Program Manajemen Stres Problem Focused Coping Menurunkan Kadar Cortisol
Saliva Mahasiswa Universitas Udayana
Susy Purnawati, I P G Adiatmika
Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana s_purnawati@yahoo.com
Latar Belakang
Masih kurangnya penelitian-penelitian dan pemahaman tentang kesehatan mental berakibat
insiden gangguan mental ringan bahkan gangguan depresi semakin tinggi pada siswa. Dampaknya tidak
saja terhadap penurunan performance bahkan fatalitas kasus ini mulai meningkat (Sun dkk, 2011;
Putwain, 2007; Putwain, 2009). Definisi sehat WHO yang bernarasi “Health is a state of complete
physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity” (WHO,
2006) masih jarang digaungkan di masyarakat, termasuk kepada masyarakat akademisi. Berakibat
pada situasi yang sangat mengkhawatirkan ketika insiden kasus bunuh diri siswa dan mahasiswa
makin tinggi yang cukup mudah kita bisa lihat di media online (Agustina, 2015; Anonim, 2015;
Owen-Yeates, 2005).
Faktor beban akademik pada mahasiswa calon dokter tergolong berat. Hal ini tentunya
dibutuhkan sesuai dengan tuntutan profesi dan tanggung jawab mereka nantinya yang harus berhadapan
dengan nyawa manusia. Faktor ini berkombinasi dengan faktor individu dan beberapa faktor lainnya
berakibat timbulnya stres akademik (Jia, 2010). Stres akademik harus mendapat penanganan secara dini,
karena dapat menimbulkan tendensi penurunan prestasi akademik dan peningkatan risiko gangguan
mental (Hesketh dkk, 2010; Huan dkk, 2008; Resnick dkk, 1997). Penelitian di beberapa negara, capaian
prestasi akademik yang rendah dan konflik dengan teman (kolega) dan dosen dikatakan merupakan
pencetus stres akademik tersering (Bjorkman, 2007; Li, et al., 2007; Xie, 2007; Lin and Chen, 1995;
Moshe, 1992). Stresor lainnya adalah faktor pendapatan keluarga, homework yang berat secara kuantitatif
maupun kualitatif, serta kegiatan tambahan di kampus ataupun beban kerja tambahan di rumah (Yang and
Shin, 2008; Pedersen, 1994). Pengukuran pada 10 orang subjek penelitian (Susy-Purnawati, 2010)
didapatkan rerata kadar kortisol sebesar 12,6 µg/dl. Nilai kortisol ini lebih tinggi dari rerata kadar kortisol
penderita post traumatic stress disorders (PTSD) yang ditemukan dalam penelitian Flory dkk. (2009)
yaitu sebesar 11,6 µg/dl, serta lebih tinggi dari kadar kortisol darah stres akademik pada mahasiswa
sebesar 9,90 µg/dl (Ariwangsa, 2006).
Sangat beralasan pentingnya penerapan program manajemen stres yang aplikatif pada mahasiswa
1995; Caple, 2009; Ilmarinen, 2003; Susy-Purnawati, 2011) serta menurunkan insiden gangguan mental
di masyarakat akademik. Di Indonesia, penerapan praktis maupun studi-studi tentang program
manajemen stres di tempat kerja masih sangat jarang. Gangguan kesehatan mental yang dihubungkan
dengan faktor pekerjaan termasuk yang berhubungan dengan stres akademik terabaikan. Manajemen stres
yang sangat populer saat ini ada dalam kemasan program-program relaksasi yang bagi sebagian
masyarakat dirasakan tidak sesuai dengan irama keseharian mereka yang aktivitasnya sangat ketat terikat
waktu. Selain itu banyak individu-individu yang memiliki karakter / tipe kepribadian tertentu yang merasa
tidak nyaman untuk melakukan relaksasi secara berkelompok di pusat-pusat layanan program relaksasi.
Berdasarkan studi yang dilakukan pada sebuah bank swasta di Bali, terbukti bahwa program
manajemen stres problem focus coping (yang diberi nama Ergo-JSI) (Susy-Purnawati, 2012) dapat
menurunkan secara signifikan distres psikologis dan kadar kortisol darah karyawan. Selain itu, Shimazu
(2010) dalam studinya juga telah membuktikan efektivitas program manajemen stres problem focus
coping dalam menurunkan distres psikologis pada subjek penelitian dari beberapa profesi. Manajemen
stres problem-focus coping dapat memuat komponen personal skill training dan pelatihan keterampilan
manajemen waktu (Smith, 2002; Shimazu, 2010).
Beberapa bukti manfaat penerapan program manajemen stres terhadap kondisi kesehatan mental
telah dilaporkan di Negara Inggris (Kompier dan Cooper, 2008), dan juga di Negara Jepang (Kawakami,
2010; Shimazu, 2010). Metode yang diterapkan dalam program berbeda-beda. Manhattan finance and
advertising mencoba menerapkan yoga, sedangkan Glaxo Wellcome, Railtrack, dan SmithKline Beecham
menerapkan regular massage breaks. Sedangkan negara Jepang menerapkan program manajemen stres di
masyarakat industri dengan pendekatan individu, supervisor education ataupun pendekatan organisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui penurunan distres psikologis mahasiswa sesudah
menjalani program manajemen stres problem focus coping; 2) Mengetahui penurunan kortisol saliva
mahasiswa sesudah menjalani program manajemen stres problem focus coping.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang dilakukan di Denpasar pada bulan
Oktober 2015 – Januari 2016. Sejumlah 40 orang mahasiswa yang masing masing
dikelompokkan sebagai kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang dipilih dengan teknik
simpel randomsampling menggunakan metode undian. Kelompok intervensi diberikan perlakuan
berupa training manajemen stres problem focused coping sekali seminggu selama 4 minggu.
Training diberikan oleh narasumber psikolog dan dokter kesehatan kerja dengan kompetensi
diberikan dalam kelas berupa pemberian pemahaman materi locus of control, emosional control,
latihan coping skill dan time managemen skill. Sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan
pengukuran kadar cortisol saliva yang diperiksa di Laboratorium Prodia Denpasar.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 mahasiswa pria dan wanita dengan locus of
control tipe eksternal dan skor BJSQ minimal 40 menunjukkan tidak ditemukan perbedaan kadar
cortisol saliva bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah intervensi.
Menurut Umanodan (2006), banyak faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas sebuah program
terhadap perubahan respon fisiologis maupun psikologis individu. Alat ukur yang bersifat
objektif walaupun di satu sisi memiliki kelebihan dalam membuktikan hasil jadi sebuah
intervensi membutuhkan pembuktian yang menggunakan sampel yang jumlahnya memadai.
Insiden stres akademik maupun masalah kesehatan mental lainnya di masyarakat
merupakan sebuah fenomena gunung es. Kasus-kasus yang terdeteksi hanyalah sebagian kecil
dari sejumlah kasus yang luas yang kenyataannya telah terjadi di masyarakat. Masalah ini sudah
semestinya menjadi perhatian yang serius dewasa ini. Sudah terbukti bahwa stres akademik
dapat dihubungkan dengan kasus bunuh disi pada mahasiswa (Agustina, 2015), berkontribusi
terhadap terjadinya lesu kerja (Tsai dkk., 2009), berkembangnya perilaku maladaptasi seperti
minum-minuman keras dan merokok dan kondisi-kondisi kesehatan seperti depresi, kecemasan,
kegugupan, kelelahan, penurunan imunitas tubuh terhadap infeksi (Guyton & Hall, 2006;
Anonim b, 2003; Anonim c, 2008) gangguan jantung (Baker dan Karasek, 2000) low back pain
(Ghaffari dkk., 2008), kerusakan DNA (Inoue, 2009) dan penurunan fungsi kognitif (Seeman et
al., 1997).
Selain itu, berdasarkan informasi-informasi dari berbagai media disepakati bahwa stres
dapat memicu timbulnya perilaku kekerasan dan bunuh diri (Giga dan Hoel, 2003). Penelitian
oleh Hoel dkk pada tahun 2001 menemukan bahwa sepertiga masyarakat di negara berkembang
mengalami tingkat stres dari tinggi sampai sangat tinggi (Giga dan Hoel, 2003).
Berdasarkan laporan dari seorang Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat, Gani,
menyatakan di Indonesia terdapat sekitar 50 juta jiwa penduduk yang mengalami gangguan jiwa.
Angka ini berdasarkan atas estimasi WHO yang menyebutkan satu dari empat orang menderita
1997 menyatakan bahwa 600 ribu jiwa penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa sehingga
dalam setahun kehilangan enam juta hari kerja atau Rp. 31,9 triliun (Balitbang Depkes, 1999).
Semakin banyak fakta yang dapat membuktikan hubungan antara penurunan prestasi dan risiko
kejadian penyakit infeksi dengan pengalaman emosi yang tidak menyenangkan akibat stres kehidupan
ataupun aspek perilaku lainnya. Stres dalam kehidupan maupun dalam kehidupan akademik tidak bisa
dihindari. Mekanismenya melibatkan komunikasi dua jalur antara otak (korteks, regio ventromedial
prefrontal) dan sistem kardiovascular, imun, dan sistem lainnya melalui sistem saraf otonom dan sistem
neuro-hormonal (McEwen, 2007; Li dan Sinha, 2008).
Temuan konsep hubungan imuno-behavior berawal dari penelitian dasar yang berfokus pada
mekanisme selular dan molekular antara sistem saraf dan sistem imun. Peneliti dalam bidang ini telah
menemukan adanya hubungan selular dan aktivitas molekular yang menjelaskan sirkuit neuroimunologis.
Istilah stres diperkenalkan pertama kali oleh Cannon pada tahun 1914 dan Selye pada tahun 1956
dalam area psikologi dan ilmu kedokteran. Selye mendefinisikan stres sebagai reaksi dari organisme
terhadap situasi yang mengancam. Dikatakan bahwa stres penting dalam reaksi berantai dalam
mekanisme neuroendokrin. Akibat rangsangan pada sel-sel diotak akan terjadi peningkatan sekresi
hormon-hormon terutama adrenalin dan noradrenalin dari kelenjar adrenal. Hormon-hormon ini disebut
sebagai hormon penampilan karena berfungsi untuk menjaga tubuh dalam keadaan siaga penuh. Efek dari
hormon ini adalah meningkatkan denyut jantung, meningkatkan tekanan darah serta meningkatkan gula
darah dan metabolisme (Kroemer dan Grandjean, 2000). Menurut Selye dan Mc Ewen, pada prinsipnya
mekanisme tubuh terhadap berbagai stresor atau pemicu stres merupakan gambaran yang serupa atau
dengan karakteristik tertentu yang dapat dianggap sama. Mekanismenya melibatkan komunikasi dua jalur
antara otak dan sistem kardiovaskuler, imun, dan sistem lainnya melalui sistem saraf otonom dan sistem
neuro-hormonal (McEwen, 2007).
Tubuh akan selalu berespon terhadap stres akibat adanya rangsangan di pusat penerimanya yaitu
di hipokampus dan hipotalamus yang terletak dalam area sistem limbik, lalu diikuti reaksi berantai berupa
pengaktifan Hypothalamo-Pituitary-Adrenal Axis (HPA-axis) dan Sympatetic-Adreno-Medular Axis
(SAM-axis) (Appels dan Kop, 2007). Rangsangan dapat berupa stres fisik maupun psikologis. Aktivasi
SAM-axis dan HPA-axis tidak hanya menggambarkan respon organisme terhadap stres, tetapi juga
penting untuk proses homeostasis normal dan proses metabolisme (Lavallo dan Thomas, 2000, dalam
Sonnentag dan Fritz, 2006). Katekolamin dan kortisol memicu mobilisasi energi, menyediakan gula darah
untuk aktivitas fisik dan mental, dan meningkatkan sirkulasi darah. Dengan demikian, katekolamin dan
kortisol menginisiasi dan mengawali proses yang membantu organisme untuk menghadapi tuntutan
Secara fisiologis, menurut Selye, stres dalam istilah umum adalah suatu sindrom yang meliputi
repons non-spesifik dari organisme terhadap rangsangan dari lingkungan. Selye membagi proses stres
dalam tubuh melalui tiga fase yaitu: 1) fase alarm reaction; 2) fase resistance reaction; dan 3) fase
exhaustion reaction.
Pada fase I atau alarm reaction (reaksi kewaspadaan), seluruh sistem tubuh diubah menjadi
keadaan siaga. Perubahan fisiologis yang terjadi adalah berpusat di hipotalamus yang mengisyaratkan
kepada kelenjar adrenal untuk melepaskan adrenalin ke saluran darah. Sebagai akibatnya darah mengalir
dari kulit dan visera ke otot dan otak. Hasil redistribusi menyebabkan kulit tampak pucat dan terasa
dingin, berdebar–debar, darah mengalir cepat dan bersiap untuk lari atau melawan ancaman yang ada.
Pada fase ini juga dilepaskan hormon lain terutama Adenocorticotropin Hormone (ACTH) yang
mengaktifkan kelenjar adrenal sehingga kortikoid dilepaskan ke dalam aliran darah yang membawa pesan
kelenjar ke organ lain. Limpa dimobilisasi untuk melepaskan lebih banyak sel darah merah ke dalam
aliran darah. Lambung melepaskan asam hidroklorik yang digunakan untuk mencernakan makanan. Ada
satu hormon lagi yang dilepaskan yaitu nor adrenalin, hormon ini menimbulkan perasaan euforia dan
kepuasan (stres positif). Sedangkan hormon adrenalin dan kortikosteroid dapat dipandang sebagi hormon
kecemasan (stres negatif ). Fase ini tidak berlangsung lama .
Pada fase II yaitu resistance reaction (reaksi pertahanan), tubuh mengerahkan seluruh daya
tahannya untuk mengadakan perlawanan terhadap faktor–faktor yang menyebabkan stres. Tubuh berusaha
melakukan adaptasi terhadap stres yang terjadi, akan tetapi daya tahan tubuh terbatas. Dalam fase ini daya
tahan sudah naik di atas taraf daya tahan normal, dan bila stres terjadi terus–menerus dan berat, maka
akan berlanjut ke fase III .
Pada fase III atau Exhaustion reaction (reaksi kelelahan), terjadi kelelahan / keletihan sehingga
adaptasi yang baru dibangun runtuh. Daya tahan tubuh melemah, energi untuk adaptasi habis dan fase ini
berkaitan dengan terganggunya kesehatan individu.
Pengungkapan mekanisme yang sangat kompleks atas perubahan di dalam tubuh akibat stres dari
aspek psikologi, pada umumnya individu akan bereaksi terhadap rasa tidak nyaman yang timbul dari
setiap stres dalam bentuk perilaku, kognitif (alam pikiran) dan emosi atau mood. Reaksi ini pada individu
dapat muncul sebagai mekanisme penanggulangan. Mekanisme penanggulangan atau mekanisme coping
terhadap stres berfungsi sebagai stabilisator yang dapat menolong individu untuk mempertahankan
penyesuaian psikososial selama periode stres tersebut. Apabila penanggulangannya berhasil, individu
tidak akan menderita penyakit fisik dan gangguan mental-emosional. Sebaliknya apabila mekanisme
penanggulangan stres tidak berhasil, maka individu tersebut akan menderita penyakit sebagai proses
maladapatasi terhadap stres. Proses maladapatasi terjadi karena fungsi menjaga homeostasis oleh kortisol
Stres akademik tergolong sebagai stres dengan pencetus faktor beban akademik yang dapat
didefinisikan sesuai dengan definisi WHO, yaitu sebagai gambaran reaksi-reaksi tubuh yang muncul
ketika individu dihadapkan kepada tuntutan tugas yang tidak sesuai dengan pengetahuannya,
keterampilannya atau kemampuannya dan yang menantang kemampuannya untuk melakukan coping.
Reaksi-reaksi yang dimaksud dapat dalam bentuk respon fisiologis, respon emosi,
respon-respon kognitif, dan reaksi-reaksi perilaku (WHO, 2007).
Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa program manajemen stres problem focused coping sekali seminggu
selama 4 minggu didak memberikan efek berbeda bermakna dalam penurunan kadar kosrtisol saliva pada
40 orang sebagai kelompok kontrol dan perlakuan mahasiswa Universitas Udayana Denpasar.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Program Studi Pendidikan Dokter yang telah
memberi dana untuk penelitian ini. Juga kepada teman sejawat dan saudara-saudara mahasiswa terutama
kepada Manik, Utami dan Cahya yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina D. Editor. Mahasiswi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana Tewas Gantung Diri. Available from: http://www.tribunnews.com/regional/2015/02/18. Akses 18 Februari 2015
Alderling, M., Theorell, T., Torre, B., dan Lundberg, I. 2006. The Demand Control
Model and Circadian Saliva Cortisol Variations in a Swedish Population Based Sample (The PART study). BMC Public Health; 6: 288.
Anonim a). 2014. Tertekan Tugas Kuliah, Mahasiswa Mengakhiri Hidup.Available at: www.pikiran-rakyat.com/Nov 30. Akses 10 Februari 2015.
Anonim b). 2003. Psychophysiology. The body’s response to emotional states. Available at: URL: http://www.unl.edu/stress/mgmt/psychophys.html. Akses tanggal 31/12/03. Anonim c). 2008. Stress Weakens the Immune System. Available at: URL:
http://www.apa.org/monitor/junoz/employees.html. Akses 20/2/2008
Appels, A. dan Kop, W.J. 2007. Fatigue & Stress. In Encyclopedia of Stress. 2nd Ed. Vol 2. USA: Elsevier Inc. Halaman: 11-14
Ariwangsa, A. 2006. Kadar Kortisol Darah Selama Ujian Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Berdasarkan Tipe Kepribadian. Perpustakaan UNUD. Baker, D.B. dan Karasek R.A., 2000. Stress. Occupational Health, Recognition and Preventing
Balitbang Depkes. 1999. Satu dari Empat Orang Sakit Jiwa. Balitbang Depkes. Available at: URL: http://cybermed.cbn.net.id . Akses tanggal 10/2/2015
Bellingrath, S., Weigl, T., dan Kudielka, G.M. 2009. Chronic Work Stress and
Exhaustion is Associated with Higher Allostastic Load in Female School Teachers. Stress. USA: Informa Health Care; 12(1): 37 – 48.
Bjorkman, S.M. 2007. Relationships among academic stress, social support, and
internalizing and externalizing behavior in adolescence. Unpublished PhD thesis, Northern Illinois University.
Caple, D.C. 2009. Ergonomics for An Enhanced Quality of Work Life. Dalam Proceeding 9th National Seminar Ergonomics “Ergonomics for Enhanced Quality of Work Life”. November 17-18. Patrajasa Hotel, Semarang.
Chandola, T., Britton, A., Brunner, E., Hemingway, H., Malik, M., Kumari, M., Badrick, E., Kivimaki, M., Marmot, M. 2008. Work Stress and Coronary Heart Disease: What are the Mechanisms? European Heart Journal; 29: 640 – 648.
Chida, Y. dan Steptoe, A. 2008. Cortisol Awakening Response and Psichosocial Factors: A Systematic Review and Meta-Analysis. Biologycal Psychology Journal. Elsevier Cooper, C.L., Dewe, P., O’Driscoll, M.P. 2009. Organizational Stress: A Review and Critique of
Theory, Research, and Applications. UK: Sage. Available from: URL: http//www.polaris.com. Akses 16/09/2009
Cooper C.L. and Payne R. 1990. Causes, Coping and Consequences of Stress at Work. New York: John Wiley & Sons
Cox T. And Griffiths A. 2006. The Nature and Measurement of Work-Related Stress: Theory and Practice. In Evaluation of Human Work 3rd Ed. USA: Taylor & Francis
Croon E.M., Blonk R.W.B., Zwart B.C.H., Frings-Dresen M.H.W., Broersen J.P.J. 2002. Job Stress, Fatigue, and Job Satisfaction in Dutch Lorry Drivers: towards An Occupation Specific Model of Job demands and Control. Occupational Environmental Medicine; 59: 356-361
Edimansyah B.A., Rusli B.N., Naing L., Mohamed Rusli B.A., Winn T., Tengku Mohamed Ariff B.R.H. 2008. Self-perceived Depression, Anxiety, Stress and Their Relationship with Psychosocial Job Factors in Male Automotive Assembly Workers. J Industrial Health; 46: 90-100.
Eller, N.H., Netterstrøm, B., Hansen, A.M. 2006. Psychosocial Factors at Home and at Work and Levels of Salivary Cortisol. Biological Psychology 73: 280 – 287. Evolahti, A., Hultcrantz, M., Collins, A. 2006. Women’s Work Stress and Cortisol
Levels: A Longitudinal Study of the Association Between the Psychosocial Work Environment and Serum Cortisol. Journal of Psychosomatic Research, 61: 645 – 652
Faul, F., Erdfelder, E., Lang, A.-G. dan Buchner, A. (2007). G*Power 3: A flexible statistical power analysis program for the social, behavioral, and biomedical sciences. Behavior Research Methods, 39: 175-191. Available from:
http://www.psycho.uni-duesseldorf.de/abteilungen/aap/gpower3
Flory, J.D., Yehuda, R., Grossman, R., New, A.S., Mitrpoulou dan V., Siever, L.J. 2009.
Fox, M.L., Dwyer, D.J., Ganster, D.C. 1993. Effects of Stressful Job Demands and
Control on Physiological and Attitudinal Outcomes in a Hospital Setting. The Academy of Management Journal, 36(2).Apr.: 289 – 318.
George S.E dan Steven A.S. 2003. Assessment of The Human Stress Response, Stress in
Modern Society. AMS Press,INC: New York. Available from: URL: http://www.wimpoletherapeutics.com. Akses 10/1/2008
Giga, S.I., Hoel, H. 2003. Violence and Stress at Work in Financial Services. Geneva: ILO. Goldstein, I.B., Shapiro, D., Chicz-Demet, A., Guthrie, D. 1999. Ambulatory Blood
Pressure, Heart Rate, and Neuroendocrine Responses in Women Nurses During Work and Off Work Days. Psychosomatic Medicine 61:387 – 396.
Groer dan Sekleton. 1979. Basic Pathophysiology A Conceptual Approach. USA: The C.V. Mosby Company. Halaman: 147-150.
Guyton dan Hall. 2006. Adrenocortical Hormones. In Textbook of Medical Physiology 7th ed. Philadelphia, Pensylvania: Elsevier Inc.
Hansson AS., Vingard E., Arnetz BB dan Inggrid Anderzen. 2008. Organizational change, health, and sick leave among health care employees: a longitudinal study measuring stress markers, individual, and work site factors. Work & Stress, A Journal of Work, Health and Organization Vol. 22, No. 1, January-March.
Hansen, A.M., Larsen, A.D., Rugulies, R., Garde, A.H., dan Knudsen, L.E. 2009. A
Review of the Effect of the Psychosocial Working Environment on Physiological Changes in Blood and Urine. Basic & Clinical Pharmacology & Toxicology, 105, 73–83. Hansen, A.M., Kaergaard, A., Andersen, J.H., Netterstrøm, B. 2003. Associations
between Repetitive Work and Endocrinological Indicators of Stress. Work & Stress, 17 (3): 264 – 276.
Hanson, E.K.S., Maas, C.J.M., Meijman, T.F., Godaert, G.L.R. 2000. Cortisol Secretion throughout the Day, Perceptions of the Work Environment, and Negative Affect. Ann Behav Med; 22 (4): 316 – 324.
Haratari, T. dan Kawakami, N. 1999. International Perspective. Work Stress and Health’99. Available from: URL: http://www.cdc.gov. Akses tanggal 1/12/08.
Harenstam, A. 1990. Cortisol Elevation and Serum y-Glutamyl Transpeptidase in
Response to Adverse Job Conditions: How are They Interrelated? Biological Psychology; 31: 151-171.
Harris, A., Ursin, H., Murison, R., Eriksen, H.R. 2007. Coffee, Stress and Cortisol in Nursing Staff. Psychoneuroendocrinology; 32,: 322 – 330.
Hesketh, T., Y. Zhen, L. Lu, Z.X. Dong, Y.X. Jun, and Z.W. Xing. 2010. Stress and psychosomatic symptoms in Chinese school children: Cross-sectional survey. Archives of Disease in Childhood 95, no. 2: 136–40, DOI:
10.1136/adc.2009.171660.
Huan, V.S., Y.L. See, R.P. Ang, and C.W. Har. 2008. The impact of adolescent concerns on their academic stress. Educational Review 60: 169–78, DOI:
10.1080/00131910801934045. 40
Hawari, D.H. 2002. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru.
Hurrell, J.J. and McLaney, M.A. 1988. Exposure to Job Stress – A New Psychometric Instrument. Scand J Work Environ Health; 14 (suppl. 1): 27-28.
Inoue, A., Kawakami, N., Masao, I., Tabata, M., Tsuchiya, M., Akiyama, M., Kitazume, A., Kuroda, M., Shimazu, A. 2009. Three job Stress Models/Concepts and Oxidative DNA Damage in A Sample of Workers in Japan. Journal of Psychosomatic Reasearch; 66: 329-334.
Inoue, A. Kawakami, N., Masao, I., Shimazu, A., Tsuchiya, M., Tabata, M., Akiyama, M., Kitazume, A., Kuroda, M.,. 2010. Organizational Justice, Psychological Distress, and Work Angagement in Japanese Workers. Int Arch Occup Environ Health. Vol. 83: 29-38. Jia, N. 2010. “Comparison study on academic study among Chinese, Japanese, Korean,
and American high school students” has been published, Xinhua News. Available from: http://www.gov.cn/jrzg/2010-04/08/content_1576477.htm [22 May 2010].
Karasek, R. 1992. Stress Prevention Through Work Reorganization: A Summary of 19 International Case Studies. Condition of Work Digest 11, 2.
Kawaguchi, Y., Toyomasu, K., Yoshida, N., Baba, K., Uemoto, M., Minota, S. 2007. Measuring Job Stress Among Hospital Nurses: An Attempt to Identify Biologycal Markers. Fukuoka Acta Med, 98 (2): 48 – 55.
Kawakami, N. 2010 a. Lecture Material. September. University of Tokyo, Japan.
Kawakami, N. 2010 b. Job stress and Mental Health among Workers in Asia and the World. J Occup Health; 52: 1-3.
Kawano Y. 2008. Association of Job-related Stress Factors with Psychological and Somatic Symptoms among Japanese Hospital Nurses: effect of Departmental Environment in Acute Care Hospitals. (Journal of Occupational Health 2008; Vol 50 (1), January: 79-85
Kitaoka-Higashiguchi, K., Nakagawa, H., Morikawa, Y., Ishizaki, M., Miura, K., Naruse, Y., Kido, T, and Higashiyama, M. 2004. Construct Validity of the Maslach Burnout Inventory-Genaral Survey. Stress and Health 20, 255-260.
Kobayashi Y., Kaneyoshi A., Yokota A., Kawakami N. 2008. Effects of Worker Participatory Program for Improving Work Environments on Job Stressors and Mental Health among Workers: A Controlled Trial. (Journal of Occupational Health; Vol 50 (6), November: 455-70
Kogi K. 2008. Facilitating Participatory steps for Planning and Implementing Low-cost Improvements in Small Workplaces. Applied Ergonomics 39: 475-481. Elsevier
Kogi K. 2010. Workshop on Stress Prevention at Work. Material Workshop in Hongkong. November 21st .
Kroemer, H.E. dan Grandjean, E. 2000. Occupational Stress. In Fitting the Task to the Human 5th Ed. Great Britain: T.J. International Ltd., Padstow. Pp 211-218
Kunz-Ebrecht, S.R., Kirschbaum, C., Steptoe, A. 2004. Work Stress, Socioeconomic
Status and Neuroendocrine Activation Over the Working Day. Social Science & Medicine; 58: 1523 – 1530.
Kompier, M. dan Cooper, C. 2008. Preventing Stress, Improving Productivity. NY: Taylor and Francis
Lin, J., and Q. Chen. 1995. Academic pressure and impact on students’ development in China. McGill Journal of Education 30: 149–68.
Li, C.R. dan Sinha, R. 2008. Inhibitory Control and Emotional Stress Regulation. Neurosci Biobehav Rev; 32(3): 581-597.
Lueken, L.J., Suarez, E.C., Kuhn, C.M., Barefoot, J.C., Blumenthal, J.A., Siegler, I.C., dan Williams, R.B. 1997. Stress in Employed Women: Impact of Marital Status and Children at Home on Neurohormone Output and Home Strain. Psychosomatic Medicine 59: 352 – 359.
Maina, G., Bovenzi, M., Palmas, A., Filon, F.L. 2009. Associations between two job stress models and measures of salivary cortisol. Int Arch Occup Environ Health; 82: 1141 – 1150.
Male D., Brostoff J., Roth DB., Roit I. 2006. Regulation of Immune Response. In Textbook of Immunology. Seventh Ed. Canada: Elsevier
Matteson, M.T. dan Ivancevich, J.M. 1982. Managing Job Stress and Health. London: The Free Press.
McEwen, B.S. 2007. Physiology and Neurobiology of Stress and Adaptation: Central Role of the Brain. Physiol Rev. American Physiological Society; 87: 873-904.
McPhee, S.J., dan Ganong, W.F. 2006. Pathophysiology of Disease, an Introduction to Clinical Medicine 5th Ed. USA: Lange Medical Books/McGraw-Hill. Pp 589-595.
Montgomery, B. 2008. International Workshop on Clinical Skill for Cognitive Behavioral Therapy. Denpasar. April 22-24th
Moshe, Z 1992. Sources of academic stress: the case of first year Jewish and Arab college students in Israel. 24. Education, 24, no. 1: 25-40.
Munandar, A.S. 2001. Stres dalam Pekerjaan. Psikologi Industri & organisasi. UIP.
Okada N., Ishii N., Nakata M., Nakayama S. 2005. Occupational Stress among Japanese Emergency Medical Technicians: Hyogo Prefecture. Pre-hospital and Disaster Medicine March – April.
Owen-Yeates, A. 2005. Stress in year 11 students. Pastoral Care in Education 23, no. 4: 42–51.
Pedersen, W. 1994. Parental relations, mental health, and delinquency in adolescents. Adolescence 29, no. 116: 975.
Persson, R., Ørbæk, P., Ursin, H., Kecklund, G., Österberg, K. Åkerstedt, T. 2003.
Effects of the implementation of an 84-hour workweek on neurobehavioral test performance and cortisol responsiveness during testing. Scand J Work Environ Health; 29(4): 261–269.
Putwain, D. 2007. Researching academic stress and anxiety in students: Some
methodological considerations. British Educational Research Journal 33, no. 2: 207–19.
Putwain, D.W. 2009. Assessment and examination stress in Key Stage 4. British Educational Research Journal 35, no. 3: 391–411.
Resnick, M.D., P.S. Bearman, R.W. Blum, K.E. Bauman, K.M. Harris, J. Jones, et al. 1997. Protecting adolescents from harm: Findings from the National Longitudinal Study on Adolescent Health. JAMA: Journal of the American Medical
Association 278, no. 10: 823–32.
Psychology, 13 ( 1), 69–93
Rydstedt, L.W., Cropley, M., Devereux, J.J., dan Michalianou, G. 2008. The Relationship Between Long-Term Job Strain and Morning and Evening Saliva Cortisol Secretion Among White-Collar Workers. Journal of Occupational Health Psychology. 13 (2): 105 – 113.
Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto: 144 - 145.
Seeman, T.E., Singer, B.H., Ryff, C.D., Albert, M.S., Rowe, J.W. 1997. Increase in Urinary Cortisol Excretion and Memory Declines: MacArthur Studies of Successful Aging. J. Clin. Endocrinol. Metab. 82. p. 2458-2465.
Shimazu, A., Umanodan R., and Schaufeli, W.B. 2006. Effect of Brief Worksite Stress Management Program on Coping Skills, Psychological Distress and Physical Complaints: A Controlled Trial. Int Arch Occup Environ Health; 80: 60-69.
Shimazu, A. 2010. Lecture Material. Oktober. University of Tokyo, Japan.
Siegrist, J. 1996. Adverse Health Effect of High-effort/Low Reward Conditions. J Occup Health Psych; 1: 27-41.
Shimomitsu. 2000. The Brief Job Stress Questionnaire (BJSQ) for Self-Stress Monitoring. Dalam Kawakami, N. 2010. Assessment of Job Stress, Lecture Material. Tokyo University. Japan.
Siregar, D D. 2006. Kepuasan Kerja vs Produktivitas. Available from: URL: http://www.lppm.ac.id/malto;dd@lppm.ac.id/ Akses 10/8/2008
Smith, J.C. 2002. Stress Management, A Comprehensive Handbook of Techniques and Strategies. New York: Springer Publishing Company, Inc.
Sonnentag, S. dan Fritz, C. 2006. Endocrinological Processes Associated with Job Stress: Cathecholamine and Kortisol Responses to Acute and Chronic Stressors. Employee health, Coping and Methodologies Research in Occupational Stress and Wellbeing. Elsevier Ltd. Volume 5: 1-59
Steptoe, A.,OE, Hill, D.P., Cropley, M., Griffith, J., and Kirschbaum, C. 2000. Job
Strain and Anger Expression Predict Early Morning Elevations in Salivary Cortisol. Psychosomatic Medicine; 62: 286 – 292.
Steven Sauter and Gwendolyn Puryear Keita. 1999. Work Stress and Health’99. Available from: URL: http://www.cdc.gov/niosh/stress99.html. Akses 10/2/2015.
Stone, A.A., Scchwartz, J.E., Smyth, J., Kirschbaum, C., Cohen, S., Hellhammer, D., Grossman, S., 2001. Individual Differences in Diurnal Cycle of Salivary Free Cortisol: a Replication of Flattened Cycles for Some Individuals.
Psychoneuroendocrinolgy; 26: 295 - 306.
Sun, J., M.P. Dunne, X. Hou, and A. Xu. 2011. Educational stress scale for adolescents: Development, validity, and reliability with Chinese students. Journal of
Psychoeducational Assessment, 29, no. 6: 534-546, DOI: 10.1177/0734282910394976.
Theorell, T., Emdad, R., Arnetz, B. dan Weingarten, A. 2001. Employee Effects of an
Treaker, L. 2010. Do Modern Office Workers Need More Stress at Work? Dalam Ergonomics Trends from the East. Ed. Kumashiro, M. London: Taylor and Francis Group. Halaman 17-22.
Söderfeldt, M., Söderfeldt, B., Ohlson, C., Theorell, T. Jones, I. 2000. The impact of
sense of coherence and high-demand/low-control job environment on self-reported health, burnout and psychophysiological stress indicators. Work & Stress, 14(1): 1 – 15. Susy-Purnawati. 2007. Manajemen Stres Kerja dan Penampilan Kerja. Majalah Kedokteran
Udayana. Vol. 38. September.
Susy-Purnawati. 2012. Appication of Ergo-JSI decrease job stress among a private bank worker in Denpasar. IJBS.
Theorell, T., Emdad, R., Arnetz, B., and Weingarten, A. 2001. Employee Effects of an Educational Program for Managers at an Insurance Company. Psychosomatic Medicine 63, 724–733
Towner, L. 2002. Managing Employee stress (Mengelola Stres Pekerja). Jakarta: PT. Elex Media Computindo.
Tsai, F.J., Huang, W.L., Chan, C.C. 2009. Occupational Stress and Burnout. J Occup Health; 51: 443-450.
Van der Klink, J., Roland W. B. Blonk,R., Schene,A,. and Van Dijk, F. 2001. The Benefits of Interventions for Work-Related Stress. American Journal of Public Health 19 (2), 270-276
Wada, K., Arimatsu, M., Higashi, T., Yoshikawa, T., Oda, S., Taniguchi, H., Kawashima, M., dan Aizawa, Y. 2009. Physician Job Satisfaction and Working Condition in Japan. J Occup Health; 51: 261-266.
World Health Organization. 2006. Constitution of the World Health Organization. In: Basic documents, forty-fifth edition, supplement. 2006. Available at:
www.who.int/governance/eb/who_constitution_en.pdf (akses 10 Februari 2015)
Wiholm, C. 2006. Advance Knowledge Work and Stress-related Symptoms, Epidemiology and Clinical Intervention Studies. Sweden: Uppsala Universitet.
Williams, V.P., Brenner, S.L., Helms, M.J., Williams, R.B. 2009. Coping Skills Training to Reduce Psychosocial Risk Factors for Medical Disorders: A Field Trial Evaluating Effectiveness in Multiple Worksites. J Occup Health; 51: 437 – 442.
Wilson, J.R. and Corlett, N. 2008. Evaluation of Human Work.
Winfried dan Peter R. 1998. Psychological Aspects. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety Fourth Edition. ILO: Geneva. Halaman 94.2 – 94.13.
Xie, L.N. 2007. Study on learning stress, social support and their relationship among senior high school students: An investigation of two senior high schools in Hennan Province. Unpublished Master Thesis, Huadong Normal University. Yang, S., and C.S. Shin. 2008. Parental attitudes towards education: What matters for
children’s well-being? Children and Youth Services Review 30, no. 11: 1328–35, DOI: 55 10.1016/j.childyouth.2008.03.015.