad Chirzin, Kontroversi Jihad di Indonesia..., 47.

47 Ar-Raghib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradati Alfāzhil Qur‟an (Beirut: Dārul Fikr, t.th.), 100.

48

29

Menurut Quraish Shihab, Jihad adalah sebagai sebuah

perjuangan secara sungguh-sungguh dengan mengerahkan

kemampuan dan kekuatan yang dimiliki seseorang untuk mencapai

tujuan, khususnya dalam melawan musuh, atau mempertahankan

kebenaran, kebaikan, dan keluhuran.

49

Dari beberapa pendapat mengenai jihad diatas dapat

disimpulkan bahwa jihad secara kebahasaan ialah perjuangan;

pencurahan kemampuan, daya upaya dan tenaga sepenuh kekuatan

dalam melakukan suatu perbuatan. Sedangkan menurut istilah, jihad

adalah perjuangan orang beriman dengan mencurahkan segala

kemampuan moril maupun materil, baik berupa tenaga, pikiran,

maupun harta benda dalam rangka menegakkan agama Allah dan

meninggikan kalimāt-Nya. Jihad dapat berupa perjuangan secara

individual maupun komunal ke arah yang lebih baik yang ditentukan

oleh struktur dan kerangka nilai Islam. Jihad adalah seruan kepada

agama yang haq. Kegiatan jihad dilakukan untuk menghadapi

musuh-musuh Allah yang nampak, yaitu para pelaku kejahatan,

maupun musuh yang tak tampak (setan dan hawa nafsu).

50

Ia

merupakan kewajiban Muslim yang berkelajutan hingga hari kiamat.

Tingkat terendahnya berupa penolakan hati atas kemungkaran dan

tingkat tertingginya ialah perang di jalan Allah. Jihad dapat

dilakukan dengan perkataan maupun perbuatan, baik melalui lisan,

tulisan, kekuatan fisik, maupun harta benda dengan tujuan

menumpas fitnah agar manusia mengabdi kepada Allah;

menghilangkan kekerasan; menundukkan dunia kepada kebenaran

dan menciptakan keadilan. Tujuannya mewujudkan ideal-ideal Islam

dalam Alquran dan sunnah Nabi saw. Dimensi lahiriahnya

49

M. Quraish Shihab (ed.), Ensikolpedia Alquran, Kajian Kosa Kata, Jil. I (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 396.

50

Hal tersebut senada dengan apa yang dikemukakan Budihardjo, bahwa macam-macam Jihad ada tiga. Yaitu: Berjuang di medan perang, berjuang melawan setan, dan berjuang melawan hawa nafsu. Lihat: Budihardjo, “Jihad dalam Perspektif Islam”, dalam “Dinamika Politik Islam”, Jurnal Asy-Syir‟ah (Vol. 40, No. II, 2006), 351-356.

30

perjuangan melawan kejahatan dan mendukung kebenaran,

sedangkan dimensi bathiniahnya disiplin diri mengikuti ajaran

Islam.

51

2. Pengertian Qitāl

Term al-qitāl adalah bentuk masdar dari kata qātala -

yuqātilu tepatnya adalah tsulasi mazid satu huruf dari kata qatala

yang memiliki tiga pengertian: pertama, artinya adalah berkelahi

melawan seseorang. Kedua, memusuhi (adāhu) dan ketiga,

memerangi musuh (haraba hual- ada‟).

52

Selain kata qatala, dalam Alquran ditemukan juga bentuk

kata kerja yang lain, qattala dan iqtatala beserta kata jadiannya.

Adapun makna yang sepadan dengan makna jihad adalah kata kerja

qatala, yang berarti perang atau bertempur.

Dalam Alquran, pengungkapan term al-qitāl dan kata

jadiannya pada umumnya diikuti dengan ungkapan fī sabīlillah.

Kenyataan ini sama dengan pengungkapan term al-jihād.

Sebagaimana diketahui, kebanyakan ayat yang menerangkan tentang

jihad diikuti juga dengan ungkapan fī sabīlillah. Jadi, baik jihad

dalam pengertian umum (al-jihād) maupun jihad dalam pengertian

perang (al-qitāl) harus dalam ruang lingkup penegakan agama Allah

swt.

53

Kata yang serupa dengan al-qitāl yaitu al-harb, al-ghazw,

dan an-nafr, dimana masing-masing kata tersebut walaupun pada

dasarnya memiliki makna perang, tetapi mempunyai karakteristik

yang berbeda-beda dalam penggunaannya.

3. Perbedaan jihad dan qitāl

Adapun perbedaan jihad dengan qitāl adalah sebagai berikut:

No Jihad Qitāl

1 Dari segi bahasa, Jihad Sedangkan qitāl berarti

51 Muhammad Chirzin, Kontroversi Jihad di Indonesia..., 46-67.

52

Ibn Manzur, Lisān al-Arab..., 3531.

53

31

berarti

bersungguh-sungguh

perang atau bertempur

2 Ruang lingkupnya lebih

luas; jihad melawan hawa

nafsu, jihad dengan harta,

jiwa, dsb.

Ruang lingkupnya lebih

sempit; identik dengan

pertempuran dengan

menggunakan pedang

3 Penggunaan kata jihad

dalam Alquran hanya

ditujukan bagi kaum

Muslimin

Penggunaan kata qital

dalam Alquran tidak

terkhusus hanya pada kaum

Muslimin

Demikian perbedaan anatara jihad dengan qitāl. Perang atau

qital merupakan salah satu cara berjihad pada zaman Nabi dulu.

Terbukti dengan terjadinya perang Islam di masa lampau.

Diantaranya perang badar, perang uhud, dan sebagainya. Itu

menandakan bahwa memang qitāl atau perang merupakan salah satu

cara untuk berjihad, atau bersungguh-sungguh berjalan di jalan

Allah. Namun keliru apabila kemudian dinyatakan bahwa jihad

hanyalah qitāl (perang). Cakupan makna jihad lebih luas

dibandingkan dengan makna qitāl. Jihad meliputi berjuang dengan

menggunakan harta, dengan jiwa, dan bahkan melawan hawa nafsu

pun merupakan sebuah jihad yang agung. Oleh karena itu, kurang

tepat jika memaknai jihad dan qitāl dengan sebuah makna yang

Dokumen terkait