SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi
Diajukan Oleh: IRSYADA ARROISI
0613010232/FE/AK
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Oleh: IRSYADA ARROISI
0613010232/FE/AK
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
DI BURSA EFEK INDONESIA
Disusun Oleh:IRSYADA ARROISI 0613010232/FE/AK
Telah Dipertahankan Di Hadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 17 Desember 2010
Pembimbing Utama : Tim Penguji
Ketua
Dra. Ec. Dwi Suhartini, MAks Drs. Ec. H. Tamadoy Thamrin, MM Sekertaris
Dra. Ec. Dwi Suhartini, MAks Anggota
Drs. Ec. R. Sjarief Hidayat, MSi Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Analisis Pengaruh Transaction Cost Terhadap Holding Period Pada Industri
Tekstil Dan Garment Di Bursa Efek Indonesia” dapat terselesaikan dengan baik.
Maksud penyusunan skripsi ini bagi mahasiswa adalah sebagai salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana (S1) Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak
baik secara moril maupun materiil. Untuk itu penulis menyampaikan banyak
terima kasih kepada:
1. Bapak Mayjend (Purn) Dr. (HC). H. Warsito, SH, MM., Selaku Rektor
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin N, MM., Selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi., Selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, SE, MSi., Selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
ii
petunjuk sampai terselesainya penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf yang telah memberikan bimbingan dan
ilmunya pada penulis selama kualih di Fakultas Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
7. Bapak, ibu beserta semua anggota keluargaku yang telah memberikan doa dan
dukungan baik moril maupun materiil dan segala cinta kasihnya.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih banyak atas
bantuan dan dukungan bagi penulis.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari kekurangan
dari penulisan skripsi ini dan semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Desember 2010
Halaman
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ...vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
ABSTRAK ...ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah...1
1.2. Rumusan Masalah ...5
1.3. Tujuan Penelitian ...5
1.4. Manfaat Penelitian ...6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ...7
2.2. Landasan Teori...9
2.2.1. Investasi Saham...9
2.2.2. Macam-Macam Motif Investasi dan Memilih Saham Yang Cocok...10
2.2.3. Strategi Investasi ...12
2.2.4. Resiko Investasi Saham...12
2.2.5. Asimetri Informasi ...16
2.2.6. Biaya Transaksi...17
2.2.7. Holding Period ...26
2.2.8. Hubungan Biaya Transaksi dengan Holding Period ...31
2.3. Kerangka Pikir ...33
2.4. Hipotesis...35
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional Variabel...36
3.2. Teknik Penentuan Sampel...38
3.3. Teknik Pengumpulan Data ...40
3.3.1. Jenis Data ...40
3.3.2. Sumber Data...40
3.3.3. Metode Pengumpulan Data ...40
3.4. Pengujian Asumsi Klasik ...41
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ...44
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia...47
4.2. Deskripsi Variabel Penelitian...49
4.2.1. Deskripsi Variabel Bid Ask Spread (X1) ...49
4.2.2. Deskripsi Variabel Market Value (X2) ...50
4.2.3. Deskripsi Variabel Risk of Return (X3) ...51
4.2.4. Deskripsi Variabel Holding Period (Y)...52
4.3. Analisis Model dan Pengujian Hipotesis ...54
4.3.1. Pengujian Asumsi Klasik ...54
4.3.1.1. Pengujian Non Multikolinieritas...54
v
4.3.2. Analisis Regresi Linear Berganda...56
4.3.3. Pengujian Hipotesis...58
4.3.3.1. Uji Simultan...58
4.3.3.2. Uji Parsial ...59
4.4. Pembahasan...63
4.4.1. Implikasi...65
4.4.2. Pengembangan Ilmu...66
4.4.3. Konfirmasi Dengan Tujuan dan Manfaat Penelitian...67
4.4.4. Perbedaan Peneliti dengan Penelitian Terdahulu ...67
4.4.5. Keterbatasan Penelitian...69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...70
5.2. Saran...71
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Tabel: Halaman
1. Nama Perusahaan ...40
2. Deskripsi Variabel Bid Ask Spread Tahun 2004-2008...49
3. Deskripsi Variabel Market Value Tahun 2004-2008...51
4. Deskripsi Variabel Risk of Return Tahun 2004-2008...52
5. Deskripsi Variabel Holding Period Tahun 2004-2008 ...53
6. Uji Heteroskedastisitas ...55
7. Uji Normalitas ...56
8. Hasil Uji Parsial...59
Gambar: Halaman
1. Fluktuasi Harga Saham Perusahaan Tekstil ...3
INDONESIA Oleh Irsyada Arroisi
Dra. Ec. Dwi Suhartini MAks
Industri tekstil merupakan industri yang dihadapkan pada persaingan berat setelah tekstil dari China membanjiri pasar nasional. Kondisi yang demikian menyebabkan produk tekstil lokal tidak terserap dengan baik oleh pasar lokal. Tahun 2007 dengan frekuensi beredar sebesar 160,564 kali dengan jumlah saham yang dipergagangkan sebesar 17,002 juta lembar. Sementera itu untuk tahun 2008 frekuensi perdagangan saham menurun drastis hanya menjadi sebesar 3210 kali, dengan jumlah saham beredar sebesar 19,959 juta lembar. Dengan adanya frekwensi saham yang berfluktuatif menunjukkan besaran holding period pada industri tekstil dan garmen pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 mengalami kondisi yang berfluktuatif. Tujuan dari penelitian ini, untuk menganalisis pengaruh transaction
cost berupa bid ask spread, market value dan risk of return terhadap holding period
pada kelompok industri tekstil dan garment di Bursa Efek Indonesia.
Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan seluruh perusahaan tekstil dan garmen yang listing, tahun 2004 – 2008 sebanyak 22 perusahaan. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu penentuan sampel dengan menggunakan kriteria tertentu. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dengan data laporan keuangan maka jumlah perusahaan sampel sebanyak 5 tahun X 22 perusahaan, jadi sampel pada penelitian ini sebanyak 110 laporan keuangan.
Setelah dilakukan pengujian atas hipotesis yang diajukan, maka diperoleh kesimpulan transaction cost berupa bid ask spread, market value dan risk of return secara simultan berpengaruh terhadap holding period pada kelompok industri tekstil dan garmen di Bursa Efek Indonesia setelah dilakukan pengujian teruji kebenarannya. Variabel bid ask spread secara signifikan tidak memiliki pengaruh terhadap holding
period pada kelompok industri tekstil dan garmen di Bursa Efek Indonesia. Variabel market value dan risk of return memiliki pengaruh yang signifikan terhadap holding period pada kelompok industri tekstil dan garmen di Bursa Efek Indonesia.
ON TEXTILE AND GARMENT INDUSTRY IN INDONESIA STOCK EXCHANGE
By Irsyada Arrois
Dra. Ec. Dwi Suhartini MAks
The textile industry is an industry that faced heavy competition from China after textiles flooded the national market. Such conditions cause local textile products is not absorbed well by the local market. In 2007 the frequency of circulation of 160.564 times with the number of shares amounted to 17.002 million shares dipergagangkan. Sementera it for 2008 stock trading frequency dropped dramatically only amounted to 3210 times, with the number of shares outstanding of 19.959 million shares. With the frequency fluctuation shows the amount of shares that the holding period in the textile and garment industry in 2007 until the year 2008 the conditions fluctuate. The purpose of this study, to analyze the influence of transaction cost in the form of bid ask spread, market value and risk of return to the holding period in the group of textile and garment industry in Indonesia Stock Exchange.
The population in this study is the financial statements of all textile and garment companies which are listing, the year 2004 - 2008 by 22 companies. The sampling technique used was purposive sampling, namely the determination of the sample by using certain criteria. Based on the criteria established by the financial reporting data, the number of sample companies as much as 5 years X 22 companies, so the sample in this study of 110 financial statements.
After testing the above hypothesis and then conclude the transaction cost in the form of bid ask spread, market value and risk of return simultaneously affect the holding period in the group of textile and garment industry in Indonesia Stock Exchange after testing verified. Bid ask spread variable has no significant effect on the holding period in the group of textile and garment industry in Indonesia Stock Exchange. Variable market value and risk of return has a significant influence on the holding period in the group of textile and garment industry in Indonesia Stock Exchange.
1.1. Latar Belakang Masalah
Krisis keuangan global telah berdampak pada perekonomian dunia.
Indonesia sebagai negara yang terkena imbas dari krisis keuangan global.
efek negatif dari krisis keuangan global ini yaitu omzet manufaktur
mengalami penurunan, kerusakan infrastruktur, melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS, sulitnya tambahan likuiditas modal kerja dan
masih rumitnya proses birokrasi menjadi kendala utama penurunan aktivitas
perdagangan. Keadaan ini bisa turut berperan memangkas perndapatan
negara. Berdasarkan informasi sejumlah asosiasi usaha, mayoritas industri
yang berkontribusi signifikan terhadap penurunan omzet adalah sektor
industri berbasis ekspor, seperti teksitil dan produk tekstil (TPT), industri
hasil hutan, kayu olahan dan furnitur, elektronik, alas kaki, pulp dan kertas,
sarung tangan karet dan minyak sawit mentah (www.inaplas.org, 2008).
Kelompok perusahaan manufaktur selama tahun 2008 mampu
menyumbangkan kapitalisasi pasar sebesar 40,65% (sebesar Rp. 109,123
triliun) dari total kapitalisasi pasar. Sementara itu ditinjau dari sisi volume
saham yang beredar perusahan manufaktur hanya sebesar 34,83%. Hal ini
mengindikasikan bahwa saham perusahaan manufaktur lebih diminati,
dibandingkan dengan kelompok saham lain. Ditinjau dari nilai perdagangan,
saham perusahaan manufaktur mampu menyumbangkan sebesar 42,09% (Rp.
50,828 triliun). Pada bagian lain kelompok perusahaan manufaktur memiliki
kontribusi terhadap keseluruhan frekuensi perdagangan saham sebesar
38,97%. Jika diperhatikan persentase kontribusi perdagangan saham
perusahaan manufaktur (38,97%) lebih besar dibandingkan dengan
persentase saham beredar (34,83%). Hal ini mengindikasikan bahwa saham
perusahaan manufaktur sadalah saham yang likuid. Namun demikian pada
industri manufaktur, terdapat kelompok industri dengan likuiditas sangat
rendah dan fluktuasi, yaitu industri tekstil dan garmen.
Industri tekstil merupakan industri yang dihadapkan pada persaingan
berat setelah tekstil dari China membanjiri pasar nasional. Kondisi yang
demikian menyebabkan produk tekstil lokal tidak terserap dengan baik oleh
pasar lokal. Secara bertahap perusahaan mengalami penurunan produksi yang
berdampak pada penurunan kinerja keuangan perusahaan. Kondisi yang
demikian menyebabkan saham perusahaan tekstil yang go public di BEI
menjadi kurang diminati oleh investor.
Tahun 2007 dengan frekuensi beredar sebesar 160,564 kali dengan
jumlah saham yang dipergagangkan sebesar 17,002 juta lembar. Sementera
itu untuk tahun 2008 frekuensi perdagangan saham menurun drastis hanya
menjadi sebesar 3210 kali, dengan jumlah saham beredar sebesar 19,959 juta
lembar. Tahun 2009 frkuensi perdagangan mengalami peningkatan tajam
yang mencapai 138,713 kali dengan jumlah saham beredar sebesar 10,863
garmen sebesar 22 perusahaan pada tahun 2007, 21 perusahaan pada tahun
2008 serta 23 perusahaan pada tahun 2009.
Gambar 1. Fluktuasi Harga Saham Perusahaan Tekstil
Sumber: www.idx.co.id. Data diolah
Gambar diatas menunjukkan besaran holding period pada industri
tekstil dan garmen pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 mengalami
kondisi yang berfluktuatif. Hal ini kemungkinan di pengaruhi adanya
transaction cost yang berfuktuatif, disamping itu ada kemungkinan adanya
kondisi holding period yang tinggi berakibat pada likuiditas perusahaan
menjadi terendah, hal itu nampak pada frekwensi perdagangan saham rendah
menunjukkan holding period yang tinggi dan sebaliknya.
Holding period adalah lamanya waktu yang dibutuhkan investor
untuk berinvestasi dengan sejumlah uang yang bersedia dikeluarkan atau
dengan kata lain rata-rata panjangnya waktu investor menahan saham
Cerminan holding period adalah likuiditas yang menggambarkan
seberapa lama investor memegang atau menahan kepemilikan atas saham.
Semakin likuid saham suatu perusahaan maka dapat diduga semakin baik
penilaian investor terhadap kinerja perusahaan. Sebaliknya semakin tidak
likuid suatu saham, penilaian investor terhadap kinerja perusahaan semakin
kurang baik, maka investor enggan berdagang saham yang kurang atau tidak
likuid (Fabozzi, 1999: 249).
Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa semakin likuid suatu
saham, maka akan semakin rendah holding period, demikian pula sebaliknya
semakin tidak likuid suatu saham, maka akan semakin panjang holding
period. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa investor akan segera melepas
saham yang dipegangnya setelah memperoleh keuntungan atau gain. Selama
investor belum memperoleh gain, maka investor akan cenderung menahan
saham dimiliki. Kondisi tersebut akan tidak berlaku apabila harga saham
yang dimiliki investor terus menerus memiliki kecenderungan menurun
(Zuhroh, 2002).
Pengaruh bid ask spread, market value dan risk of return terhadap
holding period disampaikan oleh Atkin dan Dyl (1997:309) yang menyatakan
bahwa: “…average holding period are funtion of bid ask spread, market value
and risk of return”. Inti dari pernyataan tersebut adalah bahwa holding period
merupakan fungsi dari bid ask spread, market value dan risk of return secara
simultan. Semakin tinggi ketiga variabel tersebut secara simultan, maka akan
tersebut secara simultan akan semakin pendek holding period. Menurut
Amihud dan Medelson (1996:228) dalam teori “basis for the proposition”
yang menyatakan assets dengan biaya transaksi tinggi akan dipegang oleh
investor (holding period) dalam jangka waktu yang lama. Demikian juga
dengan nilai pasar assets (market value) dan risiko pendapatan (risk of
return) berdampak secara simultan terhadap jangka waktu investor dalam
memegang sebuah assets (holding period).
Untuk itu menarik untuk ditiliti penyebab industri tekstil dan garment
memiliki holding period yang cenderung berfluktuatif. Mencermati
fenomena yang terjadi, maka penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti
lebih jauh pengaruh transaction cost berupa bid ask spread, market value
dan risk of return terhadap holding period pada kelompok industri tekstil
dan garment di Bursa Efek Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah
transaction cost berupa bid ask spread, market value dan risk of return
berpengaruh terhadap holding period pada kelompok industri tekstil dan
garment di Bursa Efek Indonesia?”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: “Untuk
dan risk of return terhadap holding period pada kelompok industri tekstil dan
garment di Bursa Efek Indonesia”.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Bagi investor
Bermanfaat bagi investor dalam memberi sumbangan informasi dan
pengetahuan dalam menganalisis keputusan investasi.
2. Bagi akademis
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama pada bidang
akuntansi keuangan, investasi dan manajemen keuangan.
3. Bagi penulis
Dapat mengaplikasikan pengetahuan dari mata kuliah yang didapat dan
beberapa buku referensi yang diperoleh penulis selama kuliah.
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian berkaitan dengan holding period sudah dilakukan oleh
penelitian terdahulu, di antaranya oleh:
1. Atkins dan Edward (1997) dengan judul: “Transactions Costs and
Holding Periods for Common Stocks”. Hasil penelitian ini adalah
terdapat pengaruh positif signifikan bid ask spread dan market value
terhadap holding period indeks bursa Nasdaq dan NYSE, sedangkan
risk of return saham berpengaruh negatif signifikan terhadap holding
period indeks bursa Nasdaq dan NYSE. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian terdahulu terletak pada variabel bebas dan variabel
terikat yang digunakan serta alat uji yang digunakan. Adapun
perbedaan diantara keduanya adalah obyek penelitian, penelitian
terdahulu menggunakan indeks bursa Nasdaq dan NYSE, sedangkan
penelitian ini hanya memfokuskan pada industri tekstil dan garment.
2. Subali dan Zuhroh (2002), dengan judul “Analisis Pengaruh
Transaction Cost Terhadap Holding Period Saham Biasa (Studi Kasus
Pada Bursa Efek Jakarta Tahun 2000)”. Pada penelitian ini analisis
regresi dilakukan untuk mengetahui pola hubungan antara variabel
independen (bid-ask spread, market value dan risk of return saham)
dengan variabel dependen holding period. Hasil pengujian
3. Halim dan Hidayat (2000) dengan judul: “Studi Emperis Tentang
Pengaruh Volume Perdagangan dan Return Terhadap Bid Ask Spread
Saham Industri Rokok di Bursa Efek Jakarta Dengan model koreksi
kesalahan”. Penelitian ini memodelkan terdapat hubungan negatif
antara volume perdagangan saham dan harga (return) saham terhadap
jangka waktu memegang saham (hoding period), dengan demikian
semakin tinggi volume perdagangan saham dan harga (return) saham,
maka akan semakin singkat holding period. Sebaliknya, semakin
rendah volume perdagangan saham dan harga (return) saham, maka
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Investasi Saham
Untuk memutuskan untuk berinvestasi saham seorang investor tidak
akan terpisahkan dari pasar modal. Hal ini diungkapkan oleh Myers (1996:5)
sebagai berikut : “The investment decision can be separated from capital
market either. A firm which in its stockholders interest should accept those
investment which increase the value of either stake in the firm but that
requires a theory of how common stocks are valued”.
Saham merupakan salah satu jenis efek yang paling dinamis
diperdagangkan karena pembentukan harga yang dilakukan oleh kekuatan
pasar, yaitu antara pembeli dan penjual. Adapun keuntungan yang diperoleh
investor yang telah memiliki saham, yaitu :
a. Kemungkinan memperoleh capital gain, yaitu selisih positif antara
harga pada saat membeli saham jika dibandingkan harga saham pada
saat menjual saham tersebut di bursa efek.
b. Memiliki prioritas untuk membeli surat berharga yang dikeluarkan untuk
perusahaan.
c. Kemungkinan memperoleh dividen tunai atau saham (dividen saham).
d. Kemungkinan memperoleh hak atas saham bonus.
e. Waktu kepemilikan tidak terbatas dan berakhir pada saat menjual
kembali.
Adapun kegiatan para investor yang juga disebut pemodal tersebut
tergantung pula pada tujuan mereka sebagai pemodal, yang dapat
dikelompokkan menjadi 4 kelompok seperti yang dikemukakan oleh Usman
(1990:55):
a. Pemodal yang bertujuan memperoleh dividen. Kelompok ini berharap
memperoleh dividen yang cukup dan terjamin tiap tahun.
b. Pemodal yang bertujuan berdagang. Kelompok ini mempunyai harapan
untuk mendapatkan capital gain atau keuntungan selisih harga beli dan
harga jual suatu saham.
c. Pemodal yang ingin memiliki suatu perusahaan. Pemodal tidak
memperhitungkan dividen dan pertumbuhan dalam penilaian sahamnya,
tetapi biasanya lebih ditekankan pada kekayaan perusahaan.
d. Pemodal yang merupakan spekulator. Kelompok ini menyukai
saham-saham perusahaan yang belum berkembang, yang diyakini akan
berkembang dengan baik dengan menggunakan berbagai informasi.
2.2.2. Macam-Macam Motif Investasi Dan Memilih Saham Yang Cocok
Ada beberapa macam motif investasi saham menurut Buletin BES
(1999:8) adalah sebagai berikut :
a. Motif Keamanan
Merupakan motif yang mendasar dalam saham, adalah bahwa tidak
seorangpun yang menginginkan kerugian dalam melakukan investasi.
investor maka mungkin investor tersebut memilih untuk membeli
saham-saham yang tidak terpengaruh oleh pertimbangan ekonomi
seperti resesi.
b. Motif Pendapatan
Merupakan salah satu motif investasi yang banyak mewarnai tindakan
para investor. Investor seperti ini mengharapkan pendapatan yaitu
dividen yang cukup besar. Apabila investor bermotif seperti ini, maka
jenis saham yang cocok untuk dibeli adalah saham-saham unggul (blue
chips), yaitu saham perusahaan besar yang dikenal luas, telah lama
berdiri, stabil serta matang.
c. Motif Pertumbuhan jangka Panjang Dengan Sedikit Risiko
Merupakan motif investasi bagi sebagian besar investor dan motif ini
karena sebagian besar investor yakin bahwa investasi saham untuk
mendatangkan keuntungan yang cukup besar dal m jangka panjang.
Umumnya investor seperti ini kurang begitu tertarik terhadap dividen.
Karena itu saham-saham yang cocok bagi mereka adalah jenis-jenis
saham yang berkembang (growth stocks) yaitu saham perusahaan yang
tumbuh diatas rata-rata lainnya.
d. Motif Pertumbuhan Jangka Pendek Dengan Risiko Relatif Tinggi
Merupakan motif yang sedikit spekulatif karena investor yang demikian
cenderung untuk memperoleh keuntungan dalam jangka pendek tetapi
risikonya cukup besar. Investor yang bermotif seperti ini tidak jarang
perhitungan yang cermat. Karena itu untuk menghindari diri dari
kerugian yang cukup besar, investor seperti ini disarankan senantiasa
berusaha memperoleh informasi yang menguntungkan.
2.2.3. Strategi Investasi
Pada dasarnya saham dapat digunakan untuk mencapai 3 tujuan
utama, yaitu:
a. Sebagai gudang nilai, berarti investor mengutamakan keamanan
prinsipal sehingga mereka akan mencari saham blue chips dan saham
non spekulatif lainnya.
b. Untuk pemupukan modal, berarti investor mengutamakan investasi
jangka panjang, sehingga mereka akan mencari saham pertumbuhan
untuk memperoleh capital gain atau saham penghasilan untuk mendapat
dividen.
Sebagai sumber penghasilan penghasilan, berarti investor mengandalkan
pada penerimaan dividen, sehingga mereka akan mencari saham penghasilan
yang bermutu baik dan hasil tinggi.
2.2.4. Risiko Investasi Saham
Secara umum hampir semua investasi termasuk investasi saham
mengandung unsur ketidakpastian. Investor tidak tahu dengan pasti berapa
hasil yang akan diperoleh dari investasi yang dilakukan dan yang dapat
investasi tersebut. Sering terjadi keuntungan yang diharapkan berbeda
dengan yang sesungguhnya terjadi dan ini dikatakan sebagai risiko. Dalam
keadaan seperti ini berarti para investor menghadapi risiko dalam investasi
yang dilakukannya. Semakin besar penyimpangan antara hasil sesungguhnya
dengan hasil yang diharapkan, berarti akan semakin besar risiko yang
ditanggung. Dengan demikian risiko berbanding lurus dengan keuntungan
yang diharapkan. Besarnya keuntungan yang diharapkan dari setiap sekuritas
tidak sama karena besarnya risiko yang akan mereka tanggung juga tidak
sama.
Levy dan Sarnat (1992:222) mengatakan “The term risk or
equivalently uncertainty will be used to describe an option whose profit is not
known in advance with absolute certainty, but for which an array of
alternative outcomes and their probabilities are known”. Risiko
menunjukkan keadaan dimana profit yang akan terjadi tidak diketahui
sebelumnya secara pasti, tetapi dapat disusun suatu alternatif kemungkinan
kejadian yang dapat diketahui.
Ada beberapa jenis risiko investasi dilihat dari sumber penyebabnya
yang dapat digolongkan menjadi sembilan jenis faktor risiko menurut Francis
(1996:210), yaitu:
a. Default risk (risiko kegagalan) adalah risiko yang timbul bila perusahaan
pailit. Beberapa faktor risiko kegagalan ini secara sistematis bersumber
dari kegagalan usaha, sedangkan risiko kegagalan lainnya disebabkan
b. Interest rate risk (risiko tingkat bunga) adalah risiko yang timbul akibat
dari perubahan tingkat bunga pasar. Risiko tingkat bunga merupakan
risiko yang tidak dapat didiversifikasikan karena tingkat bunga
cenderung untuk naik dan turun secara bersamaan dan mempengaruhi
nilai dari aktiva secara umum.
c. Market risk (risiko pasar), yang timbul akibat terjadinya kondisi pasar
yang bull dan bear yang cenderung mempengaruhi semua surat berharga
secara bersamaan.
d. Management risk (risiko manajemen) timbul ketika orang yang
mengelola aktiva investasi membuat kesalahan yang mengakibatkan
turunnya nilai aktiva. Jadi risiko manajemen ini merupakan bagian dari
risiko total yang disebabkan oleh pengambilan keputusan yang salah.
e. Purchasing power risk (risiko daya beli), risiko ini disebabkan oleh
tingkat inflasi yang mempengaruhi daya beli dari mata uang.
f. Marketability risk (risiko kemampuan jual), merupakan bagian dari total
risiko aktiva yang disebabkan oleh potongan dan komisi penjualan, yang
harus diberikan dalam rangka menjual aktiva yang tidak likuid.
g. Political risk (risiko politik), merupakan bagian dari variabilitas
pendapatan total aktiva yang disebabkan oleh perubahan lingkungan
politik yang mempengaruhi nilai pasar aktiva.
h. Callability risk (risiko paksaan), merupakan variabilitas pendapatan
yang disebabkan oleh kenyataan bahwa surat berharga itu dapat secara
i. Convertability risk (risiko dipertukarkan), merupakan variabilitas
pendapatan yang timbul karena surat berharga pasar (seperti obligasi)
dapat ditukarkan dengan surat berharga lain (seperti saham biasa).
Usman (1990:5) mengatakan bahwa investor dihadapkan pada
beberapa risiko, antara lain :
a. Risiko financial, yaitu risiko yang diderita oleh investor sebagai akibat
dari ketidakmampuan emiten saham dan obligasi memenuhi kewajiban
pembayaran dividen atau bunga serta pokok investasi.
b. Risiko pasar merupakan risiko menurunnya harga pasar secara
substansial baik keseluruhan saham maupun saham tertentu akibat
tingkat inflasi, ekonomi keuangan negara, perubahan manajemen
perusahaan atau kebijakan pemerintah.
c. Risiko psikologis, yaitu risiko bagi investor atau pemodal yang
bertindak secara emosional dalam menanggapi perubahan-perubahan
pasar. Para investor menanggapi perubahan harus berdasarkan
optimisme atau pesimisme yang dapat mengakibatkan kenaikan atau
penurunan harga saham. Risiko ini erat kaitannya dengan risiko pasar
dan risiko financial. Investor sebenarnya tidak membutuhkan dana
sehingga tidak perlu menjual sahamnya, namun demikian mereka tetap
menjual sahamnya, karena secara psikologis terpengaruh oleh investor
2.2.5. Teori Asimetri Informasi
Manajemen biasanya memiliki informasi yang lebih mendalam
tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya. Fenomena ini bisa terjadi
karena adanya information asymmetry diantara manajer dan investor. Sejalan
dengan pemikiran Ross (1977) tersebut, Miller dan Rock (1985)
mengembangkan suatu model mengenai hubungan antara informasi asimetri
dengan tingkat laba sekarang (current earning) dan tingkat investasi
perusahaan (level of investment). Menurut Miller dan Rock (1985),
karena earnings diasumsikan berkorelasi dari waktu ke waktu, investor
luar bisa memprediksikan earnings masa datang bila laba sekarang diketahui.
Karena tingkat investasi sulit dicermati (unobservable), pihak perusahaan
mempunyai insentif membayar dividen yang lebih besar untuk memberikan
sinyal earnings yang lebih tinggi dengan mengurangi investasi. Dalam
keadaan ekuilibrium, suatu perusahaan dengan current earnings yang lebih
tinggi membayar dividen yang cukup tinggi untuk membedakannya dengan
perusahaan yang mendapatkan current earnings yang lebih rendah.
Argumen di atas mengindikasikan bahwa kelompok perusahaan
dengan tingkat asimetri informasi yang tinggi akan membayar dividen yang
lebih tinggi pula untuk memberikan sinyal tingkat earnings yang sama
seperti perusahaan dengan tingkat asimetri yang lebih rendah. Secara singkat
teori signaling memprediksikan semakin tinggi tingkat informasi asimetri,
semakin tinggi juga kemungkinan perbedaan harga. Dalam penelitian ini,
diukur dengan bid-ask spread. Penelitian-penelitian sebelumnya banyak
yang mengggunakan spread perusahaan sebagai proxy informasi asimetri,
diantaranya Leuz dan Verrecchia (2000), Healy et al. (1999), dan Deshmukh
(2005).
Dasar penggunaan asimetri teori adalah adanya perbedaan informasi
yang dimiliki antara manajemen dan investor. Perbedaan tersebut
menghasilkan bid-ask spread yang cukup luas. Dimana bid-ask spread
berdasar penelitian Atkins and Dyl (1997) merupakan faktor dominan dalam
mempengaruhi holding period.
2.2.6. BiayaTransaksi
Manajer keuangan dievaluasi melalui berbagai benchmark, dan dalam
evaluasi tersebut harus dimasukkan biaya-biaya yang berhubungan ke dalam
perkiraan. Pada masa investasi dimana 100 nilai dasar dapat membuat
perbedaan, manajemen dan analisis yang hati-hati terhadap biaya transaksi
dapat menghasilkan dividen yang sangat besar. Dalam upaya mengatur biaya
transaksi secara efektif, manajer keuangan perlu memahami
komponen-komponen yang berbeda dari biaya-biaya ini dan pelbagai cara untuk
mengukurnya. Biaya investasi meliputi biaya penelitian dan biaya transaksi.
Biaya penelitian mencakup biaya para analisis, komputer dan programmer
untuk membentuk model penilaian dan biaya untuk membeli data dan
mempertahankan basis data. Biaya transaksi terdiri dari komisi, ongkos, biaya
pelaksanaan, dan biaya peluang, yang dapat dikelompokkan menjadi
a. Biaya Transaksi Tetap
Komponen biaya transaksi tetap sangat mudah diukur dan digambarkan
dengan komisi-komisi untuk makelar, pajak, dan ongkos. Komponen
tetap relatif kecil. Komisi adalah jumlah uang yang dibayar kepada
makelar untuk menjalankan perdagangan. Yang termasuk dalam
kategori ongkos adalah ongkos untuk pemeliharaan dan ongkos transfer.
Ongkos pemeliharaan adalah ongkos yang dibebankan oleh suatu
institusi yang memegang sekuritas secara aman bagi investor. Ongkos
transfer adalah ongkos yang dibayar oleh investor utuk memindahkan
kepemilikan suatu saham.
b. Biaya Transaksi Variabel
Sementara komisi dan ongkos-ongkos mudah diukur, biaya transaksi
variabel biaya pelaksanaan dan biaya peluang tidak. Biaya pelaksanaan
menggambarkan perbedaan antara harga pelaksanaan suatu sekuritas dan
harga akan muncul jika tidak ada perdagangan. Karena kedua kondisi ini
tidak muncul secara bersamaan, biaya transaksi yang nyata tidak dapat
diobservasi bersama-sama. Walaupun demikian, ada cara untuk
mengukur biaya-biaya yang memberikan informasi yang berguna bagi
manajer keuangan. Bukan pengukuran tunggal yang menceritakan cerita,
dan perlu untuk menyediakan set patok-duga pengukuran yang
mencakup seluruh proses transaksi. Lebih lanjut masalah pengukuran
yang rumit adalah perlunya untuk memisahkan dampak investor lain dan
Biaya pelaksanaan lebih lanjut dapat dibagi menjadi dampak
pasar atau harga dan pertimbangan penentuan waktu pasar. Biaya
dampak pasar adalah hasil perbedaan permintaan penawaran dan
konsensi harga penyalur. Konsensi harga muncul karena risiko yang
dialami penyalur dimana perdagangan investor kemungkinan dimotivasi
oleh informasi yang dimiliki investor tetapi penyalur tidak
mendapatkannya. (Perdagangan seperti itu disebut
information-motivated). Biaya penentuan waktu pasar yaitu biaya yang muncul dari
pergerakan harga saham selama waktu transaksi yang disandangkan
pada aktivitas lain dalam saham.
a. Biaya peluang
Biaya peluang diartikan sebagai perbedaan dalam kinerja investasi
aktual dan investasi yang diinginkan disesuaikan dengan biaya tetap dan
biaya pelaksanaan. Perbedaan kinerja adalah konsekuensi karena tidak
mampu menerapkan semua perdagangan yang diinginkan.
b. Biaya pelaksanaan.
Biaya pelaksanaan timbul dari permintaan yang cukup tinggi untuk
pelaksanaan segera melalui permintaan untuk likuiditas dan aktivitas
perdagangan pada tanggal perdagangan. Biaya pelaksanaan bervariasi
sesuai dengan bentuk investasi dan permintaan perdagangan investor.
Komponen biaya transaksi diikhtisarkan di bawah ini:
Biaya transaksi = biaya tetap + biaya variabel
Biaya variabel = biaya pelaksanaan + biaya peluang
Biaya pelaksanaan = biaya dampak pasar + biaya penentuan waktu pasar
Biaya peluang = pengembalian yang diinginkan pengembalian aktual
biaya pelaksanaan biaya tetap.
Pengukuran biaya transaksi berdasarkan Atkins dan Dyl (1997) berupa
bid-ask spread, market value dan risk of return saham. Berikut ini penjelasan
ketiga pengukuran dari biaya transaksi.
2.2.6.1. Bid-Ask Spread
Di pasar tradisional, sebelum terjadi transaksi ada suatu proses
tawar-menawar antara pembeli dan penjual sehingga akhirnya terbentuk suatu harga
dan terjadilah suatu transaksi. Hal yang sama juga terjadi dalam transaksi
surat berharga khususnya pasar saham, namun dengan beberapa aturan
tertentu sesuai dengan karakteristik pasar surat berharga. Dalam transaksi
saham, bid menunjukkan harga yang diajukan oleh pihak yang akan
melakukan pembelian saham tersebut, sedangkan offer atau disebut juga ask
menunjukkan harga yang ditawarkan oleh pihak yang akan menjual saham
tersebut. Suatu transaksi belum terjadi bila terdapat perbedaan antara bid dan
ask (Darmadji dan M. Fakhruddin, 2001:116).
Agar terjadi suatu transaksi, maka pihak pembeli (pihak yang
melakukan bid) dapat meningkatkan bid-nya atau pihak penjual (pihak yang
melakukan ask) menurunkan tawarannya. Di Bursa Efek, aturan beberapa
diaplikasikan dalam komputer sistem perdagangan secara otomatis, yang
dikenal sebagai Fraksi Harga atau Tick Price.
Para investor yang menyimpan suatu financial asset pasti akan
memperhatikan pada tingkat harga berapa ia akan mengambil keputusan
untuk membeli fiancial asset tersebut, serta setelah investor tersebut
memperoleh return yang diharapkan, maka harus diperhatikan juga bahwa
pada tingkat harga saham berapa ia akan mengeluarkan keputusan untuk
menjual kembali financial asset tersebut. Keputusan untuk menjual atau
membeli pada suatu tingkat harga tertentu, hal utama yang harus dilakukan
yaitu mengetahui seberapa besar perbedaan (spread) antara harga tawaran
beli (bid) dan harga tawaran jual (ask).
Ask rate (tingkat yang diminta) adalah tingkat suatu harga yang
diminta untuk dibayarkan pada investor yang memegang financial asset,
seringkali disebut sebagai rate (kurs jual) atau offer rate (kurs tawaran). Bid
rate (tingkat yang ditawarkan) adalah suatu tingkat harga yang mana investor
bersedia untuk membayar kepada perusahaan terhadap financial asset yang
dimiliki oleh perusahaan tersebut, seringkali disebut buying rate (kurs beli)
(Djakman, 2000:885). Pada transaksi round trip, dimana saham dibeli dan
kemudian dijual dalam suatu periode ketika tidak ada informasi baru yang
menyebabkan investasi secara kolektif menarik ulang nilai saham (harga
tawaran bid dan harga tawaran ask yang ditentukan dealer tidak berubah).
Biasanya saham akan dibeli pada harga tawaran ask yang ditentukan dan
bid dan harga tawaran ask merupakan bagian dari biaya transaksi round trip
saham perusahaan kecil cenderung di jual dengan harga rendah, tetapi dengan
spread antara harga tawaran bid dan harga tawaran ask yang sama.
Hubungan secara terbalik antara jumlah aktivitas perdagangan atau
nilai pasar dan besarnya spread dapat dijelaskan segera setelah diketahui
bahwa spread yang ada adalah kompensasi bagi dealer yang memberikan
investor likuiditas. Semakin kecil jumlah perdagangan, semakin jarang
seorang dealer akan memperoleh spread (dengan membeli pada harga
tawaran bid dan menjual pada harga tawaran ask). Jadi, dealer akan
memerlukan spread yang lebih sering di perdagangkan (Sharpe, 1997:72-73).
Menurut Halim (2000:70), bid ask spread merupakan selisih antara
harga tertinggi yang trader (pedagang saham) bersedia membeli suatu saham
dengan harga jual terendah yang trader bersedia untuk menjual saham
tersebut. Perhitungan bid-ask spread dapat secara langsung dirumuskan
sebagai berikut (Halim, 2000:73):
HBt
Untuk menghindari bias dari penggunaan data dapat digunakan
eatimasi terhadap perhitungan bid-ask spread (Atkins dan Dyl, 1997:313
dalam Subali dan Zuhroh, 2002:197):
Dimana: Spreadit = rata-rata prosentase bid-ask spread dari saham I
pada tahun t.
N = jumlah pengamatan selama satu tahun
Askit = harga jual terendah yang menyebabkan investor
setuju untuk menjual saham I pada bulan t
Bidit = harga beli tertinggi yang menyebabkan investor
setuju untuk membeli saham I pada bulan t
2.2.6.2. Market Value
Nilai pasar saham (market value) menurut Jones (1996:409) ”the
market value of one share of stock is the current market”. Nilai pasar saham
adalah nilai satu lembar saham pada harga pasar saai ini. pendapat lain dari
Jones (1996:411) “the agregat market value for a corporation, calculated by
multiplying the market price per share of the stock by the number of shares
outstanding, represents the total of the firm ad determined in the market
place”. Nilai pasar suatu perusahaan dihitung dengan mengalikan nilai pasar
per lembar saham dengan jumlah saham yang beredar, hal ini menunjukkan
nilai total perusahaan yang ditentukan oleh pasar.
Rata-rata nilai pasar suatu perusahaan dalam periode tertentu dapat
dirumuskan pada persamaan berikut ini (Lenny dan Nur, 1999:214):
Market value = rata-rata harga saham bulan t X jumlah saham beredar
pada akhir bulan
Menurut Lenny dan Indriantoro (1999:218) lamanya kepemilikan
suatu saham biasa di Bursa Efek Indonesia berhubungan erat dengan ukuran
perusahaan (market value). Menurut Jogiyanto (2000:88) market value dapat
didefinisikan sebagai nilai yang berlaku di pasar sebagai suatu akibat dari
perdagangan jual beli saham dalam periode tertentu. Fokus mekanisme dari
perdagangan saham dan obligasi serta struktur dari pasar dapat menentukan
jenis pasar dan instrumen yang digunakan. Perdagangan yang terjadi di bursa
dapat mengakibatkan fluktuasi harga saham sesuai dengan permintaan.
a. Harga Pasar Saham, yang mempengaruhi nilai pasar saham adalah harga
pasar saham. Harga pasar suatu saham merupakan harga yang telah
disepakati bersama oleh penjual maupun pembeli pada saat saham
diperdagangkan. Harga pasar saham sering juga disebut dengan harga
wajar, yakni harga pada saat saham berpindah tangan, antara pembeli
dan penjual yang keduanya sama-sama memiliki pengetahuan fakta
relevan menyangkut saham tersebut.
Fluktuasi harga saham dipengaruhi oleh banyak faktor, secara garis
besar di bagi menjadi dua, yaitu faktor makro dan faktor mikro.
Perubahan dari faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi harga saham
dan pada akhirnya mempengaruhi nilai pasar saham.
b. Jumlah Saham yang Beredar (Outstanding Share), yang mempengaruhi
nilai pasar saham adalah jumlah saham yang beredar. Pengertian
Outstanding Share yaitu jumlah saham yang ditawarkan oleh
dengan kebijaksanaan perusahaan, misalnya kebutuhan dana untuk
ekspansi usaha, membayar sebagian hutang atau tujuan lain.
2.2.6.3. Risk of Return Saham
Risk of return saham merupakan tingkat risiko yang terjadi dari suatu
kegiatan investasi terutama akibat transaksi saham di pasar bursa (gain or
lose) yang dicerminkan dari deviasi standar yang mengukur penyimpangan
nilai-nilai yang sudah terjadi. Variabel ini dapat dihitung dengan pengukuran
sebagai berikut (Yeny, 2003:120):
1
Semakin besar risk of return maka semakin pendek saham ditahan
atau dimiliki oleh investor (Subali dan Diana, 2002:204). Hal ini berkaitan
dengan perilaku preferensi resiko dasar (Ridwan dan Inge dalam Subali,
2001) yaitu:
1. Mengabaikan resiko (risk indifferent)
2. Menghindari resiko (risk averse)
Jika investor memilih investasi yang kurang riskan, maka dia adalah seorang
penghindar risiko. Hampir semua investor adalah penghindar risiko, dan
sudah tentu rata-rata investor adalah penghindar risiko. Implikasi
penghindaran risiko terhadap tingkat pengembalian adalah bila hal-hal lain
konstan maka, semakin tinggi risiko sekuritas, akan semakin tinggi pula
pengembalian yang disyaratkan.
Total return adalah ”the total return form an invesment for a given
period time, including both yield and capital gain or lose” (Jones, 1996:142).
Total return adalah total pendapatan dari kegiatan investasi pada periode
waktu tertentu, termasuk di dalamnya tingkat pendapatan dan keuntungan
atau kerugian yang terjadi. Return saham dapat dirumuskan sebagai berikut:
1
Pt-1 = harga saham penutupan periode lalu
2.2.7. Holding Period Saham
Umumnya orang yang berinvestasi (dengan membeli aset-aset
keuangan seperti saham atau obligasi) dengan memikirkan tanggal akhir
(jatuh temponya). Jangka waktu dari tanggal pembelian sampai tanggal akhir
(jatuh tempo) dapat disebut sebagai rencana jangka panjang investor,
investasi jangka panjang atau holding periode.
Lamanya seorang investor untuk menahan aset tertentu dengan
Period Return (HPR), sehingga HPR dapat diartikan sebagai total yang
didapat dari investasi selama periode tertentu, (Winger, 1995:72). Untuk
perhitungan ini terdapat tiga elemen dari cash flow, yaitu jumlah investasi
awal (P0), penerimaan distribusi ketika investasi (R), dan jumlah yang
diterima ketika investasi telah dijual (P1), sehingga dapat dirumuskan
dengan
g memiliki hubungan pada investasi awal (P0).
Hubungan ini dapat ditulis: :
HPR = R (P1 – P0)
Jika nilai P1 lebih besar dari P0, maka akan terjadi capital gain. Namun
jika terjadi sebaliknya maka akan terjadi capital loss. HPR lebih sering
digunakan sebagai rasio yan
Holding period yaitu rata-rata panjangnya waktu investor dalam
menahan atau memegang sahamnya selama periode waktu tertentu (Subali
dan Zuhroh, 2002:197). Jika semakin lama seorang investor memiliki sebuah
saham semakin lama holding period saham tersebut, namun apabila jangka
waktu antara investor membeli dan menjual lagi saham yang
n pendek maka holding period saham tersebut juga pendek.
Pendapat lain mengatakan “holding period” adalah lamanya waktu
yang dibutuhkan investor untuk berinvestasi dengan sejumlah uang yang
bersedia di keluarkan atau dengan kata lain rata-rata panjangnya waktu
investor menahan saham perusahaan selama bulan atau periode penelitian
indikasi tentang rata-rata panjangnya waktu investor untuk menahan saham
suatu perusahaan yang dapat dihitung dengan pengukuran sebagai berikut
(Yenny dkk, 2003:119):
holding period adalah rata-rata panjangnya t
Dimana: waktu investor
menahan saham perusahaan selama tahun t.
A. Stra
ngkan biaya transaksi
dan bia
berikan return yang sesuai
dengan tingkat return yang diharapkan investor.
tegi Beli dan Simpan
Strategi beli dan simpan ini investor membeli sejumlah saham dan
tetap memegangnya untuk beberapa waktu tertentu. Tujuan dilakukannya
strategi ini adalah untuk menghindari biaya transaksi dan biaya tambahan
lainnya yang terlalu tinggi. Dalam hal ini, investor percaya bahwa return
yang akan diperoleh dari penerapan strategi ini tidak akan jauh berbeda
dengan return yang diperoleh jika investor secara aktif menjual dan membeli
saham. Dalam strategi ini investor sangat mempertimba
ya lainnya dalam melakukan portofolio saham.
Strategi beli dan simpan dilakukan investor dalam komposisi yang
terdiri dari banyak saham ataupun hanya beberapa jenis saham. Meskipun
demikian, investor tetap harus melakukan pemilihan terhadap saham-saham
tertentu yang akan dimasukkan dalam portofolionya. Hal yang terpenting
disini adalah bahwa komposisi tersebut akan bisa diterima sepanjang
Kesimpulan yang dapat ditarik dari strategi bali dan simpan ini adalah
bahwa investor bukan berarti tidak melakukan apa-apa dan hanya sekedar
membeli lalu menyimpan saham yang telah dibelinya tersebut, tetapi investor
juga harus melakukan tindakan rasional dalam berinvestasi. Investor harus
pintar-pintar memilih saham yang akan dimasukkan dalam investasinya.
Disamping itu, hasil yang akan diperoleh dari strategi beli dan simpan ini
harus di investasikan kembali untuk meningkatkan kemakmuran investor
(Tandelilin, 2001:200).
B. Menghitung Return Periode Kepemilikan
Menurut Shape (1997:166) ukuran yang dapat digunakan untuk setiap
investasi adalah return periode kepemilikan (holding period return). Idenya
adalah menspesifikasi tingkat bunga selama periode kepemilikan dan
kemudian mengasumsikan setiap pembayaran yang diterima selama periode
tersebut diinvestasikan ulang. Prosedur umum mengasumsikan setiap
pembayaran yang diterima dari sekuritas digunakan untuk membeli lebih
banyak lagi sekuritas jenis itu pada harga pasar yang berlaku saat itu. Dengan
menggunakan prosedur ini, kinerja sekuritas dapat diukur dengan
membandingkan nilai yang diperoleh dengan cara ini diakhir periode
kepemilikan dengan nilai pada waktu permulaan value relative (relatif nilai)
ini dapat dikonversikan ke return periode kepemilikan dengan mengurangkan
Return periode kepemilikan dapat dikonversikan ke return per periode
yang ekuivalen. Dengan menggunakan efek bunga majemuk, prosedur yang
tepat adalah menemukan nilai yang memenuhi hubungan:
(1 + rg ) N = 1 + r hp atau rg + (1 + r hp)1/N – 1
Dimana: N = jumlah periode kepemilikan
rhp = return periode kepemilikan
rg = return ekuivalen per periode, dicompound setiap periode
untuk mengkonversikan hasil ini ke return periode kepemilikan yang
dinyatakan sebagai jumlah per periode dengan bunga majemuk, seseorang
dapat menemukan return rata-rata geometris dari return periodik:
1 + rg = [(1 + r1)(1+r2) ... (1+rN)]1/N
Perhitungan yang lebih canggih dapat digunakan dalam kerangka
kerja ini. Setiap pembayaran dividen segera setelah diterima dapat digunakan
untuk memperoleh bunga dari tabungan sampai akhir periode. Biaya pialang
dan lainnya yang bersosialisasi dengan investasi ulang dividen dapat
dimasukkan ke perhitungan, meskipun besarnya biaya tersebut tergantung
pada besar keseluruhan investasi yang dipertanyakan. Tingkat kerumitan
merupakan fungsi dari perolehan nilai.
Periode kepemilikan yang paling tepat sering tidak pasti seperti halnya
return periode kepemilikan tertentu. Baik situasi investor maupun pilihannya
tidak dapat diramalkan dengan pasti. Selain itu dari periode kepemilikan
yang paling tepat sering tidak pasti seperti halnya return periode kepemilikan
dengan pasti. Selain itu dari sudut pandang strategis, manajer investasi akan
lebih suka untuk memegang sekuritas tertentu selama hasilnya melebihi
alternatif yang ada. Usaha untuk mengidentifikasi periode seperti itu
sebelumnya jarang ada yang sukses, tetapi manajer akan terus berusaha
mengetahuinya. Return periode kepemilikan, seperti yield to maturity, adalah
alat yang bermanfaat untuk menyederhanakan realitas yang rumit dari
analisis investasi. Return periode kepemilikan memungkinkan analis
memfokuskan pada pandangan yang paling relevan untuk situasi dan
menawarkan ukuran yang baik untuk kinerja periode tersebut.
2.2.8. Hubungan Biaya Transaksi Dengan Holding Period
Hubungan antara biaya transaksi dengan holding period disampaikan
oleh Amihud dan Medelson (1996:126) yang menyatakan bahwa asset
dengan transaction cost yang tinggi akan ditahan lebih lama oleh investornya
dan asset dengan transaction cost yang rendah akan ditahan lebih pendek
oleh investornya.
Hasil studi Atkins yang dilakukan pada New York Stock Exchange dan
Nasdaq periode 1975 sampai 1991 menghasilkan kesimpulan yang sama,
selain itu hubungan yang lebih kuat antara kedua variabel tersebut terjadi
pada Nasdaq yang memiliki spread lebih besar. Dari hasil kedua studi
tersebut semakin meyakinkan bahwa transaction cost yang dicerminkan oleh
bid-ask spread memang mempengaruhi keputusan investor dalam
Di Indonesia penelitian tentang hubungan antara transaction cost
dengan holding period pernah dilakukan Leny dan Indriantoro (1999). Hasil
studi tersebut ternyata menghasilkan kesimpulan yang berbeda dengan
penemuan Atkins Atkin dan Dyl (1997:309). Leny dan Indriantoro (1999)
menyimpulkan bahwa di BEJ, transaction cost tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap holding period, tetapi hanya variabel market value saja
yang merupakan cerminan dari besarnya ukuran perusahaan berpengaruh
secara signifikan terhadap keputusan investor dalam menentukan masa
kepemilikan sahamnya.
Pengaruh bid ask spread, market value dan risk of return terhadap
holding period disampaikan oleh Atkin dan Dyl (1997:309) yang menyatakan
bahwa: “…average holding period are funtion of bid ask spread, market value
and risk of return”. Inti dari pernyataan tersebut adalah bahwa holding period
merupakan fungsi dari bid ask spread, market value dan risk of return secara
simultan. Semakin tinggi ketiga variabel tersebut secara simultan, maka akan
semakin lama holding period, sebaliknya semakin rendah ketiga variabel
tersebut secara simultan akan semakin pendek holding period. Hal yang sama
dinyatakan oleh Amihud dan Medelson (1996:228) dalam teori “basis for the
proposition”. Berdasarkan teori basis for the proposition transaction cost
dapat mempengaruhi holding period yang artinya bahwa assets dengan biaya
transaksi tinggi akan dipegang oleh investor (holding period) dalam jangka
risiko pendapatan (risk of return) berdampak secara simultan terhadap jangka
waktu investor dalam memegang sebuah assets (holding period).
Berdasar pada asimetri teori dinyatakan bahwa adanya perbedaan
informasi yang dimiliki antara manajemen dan investor. Perbedaan tersebut
menghasilkan bid-ask spread yang cukup luas. Dimana bid-ask spread
berdasar penelitian Atkins and Dyl (1997) merupakan faktor dominan dalam
mempengaruhi holding period.
2.3. Kerangka Pikir
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini pada dasarnya merupakan
pengembangan terhadap penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh
peneliti terdahulu yang dapat diikuti pada premis-premis sebagai berikut:
a. Premis 1: Subali dan Diana Zuhroh, 2002.
Perubahan holding period ditentukan oleh variabel yang dimasukkan
dalam model, yaitu spread, market value dan risk of return saham
b. Premis 2: Jogiyanto (2000)
Risiko merupakan unsur inti dari investasi, sehingga investor harus
memasukkan risiko sebagai pertimbangan investasi. Return saham
memiliki hubungan positif dengan risiko saham, semakin tinggi return,
maka akan semakin tinggi pula risiko yang dihadapi.
c. Premis 3: Atkins dan Dyl (1997)
Simpulan dari penelitian yang dilakukan di New York Stock Exchange
dicerminkan oleh bid-ask spread berpengaruh terhadap keputusan
investor dalam menentukan masa kepemilikan saham.
d. Premis 4: Leny dan Indriantoro (1999)
Di BEJ transaction cost tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
besarnya holding period, tetapi hanya variabel market value saja yang
merupakan cerminan dari besarnya ukuran perusahaan berpengaruh
secara signifikan terhadap keputusan investor dalam menentukan masa
kepemilikan sahamnya.
e. Premis 5: Agus Sartono (1999)
Bid ask spread berpengaruh terhadap likuiditas saham yang akhirnya
berpengaruh terhadap holding period suatu saham.
f. Premis 6: Amihud dan Medelson (1996: 126)
Asset dengan transaction cost yang tinggi akan ditahan lebih lama oleh
investornya dan asset dengan transaction cost yang rendah akan ditahan
lebih pendek oleh investornya.
g. Premis 7: Abdul Halim dan Nasuhi Hidayat (2000)
Terdapat hubungan negatif antara volume perdagangan saham dan harga
(return) saham terhadap jangka waktu memegang saham (hoding
period), dengan demikian semakin tinggi volume perdagangan saham
Bid Ask Spread (X1)
Market Value (X2)
Risk of Return (X3)
Holding Period (Y)
Regresi Linier Berganda
2.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
“Transaction cost berupa bid ask spread, market value dan risk of return
berpengaruh terhadap holding period pada kelompok industri tekstil dan
3.1. Definisi Operasional Variabel
Untuk memperjelas arti variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini, definisi operasional masing-masing variabel akan diuraikan
sebagai berikut:
a. Holding Period (Y)
Holding period merupakan rata-rata panjangnya waktu investor dalam
memegang saham. Rata-rata holding period bulanan dari masing-masing
investor untuk setiap bulan dihitung dengan membagi jumlah saham
beredar sampai akhir bulan dengan total volume transaksi bulanan. Skala
pengukuran dengan menggunakan skala rasio dan dirumuskan
berdasarkan Yenny dkk, (2003:119):
Bulanan
Bid Ask Spread merupakan selisih antara harga permintaan dan harga
penawaran terhadap suatu saham. Konsep perhitungan spread adalah
dengan membuat rata bid ask spread mingguan selama satu semester
untuk tiap jenis saham yang diteliti selama periode observasi. Skala
pengukuran dengan menggunakan skala rasio dan dirumuskan
berdasarkan Atkins dan Dyl, 1997:313 dalam Subali dan Zuhroh,
Speadi,smin,T = rata-rata persentase bid-ask spread dari saham i
pada semester n tahun t.
N = jumlah pengamatan selama satu semester
Askim = harga jual terendah yang menyebabkan investor
setuju untuk menjual saham I pada bulan m
Bidim = harga beli tertinggi yang menyebabkan investor
setuju untuk membeli saham I pada bulan m.
c. Market Value (X2)
Merupakan nilai pasar dari ekuitas (modal sendiri). Market value yang
diambil sebagai data adalah harga penutupan akhir bulan dikalikan
dengan jumlah saham beredar setiap bulan, untuk dirata-rata selama satu
semester. Skala pengukuran dengan menggunakan skala rasio dan
dirumuskan berdasarkan Lenny dan Nur (1999:214):
Market value = rata-rata harga saham bulan t X jumlah saham beredar
pada akhir bulan
Keterangan:
d. Risk of Return (X3)
Merupakan tingkat risiko yang terjadi dari suatu kegiatan investasi,
terutama akibat transaksi saham di pasar bursa yang tercermin dari
standar deviasi yang mengukur penyimpangan-penyimpangan nilai yang
sudah terjadi dengan rata-ratanya, skala pengukuran dengan
menggunakan skala rasio dan dirumuskan berdasarkan Yeny,
(2003:120):
Pit = harga penutupan saham i pada bulan t.
Deviasi standar dirumuskan:
Sdi,smtn = tingkat risiko dari return realisasi saham I, selama
semester n.
3.2. Teknik Penentuan Sampel a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan seluruh perusahaan
tekstil dan garmen yang listing, tahun 2004 – 2008 sebanyak 22
b. Sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu
penentuan sampel dengan menggunakan kriteria tertentu. Kriteria yang
digunakan adalah:
1. Perusahaan yang tergolong dalam industri tekstil dan garmen yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Perusahaan tekstil dan garmen yang tidak menghentikan operasinya
dan tidak melakukan penggabungan usaha dan tidak berubah status
sektor industrinya.
3. Perusahaan tekstil dan garmen tidak disuspend selama tahun 2004
hingga tahun 2008.
4. Perusahaan tekstil dan garmen menerbitkan laporan keuangan
lengkap dari tahun 2004 hingga tahun 2008 yang berakhir 31
Desember dan data perusahaan yang dibutuhkan tersedia di Bursa
Efek Indonesia.
Berdasarkan kriteria tersebut dengan data laporan keuangan maka jumlah
perusahaan sampel sebanyak 5 tahun X 22 perusahaan, jadi sampel pada
penelitian ini sebanyak 110 laporan keuangan.
Pada Tabel 1. nampak nama-nama perusahaan yang dijadikan
Tabel 1. Nama Perusahaan
No Nama Perusahaan No Nama Perusahaan
1 Apac Citra Centertex Tbk 12 Pan Brothers Tex Tbk
2 Argo Pantes Tbk 13 Panasia Filament Inti Tbk
3 Centex Tbk 14 Panasia Indosyntec Tbk
4 Delta Dunia Petroindo Tbk 15 Primarindo Asia Infrastructure Tbk
5 Eratex Djaja Tbk 16 Ricky Putra Globalindo Tbk
6 Ever Shine Textile Industry Tbk 17 Roda Vivatex Tbk
7 Fortune Mate Indonesia Tbk 18 Sunson Textile Manufacture Tbk
8 Hanson International Tbk 19 Sepatu Bata Tbk
9 Indo Acidatama Tbk 20 Texmaco Jaya Tbk
10 Indorama Synthetics Tbk 21 Tifico Tbk
11 Karwell Indonesia Tbk 22 Surya Intrindo Makmur Tbk
Sumber: www.idx.co.id
3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
yang dibutuhkan adalah laporan keuangan perusahaan tahun 2004 sampai
dengan tahun 2008.
3.3.2. Sumber Data
Data diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal Bursa Efek Surabaya
(PRPM BES) serta Jakarta Stock Exchange (JSX).
3.3.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diperlukan, peneliti melakukan prosedur
sebagai berikut:
a. Observasi
akan diteliti dan teori-teori yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut.
b.Riset Kepusatakaan
Riset kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan teori yang mendukung
penelitian ini serta hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat.
c.Dokumentasi
Pengumpulan data dengan menggunakan dan mempelajari
catatan-catatan atau dokumen perusahaan.
3.4. Pengujian Asumsi Klasik
Persamaan regresi tersebut harus bersifat BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan tidak boleh bias. Untuk
menghasilkan pengambilan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi
diantaranya 4 asumsi dasar dalam regresi linear berganda yaitu:
1) Tidak ada autokorelasi
2) Tidak ada multikolinearity
3) Tidak boleh ada heterokedastisity.
4) Data berdistribusi normal
Apabila salah satu dari keempat asumsi dasar tersebut dilanggar, maka
persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga
pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias. Dibawah ini
akan dijelaskan masing-masing asumsi dasar dari BLUE yaitu sebagai
1) Autokorelasi, didefinisikan sebagai `korelasi antara data observasi yang
diurutkan berdasarkan urut waktu (time series) atau data yang diambil
pada waktu tertentu (cross-sectional), Gujarati (1997:201). Jadi dalam
model regresi linear berganda diasumsikan tidak terdapat gejala
autokorelasi. Artinya nilai residual pada waktu ke-t (et) tidak boleh ada
hubungan dengan nilai residual periode sebelumnya (et-1). Identifikasi
ada atau tidaknya gejala autokorelasi dapat dites dengan menghitung
nilai Durbin Watson dengan persamaan (Algifari, 1997:79):
et-1 = residual pada perioode t-1 (satu periode sebelumnya)
n = banyaknya data
2) Multikolinearity, artinya antara independent yang satu dengan yang lain
dalam model regresi tidak saling berhubungan secara sempurna atau
mendekati sempurna. Diagnosis atau dugaan secara sederhana terhadap
adanya multikolinearitas didalam model regresi adalah sebagai berikut:
(1) Koefisien determinasi berganda (R square) tinggi
(3) Nilai F hit tinggi (signifikan), sebagian besar atau bahkan seluruh
koefisien regresi tidak signifikan (Algifari, 1997:79).
Dari diagnosis atau dugaan adanya multikolinearity tersebut maka
perlu pembuktian atau identifikasi secara statistik ada atau tidaknya
gejala multikolinearity yang dilakukan dengan cara menghitung variance
inflation factor (VIF), dengan rumus sebagai berikut (Algifari, 1997:79):
VIF menyatakan tingkat `pembengkakan` variance, apabila VIF
lebih besar dari 10 hal ini berarti terdapat multiklinearitas pada
persamaan linear. Pembuktian dengan menghitung VIF ini tidak dapat
diketahui dengan variabel bebas yang mana korelasi tersebut terjadi.
Sehingga dalam menganalisis ada tidaknya multikolinearitas, peneliti
juga akan membahas dengan korelasi matrik yaitu meng-korelasikan satu
persatu antar variabel bebas.
3) Heterokedastisity, Varians semua variabel adalah konstan (sama).
Artinya, masing-masing varians gangguan untuk masing-masing
pengamatan adalah konstan, yang berarti pula tidak terjadi hubungan
antara variabel pengganggu dengan variabel bebasnya. Gejala yang
terjadi sebaliknya yaitu heteroskedastisitas yang dapat diketahui dengan
4) Normality
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data
mengikuti sebaran normal atau tidak, untuk mengetahui apakah data
tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan berbagai
metode diantaranya metode Kolmogorov (Gujarati, 1997:150). Menurut
Gujarati (1997:150), pedoman dalam pengambilan keputusan apakah
distribusi data mengikuti distribusi normal adalah :
1. Jika nilai signifikan (Nilai Probabilitasnya) < 0.05, maka
didistribusinya tidak normal.
2. Jika nilai signifikan (Nilai Probabilitasnya) > 0.05, maka
didistribusinya adalah normal.
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisa data untuk
menguji hipotesa adalah :
a. Melakukan perhitungan terhadap variabel bebas:
b. Melakukan penghitungan koefisien regresi dengan analisis regresi linier
berganda.
Y = β0 + β1X1 +β2X2 +β3X3 +
Keterangan:
Y = Holding Period
X1 = Bid Ask Spread
X2 = Market Value
= regrresion coefficient
= intercept
= error term
c. Pengujian Hipotesis uji F dan uji t
Tahap 1 : Melakukan uji F
Tujuan melakukan uji F adalah untuk menguji tingkat signifikansi
pengaruh transaction cost yang terdiri dari: bid ask spread, market value
dan risk of return secara simultan terhadap holding period pada
kelompok industri tekstil dan garmen di Bursa Efek Indonesia.
Langkah-langkahnya adalah:
1. Menentukan level of significant () sebesar 5% dan untuk
menentukan F tabel dengan cara mengetahui derajat kebebasan V1
dan V2 yang mana V1 = k dan V2 = n - (k-1).
2. Menentukan daerah penerimaan H0 dan HA
a). Jika F hitung F tabel, maka H0 diterima.
b). Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak.
Tahap 2 : Melakukan uji t
Tujuan melakukan uji t adalah untuk menguji tingkat signifikansi
pengaruh transaction cost yang terdiri dari: bid ask spread, market value
dan risk of return secara parsial terhadap holding period pada kelompok
industri tekstil dan garmen di Bursa Efek Indonesia. Adapun