• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802012077 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802012077 Full text"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI DITINJAU

DARI KEIKUTSERTAAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA)

Oleh

ADINNI VIBRANANDA LISARDIKA 802012077

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Adinni Vibrananda Lisardika

Nim : 802012077

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-eksklusif ( non-exclusive royality freeright ) atas karya ilmiah saya berjudul:

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA)

Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan

mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya. Selama tetap mencanyumkan nama saya sebagai penulis/pencipta

Demikian peryataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada tanggal: 30 Agustus 2016 Yang menyatakan,

Adinni Vibrananda Lisardika

Mengetahui,

Pembimbing

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Adinni Vibrananda Lisardika

Nim : 802012077

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA)

Yang dibimbing oleh :

Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar seta simbol yang saya akui seolah olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 30 Agustus 2016

Yang memberi pernyataan

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA)

Oleh

Adinni Vibrananda Lisardika

802012077

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal 30 Agustus 2016

Oleh:

Pembimbing

Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS Prof. Dr. Sutarto Wijono,MA

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(7)

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI DITINJAU

DARI KEIKUTSERTAAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA)

Adinni Vibrananda Lisardika Heru Astikasari S. Murti

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

(8)

i Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kematangan sosial anak usia dini

ditinjau dari keikutsertaan di Taman Penitipan Anak (TPA). Sampel dalam penelitian ini

sebanyak 60 subjek yang terdiri dari 30 anak usia 2 – 6 tahun yang dititipkan di TPA dan 30

anak usia 2 – 6 tahun yang tidak dititipkan di TPA. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Sampling P urposive. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vineland Social Maturity Scale (VSMS). Penelitian ini di analisa dengan

menggunakan uji T (t-test) dan diperoleh nilai uji-t sebesar 10,037 dan menunjukkan bahwa

signifikansi yang diperoleh 0,000 (p<0,001). Hasil ini berarti ada perbedaan yang signifikan

antara kematangan sosial anak yang dititipkan dan yang tidak dititipkan di taman penitipan

anak (TPA). Sebagian besar anak yang dititipkan di TPA tergolong dalam kategori

kematangan sosial yang tinggi dengan rerata 108,3, sedangkan sebagian besar anak yang

tidak dititipkan di TPA berada pada kategori kematangan sosial yang cukup dengan rerata

82,18.

(9)

ii Abstract

This research aims to know the defferent between social maturity early childhood In terms of participation in Children Day-Care. Sample in this research 60 subject consisting of 30 kids

the age of 2 - 6 years charity at Children Day-Care and 30 kids the age of 2 - 6 years who do not charity at Children Day-Care. Technique the sample used in this research was sampling purposive. A measuring instrument used in this research was vineland social of maturity

scale (VSMS). This research in analysis by using test t (t-test) and obtained value of 10,037 uji-t and shows that significance obtained 0,000 (p < 0,001).The results of this means that

there is a significant difference between ripeness child social is 1,093 and those who did not were entrusted in Children Day-Care.Most of the dependants were in the landfill is considered to be in the category of ripeness of high social with rerata 108,3 , while the

majority of children who are not sent to the landfill was ripeness into the category of a social enough with rerata 82,18.

(10)

1

PENDAHULUAN

Usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk

memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun – tahun berharga bagi seorang anak

untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap

perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya (Mutiah, 2010).

Pengertian anak usia dini sendiri menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.

20 tahun 2003 pasal 28 ayat 1 yaitu “ anak usia dini adalah anak yang masuk dalam

rentangan usia 0 – 6 tahun”. Pada masa ini terdapat beberapa anak di sekitar kita yang

mengalami hambatan kematangan sosial, yaitu anak berusia 3 tahun yang belum mampu

buang air kecil di toilet. Individu yang belum mampu menyelesaikan tugas perkembangannya

akan mengalami kegagalan pada tugas perkembangan selanjutnya (Havighurst dalam Berns,

2010). Mengacu pada pendapat Havighurst, maka individu harus mempelajari hal-hal yang

berkaitan dengan kematangan sosial agar tidak mengalami hambatan kematangan sosial.

Kematangan sosial merupakan kemampuan individu untuk mengurus dirinya dan

berpartisipasi atau ikut serta dalam kegiatan yang mengarahkan pada kemandirian (Doll

dalam Sinata, 2003). Dengan kematangan sosial yang dimiliki akan mempermudah anak

untuk berorientasi dan bersosialisasi pada dunia luar yaitu lingkungan masyarakat. Selain itu

juga akan mempermudah dalam melakukan hubungan sosial secara mandiri, maksudnya

seseorang tidak akan berkembang menjadi individu yang tergantung pada lingkungan

sosialnya (Wulandari, 2009).

Kematangan sosial pada tiap individu sangat beragam dan hal ini disebabkan adanya

interaksi antara faktor internal (nuture), yaitu kematangan biologis individu dan faktor

(11)

2

berkembangnya jaman, terjadilah perubahan sosial yang menuntut para ibu untuk bekerja

membantu kebutuhan financial keluarga. Dampaknya, ibu harus menduduki peran dalam

pekerjaan dan keluarga secara bersamaan (Stewart & Platt dalam Goldenberg & Goldenberg,

1985), sehingga ibu bekerja menggunakan beberapa cara lain untuk mengurus anaknya,

seperti menitipkannya kepada Orang Tua (Grandparents), pembantu rumah tangga, atau menitipkannya di Taman Penitipan Anak (TPA).

Taman Penitipan Anak adalah salah satu bentuk layanan PAUD (Pendidikan Anak

Usia Dini) yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan

kesejahteraan sosial terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pelayanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti peran keluarga, seperti orangtua yang mulai

sibuk bekerja atau karena keperluan lainnya (Petunjuk Teknis Penyelenggaraan TPA, 2012).

Penyelenggaraan pendidikan usia dini, termasuk di Taman Penitipan Anak, minimal harus

berpedoman pada “Tempa, Asah, Asih, Asuh”. Tempa diartikan sebagai latihan yang

dilakukan berulang-ulang. Hal ini sesuai dengan kerja otak, dimana synape-synape otak anak

semakin kuat dan dan bersifat menetap. Asah dimaksudkan agar anak usia dini memiliki

kondisi intelektual yang berkembang, sehat, dan berkualitas. Asih pada dasarnya merupakan

pendamping dan perlindungan anak usia dini, sebagai upaya mewujudkan dan menjamin

pemenuhan kebutuhan anak, hak kelangsungan hidup, emansipasi, hak tumbuh kembang, hak

pemdapat perlindungan dari pengaruh kekerasan dan segala bentuk eksploitasi, serta hak

untuk berpartisipasi secara penuh, termasuk pemanfaatan waktu luang. Asuh mengandung

arti menjaga dan membimbing anak agar dapat mandiri. Menjaga dan membimbing anak

tidak dapat dilepaskan dari proses mendidik anak agar mereka memiliki kemampuan sesuai

dengan potensi mereka (Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak, 2012).

Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis pada anak usia 4-5 tahun di TK X di

(12)

3

anak-anak yang sebelumnya berada di TPA dapat memasang sepatunya sendiri dan dapat

membuka celananya sendiri saat ingin buang air kecil. Sedangkan anak-anak yang

sebelumnya tidak berada di TPA cenderung berada disamping orangtua, dan masih cenderung

meminta bantuan Guru. Seharusnya pada usia 4 tahun anak sudah mampu menyelesaikan

tugas-tugas yang sederhana seperti yang disebutkan di atas.

Dalam penelitian Wulandari (2009) tentang menunjukkan hasil bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara tingkat kematangan sosial anak yang mengikuti playgroup

dengan anak yang tidak mengikuti playgroup. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat kematangan sosial anak yang mengikuti playgroup lebih tinggi daripada anak yang tidak

mengikuti playgroup. Penelitian lain yang dilakukan oleh Peth-Pierce (1998) cit Papalia, et al. (2008), untuk mengukur kontribusi yang dibuat oleh tempat penitipan anak terhadap

perkembangan, terlepas dari pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik si anak, dan

pengasuhan yang diterima oleh sang anak di rumah. Melalui observasi, wawancara,

kuesioner, dan tes, periset mengukur perkembangan fisik, emosional, dan kognitif anak

dalam interval tertentu dari 1 bulan sampai kira-kira berusia 7 tahun. Kuantitas dan kualitas

pengasuhan yang diterima si anak, juga tipe dan stabilitas pengasuhan, mempengaruhi aspek

perkembangan tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh NICHD Early Child Care Reaserch

Network (1998a) cit Papalia, et al. (2008), terdapat berbagai faktor yang terkait dengan

pengasuhan anak tampaknya kurang berpengaruh dibandingkan dengan karakteristik

keluarga, seperti pemasukan keluarga. Karakteristik-karakteristik ini dapat dengan kuat

memprediksi hasil perkembangan, terlepas dari seberapa banyak waktu yang dihabiskan anak

di tempat penitipan anak.

Terkait dengan fenomena di atas, peneliti ingin meneliti tentang kematangan sosial

anak usia 2 - 6 tahun yang berada di TPA dan yang tidak. Dimana fokus pada penelitian ini

(13)

4

Berdasarkan pengamatan dan penelitian sebelumnya, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: apakah ada perbedaan kemandirian anak usia dini ditinjau dari

keikutsertaan di Taman Penitipan Anak (TPA)?

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kematangan Sosial Anak Usia Dini

Kematangan Sosial menurut Kartono (1995) adalah ditandai oleh adanya kematangan

potensi-potensi dari organisme, baik yang fisik maupun psikis untuk terus maju menuju

perkembangan secara maksimal. Sedangkan Kematangan Sosial menurut Doll (1965) tampak

dalam perilakunya. Perilaku tersebut menunjukkan kemampuan individu dalam mengurus

dirinya sendiri dan partisipasinya dalam aktifitas-aktifitas yang mengarah pada kemandirian

sebagaimana layaknya orang dewasa.

Salah satu hal terpenting dalam pencapaian kematangan sosial anak adalah

perkembangan anak. Hurlock (2000) menyatakan bahwa proses perkembangan anak tidak

akan lepas dari fungsi interaksi pengalaman anak yang diperoleh melalui proses belajar

dengan kematangan. Pernyataan tersebut sependapat dengan Agustiani (2006) bahwa

perkembangan itu adalah proses belajar artinya perubahan yang terjadi pada diri seorang anak

diperoleh melalui proses interaksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu ada hubungan

timbal balik atau saling mempengaruhi antara proses belajar dalam lingkungan dengan

kematangan perkembangan.

Pada hakekatnya perkembangan merupakan syarat utama untuk mencapai kematangan

sosial anak. Oleh sebab itu kematangan sosial didefinisikan sebagai tingkah laku seseorang

yang dimiliki atau diperlihatkan individu sesuai dengan taraf perkembangan dirinya

(14)

5

yang berbeda (Irawati, 2002). Kematangan sosial erat kaitannya dengan anak mampu

menyelesaikan tugas sesuai dengan taraf perkembangannya.

Ariyanti (Fitri dkk, 2006) menyebutkan bahwa kemandirian anak akan terus

berkembang secara bertahap. Pada usia dua tahun keterampilan membantu diri sendiri

berkembang baik walaupun dalam beberapa hal, ia masih memerlukan bantuan orang dewasa.

Seperti : Di usia 3-4 tahun, dalam hal membantu diri berpakaian, anak sudah mulai tertarik

dan mampu melepaskan pakaian (masih memerlukan bantuan saat mengenakan kaos),

memakai kaos kaki tetapi hasilnya belum baik, memakai sepatu (mungkin masih tertukar

antara kiri dan kanan), dapat melepas kancing depan dan samping dengan mendorong masuk

ke lubang kancing, mencuci dan mengeringkan tangan sendiri, menggosok gigi (masih tetap

perlu pengawasan orang dewasa), memakai celana tetapi mungkin bagian depan dan belakang

masih tertukar. Dalam hal membantu diri makan, anak tertarik untuk menata meja makan,

pada saat makan masih sering meninggalkan meja makan, menuangkan air ke dalam gelasnya

serta makan sambil berbicara. Dalam hal membantu diri buang air kecil (BAK) dan besar

(BAB), anak dapat membersihkan dirinya setelah buang air kecil tetapi belum begitu baik,

cenderung menahan BAK sampai toilet dan pergi ke toilet sendiri dengan terlebih dahulu

memberitahukannya. Lalu pada usia 4 – 5 tahun, anak sudah memiliki kemampuan bantu diri

yang baik. Sebagian besar anak usia empat tahun bukan hanya bisa memakai sepatu dan baju

sendiri (walaupun masih kesulitan mengikat tali sepatu), melainkan juga terampil

mengancingkan dan membuka tutup resleting. Pada usia ini biasanya anak merasa bangga

jika berhasil memakai baju sendiri.

Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kematangan sosial adalah

keterampilan dan kebiasaan anak dalam mengerti dan bagaimana bereaksi pada situasi sosial

yang tercermin dari perilaku kemandirian dan penerimaan sosial. Seperti halnya anak usia 3 –

(15)

6

pada hal bantu diri, buang air kecil tanpa bantuan orang lain, dan dari usia tersebut dapat

disimpulkan perkembangan anak dapat dilihat sejak anak masih kecil dan akan berkembang

terus melalui tahap-tahap tertentu sampai akhirnya akan menjadi sifat-sifat yang relatif tetap.

Aspek-aspek Kematangan Sosial anak usia dini

Ada beberapa aspek yang berperan terhadap kesiapan seorang anak untuk memasuki

bangku sekolah sepeti yang dikemukakan oleh Doll (1965) yaitu :

a. Menolong diri sendiri secara umum (self-help general), seperti mencuci muka,

mencuci tangan tanpa bantuan, pergi tidur sendiri.

b. Kemampuan ketika makan (self eating), seperti mengambil makanan sendiri,

menggunakan garpu, memotong makanan lunak.

c. Kemampuan berpakaian (selp-dressing), seperti menutup kancing baju, berpakaian sendiri tanpa bantuan

d. Mengarahkan pada diri sendiri (self-direction), seperti mengatur uang atau dapat dipercaya dengan uang dan dapat mengatur waktu.

e. Gerak (locomotion), seperti menuruni tangga dengan menginjak satu kali tiap anak tangga, pergi ke tetangga dekat tanpa di awasi, pergi sekolah tanpa di antar.

f. Pekerjaan (occupation), seperti membantu pekerjaan rumah tangga yang ringan,

menggunakan pensil dan menggunakan pisau.

g. Sosialisasi (sosialization), seperti bersama teman-temannya, mengikuti suatu

permanianan, mengikuti lomba.

(16)

7

B. Keikutsertaan di Taman Penitipan Anak (TPA)

Keikutsertaan atau partisipasi yang diambil dari bahasa Inggris participate yang

artinya mengikutsertakan, ikut mengambil bagian (Wijaya, 2004). Jadi keikutsertaan di TPA

adalah berperan atau ikut serta dalam kegiatan yang ada di dalam TPA. Karena TPA adalah

satu bentuk PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) pada jalur Pendidikan Nonformal maka

pendidikan anak usia dini sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sistem pendidikan

nasional yang harus mengacu pula pada pendekatan ilmiah berdasarkan prinsip-prinsip

tumbuh kembang anak. Terkait dengan hal tersebut, penyelenggaraan pendidikan usia dini,

termasuk di Taman Penitipan Anak, minimal harus berpedoman pada “Tempa, Asah, Asih,

Asuh”. Tempa diartikan sebagai latihan yang dilakukan berulang-ulang. Hal ini sesuai

dengan kerja otak, dimana synape-synape otak anak semakin kuat dan dan bersifat menetap.

Asah dimaksudkan agar anak usia dini memiliki kondisi intelektual yang berkembang, sehat,

dan berkualitas (Desiyanty, 2015). Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan untuk

menumbuhkembangkan potensi, minat, bakat, apresiasi, persepsi, dan kreativitas

intelektualnya secara berkelanjutan dan prospektif. Asih pada dasarnya merupakan

pendamping dan perlindungan anak usia dini, sebagai upaya mewujudkan dan menjamin

pemenuhan kebutuhan anak, hak kelangsungan hidup, emansipasi, hak tumbuh kembang, hak

pemdapat perlindungan dari pengaruh kekerasan dan segala bentu eksploitasi, serta hak untuk

berpartisipasi secara penuh, termasuk pemanfaatan waktu luang. Asuh mengandung arti

menjaga dan membimbing anak agar dapat mandiri. Menjaga dan membimbing anak tidak

dapat dilepaskan dari proses mendidik anak agar mereka memiliki kemampuan sesuai dengan

(17)

8

Prinsip pembelajaran di Taman Penitipan Anak diatur sebagai berikut :

1. Proses pembelajaran didasarkan pada prinsip-prinsip perkembangan anak

2. Pembelajaran anak usia dini dilaksanakan berdasarkan prinsip belajar melalui bermain

3. Proses pembelajaran anak usia dini dilaksanakan dalam lingkungan yang bersih, aman,

nyaman, dan inovatif

4. Pembelajaran anak usia dini harus dilakasanakan dengan pendekatan tematik dan

terpadu.

Taman Penitipan Anak (TPA)

TPA adalah pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal (Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20, 2010). TPA adalah suatu pelayanan yang dapat

melaksanakan kegiatan pengasuhan anak, dengan penuh kasih sayang, sekaligus

mendidiknya, serta memberikan kesejahteraan anak pada saat orangtua bekerja atau sedang

berhalangan.

Taman Penitipan Anak sekarang ini dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe :

1. Tipe pengasuhan penuh (full day care) yaitu penitipan anak yang dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan berupa penyuluhan, pelayanan, dan pendidikan dengan

stimulasi psikomotorik dan psikososial secara penuh.

2. Tipe setengah pengasuhan (semi day car)yaitu penitipan anak yang dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan berupa penyuluhan atau pelayanan ataupun pendidikan

dengan stimulasi psikomotorik dan psikososial.

(18)

9

dengan stimullasi psikomotorik dan psikososial sewaktu-waktu bila diperlukan sesuai

dengan kebutuhan orangtua (Wahyuti, 2003).

Tujuan Taman Penitipan Anak (TPA) secara umum adalah mengembangkan berbagai

potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungannya, adapun tujuan TPA adalah memberikan layanan kepada anak usia 0 – 6 tahun

yang terpaksa ditinggal orang tua karena pekerjaan atau halangan lainnya. Selain itu juga

memberikan layanan yang terkait dengan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh dan

berkembang, mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, serta hak untuk berpartisipasi

dalam lingkungan sosialnya. Serta membantu orangtua yang karena pekerjaan atau halangan

lainnya harus meninggalkan anak tetapi masih menginginkan kebutuhan asah, asih, asuh

anaknya terpenuhi (Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak, 2012).

Komponen Taman Penitipan Anak (TPA)

1. Peserta Didik

a) Sekurang-kurangnya berusia 3 bulan sampai 6 tahun, prioritas anak yang orang

tuanya bekerja.

b) Dimungkinkan anak di atas usia PAUD, apabila dalam keadaan mendesak

2. Pendidik

a) Guru : Kualifikasi : S1 atau D4 jurusan Pendidikan/ Psikologi Anak

b) Kompetensi

i. Memiliki Kompetensi Kepribadian

ii. Memiliki Kompetensi Profesional

iii. Memiliki Kompetensi Pedagogik

(19)

10

3. Guru Pendamping

a) Kalifikasi

i. Lulusan DII PGTK

ii. SMA dan memiliki sertifikat pelatihan PAUD

b) Kompetensi

i. Memiliki Kompetensi Kepribadian

ii. Memiliki Kompetensi Profesional

iii. Memiliki Kompetensi Pedagogik

iv. Memiliki Kompetensi Sosial

4. Pengasuh

a) Kualifikasi : Lulusan SMA sederajat

b) Kompetensi

i. Memahami dasar pengasuhan

ii. Trampil melaksanakan pengasuhan

iii. Bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan psikologis anak

5. Pengelola

a) Kualifikasi

Pengelola TPA mempunyai kualifikasi dasar sebagai berikut:

i. Lulusan SMA dan memiliki sertifikat pelatihan PAUD

ii. Berpengalaman menjadi guru PAUD minimal 2 tahun

b) Kompetensi

i. Memiliki Kompetensi Kepribadian

ii. Memiliki Kompetensi Profesional

iii. Memiliki Kompetensi Pedagogik

(20)

11

C. Perbedaan Kematangan Sosial Anak Usia Dini ditinjau dari Keikutsertaan di TPA

Masa awal kanak-kanak merupakan masa terpenting dalam perkembangan hidup yang

akan menentukan perkembangan pada tahap-tahap selanjutnya, dalam proses tumbuh

kembangnya, seseorang akan melalui tahap-tahap perkembangan dengan tugas

perkembangan yang berbeda-beda, keberhasilan suatu tugas perkembangan disuatu tahap

akan membantu kelancaran tahap berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa anak dikatakan

berkembang secara normal apabila dapat menyelesaikan tugas perkembangan yang

dijalaninya pada masa tersebut. Sebaliknya, dikatakan bahwa anak mengalami hambatan

dalam perkembangannya apabila anak tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas

perkembangannya, hal ini tampak terlihat dari pencapaian kematangan sosialnya.

Kematangan sosial adalah hal yang berkaitan dengan kesiapan anak terjun dalam

kehidupan sosial kelak (Doll dalam Habibi, 2013). Untuk dapat mencapai kematangan sosial,

anak harus mampu menyelesaikan tugas perkembangannya. Hardinoto (dalam Astuti, 2005)

mengatakan bahwa peran orangtua sangat besar agar anak mampu menyelesaikan tugas

perkembangannya. Hurlock (2000) menyatakan bahwa proses perkembangan anak tidak akan

lepas dari fungsi interaksi pengalaman anak yang diperoleh melalui proses belajar dengan

kematangan. Pernyataan tersebut sependapat dengan Agustiani (2006) bahwa perkembangan

itu adalah proses belajar artinya perubahan yang terjadi pada diri seorang anak diperoleh

melalui proses interaksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu ada hubungan timbal balik

atau saling mempengaruhi antara proses belajar dalam lingkungan dengan kematangan sosial.

Seiring dengan berkembangnya jaman, terjadilah perubahan sosial yang menuntut

para ibu untuk bekerja membantu kebutuhan finansial keluarga. Dampaknya, ibu harus

menduduki peran dalam pekerjaan dan keluarga secara bersamaan Stewart & Platt

(21)

12

untuk mengurus anaknya, seperti menitipkannya kepada orangtua (kakek atau nenek), kerabat

terdekat, pembantu rumah tangga, atau taman penitipan anak (TPA). Jasa pengasuh yang

digunakan sebagai pengganti peran dalam pendidikan anaknya, akan terjadi perbedaan dalam

mendidik anak antara orangtua, kerabat, pengasuh, dan di PAUD atau pendidikan non-formal

lainnya seperti TPA.

Menurut Hartono (1997) Karena permasalahan yang sering timbul akibat ibu bekerja

adalah keinginan anak selalu dituruti, anak lebih bebas dalam melakukan aktifitas, anak dapat

menyelesaikan masalahnya sendiri dan cenderung punya cita-cita yang lebih tinggi.

Sedangkan anak dengan ibu yang tidak bekerja lebih cenderung kegiatan di rumah serba

dibantu, sikap orang tua selalu melindungi, terlalu khawatir, anak lebih terikat dalam segala

hal, kegiatan anak di luar rumah kurang sehingga anak kurang mampu memecahkan masalah

yang timbul. Kondisi tersebut dapat memberikan dampak secara langsung maupun tidak

langsung terhadap kemandirian anak, seperti aktifitas anak terbatas, anak sering takut dalam

menentukan pilihan.

Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis bahwa ada perbedaan

signifikan kematangan sosial anak usia dini ditinjau dari keikutsertaan di taman penitipan

anak.

METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian

Variabel tergantung merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012). Variabel tergantung atau dependence

(22)

13

merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau

timbulnya variabel dependen (tergantung) (Sugiyono, 2012). Variabel bebas atau

independence variabel dalam penelitian ini adalah keikutsertaan di Taman Penitipan Anak (TPA), dalam hal ini terbagi dalam ikut serta dalam TPA dan tidak ikut serta dalam TPA.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang berusia 2 – 6 tahun yang dititipkan di

TPA dan tidak, di kota Ungaran. Teknik yang digunakan adalah Purposive Sampling,

menurut Sugiyono (2012) Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Kriteria subjek adalah anak yang berusia 2 – 6 tahun yang di titipkan

di TPA dan tidak dititipkan di TPA. Kriteria subjek yang tidak dititipkan di TPA adalah anak

usia 2-6 tahun yang orangtuanya bekerja dan subjek diasuh oleh kakek, nenek, kerabat, atau

pembantu rumah tangga. Populasi dalam penelitian yang dilakukan ini adalah anak yang

berusia 2 - 6 tahun. Menurut Hurlock masa anak awal berlangsung dari usia 2 – 6 tahun.

Namun dalam pengisian angket penulis yang mengisinya sendiri berdasarkan observasi dan

wawancara yang dilakukan penulis kepada orangtua dan pengasuh, hal ini dikarenakan alat

tes ini perlu penilaian yang objektif bukan subjektif dari orangtua atau orang yang

mengasuhnya. Adapun karakteristik sampelnya adalah sebagai berikut :

a. Subjek merupakan anak usia 2– 6 tahun

b. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan

c. Subjek yang di titipkan di Taman Penitipan Anak (TPA) dan subjek yang tidak di

titipkan di TPA.

d. Subjek di titipkan di TPA minimal 7bulan.

e. Subjek yang tidak dititipkan di TPA diasuh oleh kakek, nenek, kerabat, atau pembantu

(23)

14

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 27 Mei 2016 sampai 4 Juni 2016 dengan

jumlah subjek 60 anak yang terdiri dari 30 anak yang dititipkan di TPA dan 30 anak yang

tidak dititipkan di TPA melainkan anak yang di asuh oleh pembantu rumah tangga,

kakek/nenek, atau kerabat. Dalam penelitian ini untuk memperoleh data informasi, alat ukur

yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala Vineland Sosial Maturity Scale (VSMS) yang dikembangkan oleh Doll. VSMS merupakan salah satu tes yang didalamnya terdapat 117

item pertanyaan perintah, namun tidak semua item di berikan melainkan disesuaikan dengan

usia kronologis anak. Pengambilan data dilakukan oleh penulis untuk menghindari penilaian

subjektif dari orangtua. Penilaian dalam alat ukur VSMS yaitu jika anak dapat melakukan apa

yang tertulis pada angket akan dinilai + (plus) = 1, jika anak kadang-kadang bisa melakukan

apa yang tertulis pada angket akan dinilai +/- (plusminus) = ½ , dan jika anak belum bisa

melakukan apa yang tertulis pada angket akan dinilai – (minus) = 0. Aspek yang digunakan

untuk mengungkap kematangan sosial pada anak usia dini yaitu:

a. Menolong diri sendiri secara umum (self-help general)

b. Kemampuan ketika makan (self eating)

c. Kemampuan berpakaian (selp-dressing)

d. Mengarahkan pada diri sendiri (self-direction)

e. Gerak (locomotion)

f. Pekerjaan (occupation)

g. Sosialisasi (sosialization)

h. Komunikasi (communication)

(24)

15

Metode tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes VSMS (Vineland

Sosial Maturity Scale) yang sudah teruji reliabilitas dan validitasnya (Anastasia Urbania, 2006), dimana metode alat tes VSMS ini memiliki nilai validitas (rbt) 0,31 sampai dengan

0,54 yang ditentukan terutama dari perbedaan usia, perbandingan antara subjek normal

dengan subjek yang memiliki latar belakang retardasi mental, dan korelasi skor yang

diperoleh dari penilaian observer yang mengetahui dengan baik bagaimana perilaku subjek

sesungguhnya. Reliabilitas dilakukan dengan teknik tes-retes, dalam jangka waktu antara satu

hari sampai dengan sembilan bulan, hasilnya menunjukkan (rtt) 0,90.

Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari

seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah:

mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, menabulasi data

berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti,

melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan

untuk menguji hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono, 2012).

Data yang telah dirumuskan akan dianalisa dengan uji T (t-test) dan statistika

(25)

16

HASIL PENELITIAN Statistik Deskriptif

Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variable kematangan sosial anak

digunakan 3 kategori yaitu baik, cukup, dan kurang baik. Untuk mengetahui interval maka

digunakan rumus sebagai berikut (Sugiyono,2012) :

=

=47

Tabel

Kategorisasi Kematangan Sosial Anak Usia Dini yang Dititipkan di TPA

TPA Non TPA

No Interval Kategorisasi Mean F % Mean F %

1. Kurang Baik 0 0% 0 0%

2. Cukup 3 10% 82.18 28 93,33%

3 Baik 108,3 27 90% 2 6,67%

Jumlah 30 100% 30 100%

X = skor kematangan sosial

Hasil analisis deskriptif pada tabel diatas menunjukkan kematangan anak usia dini yang

dititipkan di TPA cenderung berada pada katagori baik dengan nilai rata-rata 108,3.

Sedangkan kematangan anak usia dini yang tidak dititipkan di TPA cenderung berada pada

(26)

17

Uji Asumsi

Uji normalitas sebaran

Uji normalitas sebaran bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya penyebaran

dari data variable penelitian dalam populasi. Hasil uji normalitas sebaran dari variable

kematangan sosial anak diperoleh skor dengan metode Kolmogorov-Smirnov test. Data dapat dikatakan normal apabila p>0,05.

Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh Kolmogorov Smirnov untuk sampel TPA

sebesar 0,686 (p>0,05) hal ini berarti bahwa sampel TPA berdistribusi normal. Sedangkan

nilai Kolmogorov Smirnov untuk sampel Non TPA sebesar 0,276 (0>0,05) sehingga Non

TPA berdistribusi normal. Melihat Kolmogorov Smirnov untuk TPA dan Non TPA

bersignifikansi >0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua jenis sampel sebaran datanya

berdistribusi normal.

Uji Homogenitas

Selanjutnya adalah uji homogenitas yang bertujuan untuk melihat apakah sampel dari

penelitian berasal dari populasi yang sama. Data dapat dikatakan homogeny apabila nilai

probabilitas p>0,05.

Berdasarkan hasil uji homogenitas dengan metode Levene’s Test. Nilai Levene’s

ditunjukkan dengan p value (sig) sebesar 0,937 (p>0,05) yang berarti terdapat kesamaan varians antar kelompok atau yang berarti homogen.

Hasil Uji Perbedaan

Melalui pendekatan Independent Sample t-test yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan, hasil

perhitungan Uji-t sebesar 10,037 dapat diketahui signifikansinya adalah sebesar 0,000

(p<0,001). Maka H0 ditolak, dan H1 diterima, yang artinya ada perbedaan kematangan sosial

(27)

18

Berdasarkan hasil analisis menggunakan t-test diperoleh nilai uji-t sebesar 10,037 dan menunjukkan bahwa signifikansi yang diperoleh 0,000 (p<0,001). Hasil ini berarti ada

perbedaan yang signifikan antara kematangan sosial anak yang dititipkan dan yang tidak

dititipkan di taman penitipan anak (TPA). Kematangan sosial anak yang dititipkan di TPA

lebih baik dibandingkan anak yang tidak dititipkan di TPA.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Peth-Pierce

(1998) cit Papalia, et al. (2008), untuk mengukur kontribusi yang dibuat oleh tempat

penitipan anak terhadap perkembangan, terlepas dari pengaruh karakteristik keluarga,

karakteristik si anak, dan pengasuhan yang diterima oleh sang anak di rumah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Peth-Pierce, terlihat bahwa anak

yang dititipkan di TPA akan dapat belajar lebih cepat untuk mengembangkan kemampuan,

terutama dalam beradaptasi dengan lingkungan dan juga mencapai kematangan sosial.

Semakin dini usia anak ketika menerima pengalaman-pengalamannya, akan semakin baik

pula kemampuannya. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa latihan serta pengalaman dapat

membantu proses perkembangan anak (Hurlock, 2000). Proses perkembangan anak akan

(28)

19

berinteraksi dengan teman-teman sebayanya (Murti, 2006). Dalam hal ini, TPA menjadi salah

satu pilihan untuk memenuhinya.

Kematangan sosial anak yang tidak berada di TPA sebenarnya mampu mencapai

kematangan sosial, namun kematangan sosialnya tidak sama seperti anak yang berada di

TPA. Dalam hal ini TPA juga menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan

sehingga anak yang berada di TPA akan mendapatkan pendidikan setara dengan pendidikan

anak usia dini (PAUD). Sehingga anak yang tidak berada di TPA kurang optimal dalam

pencapaian kematangan sosial. Hal tersebut disebabkan proses pembelajaran yang diterapkan

oleh pengasuh untuk anak tidak ada standar acuannya untuk mengembangkan

kemampuan-kemampuannya, dimana anak mendapat stimulasi yang terbatas hanya dalam lingkungan

terdekat seperti anggota keluarga. Pendapat tersebut diperkuat oleh Hurlock (2000), yang

menyatakan bahwa anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuaian

sosial yang lebih dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti pendidikan

prasekolah.

Selama penelitian berlangsung anak yang berada di TPA akan mendapatkan

pembiasaan-pembiasaan yang mendukung anak menuju kematangan sosial. Seperti halnya

setelah minum susu (menggunakan dot) anak dibisakan untuk menaruh dotnya di meja yang

sudah disediakan. Khususnya bagi anak-anak yang sudah berusia di atas 2 tahun keatas, anak

akan dibiasakan untuk makan sendiri hal ini juga melatih motorik pada anak. Lain hal nya

untuk anak-anak yang tidak berada di TPA melainkan di asuh oleh nenek, pembantu rumah

tangga, atau kerabat dekat akan cenderung dibantu. Pembiasaan yang dilakukan tersebut akan

membuat terhambatnya kematangan sosial anak, sehingga saat anak masuk ke dunia

pendidikan mereka akan cenderung meminta bantuan atau belum mandiri, hal ini

(29)

20

Doll (dalam Habibi, 2003) menyatakan bahwa kematangan sosial seseorang tampak

pada perilakunya, perilaku tersebut menunjukkan kemampuan individu dalam mengurus

dirinya sendiri dan partisipasinya dalam aktivitas-aktivitas yang mengarah pada kemandirian

layaknya orang dewasa. Kemudian Doll juga menjelaskan bahwa kematangan sosial adalah

hal yang berkaitan dengan kesiapan anak untuk terjun dalam kehidupan sosial dengan orang

lain yang bisa diamati dalam bentuk keterampilan yang dikuasai dan dikembangkan sehingga

akan membantu kematangan sosial. Kematangan dapat dilihat dari kelompok dimana individu

itu berada, sehingga bisa dikatakan bahwa seseorang diterima oleh lingkungan sosial maka ia

memiliki kematangan sosial yang baik.

Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji t dan dari uraian diatas, dapat

disimpulkan bahwa kematangan sosial anak yang berada di TPA lebih baik dibandingan anak

yang tidak berada di TPA.

KESIMPULAN :

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :

1. Ada perbedaan yang signifikan dari kematangan sosial anak usia dini yang dititipkan dan

yang tidak dititipkan di Taman PenitipanAnak (TPA). Kematangan sosial anak yang

berada di TPA lebih tinggi dari anak yang tidak berada di TPA.

2. Sebagian besar anak yang dititipkan di TPA tergolong dalam kategori kematangan sosial

yang tinggi dengan rerata 108,3, sedangkan sebagian besar anak yang tidak dititipkan di

TPA berada pada kategori kematangan sosial yang cukup dengan rerata 82,18.

SARAN :

1. Bagi Orangtua

Diharapkan orangtua yang bekerja dapat memahami dan menerapkan hal-hal yang

(30)

21

sosial secara optimal. Bagi Orangtua yang anaknya berada di Taman Penitipan Anak

(TPA) tetap memilah-milah Tempat Penitipan Anak yang terpercaya dan sesuai dengan

pendidikan yang baik bagi anak. Lalu lebih memperperkuat pemahaman dan kesadaran

orangtua akan pentingnya pendidikan anak usia dini. Bagi Orangtua yang tidak

menitipkan anaknya di TPA sebaiknya tetap memberikan pembiasaan yang mendorong

kematangan sosial anak atau mengikutsertakan anak di Lembaga Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD).

2. Bagi Pengelola Taman Penitipan Anak (TPA)

Diharapkan bagi pengelola TPA tetap profesional dalam memberikan pembiasaan

pada anak dan menambah aspek yang ada pada kematangan sosial sehingga anak tidak

hanya cenderung pada satu atau dua aspek saja. Pengelolaan TPA harus tetap sesuai

dengan Pedoman Taman Penitipan Anak yang telah digariskan oleh Direktorat

Pendidikan Anak Usia Dini. Kemudian pula rekruitas tenaga pengasuh lebih selektif lagi

sehingga tidak ada kecerobohan yang dilakukan oleh pengasuh.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat mengembangkan dengan variabel lain yang mempengaruhi

seperti kematangan emosional dan bahasa atau memberikan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kematangan sosial anak seperti : jenis kelamin, urutan kelahiran, status

(31)

22

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, P.D. (2009). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Metode Pendidikan Alternatif Berbasis Komunitas dengan Kemandirian Siswa di Sekolah Qoryah Toyyibah Salatiga.

Skripsi. (tidak diterbitkan) Surakarta: Fakultas Psikologi UMS.

Astuti, M.S. 2005. Hubungan Antara Intensitas Permainan Kooperatif Dengan Kematangan Sosial Pada Anak Prasekolah. Skripsi. (tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Depsos. 2002. Pedoman Penyelenggaraan Pela yanan Sosial Anak di Taman Penitipan Anak (TPA). Jakarta: Ditjen Bina Kesejahteraan Sosial Depsos RI.

Desiyanty, S. 2015. Pelayanan Pendidikan Taman Penitipan Anak dalam Pengasuhan Anak di TPA LKIA Pontianak. Tesis. Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSS-2015.

Direktorat PAUD. 2006. Pedoman Teknis Penyeleggaraan Kelompok Bermain. Jakarta: Direktorat PAUD-Dirjen PLSP-Depdiknas.

Doll, F.A. (1965). Vineland Sosial Maturity Scale. American Guidance Service. Condensed Manual of Direction Minnesota.

Goldenberg, I., & Goldenberg, H. 1985. Family therapy: An overview (2nd ed). Belmot, California: Wadsworth, Inc.

Hartono, B. (1997). Mela tih Anak Percaya Diri. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Irawati, D. 2002. Hubungan Antara Penerimaan Teman Sebaya Dengan Kematangan Sosial

Pada Remaja. (online) diakses

http://digital.lib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-sl-2002-devy-8676-remaja&q=Sosial. Pada tanggal 14 Mei 2016

Kartono, K. 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Medan: Penerbit Universitas Sumatera Utara.

Mutiah, D. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana

Murti, H.A.S. 2006. Perilaku Adaptif Anak Dalam Playgroup. Anima, Indonesian Psychological Journal Vol. 22 No. 1 hal 86 - 91

Papalia D.E., Old S.W., Feldman R.D.,2008, Human Development (Psikologi

Perkembangan), Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak. Direktor Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini. 2011.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Dinas Pendidikan. 2012.

(32)

23

Athfal 3 Surabaya. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol. 2 No. 2.

Singgih, G.J 2013. Perbedaan Kematangan Sosial Anak Usia Prasekolah di Taman Penitipan Anak (TPA) X dan Y. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol. 2 No. 1.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: ALFABETA, cv.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: ALFABETA, CV.

Suwarsiyah, A. 1999. Menumbuhkan Kemandirian Anak, Kreativitas dan Konsep Diri yang Sehat Anak Usia Dini; Sebuah Tinjauan, UII Yogyakarta.

Wahyuti, T. 2003. Posisi Strategi Taman Penitipan Anak.

Wijaya, W. 2004. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia. Semarang : Bintang Jaya.

Wulandari, A. 2009. Perbedaan Kematangan Sosial Anak Ditinjau dari Keikutsertaan Pendidikan Prasekolah (Playgroup). Skripsi. (tidak diterbitkan) Surakarta: Fakultas Psikologi UMS.

Gambar

Tabel Kategorisasi Kematangan Sosial Anak Usia Dini yang Dititipkan di TPA
Tabel

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam kertas kerja ini adalah untuk mempelajari cara pembuatan kaca dengan teknik melt quenching dan mengetahui bagaimana pengaruh dari samarium okside pada

Bahaya fisik yang dinilai potensial untuk muncul adalah pada tahap penumisan. Bahaya fisik yang bersum- ber dari peralatan penggorengan yang digunakan, berupa kerak-kerak sisa

Pendidikan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap warga negara. Tujuan pendidikan itu sendiri adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penulisan makalah ini adalah: (1) Mendeskripsikan karakteristik peternak dan peternakan ayam petelur di Jawa Barat dan

Stasiun merupakan wadah kegiatan pelayanan penumpang dan barang dalam melakukan perpindahan sistem angkutan yang dapat memberikan kejelasan arah poncapaian bagi.. umum / publik

Kheong et al., (2010b) juga melaporkan bahwa penambahan bahan organik berupa TKS secara nyata meningkatkan total biomassa akar kelapa sawit terutama pada kedalaman 30 -

Berdasarkan teori akuntansi positif, ukuran perusahaan dengan biaya politik, semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar biaya politis yang akan diberikan kepada

1) Persediaan bahan baku ( Raw Material stock ) yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang mana dapat diperoleh dari