• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI MENYUSUN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN COOKIES UNTUK SKALA LABORATORIUM DI PT ARNOTT S INDONESIA, BEKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI MENYUSUN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN COOKIES UNTUK SKALA LABORATORIUM DI PT ARNOTT S INDONESIA, BEKASI"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

MENYUSUN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN COOKIES UNTUK SKALA LABORATORIUM

DI PT ARNOTT’S INDONESIA, BEKASI

Oleh

IDHAM AFFANDI F24103056

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

MAgr dan Ir. Natalia Sinta Dewi

ABSTRAK

Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies untuk skala laboratorium dibutuhkan oleh Departemen Penelitian dan Pengembangan (Research and Development Department) PT Arnott’s Indonesia sebagai alat bantu untuk melakukan pengembangan, baik dari segi ingredient maupun proses. Pengembangan ingredient diantaranya adalah formulasi, jenis tepung, flavour, dan sebagainya. Saat ini belum tersedia SOP pembuatan cookies untuk skala laboratorium.

SOP pembuatan cookies skala laboratorium merupakan simulasi dari kondisi pembuatan cookies di dalam proses produksi dari mulai menimbang sampai produk dikemas (packing). Agar hasil produk cookies yang diperoleh di skala laboratorium sama dengan hasil produk cookies di skala proses produksi.

Tujuan penelitian ini adalah membuat Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies untuk skala laboratorium sebagai acuan internal Departemen Penelitian dan Pengembangan, PT Arnott’s Indonesia untuk mengembangkan produk baru khususnya dalam skala laboratorium sebelum memasuki skala produksi.

Metode yang digunakan untuk penyusunan SOP pembuatan cookies untuk skala laboratorium adalah (1) mempelajari SOP skala laboratorium, (2) mempelajari proses pembuatan cookies skala laboratorium yang dilakukan, (3) studi pustaka, (4) diskusi basis penetapan variabel proses, (5) uji coba pada berbagai variabel proses, (6) evaluasi mutu cookies untuk menetapkan variabel proses terpilih, (7) penyusunan draft SOP, (8) uji coba SOP untuk membuat cookies, (9) evaluasi kemudahan pemahaman SOP oleh karyawan R&D, (10) perbaikan SOP, dan (11) uji coba untuk pemilihan flavour.

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan cookies adalah shortening, emulsifier, gula halus, garam, dekstrosa, natrium bikarbonat, ammonium bikarbonat, air, tepung terigu lunak, dan kemasan metalize. Serta alat- alat yang digunakan untuk pembuatan cookies adalah timbangan elektrik, timbangan analitik, varymixer, microwave tipe double heating, sealer, sendok, plastik rolling, roller, sudip, molder lingkaran, loyang lingkaran, dan solet.

SOP pembuatan cookies untuk skala laboratorium diperoleh waktu dan kecepatan mixing dengan tahap pertama dan kedua selama 1 menit speed low dan 5 menit speed high dan mixing tahap ketiga selama 6 menit dengan speed low dengan menggunakan varymixer, relaksasi (standing time) selama 15 menit, tahapan baking dengan mengatur suhu dan lama waktu baking dengan tahap pertama suhu 1800C selama 2 menit dan tahap kedua suhu 1600C selama 4 menit dengan menggunakan microwave tipe double heating, dan waktu cooling time selama 10 menit.

(3)

MENYUSUN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN COOKIES UNTUK SKALA LABORATORIUM

DI PT ARNOTT’S INDONESIA, BEKASI

Oleh

IDHAM AFFANDI F24103056

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)

MENYUSUN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN COOKIES UNTUK SKALA LABORATORIUM

DI PT ARNOTT’S INDONESIA, BEKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

IDHAM AFFANDI F24103056

Dilahirkan pada tanggal 7 September 1984 Di Jakarta

Tanggal lulus: Agustus 2007 Menyetujui,

Bogor, Agustus 2007

Tjahja Muhandri, STP, MT Prof.Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M. Agr Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Natalia Sinta Dewi Pembimbing Lapang

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Menyusun Standard Operating Procedure (SOP) Pembuatan Cookies Untuk Skala Laboratorium di PT Arnott’s Indonesia, Bekasi” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis berterima kasih kepada Tjahja Muhandri, STP, MT dan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik I dan II dan Ir. Natalia Sinta Dewi sebagai pembimbing lapang di PT Arnott’s Indonesia, atas kebaikan dan kesediaannya dalam mengarahkan dan memotivasi penulis selama penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk masa depan.

Bogor, Agustus 2007

(6)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 September 1984 dari ayah Arfandy Harwin dan ibu Susan Andriani. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Ciputat pada tahun 2003 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis masuk di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Kimia dan Biologi TPB tahun ajaran 2005/2006 serta staf pengajar bimbingan belajar tingkat SLTP dan SMA selama mengikuti perkuliahan. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti organisasi yaitu Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Teknologi Pertanian (2005-2006), Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (HMPPI) (2005-2006) dan menjadi panitia beberapa acara, antara lain Bedah Buku “Penyebab Amalan Rusak”.

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, penulis melakukan magang dengan judul “Menyusun Standard Operating Procedure (SOP) Pembuatan Cookies Untuk Skala Laboratorium di PT Arnott’s Indonesia, Bekasi”.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………...………..iv

KATA PENGANTAR ………...……….…………...…..v

RIWAYAT HIDUP……….………..….………..…….vi

DAFTAR ISI ……….………...……….……...………vii

DAFTAR TABEL ……….……...………....………... viii

DAFTAR GAMBAR ………...………...………….………..ix

DAFTAR LAMPIRAN………...…………...……….…………..x

I. PENDAHULUAN………...……….………....…….1

A. Latar Belakang ………....…………...…...…………...1

B. Tujuan..……...………...…...2

C. Manfaat………...………...………..………...2

II. TINJAUAN PUSTAKA ………...………...3

A. Standard Operating Procedure (SOP)………..…..………..…3

B. Uji Sensori………...……...……..………6

C. Cookies………...…………...………...7

IV. METODOLOGI PENELITIAN ………..…..………...11

A. Deskripsi Magang………...11

B. Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Pembuatan Cookies untuk Skala Laboratorium ………...….13

C. Bahan dan Alat………...15

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………...…...16

A. Tinjauan Umum Perusahaan………...16

B. Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Pembuatan Cookies untuk Skala Laboratorium…...19

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………...30

A. Kesimpulan ………....………....…...…...39

B. Saran………....………...…...39

DAFTAR PUSTAKA ………...…...41

(8)

Halaman Gambar 1. Diagram alir penyusunan Standard Operating Procedure (SOP)

untuk skala laboratorium ……... 20 Gambar 2. Draft Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies

untuk skala laboratorium dengan microwave triple heating………....25 Gambar 3. Hasil perbaikan draft Standard Operating Procedure (SOP)

pembuatan cookies untuk skala laboratorium dengan microwave triple heating………...….26 Gambar 4. Diagram alir proses produksi cookies di PT Arnott’s Indonesia...27 Gambar 5. Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies untuk

skala laboratorium dengan microwave tipe double heating…...32 Gambar 6. Grafik intensitas flavour vanilla disimpan pada suhu 300, 400,

dan 500 C selama 2 minggu…………...………....……….34 Gambar 7. Grafik intensitas flavour susu disimpan pada suhu 300 ,400,

dan500selama 2 minggu………...…....….………….35 Gambar 8. Grafik intensitas flavour telur disimpan pada suhu 300,400,

dan 500selama 2 minggu………...……….36 Gambar 9. Grafik intensitas flavour butter disimpan pada suhu 300, 400,

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Syarat Mutu Biskuit SNI 01-2973-1992. ……...…...8 Tabel 2. Formula pembuatan baru cookies …...…...21 Tabel 3. Evaluasi mutu cookies untuk menetapkan variabel suhu dan lama waktu

baking yang terpilih dengan menggunakan microwave jenis triple

heating...………...23 Tabel 4. Evaluasi mutu cookies untuk menetapkan variabel suhu dan lama waktu

baking yang terpilih dengan menggunakan microwave jenis double

(10)

Halaman Lampiran 1. Bentuk kuesioner screening flavour vanilla………...42 Lampiran 2. Hasil intensitas flavour vanilla dalam cookies disimpan dalam

suhu 300C selama 2 minggu ...43 Lampiran 3. Hasil intensitas flavour vanilla dalam cookies disimpan dalam

suhu 400C selama 2 minggu ...44 Lampiran 4. Hasil intensitas flavour vanilla dalam cookies disimpan dalam

suhu 500C selama 2 minggu ...45 Lampiran 5. Hasil intensitas flavour susu dalam cookies disimpan dalam

suhu 300C selama 2 minggu ...46 Lampiran 6. Hasil intensitas flavour susu dalam cookies disimpan dalam

suhu 400C selama 2 minggu ...47 Lampiran 7. Hasil intensitas flavour susu dalam cookies disimpan dalam

suhu 500C selama 2 minggu ...48 Lampiran 8. Hasil intensitas flavour telur dalam cookies disimpan dalam

suhu 300C selama 2 minggu ...49 Lampiran 9. Hasil intensitas flavour telur dalam cookies disimpan dalam

suhu 400C selama 2 minggu ...50 Lampiran 10. Hasil intensitas flavour telur dalam cookies disimpan dalam

suhu 500C selama 2 minggu ...51 Lampiran 11. Hasil intensitas flavour butter dalam cookies disimpan dalam

suhu 300C selama 2 minggu ...52 Lampiran 12. Hasil intensitas flavour butter dalam cookies disimpan dalam

suhu 400C selama 2 minggu ...53 Lampiran 13. Hasil intensitas flavour butter dalam cookies disimpan dalam

(11)

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Standard Operating Procedure (SOP) merupakan dokumen tingkat kedua dalam struktur dokumentasi setelah manual mutu (quality manual). Menurut Priyadi (1996), prosedur adalah cara tertulis yang ditentukan untuk melaksanakan suatu kegiatan oleh bagian atau personel. Penggunaan SOP bertujuan untuk mengatur aliran kegiatan tertentu oleh bagian atau personil. Oleh sebab itu, SOP dibutuhkan untuk membantu aktifitas organisasi atau kerja dalam suatu industri.

Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies untuk skala laboratorium dibutuhkan oleh Departemen Penelitian dan Pengembangan (Research and Development Department) PT Arnott’s Indonesia sebagai alat bantu untuk melakukan pengembangan, baik dari segi ingredient maupun proses. Pengembangan ingredient diantaranya adalah formulasi, jenis tepung, flavour, dan sebagainya. Saat ini belum tersedia SOP pembuatan cookies untuk skala laboratorium.

Penyusunan SOP harus jelas, singkat, sistematis, menggunakan bahasa sehari-hari, mudah dimengerti, tidak bermakna ganda, mempunyai urutan dan teknis, urutan prosesnya logis, rujukan penanggung jawab ditujukan kepada jabatan, dan penggunaan diagram alir untuk menjelaskan secara umum (Chatab, 1996). Oleh sebab itu, penyusunan SOP harus disesuaikan dengan pengguna SOP sehingga dapat dengan mudah dipakai dan diterapkan oleh pengguna SOP.

SOP pembuatan cookies skala laboratorium merupakan simulasi dari kondisi pembuatan cookies di dalam proses produksi dari mulai menimbang sampai produk dikemas (packing). Agar hasil produk cookies yang diperoleh di skala laboratorium sama dengan hasil produk cookies di skala proses produksi.

(12)

SOP pembuatan cookies dapat dijadikan acuan internal Departemen Penelitian dan Pengembangan, PT Arnott’s Indonesia untuk mengembangkan produk baru khususnya dalam skala laboratorium sebelum memasuki skala produksi.

B. Tujuan

Secara umum, tujuan penelitian magang di PT Arnott’s Indonesia adalah melatih keterampilan lapangan dan pengembangan wawasan berpikir yang berkaitan dengan penguasaan konseptual dalam usaha pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan secara integral, serta mengaplikasikan ilmu dan pemahaman terhadap proses pembuatan biskuit khususnya cookies, sedangkan secara khusus, tujuan penelitian adalah menyusun Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies untuk skala laboratorium.

C. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah mendapatkan Standard Operating Procedure (SOP) untuk pembuatan cookies untuk skala laboratorium.

(13)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Standard Operating Procedure (SOP)

Prosedur adalah dokumen tingkat dua pada struktur dokumentasi sistem mutu setelah pedoman mutu. Suatu prosedur secara umum dapat didefinisikan sebagai cara yang ditentukan secara spesifik untuk melaksanakan aktifitas. Pada pelaksanaannya, suatu prosedur berfungsi sebagai dokumen yang menyatakan aliran kegiatan dan menetapkan tanggung jawab, wewenang yang berhubungan dengan kegiatan tertentu (Chatab, 1996).

Prosedur-prosedur mutu merupakan dokumentasi dasar dari manual mutu (Singh, 1994). Prosedur dan instruksi kerja merupakan panduan untuk keperluan intern perusahaan. Dokumen-dokumen ini berisi tentang prosedur operasional untuk aktifitas organisasi sehari-hari (Hadiwiardjo dan Wibisono, 2000). Menurut Priyadi (1996), prosedur adalah cara tertulis yang ditentukan untuk melaksanakan suatu kegiatan oleh bagian atau personel, sedangkan instruksi adalah cara kerja secara tertulis yang ditujukan kepada bagian atau personel untuk melakukan suatu kegiatan tertentu yang dapat disertai dengan gambar proses, peta alur kegiatan, cara memproses, dan sebagainya.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penulisan prosedur sebagai prioritas utama media komunikasi (Chatab, 1996), sebagai berikut : a. Mempertimbangkan suara pembacanya.

b. Menggunakan bahasa sehari-hari. c. Memudahkan pemakaian.

d. Tidak bermakna ganda. e. Mempunyai urutan dan teknis. f. Urutan prosesnya logis. g. Jelas, singkat, dan sistematis.

h. Rujukan penanggung jawab ditujukan kepada jabatan.

(14)

Pada dasarnya ada empat tahapan dasar pada proses pembuatan prosedur (Susilo, 1997), yaitu :

a. Menentukan kebutuhan dan tujuan pembuatan prosedur, ruang lingkup prosedur, penanggung jawab atau pemilik prosedur, dan personil yang terkait.

b. Mendiskusikan dengan personil yang terkait mengenai sistem dan dokumen yang sudah ada, kemungkinan masalah yang akan timbul dan aspek-aspek mutu yang ada.

c. Mendefinisikan alur sistem atau proses yang akan dibuat prosedurnya, format atau struktur prosedur, wewenang yang mengesahkan prosedur dan pendistribusian prosedur.

d. Menggambarkan diagram alir sistem atau proses, siapa yang bertanggung jawab, apa yang dilaksanakan dan diperlukan, kapan harus dilaksanakan, pencatatan atau formulir yang diperlukan.

Menurut Chatab (1996) ada beberapa metode penulisan yang dapat digunakan untuk menulis prosedur, yaitu :

a. Metode prosedur enam bagian (six part procedure). b. Metode prosedur bagan alir (flow chart procedure). c. Kombinasi prosedur enam bagian dan prosedur bagan alir.

Prosedur enam bagian (six part procedure) mencakup pengertian umum sebagai berikut :

a. Tujuan

Berisi masalah spesifik yang ingin dicapai sehingga prosedur tersebut dibuat atau berisi alasan prosedur.

b. Ruang lingkup

Berisi penjelasan fungsi bidang atau personel di dalam penerapan prosedur atau berisi mengenai ruang lingkup penerapan prosedur.

c. Acuan atau referensi

Berisi daftar dokumen yang berisi informasi yang diperlukan untuk memahami prosedur atau dapat berupa dokumen eksternal dan internal yang berhubungan dengan prosedur dan terkait dengan kegiatan prosedur.

(15)

5

d. Definisi

Mendefinisikan istilah umum yang digunakan dalam prosedur atau penjelasan suatu pekerjaan yang tidak umum dimengerti atau yang menggunakan pengertian spesifik dalam prosedur.

e. Rincian prosedur

Rincian jenis pekerjaan yang harus dilaksanakan atau kerangka tindakan personel dan bidang atau bagian yang dilibatkan di dalam aktifitas tertentu atau berisi urutan aktifitas suatu proses berikut tanggung jawab, material, dan peralatan yang diperlukan, sampai apabila memungkinkan mengenai proses pencatatannya.

f. Dokumentasi atau Lampiran

Berisi formulir, records dan dokumen rujukan lainnya yang dibutuhkan melengkapi jalannya proses seperti yang digambarkan dalam prosedur, atau setiap dokumen pendukung yang terkait dengan prosedur (instruksi kerja, formulir, form atau check list).

Pada metode bagan alir, tahapan prosedur utama digambarkan oleh simbol-simbol umum yang biasa digunakan untuk menggambarkan aliran proses pekerjaan atau kegiatan produksi dengan suatu flow chart. Teknik penulisan dapat menggunakan kombinasi kedua metode, yaitu menggunakan prosedur enam bagian dan prosedur bagan alir sehingga format penulisan menjadi seragam.

Menurut Chatab (1996), untuk menilai hasil penulisan prosedur adalah dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria seperti :

a. Kemudahan dalam pembacaannya.

b. Memadai dalam sistem penomoran dan pengendalian dokumen. c. Kemudahan dalam memahami.

d. Kelengkapan dokumen sesuai dengan kebutuhan internal. e. Kesesuaian dengan standar ISO 9000 yang digunakan. f. Memenuhi gramatikalnya.

(16)

B. Uji Sensori

Menurut Meilgaard (2000), uji sensori merupakan salah satu uji secara subjektif dalam mengevaluasi produk pangan. Uji sensori terdiri atas uji pembedaan dan uji deskripsi. Penggunaan kedua uji sensori tersebut tergantung pada keperluan untuk memperoleh data. Uji pembedaan terdiri atas triangle test, duo-trio test, two-out-of-five test, A-not-A test, ranking test, dan rating test.

Setiap uji sensori dibutuhkan beberapa panelis. Jumlah panelis tergantung pada tingkat keterlatihan panelis dan uji yang dilakukan. Penggunaan panelis terlatih dibutuhkan untuk pengembangan produk baru.

Hal-hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan panelis terlatih adalah seleksi dan melatih. Seleksi dilakukan untuk menentukan perbedaan di antara kemampuan panelis seperti mampu membedakan perbedaan sifat-sifat di antara produk dan mampu membedakan perbedaan intensitas dan kekuatan produk.

Menurut Meilgaard (2000), tahap-tahap yang dilakukan untuk menyeleksi panelis sebelum memasuki latihan untuk menjadi panelis terlatih sebagai berikut :

a. Matching test digunakan untuk menentukan kandidat panelis yang mampu membedakan perbedaan di antara respon stimuli terhadap intensitas dengan baik pada tingkat ambang batas minimum (threshold).

b. Uji pembedaan untuk menentukan kandidat panelis yang mampu mendeteksi perbedaan di antara produk yang sama dengan variabel komposisi dan proses. Salah satu uji yang sering dilakukan adalah triangle test dan duo-trio test.

c. Uji ranking atau rating untuk intensitas digunakan untuk menentukan kandidat panelis yang mampu membedakan tingkat derajat intensitas dari atribut yang diberikan.

(17)

7

d. Setelah itu, data hasil uji seleksi diinterpretasikan sebagai berikut: penolakan kandidat panelis bila nilai kebenaran mencocokan kurang dari 75%. Uji pembedaan dengan menggunakan triangle test ditolak kandidat panelis dengan nilai kebenaran kurang dari 60% untuk tingkat kesulitan triangle test “mudah” (6 kali threshold) atau nilai kebenaran kurang dari 40% untuk tingkat kesulitan triangle test “agak sulit” (3 kali threshold). Ketika menggunakan duo trio test ditolak kandidat panelis dengan nilai kebenaran kurang dari 75% untuk tingkat kesulitan “mudah” atau nilai kebenaran kurang dari 60% untuk tingkat kesulitan “agak sulit”. Kandidat panelis diterima merangking sampel dengan benar untuk ranking test, sedangkan kandidat panelis ditolak ketika menjawab intensitas melebihi lebar selang stimuli merespon atribut secara normal.

Melatih panelis terlatih didukung dengan fasilitas sensori yang memadai dan kondisi dari panelis. Fasilitas sensori yang memadai seperti tempat yang jauh dari gangguan panelis merespon sampel uji (bersih, tidak berbau, tidak ada suara), sedangkan kondisi panelis seperti tidak mempunyai alergi terhadap produk yang diuji dan dalam kondisi sehat badan dan tidak mengalami stress. Dimulai dengan pemberian sampel yang dibedakan dengan mudah oleh sensori. Setelah itu dibantu panelis untuk mengerti tentang proyek yang dilakukan untuk meningkatkan percaya diri panelis. Diulang metode uji dengan memberikan sampel dengan agak sulit dibedakan oleh sensori. Diulang-ulang sampai dengan panelis terbiasa dengan respon tersebut.

Atribut yang diperkenalkan harus hati-hati dalam uji pembedaan untuk atribut tertentu. Istilah digunakan untuk menggambarkan dan skala yang digunakan untuk mengidenfikasikan intensitas dari suatu produk pangan yang diuji.

C. Cookies

Biskuit adalah produk makanan kering yang terbuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak, dan bahan pengembang. Biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu biskuit keras (hard biskuit), crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras adalah

(18)

jenis biskuit manis yang terbuat dari adonan keras, berbentuk pipih, jika dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat.

Tabel 1. Syarat Mutu Biskuit

Parameter Syarat Mutu

Kadar air maksimal 5%

Protein minimal 9%

Lemak minimal 9.5%

Karbohidrat minimal 70%

Kadar abu maksimal 1.5%

Kadar logam berbahaya negatif

Kadar serat kasar maksimal 0.5% Kalori (kal/ 100 gram) minimal 400 Jenis tepung terigu

Bau dan rasa normal, tidak tengik Sumber : SNI 01-2973-1992

Cookies merupakan produk bakery yang memiliki kadar air rendah jika dipatahkan penampang potongannya bertekstur berongga. Cookies adalah kue kering manis kecil-kecil. Wafer adalah cookies yang terdiri atas lapisan tipis dan berisi (filling). Crackers komposisinya sama dengan cookies, tetapi dari segi rasa lebih asin daripada manis, tetapi terdapat juga crackers tidak berasa asin. Dalam pembuatan cookies diperlukan bahan-bahan yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu bahan pengikat seperti tepung, air, padatan susu, telur, dan putih telur, serta bahan pelembut seperti gula, shortening (lemak), baking powder, dan kuning telur. Menurut Faridi (1994), komponen mayor yang mempengaruhi karakteristik tekstur dan kelembutan cookies adalah tepung terigu, gula, dan lemak.

Tepung, telur, dan pengembang dalam pembuatan kue kering adalah komponen yang memegang peranan penting dan berpengaruh terhadap sifat-sifat cookies, khususnya sifat-sifat-sifat-sifat fisik dan cita rasa, sedangkan air, pH, dan pengaturan temperatur pengaruhnya kecil (Matz, 1978).

(19)

9

Tepung lunak (soft wheat flour) adalah tepung terigu yang kandungan proteinnya sebesar 8-10% digunakan dalam produk biskuit, crackers, cookies, dan sebagainya. Tepung terigu yang umum digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung lunak yang memiliki kandungan protein rendah (8-10%) karena kadar proteinnya lebih rendah dari jenis lain dan memberikan adonan gluten yang kurang resisten (Manley, 1991). Pada tepung lunak dibutuhkan lebih banyak lemak dan gula untuk memperoleh tekstur yang diinginkan yaitu tidak keras dan kasar seperti yang terjadi pada penggunaan tepung keras (Matz, 1978). Tepung terigu merupakan bahan utama pada pembuatan produk bakery.

Gula adalah komponen mayor yang digunakan dalam formula cookies. Jumlah dan kuantitas gula berpengaruh besar terhadap adonan cookies, yaitu berkaitan dengan tekstur, penampakan, dan flavour atau aroma dalam produk akhir (Faridi, 1994). Gula terdiri atas gula pasir dan gula halus.

Menurut Kaplon (1977), gula halus paling baik digunakan untuk membuat cookies. Gula halus dalam produk cookies berfungsi sebagai pemanis dan berperan dalam pembentukan tekstur akhir cookies. Gula halus tidak akan menyebabkan penyebaran kue yang terlalu besar, sedangkan gula pasir akan menyebabkan kue kering menyebar secara maksimum selama pempanggangan berlangsung. Kue kering dengan persentase gula yang tinggi akan lebih menyebar daripada persentase gula yang rendah. Bila jumlah gula terlalu banyak akan menghasilkan cookies yang kurang lembut dan kurang lezat akibat reaksi menyebarnya gluten-gluten tepung.

Lemak (shortening) merupakan komponen penting dalam pembuatan cookies, karena berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan tekstur produk yang renyah (Matz, 1978). Lemak mencegah campuran adonan mengental pada waktu pembentukan cream. Lemak dapat membuat renyah cookies karena lemak melapisi molekul pati dan gluten dalam tepung dan memutuskan ikatannya (Kaplon, 1977). Shortening berfungsi memberikan rasa lezat (palabilitas), nilai gizi tinggi, tekstur tidak keras, dan membantu pengembangan susunan cookies ketika dipanggang.

(20)

Emulsifier berfungsi untuk menjaga ukuran kristal lemak dalam adonan, menjaga kestabilan emulsi antara lemak dan air, meningkatkan konsistensi dari adonan, dan melumasi adonan rendah lemak (Manley, 1991). Emulsi merupakan suspensi cairan lain dimana molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik (Winarno, 1997). Emulsifier yang sering digunakan dalam aplikasi produk baking adalah lecitin Air berfungsi mengontrol kepadatan adonan, pengaturan suhu adonan, melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan dalam mixing secara merata, membantu daya kerja emulsifier (oil in water) dan mempertahankan rasa lezat biscuit.

Garam berfungsi sebagai penguat rasa, memperkuat struktur cookies, secara tidak langsung membantu pembentukan warna, dan mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dalam adonan. Sebagian besar formula cookies menggunakan garam satu persen atau kurang (Matz, 1978).

Sodium bicarbonate (NaHCO3) dan ammonium bicarbonate (NH4HCO3) bertujuan untuk mengembangkan produk yaitu menghasilkan CO2. Penggunaan sodium bicarbonate lebih popular disebabkan oleh harga dan memiliki toksinitas yang rendah. Bahan-bahan minor memiliki pengaruh pada adonan, tekstur, dan rasa dari cookies. Selain itu, berpengarh terhadap tekstur dan volume cookies (Matz, 1978).

Tahapan proses pembuatan cookies meliputi pembuatan dan pencampuan adonan, pencetakan adonan, dan pempanggangan atau baking. Mencampur adonan kue kering adalah diawali dengan pembuatan cream yaitu gula, lemak, telur, susu skim, dan garam. Dilanjutkan dengan pencampuran tepung dan pengembang. Adonan harus tercampur merata agar bahan-bahan menjadi satu adonan yang homogen (Kamel, 1994).

Setelah adonan yang homogen terbentuk, maka dapat dilakukan pencetakan. Pencetakan cookies dapat bervariasi tergantung selera. Tahap akhir adalah pemanggangan. Suhu pemanggangan tergantung pada jenis cookies yang dibuat.

(21)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Deskripsi Kegiatan Magang

Kegiatan magang ini dilaksanakan di Departemen Penelitian dan Pengembangan (Research and Development Department) PT. Arnott’s Indonesia untuk mendapatkan pengalaman kerja, memahami dan tata cara kerja di departemen tersebut. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengenalan terhadap organisasi Departemen Penelitian dan Pengembangan termasuk tata tertib, pengamatan terhadap situasi kerja, praktek kerja, pencatatan data-data yang diperlukan serta melakukan wawancara dan diskusi dengan karyawan PT. Arnott’s Indonesia yang berhubungan dengan tugas yang diberikan.

Beberapa tugas yang diberikan oleh Departemen Penelitian dan Pengembangan (R&D Department) PT Arnott’s Indonesia selama kegiatan magang, antara lain :

1. Mempelajari prosedur penggunaan alat-alat Laboratorium R&D

Alat-alat yang berada di laboratorium Departemen Penelitian dan Pengembangan PT Arnott’s Indonesia selalu dilengkapi dengan Standard Operating Procedure (SOP). Tujuan dari pengadaan SOP masing-masing peralatan ini agar pengguna alat menggunakan alat secara benar dan untuk menjaga keselamatan kerja pengguna alat karena beberapa alat di dalam SOP alat terdapat tata cara Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Proses belajar dilakukan dengan membaca SOP sebelum praktik langsung terhadap alat yang digunakan.

2. Mengikuti rapat dan pertemuan karyawan laboratorium R&D

Menghadiri rapat dan pertemuan karyawan laboratorium R&D merupakan salah satu partisipasi aktif mahasiswa magang untuk berkontribusi memberikan masukan untuk kemajuan laboratorium R&D. Rapat ini diadakan setiap 2 bulan sekali dengan dihadiri oleh seluruh karyawan departemen R&D dan mahasiswa magang di laboratorium R&D, dipimpin oleh koordinator laboratorium R&D.

(22)

3. Merancang ruang flavour

Sebelumnya ruang flavour laboratorium R&D tidak memenuhi karakteristik ruang flavour pada umumnya, ruang flavour yang merupakan tempat penyimpanan flavour untuk skala lab tidak adanya pemisahan yang tepat di antara flavour-flavour sehingga kemungkinan untuk terjadinya kontaminasi silang di antara flavour-flavour cukup signifikan. Ruang flavour yang tidak difasilitasi lemari pendingin untuk flavour-flavour yang seharusnya disimpan dalam lemari pendingin. Ruang flavour yang diterangi lampu seharian membuat flavour-flavour yang tidak berbotol gelap mudah mengalami oksidasi karena cahaya. Flavour berdasarkan sifatnya terhadap kondisi lingkungan terdiri atas flavour yang bersifat sensitif dan nonsensitif. Flavour yang bersifat sensitif adalah flavour yang mengandung senyawa sitrat (umumnya fruity flavour : jeruk, lemon, anggur flavour, dan sebagainya). Oleh sebab itu, flavour yang bersifat sensitif dibutuhkan penyimpanan yang khusus yaitu pada suhu 2-40C. Akan tetapi, flavour yang bersifat nonsensitif disimpan pada suhu 210C.

Merancang ruang flavour merupakan salah satu kontribusi untuk perbaikan ruang flavour di laboratorium R&D. Rancangan ruang flavour ini merupakan hasil dari wawancara dan diskusi dengan salah satu supplier flavour.

4. Kegiatan piket kebersihan Laboratorium R&D

Kegiatan piket selalu diadakan setiap hari Jum’at dua minggu sekali selama dua jam kerja yang diikuti oleh karyawan R&D dan mahasiswa magang yang bekerja di laboratorium R&D. Kegiatan piket ini bertujuan sebagai salah satu upaya untuk menjaga kebersihan dan kerapihan laboratorium R&D dan wujud dari salah satu pelaksanaan Good Manufacturing Practice (GMP). Kegiatan ini sebagai salah satu untuk selalu siap menghadapi audit internal GMP di laboratorium R&D.

(23)

13

B. Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Pembuatan Cookies untuk Skala Laboratorium

Gambar 1. Diagram alir penyusunan SOP pembuatan cookies untuk skala laboratorium

1. Mempelajari proses pembuatan cookies skala lab yang dilakukan

Mempelajari proses pembuatan cookies skala laboratorium dilakukan dengan melakukan diskusi dengan karyawan laboratorium R&D.

Mempelajari SOP skala pabrik Mempelajari proses

pembuatan cookies skala lab yang dilakukan

Studi pustaka Diskusi basis penetapan variable proses

Uji coba pada berbagai variabel proses

Evaluasi mutu cookies untuk menetapkan variabel proses terpilih

Penyusunan draft SOP

Uji coba SOP untuk membuat cookies Evaluasi kemudahan

pemahaman SOP oleh karyawan

Uji coba untuk pemilihan flavour Perbaikan SOP

(24)

2. Mempelajari SOP skala pabrik

Mempelajari SOP skala pabrik dilakukan dengan observasi lapang. Observasi lapang ini mencakup pengamatan proses produksi serta wawancara terhadap karyawan produksi dan laboratorium R&D di PT. Arnott’s Indonesia yang berhubungan dengan proses produksi cookies. 3. Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan secara umum mengenai Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies dan penerapannya pada industri pembuatan cookies serta untuk mempelajari kemungkinan-kemungkinan teknik yang dapat digunakan dalam pengkajian masalah.

4. Diskusi basis penetapan variabel proses

Diskusi basis penetapan variabel proses difokuskan kepada suhu dan lama waktu baking dengan menggunakan microwave.

5. Uji coba pada berbagai variabel proses

Uji coba pada berbagai variabel proses difokuskan pada suhu dan lama waktu baking.

6. Evaluasi mutu cookies untuk menetapkan variabel proses terpilih

Evaluasi mutu cookies untuk menetapkan variabel proses terpilih berdasarkan rasa dan bau normal serta warna cookies kuning kecoklatan terang, tekstur yang renyah, kadar air yang kurang dari 5%, persentase weight loss yang seminimal mungkin, persentase diameter increase yang semaksimal mungkin, dan spread ratio yang semaksimal mungkin.

7. Penyusunan draft SOP

Penyusunan draft SOP dilakukan setelah mendapatkan suhu dan lama waktu baking yang terpilih dengan menggunakan diagram alir. 8. Uji coba SOP untuk membuat cookies

Setelah penyusunan draft SOP, dilakukan uji coba untuk membuat cookies. Pembuatan cookies mengikuti formula yang telah diberikan. 9. Evaluasi kemudahan pemahaman SOP oleh karyawan

Evaluasi kemudahan pemahaman SOP oleh karyawan dilakukan dengan karyawan diminta untuk membaca dan memahami draft SOP yang

(25)

15

telah disusun. Koreksi dan saran karyawan yang ada akan dijadikan masukan perbaikan draft SOP nantinya.

10. Perbaikan SOP

Perbaikan SOP dilakukan setelah mendapat koreksi dan saran dari karyawan melalui pemahaman draft SOP yang telah disusun sebelumnya. 11. Uji coba untuk pemilihan flavour

Uji coba untuk pemilihan flavour dilakukan setelah mendapatkan SOP yang sempurna. Pemilihan flavour didasarkan atas intensitas flavour yang terkuat dari berbagai pemasok. Flavour yang diuji coba intensitasnya secara sensori adalah flavour vanilla, susu, telur, dan butter.

C. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan cookies adalah shortening, emulsifier, gula halus, garam, dekstrosa, natrium bikarbonat, ammonium bikarbonat, air, tepung terigu lunak, dan kemasan metalize.

Alat- alat yang digunakan untuk pembuatan cookies adalah timbangan elektrik, timbangan analitik, varymixer, microwave, sealer, sendok, plastik rolling, roller, sudip, molder lingkaran, loyang lingkaran, dan solet.

(26)

A. Tinjauan Umum Perusahaan

Sejarah PT. Arnott’s Indonesia dimulai dengan berdirinya perusahaan yang bergerak di bidang makanan kering dengan nama PT. Tatas Mulya pada tahun 1977. Sejalan dengan perkembangan pasar yang kurang menyukai produk ini, maka perusahaan mulai membuat makanan kecil dalam bentuk chips. Pada tahun 1982, secara resmi dibuat akte pendirian perusahaan yang menjadi cikal bakal PT. Arnott’s Indonesia.

Pada tahun 1984, perusahaan ini berkembang menjadi dua, yaitu PT. Tatas Mulya yang berlokasi di Pulo Mas dan PT. Cipta Rasa Primatama yang pindah ke Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pada Januari 1985, PT. Tatas Mulya berganti nama menjadi PT. Bukit Manikam Sakti (PT. BMS). Selanjutnya pada tahun 1986, PT. BMS berpindah lokasi ke Bekasi.

Pada tahun 1995, PT. BMS bekerja sama dengan Arnott’s Biscuit Limited Australia yang merupakan perusahaan cookies terbesar di Australia.

Perusahaan tersebut berdiri sejak tahun 1865 dan hingga kini telah menguasai hampir 60% pangsa pasar dunia. Berbekal pengalaman lebih dari 134 tahun, menjadikan Arnott’s sebagai market leader dalam industri dan distribusi cookies yang memiliki kualitas dan bahan baku terbaik. Dengan adanya

kerjasama antara PT. BMS dengan Arnott’s Biscuit Limited Australia maka nama PT. BMS berubah menjadi PT. Helios Arnott’s Indonesia (PT. HAI) dan menjadi salah satu perusahaan makanan ringan terkenal di Indonesia.

Pada awalnya, PT. HAI memiliki dua lokasi yang terpisah, yaitu di Pulo Gadung untuk bagian pemasaran, sedangkan pabrik dan departemen lainnya berlokasi di Bekasi Barat. Namun, sejak 1 April 1998, keseluruhan fungsi organisasi dan pabrik berlokasi di Bekasi Barat, tepatnya di Jl. H. Wahab Affan no.8 (Jalan Raya Bekasi KM. 28) Medan Satria, Bekasi Barat.

Sejalan dengan perkembangan industri, pada bulan Desember 1998, PT. Helios Arnott’s Indonesia berganti nama menjadi PT. Arnott’s Indonesia dan berafiliasi langsung ke Campbell Soup Company yang merupakan salah satu perusahaan Amerika berskala dunia yang memproduksi makanan dan

(27)

17

dikelola dengan baik. Dengan berjalannya waktu, beberapa produk andalan PT. Arnott’s Indonesia yang ada di pasaran saat ini adalah :

a. Nyam-nyam b. Stikko c. Piroutte d. Corinthians e. Rondoletti

f. Good Time Teddy g. Good Time Smiley

h. Tim Tam Wafer dan Tim Tam Biscuit

Selain produk-produk di atas, PT. Arnott’s Indonesia juga memproduksi cookies bayi untuk perusahaan lain. Cookies bayi yang

diproduksi adalah : a. Milna Baby Biscuit b. Farley’s Baby Biscuit c. Nestle Baby Biscuit d. SGM Baby Biscuit e. Promina Baby Biscuit

PT. Arnott’s Indonesia terletak di Jl. H. Wahab Affan no. 8 (Jalan Raya Bekasi KM 28) Medan Satria, Bekasi Barat. Luas keseluruhan areal pabrik adalah sekitar 6.7 Ha. Lokasi perusahaan ini cukup baik untuk keperluan industri karena dekat dengan bahan baku produk, sumber tenaga kerja, dan daerah perusahaan untuk distribusi produk. Lokasi perusahaan juga didukung dengan adanya jalan tol Cikampek yang dekat dengan perusahaan sebagai salah satu sarana yang juga memudahkan distribusi produk, terutama untuk distribusi produk ke luar Jakarta. Terdapat beberapa pabrik di sekitar perusahaan, antara lain pabrik pakan ternak, pabrik baja dan pabrik otomotif. Akan tetapi, keberadaan pabrik-pabrik di sekitar PT. Arnott’s Indonesia ini tidak menggangu kegiatan produksi di perusahaan.

Bentuk struktur organisasi pada PT. Arnott’s Indonesia ini adalah struktur organisasi proyek dengan hubungan organisasi terutama pada orang-orang yang bekerja pada proyeek yang sama. Struktur organisasi perusahaan

(28)

terdiri dari beberapa kelompok dari fungsi yang berbeda dengan setiap kelompok yang menitikberatkan pada pengembangan produk tertentu atau lini produksi.

Kendali perusahaan berada Presiden Direktur sebagai pucuk pimpinan. Pelimpahan tugas kepada bawahan melalui masing-masing manajer departemen, kemudian dilanjutkan pada staf serta karyawan.

Segala hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan peraturannya telah ditetapkan dalam kesepakatan kerja bersama antara PT. Arnott’s Indonesia dengan Serikat Kerja Tingkat Perusahaan. Karyawan di PT. Arnott’s Indonesia bekerja dengan jangka waktu kerja yang dibedakan menjadi dua status, yaitu:

1. Pekerja Kontrak

Pekerja kontrak adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak kerja dengan menerima gaji berdasarkan jumlah hari hadir.

2. Pekerja Tetap

Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu yang tidak ditentukan berdasarkan hari kerja yang melebihi dua puluh hari dalam satu bulan dan tidak melebihi tiga bulan secara terus menerus dengan menerima gaji baik bulanan maupun borongan. Dalam rangka memperlancar jalannya kerja dalam proses produksi maka perusahaan membagi waktu kerja sebagai berikut :

a. Karyawan kantor

Kegiatan kerja dimulai dari pukul 08.00 sampai dengan 16.30 dengan waktu istirahat selama 30 menit.

b. Karyawan bagian produksi

Kegiatan kerja dibagi menjadi tiga kelompok jam kerja (shift)

yang secara bergantian setiap minggunya.

Selama satu minggu terdapat lima hari kerja, yaitu Senin sampai Jum’at kecuali hari libur nasional dan hari libur perusahaan yang sudah ditetapkan. Jumlah jam kerja dalam satu minggu adalah 40 jam.

(29)

19

Fasilitas penunjang kerja juga diberikan kepada karyawan dalam bentuk alat kerja yang berupa pakaian kerja yang diberikan oleh perusahaan, sedangkan fasilitas lainnya adalah koperasi karyawan, klinik dan jasa dokter yang terbuka setiap hari kerja, tempat peribadahan (musholla) dan sarana olah raga.

B. Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Pembuatan Cookies untuk Skala Laboratorium

1. Menggunakan microwave tipe triple heating

Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies untuk skala

laboratorium diberikan oleh masing-masing formulator yang disesuaikan

dengan kondisi yang ada dalam produksi. Kondisi-kondisi yang ada dalam produksi di antaranya seperti kondisi alat dan kapasitas produksi, bahan baku, dan sebagainya. Masing-masing produk cookies memiliki SOP

masing-masing, meskipun secara garis besar tahap-tahap yang dilalui sama. Hasil dari wawancara dan diskusi dengan karyawan R&D adalah SOP skala laboratorium dibuat dengan tidak terdokumentasikan. Karyawan R&D hanya mencatat tahapan dan formula yang diberikan dari formulator. SOP produk

yang terdokumentasikan hanya dilakukan untuk skala produksi. Tahapan pembuatan cookies skala laboratorium untuk produk cookies sejenis pernah

dilakukan dengan menggunakan microwave tipe triple heating terdiri atas :

a. Penimbangan sesuai dengan formulasi yang ditetapkan.

b. Pencampuran (mixing) dilakukan melalui 3 tahap, yaitu tahap pertama dan

kedua bertujuan untuk pembentukan creaming dan tahap ketiga bertujuan untuk pembentukan adonan. Pada tahap pertama, pencampuran (mixing) shortening, emulsifier, air, gula, dekstrosa, garam, dan natrium bikarbonat

sehingga terbentuk cream. Selanjutnya tahap kedua menambahkan

ammonium bikarbonat yang sebelumnya dilarutkan dengan air hangat. Pada tahap ketiga, menambahkan tepung terigu sehingga terbentuk adonan. Pada tahap 1 dan 2 kecepatan nozzle berputar adalah kecepatan

(30)

selama 5 menit, sedangkan tahap 3 kecepatan nozzle berputar adalah

kecepatan lambat (speed low) selama 6 menit.

c. Relaksasi (standing time) selama 15 menit.

d. Rolling dengan ketebalan adonan belum ditetapkan. Hal ini disebabkan

oleh masih tahap uji coba untuk produk cookies yang sejenis.

e. Pencetakan (molding) dengan menggunakan molder berbentuk lingkaran

berdiameter 2.5 cm.

f. Pemanggangan (baking) menggunakan microwave tipe triple heating

dengan setting suhu dan lama waktu melalui 3 tahap. Tahap pertama

1500C selama 3 menit, tahap kedua 1800C selama 2 menit, dan tahap

ketiga 1300C selama 2 menit.

g. Pendinginan (cooling) selama 10 menit dilakukan dengan didiamkan di

suhu AC ± 200C.

h. Pengemasan (packing) digunakan metalize. Kemasan ini digunakan

sebagai kemasan primer produk cookies di PT Arnott’s Indonesia.

Penetapan variabel proses difokuskan kepada suhu dan lama waktu pemanggangan (baking) dengan menggunakan microwave tipe triple heating.

Berbagai suhu dan lama waktu baking diuji coba di skala laboratorium.

Penentuan suhu dan lama waktu baking didasarkan atas uji coba produk cookies sejenis yang pernah dilakukan dengan modifikasi. Perbedaan tahapan

pembuatan cookies yang sudah pernah dilakukan di skala laboratorium dengan

tahapan pembuatan cookies yang akan dibuat SOPnya diantaranya :

a. Rolling dengan ketebalan adonan ditetapkan yaitu 0.3±0.05 cm.

b. Suhu dan lama waktu baking merupakan variabel proses yang akan diuji

coba berdasarkan ketebalan cookies yang sudah ditetapkan (lihat Tabel 2.)

dengan suhu dan lama waktu baking variasi 1 sama dengan suhu dan lama

waktu baking dengan produk cookies yang sejenis yang pernah dilakukan.

Formula untuk uji coba variabel proses pembuatan cookies diambil

dari formula pembuatan produk baru cookies skala laboratorium untuk heat stable flavour. Formula pembuatan cookies sebagai berikut :

(31)

21

Tabel 2. Formula pembuatan produk baru cookies

Bahan-bahan Bobot (gram) Tepung terigu (%)

Shortening/ fat 67.5 34 Emulsifier 0.5 0.3 Gula halus 60 30 Garam 3 1.5 Dekstros 7.5 3.8 Ammonium bikarbonat 1.75 0.9 Natrium bikarbonat 0.75 0.4 Tepung terigu 200 100 Air 15 8 Total Adonan 356

Evaluasi mutu cookies dilakukan untuk menetapkan variabel proses

terpilih yaitu kadar air memenuhi standar yaitu maksimum 5% (b/b) menurut SNI 01-2973-1992, sensori (warna cookies kuning kecoklatan terang, rasa, dan

bau normal), weight loss yang rendah (%), diameter increase (%), dan ratio spread. Kadar air produk cookies akan mempengaruhi masa simpan (shelf life). Evaluasi mutu sensori adalah tahap pertama yang harus dilalui untuk

variabel proses yang terpilih. Hal ini disebabkan oleh prioritas mutu produk adalah penerimaan konsumen. Setelah itu, dilanjutkan dengan evaluasi mutu berikutnya, yakni weight loss (%), diameter increase (%), ratio spread, dan

kadar air. Cookies yang diproduksi PT. Arnott’s Indonesia mempunyai standar

kadar air kurang dari 5% sehingga mempunyai masa simpan (shelf life) selama

12 bulan dalam kemasan metalizing yang disimpan di suhu ruang.

Weight loss (%) untuk mengetahui seberapa besar terjadinya

kehilangan berat produk akhir selama proses baking dari berat awal adonan

yang sudah dicetak, diameter increase (%) berguna untuk mengetahui

seberapa besar cookies mengembang selama proses baking dari diameter awal

adonan yang sudah dicetak, dan ratio spread untuk mengetahui seberapa besar

(32)

terhadap ketebalan cookies setelah proses baking. Weight loss (%), diameter increase (%), dan ratio spread dilakukan dengan pengukuran sebanyak 4 buah cookies sebelum dan sesudah baking kemudian dilakukan ulangan 2 kali lalu

dirata-ratakan.

Bahan-bahan ditimbang sesuai dengan formula yang sudah ditentukan. Shortening, emulsifier, flavour, air, gula halus, garam, dekstrosa, dan natrium

bikarbonat (NaHCO3) dicampur (Mixing) dengan speed low selama 1 menit

dan speed high selama 5 menit dengan menggunakan varymixer sehingga

terbentuk cream.

Ammonium bikarbonat (NH4HCO3) diaduk dengan air hangat sampai

larut dan dicampur (mixing) dengan adonan dengan speed low selama 1 menit

dan speed high selama 5 menit.

Adonan didiamkan (standing time) selama 15 menit. Standing time

bertujuan merelaksasi adonan. Dirol (rolling) sampai dengan ketebalan

0.3±0.05 cm. Rolling bertujuan untuk mendapat adonan yang tebalnya

seragam dan memudahkan dalam pencetakan. Dicetak (molding) dengan

menggunakan cetakan lingkaran berdiameter 2.5 cm. Molding bertujuan untuk

mendapatkan bentuk cookies yang seragam dan menambah nilai estetika

produk cookies. Setelah itu, ditempatkan di atas loyang dan dipanggang

dengan menggunakan microwave triple heating. Dalam proses pemanggangan

terjadi pengembangan produk cookies, ini disebabkan oleh bahan pengembang

bekerja yaitu natrium bikarbonat dan amonium bikarbonat dalam adonan. Pemanggangan (baking) menggunakan microwave tipe triple heating,

dimana pengaturan (setting) suhu dan lama waktu baking bisa dilakukan 3

tahap tanpa dilakukan pemanasan agar suhu aktual tercapai saat proses baking

berlangsung. Pemanasan awal (preheating) diperlukan untuk mencapai suhu

aktual, hanya dilakukan untuk setting suhu awal baking, saat preheating tidak

dilakukan proses baking produk. Setelah preheating dengan setting suhu baking pertama, adonan yang sudah dicetak dan diletakkan di atas loyang

dipanggang sesuai dengan variasi suhu dan lama waktu baking yang sudah

(33)

23

Pemanggangan (baking) bertujuan untuk mengembangkan produk cookies, mematangkan dan mengeringkan produk sampai dengan kadar air

kurang dari 5% sehingga produk cookies dapat disimpan lama.

Tabel 3. Evaluasi mutu cookies untuk menetapkan variabel suhu dan lama waktu baking yang terpilihdengan menggunakan microwave jenis triple heating Perlakuan Suhu (0C) (menit)Waktu Hasil Baking

Kadar air (%b/b) Weight loss (%) Diameter increase (%) Spread Ratio Variasi 1 150, 180, dan130 3, 2, dan 2

Rasa dan bau gosong, warna coklat gelap Variasi 2 150, 180, dan130 2, 1, dan 2

Rasa dan bau gosong, warna coklat gelap Variasi 3 150, 180, dan130 3, 2, dan 4

Rasa dan bau gosong, warna coklat gelap Variasi 4 150, 170, dan130 2, 2, dan 2

Rasa dan bau gosong, warna coklat gelap Variasi 5 150, 170, dan130 2, 2, dan 3

Rasa dan bau gosong, warna coklat gelap Variasi 6 130, 150, dan170 4, 3, dan 2

Rasa dan bau gosong, warna coklat gelap Variasi 7 130, 150, dan170 5, 3, dan 1

Rasa dan bau normal, warna kuning kecoklatan agak gelap 2.75 9.09 5.05 6.12 Variasi 8 130, 150, dan170 5, 2, dan 1

Rasa dan bau normal, warna kuning kecoklatan agak gelap 2.43 3.36 4.04 5.9 Variasi 9 130, 150, dan170 5, 1, dan 1

Rasa dan bau normal, warna kuning kecoklatan terang

(34)

Perlakuan suhu dan waktu baking variasi 1 sampai dengan variasi 6

tidak dilanjutkan untuk pengukuran parameter standar produk baking

khususnya cookies di PT Arnott’s Indonesia. Hal ini disebabkan oleh hasil baking yang tidak dapat diterima yaitu rasa dan bau gosong dan warna coklat

gelap.

Perlakuan suhu dan waktu baking variasi 7 dan variasi 8 hasil baking

memasuki hasil baking batas minimum yang masih dapat diterima yaitu rasa

dan bau normal dan warna kuning kecoklatan agak gelap sehingga dilakukan pengukuran untuk parameter standar produk baking. Hasil pengukuran untuk

parameter standar produk baking pada perlakuan suhu dan waktu baking

variasi 7 dan variasi 8 dapat dilihat di Tabel 3. Kadar air variasi 7 dan variasi

8 kurang dari 5% (b/ b) menyebabkan produk memiliki tekstur yang renyah. Perlakuan suhu dan waktu baking variasi 9 merupakan hasil baking

yang terbaik dibandingkan variasi 7 dan 8. Hal ini disebabkan oleh hasil

baking dapat diterima yaitu rasa dan bau normal dan warna kuning kecoklatan

terang sehingga dilakukan pengukuran untuk evaluasi mutu cookies

berikutnya. Hasil pengukuran evaluasi mutu cookies variasi 9 adalah kadar air

paling rendah 2.22% (b/ b) sehingga menyebabkan tekstur produk cookies

menjadi renyah, weight loss yang paling minimal 3.15 %, diameter increase

yang paling maksimal 6.12 %, dan spread ratio yang paling maksimal 6.3

yang berarti penyebaran adonan menjadi produk cookies semakin baik.

Variabel proses suhu dan lama waktu baking yang terpilih adalah

variasi 9 dengan suhu dan lama waktu baking yaitu suhu 1300C selama 5

menit, 1500C selama 1 menit, dan 1700C selama 1 menit.

Setelah proses baking, didinginkan (cooling time) di ruang AC dengan

suhu ± 200C selama 10 menit sampai tercapai suhu cookies sama dengan suhu

ruang. Cooling time bertujuan untuk mendapatkan tekstur yang renyah pada

produk cookies dan memanjangkan umur simpan karena uap air hasil dari

pemanasan tidak mengembun di dalam kemasan produk (metalize).

Dikemas (packing) dengan menggunakan metalize packaging. Metalize merupakan kemasan primer yang digunakan sebagai kemasan primer

(35)

25

produk cookies. Pengemasan berfungsi agar produk cookies disimpan dalam

jangka waktu lama tanpa mengalami perubahan mutu cookies seperti tekstur

(masih dalam keadaan renyah) karena metalize packaging mampu mencegah

masuknya oksigen dan uap air dari linkungan.

Laju transpor uap air dan oksigen dari udara adalah faktor utama dalam melakukan kontrol umur simpan dari makanan kering dan produk-produk lain yang mengandung lipid atau komponen-komponen yang sensitif terhadap oksigen (Davis dan Huntington, 1977).

Penyusunan draft SOP dibuat setelah mendapatkan variabel proses

terpilih yaitu :

Shortening/ fat, emulsifier gula halus, garam, dekstrosa, NaHCO3

↓ ↓

Ditimbang Ditimbang ↓

Diaduk← air

Mixing selama 1 menit low dan 5 menit high

Mixing selama 1 menit low dan 5 menit high←NH4HCO3 dilarutkan air hangat

Mixing selama 6 menit low←tepung terigu

Relaksasi (Standing time)selama 15 menit

Rolling dengan ketebalan 0.3±0.05 cm

Molding dengan molder lingkaran berdiameter 2.5 cm

Pemanggangan (baking)

suhu 1300C selama 5 menit, 1500C selama 1 menit, dan 1700C selama 1 menit ↓

Didinginkan (Cooling time) 10 menit

Pengemasan (packing)

Gambar 2. Draft Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies

untuk skala laboratorium dengan microwave tipe triple heating

Draft Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies untuk

skala laboratorium dengan microwave tipe triple heating dilanjutkan dengan

(36)

kemudahan memahami draft SOP. Perbaikan SOP ini dilakukan dengan

diskusi terhadap karyawan yang baru, yaitu karyawan yang mengetahui proses pembuatan cookies secara umum. Karyawan tersebut diminta untuk membaca

dan memahami draft SOP pembuatan cookies skala laboratorium yang telah

dibuat. Hasil dari diskusi adalah draft SOP pembuatan cookies untuk skala

laboratorium dengan menggunakan microwave tipe triple heating adalah perlu

dilakukan perbaikan dan koreksi sebagai berikut :

Shortening, emulsifier, air sebanyak 10 ml, gula halus, garam, dekstrosa,

dan NaHCO3

↓ Ditimbang

Mixing dengan kecepatan low selama 1 menit dan kecepatan high selama 5 menit

Berhenti mixing

Dimasukkan NH4HCO3 yang telah dilarutkan dengan air hangat sebanyak 5 ml

Mixing dengan kecepatan low selama 1 menit dan kecepatan high selama 5 menit

↓ Berhenti mixing

Dimasukkan tepung terigu ↓

Mixing dengan kecepatan low selama 6 menit

↓ Berhenti mixing

Didiamkan (standing time)selama 15 menit

Rolling dengan ketebalan 0.3±0.05 cm

Dicetak (molding) dengan molder lingkaran berdiameter 2.5 cm

Pemanggangan (baking)

suhu 1300C selama 5 menit, 1500C selama 1 menit, dan 1700C selama 1 menit

Didinginkan (cooling time) 10 menit

Pengemasan (packing)

Gambar 3. Hasil perbaikan draft Standard Operating Procedure (SOP)

(37)

27

Hasil perbaikan draft SOP pembuatan cookies untuk skala

laboratorium dengan microwave tipe triple heating dijadikan SOP pembuatan cookies untuk skala laboratorium dengan menggunakan microwave tipe triple heating.

2. Menggunakan microwave tipe double heating

Pergantian penggunaan microwave tipe triple heating menjadi microwave tipe double heating disebabkan oleh microwave tipe triple heating

rusak sehingga SOP pembuatan cookies untuk skala laboratorium dengan microwave tipe triple heating tidak dapat digunakan. Oleh sebab itu, SOP

pembuatan cookies untuk skala laboratorium dengan microwave tipe double heating perlu disusun. Microwave tipe double heating adalah cookies

dipanggang melalui 2 tahap dengan suhu dan lamanya waktu baking berbeda.

Uji coba variabel proses suhu dan lama waktu baking dengan

menggunakan microwave tipe double heating dilakukan dengan mengikuti

kisaran suhu dan lama waktu baking di skala produksi. Karena penggunaan microwave tipe double heating baru pertama kali diuji coba untuk membuat cookies. Tahap-tahap proses produksi cookies di PT Arnott’s Indonesia

sebagai berikut :

Preparasi ↓

Pencampuran (mixing)

Relaksasi (standing time)

↓ Pencetakan (molding) ↓ Pemanggangan (baking) ↓ Pendinginan (cooling) ↓ Pengemasan (packing)

(38)

a. Preparasi

Preparasi dilakukan sesuai dengan formula dan kapasitas alat yang tersedia. Bahan baku dikemas dalam kantong plastik atau menggunakan wadah plastik (bila bahan harus dilarutkan dalam air dahulu) dalam keadaan bersih.

b. Mixing

Kegiatan proses Mixing meliputi terdiri atas pencampuran

bahan bersama untuk membentuk adonan yang homogen, pendispersian bahan padatan dalam cairan atau bahan cairan dalam cairan pula, pengadukan adonan untuk membentuk gluten dari protein tepung dengan adanya penambahan air, peningkatan suhu karena adanya pengadukan adonan, dan proses aerasi untuk membuat adonan dengan densitas lebih rendah (padatan rendah) (Manley, 1991). Sebelum memasukkan bahan-bahan ke dalam mixer, mixer harus

dalam keadaan bersih. Pemasukan bahan-bahan dilakukan secara bertahap. Hal ini sesuai dengan tahap-tahap Mixing yaitu diawali

dengan tahap pembentukan cream dan diakhiri dengan tahap

pembentukan adonan yang homogen.jenis kecepatan mixer dalam

skala produksi yaitu speed low (untuk kecepatan rendah) dan speed high (untuk kecepatan tinggi).

c. Standing time

Standing time bertujuan untuk relaksasi adonan sehingga

perubahan struktur gluten yang tidak ekstensibel dapat dihindari saat proses selanjutnya yaitu pencetakan (molding). Standing time

dilakukan di dalam bak dengan suhu sekitar 300C (suhu ruang) selama

15 sampai dengan 30 menit. d. Pencetakan (molding)

Proses pencetakan terjadi penipisan adonan dan memberikan bentuk dan ukuran yang seragam pada cookies sehingga memberikan

(39)

29

e. Pemanggangan (baking)

Pemanggangan cookies dalam manufacturing menggunakan oven berjalan (travelling ovens). Cookies dijalankan di atas conveyer

yang terbuat dari kawat berlubang untuk memudahkan aliran udara panas sehingga tersebarnya panas secara merata pada seluruh permukaan cookies. Waktu pemanggangan cookies relatif singkat

berkisar 4-5 menit setiap zona dan suhu pemanggangan cookies relatif

tinggi berkisar 1600-2000C.

Suhu yang berbeda-beda pada saat baking disebabkan oleh

adanya tahap-tahap dalam baking, yang terdiri atas lima zona. Zona

satu dan dua berfungsi untuk pembentukan cookies (pengembangan

dan lebar cookies). Zona tiga adalah zona transisi untuk

menyempurnakan bentuk cookies dan pengeringan produk.

Selanjutnya zona empat dan lima berguna untuk kematangan cookies

dan terbentuknya warna kuning agak kecoklatan.

Perubahan yang terjadi pada adonan selama proses pemanggangan adalah terjadinya penurunan kadar air menjadi 1-4%, perubahan warna dari putih kekuningan menjadi kuning kecoklatan, dan pengembangan cookies. Perubahan warna yang terjadi disebabkan

oleh reaksi maillard (reaksi pencoklatan yang terjadi antara gula pereduksi dengan protein).

f. Pendinginan (cooling)

Proses pendinginan dilakukan setelah produk keluar dari oven

dengan dilewatkan ke dalam cooling room dengan cara

mengangin-anginkan produk pada ban berjalan dan menggunakan kipas di atas ban berjalan selama 20 sampai dengan 15 menit. Tahap ini bertujuan untuk menurunkan suhu produk dari proses pemanggangan menjadi suhu kamar yang menyebabkan pengerasan tekstur dan mempercepat proses pengemasan.

(40)

g. Pengemasan

Pengemasan bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan dengan melindungi bahan pangan di dalamnya dari bahaya pencemaran dari luar. Selain itu, pengemasan berguna untuk memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi.

Kemasan yang digunakan harus mempunyai daya tahan yang cukup untuk mempertahankan cookies dari kerusakan sesuai dengan

umur simpan yang diinginkan.

Kemasan terdiri atas dua jenis yaitu kemasan primer dan sekunder. Kemasan primer adalah kemasan yang berhubungan langsung dengan bahan yang dikemas seperti metalize packaging,

sedangkan kemasan sekunder adalah kemasan yang tidak berhubungan secara langsung dengan produk, tetapi berhubungan langsung dengan barang yang dikemas seperti karton atau kardus.

Lama waktu pemanggangan di skala produksi cookies relatif singkat

berkisar 4-5 menit setiap zona dan suhu pemanggangan cookies relatif tinggi

berkisar 1600-2000C. Maka, uji coba variabel proses untuk pembuatan cookies

dengan microwave tipe double heating menggunakan kisaran variabel suhu

1600-2000C dan variabel lama waktu

baking 4-5 menit dengan modifikasi di

laboratorium (lihat Tabel 3.). Evaluasi mutu cookies dilakukan untuk

menetapkan variabel proses suhu dan lama waktu baking terpilih dengan

menggunakan microwave tipe double heating.

Tabel 4. Evaluasi mutu cookies untuk menetapkan variabel suhu dan lama waktu baking yang terpilihdengan menggunakan microwave jenis double heating Perlakuan Suhu (0C) (menit) Waktu Hasil Baking

Kadar air (%b/b) Weight loss (%) Diameter increase (%) Spread Ratio Variasi 1 180 dan 160 4 dan 4

Rasa dan bau gosong, warna coklat gelap Variasi 2 180 dan 160 2 dan 4

Rasa dan bau normal, warna kuning kecoklatan terang

(41)

31

Suhu dan lama waktu baking untuk microwave jenis double heating

variasi 1 adalah suhu 1800C selama 4 menit dan 1600C selama 4 menit diperoleh hasil baking rasa dan bau gosong, warna coklat gelap sehingga tidak

perlu dilanjutkan untuk pengukuran evaluasi mutu cookies berikutnya.

Suhu dan lama waktu baking untuk microwave jenis double heating

variasi 2 adalah suhu 1800C selama 2 menit dan 1600C selama 4 menit diperoleh evaluasi mutu cookies dengan hasil baking rasa dan bau normal,

warna kuning kecoklatan terang sehingga dilanjutkan untuk pengukuran parameter standar produk baking. Hasil pengukuran untuk parameter standar

produk baking pada perlakuan suhu dan waktu baking variasi 2 adalah yaitu

memiliki kadar air 2.02% (b/ b) sehingga menyebabkan tekstur produk

cookies menjadi renyah, weight loss 3.05 %, diameter 6.1 %, dan spread ratio

6.05. Maka, variasi 2 dijadikan variabel proses baking menggunakan

microwave tipe double heating yang terpilih berdasarkan variabel mutu yang

terbaik dibandingkan dengan variasi 1.

Penyusunan draft Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies untuk skala laboratorium dengan menggunakan microwave tipe double heating tidak perlu dilakukan. Hal ini disebabkan oleh SOP pembuatan cookies untuk skala laboratorium dengan menggunakan microwave tipe double heating mengikuti SOP pembuatan cookies untuk skala laboratorium

dengan menggunakan microwave tipe triple heating dengan suhu dan lama

pemanggangan yang berbeda. Maka, variabel proses suhu dan lama waktu

baking dengan menggunakan microwave tipe double heating yang terpilih

yaitu suhu 1800C selama 2 menit dan 1600C selama 4 menit.

Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies untuk skala

laboratorium dengan menggunakan microwave jenis double heating sebagai

(42)

Shortening, emulsifier, air sebanyak 10 ml, gula halus, garam, dekstrosa,

dan NaHCO3

↓ Ditimbang

Mixing dengan kecepatan low selama 1 menit dan kecepatan high selama 5 menit

Berhenti mixing

Dimasukkan NH4HCO3 yang telah dilarutkan dengan air hangat sebanyak 5 ml

Mixing dengan kecepatan low selama 1 menit dan kecepatan high selama 5 menit

↓ Berhenti mixing

Dimasukkan tepung terigu ↓

Mixing dengan kecepatan low selama 6 menit

↓ Berhenti mixing

Didiamkan (standing time)selama 15 menit

Rolling dengan ketebalan 0.3±0.05 cm

Dicetak (molding) dengan molder lingkaran berdiameter 2.5 cm

Pemanggangan (baking)

1800C selama 2 menit dan 1600C selama 4 menit ↓

Didinginkan (cooling time) 10 menit

Pengemasan (packing)

Gambar 5. Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan cookies

untuk skala laboratorium dengan microwave tipe double heating

Setelah mendapatkan SOP pembuatan cookies untuk skala

laboratorium dilakukan uji coba untuk pemilihan flavour yang terkuat

intensitasnya. Flavour yang diuji coba adalah flavour vanilla, susu, telur, dan

butter. Penambahan flavour dalam produk cookies diaduk bersamaan dengan

(43)

33

mudah terikat dengan komponen hidrofilik dan hidrofobik yang terdapat dalam komponen shortening dan emulsifier.

Uji coba untuk pemilihan flavour yang terkuat intensitasnya

menggunakan uji sensori. Uji sensori untuk menentukan intensitas flavour

menggunakan uji scoring. Menurut Meilgaard (2000) bahwa uji scoring/ rating dengan menggunakan panelis terlatih tidak boleh kurang dari 8 orang

untuk uji intensitas.

Uji scoring untuk menentukan intensitas flavour terkuat menggunakan

panelis terlatih PT Arnott’s Indonesia sebanyak 10 orang. Panelis terlatih tersebut dibina oleh sensory analyst di bawah Departemen R&D.

Uji intensitas flavour dilakukan dengan produk disimpan pada suhu

300, 400, dan 500C selama 2 minggu. Penyimpanan dilakukan di dalam lemari penyimpanan yang bersuhu ruang 300C, sedangkan untuk penyimpanan suhu 400 dan 500C disimpan dalam inkubator yang sudah diatur suhunya sesuai dengan suhu penyimpanan.

Penyimpanan suhu 300, 400, dan 500C selama 2 minggu dimaksudkan agar terjadinya perubahan intensitas flavour. Hal ini disebabkan oleh adanya

perubahan transmisi aroma (flavour) dari cookies ke lingkungan sehingga

semakin lama waktu penyimpanan maka aroma cookies semakin kurang baik,

dan semakin tinggi suhu maka kehilangan aroma semakin banyak. Penyimpanan pada suhu kamar membutuhkan waktu yang lama karena kinetika reaksi berjalan lambat dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 400C.

Berdasarkan hukum Arrhenius, semakin tinggi suhu maka koefisien difusi massa akan semakin besar sehingga proses difusi dan pindah massa semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hukum Fick, dengan tingginya koefisien difusi maka jumlah gas dan uap air yang terserap semakin banyak. Selama penyimpanan, suhu semakin tinggi maka tambahan energi ke dalam molekul semakin besar sehingga energi kinetik molekul-molekul semakin membesar, akibat makin banyaknya molekul yang memiliki energi kinetik yang melampaui harga energi aktifasi. Banyaknya molekul yang memiliki energi

(44)

kinetik yang melebihi harga energi aktifasi akan menyebabkan reaksi kimia lebih cepat terjadi.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 A B C D Existing

Jenis Flavour Vanilla

N ila i R a ta -r a ta Suhu 30C Suhu 40C Suhu 50C

Gambar 6. Grafik intensitas flavour vanilla disimpan suhu 300, 400, dan 500C

selama 2 minggu

Karakteristik flavour vanilla yang diterima oleh panelis berupa rasa

yang manis dan bau seperti vanilla. Intensitas flavour vanilla yang disimpan

dalam suhu 300 selama 2 minggu yang terkuat adalah flavour jenis C dengan

nilai rata-rata yang diberikan panelis terlatih adalah 7.4, sedangkan flavour

vanilla jenis D memiliki flavour terlemah dengan nilai rata-rata yaitu 3.5

Intensitas flavour vanilla yang disimpan dalam suhu 400C selama 2

minggu yang terkuat adalah flavour vanilla jenis C 5.8. Akan tetapi, nilai

rata-rata untuk flavour vanilla jenis D terendah yaitu 2.5 sehingga memiliki flavour

vanilla terlemah.

Intensitas flavour vanilla yang disimpan dalam suhu 500C selama 2

minggu yang terkuat adalah flavour vanilla jenis C 6.25. Akan tetapi, nilai

rata-rata untuk flavour vanilla jenis B terendah yaitu 3.7 sehingga memiliki flavour vanilla terlemah.

Gambar

Tabel 1. Syarat Mutu Biskuit
Gambar 1. Diagram alir penyusunan SOP pembuatan cookies untuk  skala laboratorium
Tabel 2. Formula pembuatan produk baru cookies
Tabel 3. Evaluasi mutu cookies untuk menetapkan variabel suhu dan lama waktu  baking yang terpilih dengan menggunakan microwave jenis triple heating  Perlakuan  Suhu  ( 0 C)  (menit) Waktu  Hasil Baking
+7

Referensi

Dokumen terkait

PURWOREJO, FP – Setelah melalui penilaian yang sangat ketat, akhirnya Tim juri dari Pelangi Yogyakarta memutuskan layang- layang Ongol-ongol dari club Petung asal

internet atau inedia lain untuk kepentingan akademis tanpa periu mrnta ijin dari sa-va selama retap mencant,mkan nama saya sebagai penulis. Saya berseclia untuk

Myös tiukentuneet kriteerit oleskeluluvan saamiseksi ovat hillinneet maan sisäistä muuttoliikettä ja asuntojen

pe nggunaan lahan untuk per- dan konversi lahan dari per- ke n o n pertanian lebih dari ra di rural urban frin ge. Tidak semua kota selalu dai dengan alih aturan

3. Proses belajar mengajar MPMKMG ... Dimensi menulis MPMKMG ... Keterkaiatan MPMKMG dengan model pembelajaran ... Landasan teoritis MPMKMG ... Pengertian motivasi ... Jenis

Pada gambar 1-19 menunjukkan implementasi halaman form pemesanan konsumen yang didalamnya terdapat field-field yang harus diisi oleh admin serta produk apa yang akan

Pada kenyataannya ternyata anak-anak juga selalu menjadi korban keadaan yang tidak mengenakkan tersebut Maka dari itu, pengalaman hidup Nabi Hosea khususnya dalam hidup

Izin usaha perusahaan pengebor air bawah tanah yang selanjutnya disingkat IUPPAT adalah izin melakukan kegiatan usaha pengeboran air bawah tanah yang