• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETERNAK AYAM PETELUR MELAKUKAN VAKSINASI: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETERNAK AYAM PETELUR MELAKUKAN VAKSINASI: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BALI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN

PETERNAK AYAM PETELUR MELAKUKAN VAKSINASI:

STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BALI

(Factors Influencing Layer Farmers Decision to Conduct Vaccination:

Case Study in West Java and Bali Provinces)

SRI HERY SUSILOWATI

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jl. A Yani 70, Bogor

ABSTRACT

Vaccination is one of activities adopted by layer farmers to prevent Avian Influenza (AI). Many factors contribute on influencing farmers decision to conduct vaccination. The objectives of this paper are: (1) to describe characteristics of layer poultry farmers and farms in West Java and Bali provinces; (2) to analyze factors influencing farmers decision to conduct AI vaccination; (3) to give policy recommendation for improving biosecurity and vaccination implementation of layer poultry farm. Survey was conducted on sector 3 layer farms at West Java and Bali provinces. Results indicated that factors: education, farming experiences, size and farm capacity significantly influenced farmers decision to conduct vaccination. To improve farmer participation on vaccination and biosecurity program for preventing AI disease, therefore, training and education program relating to AI should consider: farmer education level, on farm biosecurity actions implementation and farm characteristics particularly for small scale farms.

Key Words: Biosecurity, Vaccination, Layer Farm

ABSTRAK

Vaksinasi adalah salah satu kegiatan yang diadopsi oleh peternak ayam untuk pencegahan penyakit flu burung. Berbagai faktor diduga mempengaruhi keputusan peternak melakukan vaksinasi flu burung. Tujuan makalah ini adalah: (1) mendeskripsikan karakteristik peternak dan peternakan ayam petelur di provinsi Jawa Barat dan Bali; (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung dan (3) menyajikan saran kebijakan untuk peningkatan penerapan biosecurity

umumnya dan vaksinasi flu burung khususnya oleh peternak ayam petelur. Metodologi penelitian melalui survei terhadap peternak ayam petelur sektor 3 di Provinsi Jawa Barat dan Bali. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang secara statistik nyata mempengaruhi peluang peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung adalah pendidikan, pengalaman beternak, ukuran dan kapasitas peternakan. Untuk meningkatkan partisipasi vaksinasi dan biosecurity yang berkaitan dengan penyakit flu burung, maka program-program pelatihan dan pendidikan terkait dengan upaya pengendalian flu burung harus mempertimbangkan tingkat pendidikan rumahtangga peternak, tindakan biosecurity yang sudah dipraktekkan serta karakteristik peternakan, khususnya untuk peternak skala kecil.

Kata Kunci: Biosecurity, Vaksinasi, Peternakan Ayam Petelur

PENDAHULUAN

Dalam menghadapi fenomena perubahan iklim yang saat ini sedang terjadi, sub sektor peternakan dihadapkan pada dua permasalahan serius yang perlu diatasi. Dua permasalahan tersebut adalah terganggunya ketersediaan bahan baku pakan karena penurunan produksi baik di tingkat nasional maupun global, serta

ancaman berbagai penyakit yang dikhawatirkan akan menurunkan kinerja subsektor peternakan. Terkait dengan ancaman penyakit, yaitu munculnya berbagai penyakit unggas di kawasan budidaya perunggasan, seperti: Newcastle Disease (ND), Chronic Respiratory Disease (CRD), AI (Avian Influenza/flu burung) dan beberapa jenis penyakit unggas lainnya. Namun dampak

(2)

perubahan iklim terhadap penyebaran penyakit pada ternak seringkali kurang memperoleh perhatian secara serius (ILRI, 2009). Dihadapkan kepada kondisi yang demikian, belajar dari pengalaman terdahulu, yaitu merebaknya wabah flu burung yang pernah menyerang industry perunggasan, diperlukan langkah-langkah antisipasi dan upaya peningkatan kewaspadaan untuk mengurangi dampak buruk perubahan iklim pada industri perunggasan.

Wabah flu burung yang pernah terjadi tahun 2003 sampai 2006 telah mengakibatkan kerugian ekonomi yang relatif besar bagi usaha peternakan khususnya usaha peternakan skala kecil dan usaha rumah potong skala kecil. Selama periode 2003 – 2006 telah dimusnahkan 11 juta ekor ayam dan sekitar 60 persen usaha ternak ayam menghentikan usahanya pada tahun 2005. Dampak flu burung baik secara langsung maupun tidak langsung telah mengakibatkan produksi ayam turun 60 persen pada tahun 2005 (YUSDJAet al., 2009).

Program vaksinasi adalah salah satu program yang diadopsi oleh peternak ayam untuk mengendalikan penyakit flu burung sedangkan biosecurity adalah pertahanan utama dalam mencegah masuknya penyakit. Terdapat sembilan strategi pengendalian flu burung termasuk vaksinasi dan biosecurity

(DITJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN, 2004). Namun, seringkali program-program pengendalian wabah flu burung (termasuk vaksinasi) yang dipromosikan oleh pemerintah tidak semuanya direspon secara baik oleh masyarakat peternak. Banyak faktor yang mempengaruhi apakah peternak akan melakukan vaksinasi terhadap unggas mereka, diantaranya karena pertimbangan ekonomi, kurangnya pemahaman peternak, atau faktor teknis lainnya terkait dengan kondisi peternakan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penulisan makalah ini adalah: (1) Mendeskripsikan karakteristik peternak dan peternakan ayam petelur di Jawa Barat dan Bali; (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung dan (3) Menyajikan saran kebijakan untuk peningkatan penerapan vaksinasi flu burung oleh peternak ayam petelur.

MATERI DAN METODE

Data yang digunakan dalam penulisan ini merupakan bagian dari hasil penelitian Cost-effective biosecurity for non-industrial commercial poultry operations in Indonesia

(PATRICK, 2009) Penelitian dilaksanakan pada tahun 2009 di Provinsi Jawa Barat dan Bali pada peternak ayam petelur sektor tiga. Jumlah responden peternak Jawa Barat 41 orang dan peternak Bali sebanyak 60 orang. Metode penelitian adalah survei. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (yang dalam hal ini melakukan vaksinasi atau tidak melakukan vaksinasi) merupakan suatu binary outcomes (HELBE, 2009). Oleh karena itu, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung digunakan Model Regresi Logistik.

Misalkan p adalah probabilitas peternak melakukan vaksinasi yang dipresentasikan sebagai:

Pr (yj ≠ 0 |xj ) = Pr (y = 1 | xj ) maka bentuk

umum model Logistik dapat dituliskan sebagai: Pr (y = 1 | xj ) =

= ……… (1) Dalam bentuk yang lebih sederhana, model Logistik pada penelitian ini dapat dipresentasikan sebagai berikut:

Logit (p) = Log = β0 + β1 X1 +…+ β11 X11

………..(2)

X1: Umur kepala keluarga (tahun)

X2: Tingkat pendidikan kepala keluarga,

diprediksi dari jumlah tahun menempuh pendidikan formal (tahun)

X3: Lama pengalaman beternak (tahun)

X4: Peubah dummy mengalami serangan flu

burung (0: ya, 1: tidak) X5: Luas areal peternakan (m2)

X6: Jumlah peternakan yang dikelola peternak

(unit)

X7: Jumlah kandang (unit)

X8: Total kapasitas peternakan (ekor) (unit)

1 + e -(∑βj xj + βo) 1 e(∑βj xj + βo) 1 + e(∑βj xj + βo) p 1 - p

(3)

X9 : Jumlah peternakan lainnya dalam radius 1

km (unit)

X10: Jarak peternakan terdekat dengan jalan

raya (m)

X11: Jarak terdekat dengan peternakan lain (m)

βj :koefisien parameter yang akan diestimasi

= Odds ratio, yakni rasio antara probabilitas melakukan vaksinasi terhadap probabilitas tidak melakukan vaksinasi.

Peubah X1 sampai dengan X11 merupakan

peubah independent, sedangkan sebagai peubah dependent adalah peubah dummy (0: melakukan vaksinasi flu burung dan 1: tidak melakukan vaksinasi flu burung) yang merupakan respon dan persepsi peternak terhadap pertanyaan ”apakah melakukan vaksinasi flu burung”.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat partisipasi terhadap vaksinasi

Vaksinasi adalah salah satu tindakan untuk mengendalikan wabah flu burung. Hampir seluruh peternak yang disurvei mengaku melakukan vaksinasi. Jenis-jenis vaksinasi yang dilakukan peternak sesuai dengan informasi yang diberikan adalah vaksinasi ND, vaksinasi Gumboro dan vaksinasi HPAI (flu burung).

Tingkat partisipasi peternak di Bali dalam melakukan vaksinasi jenis ND dan Gumboro secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan peternak di Jawa Barat. Namun sebaliknya tingkat partisipasi vaksinasi flu burung lebih tinggi di Jawa Barat. Tidak semua peternak melakukan vaksinasi flu burung. Dibandingkan dengan dua vaksinasi lain, yaitu ND dan Gumboro, tingkat partisipasi vaksinasi flu burung relatif lebih rendah.

Berbagai faktor diduga mempengaruhi keputusan petani melakukan vaksinasi, baik faktor yang berasal dari individu peternak maupun faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut antara lain karakteristik peternak, karakteristik peternakan, serta pengalaman terkena serangan penyakit flu burung, baik di peternakan sendiri maupun dalam lingkup desa maupun kecamatan. Berikut adalah deskripsi faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi peluang petani melakukan vaksinasi flu burung.

Tabel 1. Tingkat partisipasi vaksinasi oleh peternakan ayam petelur di Jawa Barat dan Bali, 2009

Provinsi Uraian

Jawa Barat Bali Melakukan vaksinasi (%) 100 100 Vaksinasi ND (%) 96,1 96,7 Vaksinasi Gumboro (%) 65,8 98,3 Vaksinasi flu burung

(HPAI) (%) 73,1 60,0

Sumber: Data primer diolah Karakteristik peternak

Karakteristik rumahtangga yang diduga mempengaruhi keputusan peternak melakukan vaksinasi flu burung adalah: (1) umur kepala keluarga sebagai pengelola utama peternakan; (2) pendidikan kepala rumahtangga (KK); (3) lama pengalaman beternak serta (4) intensitas keterlibatan KK pada kegiatan peternakan ayam (Tabel 2).

Tabel 2. Karakteristik peternak ayam petelur di Provinsi Jawa Barat dan Bali, 2009

Provinsi Uraian

Jawa Barat Bali Umur (tahun) 43,7 43,2 Pendidikan rata-rata (tahun) Tidak sekolah (%) SD (%) SLTP (%) SLTA (%) Perguruan tinggi (%) 11,1 0,0 24,4 9,8 36,6 29,3 10,5 8,3 30,0 10,0 26,7 25,0 Pekerjaan utama sebagai peternak (%) 85,0 80,0 Pengalaman beternak ayam (tahun) 9,7 14,2 Keterlibatan KK di peternakan (%): Sepenuhnya 75,6 73,3 Paruh waktu 24,4 26,7

Sumber: Data primer diolah

p

(4)

Umur diduga mempengaruhi vaksinasi flu burung terkait dengan kematangan peternak dalam mengambil keputusan. Pelaku utama usaha ternak oleh rumahtangga pada umumnya adalah kepala keluarga. Dengan demikian kepala keluarga memegang peran penting dalam memutuskan kegiatan vaksinasi flu burung. Rata-rata umur kepala keluarga peternak berkisar 40 sampai 44 tahun. Umur tertua adalah 65 tahun dan termuda 19 tahun.

Pendidikan merupakan faktor penting dalam mempengaruhi peternak melakukan vaksinasi flu burung. Semakin tinggi pendidikan, diduga semakin tinggi pemahaman akan pentingnya biosecurity vaksinasi untuk mencegah penyakit flu burung. Rata-rata lama pendidikan peternak di Jawa Barat 11,1 tahun dan di Bali 10,5 tahun atau setara dengan tingkat SLTA. Dirinci menurut jenjang pendidikan, distribusi peternak di Jawa Barat yang berpendidikan tingkat SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi masing-masing sebesar 24,4; 9,8; 36,6 dan 29,3%. Dengan demikian sebagian besar peternak berpendidikan SLTA, kemudian Perguruan Tinggi, SD dan SLTP. Sedangkan untuk peternak di Bali, masing-masing sebesar 30,0% tingkat SD; 10% tingkat SLTP; 26,7% tingkat SLTA dan 25% Perguruan Tinggi dan masih ada peternak yang tidak pernah bersekolah sebanyak 8,3%.

Semakin berpengalaman berternak diduga akan semakin memiliki keputusan yang dipandang tepat perlunya melakukan vaksinasi flu burung pada kondisi yang ada. Lama pengalaman berternak membuka peluang bagi peternak untuk belajar cara mengelola peternakan baik dengan belajar sendiri (learning by doing) ataupun belajar dari pengalaman peternak lain maupun melalui kursus-kursus formal yang dilakukan oleh instansi terkait. Secara rata-rata, pengalaman peternak ayam petelur di Bali lebih lama dibanding peternak di Jawa. Rata-rata lama pengalaman berternak bagi peternak Bali 14,2 tahun sementara peternak Jawa Barat 9,7 tahun. Sebaran lama pengalaman berternak di Bali pada kisaran 3 sampai 44 tahun dan di Jawa pada kisaran 0,5 – 30 tahun.

Intensitas keterlibatan KK di peternakan juga berpengaruh terhadap keputusan peternak melakukan kegiatan vaksinasi pada peternakan mereka. Seringkali tidak semua peternak fokus pada usaha peternakan saja melainkan

memiliki usaha lain sehingga keterlibatan pada usaha ternak dapat bersifat penuh atau hanya paruh waktu. Secara rataan sebanyak 75,6 persen peternak contoh di Jawa dan 73,3 persen di Bali terlibat secara penuh pada usaha peternakan mereka (Tabel 2).

Karakteristik peternakan

Karakteristik peternakan yang diduga berpengaruh terhadap peluang melakukan vaksinasi flu burung karena terkait dengan faktor risiko terkena serangan penyakit adalah ukuran dan kapasitas serta lokasi peternakan terhadap faktor risiko. Ukuran dan kapasitas peternakan meliputi total jumlah peternakan yang dikelola, jumlah kandang di tiap peternakan, luas peternakan, total dan rata-rata kapasitas peternakan. Semakin besar ukuran dan kapasitas peternakan, diduga peluang untuk melakukan vaksinasi semakin besar karena peternak tidak ingin kehilangan investasi besar akibat serangan penyakit. Sementara lokasi peternakan juga diduga mempengaruhi keputusan petani melakukan kegiatan vaksinasi. Peternakan yang dekat dengan faktor risiko (misalnya jalan raya, perumahan, atau peternakan lain) akan memiliki peluang semakin besar terkena penyebaran penyakit dan hal ini merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan peternak melakukan vaksinasi. Karakteristik peternakan ayam petelur seperti pada Tabel 3.

Secara umum kapasitas peternakan di Jawa Barat lebih besar dibandingkan Bali, meskipun apabila dilihat jumlah peternakan yang dikelola oleh setiap peternak di Bali lebih banyak dibandingkan di Jawa. Jumlah peternak ayam komersial dalam radius 1 km di Bali jauh lebih banyak dibandingkan di Jawa, yang kesemuanya merupakan faktor risiko yang lebih besar. Demikian pula jarak peternakan di Bali terhadap faktor risiko jalan raya dan peternakan lain juga lebih dekat sehingga potensi terkena penyakit juga semakin besar. Pengalaman pada penyakit flu burung Informasi mengenai pengalaman flu burung diperoleh dengan menjaring persepsi peternak terhadap apa yang dialami di peternakan mereka sendiri, yang didengar atau diketahui

(5)

Tabel 3. Karakteristik usaha peternakan ayam petelur di Provinsi Jawa Barat dan Bali, 2009

Provinsi Uraian

Jawa Barat Bali Jumlah peternakan (farm) 1,3 1,9 Jumlah kandang 17,0 9,6 Luas keseluruhan peternakan (m2) 19.778,4 1.599,5 Total kapasitas peternakan (ekor) 40.606,1 21.982,3 Rata-rata kapasitas kandang (ekor) 2.925,1 2.402,8 Jumlah peternakan ayam komersial dalam radius 1 km 3,9 11,4 Jarak peternakan ke rumah terdekat (m) 90,2 68,9 Jarak ke jalan raya

terdekat (m)

206 79,5 Jarak ke peternakan

lain terdekat (m)

291,5 101,7

Sumber: Data primer diolah

terjadi di lingkup desa, atau di tingkat wilayah kecamatan. Peternak yang mengalami terkena serangan flu burung di peternakan sendiri diduga akan memiliki respon yang lebih tinggi dalam melakukan vaksinasi dibandingkan dengan peternak yang hanya mengetahui serangan flu burung pada tingkat desa atau kecamatan. Persentase peternak di Bali yang mengalami flu burung di peternakan sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan di Jawa Barat (Tabel 4). Demikian pula pengalaman flu burung yang hanya di dengar atau diketahui terjadi di tingkat desa maupun wilayah

kecamatan. Frekuensi serangan flu burung di Jawa Barat dan Bali yang dialami peternak baik di peternakan sendiri, di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan rata-rata terjadi hanya sekali.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peluang melakukan vaksinasi flu burung

Tidak semua faktor yang berpotensi mempengaruhi peluang peternak melakukan vaksinasi flu burung memiliki pengaruh nyata secara statistik. Hasil analisis menggunakan Model Logistik menunjukkan bahwa peluang peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung di Jawa Barat menunjukkan bahwa dari beberapa peubah yang dimasukkan dalam model, hanya tiga peubah secara statistik berpengaruh nyata, yaitu lama pengalaman beternak (berpengaruh positif), total luas areal peternakan (pengaruh negatif), dan jumlah kandang (berpengaruh positif) (Tabel 5). Sedangkan untuk provinsi Bali, peubah yang secara statistik memiliki pengaruh nyata dalam mempengaruhi peluang peternak melakukan vaksinasi adalah peubah pendidikan (berpengaruh positif), total luas areal peternakan (berpengaruh negatif) dan total kapasitas peternakan (berpengaruh positif). Uji kebaikan model menunjukkan peubah penjelas cukup mampu menjelaskan peluang untuk melakukan vaksinasi flu burung yang dapat dilihat dari nilai Pr > Chi-Square yang signifikan dengan P < 0, 05.

Interpretasi tanda peubah yang berpengaruh nyata tersebut memberikan makna bahwa semakin lama pengalaman beternak dan semakin banyak jumlah kandang akan semakin besar peluang peternak melakukan vaksinasi

Tabel 4. Jumlah peternakan ayam petelur di Provinsi Jawa Barat dan Bali, yang mengalami wabah flu burung 2009

Jawa Barat Bali

Wilayah wabah

Flu Burung Mengalami (%) Frekuensi wabah Mengalami (%) Frekuensi wabah

Di peternakan 17,07 1,13 26,67 1,06

Dalam desa 29,27 1,13 45,00 1,08

Dalam kecamatan 34,15 1,09 50,00 1,07

(6)

Tabel 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung di Provinsi Jawa Barat, 2009

Peubah

Koefisien parameter

Odds ratio Pr > Chi square

Karakteristik peternak:

Umur (tahun) -0,00171 0,998 0,9673

Pendidikan (tahun) 0,1432 1,154 0,1987

Pengalaman berternak (tahun) 0,1726 1,188 0,0991* Mengalami flu burung (0: ya, 1: tidak) 0,1342 1,144 0,6950 Karakteristik peternakan:

Luas area peternakan (m2) -0,00012 1,000 0,0519** Jumlah peternakan (unit) -2,6572 0,070 0,1172

Jumlah kandang (unit) 0,1482 1,160 0,0888*

Total kapasitas (ekor) 9,819E-6 1,000 0,5786 Jumlah peternakan radius 1 km (unit) 0,2044 1,227 0,3919 Jarak terdekat dengan jalan raya (m) 0,00192 1,002 0,3143 Jarak terdekat dengan peternakan lain (m) -0,00115 0,999 0,3944 * Nyata pada tingkat 90 persen; ** Nyata pada tingkat 95 persen

Sumber: Data primer diolah

flu burung. Sebaliknya semakin luas areal peternakan yang dikelola (yang mengumpul di satu tempat yang sama atau bisa pula tersebar di beberapa tempat yang berbeda) akan menurunkan peluang peternak untuk melakukan vaksinasi. Hal ini kemungkinan terkait dengan keterbatasan pengelolaan untuk melakukan vaksinasi khususnya bagi peternakan yang lokasinya relatif tersebar atau tidak mengumpul di satu areal. Semakin banyak jumlah kandang dan kapasitas peternakan, maka peluang peternak melakukan vaksinasi flu burung akan semakin besar. Hal ini terkait dengan pertimbangan dampak kerugian terhadap investasi yang telah dikeluarkan pada usaha ternak tersebut. Hasil kajian YUSDJA et al. (2009) menyebutkan terdapat indikasi semakin padat populasi ayam dan peternak dalam sebuah desa atau wilayah, maka semakin berat dampak penyakit flu burung yang ditimbulkan.

Interpretasi tanda dan besaran parameter peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peluang peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung adalah sebagai berikut. Sebagai contoh untuk peubah lama pengalaman beternak, jika lama pengalaman

beternak meningkat satu satuan dan peubah lain tetap, maka peluang peternak ayam petelur untuk melakukan vaksinasi akan meningkat sebesar eksponensial dari nilai parameter peubah tersebut.

Pendidikan memiliki pengaruh nyata positif terhadap peluang peternak melakukan vaksinasi flu burung untuk kasus Provinsi Bali (Tabel 6). Ini menunjukkan bahwa keputusan melakukan vaksinasi flu burung lebih banyak terjadi di kalangan peternak dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan yang cukup tinggi memungkinkan pemahaman pentingnya melakukan vaksinasi oleh peternak dalam rangka pencegahan terhadap serangan penyakit juga akan semakin baik sehingga peluang melakukan vaksinasi juga akan meningkat. Bahkan apabila diperhatikan pada model, untuk kasus peternak Jawa Barat, nilai

Odds ratio pada peubah pendidikan adalah sebesar 1.134 lebih besar dibandingkan dengan nilai Odds ratio pada peubah total kapasitas peternakan. Artinya bahwa setiap peningkatan satu satuan tingkat pendidikan maka peluang melakukan vaksinasi terhadap tidak melakukan vaksinasi akan meningkat sebesar 0,13.

(7)

Tabel 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung di Provinsi Bali, 2009

Peubah

Koefisien Parameter

Odds ratio Pr > Chi square

karakteristik peternak:

Umur (tahun) -0,0143 0,986 0,5607

Pendidikan (tahun) 0,1255 1,134 0,0563**

Pengalaman berternak (tahun) 0,0400 1,041 0,4049 Mengalami flu burung (0: ya, 1: tidak) 0,0400 0,965 0,4049 Karakteristik peternakan:

Luas area peternakan (m2) -0,00055 0,999 0,0447** Jumlah peternakan (unit) -0,6864 0,503 0,1432

Jumlah kandang (unit) 0,0111 1,011 0,8803

Total kapasitas (m2) 0,00084 1,000 0,0900*

Jumlah peternakan radius 1 km (unit) 0,00689 1,007 0,8254 Jarak terdekat dengan jalan raya (m) 0,00453 1,005 0,1956 Jarak terdekat dengan peternakan lain (m) -0,00168 0,998 0,2643 * Nyata pada tingkat 90; ** Nyata pada tingkat 95 persen

Sumber: Data primer diolah

KESIMPULAN

Dari hasil analisis di atas, maka disimpulkan bahwa berbagai faktor diduga berpengaruh terhadap peluang peternak ayam petelur melakukan vaksinasi flu burung, baik yang terkait dengan karakteristik individu peternak maupun karakteristik peternakan. Namun faktor-faktor yang secara statistik nyata berpengaruh adalah tingkat pendidikan peternak, lama pengalaman beternak, total luas peternakan, jumlah kandang dan kapasitas kandang. Vaksinasi hanyalah salah satu cara untuk mengendalikan penyakit flu burung. Kegiatan vaksinasi untuk mengendalikan penyakit flu burung dipengaruhi oleh tingkat pendidikan peternak dan karakteristik peternakan dan praktek-praktek biosecurity

yang telah diterapkan selama ini. Oleh karena itu penyebaran informasi termasuk program-program pelatihan dan pendidikan terkait dengan upaya pengendalian flu burung harus mempertimbangkan tingkat pendidikan peternak dan tindakan biosecurity yang sudah dipraktekkan. Program-program yang dirancang untuk tujuan biosecurity maupun program vaksinasi harus disesuaikan dengan

karakteristik peternakan, khususnya untuk peternak unggas kecil.

UCAPAN TERIMA KASIH

Data dan informasi yang digunakan dalam penulisan makalah ini merupakan bagian dari penelitian Cost-effective Biosecurity for Non-industrial Commercial Poultry Operations in

Indonesia melalui ACIAR Project

AH/2006/169. Ucapan terimakasih ditujukan kepada Dr. Ian Patrick selaku Project Leader

dan Tim Bali (Dr. IGAA Ambarawati, dan Ir. Ria Yusuf, MS) atas kerjasamanya dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

DITJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN, 2004. Pedoman pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit Avian Influenza. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. HELBE, J. 2009. Logistic Regression Models.

Chapman & Hall/CRC, 656 p.

ILRI. 2009. Climate, Livestock and Poverty. Challenges at the Inteface. Corporate Report

(8)

2008-9. International Livestock Research Institute.

PATRICK, I. 2009. Cost-Effective Biosecurity For Non-Industrial Commercial Poultry Operations In Indonesia. ACIAR Project AH/2006/169.

YUSDJA, Y., E. BASUNO dan NY. ILHAM. 2009. Pengendalian wabah AI pada peternakan ayam skala kecil di Indonesia. Kerjasama Penelitian PSEKP dengan International Development for Research Center.

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Jenis vaksin AI apa yang dipakai pada penelitian ini, apakah H5N1, atau H5N2, atau H5N9?

2. Faktor apa yang paling dominan sehingga peternak memutuskan untuk memvaksinasi hewannya?

3. Apakah unsur kebijakan pemerintah juga dimasukkan dalam parameter penelitian ini?

Jawaban:

1. Penulis tidak menanyakan ke peternak/responden jenis vaksin yang dipakai. 2. Pengalaman peternak, tingkat pendidikan, skala usaha dan luas kandang. 3. Tidak.

Gambar

Tabel 2.  Karakteristik  peternak  ayam  petelur  di  Provinsi Jawa Barat dan Bali, 2009
Tabel 3.  Karakteristik  usaha  peternakan  ayam  petelur  di  Provinsi  Jawa  Barat  dan  Bali,  2009
Tabel 5.  Faktor-faktor  yang  mempengaruhi  keputusan  peternak  ayam  petelur  melakukan  vaksinasi  flu  burung di Provinsi Jawa Barat, 2009
Tabel 6.  Faktor-faktor  yang  mempengaruhi  keputusan  peternak  ayam  petelur  melakukan  vaksinasi  flu  burung di Provinsi Bali, 2009

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memperlihatkan bagian dalam suatu benda dengan menggunakan gambar potongan dapat dilakukan dengan potongan seluruhnya, potongan separoh dan potongan sebagian disesuaikan

Hal ini dikerjakan dengan mendiamkan larutan klor di dalam kolom resin penukar anion yang telah diisi 50 g resin penukar anion dengan variasi waktu antara 60 – 330

dianggap penting karena ada kecenderungan yang kuat bahwa reflesi teks berpihak pada.. ideologi yang berada di belakang pemikiran

Tujuan dalam penelitian pengembangan ini adalah untuk mengembangkan LKS konsep daur ulang sampah menggunakan model PBM di SMA dan mendeskripsikan keterampilan

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil wawancara dengan observer adalah semua tahap pembelajaran pada model ARIAS sudah optimal dan berjalan dengan baik sehingga kemampuan

Unit Pengelola Keuangan adalah salah satu gugus tugas yang dibentuk oleh BKM/LKM sebagai unit mandiri untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan

Sa filter air waser Semua ini pasti akan beralu makanya Pada suatu saat yang mengikuti kopas pasti akan ketahuan.. hahahaha kena loMungkin lo kurang kreatif, tapi udah baguslah