PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI DITINJAU
DARI KEIKUTSERTAAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA)
Oleh
ADINNI VIBRANANDA LISARDIKA 802012077
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademika universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Adinni Vibrananda Lisardika
Nim : 802012077
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-eksklusif ( non-exclusive royality freeright ) atas karya ilmiah saya berjudul:
PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA)
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan
mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya. Selama tetap mencanyumkan nama saya sebagai penulis/pencipta
Demikian peryataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
Pada tanggal: 30 Agustus 2016 Yang menyatakan,
Adinni Vibrananda Lisardika
Mengetahui,
Pembimbing
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Adinni Vibrananda Lisardika
Nim : 802012077
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :
PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA)
Yang dibimbing oleh :
Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar seta simbol yang saya akui seolah olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 30 Agustus 2016
Yang memberi pernyataan
LEMBAR PENGESAHAN
PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA)
Oleh
Adinni Vibrananda Lisardika
802012077
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 30 Agustus 2016
Oleh:
Pembimbing
Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.
Diketahui oleh, Disahkan oleh,
Kaprogdi Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS Prof. Dr. Sutarto Wijono,MA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI DITINJAU
DARI KEIKUTSERTAAN DI TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA)
Adinni Vibrananda Lisardika Heru Astikasari S. Murti
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
i Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kematangan sosial anak usia dini
ditinjau dari keikutsertaan di Taman Penitipan Anak (TPA). Sampel dalam penelitian ini
sebanyak 60 subjek yang terdiri dari 30 anak usia 2 – 6 tahun yang dititipkan di TPA dan 30
anak usia 2 – 6 tahun yang tidak dititipkan di TPA. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Sampling P urposive. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vineland Social Maturity Scale (VSMS). Penelitian ini di analisa dengan
menggunakan uji T (t-test) dan diperoleh nilai uji-t sebesar 10,037 dan menunjukkan bahwa
signifikansi yang diperoleh 0,000 (p<0,001). Hasil ini berarti ada perbedaan yang signifikan
antara kematangan sosial anak yang dititipkan dan yang tidak dititipkan di taman penitipan
anak (TPA). Sebagian besar anak yang dititipkan di TPA tergolong dalam kategori
kematangan sosial yang tinggi dengan rerata 108,3, sedangkan sebagian besar anak yang
tidak dititipkan di TPA berada pada kategori kematangan sosial yang cukup dengan rerata
82,18.
ii Abstract
This research aims to know the defferent between social maturity early childhood In terms of participation in Children Day-Care. Sample in this research 60 subject consisting of 30 kids
the age of 2 - 6 years charity at Children Day-Care and 30 kids the age of 2 - 6 years who do not charity at Children Day-Care. Technique the sample used in this research was sampling purposive. A measuring instrument used in this research was vineland social of maturity
scale (VSMS). This research in analysis by using test t (t-test) and obtained value of 10,037 uji-t and shows that significance obtained 0,000 (p < 0,001).The results of this means that
there is a significant difference between ripeness child social is 1,093 and those who did not were entrusted in Children Day-Care.Most of the dependants were in the landfill is considered to be in the category of ripeness of high social with rerata 108,3 , while the
majority of children who are not sent to the landfill was ripeness into the category of a social enough with rerata 82,18.
1
PENDAHULUAN
Usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk
memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun – tahun berharga bagi seorang anak
untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap
perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya (Mutiah, 2010).
Pengertian anak usia dini sendiri menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 tahun 2003 pasal 28 ayat 1 yaitu “ anak usia dini adalah anak yang masuk dalam
rentangan usia 0 – 6 tahun”. Pada masa ini terdapat beberapa anak di sekitar kita yang
mengalami hambatan kematangan sosial, yaitu anak berusia 3 tahun yang belum mampu
buang air kecil di toilet. Individu yang belum mampu menyelesaikan tugas perkembangannya
akan mengalami kegagalan pada tugas perkembangan selanjutnya (Havighurst dalam Berns,
2010). Mengacu pada pendapat Havighurst, maka individu harus mempelajari hal-hal yang
berkaitan dengan kematangan sosial agar tidak mengalami hambatan kematangan sosial.
Kematangan sosial merupakan kemampuan individu untuk mengurus dirinya dan
berpartisipasi atau ikut serta dalam kegiatan yang mengarahkan pada kemandirian (Doll
dalam Sinata, 2003). Dengan kematangan sosial yang dimiliki akan mempermudah anak
untuk berorientasi dan bersosialisasi pada dunia luar yaitu lingkungan masyarakat. Selain itu
juga akan mempermudah dalam melakukan hubungan sosial secara mandiri, maksudnya
seseorang tidak akan berkembang menjadi individu yang tergantung pada lingkungan
sosialnya (Wulandari, 2009).
Kematangan sosial pada tiap individu sangat beragam dan hal ini disebabkan adanya
interaksi antara faktor internal (nuture), yaitu kematangan biologis individu dan faktor
2
berkembangnya jaman, terjadilah perubahan sosial yang menuntut para ibu untuk bekerja
membantu kebutuhan financial keluarga. Dampaknya, ibu harus menduduki peran dalam
pekerjaan dan keluarga secara bersamaan (Stewart & Platt dalam Goldenberg & Goldenberg,
1985), sehingga ibu bekerja menggunakan beberapa cara lain untuk mengurus anaknya,
seperti menitipkannya kepada Orang Tua (Grandparents), pembantu rumah tangga, atau menitipkannya di Taman Penitipan Anak (TPA).
Taman Penitipan Anak adalah salah satu bentuk layanan PAUD (Pendidikan Anak
Usia Dini) yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan
kesejahteraan sosial terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pelayanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti peran keluarga, seperti orangtua yang mulai
sibuk bekerja atau karena keperluan lainnya (Petunjuk Teknis Penyelenggaraan TPA, 2012).
Penyelenggaraan pendidikan usia dini, termasuk di Taman Penitipan Anak, minimal harus
berpedoman pada “Tempa, Asah, Asih, Asuh”. Tempa diartikan sebagai latihan yang
dilakukan berulang-ulang. Hal ini sesuai dengan kerja otak, dimana synape-synape otak anak
semakin kuat dan dan bersifat menetap. Asah dimaksudkan agar anak usia dini memiliki
kondisi intelektual yang berkembang, sehat, dan berkualitas. Asih pada dasarnya merupakan
pendamping dan perlindungan anak usia dini, sebagai upaya mewujudkan dan menjamin
pemenuhan kebutuhan anak, hak kelangsungan hidup, emansipasi, hak tumbuh kembang, hak
pemdapat perlindungan dari pengaruh kekerasan dan segala bentuk eksploitasi, serta hak
untuk berpartisipasi secara penuh, termasuk pemanfaatan waktu luang. Asuh mengandung
arti menjaga dan membimbing anak agar dapat mandiri. Menjaga dan membimbing anak
tidak dapat dilepaskan dari proses mendidik anak agar mereka memiliki kemampuan sesuai
dengan potensi mereka (Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak, 2012).
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis pada anak usia 4-5 tahun di TK X di
3
anak-anak yang sebelumnya berada di TPA dapat memasang sepatunya sendiri dan dapat
membuka celananya sendiri saat ingin buang air kecil. Sedangkan anak-anak yang
sebelumnya tidak berada di TPA cenderung berada disamping orangtua, dan masih cenderung
meminta bantuan Guru. Seharusnya pada usia 4 tahun anak sudah mampu menyelesaikan
tugas-tugas yang sederhana seperti yang disebutkan di atas.
Dalam penelitian Wulandari (2009) tentang menunjukkan hasil bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara tingkat kematangan sosial anak yang mengikuti playgroup
dengan anak yang tidak mengikuti playgroup. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat kematangan sosial anak yang mengikuti playgroup lebih tinggi daripada anak yang tidak
mengikuti playgroup. Penelitian lain yang dilakukan oleh Peth-Pierce (1998) cit Papalia, et al. (2008), untuk mengukur kontribusi yang dibuat oleh tempat penitipan anak terhadap
perkembangan, terlepas dari pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik si anak, dan
pengasuhan yang diterima oleh sang anak di rumah. Melalui observasi, wawancara,
kuesioner, dan tes, periset mengukur perkembangan fisik, emosional, dan kognitif anak
dalam interval tertentu dari 1 bulan sampai kira-kira berusia 7 tahun. Kuantitas dan kualitas
pengasuhan yang diterima si anak, juga tipe dan stabilitas pengasuhan, mempengaruhi aspek
perkembangan tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh NICHD Early Child Care Reaserch
Network (1998a) cit Papalia, et al. (2008), terdapat berbagai faktor yang terkait dengan
pengasuhan anak tampaknya kurang berpengaruh dibandingkan dengan karakteristik
keluarga, seperti pemasukan keluarga. Karakteristik-karakteristik ini dapat dengan kuat
memprediksi hasil perkembangan, terlepas dari seberapa banyak waktu yang dihabiskan anak
di tempat penitipan anak.
Terkait dengan fenomena di atas, peneliti ingin meneliti tentang kematangan sosial
anak usia 2 - 6 tahun yang berada di TPA dan yang tidak. Dimana fokus pada penelitian ini
4
Berdasarkan pengamatan dan penelitian sebelumnya, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: apakah ada perbedaan kemandirian anak usia dini ditinjau dari
keikutsertaan di Taman Penitipan Anak (TPA)?
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kematangan Sosial Anak Usia Dini
Kematangan Sosial menurut Kartono (1995) adalah ditandai oleh adanya kematangan
potensi-potensi dari organisme, baik yang fisik maupun psikis untuk terus maju menuju
perkembangan secara maksimal. Sedangkan Kematangan Sosial menurut Doll (1965) tampak
dalam perilakunya. Perilaku tersebut menunjukkan kemampuan individu dalam mengurus
dirinya sendiri dan partisipasinya dalam aktifitas-aktifitas yang mengarah pada kemandirian
sebagaimana layaknya orang dewasa.
Salah satu hal terpenting dalam pencapaian kematangan sosial anak adalah
perkembangan anak. Hurlock (2000) menyatakan bahwa proses perkembangan anak tidak
akan lepas dari fungsi interaksi pengalaman anak yang diperoleh melalui proses belajar
dengan kematangan. Pernyataan tersebut sependapat dengan Agustiani (2006) bahwa
perkembangan itu adalah proses belajar artinya perubahan yang terjadi pada diri seorang anak
diperoleh melalui proses interaksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu ada hubungan
timbal balik atau saling mempengaruhi antara proses belajar dalam lingkungan dengan
kematangan perkembangan.
Pada hakekatnya perkembangan merupakan syarat utama untuk mencapai kematangan
sosial anak. Oleh sebab itu kematangan sosial didefinisikan sebagai tingkah laku seseorang
yang dimiliki atau diperlihatkan individu sesuai dengan taraf perkembangan dirinya
5
yang berbeda (Irawati, 2002). Kematangan sosial erat kaitannya dengan anak mampu
menyelesaikan tugas sesuai dengan taraf perkembangannya.
Ariyanti (Fitri dkk, 2006) menyebutkan bahwa kemandirian anak akan terus
berkembang secara bertahap. Pada usia dua tahun keterampilan membantu diri sendiri
berkembang baik walaupun dalam beberapa hal, ia masih memerlukan bantuan orang dewasa.
Seperti : Di usia 3-4 tahun, dalam hal membantu diri berpakaian, anak sudah mulai tertarik
dan mampu melepaskan pakaian (masih memerlukan bantuan saat mengenakan kaos),
memakai kaos kaki tetapi hasilnya belum baik, memakai sepatu (mungkin masih tertukar
antara kiri dan kanan), dapat melepas kancing depan dan samping dengan mendorong masuk
ke lubang kancing, mencuci dan mengeringkan tangan sendiri, menggosok gigi (masih tetap
perlu pengawasan orang dewasa), memakai celana tetapi mungkin bagian depan dan belakang
masih tertukar. Dalam hal membantu diri makan, anak tertarik untuk menata meja makan,
pada saat makan masih sering meninggalkan meja makan, menuangkan air ke dalam gelasnya
serta makan sambil berbicara. Dalam hal membantu diri buang air kecil (BAK) dan besar
(BAB), anak dapat membersihkan dirinya setelah buang air kecil tetapi belum begitu baik,
cenderung menahan BAK sampai toilet dan pergi ke toilet sendiri dengan terlebih dahulu
memberitahukannya. Lalu pada usia 4 – 5 tahun, anak sudah memiliki kemampuan bantu diri
yang baik. Sebagian besar anak usia empat tahun bukan hanya bisa memakai sepatu dan baju
sendiri (walaupun masih kesulitan mengikat tali sepatu), melainkan juga terampil
mengancingkan dan membuka tutup resleting. Pada usia ini biasanya anak merasa bangga
jika berhasil memakai baju sendiri.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kematangan sosial adalah
keterampilan dan kebiasaan anak dalam mengerti dan bagaimana bereaksi pada situasi sosial
yang tercermin dari perilaku kemandirian dan penerimaan sosial. Seperti halnya anak usia 3 –
6
pada hal bantu diri, buang air kecil tanpa bantuan orang lain, dan dari usia tersebut dapat
disimpulkan perkembangan anak dapat dilihat sejak anak masih kecil dan akan berkembang
terus melalui tahap-tahap tertentu sampai akhirnya akan menjadi sifat-sifat yang relatif tetap.
Aspek-aspek Kematangan Sosial anak usia dini
Ada beberapa aspek yang berperan terhadap kesiapan seorang anak untuk memasuki
bangku sekolah sepeti yang dikemukakan oleh Doll (1965) yaitu :
a. Menolong diri sendiri secara umum (self-help general), seperti mencuci muka,
mencuci tangan tanpa bantuan, pergi tidur sendiri.
b. Kemampuan ketika makan (self eating), seperti mengambil makanan sendiri,
menggunakan garpu, memotong makanan lunak.
c. Kemampuan berpakaian (selp-dressing), seperti menutup kancing baju, berpakaian sendiri tanpa bantuan
d. Mengarahkan pada diri sendiri (self-direction), seperti mengatur uang atau dapat dipercaya dengan uang dan dapat mengatur waktu.
e. Gerak (locomotion), seperti menuruni tangga dengan menginjak satu kali tiap anak tangga, pergi ke tetangga dekat tanpa di awasi, pergi sekolah tanpa di antar.
f. Pekerjaan (occupation), seperti membantu pekerjaan rumah tangga yang ringan,
menggunakan pensil dan menggunakan pisau.
g. Sosialisasi (sosialization), seperti bersama teman-temannya, mengikuti suatu
permanianan, mengikuti lomba.
7
B. Keikutsertaan di Taman Penitipan Anak (TPA)
Keikutsertaan atau partisipasi yang diambil dari bahasa Inggris participate yang
artinya mengikutsertakan, ikut mengambil bagian (Wijaya, 2004). Jadi keikutsertaan di TPA
adalah berperan atau ikut serta dalam kegiatan yang ada di dalam TPA. Karena TPA adalah
satu bentuk PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) pada jalur Pendidikan Nonformal maka
pendidikan anak usia dini sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sistem pendidikan
nasional yang harus mengacu pula pada pendekatan ilmiah berdasarkan prinsip-prinsip
tumbuh kembang anak. Terkait dengan hal tersebut, penyelenggaraan pendidikan usia dini,
termasuk di Taman Penitipan Anak, minimal harus berpedoman pada “Tempa, Asah, Asih,
Asuh”. Tempa diartikan sebagai latihan yang dilakukan berulang-ulang. Hal ini sesuai
dengan kerja otak, dimana synape-synape otak anak semakin kuat dan dan bersifat menetap.
Asah dimaksudkan agar anak usia dini memiliki kondisi intelektual yang berkembang, sehat,
dan berkualitas (Desiyanty, 2015). Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan untuk
menumbuhkembangkan potensi, minat, bakat, apresiasi, persepsi, dan kreativitas
intelektualnya secara berkelanjutan dan prospektif. Asih pada dasarnya merupakan
pendamping dan perlindungan anak usia dini, sebagai upaya mewujudkan dan menjamin
pemenuhan kebutuhan anak, hak kelangsungan hidup, emansipasi, hak tumbuh kembang, hak
pemdapat perlindungan dari pengaruh kekerasan dan segala bentu eksploitasi, serta hak untuk
berpartisipasi secara penuh, termasuk pemanfaatan waktu luang. Asuh mengandung arti
menjaga dan membimbing anak agar dapat mandiri. Menjaga dan membimbing anak tidak
dapat dilepaskan dari proses mendidik anak agar mereka memiliki kemampuan sesuai dengan
8
Prinsip pembelajaran di Taman Penitipan Anak diatur sebagai berikut :
1. Proses pembelajaran didasarkan pada prinsip-prinsip perkembangan anak
2. Pembelajaran anak usia dini dilaksanakan berdasarkan prinsip belajar melalui bermain
3. Proses pembelajaran anak usia dini dilaksanakan dalam lingkungan yang bersih, aman,
nyaman, dan inovatif
4. Pembelajaran anak usia dini harus dilakasanakan dengan pendekatan tematik dan
terpadu.
Taman Penitipan Anak (TPA)
TPA adalah pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal (Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20, 2010). TPA adalah suatu pelayanan yang dapat
melaksanakan kegiatan pengasuhan anak, dengan penuh kasih sayang, sekaligus
mendidiknya, serta memberikan kesejahteraan anak pada saat orangtua bekerja atau sedang
berhalangan.
Taman Penitipan Anak sekarang ini dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe :
1. Tipe pengasuhan penuh (full day care) yaitu penitipan anak yang dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan berupa penyuluhan, pelayanan, dan pendidikan dengan
stimulasi psikomotorik dan psikososial secara penuh.
2. Tipe setengah pengasuhan (semi day car)yaitu penitipan anak yang dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan berupa penyuluhan atau pelayanan ataupun pendidikan
dengan stimulasi psikomotorik dan psikososial.
9
dengan stimullasi psikomotorik dan psikososial sewaktu-waktu bila diperlukan sesuai
dengan kebutuhan orangtua (Wahyuti, 2003).
Tujuan Taman Penitipan Anak (TPA) secara umum adalah mengembangkan berbagai
potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, adapun tujuan TPA adalah memberikan layanan kepada anak usia 0 – 6 tahun
yang terpaksa ditinggal orang tua karena pekerjaan atau halangan lainnya. Selain itu juga
memberikan layanan yang terkait dengan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh dan
berkembang, mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, serta hak untuk berpartisipasi
dalam lingkungan sosialnya. Serta membantu orangtua yang karena pekerjaan atau halangan
lainnya harus meninggalkan anak tetapi masih menginginkan kebutuhan asah, asih, asuh
anaknya terpenuhi (Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak, 2012).
Komponen Taman Penitipan Anak (TPA)
1. Peserta Didik
a) Sekurang-kurangnya berusia 3 bulan sampai 6 tahun, prioritas anak yang orang
tuanya bekerja.
b) Dimungkinkan anak di atas usia PAUD, apabila dalam keadaan mendesak
2. Pendidik
a) Guru : Kualifikasi : S1 atau D4 jurusan Pendidikan/ Psikologi Anak
b) Kompetensi
i. Memiliki Kompetensi Kepribadian
ii. Memiliki Kompetensi Profesional
iii. Memiliki Kompetensi Pedagogik
10
3. Guru Pendamping
a) Kalifikasi
i. Lulusan DII PGTK
ii. SMA dan memiliki sertifikat pelatihan PAUD
b) Kompetensi
i. Memiliki Kompetensi Kepribadian
ii. Memiliki Kompetensi Profesional
iii. Memiliki Kompetensi Pedagogik
iv. Memiliki Kompetensi Sosial
4. Pengasuh
a) Kualifikasi : Lulusan SMA sederajat
b) Kompetensi
i. Memahami dasar pengasuhan
ii. Trampil melaksanakan pengasuhan
iii. Bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan psikologis anak
5. Pengelola
a) Kualifikasi
Pengelola TPA mempunyai kualifikasi dasar sebagai berikut:
i. Lulusan SMA dan memiliki sertifikat pelatihan PAUD
ii. Berpengalaman menjadi guru PAUD minimal 2 tahun
b) Kompetensi
i. Memiliki Kompetensi Kepribadian
ii. Memiliki Kompetensi Profesional
iii. Memiliki Kompetensi Pedagogik
11
C. Perbedaan Kematangan Sosial Anak Usia Dini ditinjau dari Keikutsertaan di TPA
Masa awal kanak-kanak merupakan masa terpenting dalam perkembangan hidup yang
akan menentukan perkembangan pada tahap-tahap selanjutnya, dalam proses tumbuh
kembangnya, seseorang akan melalui tahap-tahap perkembangan dengan tugas
perkembangan yang berbeda-beda, keberhasilan suatu tugas perkembangan disuatu tahap
akan membantu kelancaran tahap berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa anak dikatakan
berkembang secara normal apabila dapat menyelesaikan tugas perkembangan yang
dijalaninya pada masa tersebut. Sebaliknya, dikatakan bahwa anak mengalami hambatan
dalam perkembangannya apabila anak tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas
perkembangannya, hal ini tampak terlihat dari pencapaian kematangan sosialnya.
Kematangan sosial adalah hal yang berkaitan dengan kesiapan anak terjun dalam
kehidupan sosial kelak (Doll dalam Habibi, 2013). Untuk dapat mencapai kematangan sosial,
anak harus mampu menyelesaikan tugas perkembangannya. Hardinoto (dalam Astuti, 2005)
mengatakan bahwa peran orangtua sangat besar agar anak mampu menyelesaikan tugas
perkembangannya. Hurlock (2000) menyatakan bahwa proses perkembangan anak tidak akan
lepas dari fungsi interaksi pengalaman anak yang diperoleh melalui proses belajar dengan
kematangan. Pernyataan tersebut sependapat dengan Agustiani (2006) bahwa perkembangan
itu adalah proses belajar artinya perubahan yang terjadi pada diri seorang anak diperoleh
melalui proses interaksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu ada hubungan timbal balik
atau saling mempengaruhi antara proses belajar dalam lingkungan dengan kematangan sosial.
Seiring dengan berkembangnya jaman, terjadilah perubahan sosial yang menuntut
para ibu untuk bekerja membantu kebutuhan finansial keluarga. Dampaknya, ibu harus
menduduki peran dalam pekerjaan dan keluarga secara bersamaan Stewart & Platt
12
untuk mengurus anaknya, seperti menitipkannya kepada orangtua (kakek atau nenek), kerabat
terdekat, pembantu rumah tangga, atau taman penitipan anak (TPA). Jasa pengasuh yang
digunakan sebagai pengganti peran dalam pendidikan anaknya, akan terjadi perbedaan dalam
mendidik anak antara orangtua, kerabat, pengasuh, dan di PAUD atau pendidikan non-formal
lainnya seperti TPA.
Menurut Hartono (1997) Karena permasalahan yang sering timbul akibat ibu bekerja
adalah keinginan anak selalu dituruti, anak lebih bebas dalam melakukan aktifitas, anak dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri dan cenderung punya cita-cita yang lebih tinggi.
Sedangkan anak dengan ibu yang tidak bekerja lebih cenderung kegiatan di rumah serba
dibantu, sikap orang tua selalu melindungi, terlalu khawatir, anak lebih terikat dalam segala
hal, kegiatan anak di luar rumah kurang sehingga anak kurang mampu memecahkan masalah
yang timbul. Kondisi tersebut dapat memberikan dampak secara langsung maupun tidak
langsung terhadap kemandirian anak, seperti aktifitas anak terbatas, anak sering takut dalam
menentukan pilihan.
Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis bahwa ada perbedaan
signifikan kematangan sosial anak usia dini ditinjau dari keikutsertaan di taman penitipan
anak.
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel tergantung merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012). Variabel tergantung atau dependence
13
merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen (tergantung) (Sugiyono, 2012). Variabel bebas atau
independence variabel dalam penelitian ini adalah keikutsertaan di Taman Penitipan Anak (TPA), dalam hal ini terbagi dalam ikut serta dalam TPA dan tidak ikut serta dalam TPA.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang berusia 2 – 6 tahun yang dititipkan di
TPA dan tidak, di kota Ungaran. Teknik yang digunakan adalah Purposive Sampling,
menurut Sugiyono (2012) Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Kriteria subjek adalah anak yang berusia 2 – 6 tahun yang di titipkan
di TPA dan tidak dititipkan di TPA. Kriteria subjek yang tidak dititipkan di TPA adalah anak
usia 2-6 tahun yang orangtuanya bekerja dan subjek diasuh oleh kakek, nenek, kerabat, atau
pembantu rumah tangga. Populasi dalam penelitian yang dilakukan ini adalah anak yang
berusia 2 - 6 tahun. Menurut Hurlock masa anak awal berlangsung dari usia 2 – 6 tahun.
Namun dalam pengisian angket penulis yang mengisinya sendiri berdasarkan observasi dan
wawancara yang dilakukan penulis kepada orangtua dan pengasuh, hal ini dikarenakan alat
tes ini perlu penilaian yang objektif bukan subjektif dari orangtua atau orang yang
mengasuhnya. Adapun karakteristik sampelnya adalah sebagai berikut :
a. Subjek merupakan anak usia 2– 6 tahun
b. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan
c. Subjek yang di titipkan di Taman Penitipan Anak (TPA) dan subjek yang tidak di
titipkan di TPA.
d. Subjek di titipkan di TPA minimal 7bulan.
e. Subjek yang tidak dititipkan di TPA diasuh oleh kakek, nenek, kerabat, atau pembantu
14
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 27 Mei 2016 sampai 4 Juni 2016 dengan
jumlah subjek 60 anak yang terdiri dari 30 anak yang dititipkan di TPA dan 30 anak yang
tidak dititipkan di TPA melainkan anak yang di asuh oleh pembantu rumah tangga,
kakek/nenek, atau kerabat. Dalam penelitian ini untuk memperoleh data informasi, alat ukur
yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala Vineland Sosial Maturity Scale (VSMS) yang dikembangkan oleh Doll. VSMS merupakan salah satu tes yang didalamnya terdapat 117
item pertanyaan perintah, namun tidak semua item di berikan melainkan disesuaikan dengan
usia kronologis anak. Pengambilan data dilakukan oleh penulis untuk menghindari penilaian
subjektif dari orangtua. Penilaian dalam alat ukur VSMS yaitu jika anak dapat melakukan apa
yang tertulis pada angket akan dinilai + (plus) = 1, jika anak kadang-kadang bisa melakukan
apa yang tertulis pada angket akan dinilai +/- (plusminus) = ½ , dan jika anak belum bisa
melakukan apa yang tertulis pada angket akan dinilai – (minus) = 0. Aspek yang digunakan
untuk mengungkap kematangan sosial pada anak usia dini yaitu:
a. Menolong diri sendiri secara umum (self-help general)
b. Kemampuan ketika makan (self eating)
c. Kemampuan berpakaian (selp-dressing)
d. Mengarahkan pada diri sendiri (self-direction)
e. Gerak (locomotion)
f. Pekerjaan (occupation)
g. Sosialisasi (sosialization)
h. Komunikasi (communication)
15
Metode tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes VSMS (Vineland
Sosial Maturity Scale) yang sudah teruji reliabilitas dan validitasnya (Anastasia Urbania, 2006), dimana metode alat tes VSMS ini memiliki nilai validitas (rbt) 0,31 sampai dengan
0,54 yang ditentukan terutama dari perbedaan usia, perbandingan antara subjek normal
dengan subjek yang memiliki latar belakang retardasi mental, dan korelasi skor yang
diperoleh dari penilaian observer yang mengetahui dengan baik bagaimana perilaku subjek
sesungguhnya. Reliabilitas dilakukan dengan teknik tes-retes, dalam jangka waktu antara satu
hari sampai dengan sembilan bulan, hasilnya menunjukkan (rtt) 0,90.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari
seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah:
mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, menabulasi data
berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti,
melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan
untuk menguji hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono, 2012).
Data yang telah dirumuskan akan dianalisa dengan uji T (t-test) dan statistika
16
HASIL PENELITIAN Statistik Deskriptif
Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variable kematangan sosial anak
digunakan 3 kategori yaitu baik, cukup, dan kurang baik. Untuk mengetahui interval maka
digunakan rumus sebagai berikut (Sugiyono,2012) :
=
=47
Tabel
Kategorisasi Kematangan Sosial Anak Usia Dini yang Dititipkan di TPA
TPA Non TPA
No Interval Kategorisasi Mean F % Mean F %
1. Kurang Baik 0 0% 0 0%
2. Cukup 3 10% 82.18 28 93,33%
3 Baik 108,3 27 90% 2 6,67%
Jumlah 30 100% 30 100%
X = skor kematangan sosial
Hasil analisis deskriptif pada tabel diatas menunjukkan kematangan anak usia dini yang
dititipkan di TPA cenderung berada pada katagori baik dengan nilai rata-rata 108,3.
Sedangkan kematangan anak usia dini yang tidak dititipkan di TPA cenderung berada pada
17
Uji Asumsi
Uji normalitas sebaran
Uji normalitas sebaran bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya penyebaran
dari data variable penelitian dalam populasi. Hasil uji normalitas sebaran dari variable
kematangan sosial anak diperoleh skor dengan metode Kolmogorov-Smirnov test. Data dapat dikatakan normal apabila p>0,05.
Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh Kolmogorov Smirnov untuk sampel TPA
sebesar 0,686 (p>0,05) hal ini berarti bahwa sampel TPA berdistribusi normal. Sedangkan
nilai Kolmogorov Smirnov untuk sampel Non TPA sebesar 0,276 (0>0,05) sehingga Non
TPA berdistribusi normal. Melihat Kolmogorov Smirnov untuk TPA dan Non TPA
bersignifikansi >0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua jenis sampel sebaran datanya
berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Selanjutnya adalah uji homogenitas yang bertujuan untuk melihat apakah sampel dari
penelitian berasal dari populasi yang sama. Data dapat dikatakan homogeny apabila nilai
probabilitas p>0,05.
Berdasarkan hasil uji homogenitas dengan metode Levene’s Test. Nilai Levene’s
ditunjukkan dengan p value (sig) sebesar 0,937 (p>0,05) yang berarti terdapat kesamaan varians antar kelompok atau yang berarti homogen.
Hasil Uji Perbedaan
Melalui pendekatan Independent Sample t-test yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan, hasil
perhitungan Uji-t sebesar 10,037 dapat diketahui signifikansinya adalah sebesar 0,000
(p<0,001). Maka H0 ditolak, dan H1 diterima, yang artinya ada perbedaan kematangan sosial
18
Berdasarkan hasil analisis menggunakan t-test diperoleh nilai uji-t sebesar 10,037 dan menunjukkan bahwa signifikansi yang diperoleh 0,000 (p<0,001). Hasil ini berarti ada
perbedaan yang signifikan antara kematangan sosial anak yang dititipkan dan yang tidak
dititipkan di taman penitipan anak (TPA). Kematangan sosial anak yang dititipkan di TPA
lebih baik dibandingkan anak yang tidak dititipkan di TPA.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Peth-Pierce
(1998) cit Papalia, et al. (2008), untuk mengukur kontribusi yang dibuat oleh tempat
penitipan anak terhadap perkembangan, terlepas dari pengaruh karakteristik keluarga,
karakteristik si anak, dan pengasuhan yang diterima oleh sang anak di rumah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Peth-Pierce, terlihat bahwa anak
yang dititipkan di TPA akan dapat belajar lebih cepat untuk mengembangkan kemampuan,
terutama dalam beradaptasi dengan lingkungan dan juga mencapai kematangan sosial.
Semakin dini usia anak ketika menerima pengalaman-pengalamannya, akan semakin baik
pula kemampuannya. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa latihan serta pengalaman dapat
membantu proses perkembangan anak (Hurlock, 2000). Proses perkembangan anak akan
19
berinteraksi dengan teman-teman sebayanya (Murti, 2006). Dalam hal ini, TPA menjadi salah
satu pilihan untuk memenuhinya.
Kematangan sosial anak yang tidak berada di TPA sebenarnya mampu mencapai
kematangan sosial, namun kematangan sosialnya tidak sama seperti anak yang berada di
TPA. Dalam hal ini TPA juga menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan
sehingga anak yang berada di TPA akan mendapatkan pendidikan setara dengan pendidikan
anak usia dini (PAUD). Sehingga anak yang tidak berada di TPA kurang optimal dalam
pencapaian kematangan sosial. Hal tersebut disebabkan proses pembelajaran yang diterapkan
oleh pengasuh untuk anak tidak ada standar acuannya untuk mengembangkan
kemampuan-kemampuannya, dimana anak mendapat stimulasi yang terbatas hanya dalam lingkungan
terdekat seperti anggota keluarga. Pendapat tersebut diperkuat oleh Hurlock (2000), yang
menyatakan bahwa anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuaian
sosial yang lebih dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti pendidikan
prasekolah.
Selama penelitian berlangsung anak yang berada di TPA akan mendapatkan
pembiasaan-pembiasaan yang mendukung anak menuju kematangan sosial. Seperti halnya
setelah minum susu (menggunakan dot) anak dibisakan untuk menaruh dotnya di meja yang
sudah disediakan. Khususnya bagi anak-anak yang sudah berusia di atas 2 tahun keatas, anak
akan dibiasakan untuk makan sendiri hal ini juga melatih motorik pada anak. Lain hal nya
untuk anak-anak yang tidak berada di TPA melainkan di asuh oleh nenek, pembantu rumah
tangga, atau kerabat dekat akan cenderung dibantu. Pembiasaan yang dilakukan tersebut akan
membuat terhambatnya kematangan sosial anak, sehingga saat anak masuk ke dunia
pendidikan mereka akan cenderung meminta bantuan atau belum mandiri, hal ini
20
Doll (dalam Habibi, 2003) menyatakan bahwa kematangan sosial seseorang tampak
pada perilakunya, perilaku tersebut menunjukkan kemampuan individu dalam mengurus
dirinya sendiri dan partisipasinya dalam aktivitas-aktivitas yang mengarah pada kemandirian
layaknya orang dewasa. Kemudian Doll juga menjelaskan bahwa kematangan sosial adalah
hal yang berkaitan dengan kesiapan anak untuk terjun dalam kehidupan sosial dengan orang
lain yang bisa diamati dalam bentuk keterampilan yang dikuasai dan dikembangkan sehingga
akan membantu kematangan sosial. Kematangan dapat dilihat dari kelompok dimana individu
itu berada, sehingga bisa dikatakan bahwa seseorang diterima oleh lingkungan sosial maka ia
memiliki kematangan sosial yang baik.
Berdasarkan analisa data dengan menggunakan uji t dan dari uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa kematangan sosial anak yang berada di TPA lebih baik dibandingan anak
yang tidak berada di TPA.
KESIMPULAN :
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :
1. Ada perbedaan yang signifikan dari kematangan sosial anak usia dini yang dititipkan dan
yang tidak dititipkan di Taman PenitipanAnak (TPA). Kematangan sosial anak yang
berada di TPA lebih tinggi dari anak yang tidak berada di TPA.
2. Sebagian besar anak yang dititipkan di TPA tergolong dalam kategori kematangan sosial
yang tinggi dengan rerata 108,3, sedangkan sebagian besar anak yang tidak dititipkan di
TPA berada pada kategori kematangan sosial yang cukup dengan rerata 82,18.
SARAN :
1. Bagi Orangtua
Diharapkan orangtua yang bekerja dapat memahami dan menerapkan hal-hal yang
21
sosial secara optimal. Bagi Orangtua yang anaknya berada di Taman Penitipan Anak
(TPA) tetap memilah-milah Tempat Penitipan Anak yang terpercaya dan sesuai dengan
pendidikan yang baik bagi anak. Lalu lebih memperperkuat pemahaman dan kesadaran
orangtua akan pentingnya pendidikan anak usia dini. Bagi Orangtua yang tidak
menitipkan anaknya di TPA sebaiknya tetap memberikan pembiasaan yang mendorong
kematangan sosial anak atau mengikutsertakan anak di Lembaga Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD).
2. Bagi Pengelola Taman Penitipan Anak (TPA)
Diharapkan bagi pengelola TPA tetap profesional dalam memberikan pembiasaan
pada anak dan menambah aspek yang ada pada kematangan sosial sehingga anak tidak
hanya cenderung pada satu atau dua aspek saja. Pengelolaan TPA harus tetap sesuai
dengan Pedoman Taman Penitipan Anak yang telah digariskan oleh Direktorat
Pendidikan Anak Usia Dini. Kemudian pula rekruitas tenaga pengasuh lebih selektif lagi
sehingga tidak ada kecerobohan yang dilakukan oleh pengasuh.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan dapat mengembangkan dengan variabel lain yang mempengaruhi
seperti kematangan emosional dan bahasa atau memberikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kematangan sosial anak seperti : jenis kelamin, urutan kelahiran, status
22
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanti, P.D. (2009). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Metode Pendidikan Alternatif Berbasis Komunitas dengan Kemandirian Siswa di Sekolah Qoryah Toyyibah Salatiga.
Skripsi. (tidak diterbitkan) Surakarta: Fakultas Psikologi UMS.
Astuti, M.S. 2005. Hubungan Antara Intensitas Permainan Kooperatif Dengan Kematangan Sosial Pada Anak Prasekolah. Skripsi. (tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Depsos. 2002. Pedoman Penyelenggaraan Pela yanan Sosial Anak di Taman Penitipan Anak (TPA). Jakarta: Ditjen Bina Kesejahteraan Sosial Depsos RI.
Desiyanty, S. 2015. Pelayanan Pendidikan Taman Penitipan Anak dalam Pengasuhan Anak di TPA LKIA Pontianak. Tesis. Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSS-2015.
Direktorat PAUD. 2006. Pedoman Teknis Penyeleggaraan Kelompok Bermain. Jakarta: Direktorat PAUD-Dirjen PLSP-Depdiknas.
Doll, F.A. (1965). Vineland Sosial Maturity Scale. American Guidance Service. Condensed Manual of Direction Minnesota.
Goldenberg, I., & Goldenberg, H. 1985. Family therapy: An overview (2nd ed). Belmot, California: Wadsworth, Inc.
Hartono, B. (1997). Mela tih Anak Percaya Diri. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Irawati, D. 2002. Hubungan Antara Penerimaan Teman Sebaya Dengan Kematangan Sosial
Pada Remaja. (online) diakses
http://digital.lib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-sl-2002-devy-8676-remaja&q=Sosial. Pada tanggal 14 Mei 2016
Kartono, K. 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Medan: Penerbit Universitas Sumatera Utara.
Mutiah, D. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana
Murti, H.A.S. 2006. Perilaku Adaptif Anak Dalam Playgroup. Anima, Indonesian Psychological Journal Vol. 22 No. 1 hal 86 - 91
Papalia D.E., Old S.W., Feldman R.D.,2008, Human Development (Psikologi
Perkembangan), Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak. Direktor Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini. 2011.
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Dinas Pendidikan. 2012.
23
Athfal 3 Surabaya. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol. 2 No. 2.
Singgih, G.J 2013. Perbedaan Kematangan Sosial Anak Usia Prasekolah di Taman Penitipan Anak (TPA) X dan Y. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol. 2 No. 1.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: ALFABETA, cv.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: ALFABETA, CV.
Suwarsiyah, A. 1999. Menumbuhkan Kemandirian Anak, Kreativitas dan Konsep Diri yang Sehat Anak Usia Dini; Sebuah Tinjauan, UII Yogyakarta.
Wahyuti, T. 2003. Posisi Strategi Taman Penitipan Anak.
Wijaya, W. 2004. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia. Semarang : Bintang Jaya.
Wulandari, A. 2009. Perbedaan Kematangan Sosial Anak Ditinjau dari Keikutsertaan Pendidikan Prasekolah (Playgroup). Skripsi. (tidak diterbitkan) Surakarta: Fakultas Psikologi UMS.