• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Nila

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari luar negeri. Bibit ikan nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Budidaya Air Tawar pada tahun 1969. Setelah mulai masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Sesuai denagan nama latinnya O. niloticus

berasal dari sungai Nil dan danau-danau yang berhubungan dengan sungai itu. Bibit ikan nila telah beberapa kali didatangkan ke Indonesia, yang pertama berasal dari Taiwan. Ini berwarna gelap dengan garis vertikal sebanyak 6-8 buah di bagian ekornya. Kemudian didatangkan bibit dari Filipina yang berwarna merah (Suyanto, 1995).

Ikan nila pada awalnya bernama Tilapia nilotica, kemudian diganti dengan Sarotrherodon niloticus, dan sekarang ini dikenal dengan nama

Oreochromis niloticus (Deptan, 2000). Program seleksi di Filipina pada tahun 1987 telah berhasil membuat ikan nila unggul yang kini dikenal sebagai ikan nila Gift. Ikan nila Gift diintroduksikan ke Indonesia pada tahun 1994 dan 1996.

Menurut Mulyanto dan Habib (1999), ikan nila Gift merupakan strain baru ikan nila yang dikembangkan di negara Filipina sejak tahun 1987 melalui proyekGenetic Improvementof Farm Tilapia (GIFT), sehingga dinamakan nila GIFT. Strain ini merupakan hasil persilangan dan seleksi antara ikan Nila strain dari Negara Taiwan, Mesir, Thailand, Ghana, Singapura, Israel, Senegal, dan Kenya.Ikan nila gift adalah ikan nila unggul dari hasil perbaikan genetik yang dilakukan oleh ICLARM (International Centre for Living Aquatic Resources Management) dari hasil uji caba dilapangan pertumbuhan nila gift lebih cepat dari pada nila lokal (lokal 69) maupun Black Chitralada (Widayanti, 1996). Pertumbuhan ikan nila gift di KJA dapat mencapai 2-3 kali lebih cepat dari pada generasi sebelumnya. (Rukyani dan Subagyo, 2000).

Secara umum bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping, dengan sisik yang berukuran besar. Mata besar, menonjol, dan bagian tepi berwarna

(2)

putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tapi letaknya lebih ke bawah dari pada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi jumlahnya 34 buah. Sirip pungung, sirip perut dan sirip dubur mempunyai jari-jari lemah tapi mengeras dan tajam seperti duri. Sirip pungung berwarna hitam dan sirip dada juga tampak berwarna hitam (Amri dan Khairuman, 2003).

Banyak orang keliru membedakan antara ikan nila dan ikan mujair, dimana letak perbedaannya dapat dilihat pada perbandingan panjang total dan tinggi badan. Perbandingan ukuran tubuh ikan nila adalah 3 : 1 dan ikan mujair 2 : 1. Selain itu, terlihat adanya pola garis-garis vertikal yang terlihat sangat jelas di sirip ekor dan sirip punggung ikan nila. Jumlah garis vertikal di sirip ekor ada enam buah dan sirip pungung ada delapan buah. Garis dengan pola yang sama (garis vertikal) juga terdapat dikedua sisi tubuh ikan nila dengan jumlah delapan buah. Ikan nila memiliki lima (5) buah sirip, yakni sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggung memanjang, dari bagian atas tutup insang hingga pada bagian sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan sirip ekor yang berukuran yang lebih kecil. Sirip anus hanya ada satu buah dan berbentuk agak panjang. Sementara itu, sirip ekor berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah.

Perbedaan berdasarkan jenis kelaminnya, ikan nila jantan memiliki ukuran sisik yang lebih besar dari pada ikan nila bentina. Alat kelamin ikan nila jantan berupa tonjolan yang agak runcing yang berfungsi sebagai muara saluran urin dan saluran sperma yang terletak di depan anus. Jika diurut, perut ikan nila jantan akan mengeluarakan cairan bening. Sedangkan ikan nila betina mempunyai lubang genital terpisah dengan lubang saluran urin yang terletak di dapan anus. Bentuk hidung dan rahang belakang ikan nila jantan melebar dan berwarna biru muda. Pada ikan betina, bentuk hidung dan rahang belakang agak lancip dan berwarna kuning terang. Sirip punggung dan sirip ekor ikan nila jantan berupa garis putus-putus. Sementara itu, pada ikan nila betina, garis berlanjut (tidak putus) dan melingkar (Amri dan Khairuman, 2003).

(3)

Tabel 1. Ciri-ciri jantan dan betina pada ikan nila

Ciri-ciri Jantan Betina

Bentuk tubuh Lebih tinggi dan membulat

Lebih rendah dan memanjang Warna tubuh Lebih cerah Lebih gelap Jumlah lubang

kelamin

Satu lubang (untuk mengeluarkan sperma sekaligus air seni)

Dua lubang

Untuk mengeluarkan telur Untuk

mengeluarkan air seni Bentuk kelamin Tonjolan agak

meruncing

Tidak menonjol dan berbentuk bulat. Sumber : Amri dan Khairuman, 2003.

2.2 Pembenihan Ikan Nila 2.2.1 Memilih Induk

Memilih induk dilakukan untuk memilih calon induk yang baik dan sudah siap memijah (Gufran dan Kodri, 1997). Dalam memilih induk di pilih induk-induk yang bermutu yang tidak cacat, sehat bebas dari patogen dan sudah matang gonad.

Berhasilnya usaha pembenihan nila GIFT sangat dipengaruhi oleh keadaan induk. Bila induk baik, benih yang dihasilkan pun akan banyak dan mutunya akan baik. Tanda tanda induk jantan dan betina bermutu baik adalah sehat, bentuk badan normal, sisik besar dan tersusun rapi, kepala relatif kecil dibanding badan, badan tebal dan berwarna hitam keabu-abuan gerakan lincah (Arie, 2004).

2.2.2 Padat Tebar

Padat penebaran sangat mempengaruhi pertumbuhan, bila ikan nila dipelihara dalam kepadatan populasi tinggi, maka pertumbuhanya kurang pesat. Persaingan untuk mendapatkan makanan dan oksigen juga lebih sering terjadi. Populasi yang padat juga cenderung mempercepat terjadinya kerusakan mutu air karena kotoran ikan tersebut (Suyanto, 1995).

(4)

2.2.3 Pemeliharaan dan Pematangan Gonad

Kegiatan pemeliharaan induk merupakan kegiatan awal dalam mata rantai proses pembenihan. Tujuan dalam pemeliharaan induk adalah untuk mendapatkan induk matang gonad atau induk yang siap dipijahkan untuk menghasilkan telur. Proses penyediaan telur untuk menjamin kontinyiutas pembenihan tergantung dari tersedianya calon induk yang cukup, baik jumlah maupun kualitas dan keseragamannya (Djarijah, 1995).

Dalam gonad nila GIFT terdapat berapa fase telur, yaitu telur yang siap dikeluarkan, telur belum matang, dan telur muda atau bakal telur. Hingga mencapai kematangan, masing-masing fase memerlukan waktu yang sangat tergantung pada kondisi ikan, lingkungan, dan makanan yang diberikan. Pematangan gonad merupakan suatu proses untuk mempercepat dan memperoleh kualitas telur yang baik agar daya tetasnya tinggi (Arie, 2004).

Pematangan gonad dapat dilakukan di dalam bak beton atau di dalam hapa. Jika menggunakan bak beton sebaiknya dipilih yang berukuran 20-32 m2. Jika menggunakan hapa dengan volume 24 m3 (6x4x1). Hapa dipasang di kolam seluas 1.000-2.000 m2 dengan kedalaman kolam 1-1,5 m (Amri dan Khairuman, 2003).

2.2.4 Pemijahan

Menurut Amri dan Khairuman (2003), pemijahan terjadi setelah hari ketujuh pemeliharaan induk. Pemijahan terjadi di lubang berdiameter 30-50 cm di dasar kolam yang merupakan sarang pemijahan ketika pemijahan berlangsung. Telur yang dikeluarkan induk nila betina kemudian dibuahi oleh sperma induk jantan. Selanjutnya telur yang telah dibuahi tersebut dierami induk betina di dalam mulutnya.

Ikan nila GIFT mulai dipijahkan setelah berumur 5-6 bulan karena sudah mulai matang kelamin. Saat itu biasanya berat calon induk betina dapat mencapai 200-250 gr dan calon induk jantan 250-300 gr. Menurut Sularto et al. (1993) yang mengatakan bahwa sex

(5)

rasio jantan dan betina ikan nila 3 : 1. Kandungan jumlah telur betina berbeda, tergantung umur dan berat. Induk betina yang beratnya 200-250 gr mengandung telur 500-1.000 butir dan dapat menghasilkan larva 200-400 ekor. Selang waktu antar pemijahan berkisar 3-6 minggu. Hal ini sangat tergantung dari pakan tambahan. Masa produktif nila Gift berkisar antara 1,5-2 tahun (Arie, 2004).

Terdapat dua teknik pemijahan yaitu pemijahan alami dan pemijahan buatan namun teknik produksi benih hanya efektif, jika pemijahan dilakukan dengan pemijahan alami dengan membiarkan induk-induk berpijah dan mengerami telur dan merawat larvanya sendiri secara alami di dalam kolam pemijahan yang terkontrol (Djarijah, 1995).

Setelah induk jantan dan betina dipelihara bersama selama satu (1) minggu, maka kolam dapat diatur ketinggian airnya agar dapat terjadi pemijahan. Perubahan ketinggian air biasanya akan merangsang terjadinya pemijahan. Induk betina tidak terlalu banyak perubahan apabila sudah siap memijah tetapi pada induk jantan terjadi perubahan warna badan menjadi lebih hitam dan siripnya kemerahan. Induk jantan ini juga aktif bergerak mencari pasangan.

Bila mendapatkan pasangan induk jantan membuat cekungan didasar kolam sebagai tempat pemijahan. Pemijahan di dalam cekungan tersebut terjadi pada saat matahari akan terbenam. Pada saat itu induk betina mengeluarkan telurnya dan pada waktu yang bersamaan induk jantan mengeluarkan spermanya di tempat pemijahan dan terjadilah pembuahan telur (Suyanto, 1995).

2.2.5 Pemanenan Telur

Pemanenan telur dilakukan pada hari ke-9 hingga ke-10 atau saat telur sedang dierami. Tanda induk yang sedang mengerami telurnya adalah selalu memisahkan diri dari kelompoknya, gerakan lambat, mulut selalu tertutup, dan pada bagian bawah tutup insangnya menggembung (Arie, 2004).

(6)

Menurut Amri dan Khairuman (2003), pemanenan dilakukan dengan cara menangkap induk secara hati-hati setelah terlebih dahulu menyurutkan volume air kolam pemijahan. Induk yang ditangkap dibuka mulutnya dengan jari tengah dan telunjuk, sementara itu ibu jari dan kelingking membuka tutup insangnya, dengan posisi kepala berada di bawah, telur bisa dikeluarkan secara mudah, bagian atas (tutup insang) disiram air atau dicelupkan di dalam air. Setelah itu telur dikumpulkan dalam ember yang berisi air.

2.2.6 Penetasan Telur

Penetasan telur merupakan proses perkembangan dari fase telur hingga mencapai fase larva sempurna. Unit penetasan tidak mutlak harus menggunakan sistem resirkulasi dapat menggunakan corong penetasan berbentuk kerucut, umumnya volume corong 15 liter dengan tinggi 50 cm dan diameter bagian atas 30 cm. Sebelum dimasukan kedalam corong penetasan, telur dibersihkan dan direndam dalam larutan methylen blue dengan dosis 0,2 mg/l selama 5-10 menit, kepadatan telur dalam corong penetasan berkisar 1.000-1.500 butir/l air, sifat telur tidak menempel, untuk mencegah penumpukan telur pada corong penetasan maka perlu dialiri air secara kontinu 0,6-0,8 l/menit selain untuk mengaduk telur aliran air dapat menyuplai oksigen, suhu yang baik untuk penetasan telur ikan nila Gift berkisar antara 25-30 0C sementara suhu optimal adalah 29 0C, dan telur akan menetas dalam waktu 5-7 hari bila kondisi air baik dan suhu optimal (Arie, 2004).

Jika suhu terlalu rendah, bisa dipasang heater (pemanas) telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 5-7 hari, panjang larva ikan nila yang baru menetas 8-10 mm dan beratnya 0,02-0,05 gram. Larva tersebut akan berenang ke permukaan air dan dengan sendirinya akan terbawa aliran air melalui lubang pengeluaran di corong penetasan dan masuk ke tempat penampungan larva (Amri dan Khairuman, 2003).

(7)

2.3 Pendederan Ikan Nila

Pendederan merupakan kelanjutan pemeliharaan benih ikan nila dari hasil pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu yang siap dibesarkan. Kegiatan pendederan ini dilakukan dua tahap yaitu pendederan tahap I dan pendederan tahap II. Tujuan dari pada pendederan ini adalah untuk memperoleh ikan nila yang ukuran seragam, baik panjang maupun berat dan memberikan kesempatan ikan nila mendapatkan makanan sehingga pertumbuhan juga seragam (Amri dan Khairuman, 2003).

2.3.1 Pendederan I

Pengolahan tanah dasar kolam yaitu melakukan pengeringan dasar kolam dengan cara menjemur menjemur selama 4-7 hari sampai dasar kolam retak-retak. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan senyawa beracun, mempercepat proses mineralisasi dari sisa-sisa bahan organik, serta membasmi hama dan bibit penyakit kalau terdapat pada kolam.

Pendederan I adalah pemeliharaan benih ikan nila berukuran 1-3 cm yang dipelihara selama 2 minggu sehingga mencapai ukuran 3-4 cm. Keberhasilan pendederan I sangat ditentukan oleh beberapa faktor internal, seperti mutu telur dan kualitas induk ikan nila. Induk bermutuakan menghasilkan benih bermutu baik, begitu juga sebaliknya. Sedangkan faktor eksternal seperti persiapan media sebelum penebaran benih dilakukan, seperti pengeringan pemupukan, pengapuran dan pemberantasan hama dan penyakit. Sementara itu, kegiatan pemeliharaan meliputi pemberian pakan, pengontrolan dan pemanenan. Jenis makanan tambahan yang diberikan adalah pelet terapung atau pelet yang dibasahi dengan air. Jumlah makanan yang diberikan 3-5 % per hari dari total benih yang dipelihara (Amri dan Khairuman, 2003).

2.3.2 Pendederan II

Selain dilakukan disawah, kolam, atau tambak, pedederan II juga dapat dilakukan di keramba jaring apung (KJA), karena benih yang ditebar adalah hasil panen dari pada pendederan I yang

(8)

ukurannya sudah mencapai 5 cm (5 gr/ekor). Ikan nila seukuran ini tidak bisa lolos dari jaring apung dengan ukuran mata jaring polietilen nomor 240 D/12. Lama pemeliharaan dipendederan II adalah 2-3 minggu. Ukuran ikan nila yang dihasilkan dengan rataan 10 gr/ekor (8-12 cm). Ikan nila hasil pendederan II selanjutnya dibesarkan secara intensif di kolam biasa, kolam air deras, sawah, kantung jaring apung, atau tambak air payau. Padat tebar pada pendederan II lebih sedikit dari pada pendederan I karena ukuran ikan yang dipelihara lebih besar. Keberhasilan kegiatan pendederan II ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kualitas benih dan teknik pemeliharaan meliputi persiapan media pemeliharaan, penebaran benih, pemberian pakan, dan penanggulangan hama dan penyakit (Amri dan Khairuman, 2003).

2.4 Analisis Kelayakan

Analisis kelayakan finansial dalam persiapan dan analisis proyek menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap peserta yang tergabung di dalamnya. Tujuan utama analisis finansial terhadap usaha pertanian (farms) menurut Gittinger (1996) adalah untuk menentukan berapa banyak keluarga petani yang menggantungkan kehidupannya kepada usaha pertanian tersebut. Salah satu cara untuk melihat kelayakan finansial adalah dengan metode Cash Flow Analysis.

Metode ini dilakukan setelah komponen-komponen biaya dan manfaat tersebut dikelompokkan dan diperoleh nilainya. Komponen-komponen tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat atau penerimaan (benefit; inflow) dan biaya atau pengeluaran (cost; outflow). Selisih antara keduanya disebut manfaat bersih (net benefit) dan untuk tingkat investasi menggunakan beberapa kriteria penilaian kelayakan seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) (Gittinger, 1996).

Analisis finansial dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi,

(9)

yaitu Pay Back Period (PBP), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C),Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). 2.4.1 PBP

PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Zubir, 2006) dan dihitung menurut persamaan berikut :

Nilai Investasi

PBP (tahun) = x 1 tahun Kas Masuk Bersih

Metode ini sangat sederhana, sehingga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utamanya adalah tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah payback, sehingga metode ini umumnya hanya digunakan sebagai pendukung metode lainnya.

2.4.2 Net B/C

Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C<1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

2.4.3 BEP

BEP merupakan suatu gambaran kondisi penjualan produk yang harus dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba. Jika hasil penjualan produk tidak dapat melampaui titik ini maka proyek yang bersangkutan tidak dapat memberikan laba (Sutojo, 1993).

(10)

Total Biaya (Rp) = Volume Penjualan (unit) x Harga Jual (Rp) Perhitungan volume penjualan pada saat BEP dapat dihitung dengan persamaan :

Total Biaya Tetap BEP (unit) =

(Harga Jual/unit - Biaya Peubah/unit)

Total Biaya Tetap BEP (Rp) =

1 - Biaya Peubah per Unit Harga Jual

2.4.4 NPV

NPV atau nilai bersih sekarang merupakan perbandingan PV (Present Value) kas bersih dengan PV investasi selama umur investasi. Selisih antara PV tersebut disebut NPV (Zubir, 2006). NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari manfaat dan biaya :

NPV =  t t t i) (1 C -B  Dimana ;

Bt = manfaat (penerimaan) bruto pada tahun ke- t ( Rp) Ct = biaya bruto pada tahun ke- t (Rp)

i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (i = 1,2,3,...n) Kriteria NPV sebagai berikut :

a. NPV>0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan b. NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tetapi juga tidak rugi

(manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan, sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian subyektifpengambilan keputusan)

c. NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan.

(11)

2.4.5 IRR

IRR merupakan alat untuk mengukur tingkat pengembalian hasil internal (Kasmir dan Jakfar, 2007). IRR adalah salah satu metode untuk mengukur tingkat investasi. Tingkat investasi adalah suatu tingkat bunga dimana seluruh net cash flow setelah dikalikan

discount factor atau setelah dipresent value kan, nilainya sama dengan initial investment (biaya investasi).

IRR = i’ + ) " ' ( ' NPV NPV NPV (i” – i’) Dimana : NPV ’ = nilai NPV Positif (Rp) NPV ” = nilai NPV Negatif (Rp)

i’ = discount rate nilai NPV positif (%) i” = discount rate nilai NPV negatif (%)

2.5 Analisis Strategi Pengembangan Usaha

Menurut Glueck dan Jauch (1999), strategik merupakan rencana yang disatukan menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan suatu perusahaan dengan tantangan dan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat.

Secara umum, manajemen strategi diawali dari tahap perumusan strategi, tahap implementasi dan selanjutnya tahap evaluasi strategi (David, 1998). Tahap perumusan strategi meliputi pernyataan misi, penetapan tujuan, identifikasi peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan. Analisis internal meliputi pemasaran dan distribusi, manajemen, produksi dan operasi, permodalan dan keuangan, serta pengembangan SDM. Analisis eksternal meliputi lingkungan industri dan lingkungan makro.

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis strategi. David (1998), menyebutkan bahwa analisis SWOT, yaitu analisis kekuatan-kelemahan dan peluang–ancaman (Strengths, weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi bersifat sistematik dari

(12)

faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi, peluang dan acaman lingkungan luar, serta strategik yang menyajikan kombinasi terbaik di antara keempatnya. Matriks SWOT akan menghasilkan empat tipe strategi berikut : 2.5.1 Strategi S-O

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2.5.2 Strategi S-T

Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

2.5.3 Strategi W-O

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada

2.5.4 Strategi W-T

Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada, serta menghindari ancaman.

Setelah memperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan, maka selanjutnya dapat dipilih alternatif strategi yang akan diterapkan perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Dengan pilihan strategik yang tepat, perusahaan diharapkan dapat memanfaatkan kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan menghadapi ancaman yang ada. Melalui matrik SWOT didapatkan alternatif strategik untuk menentukan critical decision, sehingga perusahaan dapat menerapkan strategi yang tepat (Rangkuti, 2004).

(13)

Tabel 2. Matriks SWOT Internal Eksternal Kekuatan (S) Kelemahan (W) Peluang (O) Strategi S-O

Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi W-O Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Ancaman (T) Strategi S-T

Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasiancaman Strategi W-T Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Sumber : Rangkuti, 2004.

Gambar

Tabel 1. Ciri-ciri jantan dan betina pada ikan nila
Tabel 2. Matriks SWOT    Internal  Eksternal  Kekuatan (S)  Kelemahan (W)  Peluang (O)  Strategi S-O

Referensi

Dokumen terkait

53.Berdasarkan peta di atas, kombinasi yang manakah benar mengenai jenis hutan dan tanih pada kawasan yang berlorek dalam peta?.. 54.Apakah ciri-ciri tumbuhan semula jadi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif informasi bagi yang berminat mengadakan penelitian tentang Urgensi Pendidikan Formal Tingkat SMA Menurut Buruh Konveksi,

merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan transaksi jual-beli

Dengan adanya sistem informasi data survei sosial ekonomi daerah di BPS Kota Lubuklinggau dapat membantu kinerja petugas sensus maupun bagian pegawai bps untuk mengatasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Guru SMP Negeri se-Kecamatan Stabat dinyatakan siap dalam menyiapkan pembelajaran kurikulum 2013, hal ini dapat dilihat dari

Berdasarkan tabel, terjadi peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas pada tiap siklusnya, dari rata-rata keseluruhan aspek diperoleh sebesar 2,91

Penelitian ini merupakan studi ekologi atau studi korelasi populasi tentang hubungan unsur iklim (suhu udara rata-rata, kelembaban nisbi, indeks curah hujan, kecepatan

Dalam penelitian ini akan melakukan analisis terkait pengaruh antara variabel independen (X) yaitu kesempatan, tekanan, rasionalisasi, kompetensi dan arogansi terhadap variabel