• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Aljabar Max-Plus adalah himpunan { } himpunan semua bilangan real yang dilengkapi dengan operasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Aljabar Max-Plus adalah himpunan { } himpunan semua bilangan real yang dilengkapi dengan operasi"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

7 1. Pengertian Aljabar Max-Plus

Aljabar Max-Plus adalah himpunan  { } dengan  himpunan semua bilangan real yang dilengkapi dengan operasi maksimum, dinotasikan dengan  dan operasi penjumlahan yang dinotasikan dengan . Selanjutnya (   

 

, , ) dinotasikan dengan max dan  dinotasikan dengan ε. Elemen ε merupakan elemen netral terhadap operasi  dan 0 merupakan elemen identitas terhadap operasi .

Banyak peranan Aljabar Max-Plus dalam menyelesaikan persoalan di beberapa bidang seperti teori graf, kombinatorik, teori sistem, teori antrian, dan proses stokastik. Hal ini telah dibahas dalam beberapa buku dan jurnal seperti B. De Schutter, et.al (1998), Heidergott (1999), Bacelli,et.al (2001), dan Kasie G. Farlow, (2009). 2. Matriks dan Vektor pada Aljabar Max-Plus

Masalah-masalah optimalisasi nonlinear dapat menjadi linear pada  , maka dalam hal ini akan dibahas mengenai matriks dan max vektor pada  (Kasie G. Farlow, 2009:11). max

(2)

Himpunan matriks n x m untuk n m,  pada max dinotasikan dengan maxnxm. Dalam matriks, n menunjukkan jumlah baris dan m menunjukkan jumlah kolom. Secara khusus dalam Aljabar, matriks Amaxnxm ditulis sebagai berikut:

11 21 1 2 21 22 1 2 m m n n nm a a a a a a A a a a                   

Matriks A untuk nilai masukkan ke-i baris dan ke-j kolom dinotasikan denganAij. Penjumlahan dan maksimum pada matriks dan vektor Aljabar Max-Plus didefinisikan dengan cara yang berbeda yakni maksimum  dan penjumlahan .

Definisi 2.1 (Kasie G. Farlow, 2009: 12)

a. UntukA B, maxnxn maksimumnya didefinisikan ABdengan:

AB

ijAijAij max(A Bij, ij)

b. Transpose dari matriks dinotasikan dengan A dan secara khusus T

dalam Aljabar Max-Plus didefinisikan [AT]ij

 

A ji

c. Matriks identitas Aljabar Max-Plus nxn, En didefinisikan sebagai

berikut:

 

0 n ij jika i j E jika i j        

(3)

pada A dinotasikan dengan k Adidefinisikan: ... k sampai ke k AA A A     untuk k = 0 , A0 En

e. Untuk sebarang matriks Amaxnxm dan sebarang skalar

max

a ,aA didefinisikan sebagai berikut:

aA

ij  a

 

Aij Contoh 2.1: Diberikan 2 3 4 A e        dan 3 5 1 4 B     , maka 2 3 3 5 max(2, 3) max(3, 5) 3 5 4 1 4 max( , 1) max(4, 4) 4 3 5 2 3 max(3, 2) max(5, 3) 3 5 1 4 4 max( 1, ) max(4, 4) 4 A B e e e B A e e e                                                 Jadi A  B B A 2 3 3 5 4 1 4 max(2 3,3 ( 1)) max(2 5,3 4) max( 3, 4 ( 1)) max( 5, 4 4) 5 7 3 8 A B e e e                                   3 5 2 3 1 4 4 max(3 2, 5 ) max(3 3, 5 4) max(( 1) 2, 4 ) max(( 1) 3, 4 4) 5 9 4 8 B A e e e                                   

(4)

Operasi  pada matriks A dan B bersifat komutatif untuk matriks karena A  B B A, tetapi  tidak. Matriks identitas merupakan identitas pada , AEnA untuk semua Amaxmxndan

m

E  A Auntuk semua maxnxm A . b. Vektor

Anggota darixmaxn disebut vektor Max-Plus. Komponen ke-j dari vektor x dinotasikan dengan x atau xj

 

j. Kolom ke-j dari matriks identitas Endiketahui sebagai vektor basis ke-j pada  . maxn Vektor ini dinotasikan dengan ej ( , , ,...., , , ,       ,... ) . Dengan kata lain, e merupakan masukkan ke-j pada vektor.

B. Matriks Atas Aljabar Max-Plus

Operasi  dan  pada  dapat diperluas untuk operasi-max operasi matriks  seperti dalam definisi berikut: maxmxn

Definisi 2.2 (Rudhito, 2004: 4)

Diberikan mxnmax {A(Aij) |Aijmax untuk i1, 2,....,m

1, 2,..., }

dan jn

1. Diketahui max, ,A Bmaxmxn. Didefinisikan Aadalah matriks yang unsur ke-ij-nya:

(5)

adalah matriks yang unsur ke-ij-nya:

(AB)ijAijBij untuk i = 1,2, .. ,m dan j = 1,2, …., n

2. Diketahui Amxpmax,Bmaxpxn. DidefinisikanAB adalah matriks yang

unsur ke-ij-nya: 1 ( ) p ij ik kj k A B A B      untuk i = 1,2, .. ,m dan j = 1,2, …., n Contoh 2.2: 1 5 3 1 3 5 3 2 3 2 3 4 3 3 4 3 3 3 1 3 5 3 2 3 3 4 3 3 4 8 5 7 0                                                          1 5 1 5 1 1 5 5 2 3 6 2 3 6 4 3 4 4 4 4 3 4 max(1,1) max(5, 5) max(2, 3) max( , 6) max(4, 4) max( 3, 4) 1 5 3 6 4 4                                                              

(6)

7 3 5 7 3 6 5 3 7 1 3 0 5 4 6 0 2 8 2 6 8 3 1 2 0 8 4 3 4 max( , 9,8) max(8, 3, 9) max( ,8,11) max( , 2,12) 9 9 11 12                                                          Definisi 2.3 (Rudhito, 2004: 4) Matriks , max mxn

A B dikatakan sama jika AijBijuntuk setiap i dan j. Operasi  dan untuk matriks tersebut memiliki sifat-sifat berikut:

Teorema 2.1 (Subiono, 2010: 14)

Beberapa sifat berikut berlaku untuk sebarang matriks A, B, dan C dengan ukuran yang bersesuaian dan operasi matriks terdefinisi.

(i) (A  B)  C = A  ( B  C) (ii) (A  B)  C = A  (B  C) (iii) A  (B  C) = (A  B)  (A  C) (iv) (A  B)  C =(A  C)  (B  C) (v) A  A = A Bukti:

Akan dibuktikan untuk (ii) dan (iii), sedangkan bukti yang lainnya mengikuti dari definisi operasi dan sifat-sifat operasi pada max. Bukti (ii),

(7)

, , , 1 1 q p i l l k k j ij k l A B C A B C             

, , , 1 1 , , , 1 1 , q p i l l k k j k l p q i l l k k j l k i j A B C A B C A B C                      

untuk i  n dan j  m. Bukti (iii) ambil sebarang matriks A maxn p

dan B, C maxq m

.

Elemen Baris ke-i kolom ke-j matriks A  (B  C) adalah sebagai berikut:

, , , 1 , , , , 1 , , , , 1 1 [( )] [( )] , untuk dan . p i k k j k j ij k p i k k j i k k j k p p i k k j i k k j k k ij ij A B C A B C A B A C A B A C A B A C i n j m                                       Didefinisikan matriks ɛ ∈ x n max m

 dengan (ɛ)ij : = ɛ untuk setiap i dan j.

C. Semimodul Atas Aljabar Max-Plus

Aljabar Max-Plus memiliki beberapa sifat khusus yang selanjutnya akan dibuktikan bahwa sifat-sifat tersebut terpenuhi. Perluasan operasi pada

max

 untuk matriks dalam x n max m

, semimodul nmax

dan relasi urutan berada di dalamnya.

(8)

Suatu semiring (S, +, ×) adalah suatu himpunan tak kosong S disertai dengan dua operasi biner + dan ×, yang memenuhi aksioma berikut:

1. (S, +) merupakan semigrup komutatif dengan elemen netral 0, yaitu ∀ a, b, c ∈ S memenuhi

a) a + b = b + a

b) (a + b) + c = a + (b + c) c) a + 0 = 0 + a = a,

2. (S, ×) adalah semigrup dengan elemen satuan 1, yaitu ∀a, b, c ∈ S memenuhi

a) (a × b) × c = a × (b × c) b) a × 1 = 1 × a = a,

3. Sifat penyerapan elemen netral 0 terhadap operasi ×, yaitu ∀a ∈ S memenuhi a × 0 = 0 × a = 0.

4. Operasi × distributif terhadap +, yaitu ∀a, b, c ∈ S berlaku a) (a + b) × c = (a × c) + (b × c)

b) a × (b + c) = (a × b) + (a × c)

Suatu semiring (S, +, ×) dikatakan komutatif jika operasi × bersifat komutatif, yaitu ∀a, b ∈ S : a × b = b × a.

(9)

Diberikan  := { } dengan adalah himpunan semua bilangan real dan : . didefinisikan operasi berikut: a b, ,

ab: = max{a, b} dan ab: = a + b.

Misalkan 9-3 = max{9, -3} = 9 dan -3 12 = -3 +12 = 9. Selanjutnya ditunjukkan (, , )  merupakan semiring dengan elemen netral  = -∞ dan elemen satuan e = 0, karena untuk setiap a, b, c ∈  berlaku :

(i) a ⊕ b = max{a, b} = max{b, a} = b ⊕ a, (a ⊕ b) ⊕ c = max{max{a, b}, c} = max{a, b, c} = max{a, max{b,c}} = a ⊕ (b ⊕ c), a ⊕  = max{a, -∞} = max{-∞, a} =  ⊕ a = a.

(ii) (a ⊗ b) ⊗ c = (a + b) + c = a + (b + c) = a ⊗ (b ⊗ c), a ⊗ e = a + 0 = 0 + a = e ⊗ a = a,

(iii) a ⊗  = a + (-∞) = -∞= -∞ + a =  ⊗ a,

(a ⊕ b) ⊗ c = max{a, b} + c = max{a + c, b + c} = (a ⊗ c)⊕(b⊗c), a ⊗ (b ⊕ c) = a + max{b, c} = max{a + b, a + c} = (a ⊗ b)⊕(a⊗b) Selanjutnya untuk lebih ringkasnya, penulisan semiring (, , )  ditulis sebagai max.

Definisi 2.5 (Rudhito, 2004: 133)

Suatu semiring (S, +, ×) mempunyai sifat idempoten terhadap operasi + berlaku a + a = a, ∀a ∈ S.

(10)

max

 merupakan semiring komutatif yang sekaligus idempoten, sebab untuk setiap a, b ∈  berlaku a ⊗ b = a + b = b + a = b ⊗ a dan a ⊕ a = max{a, a} = a

Definisi 2.6 (Rudhito, 2004: 133)

Suatu semiring komutatif (S, +, ×) dinamakan semifield bila setiap elemen x di S - {0} mempunyai invers terhadap operasi ×, yaitu untuk setiap x di S - {0} ada a-1 sehingga a × a-1= a-1 × a = 1.

Struktur aljabar dari max adalah semifield (Bacelli, et.al, 1992: 102), yaitu:

1. (  

 

, ) merupakan semigrup komutatif dengan elemen netral.

2. (  

 

, )merupakan grup komutatif dengan elemen identitas 0. 3. Operasi  dan  bersifat distributif.

4. Elemen netral bersifat menyerap terhadap operasi , yaitu max,

aa a  

     

Contoh 2.6:

Semiring komutatif (, , )  merupakan semifield karena untuk setiap a   terdapat a sehingga berlaku a  (a) = a + (a) = 0. Contoh berikut terlihat bahwa maxmerupakan semifield idempoten.

max

(11)

disebut juga dengan skalar. Dalam hal urutan pengoperasian (jika tanda kurung tidak dituliskan), operasi  mempunyai prioritas yang lebih tinggi dari pada operasi .

Pangkat dalam Aljabar Max-Plus secara biasa diperkenalkan dengan menggunakan sifat assosiatif. Himpunan bilangan asli digabung dengan bilangan nol dinotasikan oleh  dan didefinisikan untuk xmaxdan untuk semua n ∈  dengan n ≠ 0

: ...

n

n

x    x x x

untuk n = 0 didefenisikan xn: e( 0). Perhatikan bahwa untuk setiap n ∈  , n

x dalam aljabar biasa dibaca sebagai

: ... ...

n

n n

x         x x  x x x x nx

Pangkat Aljabar Max-Plus mempunyai prioritas tertinggi dibandingkan operasi ⊕ dan ⊗ dalam hal urutan pengoperasian.

Definisi 2.7 (Subiono, 2010: 15)

(S,+,x) adalah semiring komutatif dengan elemen netral 0 dan 1. Semimodul M atas S adalah semigrup komutatif (M,+) bersama operasi perkalian skalar ● : S x M → M, dituliskan sebagai (α, x) → α.x yang memenuhi aksioma berikut: α,β  S dan  x,y  M berlaku:

1. α ● ( x + y ) = α ● x + α ● y 2. ( α + β ) ● x = α ● x + β ● x 3. α ● ( β ● x ) = ( α x β ) ● x

(12)

4. 1 ● x = x 5. 0 ● x = 0

Suatu elemen dari suatu semimodul dinamakan vektor. Suatu contoh, nmax1 adalah semimodul atas max. Dalam hal ini nmax1 cukup ditulis nmax. Elemen ke-j dari suatu vektor x  nmaxdinotasikan oleh xj

dan ditulis sebagai [x]j. Vektor di max n

 dengan semua elemennya sama dengan e dinamakan vektor satuan dinotasikan oleh u ditulis sebagai [u]j

= e untuk semua j  n. Untuk setiap α  maxvektor α  u adalah vektor yang semua elemennya sama dengan α. Untuk setiap j n kolom ke-j dari matriks satuan E(n,n) dinamakan vektor basis ke-j dari nmaxdan dinotasikan oleh ej. Jadi, elemen ke-j dari vektor ej sama dengan e

sedangkan elemen lainnya sama dengan e. Berikut ini diberikan suatu relasi pada ahimpunan yang berkaitan dengan urutan dalam himpunan tersebut. Pengertian dari relasi ini dan beberapa sifat akan berguna dalam kajian Aljabar Max-Plus max.

Contoh 2.7:

Diberikan x max n n

:= { x = [ x1, x2, …, xn]T | xi ∈ max, i = {1, 2,.., n}. Untuk setiap x, y nmax

dan untuk setiap

 maxdidefinisikan operasi  dengan x y = [x1  y1, x2  y2, …, xn  yn]T dan operasi

(13)

max n

 dapat dipandang sebagai x 1 max n

 . Dengan memperhatikan Teorema 1 1) dan 2) terlihat bahwa (nmax,) merupakan semigrup komutatif dengan elemen netral  = [, , ...,  ]T. Kemudian dengan memperhatikan Teorema 1 10), 9), dan 8), nmax

merupakan semimodul atas max. Definisi 2.8 (Jek Siang, 2002: 323)

Relasi pada suatu himpunan P dinamakan urutan parsial pada P jika untuk semua x, y, z  P memenuhi,

1. a a, sifat refleksi

2. bila a b dan b a, maka a = b, sifat antisimetri 3. bila a b dan b c, maka a c, sifat transitif

Selanjutnya, bila berlaku a b atau b a, maka a dan b dikatakan komparabel. Penulisan a b juga bisa ditulis b a. Bila a b dan a ≠ b, maka ditulis dengan ab. Apabila dua elemen dari P dapat dibandingkan, maka urutan parsial dinamakan urutan total

Berikut ini diberikan suatu teorema yang berkaitan dengan pengertian urutan parsial pada suatu semigrup komutatif idempotent. Contoh 2.8.1:

Himpunan + adalah himpunan bilangan bulat positif. Relasi  (kurang atau sama dengan) adalah sebuah parsial order pada + .

Jawab : Bila (a,b) ada didalam R jika a  b.

 Karena setiap bilangan bulat = dirinya sendiri  refleksi  Karena a  b dan b  a kecuali a = b  antisimetri

(14)

 Jika a  b dan b  c maka a  c  transitif Jadi terbukti bahwa ( +,) merupakan urutan parsial Contoh 2.8.2:

Relasi R yang didefinisikan himpunan bilangan bulat positif oleh (x, y)  R jika x membagi y (tanpa sisa). Akan ditunjukkan bahwa relasi R ini adalah refleksif, antisimetris, dan transitif.

 Karena jika x membagi habis y berarti y tidak membagi habis x kecuali x = y, R adalah sebuah relasi antisimetri

 Karena setiap bilangan bulat membagi habis dirinya sendiri, R merupakan suatu relasi refleksi

 Karena jika x membagi habis y, dan y membagi habis z, maka x membagi habis z, R adalah sebuah relasi transitif.

Dengan demikian R adalah sebuah relasi pengurutan parsial. Contoh 2.8.3:

 didefinisikan himpunan bilangan bulat (,≤) merupakan poset yang terurut total

Relasi kurang dari atau sama dengan pada bilangan bulat adalah urutan total karena jika x dan y bilangan bulat, maka x  y atau y  x.

Teorema 2.2 (Subiono, 2010: 21)

Jika (  , +) semigrup komutatif idempotent, maka relasi yang didefiniskan pada  dengan a b  a + b = b, maka relasi adalah urutan parsial pada  .

(15)

Bukti :

Diberikan sebarang elemen a , b dan c di  , maka : (i) karena  idempotent, maka a + a = a a a

(ii) jika a  b dan b  a , maka a + b = b dan b + a = a dan karena  komutatif, maka a + b = b + a = a , jadi a = b,

(iii) jika a  b dan b  c, maka a + b = b dan b + c = c dan karena  mempunyai sifat assosiatif, maka a + b = a + ( b + c ) = ( a + b ) + c = b + c = c, jadi a  c.

Akibat 2.1 (Subiono, 2010: 21)

Relasi “m” yang didefinisikan pada  dengan max ab  a b b merupakan urutan parsial pada  . Relasi ini max merupakan urutan total pada  . max

Bukti :

Karena (, ) merupakan semigrup idempotent, maka menurut Teorema 2 relasi “m” yang didefinisikan pada  di atas merupakan urutan max parsial pada  . Jika diambil max a b,  , maka berlaku max

max( , ) max( , )

a b a ba atau a b a ba

Akibat 2.2 (Subiono, 2010: 22) :

Relasi “m” yang didefinisikan pada maxmxn

dengan

ij

m ij ij ij m

AB   A B B ABAB untuk setiap i dan j

merupakan urutan parsial pada max mxn .

(16)

Bukti:

Dengan menggunakan Teorema 2 (i) dan (ii) dan (iii) terlihat bahwa max

(mxn, ) merupakan semigrup komutatif idempotent. Sehingga menurut Teorema 2 relasi “m” yang didefinisikan pada max

mxn

 di atas merupakan urutan parsial.

Akibat 2.3 (Subiono, 2010: 21):

Relasi “m” yang didefinisikan pada max n

dengan

m

xy    x y y xim yi untuk setiap i dan j merupakan urutan parsial pada  . maxn

Bukti:

max

(n , ) merupakan semigrup komutatif idempotent, maka relasi “m” yang didefinisikan pada maxn merupakan urutan parsial pada maxn . Relasi “m” yang didefinisikan pada  diatas bukan merupakan maxmxn urutan total, karena untuk dua matriks A dan B masing-masing berukuran 2 x 2 sebagai mana berikut ini:

0 1 2 1 2 1

1 2 1 0 1 2

A dan Bdengan A B  

     .

Sehingga A B B dan A B A. Demikian juga relasi “m” yang

didefinisikan pada max n

diatas bukan merupakan urutan total, karena

(17)

2, 0, 1

 

T 2, 2,3

T

   maka A B B dan A B A. Teorema 2.3 (Subiono, 2010: 23):

Diberikan matriks A m nmax

. Bila vektor x, y m nmax

dengan x

m

y, maka (A  x) m A  y.

Bukti :

Untuk sebarang x, y  max m n  dengan x m y, maka x  y = y  A  ( x  y ) = A  y  (A  x )  ( A  y ) = A  y  A  x m A  y Contoh 2.9: Diberikan matriks 3 2 5 4 A    dan vektor 4 6 x     , 6 8 y      Jelas bahwa x m y. 3 2 4 8 5 4 6 10 A x                 dan 3 2 6 10 5 4 8 12 A y                 Terlihat bahwa A ⊗ x m A ⊗ y.

D. Sistem Persamaan Linear Max-Plus A x b

Sub penyelesaian terbesar pada sistem persamaan linier max-plus

A x b akan dibahas pada sub bab ini. Kekurangan dari aljabar max-plus adalah tidak adanya invers additive. Hal ini yang menyulitkan untuk

(18)

menyelesaikan sistem persamaan linear A x b. Dalam aljabar penyelesaian persamaan A x b tidak selalu ada, bila ada hal ini belum tentu tunggal.

Contoh 2.10:

Matriks A tidak harus matriks bujur sangkar, untuk matriks A ini selalu didapat sub penyelesaian terbesar dari A x b. Subpenyelesaian terbesar adalah vektor terbesar x yang memenuhi A x b. Penyelesaian ini dinotasikan oleh x*(A, b). Sub-penyelesaian terbesar tidak harus merupakan suatu penyelesaian dari A x b (Subiono, 2010: 38).

Diberikan sistem persamaan linear 1 2 3 3 7 9 5 x x                   

Persamaan A x b tidak punya penyelesaian, sebab bila punya

penyelesaian berarti ada 1 2 x x x        sehingga 1 2 3 3 7 9 5 x x                   .

Didapat x1 = 0 dan max{7, 9 + x2} = 5, terlihat bahwa tidak akan ada x2 ∈

max

sehingga max{7, 9 + x2}= 5. Jadi A ⊗ x = b tidak punya

penyelesaian. Untuk itulah, masalah penyelesaian A x = b dapat diperlemah dengan mendefinisikan konsep subpenyelesaian berikut. Definisi 2.8 (Rudhito, 2005: 160)

Diberikan A maxmxn dan b maxm . Vektor x’ maxn disebut suatu sub penyelesaian sistem persamaan linear Ax = b jika vektor x tersebut memenuhi Ax’

m b

(19)

Subpenyelesaian Ax = b selalu ada, karena untuk = [,, … , ]T selalu berlaku A=

m b

.

Definisi 2.9 (Rudhito, 2005: 160)

Suatu subpenyelesaian ˆx dari sistem Ax = b disebut subpenyelesaian terbesar sistem Ax = b jika x ’ ˆ

m x

untuk setia subpenyelesaian x ’ dari sistem Ax = b.

Teorema 2.4 (Baccelli, et.al., 2001: 110)

Diberikan Amaxmxn dengan unsur-unsur setiap kolomnya tidak

semuanya sama dengan dan bm. Subpenyelesaian terbesar Ax = b ada dan diberikan oleh ˆx dengan - ˆxj max( bi Aij) untuk setiap i = 1, 2, 3, …. ,m dan j = 1, 2, …. , n Bukti : 11 1 12 2 1 1 21 1 22 2 2 2 1 1 2 2 ... ... ( ) : ... n n m n n m m m mn n m m A x A x A x b A x A x A x b A x b A x A x A x b                          

, , ( ) , ( ) , ( ) , ij j i i j ij j m i i j ij j i i j A x b A x b A x b             

Unsur setiap kolom matriks A tidak semuanya sama dengan , maka untuk setiap j selalu ada i sehingga Aij yang berarti - Aij ada. Mengingat setiap a berlaku max a   dan a  a, maka

(20)

koefisien-koefisien Aij=  tidak akan berpengaruh pada nilai A x . Sehingga oleh karena itu, berlaku:

, , , ( ) , ( , ) ( , ) ( min( ), ) ( max( ), ) ij j i i j ij j i i j ij j i ij i j ij j i ij j ij i j i ij j i A x b A x b dengan A x b A dengan A x b A dengan A x b A                           

Jadi, subpenyelesaian sistem Ax = b adalah setiap vektor x ’ yang komponen-komponennya memenuhi 'j max( i ij), j

i x b A      . Jika vektorˆ [ ,ˆ ˆ1 2,...,ˆ ] T n

xx x x didefinisikan dengan ˆj max( i ij) i

x b A

    untuk

setiap j = 1, 2, 3, …, n, maka diperoleh

ˆ ( max( ), ) ˆ ( min( ), ) ˆ ( , ) ˆ ( , ˆ j i ij j i j i i ij j ij j i ij j ij ij j m i i j m x b A x b A dengan A x b A dengan A A x b A x b                         

Vektor ˆx tersebut merupakan subpenyelesaian sistem Ax = b karena

ˆj max( i ij) ˆj, j i x b A x        , maka x'j  xˆ ,jj. Akibatnya ' ˆ m xx

sehingga vektor ˆx tersebut merupakan subpenyelesaian terbesar sistem Ax = b.

Terkait hal tersebut, maka dapat diketahui cara untuk menyelesaikan sistem persamaan A x b. Langkah pertama, dihitung

(21)

terlebih dahulu subpenyelesaian terbesarnya. Kemudian diperiksa subpenyelesaian terbesarnya itu memenuhi sistem persamaan atau tidak. Untuk mempermudah menghitung subpenyelesaian terbesar A x b, diperhatikan bahwa: 1 2 1 2 1 2 ˆ ˆ ˆ ˆ max( ) max( ) max( ) max( ) max( ) max( ) n i i i i i i i im i i i i i i i im i i x x x x b A b A b A A b A b A b                                                               

 

 

 

 

 

 

11 1 21 2 1 12 1 22 2 2 1 1 2 2 ... ... ... ( ) m m m m n n mn m T A b A b A b A b A b A b A b A b A b A b                                         

Subpenyelesaian terbesar A x b dapat ditentukan dengan langkah pertama menghitung  xˆ AT  ( b).

Dalam Teorema 4 tersebut, karena diasumsikan bahwa komponen setiap kolom matriks A tidak semuanya sama dengan , maka subpenyelesaian terbesar ˆx . n

(22)

Contoh 2.11:

Sebelum mencari penyelesaian terbesar sistem persamaan berikut, terlebih dahulu menentukan subpenyelesaian terbesarnya.

1 2 3 3 14 5 8 2 6 13 x x                           Hitung nilai AT  ( b) 14 3 5 2 11 ( ) 8 3 6 7 13 T A b                       

Sehingga didapatkan subpenyelesaian terbesar sistem persamaan di atas

adalah 11 7       Karena 3 3 14 11 5 8 7 2 6 13                           maka 11 7       merupakan penyelesaian sistem di atas. Contoh 2.12:

Sebelum mencari penyelesaian terbesar sistem persamaan berikut, terlebih dulu menentukan subpenyelesaian terbesarnya.

1 2 3 3 14 5 12 2 6 13 x x                          

(23)

14 3 5 2 11 ( ) 12 3 6 7 13 T A b                       

Sehingga didapatkan subpenyelesaian terbesar sistem persamaan di atas

adalah 11 7       Karena 3 3 14 11 5 12 7 2 6 13                           maka 11 7       bukan merupakan

penyelesaian sistem di atas.

Persamaan linear Max-Plus A x b mempunyai subpenyelesaian terbesar yang bukan merupakan penyelesaian, maka Sistem Persamaan Linear Max-Plus tersebut tidak mempunyai penyelesaian. Ini dapat ditunjukkan sebagai berikut, andaikan x adalah penyelesaian Sistem Persamaan Linear Max-Plus A x b yang berarti

(Ax)ibi untuk setiap i = 1, 2, …., m. Misalkan Sistem Persamaan Linear Max-Plus A x b mempunyai subpenyelesaian terbesar ˆx yang bukan merupakan penyelesaian yang berarti terdapat i  {1, 2, ….., m}, sehingga (Axˆ)ibi. Untuk itu, x merupakan subpenyelesaian, maka

ˆ m

x x. Akibatnya berlaku (A x) m(Axˆ) yang berarti

ˆ

(Ax)i (Ax), untuk setiap i = 1, 2, …., m. Hal ini berakibat terdapat i {1, 2, …. m}, sehingga (Ax)i (A xˆ) bi, yang kontadiksi dengan pengandaian di atas.

(24)

Akibat 2.4 (Schutter and Boom, 2000: 3)

Diberikan A maxmxndengan unsur-unsur setiap kolomnya tidak

semuanya sama dengan dan b  . Jika m ˆx adalah subpenyelesaian terbesar sistem persamaan linear Max-Plus A x b maka untuk setiap indeks j {1, 2, …. m} terdapat suatu indeks i(j) {1, 2, …. m} sedemikian sehingga Ai j( ),jxˆjbi j( ).

Bukti :

Karena ˆx subpenyelesaian terbesar sistem A x b, maka menurut Teorema 4 ˆj min( i ij)

i

xbA untuk j = 1, 2, …., n dengan

ij

A . Hal ini berarti untuk setiap indeks j {1, 2, …..n) terdapat suatu indeks i(j) {1, 2, ….., m} sedemikian sehingga xˆjbi j( )Ai j( ),jatau

( ), ˆ ( ) i j j j i j Axb Definisi 2.10 (Rudhito, 2005 :162) Diberikan x[ ,x x1 2,...,xn]Tn. Didefinisikan i i x maks x untuk i = 1, 2, ….,n. Diberikan masalah optimisasi yang berkaitan

dengan sistem persamaan linear max-plus A x b berikut :

Diberikan A maxmxndengan setiap kolom matriks A tidak

semuanya sama dengan , dan x  , maka m A x b . m

Akibatnya b - Ax merupakan hasil operasi pengurangan vektor dalam m

(25)

Berikut teorema yang memberikan penyelesaian masalah optimisasi tersebut.

Teorema 2.5 (Schutter, 1996 : 37)

Diberikan A maxmxn dengan komponen setiap kolomnya tidak

semuanya sama dengan , dan b  . Vektor m #  2

x  xdengan ˆx subpenyelesaian terbesar sistem Ax = b dan    b A xˆ , merupakan vektor yang meminimalkan b A xˆ . Selanjutnya

ˆ 2 b A x 

Bukti :

Misalkan ˆx subpenyelesaian terbesar sistem A x b

(i) Jika ˆxadalah penyelesaian sistem A x b, maka

(ii) ˆ i ( ˆ)i 0

i

b A x maks bAx  . Akibatnya ˆx meminimalkan b A xˆ

(iii) Jika ˆxbukan merupakan penyelesaian sistem A x b, maka

ˆ i ( ˆ)i 0

i

b A x maks bAx   . Karena A xˆ mb, maka

ˆ ˆ

( ) ( )

i i i i

i i

maks bAxmaks bAx . Himpunan indeks i yaitu {1, 2, ….., m} dapat dipartisi menjadi tiga himpunan bagianI J K, ,

sedemikian sehingga:

(26)

ˆ

b A x  untuk semua iJ

ˆ ,

b A x   untuk semua iK, dengan 0 i 1

ˆx merupakan subpenyelesaian terbesar sistem A x = b, maka menurut Akibat 2.4 untuk setiap indeks j{1, 2,..., }n terdapat suatu indeks i j( ) {1, 2,..., } m sedemikian sehingga Ai j( ),jxˆjbi j( ). Akibatnya I tidak kosong, karena ˆx bukan merupakan penyelesaian sistem A x b, maka terdapat suatu indeks i, sehingga

ˆ

( )

i i

i

maks bAx  . Akibatnya himpunan J juga tidak kosong. Sementara himpunan K dapat kosong atau tidak kosong.

Teorema 2.6 (Rudhito, 2005 :163)

Setiap x yang memenuhi xm xˆ berlaku (A x) m(Axˆ), yang berakibat i ( ˆ)i i maks bAx i ( ˆ)i i maks b A x    untuk setiap xm xˆ.

Dengan memperhatikan Teorema 2.5 diperoleh bahwa untuk sebarang

max

a berlaku (A    xˆ) a A (xˆ a). Jika a0, maka ˆxm

ˆ (xa) yang berakibat i ( ˆ)i i maks bAx i ( ˆ)i i maks b A x    untuk

suatu skalar positif a0max.

Didefinisikan bx a( ) : xˆ a dengan amax,a0,

ˆ

( ( )) (( ) )

i i i

(27)

, ( ( )) , , i i i a jika i I b A x a a jika i J a jika i K            

I dan J tidak kosong dan 0 i 1untuk semua iK, maka 0 ( ) max i ( ( ))i max( , ) i a b A x a b A x a a a          yang mempunyai

nilai minimum untuk

2

a . Diperoleh # ( ) ˆ

2 2

xx   x  merupakan

vektor yang meminimumkan b A x dan diperoleh

# b A x     max , 2 2               2   .

Ditunjukkan bahwa tidak ada vektor x yang memenuhi

2

b A x  . Misalkan terdapat vektor n

x sedemikian sehingga

2

b A x  ……… (1)

Didefinisikan   xxˆ maka A   xA (xˆ ). ˆx merupakan subpenyelesaian terbesar sistemA x b maka menurut Akibat 2.4 untuk setiap j{1, 2,...., }n maka terdapat suatu indeks i(j) sedemikian sehingga Ai j( ),jxˆjbi j( ). ( ) ( ), ˆ ( ), ˆ ( )i j max( i j j j j) i j j j j j Ax  A  x  A  x  , maka diperoleh ( )

(Ax)i j  bjj. Karena ketaksamaan (1) maka

2

j

  (2) untuk

(28)

ˆx merupakan subpenyelesaian terbesar sistem A x b maka terdapat suatu indeks i{1, 2,...., }m sedemikian sehingga

ˆ ( ) i i bAx ataubi  (Axˆ)i.(Axˆ)iAi1 xˆ1 Ai2xˆ2... ˆ m m A x   max(Ai1x Aˆ ,1 i2xˆ2,...,Amxˆm), maka Aij  xˆj bi  untuk setiap j{1, 2,...., }n . Akibatnya(Ax)i max( ij ˆj j) j A  x  max(j bi  j) max i j j

b    . Ketaksamaan (2), maka max

2 i j i j b      b   2 i b

  . Jadi, terdapat suatu indeks i{1, 2,...., }m sedemikian, sehingga

( ) 2 i i Ax  b  ( ) 2 i i

atau bAx  . Hal ini berakibat bahwa

( )

bAx , 2 

 yang bertentangan dengan bahwa ( ) . 2 bAx

E. Sistem Event Diskret (SED) dan Aljabar Max-Plus

Menurut Necoara et.al. (2008: 1), SED merupakan suatu keadaan sistem pasti bergantung dengan waktu yakni setiap waktu bertambah, maka keadaan sistem dipastikan berubah pula. Sistem yang demikian ini disebut dengan sistem terkendali waktu (time-driven system). Selain sistem tersebut, sering dijumpai pula suatu sistem yang berkembang berdasarkan kemunculan kejadiannya. Transisi keadaan merupakan hasil dari kejadian lain yang selaras (kejadian-kejadian yang bertindak sebagai kejadian input bagi transisi keadaan yang bersangkutan). Dengan kata

(29)

lain, perubahan keadaan merupakan hasil dari kejadian sebelumnya. Sistem seperti ini disebut dengan sistem terkendali kejadian (event-driven system).

Aljabar Max-Plus dapat digunakan untuk menggambarkan secara linear dinamika waktu dari suatu sistem nonlinear dalam aljabar konvensional, sehingga pembahasan menjadi lebih mudah. Pendekatan Aljabar Max-Plus berguna untuk menentukan dan menganalisa berbagai sifat sistem, tetapi pendekatan hanya bisa diterapkan pada sebagian klas SED. Sub klas ini adalah sub klas dari waktu invarian SED deterministik.

Tujuan utama dari jenis sistem event diskret dapat dijabarkan menggunakan model Sistem linear Max-Plus waktu invariant sebagai berikut:

( 1) ( ) ( )

x k  A x k  B u k ……….(1)

( ) ( )

y k  C x k ……….(2)

Diperhatikan suatu sistem produksi sederhana yang disajikan dalam Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Contoh Sistem Produksi Sederhana (Schutter, 1996 : 5)

P1 P2 P3 d1 = 5 t5 = 0 d3 = 3 u(k) y(k) t2 = 0 t1 = 2 t3 = 1 d2 = 6 t4 = 0

(30)

Sistem ini terdiri dari 3 unit pemrosesan P1, P2, P3 . Bahan baku

dimasukkan ke P1 dan P2, diproses dan dikirimkan ke P3. Waktu

pemrosesan untuk P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah d1 = 5, d2 = 6 dan

d3 = 3 satuan waktu. Diasumsikan bahwa bahan baku memerlukan t1 = 2

satuan waktu untuk dapat masuk dari input ke P1 dan memerlukan t3 = 1

satuan waktu dari produk yang telah diselesaikan di P1 untuk sampai di

P3, sedangkan waktu transportasi yang lain diabaikan. Pada input sistem

dan antara unit pemrosesan terdapat penyangga (buffer), yang berturut-turut disebut buffer input dan buffer internal, dengan kapasitas yang cukup besar untuk menjamin tidak ada penyangga yang meluap (overflow). Suatu unit pemrosesan hanya dapat mulai bekerja untuk suatu produk baru jika ia telah menyelesaikan pemrosesan produk sebelumnya. Diasumsikan bahwa setiap unit pemrosesan mulai bekerja segera setelah bahan tersedia. Didefinisikan (Rudhito, 2003):

i) u(k+1) : waktu saat bahan baku dimasukkan ke sistem untuk pemrosesan ke-(k+1),

ii) xi(k) : waktu saat unit pemrosesan ke-i mulai bekerja untuk

pemrosesan ke-k,

iii) y(k) : waktu saat produk ke-k yang diselesaikan meninggalkan sistem.

Waktu saat P1 mulai bekerja untuk pemrosesan ke-(k+1) dapat

ditentukan sebagai berikut. Jika bahan mentah dimasukkan ke sistem untuk pemrosesan ke-(k+1), maka bahan mentah ini tersedia pada input

(31)

unit pemrosesan P1 pada waktu t = u(k+1) + 2. P1 hanya dapat mulai

bekerja pada sejumlah bahan baku baru segera setelah menyelesaikan pemrosesan sebelumnya, yaitu sejumlah bahan baku untuk pemrosesan ke-k. Waktu pemrosesan pada P1 adalah d1 = 5 satuan waktu, maka

produk setengah jadi ke-k akan meninggalkan P1 pada saat t = x1(k) + 5.

Hal ini dapat dituliskan dengan:

x1(k+1) = max (u(k+1) + 2, x1(k) + 5) untuk k = 1, 2, 3, ... .

Dengan alasan yang sama untuk P2, P3 dan waktu saat produk ke-k yang

diselesaikan meninggalkan sistem, diperoleh: x2(k+1) = max (u(k+1) + 0, x2(k) + 6)

x3(k+1) = max (x1(k+1) + 5 + 1, x2(k+1) + 6 + 0, x3(k) + 3)

= max (max (u(k+1) + 2, x1(k) + 5) + 6, max (u(k+1) + 0, x2(k)

+ 6) + 6, x3(k) + 3)

= max (u(k+1) + 2 + 6, x1(k+1) + 5 + 6, u(k+1) + 0 + 6, x2(k) + 6 + 6, x3(k) + 3)

= max ( x1(k) + 11, x2(k) + 12, x3(k) + 3, u(k+1) + 8) y(k) = x3(k) + 3 + 0 untuk k = 1, 2, 3, ... .

Menggunakan operasi Aljabar Max-Plus, persamaan-persamaan dalam model sistem produksi sederhana di atas dapat dituliskan sebagai berikut:

x1(k+1) = 5 x1(k)  2  u(k+1)

(32)

x3(k+1) = 11 x1(k)  12  x2(k)  3  x3(k)  8  u(k+1)

y(k) = 3  x3(k) .

Jika dituliskan dalam persamaan matriks dalam Aljabar Max-Plus, persamaan-persamaan di atas menjadi

x(k+1) =           3 12 11 6 5      x(k)            8 0 2  u(k+1)

y(k) =

  3

x(k) untuk k = 1, 2, 3, ... , dengan x(k) = [x1(k),

x2(k), x3(k)] T. Hasil di atas dapat juga dituliskan dengan:

x(k+1) = A x(k) B u(k+1) y(k) = C  x(k)

untuk k = 1, 2, 3, ... , dengan x(k) = [x1(k), x2(k), x3(k)] T  3max, keadaan

awal x(0) = x0 , A =           3 12 11 6 5      3 3 max   , B =           8 0 2  3 1 max   dan C =

  3

 . 1 3max

Sistem Event Diskret (SED) yang dibahas mempunyai waktu aktifitas dan barisan kejadian yang deterministik telah dilustrasikan pada contoh diatas. Matriks dalam persamaan sistemnya merupakan matriks konstan, yaitu tidak tergantung pada parameter k, sehingga sistemnya merupakan sistem waktu invariant. Sistem seperti dalam contoh di atas merupakan suatu contoh Sistem Linear Max-Plus Waktu Invariant seperti yang diberikan dalam definisi berikut.

(33)

Sistem Event Diskret waktu invariant dapat dianalisis menggunakan beberapa teknik Aljabar Max-Plus yang diilustrasikan antara lain pada sistem produksi. Ada 5 jenis Sistem Event Diskret (SED) pada sistem produksi , diasumsikan bahwa ui(k), xi(k) dan yi(k) diketahui

(Schutter, 1996: 8-11 ) yakni sebagai berikut: Jenis 1: Seri

Ada 2 unit pemroses P1 dan P2 yang dihubungkan secara seri. Di

antara P1 dan P2 ada penyangga dengan kapasitas terbatas N1.

Gambar 2. Sistem Produksi Seri

Output penyangga dari pemroses unit P1 mempunyai kapasitas

dari sebagian N1, P1 hanya dapat memulai proses ke-(k + 1) jika proses

(k-N1) telah meninggalkan output penyangga dari P1, kemudian unit P2

memulai proses ke-(k-N1).

Maka dari itu diperoleh:

1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 2 2 ( 1) max( ( ), ( ) , ( )) ( 1) max( ( ) , ( 1) ) ( ) ( ) x k u k x k d x k N x k x k d x k d y k x k d            Jenis 2: Assembly

Berikut merupakan keadaan dimana satu unit pemroses (Pn+1)

assembles yang berhubungan yang berasal dari unit-unit proses lainnya (P1, P2,…….. Pn ). N1 u(k) x1(k) d1 P1 P2 x2(k) d2 y(k)

(34)

1

( 1) max( ( ) , ( ), ( ))

i i i i n i

x k  x kd u k x kN untuk i = 1, 2, 3, …. n

Gambar 3. Sistem Produksi Assembly

1 1 1 2 2 1 1 1 1 ( 1) max( ( 1) , ( 1) ..., ( 1) , ( 1) ) ( ) ( ) n n n n n n n x k x k d x k d x k d x k d y k x k d                  Jenis 3: Splitting

Sistem ini salah satu unit pemroses (P0) yang didistribusikan ke

unit pemroses lainnya (P1, P2,…., Pn). Keadaan tersebut ditunjukkan

sebagai berikut: 0 0 0 1 1 2 2 0 0 ( 1) max( ( ) , ( ), ( )..., ( )) ( 1) max( ( ) , ( 1) ) 1, 2,..., ( ) ( ) 1, 2,..., n n i i i i i x k x k d x k N x k N x k N x k x k d x k d untuk i n y k x k d untuk i n                x2(k) N2 N1 Nn xn+1(k) dn+1 y(k) Pn+1 d2 d1 dn x3(k) x2(k) x1(k) u1(k) u2(k) u3(k) P1 P2 Pn

N2 Nn

u(k) x0(k) d0 P0 x1(k) N1 xn(k) dn Pn d2 P2 d1 P1 yn(k) y2(k) y1(k)

(35)

Jenis 4: Paralel

Diasumsikan bahwa terdapat suatu sistem dengan 3 unit pemroses (P0, P1 dan P2) dengan mengikuti aturan

(i) Bagian yang diberi angka ganjil meninggalkan unit pemroses P0

kemudian melanjutkan ke unit pemroses P1

(ii) Bagian yang diberi angka genap meninggalkan unit pemroses P0

kemudian melanjutkan ke unit pemroses P2

Diketahui sistem yang digambarkan berikut ini:

(i) uo(k): waktu dimana bagian 2k-1 telah masuk ke dalam sistem (ii) ue(k): waktu dimana bagian 2k telah masuk ke dalam sistem (iii) x0o(k): waktu dimana bagian 2k–1 masuk ke unit pemroses P0

(iv) x (k): waktu dimana bagian 2k masuk ke unit pemroses P0e 0

Gambar 5. Sistem Produksi Paralel Sistem tersebut dapat dideskripsikan dengan

u0(k) x k00( ) d0 d1 ue(k) P0 N1 N2 x1(k) x2(k) d2 P1 P2 y1(k) y2(k) 0( ) e x k Bagian 1, 3,5,…. Bagian 2,4,6,….

(36)

0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 2 0 1 1 1 0 0 1 2 2 0 0 1 1 1 2 2 2 ( 1) max( ( ) , ( 1), ( )) ( 1) max( ( 1) , ( 1), ( )) ( 1) max( ( ) , ( 1) ) ( 1) max(( ( ) , ( 1) ) ( ) ( ) ( ) ( ) o e o e e e x k x k d u k x k N x k x k d u k x k N x k x k d x k d x k x k d x k d y k x k d y k x k d                         

Dengan catatan bahwa

0( ) (2 2) 0( ) (2 1) 0

o e

u ku kdan u ku kuntuk semua k

Jenis 5: Produksi Fleksibel dengan beberapa aktivitas

Diketahui bahwa sebuah sistem dengan 3 unit pemroses (P1, P3,

P4) pada dua jenis bagian (T1 dan T2) yang akan di produksi. Terdapat 4

aktivitas yang berbeda. T1 bagian yang pertama diproses pada unit P1

(aktivitas 1) dan kemudian dilakukan proses unit T3 (aktivitas 3). T2

pertama kali bagian yang diproses pada unit P1 (aktivitas 2) dan kemudian

dilakukan proses pada P4 (aktivitas 4). Sederetan proses pada P1 adalah P1,

P2, P1, P2……Waktu proses untuk aktivitas ke i adalah di.

Jika diketahui:

Gambar 6. Sistem Produksi Fleksibel dengan beberapa aktivitas x1(k) x2(k) u1(k) u2(k) T2 T1 T1 T2 P1 d1 d2 x3(k) x4(k) d3 N3 N4 d4 P3 P4 y1(k) y2(k)

(37)

(i) ui(k): waktu dimana material untuk T, dimasukkan ke sistem sampai

ke (k+1)

(ii) xi(k): waktu dimana aktivitas ke-i dimulai sampai ke-k

(iii) yi(k): waktu dimana produk diselesaikan untuk T, dan

meninggalkan sistem. Sehingga diperoleh: 1 2 2 1 3 3 2 1 1 2 4 4 3 3 3 1 1 4 4 4 2 2 1 3 3 2 4 4 ( 1) max( ( ) , ( ), ( )) ( 1) max( ( 1) , ( ), ( )) ( 1) max( ( ) , ( 1) ) ( 1) max( ( ) , ( 1) ) ( ) ( ) ( ) ( ) x k x k d u k x k N x k x k d u k x k N x k x k d x k d x k x k d x k d y k x k d y k x k d                       

Jika diketahui sistem yang terdiri dari sebuah kombinasi atas subsistem dari jenis 1 sampai dengan 5 dan dengan aktivitas yang ditentukan. Kemudian dari sistem tersebut dapat dideskripsikan secara umum dengan bentuk model:

0 1 ( 1) ( 1) ( ) ... ( ) ( ) ...(5.1) ( ) ( ) ...(5.2) q x k A x k A x k A x k q B u k y k C x k              

Setelah itu subtitusi x(k+1) pada ruas kanan (1) dan mengembalikan x(k+1) yang tidak muncul (yang selalu terjadi jika sistem tidak memuat loop).

(38)

F. Sistem Linear Max-Plus Waktu Invariant Definisi 2.11 (Schutter, 1996 : 156)

Sistem Linear Max-Plus Waktu Invariant adalah SED (Sistem Event Diskret) yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

x(k+1) = A x(k)  B  u(k+1)……..(2.11.1) y(k) = C  x(k)……….………...(2.11.2) untuk k = 1, 2, 3, ... , dengan kondisi awal x(0) = x0, A  max

n n , B maxn m , dan C  max l n . Vektor x(k) maxn

menyatakan keadaan (state),

u(k) maxm

adalah vektor input, dan y(k) maxl

adalah vektor output

sistem saat waktu ke-k.

SLMI seperti dalam definisi di atas secara singkat akan dituliskan dengan SLMI (A, B, C) dan dituliskan dengan SLMI (A, B, C, x0), jika

kondisi awal x(0) = x0 diberikan. SLMI dengan satu input dan satu output

akan disebut SLMI satu input satu output (SISO). Sedangkan SLMI dengan lebih dari satu input dan lebih dari satu output akan disebut SLMI multi input multi output (MIMO).

Analisis Input-Output Sistem Linear Max-Plus Waktu-Invariant Subbab ini akan membahas analisis dan beberapa masalah input-output SLMI. Jika kondisi awal dan suatu barisan input diberikan untuk suatu SLMI (A, B, C, x0 ), maka secara rekursif dapat ditentukan suatu

(39)

Diperhatikan sistem produksi sederhana (gambar 1), misalkan kondisi awal sistem x(0) = [0, 1, ]T yang berarti unit pemrosesan P1 dan

P2 berturut-turut memulai aktifitasnya saat waktu 0 dan 1 sementara unit

pemrosesan P3 masih kosong dan harus menunggu datangnya input dari

P1 dan P2 . Bahan mentah dimasukkan sistem saat waktu 0, 9, 12, 24 dan

seterusnya yang berarti diberikan barisan input u(1) = 0, u(2) = 9, u(3) = 12, u(4) = 24, dan seterusnya, dengan u(k) u(k+1) untuk setiap k = 1, 2, 3, .... Secara rekursif dapat ditentukan barisan vektor keadaan berikut

x(1) = A x(0) B u(1) =           3 12 11 6 5                 1 0            8 0 2  0 =           13 7 5            8 0 2 =           13 7 5 x(2) = A x(1) B u(2) =           19 13 10            17 9 11 =           19 13 11 , x(3) = A x(2) B u(3) =           25 19 16            20 12 14 =           25 19 16 , x(4) = A x(3) B u(4) =           31 25 21            32 24 26 =           32 25 26 , dan seterusnya .

Kemudian diperoleh barisan output sistem sebagai berikut dengan menggunakan y(k) = x3(k) + 3 :

(40)

y(1) = 16, y(2) = 22, y(3) = 28, y(4) = 35, dan seterusnya yang berarti produk akan dapat diambil saat waktu 16, 22, 28, 35 dan seterusnya.. Teorema 2.7 (Input-Output SLMI (A, B, C, x0 )) (Schutter, 1996 : 161)

Diberikan suatu bilangan bulat positip p. Jika vektor output y = [y(1), y(2), ... , y(p)]T dan vektor input u = [u(1), u(2), ... , u(p)]T pada SLMI (A, B, C, x0 ) , maka

y = K  x0  H  u dengan K =                  p A C A C A C  2 dan 1 2 p p C B C A B C B H C A B C A B C B                               . Bukti:

Jika diberikan kondisi awal x(0) = x0 dan barisan input

 

u(k) k0,

dengan induksi matematik akan dibuktikan berlaku x(k) = (Ak x(0) )  (

k

i 1

( Aki B  u(i) ) untuk k = 1, 2, 3, ...(2.7.1)

Diperhatikan bahwa x(1) = A x(0)B u(1) = A x(0)A0Bu(1)

= (A1 x(0) )  (

 1 1 i ( A1i B  u(i) ).

Jadi, (2.7.1) benar untuk k = 1. Misalkan benar untuk k = n yaitu x(n)=(An x(0))(

n

i 1

(41)

maka x(n +1) = A x(n) B u(n +1) = A  ((An  x(0))  (

n i 1 (Ani B u(i)))B u(n+1) = ((An1 x(0))(

n i 1 (A(n1)i B  u(i)))B u(n +1) = ((An1 x(0))(

  1 1 n i (A(n1)i B  u(i)))Bu(n+1).

Jadi, (2.7.1) benar untuk k = n +1. Akibatnya diperoleh y(k) = (CAk x(0))  (

k i 1 C Aki B  u(i)……….(2.7.2) untuk k = 1, 2, 3, ... .

Diberikan suatu bilangan bulat positip p. Jika didefinisikan y = [y(1), y(2), ... , y(p)]T dan u = [u(1), u(2), ... , y(p)]T maka dari persamaan (2.7.2) diperoleh: y(1) = C  A x(0)  C B u(1) y(2) = C  2 A  x(0)  C A B  u(1) C B u(2) y(p) = C  p A  x(0)  C Ap1B  u(1) C Ap2B  u(2) C B u(p).

(42)

            ) ( (2) (1) p y y y  =                  p A C A C A C  2 x(0)                          B C A B C B A C B C B A C B C p p        2 1                 ) ( (2) (1) p u u uatau y = K x(0) H u ……….(2.7.3) dengan K =                  p A C A C A C  2 dan H =                          B C A B C B A C B C B A C B C p p        2 1   

Dalam sistem produksi, Teorema 2.7 berarti bahwa jika diketahui kondisi awal sistem dan barisan waktu saat bahan mentah dimasukkan ke sistem, maka dapat ditentukan barisan waktu saat produk selesai diproses dan meninggalkan sistem.

Contoh 2.13:

Diperhatikan sistem produksi sederhana dalam Gambar 1. Didefinisikan y = [y(1), y(2), y(3), y(4)]T. Jika diberikan x(0) = [0, 1, ]T dan u = [0, 9, 12, 24 ]T, maka diperoleh y = K x(0)  H  u dengan

K =             15 33 29 12 27 24 9 21 19 6 15 14 dan H =             11 16 21 27 11 16 21 11 16 11       . Diperhatikan bahwa y = K x(0)  H  u =             33 28 22 16              35 25 20 11 =             35 28 22 16 .

Gambar

Gambar 2. Sistem Produksi Seri
Gambar 3. Sistem Produksi Assembly
Gambar 6. Sistem Produksi Fleksibel dengan beberapa aktivitas x1(k) x2(k) u1(k) u2(k) T2T1T1T2P1d1d2x3(k) x4(k) d3N3N4d4P3P4y1 (k) y2(k)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penyelesaian sistem penjadwalan menggunakan metode aljabar max-plus di atas diperoleh waktu keseluruhan proses perpindahan dalam pembuatan tahu

Beberapa possible eigenvector inilah yang akan digunakan untuk mendapatkan himpunan terbesar dari matriks interval dalam Aljabar Max-Plus.. Untuk memudahkan

Pada aljabar max-plus telah diketahui bahwa barisan pangkat A k dalam aljabar max, dengan A adalah matriks persegi yang tereduksi, menjadi periodik setelah waktu

Hasil pembahasan diperoleh nilai eigen berkaitan dengan barisan pangkat terurut matriks pada aljabar max plus dan kecenderungan akhir dari barisan pangkat

Pada penelitian ini akan dihitung waktu optimum produksi dari suatu graf sistem produksi ber-loop dengan menggunakan sistem persamaan linear aljabar max-plus waktu invarian,

Pada penelitian ini, akan dicari karakteristik dari penyelesaian sistem persamaan linear ghost surpass atas aljabar max-plus interval yaitu menentukan syarat penye- lesaian

STUDI AWAL PENERAPAN ALJABAR MAX PLUS PADA SISTEM PENYIMPANAN TERDISTRIBUSI MELALUI NETWORK CODING PRELIMINARY STUDY ON APPLICATION OF MAX PLUS ALGEBRA IN DISTRIBUTED STORAGE SYSTEM

Penelitian ini membahas penerapan sistem persamaan linear aljabar Max Plus pada masalah ground handling di Terminal 1 Bandara