• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PERIZINAN BIDANG SUMBER DAYA AIR PASCA

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NOMOR 85/PUU-XI/2013

ATAS UJI MATERI UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004

TENTANG SUMBER DAYA AIR

(Bagian 1)

Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT.

Air merupakan zat yang paling essensial dibutuhkan dalam setiap aspek kehidupan manusia. Tantangan yang dihadapi pada masa sekarang dalam pengelolaan sumber daya air semakin kompleks, peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan industri, pertanian, peternakan, eksploitasi, peningkatan kebutuhan energi listrik, pencemaran lingkungan sumber air, dan sebagainya.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan air untuk kebutuhan sehari-hari (domestik) akan meningkat, berdasarkan Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU, 1996. Analisis sektor domestik yang merupakan aspek penting dalam menganalisis kebutuhan penyediaan di masa mendatang. Analisis ini dilaksanakan dengan dasar analisis pertumbuhan penduduk pada wilayah yang direncanakan. Kebutuhan air domestik untuk konsumsi Unit Sambungan Rumah (SR) kota dibagi dalam beberapa kategori, yaitu : ™ Kota kategori I (Metropolitan) lebih dari 150 liter/ orang/ hari, Kota kategori II (Kota Besar) 150 – 200 liter/ orang/ hari, Kota kategori III (Kota Sedang) 90 – 120 liter/ orang/ hari, Kota kategori IV (Kota Kecil) 80 – 120 liter/ orang/ hari, Kota kategori V (Desa) 60 – 80 liter/ orang/ hari.

Pertumbuhan sektor industri yang meningkat otomatis juga menambah kebutuhan air terutama untuk proses industri. Berkembangnya kawasan-kawasan industri tentunya memerlukan perencanaan khusus terhadap sistem penyediaan air bersihnya, apalagi bila lokasi sumber air jauh dari lokasi kawasan, hal ini perlu pemikiran yang matang agar penyediaan air bersih untuk industri tidak mengganggu terhadap penyediaan air bersih bagi penduduk sekitarnya.

Pengembangan kawasan pertanian, juga memerlukan kajian tersendiri agar kebutuhan air untuk irigasinya terpenuhi, karena pertanian juga merupakan sektor penting yang perlu diperhatikan agar ketahanan pangan suatu Negara dapat terjamin.

Demikian pula peternakan, tentu juga memerlukan air bersih untuk operasional sehari-harinya. Lokasi peternakan dalam perencanaannya harus sudah difikirkan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Manajemen lokasi peternakan ditata sedemikian rupa jauh dari pemukiman penduduk agar dalam pengelolaannya tidak mengganggu satu sama lain, terutama pada kebutuhan air bersihnya yang terkadang menimbulkan konflik sosial.

Negara kita kaya akan sungai – sungai yang mengalir di gunung – gunung dan lembah. Bagaimana mengelola potensi energi air yang dapat dihasilkan dari aliran air

(2)

pada dataran tinggi dan membaginya bagi keperluan air di tengah dan hilir ini menjadi tantangan tersendiri dalam mengoptimalkan ketersediaan air untuk berbagai kebutuhan dalam suatu wilayah. Pada daerah hulu air dapat dimanfaatkan energinya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air dengan memanfaatkan beda tinggi untuk menggerakkan turbin dan generator untuk menghasilkan energi listrik, setelah diambil manfaatnya di hilir power house dapat dibuat bending atau waduk yang airnya dapat digunakan untuk keperluan irigasi. Untuk yang di hilir power house tidak terdapat areal pertanian air dapat langsung dialirkan ke Sistem Pengolahan Air (Water Treatment Plan) sehingga air bersih dari power house ini dapat bermanfaat sebagai air bersih bagi wilayah sekitarnya, jadi tak ada air yang terbuang percuma/ sia-sia.

Permasalahan yang paling sulit di masa sekarang ini adalah pencemaran air. Kesadaran manusia untuk menjaga sumber – sumber air masih sangat rendah. Di hulu sungai air masih bersih, bahkan air ini menjadi sumber air baku untuk memasak dan air minum, akan tetapi mempertahankan kualitas air di hulu ini agar tetap terjaga kualitasnya sampai sungai bagian tengah sekarang ini sangat sulit. Perlu perhatian dan kesadaran bersama untuk menjaganya, selain mesti dibuat peraturan yang menjadi dasar hukum untuk melindungi dan mengelolanya.

Atas dasar itu semua maka dalam pengelolaan air Pemerintah membuat peraturan perundangan tentang sumber daya air. Beberapa waktu lalu telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi dengan putusan Nomor 85/PUU-XI/2013 atas uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang dalam isinya diputuskan antara lain sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak memiliki kekuatan hukum mengikat; dan

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan berlaku kembali.

Hulu Sungai Cihara di Kabupaten Lebak Banten

(3)

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 atas uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, maka diberlakukan kembali Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. Terdapat beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi, terutama terkait pada pengelolaan air dengan mempergunakan instrumen PEMBERIAN HAK GUNA AIR, PENGUSAHAAN AIR, PEMBIAYAAN dan GUGATAN. Pada Pasal 6, 7, 8, 9, dan 10 ; Pengelolaan air dengan mempergunakan instrumen PEMBERIAN HAK GUNA AIR. Pasal-Pasal tersebut dianggap mengandung muatan yang memposisikan bahwa penggunaan air condong untuk kepentingan komersial dan menghilangkan tanggung jawab negara dalam pemenuhan kebutuhan air. Pasal 26, 29, 45, 46, 48, dan 49 ; Pendayagunaan sumber daya air, termasuk PENGUSAHAAN AIR.Pasal-Pasal tersebut dianggap mengandung muatan penguasaan dan monopoli sumber-sumber air yang dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan memicu konflik horizontal. (konflik antar wilayah sungai).Pasal 80 ; PEMBIAYAAN. Pengenaan Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) dianggap mengandung muatan komersialisasi air, dan Pasal 90, 91, dan 92 ; GUGATAN masyarakat dan organisasi. Pemohon menganggap muatan pasal tersebut bersifat diskriminatif karena masyarakat yang dirugikan hanya dapat mengajukan gugatan melalui gugatan perwakilan sehingga menurut pemohon terdapat derogasi dan limitasi hak setiap orang.

Tentunya dengan demikian maka pengaturan tentang ijin pengusahaan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya air perlu ditinjau ulang dan segera dibuat peraturan penggantinya. Dalam Peraturan yang baru sesuai dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi Pengelolaan Sumber Daya Air harus memenuhi 6 Prinsip Dasar Batasan Pengelolaan SDA:

1. Pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air;

2. Negara harus memenuhi hak rakyat atas air. Akses terhadap air adalah salah satu hak asasi tersendiri;

3. Kelestarian lingkungan hidup, sebagai salah satu hak asasi manusia, sesuai dengan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945;

4. Pengawasan dan pengendalian oleh negara atas air sifatnya mutlak;

5. Prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah; dan

6. Pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.

(4)

Untuk ini Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat segera mengambil langkah-langkah untuk mengatasi hal ini dengan menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 37/PRT/M/2015 tentang Izin Penggunaan Air dan/atau Sumber Air. Adapun Pokok – Pokok Pengaturan dalam peraturan ini antara lain adalah:

a. tata cara perolehan izin, perubahan izin, dan perpanjangan izin penggunaan sumber daya air;

b. tata cara perolehan izin, perubahan izin, dan perpanjangan izin pengusahaan sumber daya air;

c. tata cara pencabutan izin penggunaan sumber daya air atau pengusahaan sumber daya air; dan

d. pengawasan pelaksanaan izin penggunaan sumber daya air atau pengusahaan sumber daya air.

Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemohon dan pemberi izin dalam proses perizinan penggunaan air dan/atau sumber air untuk kegiatan usaha. Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan izin penggunaan air dan/atau sumber air untuk kegiatan usaha.

Dalam Peraturan Menteri ini, izin penggunaan air dan/atau sumber air untuk kegiatan usaha, selanjutnya disebut izin penggunaan sumber daya air harus dimiliki oleh instansi pemerintah, badan hukum, badan sosial, atau perseorangan yang menggunakan air, sumber air, dan daya air untuk kegiatan usaha.

Izin penggunaan sumber daya air dikecualikan bagi penggunaan sumber daya air untuk:

a. memenuhi keperluan pokok kehidupan sehari-hari dan/atau untuk hewan peliharaan (antara lain keperluan untuk minum, masak, mandi, dan peribadatan).

b. irigasi bagi pertanian rakyat (budidaya pertanian yang meliputi pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan yang dikelola oleh rakyat dengan luas tertentu yang kebutuhan airnya tidak lebih dari 2 (dua) liter per detik per kepala keluarga) dalam sistem irigasi yang sudah ada.

Adapun urutan prioritas dalam pemberian izin penggunaan air dan/atau sumber air adalah sebagai berikut:

1. pemenuhan keperluan pokok kehidupan sehari-hari yang penggunaannya dalam jumlah besar pada satu titik pengambilan;

(5)

2. pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada;

3. penggunaan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui kegiatan usaha sistem penyediaan Air minum;

4. kegiatan bukan usaha; dan

5. penggunaan sumber daya air untuk kegiatan usaha lainnya.

Dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 37/PRT/M/2015 ini, izin penggunaan sumber daya air diperuntukkan bagi:

a. air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan lainnya; dan b. air laut yang berada di darat.

Izin penggunaan sumber daya air untuk air permukaan, dapat diberikan untuk jenis kegiatan:

a. pemenuhan air irigasi oleh petani atau kelompok petani untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada;

b. penyediaan air bersih atau air minum oleh instansi pemerintah, badan hukum, badan sosial, atau perseorangan yang menggunakan sumber daya air;

c. penggunaan sumber daya air untuk pembangkit listrik;

d. pemanfaatan ruang sumber air untuk kegiatan konstruksi antara lain jembatan, bendungan, bendung, tanggul, dermaga, jaringan atau rentangan pipa air minum, jaringan kabel listrik, dan prasarana sumber daya air;

e. pemanfaatan bantaran dan/atau sempadan sungai untuk kegiatan konstruksi antara lain jembatan, dermaga, jaringan atau rentangan pipa air minum, jaringan kabel listrik, dan prasarana sumber daya air;

f. pemanfaatan sempadan danau dan badan danau untuk kegiatan konstruksi antara lain dermaga, jaringan atau rentangan pipa air minum, jaringan kabel listrik, dan prasarana sumber daya air;

g. penggunaan sumber daya air untuk kegiatan usaha perkebunan, kegiatan usaha peternakan, dan budidaya perikanan;

h. wisata atau olahraga air;

i. pemanfaatan sumber daya air untuk kepentingan penelitian, pengembangan dan pendidikan;

j. penggunaan sumber daya air untuk industri; atau

k. pemakaian air untuk eksplorasi dan eksploitasi komoditas tambang.

Izin penggunaan sumber daya air untuk air laut yang berada di darat, diberikan antara lain untuk kegiatan penggunaan sumber daya air untuk usaha tambak, air minum, dan

(6)

sistem pendinginan mesin, dan pemenuhan air irigasi untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.

Izin penggunaan sumber daya air, sesuai dengan kewenangannya diberikan oleh: a. Menteri untuk memperoleh dan menggunakan sumber daya air pada wilayah sungai

lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; b. gubernur untuk memperoleh dan menggunakan sumber daya air pada Wilayah

Sungai lintas kabupaten/kota; atau

c. bupati/walikota untuk memperoleh dan menggunakan sumber daya air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/kota.

Daftar Pustaka :

1. Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU, 1996.

2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 37/PRT/M/2015. 3. Bahan Sosialisasi Peraturan Menteri PUPR Nomor 37/PRT/M/2015.

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran ketebalan tulang kortikal terdiri dari 5 tahapan yaitu ekstraksi fitur menggunakan multiscale line operator dan gradient orientation analysis pada citra

Tata laksana pembangunan infrastruktur bidang cipta karya di Kabupaten Karangasem di koordinasikan oleh Bappelitbangda Kabupaten Karangasem dalam perannya sebagai

c. pertemuan ketiga fokus kepada kegiatan mengomunikasikan.. Mengembangkan rencana penilaian yang mencakup penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai

Modul IPA Terpadu terintegrasi ayat-ayat Al- Qur’an pada materi tata surya yang dikembangkan dinilai sangat menarik untuk dijadikan bahan ajar, penilaian tersebut diperoleh

Gambar IV.28 Tentara Jepang dan Mock up topi tentara Jepang Sumber : Adegan dalam film “Soegija” oleh Garin Nugroho dan Dokumen Pribadi. Gambar IV.29 Para pemuda dan Mock up peci

Selain itu penggunaan zeolit alam sebagai material pengemban dapat berperan sebagai katalis asam heterogen pada reaksi esterifikasi FFA dalam pembuatan biodiesel, sehingga

Nilai koefisien regresi yang positif pada promosi menunjukkan bahwa semakin konsumen memberi penilaian yang baik terhadap promosi maka akan menyebabkan tingkat keputusan pembelian

Tujuan melakukan ini dan ada dua: untuk meningkatkan keadaan seni dalam sistem pengembangan dengan menggunakan bahasa yang lebih maju, dan untuk menantang kedua