Tinjauan Teoritik terhadap
Kejahatan Narkotika sebagai
Transnasional Organized
Crime
Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum.
Perkembangan Kejahatan
•
Kejahatan dilakukan secara individu
maupun berkelompok
•
Kejahatan dilakukan Berkelompok tidak
terorganisasi maupun terorganisasi
•
Kejahatan berkembang tidak hanya
dalam lingkup nasional, tapi juga
PERBEDAAN
Kejahatan intemasional
• adalah suatu tindak pidana
terhadap dunia atau suatu masyarakat dan biasanya digerakkan oleh motif-motif ideologi atau politik, sebagai contoh dari kejahatan ini adalah tindakan yang
menjadi ancaman terhadap keamanan dunia, kejahatan terhadap kemanusiaan
(crimes against humanity) dan hak asasi nianusia,
kejahatan perang (war
crimes), genosida, dan lain-lain.
Kejahatan transnasional
• hampir selalu berkaitan dengan kejahatan-kejahatan dengan motif finansial, yang membawa dampak terhadap kepentingan lebih dari satu negara.
• Kejahatan ini meliputi perdagangan obat bius (drug trafficking),
kegiatan kejahatan terorganisir lintas batas negara (transborder organized criminal activity),
pencucian uang (money
laundering), kejahatan finansial
(financial crimes), perusakan
lingkungan secara sengaja (wilful
damage to the environment), dan
Kelompok kejahatan terorganisir
(TOC)
•
„
Organized criminal group “ shall mean a structured group
of three or more persons, existing for a period of time and
acting in concert with the aim of committing one or more
'serious crimes or offences established in accordance with
this Convention, in order to obtain, directly or indirectly, a
financial or other material benefit.
•
(“Kelompok kejahatan terorganisir” harus diartikan suatu
kelompok terstruktur terdiri dari tiga orang atau lebih, yang
ada pada suatu periode waktu dan yang bertindak secara
bersama-sama dengan maksud melakukan satu atau lebih
kejahatan serius atau tindak pidana yang ditetapkan
menumt Konvensi ini, demi untuk memperoleh, baik
langsung maupun tidak langsung, keuntungan finansial
atau keuntungan materi lainnya)
Kejahatan Transnasional
Terorganisasi (TOC)
•
Organisasi Kejahatan
– Ikatan Etnis
– Politis
•
Kelompok Pelindung
– Oknum Penegak Hukum
– Akuntan
– Notaris
Kejahatan bersifat transnasional
•
dilakukan di lebih dari satu negara;
•
dilakukan di satu negara tetapi sebagian
besar dari persiapan, perencanaan,
pengarahan atau pengendaliannya
berlangsung di negara lain
•
dilakukan di satu negara tetapi melibatkan
suatu kelompok kejahatan terorganisir yang
terlibat dalam aktivitas-aktivitas kejahatan
di lebih dari satu negara; atau
•
dilakukan di satu negara tetapi
Kejahatan serius
(serious crimes or offences)
•
„ Serious crime “ shall mean conduct
constituting an offence punishable by a
maximum deprivation of liberty of at
least four years or a more serious
penalty”,
(“kejahatan serius” diartikan
sebagai suatu tindak pidana yang dapat
dijatuhi hukuman badan (Penjara)
serendah-rendahnya empat tahun atau
suatu hukuman yang lebih serius lagi)
Pembagian TOC
Core Crime
Kejahatan Utama
⁻ Perdagangan gelap
obat bius (narkotika
atau psikotropika)
Follow-up crimes
Kejahatan yang terkait
– Pencucian Uang,
– perdagangan wanita
– Penyelundupan imigran
gelap
Transaksi Gelap Narkotika
•
Perdagangan Gelap Narkotika:
–
Transaksi Transnasional
•
Transaksi lintas batas negara di antara dua
negara atau lebih negara
–
Transaksi Internasional
•
Transaski bersifat Global baik lingkup maupun
jaringannya
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA
•
Menimbang:
•
e. bahwa tindak pidana Narkotika telah
bersifat
transnasional
yang dilakukan dengan menggunakan
modus operandi yang tinggi, teknologi canggih,
didukung oleh
jaringan organisasi yang luas
, dan
sudah banyak menimbulkan korban, terutama di
kalangan generasi muda bangsa yang sangat
membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa,
dan negara sehingga Undang- Undang Nomor 22
Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang
berkembang untuk menanggulangi dan
Troels Vester
• Diperkirakan ada sekitar 3,7 juta sampai 4,7 juta orang pengguna
narkoba di Indonesia. Ini data tahun 2011. Sekitar 1,2 juta orang adalah pengguna crystalline methamphetamine dan sekitar
950.000 pengguna ecstasy. Sebagai perbandingan, ada 2,8 juta pengguna cannabis dan sekitar 110.000 pecandu heroin.
Sedangkan menurut perkiraan otoritas Indonesia Badan Narkotika Nasional (BNN), saat ini ada sekitar 5,6 juta pengguna narkoba. Dulu, bahan yang paling banyak dikonsumsi adalah cannabis. Pada paruh kedua 1990-an ada peningkatan tajam pengguna heroin, terutama lewat jarum suntik. Ini mengakibatkan peningkatan
pesat penyebaran HIV/AIDS di Indonesia. Tapi menjelang akhir
1990-an, yang paling banyak diguna kan adalah Amphetamine Type Stimulants (ATS).
• Troels Vester koordinator lembaga PBB untuk kejahatan narkoba,
UNODC (United Nations Office on Drugs dan Crime) di Indonesia.
Laporan UNODC Asia Pasifik, Global
SMART Update 2012
•
sepertiga dari ATS global dan setengah dari
metamfetamin global yang disita pada tahun
2010 berasal dari Asia Timur dan Asia
Tenggara.
•
Sejumlah besar ATS terus diproduksi di Cina,
Myanmar dan Filipina.
•
Produksi ATS gelap terus berkembang di
negara-negara yang sebelumnya menjadi
negara transit untuk ATS seperti Kamboja,
Troels Vester
• Bisa dikatakan bahwa Indonesia
sekarang telah menjadi salah satu jalur utama dalam perdagangan
Narkotika/Psikotopika.
• Banyak Narkotika/Psikotopika
diperdagangkan dan diselundupkan oleh sindikat internasional yang terorganisasi, terutama karena ada permintaan cukup tinggi dan Indonesia punya populasi muda yang besar dan menjadi pasar Narkotika/Psikotopika yang besar juga.
• Organisasi sindikat
Narkotika/Psikotopika ini sangat rapih dan beroperasi dari beberapa negara. Mereka memanfaatkan pengawasan perbatasan yang lemah, karena banyak kapal yang bisa beroperasi melewati laut tanpa pengawasan.
Nilai perdagangan obat-obatan
terlarang
•
Pada tahun 2010 nilai perdagangan
obat-obatan terlarang di:
–
Kolombia mencapai $ 27 miliar,
–
Brazil mencapai $ 20 miliar, dan
Nilai Kerugian Penyalahgunaan
Narkotika
•
Di Indonesia, pada tahun 2010 perkiraan
kerugian ekonomi yang ditimbulkan
akibat penyalahgunaan narkoba kurang
lebih Rp 41,2 triliun yang terdiri dari
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIK
•
Pasal 63
•
Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan
negara lain dan/atau badan internasional secara
bilateral dan multilateral, baik regional maupun
internasional dalam rangka pembinaan dan
pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika
sesuai dengan kepentingan nasional.
•
Penjelasan Pasal 63
•
Ketentuan ini menegaskan bahwa kerja sama
internasional meliputi juga kerja sama dalam rangka
pencegahan dan pemberantasan kejahatan Narkotika
transnasional yang terorganisasi.
Traktat/Konvensi Penanggulangan
Narkotika
•
Traktat pertama mengenai pengawasan obat bius, yaitu
Konvensi Internasional tentang Opium (International Opium
Convention) di Den Haag Belanda pada tahun 1912.
•
Pertemuan antara para anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
di New York, Amerika Serikat pada tanggal 30 Maret 1961
telah dihasilkan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 (Single
Convention Narcotic Drugs, 1961) dan telah diubah dengan
tentang Perubahan Konvensi Tunggal Narkotika, 1961
(Protocol Amending The Single Convention on Narcotic
Drugs, 1961) dan Konvensi Psikotropika 1971 (Convention on
Psychotropic Sucstances, 1971), di Austria pada tanggal 25
Maret 1972 dan terakhir adalah Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Penanggulangan dan Pemberantasan
Peredaran Gelap Narkotika 1988 (United Nation Convention
Againts Illicit Traffic on Narcotic Drugs and Psychotropic
ASEAN RENTAN PEREDARAN
GELAP NARKOTIKA
•
Dengan nilai jual narkotika yang tinggi
dan jumlah permintaan yang terus
tumbuh, menyebabkan kawasan ASEAN
menjadi sasaran penyelundupan
narkotika dan bahan-bahan prekursor
dari berbagai jenis dan kemasan.
Peredaran gelap Narkoba di wilayah ASEAN - 1
• Penangkapan WN Iran di Indonesia, Thailand, dan Philipina yang
memasukkan Narkoba jenis Metamphetamine atau dikenal dengan Shabu dalam jumlah besar.
• Terungkap pula di kelompok kriminal Vietnam yang melakukan
metode cloning untuk menghasilkan tanaman Ganja dengan kualitas yang sama, dan cara ini belajar dari kelompok kriminal Vietnam yang berada di Australia.
• Masih berkembangnya sindikat Nigeria yang menggunakan kurir
kebanyakan wanita setempat, meskipun jaringan sindikat ini sudah banyak terungkap, namun semakin berubah-ubah dalam melakukan modus operandinya dan bahkan dapat mengarah timbulnya tindak pidana korupsi pada aparat penegak hukum setempat.
• India sebagai sumber produksi Ketamine banyak mengirim selain
ke negara-negara di daratan Amerika dan Eropa juga ke Asia termasuk negara-negara di ASEAN.
Peredaran gelap Narkoba di wilayah ASEAN - 2
• Penyelundupan tablet cold (obat flu dalam bentuk tablet) dalam jumlah besar ke Thailand dari Korea Selatan, karena 100.000 tablet dapat
diekstrak menjadi 6 (enam) Kg Pseudo-ephedrine berubah fungsinya sebagai bahan kimia untuk membuat Narkoba jenis Shabu.
• Laporan UNODC Asia and the Pacific 2011 Regional ATS Report, di tahun 2010 terdapat sekitar 136 juta metamfetamin tablet yang disita di
wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Sebanyak 98% dari total yang disita terdapat di tiga negara - Cina (58,4 juta), Thailand (50,4 juta), dan Laos (24,5 juta). Selain itu, terdapat sebanyak 6,9 ton metamfetamin kristal yang disita di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara, dimana 61% dari total yang disita terdapat di Cina (4,2 ton). Sedangkan untuk ekstasi, penyitaan di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara terhitung lebih dari 1,7 juta tablet. Penyitaan terbesar (94%) terdapat di wilayah Cina dan Indonesia.
• Dengan nilai jual narkotika yang tinggi dan jumlah permintaan yang terus tumbuh, menyebabkan kawasan ASEAN menjadi sasaran penyelundupan narkotika dan bahan-bahan prekursor dari berbagai jenis dan kemasan.
Upaya Penanggulangan TOC di
ASEAN
•
Tahun 1982, Negara Anggota ASEAN
bersepakat membentuk Gugus Tugas
Narkotika yang menangani:
–
1. Pemberian informasi atau isu-isu peredaran
gelap narkotika ke Sekretariat Jenderal ASEAN
–
2. Meningkatkan program kerjasama dalam
memerangi perdagangan gelap narkotika di
ASEAN
•
negara-negara ASEAN berambisi
menciptakan kawasan bebas narkoba pada
2015.
Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba di Tingkat Nasional
•
Angka prevalensi penyalahguna Narkoba
di Indonesia, 2011 telah mencapai
2,23% atau sekitar 4,2 juta orang dari
total populasi penduduk (berusia 10 - 59
tahun).
•
Tahun 2015 jumlah penyahguna
Narkoba diproyeksikan ± 2,8% atau
setara dengan ± 5,1 - 5,6 juta jiwa dari
populasi penduduk Indonesia.
penelitian BNN bekerjasama dengan Puslitkes UI Tahun 2011 tentang Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia
Ketentuan Transnasional dalam
UU Narkotika
•
Pasal 102
•
Perampasan aset sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 101 dapat dilakukan atas permintaan
negara lain berdasarkan perjanjian antarne
•
Pasal 101
•
(1) Narkotika, Prekursor Narkotika, dan alat atau
barang yang digunakan di dalam tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika atau yang
menyangkut Narkotika dan Prekursor Narkotika
serta hasilnya dinyatakan dirampas untuk
Tugas dan Wewenang BNN terkait TOC
•
g. melakukan kerja sama bilateral dan
multilateral, baik regional maupun internasional,
guna mencegah dan memberantas peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
– Pasal 70 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIK
•
h. meminta bantuan interpol Indonesia atau
instansi penegak hukum negara lain untuk
melakukan pencarian, penangkapan, dan
penyitaan barang bukti di luar negeri.
– Pasal 80 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIK
KETENTUAN SANKSI PIDANA
terkait TOC
• Pasal 132
• (1) Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.
• (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan secara terorganisasi, pidana penjara dan pidana denda maksimumnya ditambah 1/3 (sepertiga).
• (3) Pemberatan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, pidana penjara
Pasal 145 UU Narkotika
•
Setiap orang yang melakukan tindak pidana
Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor
Narkotika sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114,
Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118,
Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122,
Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126,
Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan
Pasal 129 di luar wilayah Negara Republik
Indonesia diberlakukan juga ketentuan
Undang-Undang ini.
Pasal 146 UU Narkotika
•
(1) Terhadap warga negara asing yang melakukan
tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana
Prekursor Narkotika dan telah menjalani pidananya
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,
dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik
Indonesia.
•
(2) Warga negara asing yang telah diusir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang masuk
kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia.
•
(3) Warga negara asing yang pernah melakukan
tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana
Prekursor Narkotika di luar negeri, dilarang
PENEGAKAN HUKUM
•
Urutan pertama perkara kasasi
pidana khusus yang diterima
tahun 2014 adalah perkara
narkotika/ psikotropika
sebanyak 752 perkara (30,62%)
•
Dominasi perkara
narkotika/psikotropika pada
tahun 2014 merupakan
fenomena anomali yang
pertama kali terjadi dalam
trend
penerimaan perkara pidana
khusus sejak terbentuknya
kepaniteraan pidana khusus
tahun 2007.
Dampak Penegakan Hukum -
Penjara
•
Pasal 4 UU No. 35/2009 menjamin rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial bagi penyalah guna dan pecandu
narkotika. Hal ini bertolak belakang bahwa secara empiris
penyalah guna yang mendiami Lapas berjumlah 23 Ribu
lebih
•
peningkatan dan tingginya presentase penghuni LAPAS
Narkoba,
baik pengguna
, pengedar, maupun residivis
•
LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III
DPR RI DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL ,
Tahun
Sidang : 2013-2014 , Masa Persidangan : II, Selasa, 26
November 2013.
Hukuman Mati Bagi Pelaku tindak Pidana Narkotika di
ASEAN -1
•
retentionist
•
Singapura pengedar narkoba asal Melbourne bernama
Van Tuong Nguyen dieksekusi mati di
Singapura
pada
2005, Dua warga negara Singapura juga dieksekusi
mati atas perdagangan heroin murni pada Juli 2014.
•
Vietnam
, pengadilan tertinggi negara ini pada tahun
2014 menjatuhkan hukuman mati bagi 29 orang
pengedar narkoba.
•
Malaysia
mencatatkan 900 orang yang saat ini telah
berstatus terpidana mati.
•
Indonesia
, terdapat 133 orang terpidana mati pada
2012, yang 71 di antaranya terlibat kasus peredaran
narkoba.
Hukuman Mati Bagi Pelaku tindak Pidana Narkotika di
ASEAN -2
• abolitionist de facto
• Sejak 1980-an, tidak ada eksekusi mati yang terjadi di
negara Myanmar dan Laos.
Eksekusi di Laos terakhir dilakukan tahun 1989, dan saat ini tercatat ada 89 orang narapidana mati.
Di Myanmar, ada 235 orang yang dijatuhi hukuman mati, tapi pemerintah setempat tidak melakukan eksekusi sejak dekade 1980-an.
Di Thailand, terdapat 112 orang terpidana hukuman mati. Dan eksekusi mati terakhir dilakukan pada 24 Agustus 2009.
Di Brunei Darussalam, eksekusi mati dilakukan terakhir kali tahun 1957. Namun dengan diberlakukannya kembali hukum hudud mulai tahun lalu, eksekusi mati bisa kembali terjadi di negeri kesultanan tersebut.
Filipina, Kamboja sepenuhnya juga telah menghapuskan hukuman mati.
Tren legalisasi ganja
•
Amerika Serikat di New York dan
Colorado, Belanda, Jerman (kepemilikan
6 gram),
•
Argentina, Siprus (15 gram), Ekuador,
Meksiko (5 gram), Peru (8 gram), Swiss (4
•
Batang), Belgia (3 gram), Brazil, Uruguay,
Paraguay (10 gram), Kolombia (20 gram),
dan
Bagaimana Indonesia Ke Depan
•
Pengembangan Kerjasama Regional,
Internasional
•
Penjagaan Perbatasan, Pengawasan
Perlintasan di Bandara
Udara/Pelabuhan/Terminal
TERIMA KASIH
Daftar Pustaka
• Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana,
Semarang: Badan Penerbitan Universitas Diponegoro Semarang, 1997.
• Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam
Sistem Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.
• Romliatmasasmita, Dampak Ratifikasikonvensi Transnational
Organized Crime (TOC), BBHN, 2004
• Yingyos Leechaianan dan Dennis R. Longmire, The Use of the
Death Penalty for Drug Trafficking in the United States, Singapore, Malaysia, Indonesia and Thailand: A Comparative Legal Analysis, Article, ISSN 2075-471X, www.mdpi.com/journal/laws
• Jurnal Data Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) Tahun 2013 Edisi Tahun 2014