• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh kegiatan rekoleksi terhadap kedewasaan kristiani para siswi asrama putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh kegiatan rekoleksi terhadap kedewasaan kristiani para siswi asrama putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara - USD Repository"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH KEGIATAN REKOLEKSI TERHADAP KEDEWASAAN KRISTIANI PARA SISWI ASRAMA PUTRI

ST. THERESIA KABANJAHE KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Hernawaty Matondang

(Sr. Maria Gratiana SFD)

NIM: 041124032

Oleh:

Hernawaty Matondang NIM: 041124032

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

P E R S E M B A H A N

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Seluruh anggota Kongregasi Suster Fransiskus Dina

Yang telah memberi kesempatan menimba ilmu yang mendukung dengan doa, cinta, dan perhatian khususnya selama menjalani dan menyelesaikan studi

di Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sanata Dharma

(5)

v

M O T T O

“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.”

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 September 2008 Penulis

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama :Hernawaty Matondang

Nomor Mahasiswa : 041124032

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGARUH KEGIATAN REKOLEKSI TERHADAP KEDEWASAAN KRISTIANI PARA SISWI ASRAMA PUTRI ST. THERESIA KABANJAHE KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 18 November 2008

Yang menyatakan

(8)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PENGARUH KEGIATAN REKOLEKSI TERHADAP KEDEWASAAN KRISTIANI PARA SISWI ASRAMA PUTRI ST. THERESIA KABANJAHE KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA. Penulis memilih judul ini, karena selama berkarya sebagai seorang pendamping asrama, penulis mempunyai keprihatinan terhadap kehidupan rohani para siswi di asrama. Fakta menunjukkan bahwa kesadaran para siswi asrama dalam mengikuti pembinaan iman masih kurang. Kegiatan rekoleksi di asrama putri ini belum berjalan dengan teratur. Para pendamping asrama harus mampu memberikan rekoleksi secara rutin kepada para siswi asrama dalam pengembangan kedewasaan kristiani para siswi asrama ini. Kegiatan rekoleksi merupakan salah satu bentuk pembinaan iman yang bertujuan mengembangkan kehidupan iman. Rekoleksi sudah biasa dilaksanakan oleh banyak umat. Dalam pelaksanaannya, rekoleksi sering dikemas dengan metode yang variatif dan dengan materi yang relevan dengan para peserta. Selain itu, rekoleksi masih tetap mempertimbangkan peran pembimbing sebagai fasilitator dan memperhatikan sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Skripsi ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh kegiatan rekoleksi terhadap kedewasaan kristiani. Hipotesis penelitian ini adalah H0: tidak ada pengaruh kegiatan rekoleksi terhadap kedewasaan kristiani para siswi asrama putri St. Theresia Kabanjahe, Ha :terdapat pengaruh kegiatan rekoleksi terhadap kedewasaan kristiani para siswi asrama putri St. Theresia Kabanjahe.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif berbentuk regresi. Penelitian ini bersifat populatif. Seluruh siswi asrama putri St. Theresia tahun ajaran 2007/2008 yang berjumlah 129 orang menjadi populasi penelitan ini. Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan metode kuesioner, yang dikembangkan dalam 15 pertanyaan yang berkaitan dengan kegiatan rekoleksi, 35 pertanyaan kedewasaan kristiani dalam bentuk skala diferensial, dan 6 pertanyaan pengetahuan iman dalam bentuk tes. Kuesioner diisi oleh responden, data yang masuk sebanyak 124 responden. Data yang masuk diuji validitas dan reliabilitasnya. Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5 %, N 124 orang dengan nilai kritis 0,176 diperoleh 0,186-0,55, terdapat 6 butir item yang tidak valid dan item ini dibuang. Dari hasil reliabilitas diperoleh Alpha seebesar 0,4707, dengan ini dinyatakan butir-butir instrumen dinyatakan reliabel.

(9)

ix

ABSTRACT

This thesis is entitled THE INFLUENCE OF RECOLLECTION ACTIVITY TO THE CHRISTIANITY MATURE OF THE SCHOOLGIRLS OF ST. THERESIA KABANJAHE DORMITORY OF SUB-PROVINCE KARO, NORTH SUMATERA. The writer chooses this title, because during under taking as a hostel associate, the writer had a concern to religious life of the schoolgirls in dormitory. Fact indicates that the awareness of the hostel schoolgirls in following faith founding still lack. The recollection activity in this dormitory has not run well yet. The hostel associates have to able to offer recollection regularly for schoolgirls of dormitory in the development of their christianity mature.

The recollection activity is one of faith founding forms with aim to develop believe life. The recollection have been usually realized by many believers. In its realization, recollection is often organized by some variatif methods and some matters which are relevant with the participants. Besides, recollection still considers the role of counsellor as a fasilitator and pays attention for some supporting facilities applied to reach purpose of which have been determined. This thesis is aimed to see how big the influence of recolection activity to the christianity mature. The hypothesis of this research is H0: there is no influence of recollection activity toward christianity mature of the schoolgirls of St. Theresia Kabanjahe dormitory, Ha: there is an influence between recollection activity and christianity mature of of the schoolgirls of St. Theresia Kabanjahe dormitory.

This research type is quantitative which is in the form of regression. This research has the character of populatif, and all of the schoolgirls of St. Theresia Kabanjahe dormitory in school year 2007/2008 that amounts to 129 becomes the population of this research. The data collecting technique in this thesis applies questionaire method, which is developed in 15 questions related to recollection activity, 35 questions about christianity mature in the form of differential scale, and 6 questions about knowledge of believe in test form. Questionaires were filled by respondent, and the datas were received amounted to 124 respondents. The datas were received then tested on its validity and reliability. From the reliability test at significancy level 5%, N 124, with critical value 0,176, obtained is 0,186-0,551, there are 6 items that are not valid and removed. From that reliability result, it is obtained on Alpha in amount of 0,4707, so that the instrument items are declared reliable.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih kepada Tuhan yang Mahabaik karena kasihNya yang amat besar, telah mendampingi, membimbing, dan menerangi hati, budi dan pikiran penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH KEGIATAN REKOLEKSI TERHADAP KEDEWASAAN KRISTIANI PARA SISWI ASRAMA PUTRI ST. THERESIA KABANJAHE KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA. Skripsi ini ditulis bertolak dari keprihatinan penulis akan minimnya kesadaran para siswi asrama putri terhadap pembinaan-pembinaan rohani yang diselenggarakan oleh pihak asrama, sekolah dan Gereja. Oleh sebab itu penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangan dalam meningkatkan kedewasaan kristiani para siswi asrama putri St. Theresia Kabanjahe.

Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak, yang dengan kesetiaan, kesabaran, dan penuh kasih mendukung penulis melalui doa, pemberian motivasi, dan sumbangan ide-ide yang baik. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd., selaku dosen pembimbing utama, yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu, mendampingi, membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberi semangat, masukan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(11)

xi

penulis selama menempuh studi di IPPAK ini, dan dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.

3. Bapak P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si., selaku dosen penguji III yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.

4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

5. Sr. Adriana Turnip SFD, selaku pemimpin Kongregasi SFD yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk membekali diri dengan menempuh studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

6. Sr. Elisa Sitepu SFD, Sr. Hildegardis, dan Ibu D. Purba, selaku pembimbing dan staf asrama Putri St. Theresia Kabanjahe yang telah memberikan ijin, dukungan dan membantu penulis dalam melakukan penelitian di asrama tersebut.

7. Para saudariku komunitas Fonte Colombo (Sr. Natalia SFD, Sr. Maria Goreti SFD, Sr. Tobia SFD, Sr. Renata SFD, Sr. Ruth SFD, Sr. Filomena SFD, dan Sr. Sesilia SFD) dan semua suster ya ng pernah tinggal bersama penulis selama studi di Yogyakarta yang telah banyak memberikan dukungan, perhatian, dan fasilitas selama menempuh studi.

(12)

xii

9. Teman-teman angkatan 2004/2005 yang telah memberikan perhatian, dukungan dan bantuan kepada penulis dalam studi dan atas kerjasama yang baik selama perjalanan studi.

10.Sahabat-sahabatku yang baik (Sr. Angel FCJM, Br. M. Triyono Yuliyanto SCJ, Fr. Ireneus BHK, Gabriel Sahrundi, Br. Eduardus BM, Br. Agustinus MTB, Sr. Fidelia SSpS, Sr. Cilinia PRR, Sr. Oktavia FSE, Sr. Yulia HK, Hendi Kurniawan, Yulita, dan Antonius Maria Laot Kian, yang setia mendukung, memberi semangat, perhatian dan cinta kepada penulis selama studi dan dalam penyusunan skripsi ini.

11.Bapak, ibu dan saudari-saudariku yang dengan setia memberikan perhatian, cinta dan semangat selama penulis menempuh studi di Yogyakarta ini.

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per-satu, yang selama ini dengan tulus telah mendukung penulis dalam studi dan dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Tuhan yang Maha kasih membalas budi baik mereka semua dengan berkat melimpah. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya yang menaruh perhatian pada pendampingan remaja dalam kegiatan rekoleksi.

Yogyakarta, 27 September 2008 Penulis

(13)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 7

C. Pembatasan Masalah... 8

D. Rumusan Masalah... 8

E. Tujuan Penelitian... 8

F. Manfaat Penelitian... 9

G. Metode Penulisan... 10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 11

A. Rekoleksi Sebagai Bentuk Pembinaan Rohani... 11

1. Kegiatan Rekoleksi Pada Umumnya ... 11

a. Pengertian Rekoleksi ... 11

b. Tujuan Rekoleksi... 13

c. Model Rekoleksi... 15

(14)

xiv

e. Metode Rekoleksi ... 23

f. Bahan Rekoleksi ... 26

g. Pembimbing Rekoleksi... 27

h. Evaluasi Rekoleksi... 29

i. Indikator Rekoleksi... 31

2. Rekoleksi Salah Satu Bentuk Pembinaan Iman di Asrama Putri St. Theresia Kabanjahe ... 33

a. Gambaran Singkat Asrama Putri St Teresia Kabanjahe ... 33

b. Rekoleksi Sebagai Bentuk Pembinaan Iman di Asrama Putri St. Theresia Kabanjahe ... 35

B. Kedewasaan Manusiawi ... 38

1. Ciri-ciri Perkembangan Remaja Awal... 39

a. Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik Remaja Awal... 39

b. Perkembangan Kemampuan Berpikir Remaja Awal... 40

c. Perkembangan Emosi Remaja Awal ... 41

d. Perkembangan Minat Remaja Awal ... 42

e. Perkembangan Sosial Remaja Awal... 43

f. Perkembangan Moral Remaja Awal... 44

g. Perkembangan Iman Remaja Awal ... 44

2. Tugas Perkembangan Remaja Awal... 45

3. Ciri-ciri Kedewasaan Manusiawi ... 47

4. Kedewasaan Menurut Teori-teori Psikologi ... 49

C. Kedewasaan Kristiani Menurut St. Paulus dan Ignasius Loyola... 50

1. Kedewasaan Menurut St. Paulus ... 50

2. Kedewasaan Menurut St. Ignasius Loyola ... 52

3. Ciri-ciri Iman yang Dewasa ... 53

(15)

xv

1. Bidang Liturgi... 56

2. Bidang Diakonia ... 58

3. Bidang Koinonia ... 59

4. Bidang Kerigma ... 60

E. Penelitian yang Relevan ... 60

F. Kerangka Pikir ... 61

G. Hipotesis ... 62

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 63

A. Jenis Penelitian ... 63

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 63

1. Tempat Penelitian... 63

2. Waktu Penelitian ... 64

C. Populasi Penelitian dan Sampel... 64

D. Metode Pengumpulan Data... 64

1. Variabel... 64

2. Definisi Operasional ... 65

a. Rekoleksi ... 65

b. Kedewasaan Kristiani ... 65

3. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 65

a. Jenis Data ... 65

b. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 65

c. Kisi-kisi Penelitian... 66

E. Teknik Analisis Data ... 69

1. Analisis Instrumen... 69

2. Reliabilitas Instrumen... 70

3. Analisis Data... 71

a. Deskripsi Data ... 71

b. Uji Persyaratan Analisis ... 72

(16)

xvi

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 76

A. Laporan Hasil Penelitian... 76

1. Pengujian Normalitas... 76

2. Pengujian Linieritas ... 77

3. Uji Homoskedastisitas ... 78

4. Pengujian Homogenitas ... 79

B. Deskripsi Data Penelitian ... 80

1. Kegiatan Rekoleksi... 80

a. Suasana Rekoleksi ... 80

b. Pendamping Rekoleksi ... 81

c. Materi Rekoleksi... 82

d. Metode Rekoleksi ... 83

2. Kedewasaan Kristiani ... 85

a. Sikap para Siswi Asrama Putri ... 85

b. Hidup Doa para Siswi Asrama Putri... 86

c. Keterlib atan para Siswi Asrama Putri... 87

d. Keterbukaan para Siswi Asrama Putri... 89

C. Pengujian Hipotesis ... 90

D. Pembahasan Hasil Penelitian... 95

E. Usulan Program Kegiatan Rekoleksi... 101

1. Latar Belakang Usulan Penyusunan Program Kegiatan Rekoleksi... 101

2. Tema dan Tujuan Program ... 103

3. Program... 106

4. Petunjuk Pelaksanaan Program Kegiatan Rekoleksi... 111

5. Susunan Acara Kegiatan Rekoleksi... 111

6. Contoh Persiapan ( Satu Kali Pertemuan Kegiatan Rekoleksi) ... 113

(17)

xvii

BAB V. PENUTUP ... 133

A. Kesimpulan ... 133

B. Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA... 137

LAMPIRAN ... (1)

Lampiran 1: Kuesioner untuk Penelitian... (1)

Lampiran 2: Hasil Uji Validitas Reliabilitas dengan Menggunakan Jasa Komputer Program Microsoft Office Exel 2003... (10)

Lampiran 3: Ibadat Malam ... (17)

Lampiran 4: Ibadat Pagi... (18)

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

SC : Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi

Suci, 4 Desember 1963

B. Singkatan dalam Penelitian

ANOVA : Analisys of Variance

Df/DK : Derajat Kebebasan H0 : Hipotesis nol Ha : Hipotesis alternatif r/R : Relations

DK : Derajat Kebebasan JK : Jumlah Kuadrat RJK/KT : Kuadrat Tengah TC : Tuna Cocok G : Galat

Sig. : Significance/ signifikansi (berarti) SPSS : Statistical Product and Service solutions

Std. : Standard

C. Singkatan lain

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia SFD : Suster Fransiskus Dina

(19)
(20)

1

PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penulisan.

A. Latar Belakang

Perkembangan jaman yang begitu pesat me rasuki semua lapisan kehidupan manusia. Perkembangan jaman ini membawa perubahan pada penampilan diri, pola hidup, pola pikir setiap orang. Perubahan ini berpengaruh juga pada perkembangan dan pertumbuhan tingkah laku sosial, religius dan perkembangan fisik dan psikis banyak orang.

Perubahan ini juga dialami oleh para remaja, mereka mengikuti arus jaman (ikut trand) dan ada sebagian remaja terpengaruh oleh tawaran-tawaran yang menggiurkan dan menjanjikan kenyamanan dan kesuksesan. Remaja berada dalam masa transisi atau masa peralihan yaitu beralih dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa- masa bergejolaknya bermacam- macam perasaan (Panuju dan Umami, 1999: 116). Karena perubahan yang dialami remaja, mereka sering mengalami masalah, merasa gelisah dan mencari identitas diri.

(21)

mengikuti berbagai kegiatan dan berusaha untuk mendapatkan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya, termasuk orang tua dan teman-teman sebaya. Di samping itu kadang-kadang remaja tidak mau menceritakan masalah yang dialaminya, kurang terbuka dan sulit berkomunikasi kepada orang tua (Panuju dan Umami, 1999: 127).

Hal yang senada dialami sebagian orang tua di Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara dan sekitarnya, mereka merasakan ketakutan akan perkembangan dan kelanjutan masa depan putri-putri mereka. Ketakutan ini mendorong para orang tua memasukkan putri-putri mereka ke asrama putri St. Theresia yang dikelola oleh para suster SFD. Para orang tua berharap bahwa putri-putri mereka akan lebih terbina dan terjamin bila di dampingi oleh para suster. Mereka akan dapat belajar lebih baik, disiplin, mendapat pendampingan yang teratur dalam berdoa, dan semakin berkembang dalam iman.

Latar belakang para sis wi yang tinggal di asrama berbeda-beda, kehidupan mereka dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: Lingkungan keluarga, lingkungan sosial, lingkungan geografis, dan lingkungan sekolah. Keluarga merupakan pendidikan utama dan pertama. Seorang remaja yang berasal dari keluarga yang bersosial tinggi, ada kemungkinan kelak masih menyimpan kesan baik dan yang tidak baik dari keluarga (Panuju dan Umami, 1999: 73). Dapat dikatakan apa yang tertanam di keluarga akan tertanam dan tersimpan serta menjadi milik ataupun kebiasaan baik seseorang, termasuk kehidupan berimannya. Situasi keluarga sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan iman seseorang.

(22)

tinggal di asrama, dengan alasan: Tidak dapat berpisah dari orang tua, tidak dapat hidup bersama orang banyak, tidak dapat hidup serba teratur dengan doa yang rutin, dan juga belum mampu hidup mandiri. Memang tidak dipungkiri, bagi sebagian siswi untuk merasa “at home” saja mereka mengalami kesulitan dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Ketika mereka menemukan pribadi-pribadi yang sesuka hatinya berbicara dan bertindak, maka akan menambah keinginan mereka untuk kembali ke rumah orang tua saja. Mereka lebih menginginkan situasi di keluarga dan lebih menginginkan kebebasan yang menyenangkan sesua i dengan keinginan mereka. Mereka juga ingin mengikuti teman-teman sebaya yang hidupnya bebas dari jadwal harian dan aturan.

Hidup di asrama tidaklah mudah, apalagi bagi mereka yang masih menginginkan kebebasan. Hidup bersama dengan 129 siswi dengan segala karakteristik masing- masing pribadi, merupakan perjuangan bagi setiap warga asrama. Hal ini juga merupakan perjuangan bagi para pendamping di asrama. Para pendamping di asrama putri St. Theresia bukanlah orang-orang yang dipersiapkan secara khusus untuk mendampingi para siswi, sehingga kegiatan yang terjadi seringkali bersifat “dadakan”, mendadak atau tiba-tiba artinya kegiatan-kegiatan belum terprogram baik jangka pendek maupun jangka panjang. Para pendamping seringkali mengalami kesulitan dalam menghadapi para siswi yang memiliki masalah- masalah pribadi dan masalah keluarga.

(23)

mengangkat harkat dan martabat kaum putri serta memberdayakan mereka. Berdirinya asrama putri St. Theresia mendapat perhatian atau tanggapan dari masyarakat sekitar, mereka menganggap para siswi yang tinggal di asrama sangat beruntung, khususnya dalam mendapatkan hal- hal rohani. Para siswi semakin berkembang dalam kepribadian dan dalam iman. Para suster pendamping tersebut mendampingi mereka secara terus- menerus. Di dalam kegiatan doa, rekoleksi, dan pembinaan kepribadian sehubungan dengan kehidupan seorang putri (Buku Kenangan 70 Tahun SFD di Indonesia, 1993: 40).

Asrama adalah salah satu lahan untuk memperkembangkan kedewasaan iman para siswi, karena di asrama para siswi dapat ditampung dan dapat didampingi secara teratur. Pendampingan melalui latihan- latihan doa, melalui rekoleksi dan juga melalui pelajaran-pelajaran agama yang diberikan kepada mereka menuju perkembangan iman.

(24)

mereka masih minim. Sejalan dengan itu penghayatan iman mereka belum kelihatan dari sikap hidup setiap harinya, kesadaran untuk mengikuti Perayaan Ekaristi belum tumbuh, dan mengikuti doa-doa di asrama juga sepertinya masih terpaksa. Di asrama sudah ada jadwal yang sudah diatur sedemikian rupa untuk mengkondisikan para siswi untuk bisa dan terbiasa berdoa dan hidup bersama tanpa membawa kebiasaan dari keluarga masing- masing. Jadwal dibuat supaya para siswi lebih terkontrol, lebih serius dan teratur sehingga kesadaran mereka semakin bertumbuh, dengan demikian mereka semakin berkembang dalam iman.

Kegiatan rekoleksi bagi para siswi di asrama belum terlaksana secara teratur ataupun secara rutin. Menurut Sr. Elisa, SFD selaku pembimbing asrama (via

telefon) bahwa kegiatan rekoleksi yang sudah berjalan di asrama hanya satu kali

dalam setahun. Kegiatan rekoleksi tersebut dilaksanakan di asrama itu sendiri, sedangkan pembimbingnya adalah seorang suster SFD di luar pendamping asrama, atau frater yang sedang TOP (Tahun Orientasi Pastoral) di Paroki tersebut.

Tanggapan para siswi yang mengikuti rekoleksi bermacam- macam. Ada yang sangat senang karena pembimbingnya ramah, bersahabat, gaul, humoris, dan pintar bernyanyi. Ada yang senang karena ada kesempatan untuk mengingat kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lalu. Ada yang tidak senang karena tempatnya di asrama.

(25)

tersebut (Subiyanto, 2003: 6). Di dalam rekoleksi para peserta didampingi dan diajak secara aktif untuk merefleksikan pengalaman hidup dan akhirnya menemukan nilai-nilai ataupun makna di balik semua pengalaman tersebut.

Mangunharjana (1985: 21) menyatakan, “Rekoleksi merupakan usaha di bidang hidup iman, hidup rohani untuk mengenal karya Allah dalam diri kita, cara kerja Allah, dan bimbinganNya, serta tanggapan kita terhadap karya, cara kerja dan bimbingan Allah tersebut”. Setiap peserta rekoleksi semakin peka untuk menangkap karya Allah, cara kerja, dan bimbingan Allah di dalam perjalanan hidup selanjutnya. Untuk mencapai ini rekoleksi perlu dipersiapkan secara matang dengan memperhatikan: peserta rekoleksi, tema rekoleksi, kebutuhan dan minat peserta, tujuan rekoleksi, waktu rekoleksi, tempat rekoleksi dan metode rekoleksi. Subyek rekoleksi adalah peserta itu sendiri, dalam hal ini dibutuhkan keterlibatan dari mereka. Untuk itu peran pembimbing adalah menentukan metode yang menarik dan sesuai dengan situasi peserta. Salah satu sarana yang dapat digunakan adalah sarana audio visual, juga alat peraga yang dapat membantu tercapainya tujuan rekoleksi. Lagu- lagu dan permainan dapat digunakan untuk me nyegarkan suasana (Subiyanto, 2003: 10).

(26)

hening, guna merasakan kehadiranNya dalam setiap gerak langkah hidup (Killa Pius, 1996: 5). Dengan rekoleksi para siswi semakin terlibat di asrama, memiliki kemauan dan kesadaran untuk mengisi hidup dengan belajar sungguh dan kesadaran akan hidup menggereja, sehingga para siswi ini semakin berkembang menuju kedewasaan kristiani.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman para siswi di Asrama Putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara mengenai kegiatan rekoleksi?

2. Bagaimana gambaran rekoleksi yang berjalan selama ini di asrama putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara?

3. Bagaimana minat para siswi di asrama putri dalam mengikuti kegiatan rekoleksi yang sudah di dilaksanakan?

4. Apa ketakutan para orang tua dengan kemajuan jaman ini terhadap perkembangan iman anak-anak mereka?

5. Hal- hal apakah yang membuat para siswi betah tinggal di asrama putri?

6. Apakah program tahunan yang ada di asrama putri dapat mendukung kehidupan rohani para siswi?

7. Bagaimana kualitas para pendamping para siswi di asrama putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara ?

8. Bagaimana metode dan sarana yang dipakai dalam kegiatan rekoleksi selama ini? 9. Apa saja materi rekoleksi yang diberikan selama ini bagi siswi asrama putri

(27)

10.Apakah rekoleksi berpengaruh terhadap kedewasaan Kristiani para siswi di asrama putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara?

11.Bagaimana tingkat penghayatan iman para siswi asrama putri dalam kehidupan sehari- hari?

12.Bagaimana tingkat kedewasaan kristiani para siswi asrama putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara?

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini, tidak akan membahas semua masalah yang disebutkan di atas disebabkan karena keterbatasan waktu, pengetahuan, dana dan lain- lain. Dalam hal ini penulis membatasi masalah yang terfokus pada: “Pengaruh Kegiatan Rekoleksi Terhadap Kedewasaan Kristiani Para Siswi di Asrama Putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, peneliti akan memberi perhatian khusus pada masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kegiatan rekoleksi yang sudah berjalan selama ini di asrama putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara?

2. Seberapakah tingkat kedewasaan kristiani para siswi di asrama putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara?

(28)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Ingin memaparkan kegiatan rekoleksi yang terjadi selama ini di asrama putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara.

2. Mendeskripsikan tingkat kedewasaan kristiani para siswi di Asrama putri St.Theresia

Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara .

3. Mendeskripsikan pengaruh rekoleksi terhadap kedewasaan Kristiani para siswi di Asrama Putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara .

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1. Bagi para siswi asrama putri

Penelitian ini dapat dipakai untuk menumbuhkan kesadaran para siswi untuk mengikuti kegiatan rekoleksi yang membantu dalam mengembangkan dan menghayati iman mereka.

2. Bagi para pendamping

(29)

3. Bagi Kongrega si Suster Fransiskus Dina (SFD)

Dengan penelitian ini kongregasi SFD sebagai pemilik asrama putri St. Theresia Kabanjahe, memperoleh masukan akan perlu mengadakan kegiatan rekoleksi di setiap asrama demi membantu memperkembangkan kedewasaan iman para siswi yang tinggal di asrama, sehingga Kongregasi mempersiapkan pendamping asrama.

4. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat membantu peneliti menyusun serangkaian kegiatan rekoleksi yang sesuai dengan situasi remaja (para siswi asrama putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara ) yang berguna bagi perkembangan iman mereka.

G. Metode Penulisan

(30)

11

Dalam bab ini diuraikan rekoleksi sebagai bentuk pembinaan hidup rohani terdiri dari: Kegiatan rekoleksi pada umumnya, yakni: pengertian rekoleksi, tujuan rekoleksi, model rekoleksi, metode rekoleksi, bahan rekoleksi, pembimbing rekoleksi, evaluasi rekoleksi dan indikator rekoleksi. Kegiatan rekoleksi yang terlaksana di asrama putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara, kedewasaan manusiawi, kedewasaan menurut para ahli psikologi, kedewasaan Kristiani menurut St. Paulus dan St. Ignasius Loyola, kedewasaan Kristiani bertolak dari empat fungsi Pastoral Gereja yakni: Bidang Liturgia, koinonia, diakonia dan kerigma, penelitian yang releva n, kerangka pikir, dan hipotesis.

A. Rekoleksi Sebagai Bentuk Pembinaan Hidup Rohani

Pada perkembangan jaman yang pesat ini masih banyak umat yang ingin menghayati hidup kristiani yang mendalam dengan membina hidup rohani mereka. Dalam kesibukan-kesibukan mereka masih memberi waktu untuk mengolah pengalaman hidup sehari- hari. Salah satu ya ng mereka lakukan adalah mengikuti kegiatan rekoleksi di rumah-rumah retret baik secara pribadi maupun secara kelompok.

1. Kegiatan Rekoleksi Pada Umumnya

(31)

Rekoleksi berasal dari bahasa Inggris “recollect” berarti mengingat kembali atau mengumpulkan kembali. Subianto Paul, (2003: 3) menyatakan rekoleksi adalah suatu kegiatan mengumpulkan kembali atau mengingat kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat untuk direfleksikan, dan menemukan makna dibalik semua pengalaman-pengalaman itu. Mangunhardjana (1985: 17) mengatakan bahwa “Rekoleksi (recolecti) merupakan usaha untuk memperkembangkan kehidupan iman atau rohani.

Rekoleksi sudah biasa dilakukan oleh banyak orang di lingkungan Gereja Katolik, baik umat, para biarawan-biarawati, para imam dan juga para siswa/ i, di sekolah. Rekoleksi merupakan suatu latihan rohani dengan tujuan mau membantu orang, khususnya kaum muda, untuk memperteguh iman kristianinya (Pius Kila, 1996: 5). Rekoleksi ini membawa orang pada suasana tenang, hening dan damai, jauh dari keramaian, hiruk-pikuk dan juga meninggalkan rutinitas. Dalam suasana ini peserta dapat menemukan kehendak Tuhan, atau dengan kata lain orang dapat mengikuti Tuhan secara lebih dekat. Seorang siswi meninggalkan kegiatan sekolah, seorang guru meninggalkan rutinitas mengajar, seorang bapak keluarga meninggalkan istri dan anak-anaknya, dan masih banyak lagi contoh lain. Hal ini dilakukan untuk memfokuskan hati dan pikiran dalam suasana keheningan untuk mampu melihat diri, melihat pengalaman-pengalaman yang sudah lalu dan membuka hati pada kehendak Allah.

(32)

Tapi soal relasi kedekatan dengan Tuhan lebih terasa di dalam suasana keheningan hati. Orang yang tidak bisa hening, dapat dikondisikan dengan berbagai cara dan sarana supaya dapat masuk dalam keheningan dan menikmatinya, memang tidak gampang tetapi ada usaha yang bisa dilakukan untuk mencapai itu.

Keheningan menjadi suatu sarana untuk masuk pada refleksi, melihat pengalaman-pengalaman yang sudah dilalui, dan mampu mendengarkan bisikan-bisikan Tuhan. Dalam keheningan ini dapat ditemukan makna dari setiap pengalaman. Seringkali orang sibuk dengan rutinitasnya, tanpa merefleksikan pengalaman-pengalamannya. Manusia yang selalu sib uk bekerja dan bekerja (beraktivitas) tanpa mengambil waktu untuk berhenti sejenak merenungkan semua perjalanan hidupnya akan mengalami kejenuhan, kecapekan. Manusia butuh istirahat ataupun penyegaran rohani. Seperti yang dikatakan oleh Heuken (2005: 114), rekoleksi umumnya dilaksanakan pada hari Sabtu sampai Minggu untuk memperoleh semangat semula dengan mendalami iman untuk membaharui hidup, pada hari- hari Sabtu dan Minggu dapat mengambil waktu untuk sejenak berhenti dari kerja merefleksikan ataupun melihat penyertaaan Tuhan di dalam hidup sehari- hari.

b. Tujuan Rekoleksi

(33)

Dalam menentukan tujuan rekoleksi perlu memperhatikan situasi dan permasalahan peserta rekoleksi. Pembimbing perlu mengetahui situasi mereka dengan cara membuat daftar isian atau dengan cara lain. Dari data yang diperoleh dapat dikelompok-kelompokkan misalnya: masalah, ketakutan-ketakutan dan harapan-harapan. Mangunhardjana (1985: 28) menyatakan minat para peserta diutarakan dalam bentuk keinginan, harapan, cita-cita yang berhubungan dengan:

• Hal-hal yang ingin mereka peroleh.

• Cita-cita yang ingin mereka capai.

• Hal-hal yang ingin mereka lakukan.

• Hal-hal yang ingin mereka atur kembali.

• Hal-hal dari mana mereka ingin dibebaskan.

Dalam kegiatan rekoleksi perlu adanya tujuan yang akan dicapai. Rekoleksi berguna untuk memperoleh kembali semangat baru dengan mendalami iman untuk membaharui cara hidup sehari- hari (Heuken, 2005: 114). Tujuan kegiatan rekoleksi adalah peserta semakin peka dan cakap untuk menangkap karya Allah, cara kerja Allah, dan bimbinga n Allah dan tanggapan manusia terhadap Allah sendiri dalam perjalanan hidup seterusnya (Mangunhardjana, 1985: 21), artinya manusia semakin mampu membahasakan dan menangkap apa yang dikehendaki Allah dari diri dan rencana-rencana Allah dalam hidupnya.

(34)

peserta, yang diperoleh dari daftar isian peserta sendiri. Kegiatan rekoleksi yang diadakan perlu menjawab harapan-harapan pokok peserta dalam menunjang kelancaran dan keberhasilan rekoleksi.

Mangunhardjana (1985: 29) menyatakan tujuan umum rekoleksi diletakkan pada segi operasional atau pada segi formatif:

Tujuan umum yang sifatnya operasional bermaksud untuk meningkatkan cara, metode, tehknik, kecakapan, keterampilan para peserta rekoleksi dalam bidang pengembangan hidup pribadi, hidup bersama orang lain dan dalam bidang pelaksanaan tugas pekerjaan baik pribadi maupun kerja sama dengan orang lain. Tujua n rekoleksi yang bersifat forma tif, bermaksud meningkatkan kualitas para peserta, baik secara pribadi maupun secara bersama sebagai kelompok.

Tujuan ini menegaskan bahwa diakhir rekoleksi para peserta mengalami perubahan dalam kehidupan rohani dan dalam kehidupan bersama entah sebagai siswa, anak, kepala keluarga dan lain- lain.

Tujuan yang sudah ada di atas, diharapkan dapat membantu pengembangan iman atau hidup rohani para peserta. Peserta semakin mampu mengembangkan diri melalui bakat-bakat, serta memiliki sikap yang benar akan masa depan. Dengan kata lain para peserta diharapkan memiliki perubahan atau perkembangan dalam hidup beriman. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan metode yang tepat, khususnya metode bagi para remaja dengan mempertimbangkan gaya hidup mereka.

c. Model-model Rekoleksi

(35)

mencapai tujuan tersebut diperlukan metode yang sesuai dengan peserta rekoleksi tersebut. Model maupun pendekatan bertujuan untuk me ncapai tujuan yang sudah ditentukan, artinya bila peserta rekoleksi adalah remaja, baik kalau mempergunakan metode yang relevan dengan situasi hidup mereka.

Dalam katekese umat diperkenalkan beberapa model yang dapat membantu umat dalam mengungkapkan dan mewujudkan imannya dalam hidup sehari- hari, yakni: Model pengalaman hidup salah satunya adalah pendalaman pengalaman hidup iman Kristiani (Shared Christian Praxis), model biblis, dan model campuran. Model-model tersebut dapat juga dipergunakan dalam kegiatan rekoleksi, misalnya:

1) Model Pengalaman Hidup

Model ini bertitik tolak dari pengalaman hidup peserta, salah satu contohnya adalah:

Model pendalaman pengalaman hidup iman Kristiani (Shared Christian

Praxis), model ini bertitik tolak dari pengalaman hidup peserta, yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi kristiani hingga sampai pada sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada keterlibatan baru (Sumarno Ds, 1993: 32-41).

Langkah-langkahnya sebagai berikut :

a) Langkah awal: pemusatan aktivitas.

b) Langkah I (Pertama): pengungkapan pengalaman hidup peserta. c) Langkah II (Kedua): mendalami pengalaman hidup peserta. d) Langkah III (Ketiga): menggali pengalaman iman kristiani.

(36)

2) Model Biblis

Model ini bertitik tolak dari pengalaman Kitab Suci atau Tradisi Kristiani, dan dipadukan dengan pengalaman konkrit (Sumarno Ds, 1993: 32-41).

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

a) Introduksi; doa dan lagu pembukaan b) Pembacaan Kitab Suci sesuai dengan tema

c) Pendalaman teks Kitab Suci atau tradisi Gereja; dapat diawali dengan kelompok kecil untuk mengungkapkan apa yang direnungkan secara pribadi dari jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut teks Kitab suci.

d) Pendalaman pengalaman hidup; dapat memungkinkan peserta untuk mengungkapkan pesan inti teks kitab suci dengan pengalaman hidup yang sesuai tema, baik pengalaman masa lalu ataupun masa sekarang dalam peristiwa yang ada dialami dalam hidup bermasyarakat, menggereja, berkeluarga dan bekerja. e) Penerapan dalam hidup peserta; mengajak dan merangsang peserta untuk

merefleksikan serta memikirkan apa yang sebaiknya dapat dilaksanakan dalam kehidupan nyata.

f) Penutup; doa penutup dan lagu penutup.

3) Model Campuran

(37)

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

a) Introduksi; doa dan lagu pembukaan

b) Pembacaan teks Kitab Suci atau tradisi Gereja: sesuai dengan tema.

c) Penyajian pengalaman hidup; melalui sarana-sarana media komunikasi yang dipersiapkan oleh katekis bila mungkin atau sarana yang lain.

d) Pendalaman Pengalaman hidup dan dengan teks Kitab suci atau tradisi gereja; merefleksikan dan menganalisa pesan dari pengalaman hidup dan dikonfrontasikan dengan pesan dari teks kitab suci atau tradisi yang dibacakan. e) Penerapan meditatif; katekis mengajak peserta untuk mendalami pesan-pesan

pengalaman hidup dan pesan teks kitab suci untuk menarik pelajaran-pelajaran nyata dalam hidup memasyarakat dan menggereja.

f) Evaluasi singkat; atas jalannya katekese, isi, tema dan langkah- langkah katekese serta proses komunikasi iman yang berlangsung, bila memungkinkan.

g) Penutup; doa dan lagu penutup bisa dilanjutkan dengan doa-doa umat spontan.

d. Langkah-langkah Rekoleksi pada Umumnya

Dalam kegiatan rekoleksi perlu disusun langkah- langkah sedemikian rupa guna menunjang proses berjala nnya acara dengan baik. Secara garis besar langkah-langkah kegiatan rekoleksi sebagai berikut:

1) Pembukaan

a) Pkl. 16.00 : Minum bersama

b) Pkl. 16.30 : Pembukaan dan pengantar teknis

(1) Penyampaian selamat datang kepada peserta rekoleksi. (2) Perkenalan.

(38)

yang akan dijalani bersama selama rekoleksi berlangsung. (4) Ungkapan harapan:

Membagikan angket kepada peserta mengenai harapan- harapan mereka daari kegiatan mereka yang akan berlangsung selama kurang lebih satu hari.

(5) Membagi peserta dalam beberapa kelompok, bisa dengan cara Game

(Permainan). c) Selingan atau game.

d) Ibadat pembukaan. e) Makan Malam bersama.

2) Sesion I

a) Pengantar

(1) Doa pembukaan dipimpin oleh pendamping.

(2) Pendamping mengantar peserta kepada tema sesion I.

(3) Pendamping mengantar pada inti pertemuan yang akan dilaksanakan. b) Penyampaian dan pendalaman materi (metode biasanya berbeda-beda) c) Selingan

d) Pendamping memberikan peneguhan singkat atas isi materi yang sudah disampaikan.

e) Refleksi “kebaikan, kelebihan, keindahan diri” atas dasar tema yang ada. f) Ibadat malam bersama.

3) Sesion II

a) Ibadat Pagi bersama b) Makan pagi bersama

c) Sesion II

(39)

(2) Pendamping mengajak peserta menyanyikan sebuah lagu (Gerak dan lagu).

(3) Pendamping mengajak peserta mengambil pasangan yang berada di sebelah kanan masing- masing. Pada setiap pasangan diberikan kain penutup mata. (4) Pendamping memberikan pengantar singkat tentang inti pertemuan. (5) Peserta masuk ke dalam kelompok masing- masing.

(6) Arahan, rangkuman dan peneguhan dari pendamping. e) Minum bersama

4) Sesion III

a) Pengantar

b) Pemandu mengajak peserta memulai pertemuan dengan menyanyikan sebuah lagu yang gembira”,sebagai penyegar suasana (Gerak dan lagu)

c) Pendamping memberikan penjelasan singkat tentang tema:Komunikasi, dinamika cinta dan iman.

d) Permainan Komunikasi kata.

e) Refleksi:”Apa yang akan saya buat ke depan”. Pendamping mengajak peserta membuat rencana ke depan.

f) Evaluasi.

5) Penutup

a) Persiapan Perayaan Ekaristi. b) Perayaan Ekaristi.

c) Kata Penutup :

(40)

d) Makan siang ...Sayonara...

Dari waktu penyelenggaraannya, ada rekoleksi yang diadakan secara tetap (periodik) selama sepanjang tahun, biasanya dilakukan oleh para imam dan biarawan-biarawati, yang dilakukan rutin setiap bulan. Dalam pelaksanaannya ada yang melaksanakan pada minggu I, II, III, dan IV. Tema dan bahan biasanya sudah ditentukan setiap bulannya, dengan tujuan untuk mencapai suatu tujuan yakni mencapai kemajuan hidup rohani. Ada juga secara periodik, tetapi bukan selama sepanjang tahun, tetapi pada masa- masa liturgis tertentu, misalnya: rekoleksi di kalangan umat pada waktu masa Adven atau Prapaskah, yang diadakan setiap minggu, atau hanya satu kali saja. Tetap tergantung kepada siapa yang melaksanakan, tema yang dibahas, tujuan sasaran yang mau dicapai dan juga waktu dari setiap umat sendiri. Ada juga rekoleksi yang diadakan secara tidak tetap, aksidentil misalnya berhubungan dengan peristiwa penting, seperti: Pelantikan Dewan Paroki, ulang tahun kepengurusan organisasi, dan lain- lain. Disamping itu juga ada rekoleksi yang diadakan secara aksidentil tanpa ada hubungan dengan peristiwa atau peringatan tertentu, melainkan adanya doronga n (minat), ada biaya, ada waktu dan ada pembimbing, misalnya rekoleksi para wisatawan Katolik seKabupaten, dan lain- lain.

(41)

diserahkan kepada peserta untuk mengaturnya masing- masing. Sedangkan rekoleksi kelompok yang dilakukan dengan pembimbing atau oleh Team, baik tema, bahan maupun prosesnya sudah lengkap tersusun. Biasanya pada awal pertemuan, peserta didampingi melalui pertemuan bersama untuk menerima bahan, dan selanjutnya pengolahannya dilakukan secara pribadi.

Proses rekoleksi menyangkut keseluruhan rangkaian rekoleksi mulai dari pertama datang dengan memperhatikan persiapan-persiapan tempat, penyambutan dan sampai berakhirnya kegiatan rekoleksi. Dalam proses rekoleksi ini perlu adanya kerjasama dari pihak pembimbing dan peserta. Semua ini akan berjalan baik dengan menyesuaikan jadwal-jadwal dengan situasi peserta dan waktu rekoleksi. Di samping itu juga guna memperlancar proses rekoleksi perlu menempatkan sesion-sesion dalam pertemuan secara enak, artinya menempatkan materi yang berat atau renungan pada jam-jam segar, bila waktu agak siang membuat acara yang ringan misalnya dinamika kelompok. Proses dalam penyampaian bahan atau materi merupakan salah satu hal yang penting untuk menghantar peserta masuk dalam suasana rekoleksi. Penyusunan materi berdasarkan kebutuhan peserta dan berdasarkan kondisi peserta dan waktu (Mangunharjana, 1985: 76).

Proses mendukung interaksi dan tanggapan peserta dalam keseluruhan kegiatan. Proses yang lancar dan menyenangkan membantu peserta dalam melihat kembali pengalaman-pengalaman mereka dan merefleksikannya kembali menjadi pengalaman baru (Mangunharjana, 1985: 78).

e. Metode Dalam Kegiatan Rekoleksi

(42)

dengan peserta demi tercapainya suatu tujuan rekoleksi. Metode yang dapat digunakan antara lain:

1) Metode informasi

Metode ini yang kerap dipergunakan yaitu untuk menyampaikan informasi sehubungan dengan kegiatan yang akan berlangsung. Biasanya seputar jadwal atau waktu pertemuan, lokasi atau tempat rekoleksi, tempat-tempat hening, dan aturan-aturan lain yang berhubungan dengan kegiatan tersebut. Penyampaian informasi dengan cara yang lebih menarik, tegas, jelas, sistimatis, singkat dan padat (Mangunhardjana, 1986: 53).

2) Metode sharing kelompok

Metode ini banyak digunakan dalam kegiatan rekoleksi khususnya dalam pengungkapan pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan tema pertemuan. Dengan men-sharing-kan pengalaman di dalam kelompok dapat me neguhkan, saling memahami dan memupuk kedekatan, perasaan, empati, sehati sejiwa (Tangdilintin, 2008: 169). Sharing kelompok baik digunakan dalam kegiatan rekoleksi namun perlu panduan pertanyaan supaya sharing itu lebih terarah. 3) Metode Dinamika kelompok

Metode ini dalam kegiatan-kegiatan pembinaan sering digunakan. Metode ini dikemas dalam permainan yang mampu membantu mengungkapkan hasil refleksi. Teknik utama dinamika kelompok adalah seperangkat permainan yang dipilih secara cermat, kemudian diolah dan direfleksikan melalui berbagai teknik (Tangdilintin, 2008: 150). Metode ini sangat relevan dengan kegiatan-kegiatan remaja, dimana peserta dapat menemukan sendiri makna dari kegiatan tersebut, kegiatan ini juga merangsang kreatifitas, daya pikir, dan refleksi peserta.

(43)

Diskusi kelomp ok merupakan pembicaraan yang terarah dan pembahasan mengenai materi yang menjadi topik pembicaraan. Tujuan dari metode ini ialah mempertajam materi yang dibahas, mengumpulkan berbagai pandangan dan pendapat serta menemukan arah dari topik yang dibahas. Metode ini dipakai saat hendak memecahkan sesuatu topik yang disediakan dan metode ini lebih tepat digunakan oleh orang dewasa (Mangunhardjana, 1986: 79).

5) Metode refleksi

Metode ini lebih bersifat reflektif yang digunakan dalam memaknai pengalaman konkrit menjadi pengalaman iman. Dalam kegiatan rekoleksi metode ini lebih banyak digunakan, karena merenungkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah berlalu.

Metode- metode ini dapat membantu dalam penyampaian dan pengolahan materi. Dengan metode yang sesuai dengan bahan dan situasi peserta akan membantu tercapainya suatu tujuan.

Di dalam rekoleksi yang menjadi subyek adalah peserta sendiri. Peserta yang beperan aktif dalam merefleksikan pengalaman hidupnya, dan akhirnya akan menemukan nilai-nilai dibalik seluruh peristiwa hidupnya. Orang muda (Remaja) tidak perlu ceramah yang panjang-panjang. Pengarahan, sharing, game dan dinamika kelompok akan membantu peserta untuk berefleksi. Subiyanto (2003:10) menyatakan metode yang digunakan dalam rekoleksi remaja adalah refleksi-partisifatif artinya menempatkan peserta sebagai subyek yang aktif baik secara individual maupun secara kelompok. Dalam rekoleksi remaja atau kaum muda perlu diberi kesempatan untuk bericara, karena bertemu dan berbicara adalah dunia remaja.

(44)

bercermin kembali dari pengalaman yang sudah lewat, dan berusaha menemukan nilai dari semua itu untuk menjadi lebih baru lagi. Lebih bersemangat di dalam segala kegiatan harian karena telah menimba semangat baru, kekuatan baru dari sumber segala sumber yakni Yesus Kristus.

Rekoleksi bagi orang muda perlu ditekankan keheningan. Suasana hening adalah ciri dari rekoleksi ataupun retret. Dalam keheningan lebih mudah untuk mengingat kembali pengalaman yang sudah lewat dan merefleksikannya kembali. Menurut Rm. Sudiarjo (Rohani, 2005), orang muda sulit diajak untuk hening atau tenang, dan mendengarkan renungan-renungan yang suci-suci. Memang untuk hening total atau silentium mustahil bagi remaja atau orang muda. Namun dala m rekoleksi perlu juga disarankan adanya waktu-waktu dan tempat-tempat hening. Peserta disarankan untuk menjaga keheningan itu misalnya setelah doa malam hingga makan pagi. Menjaga ketenangan pada saat istirahat dan di ruang doa, supaya orang yang berdoa tidak terganggu. Hal ini untuk mengkondisikan mereka untuk masuk dalam suasana keheningan itu sendiri.

Dalam hal ini perlu peran pendamping untuk memperkenalkan kekayaan keheningan itu. Di dalam keheningan itu kita bisa mendengar bisikan Tuhan, bertemu dengan Tuhan dan dapat merenungkan pengalaman hidup yang sudah berlalu, menjadi suatu pengalaman baru yang penuh makna.

f. Bahan Rekoleksi

(45)

Pengalaman ini terkait dengan pengalaman terakhir mengikuti rekoleksi, misalnya: menyangkut pengembangan diri, kualitas, tugas, ataupun panggilan hidup berupa, kebersamaan dan keputusan-keputusan pribadi. Kebersamaan ini menyangkut kerukunan/kehidupan di dalam keluarga bagi yang berkeluarga, keakraban bersama rekan-rekan kerja, hubungan antar siswa dengan para guru dan juga antar sesama siswa dan masih banyak lagi. Tugas dan pekerjaan menyangkut rutinitas peserta termasuk segala pelayanannya entah di kantor, di lingkungan Gereja, ataupun di sekolah, tugas sebagai siswa dan lain sebagainya.

Bahan dalam rekoleksi disusun berdasarkan pengalaman hidup kita pada saat terakhir mengikuti rekoleksi, kebutuhan dan minat yang sedang muncul dan suatu peristiwa hidup yang kita anggap amat penting. Dalam rekoleksi kita meninjau karya Allah dalam diri kita, cara kerja dan bimbinganNya serta tanggapan kita terhadap karya Allah itu, seperti yang dilakukan dalam retret. Karena dalam rekoleksi waktunya cukup singkat, maka tema dan bahan disesuaikan dengan waktu yang ada. Rekoleksi dapat dilakukan dari pukul 08.00 – pukul 13.00, atau pukul 08.00 – 20.00, atau pukul 17.00 (sehari) sampai pukul 17.00 pada hari berikutnya. Dengan rekoleksi kita mengenal situasi diri dan hidup kita dalam perkara tertentu, sebagai hasil karya Allah dan tanggapan kita terhadapNya. Situasi inilah yang menjadi titik tolak untuk melangkah maju bersama Allah sesuai dengan keadaan diri dan lingkungan hidup kita. Rekoleksi merupakan saat-saat penyegaran rohani yang memperkaya hidup rohani dan me mberi semangat hidup untuk melangkah menjalani hidup harian selanjutnya (Mangunhardjana, 1985: 20).

(46)

pengalaman-pengalaman yang menggembirakan maupun pengalaman-pengalaman yang menjengkelkan. Semua itu menjadi pendorong dalam menjalani hidupnya. Semua pengalaman itu dilihat dalam terang cinta Tuhan (Mangunhardjana, 1985: 33).

g. Pembimbing Rekoleksi

Pembimbing rekoleksi berperan sebagai fasilitator, pemudah dan yang memperlancar jalannya kegiatan rekoleksi. Pembimbing mempersiapkan semua materi, peralatan maupun bahan-bahan selama rekoleksi. Pembimbing rekoleksi menjadi teman peserta rekoleksi sepanjang rekoleksi. Seorang pembimbing merupakan pribadi yang memiliki kepribadian yang utuh artinya dari segi fisik sudah matang, dari segi rohani, memiliki kedalaman rohani. Sebagai pembimbing yang menjadi teman bagi peserta adalah pribadi yang memiliki perhatian, ramah, bersahabat dan juga bisa teman bagi peserta. Menjadi teman artinya hubungan pendamping dengan peserta dekat dan akrab, pendamping peka dan tanggab akan situasi dan keberadaan peserta serta mampu menempatkan diri secara tepat selama proses rekoleksi.

Remaja atau orang muda mengidolakan seorang pembimbing rekoleksi yang bisa mengerti situasi mereka dan bisa bergaul dengan mereka. Menyapa dan memperhatikan para peserta akan memperlancar jalannya rekoleksi. Perhatian pertama-tama dilakukan dalam hal- hal yan kecil, seperti: menyapa dan memberi salam kepada peserta ketika datang, ketika minum dan ketika makan dengan wajah senyum dan ramah (Sumantri, 2002: 9).

(47)

keintiman dalam berelasi dengan Tuhan. Mereka menuntun dan mengarahkan orang muda dalam mengolah pengalaman rohaninya serta menyadarkan orang muda bahwa hidup itu sudah direncanakan oleh Allah. Tokoh ini boleh pembimbing rekoleksi. Dari segi persiapan pendamping terlebih dahulu mengenal ataupun mengetahui siapa peserta rekoleksi apakah para siswa, kelompok guru, kelompok buruh atau lain- lain. Pembimbing akan menyesuaikan materi dengan kebutuhan peserta ini. Mengetahui kebutuhan peserta dengan mencari informasi kepada pihak yang mengundang, ataupun dengan memberikan angket. Hal ini akan mendukung suasana rekoleksi (Mangunhardjana, 1985: 70).

Menurut Dominikus Dinong Da Gomez (Rohani, 2005), dalam mendampingi remaja, harus masuk pada kehidupan mereka, tidak perlu menolak budaya yang sedang dihidupi oleh remaja. Budaya tersebut perlu dipakai sebagai titik tolak dalam pendampingan remaja. Pendamping perlu berjiwa muda, walau tidak muda lagi. Dalam artian dapat mengenali bahasa-bahasa gaul yang mereka pakai, acara televisi, lagu-lagu yang mereka gemari, dipakai sebagai pintu masuk. Pendamping masuk melalui pintu peserta dan keluar melalui pintu pendamping. Hal ini akan membantu pendampingan bagi para remaja atau kaum muda, khususnya dalam kegiatan rekoleksi.

(48)

materi, peralatan, dan juga sehat jasmani dan rohani. Dengan kesiapan tersebut, pembimbing akan mampu mendampingi para peserta secara optimal. Dalam buku Latihan Rohani yang diterjemahkan oleh Darminto, (1993: 14) dikatakan:

Perjumpaan dan hubungan antara pemberi retret dan pelaksana retret mempunyai ciri pedagogi rohani. Yang menjadi pusat ialah orang yang melakukan latihan rohani, sedangkan pemberi hanyalah merupakan pembantu, pembimbing, atau pemandu perjalanan latihan rohani selama retret.

Jelaslah bahwa pembimbinglah yang menyesuaikan diri dengan peserta, mencipatakan suasana dan lingkungan yang mendukung sehingga peserta merasa terbantu dalam perjalanan doanya.

h. Evaluasi Rekoleksi

(49)

1) Bahan-bahan yang dievaluasi

Pada umumnya bahan yang dievaluasi meliputi uns ur- unsur pokok sebagai berikut:

a) Isi bahan yang disajikan.

b) Teknik penyampaian bahan dan metode mengolah bahan. c) Susunan acara rekoleksi dan proses keseluruhan rekoleksi. d) Keterlibatan para peserta.

e) Sikap dan kesiapan pembimbing f) Kesiapan kerja team penyelenggara.

g) Tempat rekoleksi dan peralatan yang dipergunakan. h) Mengenai makanan dan minuman selama rekoleksi. i) Manfaat yang diperoleh peserta dari rekoleksi. j) usul- usul dan saran-saran.

2) Cara membuat evaluasi

Dalam pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan dengan cara lisan dan tertulis. a) Cara lisan

Cara lisan ini dapat dilakukan dengan eva luasi bersama seluruh peserta, evaluasi oleh wakil-wakil para peserta, evaluasi oleh penyelenggara, evaluasi oleh pembimbing. Syarat-syarat dalam membuat evaluasi lisan perlu diperhatikan mental dan teknis. Supaya evaluasi berjala n dengan baik diperlukan: sikap percaya, saling menerima, saling mendukung, sikap yang baik dan kecakapan dalam mengutarakan evaluasi, usul dan saran, dan sikap terbuka.

b) Cara tertulis

(50)

Berupa ungkapan tertulis secara bebas mengenai unsur-unsur rekoleksi, berupa daftar pertanyaan, kuesioner, daftar isian, check list dan berupa kesan-kesan dan usul- usul.

i. Indikator/ Keberhasilan Rekoleksi

Indikator merupakan indeks, penanda, petunjuk alat pemantau (sesuatu) yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988: 329). Pengertian ini dapat memberi petunjuk bahwa kegiatan rekoleksi juga punya petunjuk atau tanda-tanda yang dapat menunjuk pada pencapaian sebuah tujuan. Dari tujuan rekoleksi yang sudah ada dapat dirumuskan indikator rekoleksi sebagai berikut :

a) Proses

Dalam kegiatan rekoleksi memiliki proses yang membantu kelancaran kegiatan tersebut. Proses yang baik meliputi: tahap-tahap atau langkah-langkah yang jelas, terarah dan sistimatis. Dengan seperti ini para peserta yang mengikuti suatu kegiatan rekoleksi terbantu masuk dalam suasana doa. Prosesnya mengalir tidak tersendat-sendat atau terpotong-potong.

b) Langkah- langkah

Langkah- langkah dalam suatu kegiatan rekoleksi mulai dari awal dimulai sampai tahap akhir atau penutup, adalah jelas dan satu kesatuan atau utuh, tidak terpisah-pisah dari langkah pertama dengan langkah ketiga. Semuanya punya hubungan atau keterkaitan antara satu dengan yang lain.

c) Bahan

(51)

berapa jumlahnya, pesertanya berasal dari desa, kota, atau campuran. Bahan seperti ini dapat membantu para peserta masuk pada suasana rekoleksi.

d) Metode

Metode kegitan rekoleksi ditentukan berdasarkan peserta dan materi yang ada. Metode yang membantu lancarnya proses rekoleksi adalah metode yang variatif, artinya tidak monoton atau mempergunakan hanya satu metode, tapi bervariasi. Metode yang dipergunakan membantu keterlibatan peserta dalam seluruh rangkaian kegiatan.

e) Tujuan

Tujuan dari suatu kegiatan rekoleksi yang telah disusun semestinya jelas, artinya tidak mengambang atau dapat dimengerti dan dapat dicapai.

f) Pembimbing

Pembimbing berperan sebagai fasilitator yang mempermudah atau memperlancar proses berjalannya kegiatan rekoleksi. Sebaga i fasilitator tentu sudah siap dari segi fisik, bahan, dan perlengkapan-perlengkapan lain yang dipergunakan dalam memperlancar proses kegiatan tersebut. Sebagi fasilitator juga berpenampilan dan bersikap, misalnya: hormat, memberi dorongan dan semangat, me mupuk keyakinan, siap membantu, dan bersahabat.

g) Evaluasi

(52)

2. Kegiatan Rekoleksi Sebagai Salah Satu Bentuk Pembinaan Iman di Asrama

Putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera

a. Gambaran Singkat Asrama Putri St. Theresia Kabanjahe Kabupaten Karo

Sumatera Utara

Asrama putri St. Theresia Kabanjahe merupakan karya yang dikelola oleh para Suster Fransiskus Dina (SFD). Asrama ini didirikan pada tahun 1957, pada tahun ini banyak anak putri dari desa di sekitar Tanah Karo yang ingin sekolah di SKP (Sekolah Kepandaian Putri). Ini merupakan alasan para suster SFD mendirikan asrama tersebut.

Asrama putri ini berdomisili di Jl. Letnan Rata Perangin-angin No. 11, Kelurahan Gung Leto, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo. Daerah ini adalah daerah dingin atau sejuk. Lokasi ini cukup strategis mudah dijangkau dari mana-mana dan berada di dalam kota. Asrama ini satu kompleks dengan TK, SD St. Yoseph, dan Susteran SFD, dan batas-batasnya adalah:

Di sebelah Timur : Gereja Paroki Santa Perawan Maria diangkat ke Surga dan SD. Saverius 1-3.

Di sebelah Barat : Balai Pengobatan SFD dan perumahan masyarakat. Di sebelah Utara : Perumahan masyarakat.

(53)

baik-baik/beriman, dan kebanyakan 50 % siswi masuk asrama karena nakal (sulit diatur) oleh orang tuanya.

Asrama termasuk karya andalan SFD, karena menyangkut perwujudan dari misi Kongr egasi yakni:

Siap dan terbuka bagi kebutuhan zaman seraya meneladan Yesus Kristus dalam keprihatinan-Nya terhadap manusia dengan mendampingi, memberdayakan, menghimpun: Kaum muda, perempuan, orang kecil dan sakit, bersama saudara lain (Buku Kapitel Kongregasi SFD Indonesia, 2007: 16).

Dari sini diharapkan setiap suster yang berkarya di asrama menjadi ibu yang siap mendampingi dan teladan bagi para siswi asrama. Para pendamping siap melayani dan membina para siswi sehingga semakin berkembang dalam kepribadian dan iman.

Dari misi Kongregasi ini dijabarkan Visi asrama yakni: “Menjadi wadah dan sarana untuk mewujudkan cinta Tuhan yang meninggikan martabat manusia melalui pelayanan yang penuh cinta kasih dan persaudaraan yang sejati” (Buku Kapitel SFD Indonesia, 2007: 17).

(54)

b. Rekoleksi yang dicita-citakan di Asrama Putri St.Theresia Kabanjahe

Kabupaten Karo Sumatera Utara

Pada bab sebelumnya telah dibahas defenisi rekoleksi yang memperkembangkan kehidupan iman atau hidup rohani umat. Dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu pengetahuan demi pengetahuan tetapi pengetahuan untuk diamalkan. Dalam pembinaan, orang terutama dilatih mengenal kemampuan dan mengembangkannya agar dapat memanfaatkannya secara penuh dalam bidang hidup atau kerja mereka. Pengertian pembinaan secara umum adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal- hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal- hal baru yang belum dimiliki (Mangunhardjana, 1986: 12). Di dalam kegiatan gerejawi pembinaan dipahami sebagai perwujudan keprihatinan Gereja pada orang muda, orang muda di sini dibatasi antara umur 13-24 tahun (Tangdilintim, 2008: 25-55), artinya Gereja punya kepedulian terhadap kaum muda terlebih- lebih dalam pengembangan kemampuan, kepribadian dan iman mereka. Hakikat pembinaan adalah pemekaran dan pengembangan pribadi orang muda dalam dua dimensi: vertikal (hubungan dengan Tuhan), dan horizontal (hubungan dengan sesama dan alam). Dapat dikatakan bahwa pembinaan itu merupakan bagian integral dari pendidikan manusia seutuhnya dan secara menyeluruh. Tangdilintim (2008: 55-56) menyatakan “dalam pembinaan ada tiga hal yang perlu dihindari yakni:

1. Pemanjaan orang muda, yang terjadi apabila setiap permintaan dikabulkan, segala keinginan dituruti, segala tugas-tugas mereka diberikan kemudahan atau dengan kata lain mereka tidak diberi kesempatan untuk berusaha atau berjuang. 2. Penggiringan orang muda, yang terjadi apabila kaum muda dijejali dengan

(55)

3. Peremehan orang muda, yang terjadi apabila kaum muda dianggap sebagai “anak kemarin” atau “anak bawang” yang belum tahu apa-apa karena itu perlu diajari. Mereka tidak diberi peranan dan kesempatan untuk bertanggungjawab, dengan kata lain orang muda dianggap kurang mampu.

Untuk menghindari ketiga hal di atas perlu dipahami apa sebenarnya pembinaan itu. Tangdilintim (2008: 57-62) menyatukan pemahaman persepsi mengenai pembinaan.

v Pembinaan sebagai pendampingan

Dengan kata pendampingan berarti menempatkan seorang pembina bukan di atas untuk mendidik, melainkan untuk membantu. Pembina menempatkan orang muda sebagai subyek bina dan pusat perhatian. Dengan menempatkan diri sebagai pendamping, seorang pembina terhindar dari bahaya penggiringan orang muda ke arah yang dikendakinya. Belajar dari Yesus ketika berjalan bersama murid- murid yang prustrasi (Luk 24: 13-35). Seorang pembina berjalan bersama orang muda dalam pergumulan mereka dengan bersikap: bertanya dan mendengarkan dengan sabar dan penuh perhatian, menjelaskan dan membuka pikiran mereka pada saat yang tepat, membuat mereka menyadari kehadiran Kristus sebagai pengalaman kebangkitan. Di sini dapat dikatakan bahwa pembina dapat membantu mereka untuk menyadari dan merumuskan masalah sendiri, membuka pikiran orang muda dan menumbuhkan sikap kritis-selektif untuk mengambil sikap pribadi yang bertanggungjawab.

v Pembinaan sebagai pelayanan

(56)

13: 1-17). Kebahagiaan orang muda hanya bisa diwujudkan dengan perbuatan dan tindakan pelayanan. Apabila orang muda mengalami kehadiran, sikap dan tindakan pembina sebagai pelayan dan abdi yang bebas dari pamrih, mereka juga akan bertumbuh dalam semangat pelayanan dan pengabdian sejati.

v Pembinaan sebagai perwujudan cinta

Dalam hal ini pembinaan dilihat sebagai perwujudan cinta kasih pada Yesus yang dinyatakan dalam diri orang muda. Cinta yang dituntut Yesus adalah cinta sejati, tulus tanpa pamrih dan total. Kasih pada Yesus ditempatkan sebagai prasyarat dan motivasi dasar dalam karya pastoral. Bila terjun dalam pastoral orang muda harus mulai dengan membangun kepekaan dan kesadaran akan pengalaman sentuhan kasih, pengorbanan, dan penebusan Yesus dalam hidupNya.

Unsur pokok dalam pembinaan iman adalah menempatkan sikap yang mandiri dan terutama semakin percaya diri (Mangunhardjana, 1986: 11). Dalam pembinaan yang ditekankan adalah pengembangan manusia dari segi praktis, pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Pembinaan iman banyak dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan rekoleksi. Bertolak dari tujuan rekoleksi yakni untuk membaharui hidup peserta rekoleksi. Hal ini menunjuk pada hidup baru di dalam Yesus. Perlu disadari bahwa pembinaan iman bukan hanya membawa orang kepada kesadaran akan kehadiran Allah dalam hidupnya, tetapi menghantar orang untuk ambil bagian dalam hidup Yesus sendiri, yang diwujudkan dalam kesaksian hidup.

(57)

kenyataan hidup sehari-hari. Pembinaan iman membantu orang untuk semakin bersatu dengan Yesus Kristus yang datang untuk melayani bukan untuk dilayani.

Berangkat dari misi Kongregasi SFD seperti yang sudah dirumuskan di atas, bahwa Konggregasi sendiri punya keprihatinan terhadap pendampingan kaum muda, perempuan, orang kecil dan sakit. Hal ini diwujudkan dengan pembukaan asrama, dan pendampingan terhadap anak-anak asrama itu sendiri. Dalam menentukan pendamping asrama Konggregasi masih mempertimbangkan suster yang sungguh berhati ibu (Buku Kapitel Kongregasi SFD Indonesia, 2007: 52). Konggregasi tetap memperhatikan fasilitas- fasilitas yang mendukung kegiatan-kegiatan di asrama. Dari pihak pendamping asrama sendiri mendampingi anak-anak asrama dalam doa-doa, rekoleksi, perayaan Ekaristi, dan melibatkan mereka ikut terlibat ke Stasi-stasi. Juga dalam pendampingan kegiatan keterampilan putri misalnya; masak- memasak sekaligus mempersiapkan mereka kelak menjadi seorang ibu. Semua pendampingan terarah pada pengembangan kepribadian dan kedewasaan iman.

B. Kedewasaan Manusiawi

(58)

1. Ciri-ciri Perkembangan Remaja Awal

Kata “ciri” dalam kamus Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1995: 169) berarti tanda-tanda khas yang membedakan sesuatu dari yang lain, sedangkan kata perkembangan menunjuk pada serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Pertumbuhan dan perkembangan remaja terjadi dengan pesat. Ciri-ciri perkembangan remaja penting untuk dibahas atau diketahui oleh remaja dan oleh orang dewasa yang berhubungan dengannya.

Pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga seringkali mencoba-coba, menghayal, dan merasa gelisah serta berani melakukan pertentangan-pertentangan jika mereka merasa disepelekan (Ali dan Asrori, 2004: 18). Remaja sangat memerlukan keteladanan, konsistensi serta sikap yang empatik dari orang dewasa. Seringkali remaja melakukan perbuatan-perbuatan menurut normanya sendiri karena mereka menyaksikan banyak orang dewasa melakukan tindakan-tindakan yang tidak konsisten.

a. Pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja awal

Pada masa remaja terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Pertumbuhan fisik ini berhubungan dengan pertumbuhan badan dan kematangan seksual. Pertumbuhan fisik ramaja meliputi tinggi badan, berat badan, dan perkembangan ciri kelamin primer dan ciri kelamin sekunder.

(59)

seimbang, sehingga mereka merasa canggung dan kaku dalam pergaulan (Hurlock, 1996: 189; Mappiare, 1982: 29). Kesadaran akan adanya perubahan fisik, menyebabkan remaja tidak tahu pasti tentang status sosialnya. Ia menuntut orang dewasa tidak memperlakukan mereka seperti anak-anak, sementara mereka sendiri belum mampu untuk mandiri dan masih memerlukan bantuan dari orang dewasa.

b. Perkembangan kemampuan berpikir remaja awal

Jean Piaget di dalam (Mappiare, 1982: 55) merumuskan teori tentang perkembangan kemampuan berpikir anak. Ada empat periode perkembangan berpikir anak yaitu periode sensori motorik (0-2 tahun), periode pra-operasional (2-7 tahun), periode operasional konkrit ((2-7-11 tahun), dan periode operasional formal (11-14 tahun). Remaja awal berada pada periode operasional formal. Ciri-ciri berpikir pada periode ini antara lain: adanya kesanggupan berpikir secara abstrak. Remaja awal mulai dapat menilai benar dan salah pendapat-pendapat orang tua dan orang dewasa lainnya. Remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau menyerah begitu saja terhadap perintah atau peraturan-peraturan yang ada. Mereka mulai bertanya tentang alasan-alasan tertentu dan juga mulai ragu-ragu terhadap banyak hal termasuk Tuhan. Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide- ide kritis, yang seringkali berlawanan dengan pandangan orangtua atau para guru di sekolah, sehingga dapat timbul konflik dengan mereka. Kemampuan untuk berpikir abstrak menjadikan remaja sering merasa tidak puas dengan diri sendiri dan cenderung menyalahkan kejadian yang dihadapi. Pengaruh dari kuatnya perasaan “ego sentris”

(60)

c. Perkembangan emosi remaja awal

Pertumbuhan fisik dan organ-organ seksual pada masa remaja mempengaruhi perkembangan emosi remaja. Emosi remaja seringkali sangat kuat, sangat irasional, cenderung “meledak” misalnya mudah marah, dan mudah terangsang. Seringkali remaja belum mampu untuk mengendalikannya (Hurlock, 1996: 213).

Banyak faktor yang mempengaruhi kematangan emosi remaja, antara lain: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan teman sebaya. Lingkungan keluarga yang mampu menciptakan hubungan yang baik antar anggota keluarga, misalnya adanya saling percaya, saling menghargai, dan penuh tanggungjawab, dapat membantu remaja untuk mencapai kematangan emosionalnya. Suasana sekolah yang mendukung, hubungan antara guru dan siswa yang hangat dan akrab, akan membantu perkembangan emosional remaja. Penerimaan yang hangat dan penghargaan yang diterima dari teman sebaya juga mempengaruhi emosi remaja. Remaja mencapai kematangan emosional apabila mereka tidak meledakkan emosinya di hadapan orang lain, tetapi menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara yang lebih diterima oleh orang lain (Harlock, 1996: 213). Remaja yang tidak mampu mengendalikan emosinya akan mengalami masalah dalam kehidupan. Mereka dapat terjerumus dalam pengaruh-pengaruh yang kurang baik dari lingkungan sekitarnya.

d. Perkembangan minat remaja awal

Beberapa minat yang penting dan menonjol pada remaja awal adalah sebagai berikut:

(61)

Bagi remaja awal berolahraga merupakan kegiatan rekreatif. Mereka juga meminati cerita-cerita film, buku-buku cerita yang menarik (novel dan komik), mendengarkan sandiwara radio, menonton film, dan lain- lain. Apa yang dilihat dan didengarnya seringkali dihubung-hubungkan dengan dirinya sendiri (Mappiare, 1982: 64).

2) Minat terhadap agama

Pada remaja awal minat terhadap agama dapat dikatakan melemah. Ajaran-ajaran atau dogma-dogma agama mulai dipersoalkan secara kritis, dan tidak diterima begitu saja. Para remaja mulai mempertanyakan soal kebenaran, pahala dan surga, dosa, dan neraka, dan meragukan doa. Hal ini mengakibatkan minat remaja terhadap agama melemah, dan mereka sering meninggalkan kegiatan-kegiatan keagamaan (Mappiare, 1982: 65).

3) Minat terhadap sekolah dan jabatan.

Minat terhadap sekolah atau jabatan para remaja awal sering berubah-ubah. Ini terjadi karena minat remaja sangat dipengaruhi oleh minat orang tua dan kelompoknya. Setelah memasuki remaja akhir, minat pada sekolah atau jabatan/pekerjaan dapat lebih jelas. Para remaja dapat menentukan dan mengarahkan minatnya pada pendidikan dan jabatan (Mappiare, 1982: 65).

e. Perkembangan sosial remaja awal.

Gambar

Tabel – 1: Jumlah Siswi Asrama Putri St.Theresia Kabanjahe
Tabel – 2: Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Tabel – 3: Skor Kegiatan Rekoleksi
Gambar dari Normal Probability Plot
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini sampel bakso diambil tanpa kuah, adapun penyebab kontaminasi bakteri Salmonella pada bakso dilihat dari kriteria tempat pengambilan samapel

 Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh. beberapa orang atau badan hukum secara

Dengan demikian, tujuan Tarekat Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah adalah merupakan induk kenyakinan yang dianut oleh umat islam, yang bertujuan untuk memperteba iman

Teman-teman remaja yang terkasih, dengan semakin mengenal Yesus, kita diajak untuk bisa melayani dan memberikan diri dengan melanjutkan membaca Kitab Suci Injil Markus

semua peristiwa yang pernah dialami 2 setiap orang punya pengalaman sendiri 3 pengalaman ada yang senang atau sedih 4 ada cerita diri yang tidak kita ingat. kita dapat

Menurut perhitungan, t hitung variabel total asset turnover sebesar 0,144, lebih kecil dari t tabel 2,0181 dengan nilai signifikansi 0,886 atau lebih besar dari nilai alphanya ( 

Analisis faktor (Jadual 3) yang dilakukan menggunakan pusingan varimax untuk mengesahkan 9 konstruk yang dikaji iaitu komunikasi, kerja berpasukan, kepimpinan, pembelajaran

• Perusahaan juga dapat memberikan kontribusinya, bila mungkin, untuk upaya masyarakat yang lebih luas dalam menghapus kerja paksa dan membantu membebaskan pekerja dari kerja