TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23/26 ATAS JASA PENYELENGGARA KEGIATAN/EVENT ORGANIZER, JASA KEBERSIHAN ATAU CLEANING SERVICE, DAN JASA CATERING ATAU TATA BOGA YANG DIPOTONG OLEH WAJIB PAJAK PT UB
Oleh:
KOMANG AYU VIDANTY M NIM : 1306043026
Tugas Akhir Studi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Perpajakan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Denpasar
Tugas Akhir ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada
tanggal: 10 Juni 2016
Tim Penguji: Tanda Tangan
1. Ketua : I Ketut Jati,SE.,MSi.,Ak ………
2. Sekretaris : Komang Ayu Krisnadewi,SE.,Msi.,Ak ………
Mengetahui,
Ketua Program Pembimbing
Drs. I Komang Ardana, MM I Ketut Jati,SE.,MSi.,Ak
KATA PENGANTAR
PujiSyukurpenulispanjatkankehadapan Ida Sang HyangWidhiWasa/Tuhan Yang
MahaEsa, karenaberkatrahmat-Nya, penulisdapatmenyelesaikanTugasAkhirStudi (TAS) yang
berjudul “Tata Cara Pemotongan,Penyetoran, danPelaporanPPhPasal 23/26
atasJasaPenyelenggaraKegiatan/ Event Organizer, JasaKebersihanatau Cleaning Service, danJasa Catering atau Tata Boga yang dipotongolehWajibPajak PT.UB”.
Penulis menyadari bahwa TAS
initidakakanberhasiltanpabimbingandanpengarahandariberbagaipihak yang
telahmeluangkanwaktunyadalampenyusunan TAS ini. Dalamkesempatanini,
penulismenyampaikanterimakasihkepada :
1. BapakDr. I NyomanMahaendraYasa,
SE.,M.SiselakuDekanFakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayana.
2. Ibu Prof. Dr. Ni NyomanKertiYasa, SE., M.S.selakuPembantuDekan 1
FakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayana.
3. Bapak Drs. I KomangArdana, MM. SelakuKetua Program Studi Diploma III
FakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayana.
4. Bapak I Ketut Jati,SE.,MSi.,AkselakuDosenPembimbingLaporanTugasAkhirStudi yang
telahmendampingidanbanyakmembantumemberikanbimbingandengankesabaransertapeng
arahansehinggapenulisberhasilmenyelesaikanLaporanPraktikKerjaLapangan
5. IbuKomangAyu Krisnadewi,SE.,Msi.,AkselakuDosenPembimbingAkademik (PA) yang
telahmemberikantuntunandannasehatselamaperkuliahanpada Program Diploma III
6. BapakdanIbuDosen yang
mengajardanmembimbingpenulisselamamengikutiperkuliahanpada Program Studi
Diploma III PerpajakanFakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayana.
7. Seluruh Staff Program Diploma III FakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayana yang
telahbanyakmembantupenulisselama di FakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayana
8. Ibu Ni GustiAyuWulanRaiSuciselakupemilik Kantor KonsultanPajak yang
telahmemberiizinkepadapenulisuntukmelakukanpenelitiandanmelaksanakan PKL
padainstansi yang bersangkutan.
9. Seluruh staff Kantor KonsultanPajakGustiAyuWulanRaiSuci
10.Kedua orang tuatersayang, Papa dan Mama, danketigasaudarapenulisPutu Yoga, Made
Raditya, danKetutFebryan yang
selalusenantiasamemberikansemangatsertadoakepadapenulisdalammenjalankankuliahhin
ggapenyusunanTugasAkhirStudiini
11.TemanterdekatpenulisGdeBhuana yang
selalumemberikansemangatdandoakepadapenulisdalammenjalankankuliahhinggapenyusu
nanTugasAkhirStudiini
12.Seluruhteman-teman Program Diploma III
FakultasEkonomidanBisnisUniversitasUdayanaangkatan 2013
ataskebersamaandandukunganselamapenulismenyelesaikan TAS ini
Penulismenyadaribahwadalampenyusunan TAS ini,
disebabkankarenaketerbatasankemampuansertapengalamanpenulis. Namundemikian TAS
inidiharapkandapatmemberikanmanfaatbagi yang berkepentingan.
Denpasar, 10 Juni 2016
Judul : Tata Cara Pemotongan,Penyetoran, danPelaporanPPhPasal 23/26 atasJasaPenyelenggaraKegiatan/ Event Organizer, JasaKebersihanatau Cleaning Service, danJasa Catering atau Tata Boga yang dipotongolehWajibPajak PT.UB.
Nama : KomangAyuVidanty M
NIM : 1306043026
ABSTRAK
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana Tata Cara Pemotongan,Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB tetapi tidak sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 23 dan PMK No.141/PMK.03/2015 yang berlaku. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Sumber data dalam penelitian dalam penelitian ini adalah Data Sekunder. Semua data yang dikumpulkan menggunakan metode observasi.Teknik analisis data yang digunakan adalah deskritif komparatif.
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa PT.UB tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.
DAFTAR ISI
Isi Halaman
JUDUL………...... i
HALAMAN PENGESAHAN……… ii
KATA PENGANTAR………. iii
ABSTRAK……………… vi
DAFTAR ISI……… vii
DAFTAR TABEL……… x
DAFTAR GAMBAR……… xi
DAFTAR LAMPIRAN……… xii
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang ………. 1
1.1.1 Pokok Masalah ………. 4
1.2 Tujuan……… 4
1.2.1 Tujuan Penelitian……….. 4
1.2.2 Kegunaan Penelitian……… 5
1.3 Sistematika Penulisan……… 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ………. 8
2.1 Landasan teori……… 8
2.1.1 Pengertian Pajak……… 8
2.1.2 Fungsi Pajak……… 9
2.2 Pajak Penghasilan………. 10
2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan……….. 10
2.2.2 Subjek Pajak Penghasilan………. 11
2.2.3 Objek Pajak Penghasilan………. 14
2.2.4 Dasar Hukum Pajak Penghasilan……… 17
2.3 Pajak Penghasilan Pasal 23 ………... 18
2.3.1 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 23………. 20
2.3.3 Pihak yang diPotong PPh 23……… 24
2.3.4 Penyetoran PPh 23……….. 25
2.3.5 Pelaporan PPh 23……… 26
2.4 Surat Pemberitahuan………... 27
2.5 PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya ……….. 30
2.5.1 Pengertian Jasa Lainnya ………. 30
2.5.2 Objek,Tarif dan DPP Pasal 23 atas Jasa Lainnya …... 30
2.5.3 Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya ……… 36
BAB III METODE PENELITIAN……… 37
3.1 Lokasi Penelitian ………. 37
3.2 Obyek Penelitian……… 37
3.3 Jenis dan Sumber Data……….. 37
3.3.1 Jenis Data………. 37
3.3.2 Sumber Data……….... 38
3.4 Metode Pengumpulan Data………. 38
3.5 Teknik Analisis Data……… 39
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN………. 40
4.1 Gambaran Umum daerah Penelitian………... 40
4.1.1 Sejarah Berdirinya KKP Gusti Ayu Wulan Rai Suci……….. 40
4.1.2 Bidang Tugas/Kegiatan Kantor konsultan Pajak Gusti Ayu Wulan Rai Suci ……….. 42
4.1.3 Struktur Organisasi dan uraian Kantor Konsultan Pajak Gusti Ayu Wulan Rai Suci ………. 43
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian……… 45
4.2.2 Tata cara Penyetoran PPh Pasal 23/26 atas jasa Penyelenggara Kegiatan/Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong oleh
Wajib Pajak PT.UB ……… 49
4.2.3 Tata cara Pelaporan PPh Pasal 23/26 atas jasa Penyelenggara Kegiatan/Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB ……… 49
4.2.4 Perbandingan Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB dengan Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga sesuai Undang-undang PPh Pasal 23/PMK No. 141/PMK.03/2015 ……….. 50
BAB V SIMPULAN DAN SARAN……… 53
5.1 Simpulan………... 53
5.2 Saran……… 54
DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
4.1 Rincian Perhitungan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara
Kegiatan/ Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning
Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
4.1 Struktur Organisasi KKP Gusti Ayu Wulan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lampiran Surat Setoran Elektronik (SSE)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan instrument utama penerimaan Negara, ini terlihat dari jumlah prosentase
dan nilainya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sejarah terjadinya peraturan
pemotongan/pemungutan mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan
ekonomi dari masyarakat suatu negara dan juga berkembangnya negara tersebut dengan baik
dibidang sosial maupun ekonominya. Dengan demikian halnya maka pembayaran pajak yang
tadinya bersifat sukarela sekarang berubah menjadi kontribusi wajib yang harus di bayarkan
kepada Negara yang ditetapkan secara sepihak oleh Negara dalam bentuk Undang-undang
perpajakan yang dapat dipaksakan. Secara falsafah undang-undang perpajakan membayar pajak
bukan hanya merupakan kewajiban,tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut
berpartisipasi dalam peran serta terhadap pembiayaan Negara pembangunan nasional (Wibowo
dan Illyas, 2003).
Pajak merupakan iuran wajib yang dibayarkan kepada Negara oleh orang pribadi maupun
badan yang bersifat memaksa yang berdasarkan Undang-undang perpajakan. Iuran pajak yang
kita bayarkan kepada Negara akan dimanfaatkan oleh Negara untuk membiayai kehidupan
Negara dalam pembangunan nasional, tanpa adanya imbalan yang diberikan secara langsung
yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan yang bertujuan mensejahterakan Bangsa dan
Salah satu jenis pajak adalah Pajak Penghasilan atau yang sering disebut dengan PPh yaitu
pajak yang dikenakan Subjek Pajak Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak. Sesuai dengan namanya (PPh), yang menjadi Obyek Pajak Penghasilan adalah
Penghasilan. Definisi Penghasilan menurut Pasal 4 UU PPh adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia, yang
dapat dipakai sebagai konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama maupun dalam bentuk apapun.
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi atau badan), dan bentuk usaha tetap yang
berasal dari modal , penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh
Pasal 21, PPh Pasal 23 ini dibayarkan atau terutang oleh badan dipemerintah atau Subjek Pajak
dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut pemahaman wajib pajak sangat penting dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya, maka dari itu tata cara Pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh
Pasal 23 yang baik sangat diperlukan agar wajib pajak tidak salah dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya. Perusahaan yang dijadikan tempat dalam penelitian ini adalah PT.UB
Di dalam praktik sendiri misalkan di Bali yang merupakan daerah pariwisata dimana banyak
hotel yang berdiri untuk menunjang akomodasi tempat wisata tersebut. Setiap daerah pariwisata
yang ada di Bali pasti memiliki Hotel baik itu dari kelas melati hingga kelas berbintang.
Aktivitas operasional hotel untu menjalankan operasionalnya pastinya akan timbul biaya-biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Dari biaya-biaya tersebut tentunya
menimbulkan kewajiban perpajakan seperti atas jasa penyelenggaraan kegiatan atau event
organizer , jasa kebersihan atau cleaning service , dan jasa catering atau tata boga
Jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer pada umumnya merupakan biaya yang
terjadi jika sebuah hotel sedang mengadakan acara kegiatan yang dilakasanakan jika ada event
tertentu ataupun jika ada yang memesan acara di hotel tersebut. Program kerja yang biasanya
dilakukan oleh jasa penyelenggaraan kegiatan adalah membantu segala sesuatu sesuai dengan
rapi dan teratur sehingga tercapailah kegiatan yang diinginkan. Lokasi yang biasanya diadakan
acara kegiatan adalah ballroom, garden, roof top, pool.
Jasa kebersihan atau cleaning service pada umumnya merupakan biaya ruttin yang timbul
setiap periodenya, jasa ini dibutuhkan untuk menjaga kebersihan dan menjaga kenyamanan
hotel. Secara umum definisi cleaning service adalah memberikan pelayanan kebersihan,
kerapihan dan hygenisasi dari sebuah gedung atau bangunan baik itu indoor ataupun outdoor
sehingga tercipta suasana yang nyaman dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Program kerja
yang biasanya dilakukan oleh pemberi jasa cleaning service adalah pengelapan, menyapu,
Lokasi yang biasanya dibersihkan adalah office room, stair case, tangga darurat, lobby, roof,
parking area, balcony, pantry, toilet.
Jasa catering atau tata boga pada umumnya juga merupakan biaya yang tidak menentu , jasa
catering atau tata boga akan diadakan jika disebuah hotel ada kegiatan atau event yang sedang
dilaksanakan di hotel tersebut. Program kerja yang biasanya dilakukan oleh pemberi jasa
catering atau tata boga adalah menyediakan makanan yang di tentukan atau yang dipesan oleh
penyelenggara acara.
1.1.1 Pokok Masalah
1) Bagaimana cara Pemotongan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/
Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata
Boga yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.
2) Bagaimana cara Penyetoran PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event
Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga
yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.
3) Bagaimana cara Pelaporan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event
Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga
yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.
1.2Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian
1) Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event
Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga
yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.
2) Tata Cara Penyetoran PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event
Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga
yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.
3) Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event
Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga
yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.
1.2.2 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu :
1) Manfaat teoritis
Penulisan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai ilmu tambahan
pengembangan wawasan dalam perkuliahan sehingga mahasiswa dapat lebih
mengetahui penerapan mengenai Tata Cara Pemotongan,Penyetoran, dan
Pelaporan PPh Pasal 23/26 atas Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event
Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau
Tata Boga yang dipotong oleh Wajib Pajak PT.UB.
2) Manfaat Praktis
Penulisan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi serta
memberikan pertimbangan dalam penerapan Tata Cara
oleh PT.UB, yaitu atas jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer ,
jasa kebersihan atau cleaning service , dan jasa catering atau tata boga
1.3 Sistematika Penulisan
Berikut penjabaran mengenai masing-masing bab:
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Kajian Pustaka
Pada bab ini membahas mengenai beberapa teori yang menunjang akan
digunakan untuk memperjelas pembahasan yang akan dilakukan mengenai
Tata Cara Pemotongan,Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23/26 atas
Jasa Penyelenggara Kegiatan/ Event Organizer, Jasa Kebersihan atau
Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong oleh
Wajib Pajak PT.UB.
Bab III Metode Penelitian
Pada bab ini disajikan mengenai lokasi penelitian dilakukan, objek yang
diteliti dalam penelitian ini, jenis dan sumber data yang digunakan,
metode pengumpulan data yang digunakan, metode pengumpulan data
yang digunakan dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum hasil penelitian dan
pembahasan lebih jelas mengenai penelitian yang dilakukan.
Bab V Simpulan dan Saran
Pada bab ini disajikan kesimpulan dari hasil penelitian dan menyajikan
saran-saran dari hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan yang bisa
berguna bagi perusahaan di masa yang akan datang serta orang-orang yang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pajak
Menurut Mardiasmo (2013:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas
Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak memiliki unsur-unsur
yaitu:
1) Iuran dari rakyat kepada Negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang)
2) Berdasarkan Undang-Undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya
3) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat
di tunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah
4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni
Sedangkan menurut Rochmat Soemitro (2006:1) pajak adalah iuran rakyat
kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapatkan jasa timbal (kontrapresetasi) yang langsung dapat ditujukan
dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Berdasarkan pengertian pajak yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli
dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib kepada Negara yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan yang berlaku dan tidak mendapatkan timbal
balik atau kontra prestasi secara langsung.
2.1.2 Fungsi Pajak
Pada umumnya,undang-undang pajak didesain untuk mendorong dan
meningkatkan bentuk kerjasama, dimana dalam suatu pajak terdapat beberapa
fungsi pajak dengan cara pengklasifisikan. Menurut (Mardiasmo, 2009:1)
Fungsi pajak dapat di klasifikasikan menjadi , yaitu :
1) Fungsi penerimaan (Budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Sebagai contoh adalah dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai
2) Fungsi Mengatur (Regulerent)
Pajak yang berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melakanakan
kebijaksanaan dalam bidang social dan ekonomi. Sebagai contohnya adalah
pajak yang tinggi dikenakan atas barang-barang mewah untuk mengurangi
gaya hidup konsuntif.
2.2 Pajak Penghasilan
2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek
Pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas penghasilan yang
diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak. Undang-Undang no.7 tahun
1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 januari 1984.
Undang-Undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali dirubah
dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008. Undang-Undang Pajak Penghasilan
(PPh) dalam Mardiasmo (2011) mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap
subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau
memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang PPh disebut wajib pajak.
Wajib Pajak kenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
selama satu tahun pajak dan atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan
dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai dan
2.2.2 Subjek Pajak Penghasilan
Subjek Pajak Penghasilan diatur pada Pasal 2 Ayat 1 undang-Undang
Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu:
1) Orang Pribadi yang dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia
2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak, atau ahli waris.
3) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
social politik atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4) Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia dan
badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesiauntuk
Sedangkan pada pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan,
subjek Pajak dikelompokkan menjadi dua (2) kelompok, yaitu:
1) Subjek Pajak Dalam Negeri terdiri atas:
Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau Orang
Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi
yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia,warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2) Subjek Pajak Luar Negeri terdiri atas:
a. Subjek Pajak Orang Pribadi, yaitu orang yang tidak bertempat
tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan.
b. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
c. Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan
3) Subjek Pajak Badan, yaitu badan yang tidak berkedudukan di
Indonesia, yang dimaksud tersebut yaitu:
a. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia
b. Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia
Yang bukan termasuk Subjek Pajak yaitu:
1) Kantor Perwakilan Negara Asing
2) Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat
lain dari Negara asing, dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat:
a. Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
jabatannya di Indonesia
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
3) Organisasi Internasional, dengan syarat yaitu:
a. Indonesia menjdi anggota organisasi tersebut
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain
pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran para anggota
4) Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat:
a. Bukan warga Negara Indonesia
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan di Indonesia
2.2.3 Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang termasuk
didalamnya yaitu:
1) penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
2) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3) laba usaha;
4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
(1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;
(2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya;
(3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi
dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
(4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga seadarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
(5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
(6) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
(7) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
(8) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
(9) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
(10) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
(11) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
(12) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
(13) Keuntungan selisih kurs mata uang asing
(14) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
(15) Premi asuransi
(16) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
(17) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak;
(18) Penghasilan dari usaha berbasis syariah
(19) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tat cara
perpajakan;dan
(20) Surplus Bank Indonesia
2.2.4 Dasar Hukum Pajak Penghasilan
Sebelum tahun 1984, pelaksanaan Pajak Penghasilan di Indonesia menggunakan
undang-undang pajak warisan colonial. Ordonansi Pajak Perseroan 1925, dan
ordonansi Pajak Pendapatan 1994. Selanjutnya pada tahun 1983 dilakukan
reformasi dibidang perpajakan yang menghasilkan Undang-Undang perpajakan,
salah satunya adalah undang-undang no 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
yang mulai pada 1 januari 1984. Undang-Undang tersebut telah beberapa kali
diubah dengan Undang-Undang:
a. Nomor 7 tahun 1991 tentang perubahan atas Undang-Undang No.7
tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
b. Nomor 10 tahun 1994 tentang perubahan kedua atas
Undang-Undang nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak penghasilan
c. Nomor 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas
d. Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas
Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
2.3 PPh (Pajak Penghasilan) Pasal 23
Mardiasmo (2013:255) menyebutkan bahwa Pajak Penghasilan
pasal 23 adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
yang berasal dari modal, penyerahan jasa,penyelenggaraan
kegiatan, selain yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya.
Adapun objek pajak penghasilan 23 yaitu:
1) Dividen, dengan nama dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi
2) Bunga termasuk premium,diskonto, dan imbalan karena
3) Royalty
4) Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal
21
5) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan; dan
6) Imbalan sehubungan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
kontruksi, jasa konsultan dan jasa selain jasa yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21
Tarif yang dikenakan terhadap Pajak Penghasilan Pasal 23 sesuai dengan
Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan dan PMK No.141/PMK.03/2015 yaitu:
1) Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium,diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang
c. Royalty
d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang
telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana
2) Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai, atas:
a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau
bangunan
b. Imbalan sehubungan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
kontruksi, jasa konsultan dan jasa selain jasa yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa
sebagaimana dimaksud diatas tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak, besarnya tariff pemotongan adalah
lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif
sebagaimana dimaksud di atas.
2.3.1 Dasar Hukum Pajak Penghasilan pasal 23
Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 23
a. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Pasal 23
b. PMK No 244/PMK 03/2008 tentang jenis jasa lain yang tercantum
c. PMK No.251/PMK.03/2008 tentang Pajak Penghasilan atas Jasa
Keuangan yang dilakukan oleh Badan Usaha yang berfungsi
sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan yang tidak
dilakukan pemotong PPh Pasal 23
d. SE-53/PJ/2009 tentang penjelasan PPh Pasal 23
e. SE-35/PJ/2010 tentang Pengertian Jasa teknik, Jasa Manajemen
f. Dan dasar hukum PPh Pasal 23 yang terbaru adalah PMK
No.141/PMK.03/2015 tentang Perubahan Jenis Jasa Lainnya
2.3.2 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23
Berdasarkan ketentuan Pasal 23 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7
tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
nomor 36 tahun 2008 ( Undang-undang Pajak Penghasilan 1984)
Pemotong PPh Pasal 23 adalah pihak-pihak yang membayarkan
penghasilan, yang terdiri atas:
1) Badan pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam,Undang-undang Pajak Penghasilan
tentang arti badan pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit
untuk mengartikan bahwa dengan Badan pemerintah adalah
pemerintah Negara republic Indonesia dan pemerintah Daerah di
Indonesia beserta instansi-instansi dibawahnya.
Dalam prakteknya, pemotong PPh pasal 23 oleh instansi
pemerintah dilakukan oleh bendahara pemerintah.
Subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia. Istilah didirikaan mengandung
arti bahwa badan tersebut didirikan ketentuan hokum di Indonesia.
Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa
badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di mana
pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut
dilakukan di Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan
penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia
Pengertian badan sendiri berdasarkan pasal 2 ayat (1) huruf b
undang-undang pajak Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuanbaik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik Negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
social politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
3) Penyelenggara Kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau
kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh
menorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan,
seminar, dan lain-lain.
4) Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bagian dari subjek pajak luar negeri yang melakukan
kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh
penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk
Wajib Pajak luar negeri, penentuan hak dan kewajiban BUT
disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak
dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5)
Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 ( seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat di kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen,
cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, bengkel dan
lain-lain.
5) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di
Indonesia juga merupakan pemotong PPh pasal 23. Contohnya
perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia
juga merupakan pemotong PPh pasal 23. Contohnya adalah
Representative office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.
2.3.3 Pihak yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang pajak Penghasilan,
penerimaan penghasilan yang dapat dipotong PPh Pasal 23 adalah
Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap. Dengan demikian,
pihak yang dipotong PPh Pasal 23 bisa Wajib Undang-undang pajak
Penghasilan, penerimaan penghasilan yang dapat dipotong PPh Pasal
23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap. Dengan
demikian, pihak yang dipotong PPh Pasal 23 bisa Wajib Pajak badan
dalam negeri ini berarti bahwa jika penerima penghasilan adalah Wajib
Pajak badan dalam negeri ini berarti bahwa jika penerima penghasilan
adalah Wajib Pajak luar negeri, kecuali BUT, maka PPh Pasal 23 tidak
bisa dikenakan. Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah
Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang menerima
atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan
jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak
2.3.4 Tata Cara Penyetoran PPh Pasal 23
Berdasarkan UU KUP Nomor 28 tahun 2007 dan PMK Nomor
242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak,
PPh Pasal 23 dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23, akan diberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 23. Atas pemotongan yang telah dilakukan dalam
suatu masa pajak, Wajib Pajak sebagai pemotong pajak wajib melakukan
pelaporan pemotongan PPh Pasal 23 yang telah dilakukannya.
Pembayaran dan Penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan
dengan Surat Setoran Pajak (SSP). Umumnya penyetoran PPh Pasal 23
atas Jasa Lain-lain menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) namun
menurut Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-26/PJ/2014 tentang E-billing
maka mulai tahun 2016, penyetoran pajak bisa menggunakan billing.
E-billing yaitu sistem pembayaran pajak secara elektronik. Billing tersebut harus diisi data dari tanggal dan bulan sesuai dengan masa pajak dan
jumlah yang harus disetor. Setelah mengisi data dengan benar dan lengkap
maka Wajib Pajak akan menerima kode billing pajak yang disebut bukti
E-billing. Bukti E-billing tersebut harus disetorkan kepada Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai tempat pembayaran
pajak. Apabila Wajib Pajak terlambat menyetor atau tidak membayar
juga dapat berupa sanksi pidana apabila Wajib Pajak terlambat atau tidak
menyetor SPT. Menurut pasal 9 ayat 2 huruf a UU KUP, bila pembayaran
atau penyetoran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran
atau penyetoran yaitu tanggal 10 (sepuluh), maka akan dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang
dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Sementara sanksi pidana akan dikenakan kepada Wajib Pajak yang tidak
menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong sehingga dapat
menimbulkan kerugian Negara maka dikenakan sanksi pidana paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan juga denda
paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang bayar sesuai pasal 39 ayat 1 huruf i UU
KUP.
2.3.5 Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 23
Pemotong PPh Pasal 23 wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh
Pasal 23 kepada orang pribadi atau badan yang dipotong setiap melakukan
pemotongan atau pemungutan. Bagi penerima penghasilan, bukti
pemotongan PPh Pasal 23 ini adalah bukti pelunasan PPh terutang dalam
tahun tersebut yang nantinya akan dikreditkan dalam SPT Tahunannya.
Apabila masa pajak telah berakhir, pemotongan PPh Pasal 23 wajib
23/26 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak Pemotong PPh Pasal
23 terdaftar. Surat pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 harus
disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
2.4 Surat Pemberitahuan
Mardiasmo (2013:31) menjelaskan bahwa Surat Pemberitahuan adalah surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran
pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat
pemberitahuan (SPT) memiliki fungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempretanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang
dan untuk melaporkan terutang:
1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak
atau bagian tahun pajak.
2) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/ataau bukan objek pajak
3) Harta dan kewajiban dan/atau
4) Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
5) Bagi pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang
a. Pengkreditan Pajak Masukkan terhadap Pajak Keluaran,
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi pemotong dan pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
Jenis SPT secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
Masa Pajak
2) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak
Surat Pemberitahuan (SPT) meliputi:
1) SPT Tahunan Pajak Penghasilan
2) SPT Masa yang terdiri dari
a. SPT Masa Pajak Penghasilan
b. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan
c. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak
SPT dapat berbentuk:
1) Formulir kertas (hardcopy) atau
2) e-SPT
Batas waktu penyampain SPT, Batas waktu penyampain Surat
Pemberitahuan adalah:
1) untuk Surat Pemberitahuan Masa,paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
2) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak atau
3) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib pajak
badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak
Sanksi terlambat atau tidak menyampaikan SPT, apabila Surat
Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat
Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
1) Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai
2) Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa
3) Rp 1.000.000,00 ( satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
4) Rp 100.00,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
2.5 PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya
PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya merupakan objek dari Pajak Penghasilan
Pasal 23. Dalam hal ini, akan dibahas mengenai pengertian jasa, macam-macam jasa
lainnya, objek, tarif dan DPP (Dasar Pengenaan Pajak) dari PPh Pasal 23.
2.5.1 Pengertian Jasa Lainnya
Jasa Lainnya merupakan imbalan atas jasa lainnya selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21.
2.5.2 Objek, Tarif dan DPP PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya 1. Objek PPh Pasal 23 atas jasa lainnya yaitu :
Menurut peraturan terbaru PMK No. 141/PMK.03/2015 tentang Perubahan Jenis
Jasa Lainnya, Jasa-jasa lainnya yaitu
1) Jasa Penilai
2) Jasa Aktuaris
3) Jasa Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
4) Jasa Hukum
5) Jasa Arsitektur
6) Jasa Perencanaan Kota dan Arsitektur landscape
8) Jasa Pengeboran di bidang migas, kecuali yang dilakukan oleh BUT
9) Jasa Penunjang di bidang penambangan migas
10)Jasa Penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain
migas
11)Jasa Penunjangan di bidang penerbangan dan Bandar udara
12)Jasa Penebangan Hutan
13)Jasa Pengolahan Limbah
14)Jasa Penyedia Tenaga Kerja/atau tenaga ahli
15)Jasa Perantara dan/atau keagenan
16)Jasa di bidang perdagangan suraat-surat berharga, kecuali yang dilakukan
KSEI dan KPEI
17)Jasa Kustodian, penyimpanan, penitipan, kecuali yang dilakukan KSEI
18)Jasa Pengisian Suara (Dubbing) dan/atau sulih suara
19)Jasa Mixing Film
20)Jasa pembuatan saranan promosi film, iklan, poster,photo, slide, klise,
banner, pamphlet, baliho dan folder
21)Jasa sehubungan dengan software komputer termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan
22)Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website
23)Jasa internet dan sambungannya
24)Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/ataupenyaluran data, informasi,
25)Jasa Instalansi/pemasangan dan Perawatan/Pemeliharaan mesin, peralatan,
listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan
oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi, dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
26)Jasa Perawatan/Perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon,air,gas,AC,TV,kabel, dan/atau bangunan, selain yang
dilakukanoleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang kontruksi
dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
27)Jasa Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat,laut, dan udara
28)Jasa Maklon
29)Jasa Penyelidikan dan Keamanan
30)Jasa Penyelenggaraan Kegiatan atau event organizer
31)Jasa penyediaan tempat, dan/atau waktu dalam media masa, media luar
ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa
periklanan
32)Jasa Pembasmian Hama
33)Jasa Kebersihan atau cleaning service
34)Jasa sedot septic tank
35)Jasa Pemeliharaan kolam
36)Jasa Katering atau tata boga
37)Jasa freight forwading
38)Jasa logistic
40)Jasa pengepakan
41)Jasa loading dan unloading
42)Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh
lembaga atau insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis
43)Jasa pengelolaan parker
44)Jasa penyondiran tanah
45)Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lanah
46)Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit
47)Jasa pemeliharaan tanaman
48)Jasa pemanenan
49)Jasa pengolahan hasil pertanian, pekebunan, perikanan, peternakan,
dan/atau perhutanan
50)Jasa dekorasi
51)Jasa pencetakan/penerbitan
52)Jasa penerjemahan
53)Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15
Undang-Undang Pajak Penghasilan
54)Jasa pelayanan kepelabuhan
55)Jasa pengangkutan melalui jalur pipa
56)Jasa pengelolaan penitipan anak
57)Jasa pelatihan dan/atau kursus
58)Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM
60)Jasa survey
61)Jasa tester dan
62)Jasa selain jasa-jasa tersebut diatas yang pembayarannya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
Sehubungan dengan pengenaan PPh Pasal 4 ayat 2 (Final) terhadap semua
jenis jasa konstruksi berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat 2 UU PPh dan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 dan perubahnnya, maka imbalan
jasa konstruksi tidak lagi menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23.
2. Tarif dan DPP PPh Pasal 23 atas jasa lainnya yaitu sebesar 2% (dua persen)
dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika Wajib
Pajak tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) maka akan dipotong
100% (seratus persen) lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23 menjadi sebesar 4%
(empat persen). Sedangkan yang menjadi DPP adalah jumlah bruto atas jasa
lainnya. Jumlah bruto yang dimaksud sebagai dasar pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada
penyedia jasa, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Untuk jumlah
bruto Jasa Katering atau Tata Boga sesuai PMK No. 141/PMK.03/2015 yaitu
seluruh jumlah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap (BUT) kepada Wajib Pajak Dalam Negeri. Sedangkan
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,
subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap
(BUT) kepada Wajib Pajak Dalam Negeri, tidak termasuk :
1) Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak
sebagai penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa
2) Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau
material yang terkait dengan jasa yang diberikan
3) Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa,
terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa dan/atau
4) Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian (reimburst)
atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam
rangka pemberian jasa bersangutan
Pembayaran tersebut tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 jika dapat dibuktikan dengan :
a. Kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
b. Faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau material
c. Faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis dan
d. Faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh
Apabila tidak dapat dibuktikan maka jumlah bruto adalah sebesar keseluruhan
pembayaran kepada penyedia jasa dan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
(PPN).
2.5.3 Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya yaitu
1) Semua jasa-jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21
2) Imbalan sehubungan dengan jasa lain tersebut dikenai Pajak Penghasilan yang