• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23/26 ATAS JASA PENYELENGGARA KEGIATAN/EVENT ORGANIZER, JASA KEBERSIHAN ATAU CLEANING SERVICE, DAN JASA CETRING ATAU TATA BOGA YANG DIPOTONG OLEH WAJIB PAJAK PT.UB.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23/26 ATAS JASA PENYELENGGARA KEGIATAN/EVENT ORGANIZER, JASA KEBERSIHAN ATAU CLEANING SERVICE, DAN JASA CETRING ATAU TATA BOGA YANG DIPOTONG OLEH WAJIB PAJAK PT.UB."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23/26 ATAS JASA PENYELENGGARA KEGIATAN/EVENT ORGANIZER, JASA KEBERSIHAN ATAU CLEANING SERVICE, DAN JASA CATERING ATAU TATA BOGA YANG DIPOTONG OLEH WAJIB PAJAK PT UB

Oleh:

KOMANG AYU VIDANTY M NIM : 1306043026

Tugas Akhir Studi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Perpajakan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Denpasar

(2)

Tugas Akhir ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada

tanggal: 10 Juni 2016

Tim Penguji: Tanda Tangan

1. Ketua : I Ketut Jati,SE.,MSi.,Ak ………

2. Sekretaris : Komang Ayu Krisnadewi,SE.,Msi.,Ak ………

Mengetahui,

Ketua Program Pembimbing

Drs. I Komang Ardana, MM I Ketut Jati,SE.,MSi.,Ak

(3)

KATA PENGANTAR

PujiSyukurpenulispanjatkankehadapan Ida Sang HyangWidhiWasa/Tuhan Yang

MahaEsa, karenaberkatrahmat-Nya, penulisdapatmenyelesaikanTugasAkhirStudi (TAS) yang

berjudul “Tata Cara Pemotongan,Penyetoran, danPelaporanPPhPasal 23/26

atasJasaPenyelenggaraKegiatan/ Event Organizer, JasaKebersihanatau Cleaning Service, danJasa Catering atau Tata Boga yang dipotongolehWajibPajak PT.UB”.

Penulis menyadari bahwa TAS

initidakakanberhasiltanpabimbingandanpengarahandariberbagaipihak yang

telahmeluangkanwaktunyadalampenyusunan TAS ini. Dalamkesempatanini,

penulismenyampaikanterimakasihkepada :

1. BapakDr. I NyomanMahaendraYasa,

SE.,M.SiselakuDekanFakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayana.

2. Ibu Prof. Dr. Ni NyomanKertiYasa, SE., M.S.selakuPembantuDekan 1

FakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayana.

3. Bapak Drs. I KomangArdana, MM. SelakuKetua Program Studi Diploma III

FakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayana.

4. Bapak I Ketut Jati,SE.,MSi.,AkselakuDosenPembimbingLaporanTugasAkhirStudi yang

telahmendampingidanbanyakmembantumemberikanbimbingandengankesabaransertapeng

arahansehinggapenulisberhasilmenyelesaikanLaporanPraktikKerjaLapangan

5. IbuKomangAyu Krisnadewi,SE.,Msi.,AkselakuDosenPembimbingAkademik (PA) yang

telahmemberikantuntunandannasehatselamaperkuliahanpada Program Diploma III

(4)

6. BapakdanIbuDosen yang

mengajardanmembimbingpenulisselamamengikutiperkuliahanpada Program Studi

Diploma III PerpajakanFakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayana.

7. Seluruh Staff Program Diploma III FakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayana yang

telahbanyakmembantupenulisselama di FakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayana

8. Ibu Ni GustiAyuWulanRaiSuciselakupemilik Kantor KonsultanPajak yang

telahmemberiizinkepadapenulisuntukmelakukanpenelitiandanmelaksanakan PKL

padainstansi yang bersangkutan.

9. Seluruh staff Kantor KonsultanPajakGustiAyuWulanRaiSuci

10.Kedua orang tuatersayang, Papa dan Mama, danketigasaudarapenulisPutu Yoga, Made

Raditya, danKetutFebryan yang

selalusenantiasamemberikansemangatsertadoakepadapenulisdalammenjalankankuliahhin

ggapenyusunanTugasAkhirStudiini

11.TemanterdekatpenulisGdeBhuana yang

selalumemberikansemangatdandoakepadapenulisdalammenjalankankuliahhinggapenyusu

nanTugasAkhirStudiini

12.Seluruhteman-teman Program Diploma III

FakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayanaangkatan 2013

ataskebersamaandandukunganselamapenulismenyelesaikan TAS ini

Penulismenyadaribahwadalampenyusunan TAS ini,

(5)

disebabkankarenaketerbatasankemampuansertapengalamanpenulis. Namundemikian TAS

inidiharapkandapatmemberikanmanfaatbagi yang berkepentingan.

Denpasar, 10 Juni 2016

(6)

Judul : Tata Cara Pemotongan,Penyetoran, danPelaporanPPhPasal 23/26 atasJasaPenyelenggaraKegiatan/ Event Organizer, JasaKebersihanatau Cleaning Service, danJasa Catering atau Tata Boga yang dipotongolehWajibPajak PT.UB.

Nama : KomangAyuVidanty M

NIM : 1306043026

ABSTRAK

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana Tata Cara Pemotongan,Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB tetapi tidak sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 23 dan PMK No.141/PMK.03/2015 yang berlaku. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Sumber data dalam penelitian dalam penelitian ini adalah Data Sekunder. Semua data yang dikumpulkan menggunakan metode observasi.Teknik analisis data yang digunakan adalah deskritif komparatif.

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa PT.UB tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.

(7)

DAFTAR ISI

Isi Halaman

JUDUL………...... i

HALAMAN PENGESAHAN……… ii

KATA PENGANTAR………. iii

ABSTRAK……………… vi

DAFTAR ISI……… vii

DAFTAR TABEL……… x

DAFTAR GAMBAR……… xi

DAFTAR LAMPIRAN……… xii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.1.1 Pokok Masalah ………. 4

1.2 Tujuan……… 4

1.2.1 Tujuan Penelitian……….. 4

1.2.2 Kegunaan Penelitian……… 5

1.3 Sistematika Penulisan……… 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………. 8

2.1 Landasan teori……… 8

2.1.1 Pengertian Pajak……… 8

2.1.2 Fungsi Pajak……… 9

2.2 Pajak Penghasilan………. 10

2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan……….. 10

2.2.2 Subjek Pajak Penghasilan………. 11

2.2.3 Objek Pajak Penghasilan………. 14

2.2.4 Dasar Hukum Pajak Penghasilan……… 17

2.3 Pajak Penghasilan Pasal 23 ………... 18

2.3.1 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 23………. 20

(8)

2.3.3 Pihak yang diPotong PPh 23……… 24

2.3.4 Penyetoran PPh 23……….. 25

2.3.5 Pelaporan PPh 23……… 26

2.4 Surat Pemberitahuan………... 27

2.5 PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya ……….. 30

2.5.1 Pengertian Jasa Lainnya ………. 30

2.5.2 Objek,Tarif dan DPP Pasal 23 atas Jasa Lainnya …... 30

2.5.3 Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya ……… 36

BAB III METODE PENELITIAN……… 37

3.1 Lokasi Penelitian ………. 37

3.2 Obyek Penelitian……… 37

3.3 Jenis dan Sumber Data……….. 37

3.3.1 Jenis Data………. 37

3.3.2 Sumber Data……….... 38

3.4 Metode Pengumpulan Data………. 38

3.5 Teknik Analisis Data……… 39

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN………. 40

4.1 Gambaran Umum daerah Penelitian………... 40

4.1.1 Sejarah Berdirinya KKP Gusti Ayu Wulan Rai Suci……….. 40

4.1.2 Bidang Tugas/Kegiatan Kantor konsultan Pajak Gusti Ayu Wulan Rai Suci ……….. 42

4.1.3 Struktur Organisasi dan uraian Kantor Konsultan Pajak Gusti Ayu Wulan Rai Suci ………. 43

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian……… 45

(9)

4.2.2 Tata cara Penyetoran PPh Pasal 23/26 atas jasa Penyelenggara Kegiatan/Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong oleh

Wajib Pajak PT.UB ……… 49

4.2.3 Tata cara Pelaporan PPh Pasal 23/26 atas jasa Penyelenggara Kegiatan/Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB ……… 49

4.2.4 Perbandingan Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB dengan Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga sesuai Undang-undang PPh Pasal 23/PMK No. 141/PMK.03/2015 ……….. 50

BAB V SIMPULAN DAN SARAN……… 53

5.1 Simpulan………... 53

5.2 Saran……… 54

DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

4.1 Rincian Perhitungan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara

Kegiatan/ Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning

Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

4.1 Struktur Organisasi KKP Gusti Ayu Wulan

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lampiran Surat Setoran Elektronik (SSE)

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan instrument utama penerimaan Negara, ini terlihat dari jumlah prosentase

dan nilainya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sejarah terjadinya peraturan

pemotongan/pemungutan mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan

ekonomi dari masyarakat suatu negara dan juga berkembangnya negara tersebut dengan baik

dibidang sosial maupun ekonominya. Dengan demikian halnya maka pembayaran pajak yang

tadinya bersifat sukarela sekarang berubah menjadi kontribusi wajib yang harus di bayarkan

kepada Negara yang ditetapkan secara sepihak oleh Negara dalam bentuk Undang-undang

perpajakan yang dapat dipaksakan. Secara falsafah undang-undang perpajakan membayar pajak

bukan hanya merupakan kewajiban,tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut

berpartisipasi dalam peran serta terhadap pembiayaan Negara pembangunan nasional (Wibowo

dan Illyas, 2003).

Pajak merupakan iuran wajib yang dibayarkan kepada Negara oleh orang pribadi maupun

badan yang bersifat memaksa yang berdasarkan Undang-undang perpajakan. Iuran pajak yang

kita bayarkan kepada Negara akan dimanfaatkan oleh Negara untuk membiayai kehidupan

Negara dalam pembangunan nasional, tanpa adanya imbalan yang diberikan secara langsung

yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan yang bertujuan mensejahterakan Bangsa dan

(14)

Salah satu jenis pajak adalah Pajak Penghasilan atau yang sering disebut dengan PPh yaitu

pajak yang dikenakan Subjek Pajak Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun

pajak. Sesuai dengan namanya (PPh), yang menjadi Obyek Pajak Penghasilan adalah

Penghasilan. Definisi Penghasilan menurut Pasal 4 UU PPh adalah setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia, yang

dapat dipakai sebagai konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,

dengan nama maupun dalam bentuk apapun.

Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima

atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi atau badan), dan bentuk usaha tetap yang

berasal dari modal , penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh

Pasal 21, PPh Pasal 23 ini dibayarkan atau terutang oleh badan dipemerintah atau Subjek Pajak

dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), atau perwakilan perusahaan

luar negeri lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut pemahaman wajib pajak sangat penting dalam melaksanakan

kewajiban perpajakannya, maka dari itu tata cara Pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh

Pasal 23 yang baik sangat diperlukan agar wajib pajak tidak salah dalam melaksanakan

kewajiban perpajakannya. Perusahaan yang dijadikan tempat dalam penelitian ini adalah PT.UB

(15)

Di dalam praktik sendiri misalkan di Bali yang merupakan daerah pariwisata dimana banyak

hotel yang berdiri untuk menunjang akomodasi tempat wisata tersebut. Setiap daerah pariwisata

yang ada di Bali pasti memiliki Hotel baik itu dari kelas melati hingga kelas berbintang.

Aktivitas operasional hotel untu menjalankan operasionalnya pastinya akan timbul biaya-biaya

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Dari biaya-biaya tersebut tentunya

menimbulkan kewajiban perpajakan seperti atas jasa penyelenggaraan kegiatan atau event

organizer , jasa kebersihan atau cleaning service , dan jasa catering atau tata boga

Jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer pada umumnya merupakan biaya yang

terjadi jika sebuah hotel sedang mengadakan acara kegiatan yang dilakasanakan jika ada event

tertentu ataupun jika ada yang memesan acara di hotel tersebut. Program kerja yang biasanya

dilakukan oleh jasa penyelenggaraan kegiatan adalah membantu segala sesuatu sesuai dengan

rapi dan teratur sehingga tercapailah kegiatan yang diinginkan. Lokasi yang biasanya diadakan

acara kegiatan adalah ballroom, garden, roof top, pool.

Jasa kebersihan atau cleaning service pada umumnya merupakan biaya ruttin yang timbul

setiap periodenya, jasa ini dibutuhkan untuk menjaga kebersihan dan menjaga kenyamanan

hotel. Secara umum definisi cleaning service adalah memberikan pelayanan kebersihan,

kerapihan dan hygenisasi dari sebuah gedung atau bangunan baik itu indoor ataupun outdoor

sehingga tercipta suasana yang nyaman dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Program kerja

yang biasanya dilakukan oleh pemberi jasa cleaning service adalah pengelapan, menyapu,

(16)

Lokasi yang biasanya dibersihkan adalah office room, stair case, tangga darurat, lobby, roof,

parking area, balcony, pantry, toilet.

Jasa catering atau tata boga pada umumnya juga merupakan biaya yang tidak menentu , jasa

catering atau tata boga akan diadakan jika disebuah hotel ada kegiatan atau event yang sedang

dilaksanakan di hotel tersebut. Program kerja yang biasanya dilakukan oleh pemberi jasa

catering atau tata boga adalah menyediakan makanan yang di tentukan atau yang dipesan oleh

penyelenggara acara.

1.1.1 Pokok Masalah

1) Bagaimana cara Pemotongan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/

Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata

Boga yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.

2) Bagaimana cara Penyetoran PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event

Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga

yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.

3) Bagaimana cara Pelaporan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event

Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga

yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.

1.2Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian

(17)

1) Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event

Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga

yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.

2) Tata Cara Penyetoran PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event

Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga

yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.

3) Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event

Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga

yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.

1.2.2 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu :

1) Manfaat teoritis

Penulisan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai ilmu tambahan

pengembangan wawasan dalam perkuliahan sehingga mahasiswa dapat lebih

mengetahui penerapan mengenai Tata Cara Pemotongan,Penyetoran, dan

Pelaporan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event

Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau

Tata Boga yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.

2) Manfaat Praktis

Penulisan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi serta

memberikan pertimbangan dalam penerapan Tata Cara

(18)

oleh PT.UB, yaitu atas jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer ,

jasa kebersihan atau cleaning service , dan jasa catering atau tata boga

1.3 Sistematika Penulisan

Berikut penjabaran mengenai masing-masing bab:

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Kajian Pustaka

Pada bab ini membahas mengenai beberapa teori yang menunjang akan

digunakan untuk memperjelas pembahasan yang akan dilakukan mengenai

Tata Cara Pemotongan,Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23/26 atas

Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event Organizer, Jasa Kebersihan atau

Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong oleh

Wajib Pajak PT.UB.

Bab III Metode Penelitian

Pada bab ini disajikan mengenai lokasi penelitian dilakukan, objek yang

diteliti dalam penelitian ini, jenis dan sumber data yang digunakan,

metode pengumpulan data yang digunakan, metode pengumpulan data

yang digunakan dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian

(19)

Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum hasil penelitian dan

pembahasan lebih jelas mengenai penelitian yang dilakukan.

Bab V Simpulan dan Saran

Pada bab ini disajikan kesimpulan dari hasil penelitian dan menyajikan

saran-saran dari hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan yang bisa

berguna bagi perusahaan di masa yang akan datang serta orang-orang yang

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Pajak

Menurut Mardiasmo (2013:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas

Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak memiliki unsur-unsur

yaitu:

1) Iuran dari rakyat kepada Negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang

(bukan barang)

2) Berdasarkan Undang-Undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya

3) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat

di tunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah

4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni

(21)

Sedangkan menurut Rochmat Soemitro (2006:1) pajak adalah iuran rakyat

kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan

tidak mendapatkan jasa timbal (kontrapresetasi) yang langsung dapat ditujukan

dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Berdasarkan pengertian pajak yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli

dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib kepada Negara yang dapat

dipaksakan berdasarkan peraturan yang berlaku dan tidak mendapatkan timbal

balik atau kontra prestasi secara langsung.

2.1.2 Fungsi Pajak

Pada umumnya,undang-undang pajak didesain untuk mendorong dan

meningkatkan bentuk kerjasama, dimana dalam suatu pajak terdapat beberapa

fungsi pajak dengan cara pengklasifisikan. Menurut (Mardiasmo, 2009:1)

Fungsi pajak dapat di klasifikasikan menjadi , yaitu :

1) Fungsi penerimaan (Budgetair)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan

pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

Sebagai contoh adalah dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai

(22)

2) Fungsi Mengatur (Regulerent)

Pajak yang berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melakanakan

kebijaksanaan dalam bidang social dan ekonomi. Sebagai contohnya adalah

pajak yang tinggi dikenakan atas barang-barang mewah untuk mengurangi

gaya hidup konsuntif.

2.2 Pajak Penghasilan

2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek

Pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas penghasilan yang

diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak. Undang-Undang no.7 tahun

1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 januari 1984.

Undang-Undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali dirubah

dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008. Undang-Undang Pajak Penghasilan

(PPh) dalam Mardiasmo (2011) mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap

subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya

dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau

memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang PPh disebut wajib pajak.

Wajib Pajak kenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya

selama satu tahun pajak dan atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan

dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai dan

(23)

2.2.2 Subjek Pajak Penghasilan

Subjek Pajak Penghasilan diatur pada Pasal 2 Ayat 1 undang-Undang

Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu:

1) Orang Pribadi yang dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia

ataupun di luar Indonesia

2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak, atau ahli waris.

3) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan

usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan

Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan

dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension,

persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi

social politik atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan

lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

4) Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan

oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia dan

badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesiauntuk

(24)

Sedangkan pada pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan,

subjek Pajak dikelompokkan menjadi dua (2) kelompok, yaitu:

1) Subjek Pajak Dalam Negeri terdiri atas:

Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau Orang

Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh

tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi

yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai

niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, badan yang didirikan atau

bertempat kedudukan di Indonesia,warisan yang belum terbagi sebagai

satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2) Subjek Pajak Luar Negeri terdiri atas:

a. Subjek Pajak Orang Pribadi, yaitu orang yang tidak bertempat

tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam

jangka waktu 12 bulan.

b. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk

usaha tetap di Indonesia.

c. Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia

bukan dari menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan

(25)

3) Subjek Pajak Badan, yaitu badan yang tidak berkedudukan di

Indonesia, yang dimaksud tersebut yaitu:

a. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk

usaha tetap di Indonesia

b. Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia

bukan dari menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di

Indonesia

Yang bukan termasuk Subjek Pajak yaitu:

1) Kantor Perwakilan Negara Asing

2) Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat

lain dari Negara asing, dan orang-orang yang

diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan

bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat:

a. Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak

menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar

jabatannya di Indonesia

b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan

(26)

3) Organisasi Internasional, dengan syarat yaitu:

a. Indonesia menjdi anggota organisasi tersebut

b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk

memperoleh penghasilan dari Indonesia selain

pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya

berasal dari iuran para anggota

4) Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat:

a. Bukan warga Negara Indonesia

b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain

untuk memperoleh penghasilan di Indonesia

2.2.3 Objek Pajak Penghasilan

Yang menjadi objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak,

baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat

dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang termasuk

didalamnya yaitu:

1) penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk

(27)

2) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

3) laba usaha;

4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

(1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,

persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau

penyertaan modal;

(2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,

sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan

badan lainnya;

(3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi

dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

(4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga seadarah

dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan,

badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau

orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri

Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,

kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang

(28)

(5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau

seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,

atau permodalan dalam perusahaan pertambangan

(6) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan

sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

(7) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang;

(8) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk

dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi;

(9) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

(10) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

(11) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

(12) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan

jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

(13) Keuntungan selisih kurs mata uang asing

(14) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

(15) Premi asuransi

(16) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya

yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau

(29)

(17) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang

belum dikenakan pajak;

(18) Penghasilan dari usaha berbasis syariah

(19) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tat cara

perpajakan;dan

(20) Surplus Bank Indonesia

2.2.4 Dasar Hukum Pajak Penghasilan

Sebelum tahun 1984, pelaksanaan Pajak Penghasilan di Indonesia menggunakan

undang-undang pajak warisan colonial. Ordonansi Pajak Perseroan 1925, dan

ordonansi Pajak Pendapatan 1994. Selanjutnya pada tahun 1983 dilakukan

reformasi dibidang perpajakan yang menghasilkan Undang-Undang perpajakan,

salah satunya adalah undang-undang no 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

yang mulai pada 1 januari 1984. Undang-Undang tersebut telah beberapa kali

diubah dengan Undang-Undang:

a. Nomor 7 tahun 1991 tentang perubahan atas Undang-Undang No.7

tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

b. Nomor 10 tahun 1994 tentang perubahan kedua atas

Undang-Undang nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak penghasilan

c. Nomor 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas

(30)

d. Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas

Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan

2.3 PPh (Pajak Penghasilan) Pasal 23

Mardiasmo (2013:255) menyebutkan bahwa Pajak Penghasilan

pasal 23 adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima

atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap

yang berasal dari modal, penyerahan jasa,penyelenggaraan

kegiatan, selain yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang

dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo

pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam

negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan

perusahaan luar negeri lainnya.

Adapun objek pajak penghasilan 23 yaitu:

1) Dividen, dengan nama dalam bentuk apapun, termasuk dividen

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi

2) Bunga termasuk premium,diskonto, dan imbalan karena

(31)

3) Royalty

4) Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah

dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal

21

5) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan; dan

6) Imbalan sehubungan jasa teknik, jasa manajemen, jasa

kontruksi, jasa konsultan dan jasa selain jasa yang telah

dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

21

Tarif yang dikenakan terhadap Pajak Penghasilan Pasal 23 sesuai dengan

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak

Penghasilan dan PMK No.141/PMK.03/2015 yaitu:

1) Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:

a. Dividen

b. Bunga termasuk premium,diskonto, dan imbalan karena

jaminan pengembalian utang

c. Royalty

d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang

telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana

(32)

2) Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk

Pajak Pertambahan Nilai, atas:

a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan

penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau

bangunan

b. Imbalan sehubungan jasa teknik, jasa manajemen, jasa

kontruksi, jasa konsultan dan jasa selain jasa yang telah

dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 21.

Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa

sebagaimana dimaksud diatas tidak memiliki Nomor

Pokok Wajib Pajak, besarnya tariff pemotongan adalah

lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif

sebagaimana dimaksud di atas.

2.3.1 Dasar Hukum Pajak Penghasilan pasal 23

Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 23

a. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Pasal 23

b. PMK No 244/PMK 03/2008 tentang jenis jasa lain yang tercantum

(33)

c. PMK No.251/PMK.03/2008 tentang Pajak Penghasilan atas Jasa

Keuangan yang dilakukan oleh Badan Usaha yang berfungsi

sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan yang tidak

dilakukan pemotong PPh Pasal 23

d. SE-53/PJ/2009 tentang penjelasan PPh Pasal 23

e. SE-35/PJ/2010 tentang Pengertian Jasa teknik, Jasa Manajemen

f. Dan dasar hukum PPh Pasal 23 yang terbaru adalah PMK

No.141/PMK.03/2015 tentang Perubahan Jenis Jasa Lainnya

2.3.2 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23

Berdasarkan ketentuan Pasal 23 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7

tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang

nomor 36 tahun 2008 ( Undang-undang Pajak Penghasilan 1984)

Pemotong PPh Pasal 23 adalah pihak-pihak yang membayarkan

penghasilan, yang terdiri atas:

1) Badan pemerintah

Tidak ada penjelasan dalam,Undang-undang Pajak Penghasilan

tentang arti badan pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit

untuk mengartikan bahwa dengan Badan pemerintah adalah

pemerintah Negara republic Indonesia dan pemerintah Daerah di

Indonesia beserta instansi-instansi dibawahnya.

Dalam prakteknya, pemotong PPh pasal 23 oleh instansi

pemerintah dilakukan oleh bendahara pemerintah.

(34)

Subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau

bertempat kedudukan di Indonesia. Istilah didirikaan mengandung

arti bahwa badan tersebut didirikan ketentuan hokum di Indonesia.

Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa

badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di mana

pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut

dilakukan di Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan

penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia

Pengertian badan sendiri berdasarkan pasal 2 ayat (1) huruf b

undang-undang pajak Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang

dan/atau modal yang merupakan kesatuanbaik yang melakukan

usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan

terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha

milik Negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan

dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension,

persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi

social politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan

lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap

3) Penyelenggara Kegiatan

Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau

kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh

(35)

menorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan,

seminar, dan lain-lain.

4) Bentuk Usaha Tetap (BUT)

BUT adalah bagian dari subjek pajak luar negeri yang melakukan

kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh

penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk

Wajib Pajak luar negeri, penentuan hak dan kewajiban BUT

disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak

dalam negeri.

Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5)

Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan

oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang

pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 ( seratus

delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,

dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat di kedudukan di

Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di

Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen,

cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, bengkel dan

lain-lain.

5) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di

Indonesia juga merupakan pemotong PPh pasal 23. Contohnya

(36)

perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia

juga merupakan pemotong PPh pasal 23. Contohnya adalah

Representative office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.

2.3.3 Pihak yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23

Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang pajak Penghasilan,

penerimaan penghasilan yang dapat dipotong PPh Pasal 23 adalah

Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap. Dengan demikian,

pihak yang dipotong PPh Pasal 23 bisa Wajib Undang-undang pajak

Penghasilan, penerimaan penghasilan yang dapat dipotong PPh Pasal

23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap. Dengan

demikian, pihak yang dipotong PPh Pasal 23 bisa Wajib Pajak badan

dalam negeri ini berarti bahwa jika penerima penghasilan adalah Wajib

Pajak badan dalam negeri ini berarti bahwa jika penerima penghasilan

adalah Wajib Pajak luar negeri, kecuali BUT, maka PPh Pasal 23 tidak

bisa dikenakan. Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah

Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang menerima

atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan

jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak

(37)

2.3.4 Tata Cara Penyetoran PPh Pasal 23

Berdasarkan UU KUP Nomor 28 tahun 2007 dan PMK Nomor

242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak,

PPh Pasal 23 dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama

tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23, akan diberikan bukti

pemotongan PPh Pasal 23. Atas pemotongan yang telah dilakukan dalam

suatu masa pajak, Wajib Pajak sebagai pemotong pajak wajib melakukan

pelaporan pemotongan PPh Pasal 23 yang telah dilakukannya.

Pembayaran dan Penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan

Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan

dengan Surat Setoran Pajak (SSP). Umumnya penyetoran PPh Pasal 23

atas Jasa Lain-lain menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) namun

menurut Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-26/PJ/2014 tentang E-billing

maka mulai tahun 2016, penyetoran pajak bisa menggunakan billing.

E-billing yaitu sistem pembayaran pajak secara elektronik. Billing tersebut harus diisi data dari tanggal dan bulan sesuai dengan masa pajak dan

jumlah yang harus disetor. Setelah mengisi data dengan benar dan lengkap

maka Wajib Pajak akan menerima kode billing pajak yang disebut bukti

E-billing. Bukti E-billing tersebut harus disetorkan kepada Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai tempat pembayaran

pajak. Apabila Wajib Pajak terlambat menyetor atau tidak membayar

(38)

juga dapat berupa sanksi pidana apabila Wajib Pajak terlambat atau tidak

menyetor SPT. Menurut pasal 9 ayat 2 huruf a UU KUP, bila pembayaran

atau penyetoran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran

atau penyetoran yaitu tanggal 10 (sepuluh), maka akan dikenai sanksi

administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang

dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal

pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.

Sementara sanksi pidana akan dikenakan kepada Wajib Pajak yang tidak

menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong sehingga dapat

menimbulkan kerugian Negara maka dikenakan sanksi pidana paling

singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan juga denda

paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak

terutang yang tidak atau kurang bayar sesuai pasal 39 ayat 1 huruf i UU

KUP.

2.3.5 Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 23

Pemotong PPh Pasal 23 wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh

Pasal 23 kepada orang pribadi atau badan yang dipotong setiap melakukan

pemotongan atau pemungutan. Bagi penerima penghasilan, bukti

pemotongan PPh Pasal 23 ini adalah bukti pelunasan PPh terutang dalam

tahun tersebut yang nantinya akan dikreditkan dalam SPT Tahunannya.

Apabila masa pajak telah berakhir, pemotongan PPh Pasal 23 wajib

(39)

23/26 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak Pemotong PPh Pasal

23 terdaftar. Surat pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 harus

disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

2.4 Surat Pemberitahuan

Mardiasmo (2013:31) menjelaskan bahwa Surat Pemberitahuan adalah surat yang

oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran

pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat

pemberitahuan (SPT) memiliki fungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan

mempretanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang

dan untuk melaporkan terutang:

1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau

melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak

atau bagian tahun pajak.

2) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/ataau bukan objek pajak

3) Harta dan kewajiban dan/atau

4) Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau

pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

5) Bagi pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai

(40)

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang

sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang

a. Pengkreditan Pajak Masukkan terhadap Pajak Keluaran,

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh

Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi pemotong dan pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan

adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan

pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

Jenis SPT secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu

Masa Pajak

2) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu

Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak

Surat Pemberitahuan (SPT) meliputi:

1) SPT Tahunan Pajak Penghasilan

2) SPT Masa yang terdiri dari

a. SPT Masa Pajak Penghasilan

b. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan

c. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak

(41)

SPT dapat berbentuk:

1) Formulir kertas (hardcopy) atau

2) e-SPT

Batas waktu penyampain SPT, Batas waktu penyampain Surat

Pemberitahuan adalah:

1) untuk Surat Pemberitahuan Masa,paling lama 20 (dua puluh) hari

setelah akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa

Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan

berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

2) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak

orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak atau

3) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib pajak

badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak

Sanksi terlambat atau tidak menyampaikan SPT, apabila Surat

Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah

ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat

Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:

1) Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan

Masa Pajak Pertambahan Nilai

2) Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa

(42)

3) Rp 1.000.000,00 ( satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan

4) Rp 100.00,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi

2.5 PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya

PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya merupakan objek dari Pajak Penghasilan

Pasal 23. Dalam hal ini, akan dibahas mengenai pengertian jasa, macam-macam jasa

lainnya, objek, tarif dan DPP (Dasar Pengenaan Pajak) dari PPh Pasal 23.

2.5.1 Pengertian Jasa Lainnya

Jasa Lainnya merupakan imbalan atas jasa lainnya selain yang telah dipotong PPh

Pasal 21.

2.5.2 Objek, Tarif dan DPP PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya 1. Objek PPh Pasal 23 atas jasa lainnya yaitu :

Menurut peraturan terbaru PMK No. 141/PMK.03/2015 tentang Perubahan Jenis

Jasa Lainnya, Jasa-jasa lainnya yaitu

1) Jasa Penilai

2) Jasa Aktuaris

3) Jasa Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan

4) Jasa Hukum

5) Jasa Arsitektur

6) Jasa Perencanaan Kota dan Arsitektur landscape

(43)

8) Jasa Pengeboran di bidang migas, kecuali yang dilakukan oleh BUT

9) Jasa Penunjang di bidang penambangan migas

10)Jasa Penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain

migas

11)Jasa Penunjangan di bidang penerbangan dan Bandar udara

12)Jasa Penebangan Hutan

13)Jasa Pengolahan Limbah

14)Jasa Penyedia Tenaga Kerja/atau tenaga ahli

15)Jasa Perantara dan/atau keagenan

16)Jasa di bidang perdagangan suraat-surat berharga, kecuali yang dilakukan

KSEI dan KPEI

17)Jasa Kustodian, penyimpanan, penitipan, kecuali yang dilakukan KSEI

18)Jasa Pengisian Suara (Dubbing) dan/atau sulih suara

19)Jasa Mixing Film

20)Jasa pembuatan saranan promosi film, iklan, poster,photo, slide, klise,

banner, pamphlet, baliho dan folder

21)Jasa sehubungan dengan software komputer termasuk perawatan,

pemeliharaan dan perbaikan

22)Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website

23)Jasa internet dan sambungannya

24)Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/ataupenyaluran data, informasi,

(44)

25)Jasa Instalansi/pemasangan dan Perawatan/Pemeliharaan mesin, peralatan,

listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan

oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi, dan

mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi

26)Jasa Perawatan/Perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,

telepon,air,gas,AC,TV,kabel, dan/atau bangunan, selain yang

dilakukanoleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang kontruksi

dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi

27)Jasa Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat,laut, dan udara

28)Jasa Maklon

29)Jasa Penyelidikan dan Keamanan

30)Jasa Penyelenggaraan Kegiatan atau event organizer

31)Jasa penyediaan tempat, dan/atau waktu dalam media masa, media luar

ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa

periklanan

32)Jasa Pembasmian Hama

33)Jasa Kebersihan atau cleaning service

34)Jasa sedot septic tank

35)Jasa Pemeliharaan kolam

36)Jasa Katering atau tata boga

37)Jasa freight forwading

38)Jasa logistic

(45)

40)Jasa pengepakan

41)Jasa loading dan unloading

42)Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh

lembaga atau insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis

43)Jasa pengelolaan parker

44)Jasa penyondiran tanah

45)Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lanah

46)Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit

47)Jasa pemeliharaan tanaman

48)Jasa pemanenan

49)Jasa pengolahan hasil pertanian, pekebunan, perikanan, peternakan,

dan/atau perhutanan

50)Jasa dekorasi

51)Jasa pencetakan/penerbitan

52)Jasa penerjemahan

53)Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15

Undang-Undang Pajak Penghasilan

54)Jasa pelayanan kepelabuhan

55)Jasa pengangkutan melalui jalur pipa

56)Jasa pengelolaan penitipan anak

57)Jasa pelatihan dan/atau kursus

58)Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM

(46)

60)Jasa survey

61)Jasa tester dan

62)Jasa selain jasa-jasa tersebut diatas yang pembayarannya dibebankan pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah.

Sehubungan dengan pengenaan PPh Pasal 4 ayat 2 (Final) terhadap semua

jenis jasa konstruksi berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat 2 UU PPh dan

Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 dan perubahnnya, maka imbalan

jasa konstruksi tidak lagi menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23.

2. Tarif dan DPP PPh Pasal 23 atas jasa lainnya yaitu sebesar 2% (dua persen)

dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika Wajib

Pajak tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) maka akan dipotong

100% (seratus persen) lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23 menjadi sebesar 4%

(empat persen). Sedangkan yang menjadi DPP adalah jumlah bruto atas jasa

lainnya. Jumlah bruto yang dimaksud sebagai dasar pemotongan Pajak

Penghasilan Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada

penyedia jasa, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Untuk jumlah

bruto Jasa Katering atau Tata Boga sesuai PMK No. 141/PMK.03/2015 yaitu

seluruh jumlah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan,

disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh

badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,

bentuk usaha tetap (BUT) kepada Wajib Pajak Dalam Negeri. Sedangkan

(47)

dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk

dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,

subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap

(BUT) kepada Wajib Pajak Dalam Negeri, tidak termasuk :

1) Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai

imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak

sebagai penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan

pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa

2) Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau

material yang terkait dengan jasa yang diberikan

3) Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa,

terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa dan/atau

4) Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian (reimburst)

atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam

rangka pemberian jasa bersangutan

Pembayaran tersebut tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar

pemotongan PPh Pasal 23 jika dapat dibuktikan dengan :

a. Kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan,

dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan

b. Faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau material

c. Faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis dan

d. Faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh

(48)

Apabila tidak dapat dibuktikan maka jumlah bruto adalah sebesar keseluruhan

pembayaran kepada penyedia jasa dan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai

(PPN).

2.5.3 Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya yaitu

1) Semua jasa-jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21

2) Imbalan sehubungan dengan jasa lain tersebut dikenai Pajak Penghasilan yang

Referensi

Dokumen terkait

Mata pelajaran Ekonomi merupakan mata pelajaran yang menarik dan penting dipelajari karena memiliki keterkaitan yang erat dengan permasalahan kehidupan masyarakat

existence of binary linear concatenated codes with.. outer codes

Dilihat dari hasil analisis penelitian dan hasil penelitian sebelumnya serta teori yang sudah ada, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing

Hasil uji hubungan yang dilakukan antar variabel penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara sikap dan niat beli (p<0.05), dimana sikap contoh

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah motede dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dari laporan tahunan perusahaan

Pemancaran partikel ( ) terjadi pada inti berat yang memiliki lebih dari 83 proton. Pada pemancaran sinar beta ( ) terjadi perubahan sebuah neutron menjadi

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun prasman lebih kuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif

Melalui pemanfaatan sistem informasi website ini, diharapkan mampu meningkatkan kebutuhan akan data dan informasi kepada calon konsumen Hi Gadget Store , dimana