• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU AJAR HUKUM DAN KEBUDAYAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUKU AJAR HUKUM DAN KEBUDAYAAN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU AJAR

HUKUM DAN KEBUDAYAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

BUKU AJAR

HUKUM DAN KEBUDAYAAN

Planning Group

Prof. Dr. I Wayan P. Windia, S.H., M.Si

Dr. Ni Nyoman Sukerti, S.H., M.H

A.A. Gede Oka Parwatha, S.H., M.Si

I Nyoman Wita, S.H., M.H

I Gst Ngr Dharma Laksana, S.H., M.Kn

I Gst Agung Mas Rwa Jayantiari, S.H., M.Kn

A.A. Istri Ari Atu Dewi, S.H., M.H

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(3)

i

KATA PENGANTAR

Atas asung kerta nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkenanNya Buku ajar Hukum dan Kebudayaan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Buku ajar ini merupakan hasil Revisi serta penggabungan block book dan buku ajar, serta pedoman pelaksanaan proses pembelajaran, baik untuk mahasiswa maupun bagi dosen dan tutor, sehingga pelaksanaan perkuliahan berjalan sesuai dengan yang diharapkan

Materi buku ajar Hukum dan Kebudayaan ini meliputi : identitas mata kuliah, tim pengajar, deskripsi mata kuliah, organisasi materi, metode dan strategi pembelajaran, tugas-tugas, penilaian, dan bahan bacaan. Buku ajar ini dilengkapi dengan kontrak perkuliahan dan satuan acara perkulianan yang ditempatkan pada lampiran.

Kami, tim pengampu mata kuliah Hukum dan Kebudayaan, menyadari bahwa buku ajar ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Namun demikian, kami yakin sekecil apapun usaha yang telah dilakukan, akan mempunyai manfaat terhadap pelaksanaan proses pembelajaran dan mencapai hasil sesuai dengan kompetensi yang direncanakan.

Denpasar, 29 Desember 2015

(4)

ii

D A F T A R I S I

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

I . Identitas Mata Kuliah ... 1

II . Deskripsi Mata Kuliah ... 1

III . Tujuan Mata Kuliah ... 2

IV . Organisasi Materi Perkuliahan ... 2

V . Metode dan Strategi Proses Pembelajaran ... 3

VI . Persiapan Proses Perkuliahan ... 4

VII . Ujian dan Penilaian ... 4

VIII. Bahan Bacaan ... 4

IX . Jadwal Perkuliahan ... 6

Pertemuan I : Perkuliahan 1 ( Manusia dan Masyarakat ) ... 8

Pertemuan II : Tutorial 1 (Konsep Manusia, Konsep Masyarakat ) ... 12

Pertemuan III : Tutorial 2 (Persaingan, Pertikaian, Konflik, Akomodasi) . 13 Pertemuan IV : Perkuliahan 2 ( Masyarakat dan Hukum ) ... 15

Pertemuan V : Tutorial 3 (Nilai Universal, Norma Sosial) ... 25

Pertemuan VI : Tutorial 4 (Tujuan dari Hukum) ... 25

Pertemuan VII : UJIAN TENGAH SEMESTER (Terstruktur) Pertemuan VIII : Perkuliahan 3 ( Kebudayaan dan Manusia ) ... 28

Pertemuan IX : Tutorial 5 (Wujud Kebudayaan, Unsur-Unsur Kebudayaan, Sistem Nilai Budaya) ... 41

Pertemuan X : Tutorial 6 ( Kebudayaan Nasional dan Peradaban) ... 41

Pertemuan XI : Perkuliahan 4 ( Budaya Hukum Sebagai Unsur Dalam Sistem Kebudayaan ) ... 43

Pertemuan XII : Tutorial 7 (Pengertian Budaya Hukum, Type Budaya Hukum ... 54

Pertemuan XIII : Tutorial 8 (Kesadaran Hukum Sebagai Bagian Dari Budaya Hukum ... 54 Pertemuan XVI : UJIAN AKHIR SEMESTER ( Terstruktur )

(5)

1 I. IDENTITAS MATA KULIAH

Nama Mata Kuliah : Hukum dan Kebudayaan. Kode Mata Kuliah : BII 1204

SKS : 2 SKS

Semester : I ( Satu )

Status Mata Kuliah : Wajib Institusional (Universitas/Fakultas) Tim Pengajar : 1. Prof. Dr. I Wayan P. Windia, S.H., M.Si

2. Dr. Ni Nyoman Sukerti, S.H., M.H 3. A.A. Gede Oka Parwatha, S.H., M.Si 4. I Nyoman Wita, S.H., M.H

5. I Gst Ngr Dharma Laksana, S.H.,M.Kn 6. I Gst Agung Mas Rwa Jayantiari, S.H., M.Kn 7. A.A. Istri Ari Atu Dewi, S.H., M.H

II. DESKRIPSI MATA KULIAH

Mata kuliah Hukum dan Kebudayaan mengkaji aspek teoritis dan aspek praktis Hukum dan Kebudayaan. Aspek teoritis meliputi beberapa pokok bahasan seperti: manusia dan masyarakat, masyarakat dan hukum serta manusia dan kebudayaan.

Aspek praktis meliputi hubungan hukum dan kebudayaan dan analisis aturan perundang-undang jaman dulu (atita), kini (wartamana) dan akan datang (nagata), dari perspektif nilai budaya lokal dan nasional. Selain itu, analisis atas nilai budaya lokal akan dilakukan dari perspektif HAM, pluralisme hukum dan nilai universal. Hal ini dilakukan mengingat masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis dengan kebudayaannya masing-masing, tidak hidup sendiri melainkan hidup ditengah-tengah ”kampung dunia” atau komunitas global.

Untuk menambah pemahaman tentang materi yang disajikan, kepada mahasiswa juga diwajibkan membuat tugas menganalisis aturan perundang-undangan yang kurang memberi ruang pada pluralisme hukum.

(6)

2 III. TUJUAN MATA KULIAH

Setelah menyelesaikan mata kuliah Hukum dan Kebudayaan, mahasiswa diharapkan dapat memahami hakikat hukum dan hakikat kebudayaan serta makna hubungan hukum dan kebudayaan, peranan kebudayaan terhadap hukum, dan memahami eratnya hubungan hukum dan kebudayaan.

IV. ORGANISASI MATERI PERKULIAHAN

1. Manusia dan Masyarakat a. Manusia dan orang. b. Hidup bermasyarakat.

(Pesaingan, Pertikaian, Konflik,Akomodasi). 2. Masyarakat dan Hukum

a. Pengertian hukum. b. Fungsi hukum.

c. Sanksi hukum.

3. Kebudayaan dan Manusia

a. Pengertian kebudayaan, wujud kebudayaan dan unsur-unsur kebudayaan, sistem nilai budaya

b. Kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional (Indonesia). c. Local genius dan peradaban.

4. Budaya Hukum Sebagai Unsur Dalam Sistem Hukum a. Pengertian Budaya Hukum

b. Type Budaya Hukum

c. Kesadaran Hukum Srbagai Bagian dari Budaya Hukum

V. METODE DAN STRATEGI PROSES PEMBELAJARAN

Metode Perkuliahan. Perkuliah dilaksanakan dengan metode Problem Based Learning (PBL), yang berarti bahwa pusat pembelajaran ada pada

(7)

3 mahasiswa. Metode yang diterapkan adalah “belajar” (learning) dan bukan “mengajar” (teaching).

Strategi Pembelajaran. Kombinasi perkuliahan 50% (6 kali pertemuan perkuliahan) dan tutorial 50% (6 kali pertemuan tutorial). Satu pertemuan untuk Tes Tengah Semester, dan satu kali pertemuan untuk Tes Akhir Semester (TAS).

Pelaksanaan Perkuliahan dan Tutorial. Perkuliahan Hukum Hukum dan Kebudayaan dilaksanakan sebanyak 12 kali tatap muka, dengan rincian sebagai berikut. Perkuliahan berlangsung selama 6 kali yaitu pertemuan ke 1,3,5,7,9, dan ke 11. Tutorial 6 kali pertemuan yaitu: pertemuan ke 2, 4,6,8, 10 dan ke 12.

Strategi Perkuliahan. Perkuliahan berkaitan dengan pokok bahasan akan dipaparkan dengan alat bantu media berupa papan tulis, power point slide, serta penyiapan bahan bacaan tertentu yang dapat diakses oleh mahasiswa. Sebelum mengikuti perkuliahan mahasiswa sudah mempersiapkan diri (self study) mencari bahan materi, membaca dan memahami pokok bahasan yang akan dikuliahkan sesuai dengan arahan (guidance) dalam Block Book. Tekhnik perkuliahan: pemaparan materi, tanya jawab dan diskusi (proses pembelajaran dua arah).

Strategi Tutorial. Mahasiswa mengerjakan tugas-tugas: (discuccion task, study task dan problem task) sebagai bagian dari self study, kemudian berdiskusi di kelas tutorial dan presentasi power point. Dalam 6 kali tutorial di kelas, mahasiswa diwajibkan:

o Menyetor karya tulis sesuai dengan topik tutorial 4, 6 dan 8. Memilih salah satu topik tersebut dan disetor paling lambat pada tutorial ke 6. o Mempresentasikan tugas tutorial dalam bentuk power point untuk

(8)

4 VI. PERSIAPAN PROSES PERKULIAHAN

Sebelum perkuliahan dimulai mahasiswa diwajibkan memiliki Block Book mata kuliah Hukum dan Kebudayaan, dan sudah mempersiapkan materi, sehingga perkuliahan dan tutorial dapat terlaksana dengan lancar dan mahasiswa memiliki persepsi dasar yang mendekati persamaan tentang satu pokok bahasan.

VII. UJIAN DAN PENILAIAN

Ujian. Ujian dilaksanakan dua kali dalam bentuk tertulis yaitu Ujian Tengah Smester (UTS) dan Ujian Akhir Smester (UAS).

Penilaian. Penilaian akhir dari proses pembelajaran ini berdasarkan rumus nilai akhir sesuai buku pedoman yaitu:

(UTS + TT ) + 2 (UAS) 2

NA =

3

Sistem penilaian mempergunakan skala 5 (0-4) dengan rincian dan kesetaraan sebagai berikut :

Skala Nilai Penguasaan Kompetisi

Keterangan dengan skala nilai

Huruf Angka 0-10 0-100 A B C D E 4 3 2 1 0 Sangat baik Baik Cukup Sangat kurang Gagal 8,0-10,0 7,0-7,9 5,5-6,4 5,0-5,4 0,0-4,9 80-100 70-79 55-64 50-54 0-49

VIII. BAHAN BACAAN

1. Achmad Ali, 2002. Menguak Tabir Hukum. Gunung Agung, Jakarta. 2. Alisyahbana, S. Takdir, 1977. Perkembangan Sejarah Kebudayaan

(9)

5 3. Apeldoorn, L.J van, 1981. Pengantar Ilmu Hukum. Yakarta, Pradnya

Paramita.

4. Artadi, I Ketut, 2006. Hukum dalam Perspektif Kebudayaan. Denpasar, Pustaka bali Post.

5. ____________, 2004. Nilai Makna dan Martabat Kebudayaan. Denpasar, Sinay.

6. Ayatrohaedi, 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta, Pustaka Jaya.

7. Abdulsyani, 1987. Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial. Fajar Agung Jakarta.

8. _________, 2002. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta, Bumi Aksara.

9. Alfian. 1984. “Persepsi Tentang Kebudayaan Nasional”, dalam Alfian (Ed), Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan. Jakarta : Gramedia

10. Kontjarningrat, 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta, Gramedia.

11. ____________, 1986. Pengantar Antropologi. Jakarta, Aksara Baru. 12. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1982. Perihal Kaedah

Hukum. Bandung, Alumni.

13. Satjipto Raharjo, 1979. Hukum dan Perubahan Sosial. Suatu Tinjauan Teoritis serta Pengalaman-Pengalaman di Indonesia. Alumni, Bandung.

14. ____________, 1982. Ilmu Hukum. Bandung, Alumni.

15. Sudikan, Setyo Yuwana, 2001. Metode Penelitian Kebudayaan, Surabaya, Citra Wacana.

16. Soerjono Soekanto, 1991. Kegunaan Sosiologi Hukum bagi Kalangan Hukum. Citra Aditya Bakti, Bandung.

17. _______________, 2005. Faktor-faktor yang Mempenaruhi Penegakan Hukum. Jakarta, RajaGrafindo Persada.

(10)

6 18. Lawrence. M. Friedman. 1989. The Legal Syetem : A Social Science

Preventive. New York : Russel

19. Ronny Hanitijo Soemitro, 1984. Masalah-Masalah Sosiologi Hukum. Bandung : Sinar Baru

20. Soejono Soekanto dan Mustafa Abdullah. 1982. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat. Jakarta : Rajawali

21. T.O. Ihromi. 1986. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Gramedia 22. Usman Pelly dan Asih Menanti, 1994. Teori-Teori Sosial Budaya. Proyek

Pembinaan Mutu Pendidikan Dikti, Dep. P & K, 1994.

23. Wiranata, I Gede A.B.2002. Antropologi Budaya. Bandung, Citra Aditya Bakti.

XI JADWAL PERKULIAHAN Jadwal perkuliahan secara rinci sebagai berikut:

NO PERTEMUAN TOPIK KEGIATAN

1 I Pendahuluan

Manusia dan Masyarakat Persaingan, Pertikaian, Konflik, Akomodasi

Perkuliahan 1

2 II Konsep Manusia, Konsep Masyarakat Tutorial 1 3 III Persaingan, Pertikaian, Konflik,

Akomodasi

Tutorial 2

4 IV Pengertian Nilai dan Norma atau Kaedah, PengertianHukum, Fungsi Hukum, Sanksi Hukum

Perkuliahan 2

5 V Nilai Universal, Norma Sosial Tutorial 3 6 VI Tujuan dari Hukum Tutorial 4

7 VII UJIAN TENGAH SEMESTER Terstruktur

(11)

7 Kebudayaan, Local Genius dan

Peradaban

9 IX Wujud Kebudayaan, Unsur-Unsur Kebudayaan, Sistem Nilai Budaya,

Tutorial 5

10 X Kebudayaan Nasional dan Peradaban Tutorial 6 11 XI Budaya Hukum Sebagai Unsur Dalam

Sistem Hukum, Pengertian Budaya Hukum, Type Budaya Hukum, , Syarat-Syarat Efektifitas Hukum

Perkuliahan 4

12 XII Pengertian Budaya Hukum, Type Budaya Hukum

Tutorial 7

13 XIII Kesadaran Hukum Sebagai Bagian Dari Budaya Hukum

Tutorial 8

(12)

8

Pertemuan I : Perkuliahan. 1

Manusia dan Masyarakat A. Manusia dan orang. B. Hidup bermasyarakat.

(Pesaingan, Pertikaian, Konflik dan Akomodasi).

A. Manusia

 Manusia menunjuk kepada pengertian biologis. Dari sudut biologis, manusia satu dengan yang lainnya, tidak berbeda. Manusia laki, perempuan, dewasa, anak-anak, sama saja.

 Orang menunjuk kepada pengertian yuridis atau hukum. Dari sudut hukum, manusia tidak sama.

 Dalam kepustakaan Sosiologi, manusia itu disebut ”individu”. Berasal dari bahasa Latin individum yang artinya: satuan kecil yang tidak dapat dibagi lagi. Individu menurut konsep Sosiologi berarti manusia yang hidup berdiri sendiri, tidak mempunyai kawan (Abdulsyani, 2002: 25).

 Manusia memiliki beberapa kebutuhan. Maslow (1984) mengemukakan ada 5 kebutuhan dasar individu manusia, yaitu: (1) Kebutuhan psikologis (faal); (2) Kebutuhan keselamatan; (3) Kebutuhan akan rasa memiliki dan rasa cinta; (4) Ketubuhan akan harga diri; (5) Kebutuhan akan perwujudan diri. Disamping 5 kebutuhan itu, ada dua kebutuhan lagi yaitu kebutuhan untuk mengetahui dan memahami serta kebutuhan estetis (seni).

 Malinowski mengemukakan ada beberapa kebutuhan dasar manusia, seperti: makanan, reproduksi (seks), kenyamanan tubuh, keamanan, kebutuhan gerak dan kebutuhan untuk tumbuh. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, manusia menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan setempat, sehingga manifestasinya berbeda-beda. Jika

(13)

9 kebutuhan tersebut secara minimal tidak terpenuhi, akan terjadi penyimpangan, baik dalam tingkah laku tertutup maupun dalam tingkah laku terbuka. Kebutuhan itu menimbulkan dorongan (drive) untuk memenuhi dalam bentuk usaha atau aktivitas. Ada tiga dorongan dasar (basic drive) manusia, yaitu: basic drive untuk, mempertahankan diri, basic drive untuk melanjutkan keturunan dan basic drive untuk menyatakan diri.

 Manusia atau individu menunjuk pengertian biologis, sedangkan orang menunjuk pengertian yuridis. Dari sudut biologis manusia itu sama tetapi dari sudut yuridis, manusia tidak sama. Seorang manusia laki-laki kedudukan hukumnya berbeda dengan seorang manusia perempuan. Seorang manusia dewasa kedudukan hukumnya berbeda dengan manusia anak-anak. Contoh: Orang dewasa dapat melakukan perbuatan hukum, sedangkan orang yang belum dewasa (anak-anak) tidak dapat melakukan perbuatan hukum.

 Perbuatan hukum artinya perbuatan tertentu yang sesuai dengan aturan hukum, seperti: perkawinan, jual-beli, sewa-menyewa, dll. Perbuatan tertentu yang tidak sesuai dengan hukum atau dilarang oleh hukum, disebut perbuatan melawan hukum, seperti: pemerkosaan, pembunuhan, penipuan, dll.

B. Masyarakat

Manusia adalah mahluk sosial. Aristoteles menyebutnya sebagai zoon politicon atau mahluk bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, tak selamanya berjalan mulus. Kadang-kadang ada pesaingan, pertikaian, konflik, dan akomodasi (penerimaan kembali). Itu sebabnya diperlukan adanya aturan hukum.

(14)

10

 Pertanyaannya, apa yang disebut masyarakat dan kenapa manusia hidup bermasyarakat? Masyarakat dalam bahasa Inggris disebut society yang berasal dari kata Latin socius, yang berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab, syaraka yang berarti “ikut serta”, “berpartisipasi”.

Beberapa difinisi masyarakat:

 Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah saling “berinteraksi” (Koentjaraningrat, 1986: 144).

 Mac Iver: Masyarakat adalah suatu sistem kebiasaan dan tatacara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini, kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. Masyarakat selalu berubah.

 Koentjaraningrat (1986) mengemukakan bahwa dalam hal menganalisa proses interaksi antara individu dalam masyarakat harus membedakan dua hal yaitu: (1) kontak dan (2) komunikasi. Kontak dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung (SMS, telpon, TV, koran, buku, dll). Dalam hal kontak, belum tentu ada komunikasi. Komunikasi timbul setelah kontak terjadi. Dalam proses itu Pihak I mengatakan sesuatu dengan bahasa atau melakukan sesuatu yang berupa tindakan (gerak, ekspresi mukda, ucapan, dll), dan dapat dimengerti serta dapat ditangkap oleh Pihak II. Manusia dapat melakukan kontak dan komunikasi dengan sesama manusia. Manusia tidak dapat melakukan kontak dengan anjing, karena anjing tidak mengerti bahasa, tidak dapat membaca, tetapi dapat berkumonikasi dengan anjing, dengan menggunakan isyarat. Prinsip komunikasi adalah ”kesamaan pengertian”.

(15)

11

 Ralph Linton: Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang tlah lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka itu mengorgasisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

 Selo Soemardjan: Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.

 Berdasarkan difinisi tersebut, Soerjono Soekanto (1982), memerinci unsur-unsur masyarkat adalah sbb:

- Manusia hidup bersama.

- Bercampur untuk waktu yang cukup lama. - Sadar mereka merupakan satu kesatuan.

- Mereka merupakan sitem hidup bersama, shg menimbulkan kebudayaan.

Menurut Bouman, P.J (1976), ada beberapa unsur biologis menyebabkan manusia hidup bersama.

- Dorongan untuk makan.

- Dorongan untuk mempertahankan diri. - Dorongan untuk memiliki keturunan.

 Dalam hidup bersama atau bermasyarakat, manusia melakukan interakasi satu dengan yang lainnya. Dalam berinteraksi, dapat terjadi beberapa kemungkinan.

o Kerja sama (cooperative): masing-masing memiliki kepentingan sama dan harus dicapai secara bersama.

o Persaingan (compotation): masing-masing memiliki kepentingan sama dan harus dicapai atau dimenangkan oleh salah satu pihak, seperti dalam olahraga.

(16)

12 o Pertikaian (conflict): persaingan yang mengarah pada kekerasan

dan pihak satu berusaha meniadakan pihak yang lainnya.

o Akomodasi (accommodation): proses penyesuaian setelah melewati persaingan atau pertikaian.

Bahan Bacaan

1. Abdulsyani, 1987. Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial. Fajar Agung Jakarta.

2. Kontjarningrat, 1986. Pengantar Antropologi. Jakarta, Aksara Baru. 3. Soerjono Soekanto, 1991. Kegunaan Sosiologi Hukum bagi Kalangan

Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

4. Wila Huky, 1982. Pengantar Sosiologi. Usaha Nasional, Surabaya.

5. Wiranata, I Gede A.B, 2002. Antroologi Budaya. Bandung, Citra Aditya Bakti.

Pertemuan II : Tutorial 1

Manusia dan Masyarakat 1. Study Task

Diskusikan pertanyaan dibawah ini :

1. Jelaskan pada saat kapan sekumpulan manusia dapat dikatakan sebagai masyarakat!

2. Jelaskan mengapa manusia hidup bermasyarakat!

3. Jelaskan pada saat kapan seseorang dikatakan manusia dan pada saat kapan dikatakan masyarakat!

4. Jelaskan apakah kerumunan manusia yang menunggu kendaraan/halte untuk berangkat ke suatu tempat tujuan dapat dikatakan sebagai masyarakat!

5. Ada orang tua, pasangan suami istri, remaja, anak-anak dan bayi yang masih dalam kandungan. Pada dasarnya semua mereka adalah manusia,

(17)

13 tetapi dalam hal-hal tertentu tidak semua mereka dapat disebut orang. Jelaskan kapan dan dalam keadaan bagaimana mereka dapat disebut orang.

Pertemuan III : Tutorial 2

Persaingan, Pertikaian, Konflik, Akomodasi 1. Discussion Task - Study Task

Ada pertandingan sepak sepak bola perebutan piala di sebuah lapangan sepak bola di ibu kota negara. Penonton penuh sesak, ada orang berjualan sendiri maupun bersama temannya, kesebelasan dan permainan sepak bola yang penuh semangat, karena masing-masing ingin menciptakan gol kemenangan. Perhatikan mereka itu dengan seksama, kemudian jelaskan bahwa di tempat itu ada individu, kelompok, masyarakat, kerjasama, persaingan, pertentangan dan konflik.

2. Discussion Task - Study Task

Sengketa berawal dari tukar menukar/tukar guling tanah milik salah satu warga Desa Pakraman Bebetin yang bernama Pan Negara dengan tanah milik Desa Pakraman Bebetin. Pada tahun 2010 kejadiannya hampir bersamaan dengan sengketa tanah yang terjadi di Desa Pakraman Lemukih, pihak/si pemilik tanah mengingkari kesepakatan tukar menukar/tukar guling tanah yang telah ditandatangani 32 tahun silam, mungkin karena nilai ekonomis tanah milik (Pan Negara) lebih tinggi dibandingkan dengan tanah milik Desa Pakraman Bebetin.

Tanah yang mulanya akan ditukar tersebut diambil alih kembali oleh pemiliknya, dipagar dan ditanami pisang dengan alasan dia berkeberatan disebabkan tanah yang ditukarnya tersebut belum bersertifikat. Pada saat itu masyarakat Desa Pakraman Bebetin menjadi marah karena di atas tanah tersebut telah didirikan bangunan (balai banjar) dan selebihnya dipergunakan untuk sarana olah raga, aparat desa pada saat itu dapat meredam kemarahan dari warga, akhirnya kami (masyarakat Desa Pakraman Bebetin) mengadakan mediasi dengan pemilik tanah, supaya tidak terjadi bentrokan antara pemilik tanah dengan masyarakat Desa Pakraman Bebetin.

(18)

14 Dengan diadakan mediasi kedua belah pihak, yang dihadiri oleh Kepala Desa, Bedesa Adat, Muspika, Kapolsek, Danramil dan masyarakat Desa Pakraman Bebetin, akhirnya terjadilah kesepakatan semula bahwa obyek yang dijadikan tukar guling disepakati 1 (satu) banding 2 (dua). Pan Negara mengeluarkan tanah 45 are dan Desa Pakraman Bebetin mengeluarkan tanah 90 are dengan catatan bahwa pemilik tanah (Pan Negara) bebas/berhak memilih lokasi yang diinginkan. Dalam proses pensertifikatan pihak BPN meminta Surat Pernyataan/Berita Acara tukar menukar/tukar guling yang disaksikan oleh Kepala Desa, Bendesa Adat, Muspika, Kapolsek, Danramil, yang sampai saat penelitian ini dilakukan proses terbitnya sertifikat masih dalam proses di BPN. Perhatikan kasus diatas selanjutnya mengapa sampai terjadi konflik antara kedua belah pihak dan jelaskan bagaimana proses akomodasi kedua belah pihak yang berkonflik!

(19)

15

Pertemuan IV : Perkuliahan 2

Masyarakat dan Hukum

A. Pengertian nilai dan norma atau kaedah B. Pengertian hukum.

C. Fungsi hukum. D. Sanksi hukum.

A. Pengertian Nilai

Wila Huky (1982) dalam bukunya Pengantar Sosiologi, mengemukakan bahwa “nilai” selalu berkaitan dengan “norma”. Walaupun demikian, keduanya dapat dibedakan.

 Nilai merupakan sikap dan perasaan perorangan dan masyarakat secara keseluruhan, tentang baik buruk, benar salah serta suka dan tidak suka, terhadap obyek materiil dan non materiil.

 Nilai cendrung berkaitan satu dengan yang lainnya secara komunal untuk membentuk pola-pola dan sistem nilai dalam masyarakat. Bila tidak terdapat keharmonisan yang intregral diantara nilai-nilai dalam masyarakat, akan terjadi problem sosial.

 Norma merupakan aturan dengan sanksi, dimaksud untuk mendorong atau menekan orang dan masyarakat untuk mencapai nilai-nilai sosial. Nilai dan norma bergandengan dalam mendorong masyarakat untuk mencapai keadaan yang dianggap lebih baik dalam masyarakat. Contoh nilai bagi orang Bali-Hindu: Arah Utara, Timur, danau, laut, diyakini memiliki nilai kesucian. Timur Laut, paling bernilai suci. Kepala lebih bernilai dari kaki.

 Atas dasar bahwa arah Utara dan Timur dianggap lebih bernilai dari pada Selatan dan Barat, kemudian Timur Laut, yang dianggap paling bernilai, kemudian muncul norma atau kaedah yang menentukan: Tempat suci

(20)

16 (pura) dibangun di Utara atau Timur. Kalau tidur kepala/bantal ditempatkan di Timur.

 Atas dasar bahwa kepala (atas) lebih bernilai dari kaki (bawah) bagi orang Bali, kemudian muncul sikap: Orang Bali tidak mau lewat (masulub) di tempat jemuran. Sebagian laki-laki Bali tidak rela mencuci “cd” wanita/istrinya.

Tipe-Tipe Nilai

Nilai Utama atau nilai dominan: merupakan susunan inti sistem nilai yang mengekspresikan pandangan umum suatu masyarakat terhadap alam, agama, keluarga, dll. Contoh: Utara/Timur lebih bernilai dibandingkan Selatan/Barat, dll.

Nilai Antara (Intermediate): Nilai ini ditarik dari nilai utama yang lebih mudah dipahami dan dimgnerti. Contoh: Membangun tempat suci di Utara/Timur, danau, laut, dll.

Nilai Khusus: sangat terbatas jumlahnya, untuk orang atau kelompok tertentu. Contoh: kepala/bantal ada di Utara, dll. Ada orang atau keluarga tertentu yang sangat fanatik tentang hal ini, tetapi ada juga yang tidak begitu hirau, yang penting tempat tidurnya tidak kotor.

Fungsi Nilai

• Penentu terakhir bagi manusia dalam menentukan peranan sosialnya. Dalam arti, menentukan cara berfikir dan bertindak yang baik dalam masyarakat tertentu. Sebagai alat pengawas bagi tindakan manusia. Nilai dapat menimbulkan rasa bersalah bagi pelanggarnya. Sebagai alat pemersatu atau solidaritas di alangan masyarakatnya.

(21)

17 Norma atau Kaidah

• Kata kaedah berasal dari bahasa Arab dan norma dari bahasa Latin, yang berarti “Ukuran”. Dimaksudkan dengan kaedah atau norma adalah ketentuan yang mengatur tingkah laku, sifat, tindak tanduk manusia dalam masyarakat

• Kaedah diperlukan untuk mengatur prilaku manusia. Salah satu unsur dari prilaku itu adalah gerak sosial, yang pada hakekatnya merupakan sistem yang mencakup hirarki pengaturan.

• Di dalam prilaku manusia (interraksi sosial terlihat prilaku beberapa pihakyang kemudian mungkin pula terjadi proses saling mempengaruhi, interaksi sosial antar pribadi-pribadi kadang-kadang disebut juga sebagai hubungan interpersonal. Intinya adalah adanya hubungan antar manusia yangn didasarkan atas kebutuhan-kebutuhan tertentu. Kebutuhan interpersonal, yakni kebutuhan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain yang apabila tidak dilaksanakan akan menghasilkan gangguan atau keadaan yan tidak menyenangkan bagi pribadi yang bersangkutan. Walaupun kebutuhan-kebutuhan interpersonal tersebut menghasilkan prilaku yang beranekaragam tetapi pada dasarnya manusia mempunyai hasrat untuk hidup teratur.

• Untuk tercapainya keteraturan tersebut, di dalam pergaulan hidup diperlukan suatu pedoma atau patokan yang akan memberikan wwadah bagi aneka pandangan mengenai keteraturan yang semula merupakan pandangan pribadi. Pedoman atau patokan tersebut lasim disebut norma atau kaedah.norma atau kaedah tersebut ada 4 macam, diantaranya norma agama, norma kesusialaan, norma kesopanan, dan norma hukum,

• Norma hukum menetapkan pola hubungan-hubungan antar manusia da juga merumuskan nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat kedalam pola-pola

(22)

18 tertentu sehingga ada batasan-batasan yang jelas tentang pola-pola prilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai yang telah diterima oleh masyarakat yang bersangkutan. Hubungan disini mengandung makna tentang kontak secara timbal balik atau inter-stimulasi dan respon individu-individu dan kelompok.

• Dalam interaksi sosial yang berlangsung demikian, selalu terjadi empat kemungkinan yang merupakan bentuk interaksi sosial itu sendiri, yaitu kerjasama, kompetisi, konflik, dan akomodasi.

• Kerjasama dalam hal ini hubungan individu dalam pergaulan terjalin kerjasama yang baik, sehingga segala sesuatunya belangsung secara harmonis, serasi dan tidak ada ketegangan-ketegangan berarti. Kompetisi atau persaingan dimana unsur-unsur dalam pergaulan hidup, antara kekuatan yang satu dengan kekuatan yang lain sudah mulai ada perasaan ingin unggul. Apabila hal ini berlangsung secara sehat, tentu tidak akan terjadi ketegangan. Konflik atau pertikaian dimana terjadi pertentangan antara kekuatan sosial tertentu dengan yang lain, sampai menimbulkan ketegangan-ketegangan saial. Akomodasi atau terjadinya penyelesaian kembali, sehingga keadaan tegang akan menjadi reda karena ditangani oleh unsur-unsur pergaulan hidup, sehinnga masyarakat mmenjadi tertib kembali.

Jenis Norma atau Kaedah

• Kaedah atau borma dapat digambarkan sebagai aturan tingkah laku: sesuatu yang seharusnya atau tidak seharusnya dilakukan oleh manusia dalam keadaan tertentu. Ada juga yang menyebut kaedah petunjuk hidup yang mengikat. Kaedah berfungsi untuk mengatur berbagai kepentingan dalam masyarakat. Gustav Radbruch (Ahmad Ali : 2002) membedakan kaedah menjadi empat:

(23)

19 1. Kaedah/norma agama

Sumbernya: ajaran agama, yang menentukan perbuatan baik dan buruk berdasarkan ajaran agama. Sanksinya dari Tuhan. Kuat : kalau percaya, lemah : kalau tidak percaya

2. Kaedah/norma etika/kesusialaan

Sumbernya: hati nurani, menentukan perbuatan baik buruk berdasarkan hati nurani.kuat: kalau punya hati nurani, lemah: tidak punya hati nurani. Sanksinya: sanksi moral

3. Kaedah/norma kesopanan

Sumbernya: lingkungan sosial, menentukan perbuatan benar dan salah berdasarkan lingkungan sosial. Sanksinya : sanksi sosial. Kuat : kalau punya rasa malu, lemah; kalau tidak punya rasa malu

4. Kaedah/norma hukum

Sumbernya pihak berwenang. Menentukan perbuatan benar dan salah berdasarkan aturan hukum. Sanksinya : jelas dan tegas sesuai hukum. Kuat : kalau penegak hukum bermoral ataun sesuai dengan budaya hukum masyarakat, lemah : kalau sebaliknya.

B. Pengertian Hukum

• Membaca buku Ahmad Ali berjudul Menguak Tabir Hukum (2002), akan diketahui ada banyak difinisi hukum. Beberapa diantaranya adalah:

• P. Bors

Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia didalam masyarakat, yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan tata atau keadilan.

• Van Kan

Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.

(24)

20 • Karl von Savigny

Keseluruhan hukum sungguh-sugguh terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam.

• Emmnuel Kant

Hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi dimana terjadi kombinasi antara keinginan-keinginan pribadi seseorang dengan keinginan-keinginan pribadi orang lain sesuai dengan hukum tentang kemerdekaan.

• John Austin

Hukum adalah seperangkat perintah, baik langsung ataupun tidak langsung, dari pihak yang berkuasa kepada warga masyarakatnya yang merupakan masyaraka tpolitik yang independen, dimana otoritasnya (pihak yang berkuasa) meruapakan otoritas tertinggi.

• Hans Kelsen

Hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah laku manusia. Hukum adalah kaedah primer yangmenetapkan sanksi-sanksi.

Berdasarkan beberapa difinisi di atas, dapat dikemukakan bahwa hukum adalah Himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang, dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat yg mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang mereka yang melanggarnya. Mac Iver (Ahmad Ali: 2002), membedakan ada dua jenis hukum, yaitu: (1) Hukum di atas politik adalah konstitusi negara (seperti UUD 1945), dan (2) hukum di bawah politik adalah undang-undang, dan berbagai perangkat aturan hukum yang lainnya.

(25)

21 C. Fungsi hukum

• Membatasi kepentingan dari setiap pendukung hukum (subyek hukum),menjamin kepentingan dan hak-hak mereka masing-masing, dan menciptakan pertalian-pertalian guna mempererat hubungan antar manusia dan menentukan arah bagi adanya kerjasama.

Tujuan hukum

• Mencapai perdamaian, keadilan, kesejahtraan dan kebahagiaan bersama dengan dilengkapi bentuk-bentuk sanksi yg bersifat tegas dan nyata.

D. Sanksi hukum

• Agar fungsi dan tujuan hukum tercapai, maka setiap aturan hukum disertai dengan ancaman sanksi yang tegas. Sanksi dalam hal ini berarti, akibat dalam bentuk penderitaan (nestapa) yang dijatuhkan oleh penegak hukum, terhadap pelaku pelanggaran hukum.

• Mengutip pendapat L. Pospisil (1956) dalam disertasinya yang berjudul The Kapauku Papuans and Their Law, Koentjaraningrat (1984) mengemukakan bahwa hukum adalah suatu aktivitas di dalam rangka suatu kebudayaan yang mempunyai fungsi pengawasan sosial. Untuk membedakan suatu aktivitas itu dan aktivitas-aktivitas kebudayaan lain yang mempunyai fungsi serupa dalam sesuatu masyarakat, seseorang peneliti harus mencari akan adanya empat ciri dari hukum, atau attributes of law.

• Attribute yang terutama disebut atributte of law authority. Atribut otoritas menentukan bahwa aktivitas kebudayaan yang disebut hukum itu adalah keputusan-keputusan melalui suatu mekanisme yang diberi kuasa dan pengaruh dalam masyarakat. Keputusan-keputusan itu memberi pemecahan terhadap ketegangan sosial yang disebabkan karena ada,

(26)

22 misalnya: (i) serangan terhadap diri individu, (ii) serangan-serangan terhadap hak orang, (iii) sedangan-serangan-serangan terhadap pihak yang berkuasa, (iv) serangan-serangan terhadap keamanan umum.

• Attribute yang kedua disebut attribute of intention of universal application. Atribut ini menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa itu harus dimaksudkan sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai jangka waktu panjang dan yang harus dianggap berlaku juga terhadap peristiwa-peristiwa yang serupa dalam masa yang akan datang.

• Attribute yang ketiga disebut attribute of obligation. Atribut ini menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pemegang kuasa itu harus mangandung perumusan dari kewajiban pihak ke satu terhadap pihak kedua, tetapi juga hak dari pihak kedua yang harus dipenuhi oleh pihak kesatu. Di dalam hal ini pihak kesatu dan pihak kedua harus terdiri dari individu-individu yang hidup. Kalau keputusan tidak mengandung perumusan dari kewajiban maupun dari hak tadi, maka keputusan tak akan ada akibatnya, dan karena itu keputusan tidak akan merupakan keputusan hukum. Kalau pihak kedua itu, misalnya nenek moyang yang sudah meninggal, maka keputusan yang menentukan kewajiban pihak kesatu terhadap pihak kedua itu bukan keputusan hukum, tetapi hanya suatu keputusan yang merumuskan suatu kewajiban keagamaan.

• Attribute yang keempat disebut attribute of sanction, dan menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak berkuasan harus dikuatkan dengan sanksi dalam arti seluas-luasnya. Sanksi itu bisa berupa sanksi jasmaniah berupa hukuman tubuh dan depriviasi dari milik (yang misalnya amat dipentingkan dalam sistem hukum bangsa-bangsa Eropa), tetapi juga berupa sanksi rohani, seperti misalnya menimbulkan rasa takut, rasa malu, rasa benci dan sebagainya. Dengan demikian

(27)

23 jelaslah kalau hukum dan sanksi seperti satu paket. Hukum selalu disertai sanksi yang dapat dikenakan kepada pihak yang mengingkari hukum yang dimaksud.

• Para ahli ilmu sosial sanksi ini diberi arti yang lebih luas dari penggunaannya dalam hukum. Radcliffe-Brown menguraikan sanksi menjadi dua yaitu: sanksi negatif dan sanksi positif. Sanksi negatif diberikan bagi orang yang berlaku tidak sesuai dengan aturan hukum. Sanksi positif (pujian) bagi orang yang berlaku taat, tanpa merinci siapa yang memberi pujian ataupun hukuman. (Ihromi, 1984). Jadi sanksi adalah perangkat aturan-aturan yang mengatur bagaimana lembaga-lembaga hukum mencapuri suatu masalah untuk dapat memelihara suatu sistem sosial sehingga memungkinkan warga masyarakat hidup dalam sistem itu secara tenang dan dalam cara-cara yang dapat diperhitungkan. Mengacu pada pendapat Radcliffe-Brown, dapat dikemukakan bahwa yang disebut sanksi negatif dari sudut hukum pidana, disebut “hukuman” atau “pidana”.

• Dimaksudkan dengan hukuman (pidana) dalam pengertian Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ialah : “Suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakin dengan ponis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana”. Hukuman yang biasa dijatuhkan oleh guru kepada murid atau hukuman disiplinair yang diberikan oleh penjabat polisi kepada bawahannya, karena telah melanggar peraturan tata-tertib kepolisian, tidak masuk dalam pengertian ini.

(28)

24 Bahan bacaan

1. Achmad Ali, 2002. Menguak Tabir Hukum. Gunung Agung, Jakarta. 2. Abdulsyani, 1987. Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial. Fajar Agung

Jakarta.

3. Apeldoorn, L.J van, 1981. Pengantar Ilmu Hukum. Yakarta, Pradnya Paramita Hilman Hadikusumah, 1986. Antropologi Hukum Indonesia. Bandung, Alumni.

4. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto. 1983. Prihal Kaidah Hukum. Bandung: Alumni.

5. Ihromi, T.O, 1986. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Gramedia 6. Kontjarningrat, 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta,

Gramedia.

7. ____________, 1986. Pengantar Antropologi. Jakarta, Aksara Baru. 8. Satjipto Raharjo, 1979. Hukum dan Perubahan Sosial. Suatu Tinjauan

Teoritis serta Pengalaman-Pengalaman di Indonesia. Alumni, Bandung. 9. Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko. 1983. Hukum Adat Indonesia.

Jakarta: Rajawali.

10. Usman Pelly dan Asih Menanti, 1994. Teori-Teori Sosial Budaya. Proyek Pembinaan Mutu Pendidikan Dikti, Dep. P & K, 1994.

(29)

25

Pertemuan V : Tutorial 3

Nilai Universal, Norma Sosial

Study Task - Diskusikan pertanyaan dibawah ini :

1. Faktor apakah yang mempengaruhi munculnya nilai tertentu dalam suatu masyarakat?

2. Adakah ”nilai universal” dalam kehidupan umat manusia? 3. Jelaskan perbedaan nilai dengan norma!

4. Faktor apa yang paling membedakan antara norma hukum dengan norma-norma lainnya dalam kehidupan bermasyarakat

5. Bagaimana kemungkinannya apabila norma hukum kurang sejalan dengan norma-norma lainnya?

Pertemuan VI : Tutorial 4

Tujuan dari Hukum

1. Discussion Task – Study Task

Dalam banyak hal, tatanan kehidupan masyarakat tradisional, masyarakat hukum adat (desa pakraman di Bali), berbeda dengan tatanan kehidupan masyarakat modern. Beberapa ciri masyarakat modern antara lain, lebih menghargai keindividuan, lebih mengutamakan kepastian dengan cara berfikir yang rasional. Sementara itu, yang terjadi dalam masyarakat tradisional adalah situasi yang sebaliknya. Betapapun besar perbedaannya, pada dasarnya kedua masyarakat tersebut ada persamaannya, terutama kalau dilihat dari sudut hukum.

Pertanyaan/diskusi

1. Jelaskan bahwa dalam masyarakat yang paling terkebelakang sekalipun, sebenarnya kehidupan mereka juga diatur oleh hukum.

2. Bagaimana harus dijelaskan bahwa tujuan hukum masyarakat yang paling terkebelakang sekalipun, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan masyarakat modern.

(30)

26 3. Bacalah dengan seksama Pasal 10 KUHP. Perhatikan situasi dan kondisi kelompok masyarakat yang dikenal dengan sebutan ”Petisi 50” pada zaman Orde Baru. Cari beberapa sumber bacaan tentang ”embargo ekonomi” terhadap negara Libya dan Irak, pada tahun 1980-an. Baca juga berita tentang penganaan sanksi adat ”kasepekang” oleh desa pakraman di Bali, terhadap warganya yang dianggap telah melakukan pelanggaran adat. Kemudian jelaskan hal itu dan kaitkan dengan Radcliffe-Brown tentang sanksi.

2. Discussion Task – Study Task

Kemampuan kehidupan abad ke Sembilan belas yang penuh dengan kemajuan di banyak bidang kehidupan bukan akhir dan puncak dari peradaban umat manusia. Dan kodifikasi tidak juga merupakan puncak dan akhir dari perkembangan hukum. Kepuasan dengan ilmu hukum yang ada telah mampu menyusun bahan hukum kedalam kodifikasi dan penggunaan metoda yang spesifik mulai mengalami goncangan memasuki abad kedua puluh.

Masyarakat yang berbudaya tidak hanya melihat hukum sebagai suatu system perundang-undangan belaka atau lazim disebut dengan pemahaman hukum secara normatif, karena sebetulnya kehidupan hukum itu lebih luas dan tidak hanya sebatas perundang-undangan saja.

Untuk mengerti dan memahami hukum tidak cukup hanya dengan membaca undang-undang saja, tetapi perlu ilmu lain sebagai pembantu agar tujuan hukum, penegakan hukum dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan, apakah tentang penerapannya di masyarakat ataukah dalam rangka menyelesaikan sesuatu kasus yang menyangkut hukum sesuai dengan fungsi maupun tujuan hukum itu sendiri.

(31)

27 Diskusikan mengenai pengertian manusia, masyarakat, hukum dan kebudayaan? Jelaskan mengapa untuk mengerti hukum dan masyarakat tidak cukup hanya dengan membaca dan mengerti undang-undang saja?. Dan bagaimanakah hubungan antara masyarakat dengan hukum serta dimana letak hubungan antara hukum dengan kebudayaan?.

(32)

28

Pertemuan VIII : Perkuliahan 3

Kebudayaan dan Manusia

A. Pengertian kebudayaan, wujud kebudayaan dan unsur-unsur kebudayaan. Sistem nilai budaya

B. Kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional (Indonesia). C. Local genius dan peradaban.

• Dikalangan ahli, masih ada perdebatan istilah: ”kebudayaan” atau ”budaya”. Ada yang mengatakan budaya dan ada juga kebudayaan. Ada yang mengatakan “budaya” itu kata sifat dan “kebudayaan” kata benda. Dalam uraian selanjutnya, akan digunakan istilah “kebudayaan”.

• Kebudayaan:

Arti sempit = kesenian.

Arti luas = hal-hal yang mengakut akal dan budi serta keseluruhan aspek kehidupan.

• Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan menjelaskan bahwa kata “kebudayaan”, berasal dari kata Sansekerta “buddhayah”, bentuk jamak dari “budi” atau akal. Maka dari itu, kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal atau budi.

A. Beberapa Difinisi Kebudayaan

• Ada banyak difinisi kebudayaan. A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn mencatat, sampai tahun 1950, menemukan 179 buah difinisi kebudayaan. Pemikirannya kemudian diterbitkan dalam buku berjudul: Culture,a critical Review of Concepts and Difinitions (1952).

(33)

29 • E.B.Taylor

Kebudayaan sebagai kompleks mencakup pengetahuan,kepercayaan, seni, moral hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yg didapatkan manusia sebagai warga masyarakat.

• Herkovits dan Malinowski

Kebudayaan super organik, yg hidup turun temurun dan terus menerus berkesinambungan walau anggota masyarakat silih berganti karena irama kematian dan kelahiran.

 R.Linton, 1947

Kebudayaan adalah konfigurasi tingka laku yang dipelajar dan hasil tingkah laku, yang unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggaota masyarakat tertentu.

• W.H. Kelly dan C. Kluckhon,

Kebudayaan adalah pola hidup yang tercipta dalam sejarah, yang eksplisit, implisit, rasional, irrasional dan non rasional yang terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yan gpotensial bagi tingkah laku manusia.

• Ariojono Sujono, .

Kebudayaan adalah keseuruhan hasil daya budi cipta, karya dan karsa manusia yang dipergunakan untuk memahami lingkungan, serta pengalamannya agar menjadi pedoman bagi tingkah lakunya, sesuai dengan unsur-unsur universal di dalamnya.

 Koentjaraningrat.

Kebudayaan itu adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yg harus dibiasakan dengan belajar,beserta dari keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu.

(34)

30 • Ki Hadjar Dewantara

Kebudayaan adalah buah budi manusia (jiwa yang masak dan cerdas dan mampu mencipta), atau hasil perjuangan hidup manusia yang kuat dan abadi yakni alam dan zaman.dan bisa mengatasi pengaruh alam dan zaman yang menyukarkan hidupnya lahir dan bathin dan memperbesar hasil hidupnya.

Dari beberapa difinisi kebudayaan tsb di atas dapat diketahui beberapa kesamaan, terkait dengan manusia dan kebudayaan: Bahwa kebudayaan hanya dimiliki oleh masyarakat manusia. Kebudayaan yang dimiliki manusia diturunkan melalui proses belajar dari tiap individu dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan merupakan pernyataan perasaan dan pikiran manusia. Kebudayaan meliputi seluruh eksistensi manusia, mencakup semua aspek kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat, sebagai hasil karya, rasa dan cipta manusia dalam masyarakat yg bertujuan meningkatkan mutu hidup dan kehidupan manusia dlm masyarakat.

Wujud dan Unsur Kebudayaan a. Wujud Kebudayaan

Ditinjau dari dimensi wujud, Kuncaraningrat (1981: 5 & Alfian (Ed):100), mengemukan tiga wujud kebudayaan:

1. Wujud kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya;

2. Wujud kebudayaan sebagai kompleks aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat;

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Ketiga wujud kebudayaan tersebut dalam kenyataan kehidupan sehari-hari tidak dapat dipisahkan dan dapat saling mempengaruhi. Hal ini dapat kita gunakan dua pendekatan:

(35)

31 Pendekatan dengan model idealisme/ideasional/kognisi dan pendekatan materialisme. Model ideasional/kognisi, mempunyai arti lapisan atas

(system budaya/ideology) mempengaruhi lapisan tengah dan lapisan bawah. Sedangkan pendekatan dengan model materialisme budaya mengandung arti bawa basis/lapisan bawah (benda budaya/artefak) mempengaruhi bangunan basis atas (system budaya/ideology).

Walaupun ketiga wujud kebudayaan tersebut dalam kenyataan kehidupan sehari-hari tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, tetapi untuk kepentingan analisis, dipandang perlu diadakan pemisahan secara tajam. b. Isi (unsur) Kebudayaan

Dalam menganalisa isi dari kebudayaan manusia pada umumnya ataupun isi dari suatu kebudayaan tertentu, sebaiknya kita mempergunakan konsep “unsur kebudayaan universal” (cultural universals), yaitu unsur-unsur yang ada dalam semua kebudayaan di seluruh dunia, baik pada masyrakat yang kecil, bersahaja, dan terisolasi, maupun yang besar dan kompleks.

Konsep unsur kebudayaan universal mula-mula dikemukakan oleh ahli antropologi bernama B. Malinoski, kemudian oleh G.P. Murdock dan C. Kluckhohn.

Dengan mengambil contoh konsepsi B. Malinowski, dengan beberapa perubahan, dalam semua kebudayaan di dunia ada 7 unsur universal, (Koentaraningrat dalam Alfian (ed), 1984 :101, yaitu:

(36)

32 1. Bahasa;

2. Sistem Teknologi;

3. Sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi; 4. Organisasi social;

5. Sistem pengetahuan; 6. Relegi; dan

7. Kesenian.

Urutan tersebut di atas mempunyai maksud tertentu, yaitu berdasarkan teori bahwa rupa-rupanya bahasa merupakan unsur kebudayaan yang paling dulu timbul dalam kebudayaan manusia.

Menurut Koentjaraningrat (1981) unsur-unsur kebudayaan universal ini merupakan unsur yang pasti bisa ditemukan disemua kebudayaan manusia di dunia.

Koentaraningrat mengemukakan susunan dari unsure-unsur kebudayaan yang berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Malinowski, sebagai berikut:

1. Sistem relegi dan upacara keagamaan; 2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan; 3. Sistem pengetahuan;

4. Bahasa; 5. Kesenian;

6. Sistem mata pencaharian hidup; 7. Sistem teknologi dan peralatan.

Susunan tersebut di atas menurut Koentaraningrat dibuat untuk menggambarkan unsur-unsur mana yang paling sukar berubah atau kena pengaruh

(37)

33 kebudayaan lain, dan mana yang paling mudah berubah atau diganti dengan unsure-unsur kebudayaan lain. Lebih lanjut dinyatakan bahwa urutan yang paling atas adalah unsur kebudayaan yang paling sukar berubah, makin ke bawah makin mudah berubah serta kena pengaruh unsur-unsur kebudayaan lain.

Apabila dimensi wujud dan unsur (isi) kebudayaan tersebut di atas dikombinasikan dalam suatu bagan, maka akan nampak dalam bagan sebagai berikut dibawah ini.

1 2 7 III II I 3 6 4 5

I. Sistem Budaya, 1 – 7 Unsur-unsur kebudayaan universal II. Sistem Sosial

III. Kebudayaan Fisik

Sistem Nilai Budaya

Dalam setiap kebudayaan terkandung nilai-nilai dan norma social yang merupakan factor pendorong bagi manusia untuk bertingkah laku dan mencapai kepuasan tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

(38)

34 Nilai merupakan ukuran sikap dan perasaan seseorang atau kelompok yang berhubungan keadaan baik-buruk, benar-salah atau suka-tidak suka terhadap suatu obyek baik material maupun non material.

Norma lebih banyak penekanannya sebagai peraturan-peraturan yang selalu disertai oleh sanki-sanksi yang merupakan factor pendorong bagi individu atau kelompok masyarakat untuk mencapai ukuiran nilai social tertentu yang dianggap terbaik untuk dilakukan. Alvin L. Bertrans mendifinisikan norma sebagai suatu standard-standard tingkah laku yang terdapat di dalam semua masyarakat (Abdulsyani, 1994 :49 & 54).

Norma-norma tersebut biasanya oleh masyarakat dinyatakan dalam bentuk-bentuk kebiasaan, tata kelakuan, dan adat-istiadat atau hukum adat. Pada awalnya norma terbentuk tidak sengaja, akan tetapi dalam proses social yang relatif lama, tumbuhlah berbagai aturan yang kemudian diakui bersama secara sadar, kekuatan daya ikat suatu norma tidak sama satu dengan lainnya ada yang lemah ada yang kuat sampai masyarakat tidak berani melanggarnya. Norma dimaksudkan agar dalam suatu masyarakat terjadi hubungan-hubungan yang lebih teratur antar manusia sebagaimana yang diharapkan bersama.

Untuk dapat membedakan kekuatan norma-norma tersebut, maka secara sosiologis dikenal ada empat (4) bagian norma-norma social, yaitu:

a. Cara berbuat (usage), mempunyai kekuatan sangat lemah dibandingkan norma yang lainnya.

b. Kebiasaan atau perbuatan yang berulang-ulang (folkways). Mempunyai daya pengikat yang lebih kuat disbanding usage.

(39)

35 c. Tata kelakuan (mores), adalah kebiasaan yang diakui oleh masyarakat sebagai norma pengatur dalam setiap berprilaku. Tata kelakuan lebih menunjukkan fungsi sebagai pengawas kelakuan oleh kelompok terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan ini mempunyai kekuatan pemaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatau; jika terjadi pelanggaran dapat dikenakan sanksi berupa pemaksaan terhadap pelanggarnya untuk kembali menyesuaikan diri dengan tata kelakuan umum sebagaimana telah digariskan.

d. Adat-istiadat (custom), adalah tata kelakuan yang berupa aturan-aturan yang mempunyai sanksi yang lebih lebih keras. Anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat, akan mendapatkan sanksi hukum, baik formal maupun informal. (Usman Pelly, 1997:55-56).

Secara difinitif Theodorson (dalam Usman Pelly & Asih Menanti, 1997) mengemukakan bahwa nilai merupakan suatu yang abstrak yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku.

C. Klukhohn mendifinisikan nilai budaya sebagai”…konsepsi umum yang terorganisir, yang mempengaruhi tingkah laku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan manusia dengan sesamanya, dan tentang hal-hal yang diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan antara orang dengan lingkungan dan sesama manusia”. (dalam Usman Pelly & Asih Menanti, 1997).

(40)

36 Koentjaraningrat (1981:25) mengemukakan suatu system nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Kerana itu, suatu system nilai budaya biasanya berfungsi sebagai peoman tertinggi bagi kelakuan manusia.

Itulah sebabnya nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhi dalam menentukan alternatif, cara-cara, dan tujuan dari perbuatannya.

Sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatannya lebih konkrit, seperti aturan-aturan khusus, hukum, dan norma-norma semuanya juga berpedoman pada system nilai budaya itu. Secara fungsional system nilai mendorong individu untuk berprilaku seperti apa yang telah ditentukan. Mereka percaya hanya dengan berprilaku seperti apa yang telah ditentukan mereka akan berhasil.

Yang perlu dikemukan dalam pembahasan ini adalah suatu system nilai budaya dalam kebudayaan mengatur masalah apa saja? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat diacu kerangka masalah yang dapat diterapkan secara universal untuk menganalisa semua semua system nilai budaya yang ada di dunia.

Kerangka itu pertama dikemukakan oleh seorang ahli antropologi C. Kluckhohn. Menurutnya semua system nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia, sebenarnya mengatur lima masalah pokok dalam kehidupan manusia. Kelima masalah pokok tersebut adalah:

1. Masalah hakekat dari hidup manusia (selanjutnya disingkat MH); 2. Masalah hakekat dari karya manusia (selanjutnya disingkat MK);

(41)

37 3. Masalah hakekat dari kedudukan manusia dalam rung dan waktu

(selanjutnya disingkat MW);

4. Masalah hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (selanjutnya disingkat MA);

5. Masalah hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya (selanjutnya disingkat MM).

Cara kebudayaan masing-masing kebudayaan di dunia itu mengkonsepsikan masalah universal ini dengan variasi yang berbeda-beda.

TEBEL

Kerangka Kluckhohn mengenai Lima Masalah Dasar Dalam Hidup Yang mennetukan Orientasi

Nilai Budaya Manusia No Masalah Dasar Dalam

Hidup

Orientasi Nilai Budaya

1 Hakekat Hidup (MH) Hidup itu buruk Hidup itu baik Hidup itu buruk ttp manusia wajib berusaha agar hidup menjadi baik 2 Hakekat Karya (MK) Karya untuk

hidup Karya untuk kedudukan, kehormatan, dsb Karya untuk menambah karya

3 Hakeka Waktu (MW) Masa Lalu Masa Kini Masa Depan 4 Hakekat Hubungan

Manusia dengan Alam (MA) Takluk pada Alam Menguasai Alam Selaras dengan Alam 5 Hakekat Hubungan Manusia dengan Sesamanya (MM) Orientasi Vertical Orientasi Horizontal Individualisme, menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri

(42)

38 B. Kebudayaan Nasional dan Kebudayaan Daerah

• Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, terdapat tiga golongan kebudayaan yang masing-masing mempunyai corak sendiri-sendiri. Ketiga golongan itu satu sama lain saling berbeda tetapi saling berkaitan merupakan satu kesatuan yang namanya kebudayaan Indonesia (Sudikan, 2001). Ketiga golongan kebudayaan tersebut adalah (1) kebudayaan suku bangsa (yang lebih dikenal secara umum di Indoensia dengan nama kebudaan daerah); (2) kebudayaan umum lokal dan (3) kebudayaan nasional.

Kebudayaan Daerah

• Suasana suku bangsa merupakan perwujudan dari kegiatan-kegiatan kehidupan dari para warga masyarakat suku bangsa yang berlandaskan pada pranata sosial yang bersumberkan pada kebudayaan suku bangsa. Suasana ini terwujud dalam kehidupan keluarga, kehidupan komunitas desa khususnya, hubungan-hubungan kekerabatan, dan dalam berbagai upacara dan ritual sosial dan keagamaan. Dalam interaksi sosial para pelakunya menggunkan identitas yang sesuai, yang berdasarkan atas sistem penggolongan sosial dan pranata yang ada dalam kebudayaan suku bangsanya. Inilah yang disebut kebudayaan daerah.

Kebudayaan Lokal

• Suasana umum lokal merupakan perwujudan dari kegiatan-kegiatan kehidupan dari para warga sesuatu bagian dari masayarakat yang masyarakatnya terdiri atas lebih dari satu suku bangsa, sehingga kegiatan-kegiatan kehidupan tersebut berlandaskan atas pranata-pranata sosial yang bersumberkan atas kebudayaan-kebudayaan suku bangsa yang berlaku setempat dan dalam beberapa juga dipengaruhi oleh kebudayan nasional. Suasana umum lokal yang terwujud ditempat-tempat umum, pasar, dan di tempat-tempat pergaulan terjadi. Suasana umum lokal dapat didominasi oleh salah satu kebudayaan suku bangsa yang ada setempat, tetapi dapat

(43)

39 juga merupkan hasil perpaduan dari berbagai unsur kebudayaan bangsa yang ada setempat tergantung pada corak hubungan kekuatan yang berlaku diantara suku-suku bangsa tersebut. Ini yang disebut kebudayaan lokal.

Kebudayaan Nasional

• Suasana nasional bisa terwujud dalam berbagai kegiatan-kegiatan pemerintah, sekolah, universitas, ABRI, dan berbagai kegiatan-kegiatan upacara yang bersifat nasional. Karena pada umumnya pusat dari pada kegiatan-kagiatan tersebut adanya di perkotaan dengan kota Jakarta menjadi pusatnya karena kedudukannya sebagai ibu kota Negara Indonesia, maka suasana nasional biasanya juga lebih terwujud diperkotaan dari pada di pedesaan. Dalam suasana nasional, identitas yang digunakan oleh para pelakunya dalam interaksi adalah bersumber pada sistem penggolongan dan pranata yang ada dalam kebuadayaan nasional.

C. Local Genius atau Kearifan Lokal dan Peradaban

• Istilah yang kini lebih dikenal dengan “kearifan lokal”, berasal dari istilah asing local genius. Istilah local genius pertama kali diperkenalkan oleh Dr. H.G. Quaritch Wales (1948), dalam bukunya The Making of Greater India: A Study in South- East Asia Culture Change. Istilah local genius dipergunakan untuk menyebut unsur-unsur kebudayaan asli (pribumi) dalam proses akulturasi dengan kebudayaan India. (Poespowardojo, 1986: 30; Muljana, 2006: 232). Dari lokal genius, muncul beberapa istilah dalam bahasa Indonesia, seperti “keperibadian kebudayaan lokal” (Muntardjito, 1986), “cerlang budaya” (Ayatrohaedi, 1986), yang umum digunakan sekarang adalah “kearifan lokal”.

• Kearifan lokal (local genius) adalah unsur-unsur budaya atau ciri-ciri tradisional yang mampu bertahan dan bahkan memiliki kemampuan untuk mengakomodasikan unsur-unsur budaya dari luar serta

(44)

40 mengintegrasikannya dalam kebudayaan asli (Poespowardojo, 1986). Kearifan lokal (local genius) Bali adalah unsur-unsur budaya Bali atau ciri-ciri tradisional Bali yang mampu bertahan dan bahkan memiliki kemampuan untuk mengakomodasikan unsur-unsur budaya dari luar serta mengintegrasikannya dalam kebudayaan asli. Contoh kearifal lokal atau lokal genius Bali seperti satya, tri hita karana, paras paros.

Peradaban

• Koentjaraningrat (1974:10) mengemukakan bahwa istilah peradaban biasanya diperguakan untuk bagian-bagian dan unsur-unsur kebudayaan yang halus, dan indah seperti kesenian, ilmu pengetahuan, sopan santun dan sistem pergaulan yang kompleks dalam satu masyarakat dengan struktur yang kompleks. Sering kali peradaban dipergunakan untuk menyebut sistem teknologi seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa peradaban, relatif lebih sulit berubah dibandingkan kebudayaan. Contoh: manusia berpakaian, memiliki rumah, berkeluarga sesuai norma yang berlaku, sedangkan cara berkaian, tipe rumah, dapat disebut sebagai kebudayaan.

Bahan Bacaan :

1. Alisyahbana, S. Takdir, 1977. Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia. Dilihat dari Jurusan Nilai-nilai. Jakarta, Idayu Press.

2. Alfian. 1984. ”Persepsi Tentang Kebudayaan Nasional”, dalam Alfian (Ed), Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan. Jakarta : Gramedia 3. Achmad Ali, 2002. Menguak Tabir Hukum. Gunung Agung, Jakarta. 4. Apeldoorn, L.J van, 1981. Pengantar Ilmu Hukum. Yakarta, Pradnya

Paramita.

5. Artadi, I Ketut, 2006. Hukum dalam Perspektif Kebudayaan. Denpasar, Pustaka bali Post.

(45)

41 6. Satjipto Raharjo, 1979. Hukum dan Perubahan Sosial. Suatu Tinjauan

Teoritis serta Pengalaman-Pengalaman di Indonesia. Alumni, Bandung. 7. Soerjono Soekanto, 2005. Faktor-faktor yang Mempenaruhi Penegakan

Hukum. Jakarta, RajaGrafindo Persada.

8. Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah. 1982. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat. Jakarta : Rajawali.

Pertemuan IX : Tutorial 5

Wujud Kebudayaan, Unsur-Unsur Kebudayaan, Sistem Nilai dan Budaya Study Task

1. Kajilah dengan contoh bahwa ketujuh unsur kebudayaan mengandung ketiga wujud kebudayaan.

2. Jelaskan perbedaan nilai dengan norma, jelaskan pula macam-macam norma dari sudut pandang sosiologis..

3. Dalam perjudian di Bali, khususnya sabungan ayam (tajen), dikenal adanya istilah-istilah seperti “cok”, “gasal”, “pada baret”. Jelaskan hal ini dari sudut kebudayaan.

4. Hubungkan kerangka Kluckhon mengenai masalah dasar dalam hidup manusia dengan konsepsi Tri Hita Karana

5. Ada “tri hita karana”, “desa pakraman”, “satya”, “eda ngaden awak bisa”. Jelaskan istilah-istilah tersebut dari sudut kearfan lokal (local genius) Bali?

Pertemuan X : Tutorial 6

Kebudayaan Nasional dan Peradaban Discussion Task - Study Task

Dalam temu wirasa Gubernur Bali, Mangku Pastika di Kabupaten Bangli bulan Desember 2009 terungkap bahwa banyak warga desa pakraman yang stress. Salah satu penyebabnya adalah beban adat yang berat, dan adanya berbagai

(46)

42 ketentuan awig-awig dan pararem desa pakraman yang cendrung sangat ketat mengikat warganya dengan berbagai kewajiban terhadap desa pakraman. Kecendrungan akan banyaknya warga masyarakat yang stress dapat diketahui dari pasien yang menghuni rumah sakit jiwa di Bangli dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Dilain pihak, ada yang mengatakan bahwa desa pakraman sebagai komunitas lokal di Bali adalah salah satu local genius yang dapat berfungsi sebagai benteng terakhir untuk melestarikan kebudayaan Bali.

Topik Diskusi

1. Apakah awig-awig dan pararem dapat disebut kebudayaan? 2. Mungkinkan desa pakraman dapat melestarikan kebudayaan Bali?

3. Bagaimanakah komentar Anda terhadap pendapat Sutan Takdir Alisyahbana tentang kebudayaan dilihat dari sudut nilai?

(47)

43

Pertemuan XI : Perkuliahan 4

Budaya Hukum Sebagai Unsur Dalam Sistem Hukum A. Pengertian Budaya Hukum

B. Type Budaya Hukum

C. Kesadaran Hukum Sebagai Bagian Dari Budaya Hukum D. Syarat-Syarat Efektifnya Hukum

A. Pengertian Budaya Hukum

Dewasa ini kajian tenatng hukum telah berkembang dengan pesat. Berbagai perspektif tentang hukum yang digunakan oleh para pengkaji hukum menambah suburnya perkembangan hukum itu sendiri. Salah satu perspektif yang mulai dikembangkan dewasa ini adalah hukum dalam perspektif budaya. Dalam perspektif ini hukum tidak saja dilihat sebagai bagian dari kebudayaan, tetapi hukum itu sendiri mengandung suatu komponen budaya yang disebut budaya hukum (legal culture).

Apabila suatu masyarakat kita perhatikan akan nampak walaupun sifat-sifat individu berbeda-beda, namun para para warga secara keseluruhan akan memberikan reaksi yang sama terhadap gejala-gejala tertentu. Dengan adanya reaksi yang sama itu maka mereka memiliki sikap yang umum sama. Hal-hal yang merupakan milik bersama itu dalam antropologi budaya dinamakan kebudayaan (T.O. Ihromi, 1986:13)

Budaya hukum bukanlah merupakan budaya pribadi, melainkan budaya menyeluruh dari masyarakat tertentu sebagai suatu kesatuan sikap dan prilaku. Oleh karenanya dalam membicarakan budaya hukum tidak terlepas dari keadaan masyarakat yang mengandung budaya hukum itu. Misalnya bagaimana tentang

(48)

44 sikap prilaku dan tanggapan masyarakat tertentu terhadap sikap prilaku dan pandangan masyarakat lain. Tanggapan yang sama itu dapat bersifat menerima atau menolak budaya hukum lain, begitu pula halnya terhadap norma-norma hukum sendiri yang dikehendaki berlaku.

Sebelum diperkenalkan budaya hukum, sarjana hukum mengadakan wacana mengenai hukum dengan terfokus hanya pada pengertian hukum sebagai aturan-aturan, norma-norma, dan asas-asas. Mereka seolah-olah tidak menyadari bahwa kenyataan social mempunyai pengaruh besar terhadap “beroperasinya” hukum dalam kehidupan sehari-hari. Mereka beranggapan bahwa tidak ada perbedaan antara apa yang terumus dalam hukum dengan institusi-institusi dan perilaku-perilaku orang dalam menyikapi aturan-aturan dan norma-norma tersebut.

Untuk dapat melakukan kajian yang holistic tentang hukum dan kenyataan social, diperlukan suatu pendekatan empiris yang memungkinkan untuk dapat dilakukan pengamatan terhadap beroperasinya hukum. Untuk itu hukum harus dipandang sebagai suatu system yang terdiri dari tiga komponen. Menurut Friedman (1975) (ahli sosiologi hukum yang pertama kali mengemukakan konsep budaya hukum), komponen tersebut adalah: legal structure/komponen struktural (institusi atau penegak hukum), seperti Polisi, Hakim, Jaksa, pengacara, dan sebagainya; legal substantive/komponen substantif (aturan-aturan, dan norma-norma); dan legal culture/budaya hukum, meliputi ide-ide, sikap-sikap, kepercayaan, nilai-nilai, harapan, dan pandangan tentang hukum. (Sulistyowati Irianto, dalam Masinambow (Ed), 2000: 70; Hanitijo Soemitro, 1984: 10)

(49)

45 Pendapat friedman kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh beberapa sarjana seperti Daniel S. Lev, dan khusus untuk Indonesia konsep tersebut dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo bersamaam dengan usaha pengembangan studi hukum dan masyarakat.

Budaya hukum ini oleh Friedman disebut dengan “bensinnya motor keadilan” yang selanjutnya dirumuskan sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang memberikan pengaruh positif dan negatif kepada tingkah laku yang berkaitan dengan hukum. Demikian juga kesenangan dan ketidak senangan berperkara adalah bagian dari budaya hukum.

Dengan demikian mengacu dari pendapat Friedman apa yang dimaksud dengan budaya hukum adalah: keseluruhan sikap masyarakat dan system nilai yang ada pada masyarakat yang akan menentukan bagaimana seharusnya hukum

itu berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Atau keseluruhan factor-faktor

yang menentukan bagaimana system hukum memperoleh tempat yang sesuai dan dapat diterima di dalam kerangka budaya masyarakat (Ronny Hanitijo Soemitro, 1984:10). Atau menurut Hilman Hadikusuma (1986:52) adalah: tanggapan yang bersifat penerimaan atau penolakan terhadap suatu peristiwa hukum. Ia

merupakan sikap dan prilaku manusia terhadap masalah hukum yang terbawa ke dalam masyarakat. Oleh karena system hukum itu merupakan hubungan yang berkaitan di antara manusia, masyarakat, kekuasaan, dan aturan-aturan, maka titik perhatian dalam hal ini adalah prilaku manusia yang terlibat dalam peristiwa hukum. Kaitan antara prilaku hukum manusia dengan budaya hukumnya terletak

Referensi

Dokumen terkait

Kekayaan temuan artefak emas asal Kawasan Percandian Muarajambi merupakan bukti bahwa kawasan ini pernah menjadi bagian penting dalam interaksi budaya dan perkembangan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran, solusi, dan juga referensi khususnya bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai pengaruh

Namun, masih saja banyak yang melakukan penyimpangan dengan mengikuti nilai yang dianggap tidak baik tersebut.Hal ini lah yang mendasari seorang manusia melakukan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap database server pada Katalog Induk Terpasang Perpustakaan UGM, maka teknik pengindeksan dengan teknik pengindeksan bahasa

Bagi Warga Jemaat yang membutuhkan Pelayanan Khusus atau berkeinginan terlibat dalam kegiatan Sektor, Ibadah Rutin dapat menghubungi Koordinator Sektor masing

Perancangan layout yang digunakan yaitu untuk mendesain program delphi yang digunakan untuk menampilkan suhu dari arduino. Digunakan beberapa komponen penting pada

Dengan nilai iradiasi yang bervariasi, sistem dengan MPPT menggunakan metode yang diusulkan dapat memberikan daya keluaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem

Parameter yang diamati adalah pertumbuhan dan hasil nilam (tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, berat basah, kadar minyak dan nilai PA ( Patchouli alcohol ) dan