• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Think Pair Share Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar IPA Melalui Media Flash Movie Siswa Kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo Ta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Think Pair Share Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar IPA Melalui Media Flash Movie Siswa Kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo Ta"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN

BELAJAR IPA MELALUI MEDIA FLASH MOVIE SISWA KELAS IV SD NEGERI 5 KARANGREJO

TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

HARIYONO A54F100015

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)

PENERAPAN PEMBELJARAN KOOPERATIF MODEL THINK

PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN AKTVITAS BELAJAR

IPA MELALUI MEDIA FLASH MOVIE SISWA KELAS IV

SD NEGERI 5 KARANGREJO TAHUN

PELAJARAN 2012 / 2013.

Hariyono, A54F100015, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Muhammadiyah Surakarta 2013.

ABSTRAK

Think Pair Share ( TPS ) melalui Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui peningkatan keaktifan belajar IPA melalui penerapan pembelajaran

kooperatif model media flash movie siswa kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo

Tahun Pelajaran 2012 / 2013. Dengan jumlah siswa 20 anak siswa laki – laki 9

dan siswa permpuan 11 peneliti sebagai guru kelas tersebut. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini merupakan metode penelitian tindakan kelas

yanag terdiri dari dua siklus, masing –masing siklus terdiri dari empat tahapan

yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan reflksi hasil observasi. Analisis

data dilakukan dengan membandingkan prosentase keaktifan belajar pada kondisi

awal, prosentase keaktifan siklus I dan prosentse keaktifan pada siklus II. Dapat

diambil kesimpulan bahwa rata- rata prosentase keaktifan belajar pada kondisi

awal 45% setelah tindakan siklus I rata- rata prosentase keaktifan belajar

menjadi 60%, ini menunjukan mengalami peningkatan 15%. Setelah pelaksanaan

tindakan siklus II rata-rata prosentase keaktifan belajar menjadi 85% ini berarti

meningkat 25%.Secara teoritik dan empirik bahwa melalui pembelajaran

kooperatif dengan model “ Think Pair Share” dengan media flash movie dapat

meningkatkan keaktifan belajar IPA pada materi perubahan lingkungan fisik dan

prosesnya pada siswa kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo tahun pelajaran 2012 /

2013.

(4)

I. PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat berpengaruh terhadap perkembangan semua aspek kehidupan. Salah satu aspek yang berkembang adalah pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya. Berawal dari kesuksesan dibidang pendidikan suatu bangsa menjadi maju. Berbagai upaya dalam pendidikan telah dilakukan secara bertahap, konsisten disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kualitas pendidikan dipengaruhi oleh beberapa komponen, salah satu diantaranya adalah peran guru. Peran guru sebagai pendidik yang professional dalam pembelajaran dituntut dapat melaksanakan pembelajaran secara optimal yaitu sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, motivator, dan evaluator. Keberhasilan proses pembelajaran yang berlangsung dipengaruhi pula peran peserta didik dalam mendukung suasana belajar.

Tujuan pembelajaran IPA adalah agar siswa dapat memahami, menemukan dan menjelaskan konsep-konsep, prinsip-prinsip dalam IPA. Sebagai seorang guru dituntut untuk dapat menciptakan variasi baru dalam mengajar agar dapat menarik minat dan keaktifan belajar siswa. Proses belajar IPA adalah suatu yang bersifat ekspolarasi serta menemukan bukan semata-mata menghafal. Dalam proses belajar IPA diperlukan strategi, bermacam pendekatan, metode, media, agar siswa lebih aktif belajar dan berbuat untuk memahami konsep, prinsip-prinsip IPA sehingga diharapkan hasil belajar siswa lebih baik.

(5)

tindakan adalah seluruh siswa kelas IV yang berjumlah 20 siswa. Berdasarkan hasil observasi di kelas tersebut, selama ini guru hanya menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas sehingga menjadikan kondisi belajar yang kurang menarik. Pembelajaran ini mengakibatkan guru menjadi pusat kegiatan belajar, sehingga pembelajaran cenderung membosankan. Guru tidak menggunakan media dalam pembelajaran, sehingga kurang mendukung proses pembelajaran. Selain itu, karakter siswa dalam proses pembelajaran adalah siswa kurang aktif, kurang merespon, kurang bersemangat, bila diberi pertanyaan asal menjawab saja, bila diberi tugas tidak dikerjakan, kurang percaya diri, minimnya hubungan kerja sama antar siswa dalam mengerjakan tugas kelompok, serta kurangnya keaktifan belajar siswa.

Berdasarkan permasalahan di atas maka alternatif pendekatan pembelajaran yang tepat untuk materi faktor penyebab perubahan lingkungan fisik dan prosesnya yaitu dengan pembelajaran kooperatif model Think-Pairs-Share (TPS). Model ini mengajarkan siswa untuk lebih mandiri dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan sehingga dapat membangkitkan rasa percaya diri siswa, dimana siswa dapat bekerja sama orang lain dalam kelompok kecil yang heterogen.

Dengan penerapan model Think-Pairs-Share (TPS) dapat meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas. Karena siswa akan berdiskusi dengan pasanganya (pairs) untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, siswa berbagi (share) kepada teman-teman sekelasnya dengan mempresentasikan hasil diskusinya dengan pasangannya. Selain itu dengan penerapan metode ini siswa akan lebih menguasai materi, karena siswa harus berpikir (think) untuk menyelesaikan masalah yang ditugaskan kepadanya. Beberapa dampak positif metode ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas peserta didik. Penerapan model Think-Pair-Share (TPS) merupakan salah satu tindakan memperbaiki proses

pembelajaran.

(6)

Think-Pair-Share (TPS) dengan media flash movie siswa kelas IV SD Negeri V

Karangrejo Tahun Pelajaran 2012/2013”.

II. KAJIAN TEORI

Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2005: 23 ) berarti giat. Aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran perlu diperhatikan oleh guru, agar proses belajar mengajar yang ditempuh mendapatkan hasil yang maksimal. Maka guru perlu mencari cara untuk meningkatkan keaktifan

siswa.

Keaktifan peserta didik dalam belajar secara efektif itu dapat dinyatakan sebagai berikut:

a) Hasil belajar peserta didik umumnya hanya sampai tingkat penguasaan, merupakan bentuk hasil belajar terendah.

b) Sumber-sumber belajar yang digunakan pada umumnya terbatas pada guru (catatan penjelasan dari guru) dan satu dua buku catatan.

c) Guru dalam mengajar kurang merangsang aktivitas belajar peserta didik secara optimal. (Tabrani,1989: 128)

Keaktifan sendiri merupakan motor dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa di tuntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah hasil belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah hasil belajarnya secara efektif, siswa dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Sardiman (2009 : 100) berpendapat bahwa aktifitas disini yang baik yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktifitas itu harus saling terkait. Kaitan antara keduanya akan membuahkan aktifitas belajar yang optimal. Banyak aktifitas yang dapat dilakukan siswa di sekolah. Beberapa macam aktifitas itu harus diterapkan guru pada saat pembelajaran sedang berlangsung.

(7)

Untuk itu guru harus memotivasi siswa pada saat pembelajaran berlangsung, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator pada saat pembelajaran.

Guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan mendukung bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna. Siswa (peserta didik) harus mengalami dan berinteraksi langsung dengan obyek yang nyata. Jadi belajar harus dialihkan yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sekolah merupakan sebuah miniature dari masyarakat dalam proses pembelajaran harus terjadi saling kerja sama dan interaksi antar komponen. Pendidikan modern lebih menitik beratkan pada aktifitas yang sejati, di mana siswa belajar dengan mengalaminya sendiri pengetahuan yang dia pelajari. Dengan mengalami sendiri, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan serta perilaku lainnya termasuk sikap dan nilai. saat ini pembelajaran diharapkan ada interaksi siswa pada saat pembelajaran. Hal ini agar siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam belajar. guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator.

a. Klasifikasi Keaktifan Siswa

Menurut Sardiman (2009 : 100–101) keaktifan siswa dalam belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Visual activities

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, dan mengamati orang lain bekerja.

2) Oral activities

Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.

3) Listening activities

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan musik, pidato.

4) Writing activities

(8)

5) Drawing activities

Menggambar, membuat grafik, diagram, peta. 6) Motor activities

Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun. 7) Mental activities

Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.

8) Emotional activities

Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.

Dengan demikian bisa kita lihat bahwa keaktifan siswa sangat bervariasi, peran gurulah untuk menjamin setiap siswa untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dalam kondisi yang ada. Guru juga harus selalu memberi kesempatan bagi siswa untuk bersikap aktif mencari, memperoleh, dan mengolah hasil belajarnya.

b. Prinsip-Prinsip Keaktifan

Menurut W. Gulo (2002: 76) prinsip–prinsip yang perlu diperhatikan dalam usaha menciptakan kondisi belajar supaya siswa dapat mengoptimalkan aktivitasnya dalam pembelajaran. Prinsip–prinsip tersebut adalah :

1) Prinsip motivasi, di mana guru berperan sebagai motivator yan merangsang dan membangkitkan motif-motif yang positif dari siswa dalam pembelajarannya.

2) Prinsip latar atau konteks, yaitu prinsip keterhubungan bahan baru dengan apa yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan perolehan yang ada inilah siswa dapat memperoleh bahan baru.

3) Prinsip keterarahan, yaitu adanya pola pengajaran yang menghubung-hubungkan seluruh aspek pengajaran.

(9)

5) Prinsip perbedaan perorangan, yaitu kegiatan bahwa ada perbedaan-perbedaan tertentu di dalam diri setiap siswa, sehingga mereka tidak diperlakukan secara klasikal.

6) Prinsip menemukan, yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan informasi yang dibutuhkan dengan pengarahan seperlunya dari guru.

7) Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka terhadap masalah dan mempunyai kegiatan untuk mampu menyelesaikannya.

Berdasarkan uraian di atas, dalam membangun suatu aktivitas dalam diri para siswa, hendaknya guru memperhatiakan dan menerapkan beberapa prinsip di atas. Dengan begitu para siswa akan terlihat keaktifannya dalam belajar dan juga mereka dapat mengembangkan pengetahuannya. Jadi siswalah yang berperan pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Guru hanya membuat suasana belajar yang menyenangkan, agar siswa bisa aktif dalam pembelajaran, jadi mereka tidak hanya diam pada saat pelajaran sedang berlangsung.

c. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Timbulnya Keaktifan Siswa Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne dan Briggs ( Martinis, 2007:84), faktor-faktor tersebut diantaranya :

1) Memberikan dorongan atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

2) Menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan dasar kepada siswa). 3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.

4) Memberikan stimulus (masalah,topik dan konsep yang akan dipelajari). 5) Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.

6) Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. 7) Memberi umpan balik (feed back)

8) Melakukan tagihan-tagihan kepada siswa berupa tes, sehingga kemampua siswa selalu terpantau dan terukur.

(10)

Ciri-ciri keaktifan siswa yaitu : sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mampu menjawab pertayaan, senang diberi tugas belajar.

Keaktifan siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa harus lebih aktif,karena siswa sebagai subyek didik yang merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar. Namun kenyataannya , siswa masih cenderung pasif dan pembelajaran hanya berpusat pada guru. Keaktifan siswa selama proses pembelajaran masih terbatas pada mendengarkan penjelasan guru, mencatat, kemudian dilanjutkan dengan latihan soal. Keaktifan lain seperti melakukan penyelidikan melalui praktikum, diskusi, mengajukan pertanyaan, mengerjakan LKS, dan mempresentasikan hasil penyelidikan masih kurang. Pentingnya keaktifan belajar siswa ini sesuai dengan tuntutan empat pilar pendidikan, yaitu learning to know, learning todo, learning tobe one self, dan learning to live together. Jadi pembelajaran harus menyebabkan siswa aktif belajar.

Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari diri individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar dapat menunjang terjadinya perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi peserta didik (Mulyasa, 2007).

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.

Selain karakteristik siswa, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan social dan faktor lingkungan non-sosial.

(11)

keaktifan yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Keaktifan siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedrich membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa antara lain dapat digolongkan sebagai berikut: Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar

demonstrasi, percobaan, dan pekerjaan orang lain; Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi; Listening activities, sebagai contoh : mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, music, atau pidato; Writing activities, misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin;

Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram;

Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan,

membuat konstruksi, model reparasi, bermain, berkebun, dan beternak; Mental activities, misalnya: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa,

melihat hubungan, dan mengambil keputusan; Emotional activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup.

Jadi dengan klasifikasi yang diuraikan di atas, menunjukan bahwa keaktifan di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Apabila berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah, maka sekolah tersebut akan dinamis, tidak membosankan, dan benar-benar menjadi pusat keaktifan belajar yang maksimal bahkan akan memperbesar peranannya sebagai pusat dan transformasi budaya (Sardiman, 2001).

(12)

bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Langkah-langkah pembelajarannya adalah guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok, setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya; kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2007).

III. METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Tempat dan waktu penelitian

a. Tempat penelitian : SD Negeri 5 Karangrejo

b. Waktu penelitian : Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 yaitu bulan Januari 2013- Juni 2013.

B. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti sendiri yang melakukan tindakan sebagai subyek yang memberikan tindakan. Sedangkan subjek yang diberikan tindakan adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 20 siswa. Guru kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo yang membantu dalam perencanaan, pengumpulan data, analisis data, dan penarikan kesimpulan.

C. Prosedur Penelitian

Peneletian ini menggunakan model Kemmis dan Mc.Taggart, dalam satu tetap terdiri atas empat komponen, yaitu perencanaan (planning), aksi atau tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Untuk mendapatkan hasil yang optimal penelitian dilakukan beberapa kali siklus, yaitu siklus satu diikuti siklus berikutnya dan dilakukan berulang-ulang.Model Kemmis dan Mc.taggart bila digambarkan secara skematis adalah sebgai berikut:

(13)

putaran 1

putaran 2

Observasi dan monitoring

refleksi evaluasi

Pengertian dan pemahaman

Perencanaan terevisi Tindakan 2

Observasi dan monitoring

refleksi evaluasi

Pengertian dan pemahaman

Seterusnya sesuai indikator pencapaian Tindakan 1

[image:13.595.129.513.101.487.2]

perencanaan Observasi awal

Gambar 1. Prosedur penelitian PTK

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan metode sebagai berikut :

1. Metode Observasi

(14)

penelitian tindakan kelas berlangsung. Observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: secara partisipatif dan nonpartisipatif. Dalam observasi partisipatif (participatory observation) pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Dalam observasi nonpartisipatif (nonparticipatory observation) pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, dia hanya berperan mengamati kegiatan, tidak ikut serta dalam kegiatan.

2. Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mengetahui daftar nama-nama dan nomor absen siswa yang menjadi subyek penelitian. Dokumen tersebut meliputi data-data yang berkaitan dengan kelas yang menjadi subjek tindakan, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dibuat guru, buku atau materi pelajaran, hasil pekerjaan siswa sebelumnya dan nilai yang yang diberikan guru.

3. Catatan Lapangan

Catatan lapangan adalah catatan yang tertulis tentang, apa yang didapat, dilihat, didengar, dialami dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi data dalam penelitian kualitatif.

4. Tes

Tes (test) adalah suatu alat penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan prestasi seseorang. Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh hasil yang diperoleh siswa setelah kegiatan pemberian tindakan. Untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang diperoleh diperlukan perbandingan antara prestasi belajar sebelum dilakukan tindakan dan prestasi belajar setelah dilakukan tindakan. Prestasi belajar sebelum dilakukan tindakan dinilai berdasarkan dokumen atau arsib dari guru. Sedangkan prestasi setelah dilakukan tidakan adalah dengan memberikan tes kepada siswa. Tes yang digunakan dalam bentuk tertulis dan diberikan setiap akhir siklus penelitian.

5. Wawancara

(15)

Wawancara dilakukan terhadap guru dan siswa untuk menggali informasi guna memperoleh data terkait dengan aspek-aspek pembelajaran, penentuan tindakan dan respon yang diberikan sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Dalam pelaksanaan wawancara peneliti membawa kerangka pertanyaan untuk disajikan, tetapi cara bagaimana pertanyaan itu diajukan sesuai dengan kebijaksanaan peneliti. Hasil wawancara bukan merupakan data primer, tetapi hanya sebagai data pendukung hasil observasi.

Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan data dari sikap akhir pertemuan yaitu dari aspek kognitif dilihat dari hasil test dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran.

E. Analisis Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara menganalisis data perkembangan siswa dari siklus I sampai siklus III.

Data yang diperoleh dari siklus I sampai siklus III diolah secara kualitatif, yaitu dengan membandingkan rata-rata hasil belajar siswa siklus I dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar siswa siklus II, dan rata-rata hasil belajar siswa siklus II dibandingkan dengna rata-rata hasil belajar siswa siklus III. Apabila terdapat kenaikan rata-rata hasil belajar dari siklus I hingga siklus III, maka menunjukan peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri V Karangrejo pada pokok bahasan perubahan lingkungan melalui pembelajaran koopertif model Think-Pairs-Share (TPS) dengan media flash movie.

Dalam pelaksanaan, apabila sampai pada siklus II Prosetase keaktifan belajar siswa sudah mencapai KKM dan peningkatan keaktifan siswa mencapai 80%, maka refleksi diberhentikan pada siklus II.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Refleksi Awal

(16)

1. Sebagian besar siswa kurang aktif dalam mengkuti proses pembelajaran. 2. Metode yang digunakan guru masih menggunakan metode konvensional

berupa metode ceramah sehingga membuat siswa cepat bosan.

Dalam pembelajaran guru belum menggunakan media pembelajaran. Hasil observasi awal ini menunjukan bahwa sebagian besar siswa kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo keaktifannya kurang dalam pembelajaran IPA. Penyebabnya antara lainmetode yang digunakan guru kurang mampu memfasilitasi siswa dalam meningkatkan keaktifan belajarnya di kelas. Guru hanya monoton dalam menjelaskan materi pembelajaran, sehingga siswa menjadi cepat bosan dan kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran

2. Siklus I.

Dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada materi perubahan lingkungan fisik dan prosesnya, guru harus melakukan pembenahan pelaksanaan tindakan pada proses pembelajaran IPA.

Sebelum melaksanakan perbaikan pembelajaran hasil belajar dari 20 siswa kelas IV SD Negri 5 Karangrejo ada yang masih rendah. Ini disebabkan guru hanya menggunakan metede ceramah belum memakai alat peraga. Pada perbaikan pembelajaran siklus I, Ada peningkatan keaktifan dan hasil belajar yang dicapai siswa jika dibanding dengan siklus sebelumnya.

Dari hasil pelaksanaan tindakan siklus I diketahui bahwa 40% siswa kurang aktif yaitu 8 siswa, sedangkan 60% siswa sudah aktif dalam pembelajaran IPA yaitu 12 siswa. Data tersebut menunjukkan bahwa ada peningkatan siswa dalam pembelajaran IPA tetapi belum memenuhi indikator pencapaian keberhasilan dalam penelitian ini, sehingga penelitian pada siklus I harus dilanjutkan ke siklus berikutnya yaitu siklus II untuk memperbaiki dan meningkatkan keaktifan belajar siswa sesuai dengan yang diinginkan yaitu 80%.

(17)

siswa yang kurang memperhatikan penjelasan dari guru.Serta motivasi dari guru masih kurang.

3. Siklus II

Dalam perbaikan pembelajaran pada siklus II terdapat peningkatan keaktifan belajar siswa. Pengelolaan kelas oleh guru sudah baik. Keterlibatan siswa di dalam kegiatan pembelajaran IPA materi perubahan lingkungan fisik dan prosesnya, guru menerapkan model pembelajaran Think Pair Share mengalami peningkatan. Kekurangan pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus I menjadi pedoman guru untuk menyusun kegiatan pembelajaran yang lebih optimal sehingga keaktifan belajar siswa lebih baik.

Dari hasil pelaksanaan tindakan siklus II diketahui bahwa 15% siswa kurang aktif yaitu 3 siswa, sedangkan 85% siswa sudah aktif dalam pembelajaran IPA yaitu 17 siswa. Data tersebut menunjukkan bahwa ada peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam(IPA) yang sangat signifikan.

Keberhasilan yang dicapai siswa pada siklus I maupun siklus II karena guru telah menerapkan model pembelajaran Think Fair Share dengan optimal. Guru memotivasi siswa dan menggunakan alat peraga dengan baik.

V. KESIMPULAN

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie. S. 2006. Macromedia flash Profesional 8. Jakarta : Dian Rakyat

Akhsana. 2011. Penggunaan media macromedia flash profesional 8 untuk meningkatkan pembelajaran IPA siswa kelasVI SDN Tunjungsekar 1 Malang.

Arikunto. S. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara. Arsyad. A. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Press.

Budi. H. 2006. Penerapan Think Pair Share (TPS) dalam Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Geografi. Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 2 Nomor 1.

Djamarah. S. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Djohar. 2006. Guru, pendidikan dan pengembangannya (Penerapan dalam Pendidikan dalam UU Guru). Jakarta : Rajawali Press.

Fadholi. A. 2009. Metode Think Pair Share.

http://ariffadholi.blogspot.com/2009/10/metode-think-pair-share.html. Diakses tanggal 18 maret 2013.

Gunawan, I. 2010. Metode Kooperatif Think Pair Share.

http://masimamgun.blogspot.com/2010/06/metode-kooperatif-model-think-pair-share.html. Diakses tanggal 17maret 2013.

Hamalik. O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Haryati. M. 2010. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada Press.

Huda. M. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

http://coretanseadanya.blogspot.com/2012/09/strategi-pembelajaran.html

Ibrahim dan Sudjana, N. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Isjoni. 2007. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar

Berkomunikasi. Bandung : Alfabeta.

(19)

Kismanto. 2008.Upaya peningkatan hasil belajar matemtika dengan menggunakan pendekatan struktural Think Pair Share pada pokok bahasan luas dan volume bangun ruang pada kelas X-3 semester genap tahun pelajaran 2007/2008 SMA N 6 Surakarta.

Kusri. A. 2006. Memakai Makromedia Flash Profesional 8. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Lie. A. 2007. Mempraktikan Kooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta : Grasindo.

Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : Rosda Karya.

Muslich . M. 2010. Melaksanakan PTK itu Mudah. Jakarta : Bumi Aksara. Nur Hidayat. 2011. Strategi Penulisan Karya Ilmiah. Solobaru: Qinant. Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Ramadiyanto. A. 2008. Membuat Gambar Vektor dan Animasi Atraktif dengan Makromedia Flash professional 8. Bandung : Yrama Widya.

Rochiati Wira Atmaja, 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosida Karya

Rubino Rubiyanto. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Solobaru; Qinant. Saktiyono. 2007. IPA Biologi 1 SMP dan Mts untuk Kelas VII. Jakarta : Esis. Salvin.R. 2008. Cooperative learning, Teori, Riset, dan Praktik. Bandung : Nusa

Media.

Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali Press.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka cipta.

Sudjana . N. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : sinar Baru Algensindo.

Sugianto . 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta : Yuma Pustaka. Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta : Bumi

(20)

Sukmadinata. N. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.

Sutarno. 2011. Penggunaan media film dan video.

Gambar

Gambar 1. Prosedur penelitian PTK

Referensi

Dokumen terkait

Islam sebagai agama yang hadir ditengah-tengah kondisi sosial ma- syarakat arab yang memandang remeh perempuan, Islam tidak melaku- kan perubuhan secara menyeluruh terhadap tradisi

Pada persamaan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, terlihat bahwa variabel neraca perdagangan Indonesia Amerika Serikat periode sebelumnya

maju dan negara-negara berkembang. Hal ini menjadi aspek esensial karena sifat korupsi yang semakin kompleks. dan canggih serta melibatkan aktor lintas negara. Misalnya

lain. Karena ilulah bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, walaupun agama Islam sendirl telah nielarang kawin kontrak, akan telapi dalam

Telah dilakukan beberapa penelitian tentang validasi metode analisis untuk obat amoxicilin diantaranya yaitu yang dilakukan oleh Dhoka tahun 2010, penelitian ini

1) Adaptasi terhadap kenaikan harga BBM, yaitu deskripsi respon nelayan garuk untuk menentukan opsi rasional dan efektif dalam menangani dampak kenaikan harga BBM pada

Nabati, Bahan Bakar Alternatif dari Tumbuhan Sebagai Pengganti Minyak. Bumi

Hasil uji hipotesis menggunakan uji t dua sampel independen dengan SPSS 16 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan keterampilan proses sains