• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT PASCA ERUPSI MERAPI (STUDI DI HUNIAN TETAP BANJARSARI, DESA GLAGAHARJO, CANGKRINGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT PASCA ERUPSI MERAPI (STUDI DI HUNIAN TETAP BANJARSARI, DESA GLAGAHARJO, CANGKRINGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA)."

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT PASCA ERUPSI MERAPI (STUDI DI HUNIAN TETAP BANJARSARI DESA GLAGAHARJO

CANGKRINGAN SLEMAN YOGYAKARTA) SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Dwi Ardiaty Cahyani NIM 09102241023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

 Melawan rasa takut dan putus asa akan membawa keberhasilan

(Penulis).

 Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru

yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik (Evelyn

Underhill).

 semua orang tidak perlu menjadi malu karena pernah berbuat kesalahan,

selama ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya (Alexander

(6)

PERSEMBAHAN

Atas Karunia Allah SWT karya ini akan saya persembahkan untuk:

1. Kedua orangtua tercinta, adik dan kakak penulis yang selalu

mendoakan untuk keberhasilan penulis dalam menyusun karya ini.

2. Teman-teman yang telah mendukung saya dan menemani saya dalam

menyusun karya ini.

(7)

PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT PASCA ERUPSI MERAPI (STUDI DI HUNIAN TETAP BANJARSARI, DESA GLAGAHARJO,

CANGKRINGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA)

Oleh

Dwi Ardiaty Cahyani NIM 09102241023

ABSTRAK

Penelitian ini bertujjuan untuk mendeskripsikan: perubahan perilaku masyarakat pasca erupsi merapi, dampak yang ditimbulkan akibat dari erupsi merapi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. subjek penelitian ini adalah warga Hunian Tetap Banjarsari. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian yang dibantu oleh pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah display data, reduksi data, dan pengambilan kesimpulan. Trianggulasi yang dilakukan untuk menjelaskan keabsahan data dengan menggunakan sumber dan metode.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) perubahan perilaku masyarakat pasca erupsi merapi meliputi perubahan perilaku di dalam keluarga dan perubahan perilaku antar warga Hunian Tetap (2) proses sosial masyarakat pasca erupsi merapi meliputi kontak sosial dan komunikasi (3) interaksi sosial pasca erupsi merapi meliputi pola asosiatif dan pola diasosiatif (4) dampak yang ditimbulkan akibat pasca erupsi merapi meliputi dampak terhadap sektor ekonomi, dampak terhdap sektor sosial, dampak terhadap religious dan dampak terhadap mental warga.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas

Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari

adanya bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, yang telah memberikan fasilitas dan sarana

sehingga studi saya berjalan dengan lancar.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, yang telah memberikan kelancaran

dalam pembuatan skripsi ini.

3. Bapak Dr. sujarwo, M.Pd selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan

membimbing.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan

memberikan ilmu pengetahuan.

5. Seluruh warga dan tokoh masyarakat Hunian Tetap Banjarsari Desa

Glagaharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta atas ijin dan bantuan untuk

penelitian.

6. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian

skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pihak-pihak yang peduli terhadap Pendidikan terutama Pendidikan Luar Sekolah

dan bagi para pembaca umumnya.

Yogyakarta, 20 Juli 2016

(9)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori ... 8

1. Tinjauan Mengenai PerilakuSosial ... 8

a. Pengertian Perilaku ... 8

b. Prinsip Perilaku... 12

(10)

e. Determinan Perilaku ... 15

f. Bentuk Perilaku ... 16

g. Pengertian Perilaku Sosial ... 17

h. Bentuk dan Jenis Perilaku Sosial ... 17

i. Faktor Pembentuk Perilaku Sosial ... 18

2. Tinjauan Mengenai Interaksi Sosial... 18

a. Konsep Interaksi Sosial... 18

b. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial ... 21

c. Bentuk Interaksi Sosial ... 23

3. Tinjauan Mengenai Perubahan Sosial... 24

a. Pengertian Perubahan Sosial... 24

b. Teori Evolusi Sosial ... 25

c. Perspektif Teori Perubahan Sosial ... 25

4. Tinjauan Mengenai Masyarakat... 26

a. Pengertian Masyarakat ... 26

b. Pengertian Masyarakat Desa ... 28

5. Tinjauan Mengenai Penanggulangan Bencana ... 29

a. Kesiagaan Menghadapi Bencana ... 29

b. Sistem Nasional Penanggulangan Bencana ... 33

c. Prosedur Tetap Dusun Tentang Penanggulangan Bencana... 37

B. Kerangka Berpikir ... 38

C. Pertanyaan Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 41

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 41

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

D. Metode Pengumpulan Data... 42

(11)

2. Wawancara... 43

3. Dokumentasi ... 44

E. Instrumen Pengumpulan Data ... 45

F. Teknik Analisis Data... 46

1. Reduksi Data ... 47

2. Penyajian Data ... 47

3. Penarikan Kesimpulan ... 48

G. Keabsahan Data/Triangulasi ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 50

1. Deskripsi Tempat Penelitian ... 50

2. Deskripsi Hunian Tetap Banjarsari ... 51

a. Sejarah Berdirinya Hunian Tetap Banjarsari ... 51

b. Sumber Pendanaan Hunian Tetap Banjarsari... 51

c. Sarana dan Prasarana... 52

B. Data Hasil Penelitian... 52

1. Perubahan Pola Perilaku Sosial Masyarakat Pasca Erupsi Merapi ... 52

2. Dampak Perilaku Sosial Masyarakat Pasca Erupsi Merapi ... 54

C. Pembahasan ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba, merusak, berhenti,

secara tiba-tiba dan membutuhkan usaha yang besar untuk

menanggulanginya. Bencana alam meliputi hampir semua kejadian yang

terjadi di alam semesta. Tidak semuanya diakibatkan oleh perilaku

manusia, namun akibatnya dapat bertambah ataupun dikurangi dengan

beberapa perilaku.

Definisi tentang bencana alam termasuk seluruh keadaan cuaca

yang ekstrim. Gempa bumi, letusan gunung, tanah longsor juga termasuk

bencana alam, tetapi dapat juga diakibatkan oleh pengolahan bumi oleh

manusia. Pada akhir tahun 2010, salah satu gunung api di Indonesia yang

aktif yaitu Gunung Merapi mengalami erupsi sejak tanggal 26 Oktober

2010 dan mencapai puncaknya pada tanggal 5 November 2010. Erupsi

pertama tejadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober 2010.

Sedikitnya tejadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material

vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas

yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan dan

menelan korban 43 orang, ditambah seorang bayi dari Magelang yang

tewas karena gangguan pernapasan. Sejak saat itu mulai terjadi muntahan

awan panas secara tidak teratur. Mulai 28 Oktober 2010, Gunung Merapi

memuntahkan larva pijar yang muncul hampir bersamaan dengan

(13)

titik api diam di puncak pada tanggal 1 November, menandai fase baru

bahwa magma telah mencapai lubang kawah.

Berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi

pembentukan kubah larva baru, tetapi yang terjadi adalah peningkatan

aktifitas semburan larva dan awan panas sejak 3 November 2010. Erupsi

eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November

2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas

ke berbagai arah di kaki Merapi. Selanjutnya, sekitar pukul tiga siang hari

terjadi letusan yang tidak henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai

puncaknya pada dini hari Jumat 5 November 2010. Menjelang tengah

malam, radius bahaya untuk semua tempat di perbesar menjadi 20 km dari

puncak. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota

Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang dan pusat

Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km). hujan kerikil dan pasir mencapai

Kota Yogyakarta bagian Utara, sedangkan hujan abu vulkanik pekat

melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu

vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung dan Bogor.

Pada tahun 2010 merupakan letusan Gunung merapi yang terbesar

yang pernah tejadi dan paling banyak memakan korban jiwa. Ratusan

nyawa hilang terkena awan panas serta harta benda yang mereka miliki.

Salah satu desa yang terkena erupsi merapi cukup parah adalah desa

(14)

gunung merapi, khususnya di desa Glagaharjo. Sebagaimana hasil

wawancara yang dilakukan peneliti bahwa desa Glagaharjo sebelum erupsi

merapi ini merupakan desa yang asri dan damai dengan lahan perkebunan

serta peternakan, memiliki lahan yang lua dan subur untuk bercocok tanam

serta beternak berbagai macam hewan ternak. Namun, setelah serupsi

merapi semuanya berubah, masyarakat setempat tidak lagi bisa bercocok

tanam, beternnak hewan-hewan besar yang awalnya merupakan mata

pencaharian dari masyarakat di desa Glagaharjo. Dengan adanya

perubahan tersebut masyarakat setempat harus beusaha beradaptasi dengan

perubahan-perubahan yang ada. Dari mata pencaharian yang beternak

menjadi berdagang, dan ada juga yang harus menjadi buruh serta pola

kehidupan sehari-hari yang sudah mempunyai aturan sendiri. Masyarakat

yang sebelumnya ceroboh bisa membuang sampah disembarang tempat,

namun paska erupsi merapi hal itu tidak lagi dipebolehkan. Serta air yang

digunakan untuk mandi, minum, mencuci dan lain sebagainya sekarang

memanfaatkan bantuan pemerintah daerah. Namun saat ini dngan adanya

bencana alam tentu saja memberikan dampak yang berbanding terbalik

dngan keadaan sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan tekanan psikologis

dan perubahan pada perilaku masyarakat setempat.

Sebagaimana diketahui bencana alam adalah suatu musibah yang

tidak pernah diinginkan. Dan akibat dari bencana alam tersebut pun tidak

pernah diinginkan. Akibat dari bencana alam tersebut dapat menimbulkan

(15)

Soekanto (2002;15) perilaku itu mungkin bersifat mental atau eksternal;

peilaku itu mungkin merupakan aktifitas atau keadaan pasif. Soerjono

Soekanto (2002;37) menambahkan

perilaku sosial mungkin berorientasi pada masa lampau, dewasa ini, atau perilaku masa mendatang dari orang-orang lain. Oleh karenanya hal itu mungkin disebabkan karena adanya rasa dendam pada masa lampau, pertahanan terhadap bahaya yang mengancam dewasa ini atau pada masa-masa mendatang.

Berdasarkan uraian tersebut perilaku sosial yang disebabkan

bencana alam berorientasi pada perilaku pertahanan terhadap bahaya yang

mengancam dewasa ini atau pada masa-masa mendatang.

Perilaku-perilaku ini dapat mengalami perubahan tergantung dengan situasi yang

dihadapi oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Soejarno

Soekanto (2006;53) yang mengungkapkan bahwa

Memang tidak dapat disangkal bahwa masyarakat mempunyai bentuk-bentuk strukturalnya seperti, kelompok-kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi, dan kekuasaan tetapi semuanya itu mempunyai suatu derajat tertentu yang menyebabkan pola-pola perilaku yang berbeda, tergantung dari masing-masing situasi yang dihadapi.

Dengan demikian, pola-pola perilaku masyarakat akan berubah

manakala masyarakat menghadapi situasi yang menguntungkan atau

sebaliknya. Situasi ini beragam bentuknya, salah satunya adalah ketika

masyarakat dihadapkan pada situasi bencana alam yang termasuk dalam

situasi yang bersifat ancaman.

(16)

desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta merupakan bagian

dari problem sosial. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jalaluddin

Rakhmat (2000) yang mengumpamakan perubahan merupakan rekayasa

sosial yang muncul akibat adanya problem-problem sosial. Problem adalah

(adanya) perbedaan antaradas sollen(yang seharusnya) dandas sein(yang

nyata). Akibat bencana yang memporak-porandakan desa mereka maka

akan terjadi perubahan di dalam kehidupan mereka pasca merapi, baik

perubahan pola perilaku sosial atau budaya.

Perubahan pola perilaku sosial pada masyarakat korban bencana

letusan merapi 2010 ini sangat menarik, sehingga peneliti tertarik untuk

mengetahuinya secara detail.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat di paparkan

beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bencana erupsi merapi menimbulkan tekanan psikologis dan

perubahan pada perilaku masyarakat setempat.

2. Desa Glagaharjo merupakan desa yang mengalami kerusakan cukup

parah akibat erupsi merapi.

3. Pasca erupsi merapi masyarakat di desa Glagaharjo, Cangkringan,

Sleman, Yogyakarta harus beradaptasi atas perubahan.

4. Perubahan perilaku sosial masyarakat pasca erupsi merapi berorientasi

pada perilaku pertahanan terhadap bahaya yang mengancam dewasa

(17)

C. Batasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu meluas dan penelitian akan lebih

terfokus sehingga pada penelitian akan diperoleh suatu kesimpulan yang

terarah pada aspek yang akan diteliti, maka peneliti membatasi masalah

yang akan diteliti yaitu pada perubahan pola perilaku sosial masyarakat

pasca erupsi merapi di desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman,

Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Mengacu pada pembatasan masalah di atas, maka permasalahan

yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana perubahan pola perilaku sosial masyarakat pasca erupsi

merapi di desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta?

2. Apa dampak yang di timbulkan Pasca Erupsi Merapi terhadap

Masyarakat di Huntap Banjarsari?

E. Tujuan Masalah

Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui tentang :

1. Perubahan pola perilaku sosial pada masyarakat pasca erupsi merapi di

desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.

2. Dampak yang di timbulkan Pasca Erupsi Merapi terhadap Masyarakat

(18)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini daharapkan akan memberikan manfaat kepada

semua pihak. Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini

adalah:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan

atau sebagai kajian ilmiah suatu fenomena sosial kehidupan

masyarakat korban bencana dalam menghadapi perubahan.

2. Manfaat Praktis

Bagi lembaga terutama Universitas Negeri Yogyakarta dapat

menambah referensi bacaan mengenai perubahan pola peilaku sosial

(19)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Mengenai Perilaku Sosial

a. Pengertian Perilaku

Perilaku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diinterpretasikan

sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau

lingkungan. Leonard F. Polhaupessy dalam sebuah buku yang berjudul

perilaku manusia menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan yang

dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda dan

mengendarai motor atau mobil. (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:114)

Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari

tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku,

karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Perilaku manusia

pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia dari manusia itu

sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan,

berbicara, tertawa, bekerja, menulis, membaca dan sebagainya.

Perilaku adalah kegiatan organisme yang dapat diamati dan yang

bersifat umum mengenai otot-otot dan kelenjar kelenjar sekresi

eksternal sebagaimana terwujud pada gerakan bagian-bagian tubuh atau

pada pengeluaran air mata, dan keringat (Desnita, 2005: 54). Perilaku

(20)

organisme yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus

internal.

Namun demikian sebagian terbesar dari perilaku organisme itu

sebagai respon terhadap stimulus eksternal. Bagaimana kaitan antara

stimulus dan perilaku sebagai respon terdapat sudut pandang yang belum

menyatu antara para ahli. Ada ahli yang memandang bahwa perilaku

sebagai respon terhadap stimulus, akan sangat ditentukan oleh keadaan

stimulusnya, dan individu atau organisme seakan-akan tidak mempunyai

kemampuan untuk menentukan perilakunya, hubungan stimulus dan

respon seakan-akan bersifat mekanistis. Pandangan semacam ini pada

umumnya merupakan pandangan yang bersifat behavioristis.

Berbeda dengan pandangan kaum behavioristis, aliran kognitif

memandang perilaku individu merupakan respon dari stimulus, namun

dalam diri individu itu ada kemampuan untuk menenttukan perilaku yang

diambilnya (Bimo Walgito, 2003: 13). Ini berarti individu dalam keadaan

aktif dalam menentukan perilaku yang diambilnya. Hal itu sejalan

dengan Skinner yang merumuskan bahwa perilaku merupakan respon

atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari

luar(Soekidjo Notoatmodjo, 2006: 133). Sedangkan menurut Miftah

Thoha (2010: 33), perilaku merupakan fungsi dari interaksi antara

individu dan lingkungannya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

(21)

interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Perilaku, lingkungan,

dan individu saling berinteraksi satu dengan yang lain. Ini berarti bahwa

perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, di samping

itu perilaku juga berpengaruh terhadap lingkungan, begitu pula

lingkungan dapat mempengaruhi individu.

Manusia sebagai makhluk individu dan sosial akan menampilkan

tingkah laku tertentu, akan terjadi peristiwa pengaruh mempengaruhi

antara individu yang satu dengan individu yang lain. Hasil dari peristiwa

saling mempengaruhi tersebut maka timbulah perilaku sosial tertentu

yang akan mewarnai pola interaksi tingkah laku setiap individu. Menurut

George Ritzer (2011: 71-72), perilaku sosial adalah tingkah laku individu

yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan yang

menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam lingkungan

menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku. Perilaku sosial individu

akan di tampilkan apabila berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini

individu akan mengembangkan pola respon tertentu yang sifatnya

cenderung konsisten dan stabil sehingga dapat di tampilkan dalam situasi

sosial yang berbeda-beda. Misalnya dalam hidup bermasyarakat, ada

individu yang menghormati hak orang lain dan ada juga yang tidak.

George Ritzer (2011: 73) dalam bukunya yang berjudul sosiologi

ilmu pengetahuan berparadigma ganda memasukkan teori Behavioral

(22)

terjadi di dalam lingkungan aktor dengan menggunakan konsep

reinforcement, yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reward). Ganjaran

(reward) akan mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam perilaku

sosialnya, apakah aktor akan mengulangi perilakunya atau tidak.

Perilaku sosial berkembang melalui interaksi dengan lingkungan.

Sedangkan lingkungan akan turut membentuk perilaku seseorang. Lewin

mengemukakan formulasi mengenai perilaku dengan bentuk B=F (E - O)

dengan pengertian B = behavior, F = function, E = environment, dan O =

organism (Bimo Walgito, 2003: 16). Formulasi tersebut mengandung

pengertian bahwa perilaku (behavior) merupakan fungsi atau bergantung

kepada lingkungan (environment) dan individu (organisme) yang saling

berinteraksi.

Lingkungan sosial merupakan lingkungan masyarakat yang di

dalamnya terdapat interaksi individu dengan individu lain (Bimo

Walgito, 2003: 29). Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan sosial sangat

erat kaitannya dengan interaksi sosial, sebab interaksi terjadi di dalam

sebuah lingkungan sosial. Hubungan yang terjalin antara individu dengan

lingkungannya berlangsung dua arah, yaitu saling mempengaruhi satu

sama lain (timbal balik). Bimo Walgito (2003: 29) mengemukakan

hubungan atau sikap individu terhadap lingkungannya, antara lain:

(23)

dapat memberikan pengaruh atau memberikan bentuk pada lingkungan tersebut.

2) Individu menerima lingkungan, yaitu bila keadaan lingkungan sesuai atau cocok dengan keadaan individu. Dengan demikian individu akan menerima keadaan lingkungan tersebut.

3) Individu bersikap netral atau statuskuo, yaitu bila individu tidak cocok dengan keadaan lingkungan, tetapi individu tidak mengambil langkah-langkah bagaimana sebaiknya. Individu bersikap diam saja, dengan suatu pendapat biarlah lingkungan dalam keadaan yang demikian, asal individu yang bersangkutan tidak berbuat demikian.

Berdasarkan deskripsi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

perilaku sosial manusia dapat di pengaruhi oleh lingkungan sosialnya,

baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apabila lingkungan

sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap

perkembangan manusia secara positif, maka manusia akan dapat

mencapai perkembangan sosial secara matang. Namun sebaliknya

apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan kasar

dari orang tua, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat yang

tidak baik, maka perilaku sosial manusia cenderung menampilkan

perilaku yang menyimpang.

b. Prinsip Perilaku

Di dalam mempelajari perilaku manusia, Miftah Thoha (2010:

36-45) mengemukakan prinsip-prinsip dasar perilaku manusia yaitu:

(24)

kemampuan itu disebabkan oleh kombinasi keduanya. Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda

2) Manusia berperilaku karena di dorong oleh serangkaian kebutuhan. Yang di maksud kebutuhan adalah beberapa pernyataan di dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang itu berbuat sesuatu untuk mencapainya sebagai suatu obyek atau hasil. Kebutuhan seseorang berbeda dengan kebutuhan orang lain. Kadangkala seseorang yang sudah berhasil memenuhi kebutuhan yang satu, misalnya kebutuhan mencari makan atau papan, kebutuhannya akan berlanjut dan berubah atau berkembang, berganti dengan kebutuhan yang lain. Kebutuhan yang sekarang mendorong seseorang bisa merupakan hal yang potensial dan bisa juga tidak untuk melakukan perilakunya di kemudian hari.

3) Orang berpikir tentang masa depan dan membuat pilihan tentang bagaimana bertindak.

Kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dipenuhi lewat perilakunya masing-masing. Di dalam banyak hal, seseorang dihadapkan dengan sejumlah kebutuhan yang potensial harus di penuhi lewat perilaku yang dipilihnya. Hal ini mendasarkan suatu anggapan yang menunjukkan bagaimana menganalisa dan meramalkan rangkaian tindakan apakah yang akan diikuti oleh seseorang manakala ia mempunyai kesempatan untuk membuat pilihan mengenai perilakunya.

4) Seseorang memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan kebutuhannya.

Memahami lingkungan adalah suatu proses yang aktif, dimana seseorang mencoba membuat lingkungannya itu mempunyai arti baginya. Proses yang aktif ini melibatkan seorang individu mengakui secara selektif aspek aspek yang berada di lingkungan, menilai apa apa yang dilihatnya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan mengevaluasi apa yang dialami itu dalam kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan dan nilai lainnya. Oleh karena kebutuhan dan pengalaman seseorang itu berbeda sifatnya, maka persepsinya terhadap lingkungan juga akan berbeda. 5) Seseorang itu mempunyai rasa senang atau tidak senang.

(25)

berbuat yang berbeda dengan orang lain dalam rangka menanggapi suatu hal.

6) Banyak faktor yang menentukan perilaku seseorang.

Perilaku seseorang itu ditentukan oleh banyak faktor. Ada kalanya perilaku seseorang dipengaruhi oleh kemampuannya, ada pula karena kebutuhannya dan ada juga yang karena dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungannya.

c. Jenis Perilaku

Skinner membedakan perilaku menjadi perilaku alami dan perilaku

operan (Bimo Walgito, 2003: 15). Perilaku alami yaitu perilaku yang

dibawa sejak organisme dilahirkan, yaitu berupa refleks-refleks dan

insting-insting. Perilaku refleksif terjadi secara spontan terhadap stimulus

yang mengenai organisme yang bersangkutan. Missal reaksi bersin saat

mencium bau yang menyengat, merinding saat merasakan hawa dingin,

reaksi kedip mata bila mata terkena sinar yang kuat. Perilaku ini terjadi

dengan sendirinya secara otomatis, tidak diperintah oleh pusat susunan

syaraf atau otak.

Selain perilaku alami, ada perilaku operan yaitu perilaku yang

dibentuk melalui proses belajar. Perilaku ini dikendalikan oleh pusat

kesadaran atau otak. Setelah stimulus diterima oleh reseptor, kemudian

diteruskan ke otak sebagai pusat susunan syaraf, sebagai pusat kesadaran,

kemudian baru terjadi respons melaluib afektor. Proses yang terjadi

dalam otak atau pusat kesadaran ini yang disebut proses psikologis.

(26)

d. Proses Terjadinya Perilaku

Rogers (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:122) mengungkapkan bahwa

sebelum orang berperilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan, yakni:

1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

3) Evaluation, orang menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya

4) Trial, orang telah mencoba perilaku baru

5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa terjadinya

perilaku itu sendiri didasari oleh kesadaran adanya ketertarikan subjek

terhadap rangsangan objek. Dan subjek itu sendiri telah mencoba

perilaku baru yang sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya

terhadap stimulus.

e. Determinan Perilaku

Determinan perilaku merupakan faktor-faktor yang membedakan

respon terhadap stimulus (Soekidjo Notoatmodjo, 2007: 139).

Determinan ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan misalnya; tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya

2) Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi faktor yang paling dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Perilaku seseorang itu berbeda-beda tergantung dari faktor yang

(27)

menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan

faktor dari perilaku yang merupakan bawaan sehingga orang yang

bersangkutan berperilaku secara alamiah. Misalnya dari tingkat

kecerdasan seseorang atau kelaminnya sehingga menyebabkan

perilakunya terbentuk dengan sendirinya. Sedangkan faktor eksternal

merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang berdasarkan

dari lingkungannya, sehingga menyebakan seseorang berperilaku

menyesuaikan dengan keadaan lingkungannya.

f. Bentuk Perilaku

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007: 114) dilihat dari bentuk

respon terhadap rangsangan dari luar (stimulus), maka perilaku

dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dari

perilaku itu terbagi menjadi dua, yaitu perilaku tertutup dan perilaku

terbuka. Perilaku tertutup ini masih tebatas pada persepsi seseorang yang

belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan perilaku

terbuka merupakan perilaku yang nyata. Perilaku nyata ini sudah jelas

(28)

g. Pengertian Perilaku Sosial

Manusia sebagai makhluk individu dan sosial akan menampilkan

tingkah laku tertentu, akan terjadi peristiwa pengaruh mempengaruhi

antara individu yang satu dengan individu yang lain. Hasil dari peristiwa

saling mempengaruhi tersebut maka timbulah perilaku sosial tertentu

yang akan mewarnai pola interaksi tingkah laku setiap individu. Perilaku

sosial individu akan ditampilkan apabila berinteraksi dengan orang lain.

Dalam hal ini individu akan mengembangkan pola respon tertentu yang

sifatnya cenderung konsisten dan stabil sehingga dapat ditampilkan

dalam situasi sosial yang berbeda-beda.

Menurut George Ritzer (2011: 71-72) dalam bukunya sosiologi

ilmu pengetahuan berparadigma ganda menyatakan bahwa perilaku sosial

adalah tingkahlaku individu yang berlangsung dalam hubungannya

dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau

perubahan dalam lingkungan menimbulkan perubahan terhadap

tingkahlaku. Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang

merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia (Rusli

Ibrahim dalam Didin Budiman: 2011). Sebagai bukti bahwa manusia

dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat

melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain.

h. Bentuk dan Jenis Perilaku Sosial

Bentuk dan perilaku sosial seseorang dapat pula ditunjukkan oleh

(29)

Sarwono (2009: 81), sikap merupakan kesiapan mental, yaitu suatu

proses yang berlangsung dalam diri seseorang, bersama dengan

pengalaman individual masing-masing, mengarahkan dan menentukan

respons terhadap berbagai objek dan situasi.

i. Faktor-Faktor Pembentuk Perilaku Sosial

Menurut Baron dan Byrne (dalam Didin Budiman: 2011)

berpendapat bahwa ada empat kategori utama yang dapat membentuk

perilaku sosial seseorang, yaitu :

1) Perilaku dan karakteristik orang lain

Jika seseorang lebih sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter santun, ada kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang berkarakter santun dalam lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul dengan orang-orang berkarakter sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti itu.

2) Proses kognitif

Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya.

3) Faktor lingkungan

Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku sosial seseorang.

4) Tatar Budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi

Misalnya, seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu mungkin akan terasa berperilaku sosial aneh ketika berada dalam lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda.

2. Tinjauan Mengenai Interaksi Sosial

a. Konsep Interaksi Sosial

(30)

dngan kelompok manusia, menurut Gillin dan Gillin (dalam Soerjono

Soekanto, 2005: 55). Jadi interaksi sosial adalah sebuah bentuk hubungan

yang dibangun antara individu dngan individu, individu dengan

kelompok maupun kelompok dengan kelompok dalam kehidupan

masyarakat, dimana interaksi juga merupakan sebuah proses sosial yang

secara sengaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. dalam hal

ini interaksi sosial terbentuk dengan adanya sebuah tindakan sosial yang

dilakukan oleh para pelakunya, kemudian didalamnya juga terjadi sebuah

kontak sosial yaitu terjadi penyampaian pesan dari komunikator terhadap

komunikan serta yang terakhir adalah terjadi sebuah komunikasi sosial

yang mana sebuah bentuk hubungan dengan stimulus-stimulus tertentu.

Pengaturan interaksi sosial diantara para anggota terjadi karena

commitment mereka terhadap norma-norma menghasilkan daya untuk

mengatasi perbedaan-pebedaan pendapat dan kepentingan diantara

mereka, suatu hal yang memungkinkan mereka menemukan keselarasan

satu sama lain di dalam sesuatu tingkat integrasi sosial (Nasikun, 2009:

16).

Pada masyarakat yang majemuk, tidak jarang ditemukan

orang-orang yang berinteraksi dengan cukup harmonis, sekalipun etnis dan

agama mereka berlainan. Lebih Menurut Lewis A. Coser, dalam

masyarakat yang sedang berkonflik pun selalu saja ditemukan

orang-orang yang secara diam-diam menjalin hubungan baik, walaupun mereka

(31)

selamanya konflik sosial itu mempunyai potensi yang menyebabkan

rusaknya sistem sosial yang ada, tetapi juga justru membantu

terwujudnya integrasi sosial. Inilah sebenarnya watak dasar manusia

sebagai makhluk sosial, selalu saja membangun interaksi satu sama lain

untuk memenuhi kepentingan individu dan sosialnya (Margaret M.

Poloma, 2004: 118).

Dalam hal ini interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan

masyarakat menghasilkan sesuatu hasil, dimana gambarannya adalah

sebuah interaksi sosial akan diikuti dengan tindakan sosial (social

action). Dengan komunikasi ide-ide baru dan informasi baru akan

merubah penilaian masyarakat tentang berbagai hal

(kebutuhan-kebutuhan baru), yang selanjutnya akan mengubah kearah tindakan yang

baru (Jaffa Leibo, 1994: 70).

Interaksi sosial yang tejadi dalam kehidupan masyarakat akan

merujuk pada sebuah persepsi, relevansinya adalah interaksi

akanmemunculkan proses sosial dan tindakan sosial yang menjadikan hal

tersebut sebuah persepsi bagi masyarakat secara umum. Persepsi sendiri

merupakan sebuah tanggapan atas apa yang ada atau yang terjadi, dan

sebuah tanggapan tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Dapat

dikatakan bahwa persepsi merupakan sebuah proses aktif dimana

individu menanggapi sesuatu hal, kemudian menentukan sikap atas

(32)

b. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Interaksi sosial itu sendiri tidak akan terjadi bila tidak ada unsur

atau syarat terjadinya interaksi sosial. Menurut Soerjono Soekanto (2006:

58), syarat interaksi sosial ada dua yaitu:

1) Kontak

Kontak berasal dari bahasa latin con atau cum (yang artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh), jadi arti secara harfiahnya adalah menyentuh bersama-sama (Soerjono Soekanto, 2006: 59). Kontak sosial bisa berupa tindakan atau tanggapan terhadap tindakan. Kontak sosial juga bersifat positif dan negatif, hal ini dapat dilihat dari hasil interaksi yang menunjukkan tindakan positif atau negatif. Selain berdasarkan positif dan negatif, kontak sosial secara konseptual dibagi menjadi dua yaitu kontak sosial primer dan kontak sosial sekunder. Kontak sosial primer terjadi apabila hubungan atau interaksi tersebut dilakukan tanpa menggunakan perantara atau dengan kata lain langsung bertatap muka. Sedang kontak sosial sekunder terjadi apabila hubungan atau interaksi dilakukan dengan menggunakan perantara.

2) Komunikasi

Komunikasi merupakan proses selanjutnya dari unsur terjadinya interaksi sosial. Kontak sosial tidak berarti telah terjadi komunikasi diantara pelaku. Komunikasi merupakan proses pemberian makna pada perilaku seseorang, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan (Soerjono Soekanto, 2006: 62). Sedang menurut Burhan Bungin (2006: 57), komunikasi adalah proses memaknai yang dilakukan oleh seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik, atau sikap, perilaku, dan perasaan-perasaan, sehingga seseorang membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap, dan perilaku tersebut berdasarkan pada pengalaman yang pernah di alami.

Arti penting komunikasi adalah sebagai proses pemaknaan atau

penafsiran dilakukan untuk memberikan reaksi atau kontak yang telah

(33)

Komunikasi sosial memiliki tiga unsur utama yaitu sumber informasi

(Receiver), saluran (media), dan penerima informasi (Audience)

Proses pemaknaan dalam komunikasi sosial dibagi menjadi dua,

bersifat subjektif dan bersifat kontekstual. Sifat subjektif artinya

masing-masing pihak (sumber informasi dan penerima informasi) memiliki

kapasitas untuk memaknakan informasi yang disebarkan atau

diterimanya berdasarkan pada apa yang ia rasakan, ia yakini, dan ia

mengerti serta berdasarkan tingkat pengetahuan kedua pihak. Bersifat

kontekstual artinya pemaknaan itu berkaitan erat dengan kondisi waktu

dan tempat di mana informasi itu ada dan di mana kedua belah pihak

berada (Bungin, 2006: 57-58).

Dari pemaparan di atas, kontak dan komunikasi tidak bisa

dipisahkan dan harus ada dalam setiap proses interaksi sosial. Setiap

interaksi akan diawali dengan kontak, di sini pelaku memberikan

tindakan atau tanggapan dari proses yang sedang terjadi. Setelah terjadi

kontak, komunikasi menjadi unsur atau syarat berikutnya yang berjalan.

Di mana komunikasi ini merupakan tahap pemberian makna atau

penafsiran terhadap kontak sosial yang berlangsung. Dalam proses

komunikasi mungkin saja terjadi berbagai penafsiran makna dan

(34)

c. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Interaksi sosial memiliki beberapa bentuk, yaitu Asosiatif dan

Disasosiatif (Soerjono Soekanto, 2010: 64), yang dijelaskan sebagai

berikut:

1) Asosiatif

Asosiatif terdiri dari kerjasama (cooperation), akomodasi (accommodation). Kerjasama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, di mana terjadi suatu keseimbangan dalam interaksi anatara individu-individu atau kelompok-kelompok manusia berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha itu dilakukan untuk mencapai suatu kestabilan. Sedangkan asimilasi merupakan suatu proses dimana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok. 2) Disasosiatif

(35)

3. Tinjauan Mengenai Perubahan Sosial

a. Konsep Perubahan Sosial

Konsep sosial dituangkan oleh beberapa ahli menurut Mustain

mashud yang dikutip oleh J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto

(2011;361), sebagai beikut:

1) Davis dalam Allen, fenomena tentang peubahan sosial hanya dilakukan dalam kaitannya dngan perubahan yang terjadi dalam organisasi sosial.

2) Mac Iver dan Page (1949), fenomena peubahan sosial sejauh fenomena itu bisa diamati (diukur), seperti mobilitas sosial (tenaga kerja), komposisi penduduk, perubahan sistem pemerintahan, dan seterusnya.

3) More (1967) perubahan sosial sebagai suatu perubahan penting dalam struktur sosial, pola-pola perilaku, dan sistem interaksi sosial, termasuk didalamnya peubahan norma, nilai, dan fenomena cultural.

4) Herbert Blumer (1955) melihat peubahan sosial sebagai usaha kolektif untuk menegakkan teciptanya tata kehidupan baru.

Dari perbedaan-perbedaan cara pemahaman konsep perubahan

sosial di atas sudah tentu akan bepengaruh pada kajian-kajian substansi

perubahan sosial. Meskipun definisinya berbeda-beda yang pelu

diperhatikan adalah kenyataan bahwa setiap masyarakat selalu

mengalami perubahan-perubahan, termasuk pada masyarakat primitif dan

kuno sekalipun. Secara sederhana perubahan sosial dapat diartikan

sebagai proses dimana dalam suatu sistem sosial terdapat

perbedaan-pebedaan yang dapat diukur yang terjadi dalam kurun waktu tertentu.

(36)

b. Teori Evolusi Sosial

1) Charles Darwin, antara individu-individu jenis tertentu dijumpai

berbagai variasi dan bahwa varian-varian yang lebih tahan terhadap

keadaan lingkungan lebih berhasil mengembangkan diri daripada

varian-varian lain.

2) August Comte (1978-1857), evolusi sosial didasarkan pada konsep

tiga tahap: dari masyarakat primitif sampai ke peradaban Perancis

abad ke-19 yang menurutnya sangat maju.

c. Perspektif Teori Perubahan Sosial

Ada beberapa perspektif teori yang menjelaskan tentang perubahan

sosial. Menurut Dwi dan Bagong (2004: 378) misalnya perspektif teori

sosiohistoris, struktural fungsional, dan struktural konflik.

1) Teori Sosiohistoris

Perspektif ini melihat perubahan dalam dua dimensi yang saling berbeda asumsi yaitu perubahan sebagai suatu siklus, dan perubahan sebagai suatu perkembangan.

2) Teori Strukturalfungsional

Perspektif ini melihat perubahan sosial sebagai dinamika adaptif menuju keseimbangan baru akibat perubahan lingkungan eksternal.

3) Teori Konflik

Teori ini menjelaskan fenomena perubahan sosial karena adanya proses sosial disosiatif dalam masyarakat. Berbeda dengan teori strukturalfungsional, teori konflik secara eksplisit banyak berbicara tentang perubahan masyarakat.

Perubahan sosial terjadi sebagai suatu siklus dan merupakan

(37)

keseimbangan baru akibat perubahan lingkungan eksternal dan adapula

dikarenakan konflik.

4. Tinjauan Mengenai Masyarakat

a. Pengertian Masyarakat

Masyarakat sebagai terjemahan istilah society adalah sekelompok

orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka,

dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang

berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat

adalah suatu jaringan hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah

sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain).

Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok

orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Masyarakat (society) merupakan istilah yang digunakan untuk

menerangkan komuniti manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga

dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara

pelbagai individu. Dari segi perlakuan, ia bermaksud sesuatu yang dibuat

atau tidak dibuat oleh kumpulan orang itu. Masyarakat merupakan

subjek utama dalam pengkajian sains sosial (Ahmadi, 2003).

Secara sosiologis, masyarakat merupakan makna daripada

penduduk. Menurut Sapari Imam Asy ari (1993 : 32), masyarakat

sebenarnya juga istilah yang bersifat abstrak buatan manusia atau

(38)

budaya manusia sebagai makhluk sosial. Di masyarakat terdapat

symbol-simbol, nilai-nilai, aturan-aturan, norma-norma atau kaidah-kaidah

tingkah laku yang bersifat normatif yang harus ditaati, dikembangkan

atau dipertahankan dan bahkan diciptakan oleh manusia sebagai anggota

masyarakat tersebut. Pada hakikatnya, masyarakat terdiri atas kelompok

besar manusia yang relatif permanen, berinteraksi secara permanen,

menganut dan menjunjung suatu sistem nilai dan kebudayaan tertentu.

Masyarakat dapat hidup bila memilih kemampuan untuk

berdampingan dengan orang lain dimana mereka tinggal dan diatur oleh

pemerintahan yang adil bagi seluruh rakyatnya. Sesuai dengan pendapat

Strong (dalam Djopari, 2008: 211) mengemukakan bahwa pemerintahan

adalah organisasi dalam mana diletakkan hak untuk melaksanakan

kekuasaan berdaulat atau tertinggi .

Koentjaraningrat (2002: 144) menyebutkan bahwa masyarakat

adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling

berinteraksi . Ditambahkan oleh Parson (Sunarto, 2000: 56) bahwa

masyarakat ialah suatu sistem sosial yang swasembada (self subsistent),

melebihi masa hidup manusia normal, dan merekrut anggota secara

reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadap generasi

berikutnya . Salam (2007: 262) mengungkapkan bahwa masyarakat

dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau di

(39)

perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara

sosial, politik dan ekonomi.

Sedangkan para ahli lain mendefinisikan masyarakat secara

bermacam-macam, namun secara garis besar dan berbagai macam

pengertian tersebut mempunyai arti yang sama. Menurut Selo

Soemardjan, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang

menghasilkan kebudayaan. Sedangkan menurut Ralph Linton,

masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan

bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri

mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial

dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas (Soekanto, 2010: 22).

Pada dasarnya pengertian masyarakat di atas isinya sama, yaitu

masyarakat yang mencakup beberapa unsur sebagai berikut (Soekanto,

2010: 22) :

1) Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama

2) Bercampur untuk waktu yang cukup lama

3) Mereka sadar bahwa mereka adalah suatu kesatuan

4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama

b. Pengertian Masyarakat Desa

Masyarakat desa adalah masyarakat yang memiliki karakteristik

masih saling berinteraksi dalam kegiatan bermasyarakatt dalam perilaku

(40)

tersebut dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa

yang masih bergotong royong.

Terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum,

Lorent Febrian(2011) menyebutkan berikut ini ciri-ciri masyarakat desa:

1) Sederhana 2) Mudah curiga

3) Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku di daerahnya 4) Memiliki sifat kekeluargaan

5) Lugas atau berbicara apa adanya 6) Tertutup dalam hal keuangan mereka

7) Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota 8) Menghargai orang lain

9) Demokratis dan religius

10) Jika berjanji akan selalu diingat

Sedangkan cara beradaptasi mereka sangat sederhan, dengan

menjunjung sikap kekeluargaan dan gotong royong antar sesama, serta

yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang sering digunakan

masyarakat pedesaan.

5. Tinjauan mengenai Penanggunalangan Bencana

a. Kesiagaan Menghadapi Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat

yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun

faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa

manusia, kerugian lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak

(41)

Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah dilanda berbagai

bencana alam yang memakan korban ratusan ribu jiwa, serta membawa

kerugian ratusan triliun rupiah. Beraneka bentuk bencana alam telah

terjadi di Indonesia, mulai dari banjir, tanah longsor, angin puting

beliung, gunung meletus, gempa bumi, hingga tsunami.

Bencana ini terjadi hampir di setiap provinsi yang ada di Indonesia.

Oleh karena itu, kita harus senantiasa mewaspadai potensi bencana alam

yang bisa terjadi sewaktu-waktu di sekitar kita. Ancaman bencana bukan

hanya tanggung jawab perorangan atau lembaga tertentu saja, akan

tetapi menjadi tanggung jawab berbagai pihak baik lembaga

pemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat

umum guna menumbuhkan kesiagaan masyarakat terhadap ancaman

bencana.

Pembangunan ketahanan masyarakat dalam mengurangi resiko

bencana menjadi prioritas pembangunan nasional sejak disepakatinya

Kerangka Aksi Hyogo atauhyogo Framework for Action 2005-2015dan

selanjutnya disebut HFA oleh sebagian besar negara di dunia, termasuk

Indonesia. Dalam HFA tersebut dicantumkan 5 prioritas aksi untuk

membangun ketahanan komunitas dalam pengurangan resiko bencana,

yaitu :

1) Komponen pemerintahan

(42)

4) Penurunan kerentanan dan manajemen resiko

5) Kesiapsiagaan dan penanganan darurat

Dalam menghadapi bencana yang bisa sewaktu-waktu terjadi,

diperlukan kesiagaan menghadapi bencana. Dalam leafleat Mengelola

Bencana yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB), dijelaskan tentang kegiatan kesiagaan menghadapi bencana

meliputi :

1) Mengetahui potensi ancaman bencana alam

Untuk menghadapi bencana alam, kita perlu mengetahui

potensi ancaman bencana alam yang paling mungkin terjadi di

wilayah tempat tinggal kita. Informasi mengenai ini bisa di dapat

dari instansi pemerintah, seperti Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD), Badan Geologi, BMKG, dan instansi terkait yang

menangani kebencanaan. Dengan mengetahui informasi ini, maka

kita bisa mengetahui daerah-daerah mana yang rawan bencana

sekaligus daerah-daerah yang aman.

2) Menyusun Rencana Penanggulangan Bencana

Setelah kita menyadari dan mengenali potensi ancaman

bencana yang mungkin terjadi di wilayah kita, maka kita perlu

menyusun Rencana Penanggulangan Bencana guna menghadapi

ancaman tersebut. Rencana ini bertujuan untuk meminimalisir

korban jiwa dan kerugian berupa harta benda. Mitigasi bencana

(43)

Kesiapsiagaan, Tanggap Darurat, Pemulihan awal, dan Rehabilitasi

Rekonstruksi.

3) Menyusun Rencana Kontinjensi

Rencana kontinjensi adalah suatu proses identifikasi dan

penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan atau situasi

yang akan segera terjadi, pada keadaan yang tidak menentu.

Penekanan rencana kontinjensi adalah kesiapsiagaan menghadapi

bencana, yaitu suatu proses yang mengarah pada kesiapan dan

kemampuan untuk memperkirakan terjadinya bencana, mencegah

dan mengurangi resiko serta menanggulangi bencana.

Rencana Kontinjensi harus dibuat secara bersama-sama

antara pemerintah daerah dan stake holder yang ada setelah

dilakukan analisis terhadap bencana dan analisis resiko. Rencana

Kontinjensi disusun berdasar prinsip kebersamaan, terbuka,

kejelasan dalam pembagian peran dan tugas setiap pelaku,

mengikat sebagai konsensus bersama serta dibuat untuk

menghadapi keadaan darurat.

4) Sistem Peringatan Dini

Sistem peringatan dini yang tepat, cepat, dan akurat menjadi

dasar dilakukannya evakuasi. Peringatan dini ini dimaksudkan

untuk mengingatkan dan menyiagakan masyarakat dan petugas

(44)

menyiapkan diri sebelum dilakukan evakuasi, misalnya dengan

mengemasi barang-barang yang sekiranya penting untuk dibawa

saat mengungsi dan tidak membebani.

Peringatan dini disebarluaskan kepada masyarakat melalui

berbagai cara, seperti menggunakan sirine, megaphone, pengeras

suara, kentongan, HT, telepon seluler dan lain sebagainya. Bagi

petugas operasi tanggap darurat, peringatan dini aadalah perintah

untuk segera mempersiapkan peralatan khusus guna mengevakuasi

masyarakat yang masuk dalam kelompok rentan. Selain itu juga

perintah untuk segera mempersiapkan kendaraam untuk evakuasi,

mengkoordinir masyarakat menuju titik kumpul evakuasi,

memimpin evakuasi hingga tempat pengungsian, menyiapkan

sarana dan prasarana di tempat pengungsian, mempersiapkan dapur

umum, dan pendataan jumlah pengungsi untuk mempersiapkan

kebutuhan logistik yang diperlukan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan

kesiagaan menghadapi bencana meliputi mengetahui potensi ancaman

bencana alam, menyusun rencana penanggulangan bencana, menyusun

rencana ontinjensi, dan sistem peringatan dini.

b. Sistem Nasional Penanggulangan Bencana

Sistem Nasional Penanggulangan Bencana adalah sistem

pengaturan yang menyeluruh tentang kelembagaan, penyelenggaraan,

(45)

bencana, yang ditetapkan dalam pedoman atau peraturan dan

perundangan (Undang-undang No. 24 Tahun 2007). Secara kelembagaan,

penanggungjawab upaya penanggulangan bencana di Indonesia berada

pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam

menjalankan tugasnya, Kepala BNPB didukung oleh unsur pengarah dan

pelaksana.

Dalam kegiatan penanggulangan bencana, diperlukan keterlibatan

antar pihak yang sesuai dengan kewenangan masing-masing sehingga

dibutuhkan koordinasi yang kuat. Koordinasi ini bertujuan untuk

memperlancar pelaksanaan kegiatan operasional bersama guna

mewujudkan pengelolaan bencana secara menyeluruh pada aspek

ancaman, daya dukung lingkungan dan sosial budaya masyarakat.

Pihak-pihak yang terkait dapat penanggulangan bencana (unsur

pengarah) meliputi :

1) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), yaitu badan pemerintah daerah yang memiliki wewenang dan tangung jawab untuk melakukan dan penanggulangan terhadap bencana yang terjadi pada daerah yang bersangkutan.

2) Badan Geologi, yaitu instansi pemerintah yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan mitigasi bencana geologi meliputi gunungapi, gempa bumi, dan tanah longsor.

3) Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), yaitu instansi pemerintah yang mengelola sumberdaya air meliputi perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi sumberdaya air, pengembangan sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai.

(46)

berkenaan dengan bencana karena faktor meteorologi, klimatologi, dan geofisika.

5) Dinas Sosial, yaitu instansi pemerintah yang ada di Kabupaten/Kota, bertugas untuk menangani bidang kesejahteraan, termasuk di dalamnya membantu masyarakat yang dilanda bencana, melalui Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang sudah terlatih dalam upaya-upaya penanganan bencana.

6) Dinas Pekerjaan Umum, yaitu instansi pemerintah yang bertugas untuk melaksanakan pengelolaan, pengembangan wilayah dan teknik konstruksi.

7) Dinas Kesehatan, yaitu instansi pemerintah yang bertugas memberikan layanan kesehatan melalui Puskesmas dan Rumah Sakit pemerintah maupun swasta.

8) Kepolisian, yaitu instansi pemerintah yang berfungsi menjaga keamanan dam ketertiban masyarakat, termasuk juga melindungi keselamatan manusia dan harta bendanya. Instansi ini bisa melakukan tindakan-tindakan yang bersifat darurat dalam penanganan bencana.

9) Tentara Nasional Indonesia (TNI), yaitu organisasi yang paling efektif, termasuk untuk memberi pelatihan kepada masyarakat guna meningkatkan kemampuan dalam bidang operasi di lapangan. 10) Palang Merah Indonesia (PMI), yaitu sebagai lembaga penolong

kemanusiaan,PMI mempunyai kemampuan SAR, memberikan pertolongan pertama, dan penyediaan darah guna keperluan transfusi.

11) Search and Rescue (SAR), yaitu organisasi yang menaruh perhatian pada usaha-usaha pencarian, pertolongan dan penyelamatan orang-orang yang menjadi korban dalam suatu musibah atau bencana.

12) Hansip/Linmas, yaitu kelompok masyarakat sipil yang bertugas membantu kepolisian dalam hal perlindungan keamanan kepada masyarakat. Secara organisasi mereka di bawahi oleh Kantor Kesbanglinmas.

13) Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB), merupakan kelompok masyarakat yang anggotanya telah terlatih dan memiliki kemampuan untuk melakukan upaya-upaya penanganan bencana.

(47)

pendataan korban dan kebutuhan hingga menghubungkan masyarakat dengan instansi atau lembaga lain

15) Media massa yang dapat membantu menyebarkan berita tentang bencana kepada masyarakat luas untuk membangun simpati dan empati masyarakat agar tergerak memberikan bantuan.

Berikut ini adalah bagan Sistem Nasional Penanggulangan Bencana

dan keterkaitan antar pihak.

Unsur Pemerintah

Unsur Profesional

Unsur pemerintah dan unsur profesional

Gambar 2.1

Sistem Nasional Penanggulangan Bencana

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa diperlukan

keterlibatan antar pihak yang sesuai dengan kewenangan masing-masing BNPB

Unsur Pengarah Unsur Pelaksana

BNPB

Unsur Pengarah Unsur Pelaksana

BNPB

(48)

bencana. Pihak-pihak terkait dalam penanggulangan bencana (unsur

pengarah) meliputi BPBD, Badan Geologi, BBWS, BMKG, Dinas

Sosial, DPU, Dinas Kesehatan, Kepolisian, TNI, PMI,SAR,

Hansip/Linmas, KMPB, LSM, dan media massa.

c. Prosedur Tetap Dusun tentang Penanggulangan Bencana

Prosedur tetap dusun tentang penanggulangan bencana bertujuan

untuk memberikan pedoman masyarakat tentang ancaman bahaya

bencana alam yang potensial terjadi di wilayah mereka, tatacara

penanggulangannya, dan teknis penyampaian informasi penting yang

mendesak kepada pemerintah untuk mendapatkan tindak lanjut.

(Leafleat Wajib latih Penanggulangan Bencana, BNPB).

Dalam Leafleat Wajib latih Penanggulangan Bencana yang

diterbitkan oleh BNPB, dijelaskan tentang hal-hal yang harus ada dalam

prosedur tetap dusun tentang penanggulangan bencana. Hal-hal tersebut

meliputi :

1) Karakteristik dusun yang meilputi peta wilayah, data penduduk dan

kelompk yang rentan terkena bencana, sarana dan prasarana yang

ada, data kapasitas relawan, serta data harta benda baik milik

masyarakat maupun pemerintah

2) Mekanisme penanggulangan bencana dusun yang meliputi struktur

organisasi tata laksana penanggulangan bencana, perlatan

komuniakasi, pemantuan wilayah yang dianggap rawan, dan aspek

(49)

3) Evakuasi dan tempat pengungsian meliputi jalur evakuasi dan

identifikasi alat transportasi.

B. Kerangka Bepikir

Pola-pola perilaku sosial dapat berubah manakala masyarakat

menghadapi situasi yang menguntungkan atau sebaliknya. Seperti yang

diketahui bahwa pada tanggal 28 Oktober 2010 salah satu gunung berapi

di Yogyakarta mengalami erupsi yang menarik pehatian banyak kalangan.

Erupsi merapi merupakan situasi yang tidak menguntungkan yang dialami

oleh masyarakat di sekitarnya temasuk di desa Glagaharjo. Pra erupsi

merapi masyarakat hidup secara normal tanpa adanya ancaman yang

membuat kehidupan sosial masyarakat terganggu.

Pola-pola perilaku ini akan berubah terkait dengan interaksi sosial

yang mereka lakukan. Menurut Soerjono Soekanto (2006: 64),

bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan

(competition), dan bahkan juga dapat berbentuk pertentangan atau

pertikaian (conflict). Sebelum erupsi merapi, masyarakat hidup dengan

lingkungan yang bejarak dengan satu sama lainya sehingga membuat

masyarakat desa Glagaharjo ini tidak terlalu membutuhkan sosialisasi

secara utuh. Kehidupan seperti itu juga tidak menjanjikan masyarakat satu

dengan yang lainnya saling akur tanpa ada rasa iri dan dengki dikarenakan

masalah sosial. Namun dengan adanya erupsi merapi masyarakat desa

(50)

39

satu sama lainya. Ini menyebabkan masyarakat harus secara tepaksa saling

sapa menyapa dan rukun atau melakukan interaksi sosial. Bersosialisaasi

dengan tetangga meskipun tetangga yang berada dihunian tetap ini masih

sama dengan lingkungan yang dulu. Namun disini belum tentu masyarakat

berbaur dengan ikhlas dikarenakan perilaku masalalu yang masih

tertinggal mungkin perlakuan tidak disukai.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat

perubahan kehidupan yang dialami oleh masyarakat korban erupsi

terutama di desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Secara

garis besar alur berpikir terdapat dalam gambar berikut ini:

Bencana Alam Erupsi Merapi

Pasca Pra

- Tinggal di hunian tetap

(51)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana perubahan pola perilaku sosial masyarakat pasca erupsi

merapi di Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta?

a. Bagaimanakah perilaku sosial masyarakat pasca erupsi merapi?

b. Bagaimana interaksi sosial masyarakat pasca erupsi merapi?

2. Apa dampak yang di timbulkan Pasca Erupsi Merapi terhadap

Masyarakat di Huntap Banjarsari?

a. Apa dampak ekonomi yang ditimbulkan pasca Erupsi Merapi

terhadap masyarakat di Huntap Banjarsari?

b. Apa dampak sosial yang ditimbulkan pasca Erupsi Merapi terhadap

masyarakat di Huntap Banjarsari?

c. Apa dampak relijius yang ditimbulkan pasca Erupsi Merapi

terhadap masyarakat di Huntap Banjarsari?

d. Apa dampak mental yang ditimbulkan pasca Erupsi Merapi

(52)

T LITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2011:4) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.

Pada penelitian ini, peneliti mempelajari tindakan kata-kata untuk mendeskripsikan fenomena yang dialami oleh subjek penelitian secara holistic pada situasi yang alami. Penelitian ini berusaha mendapatkan informasi tentang bagaimana perubahan perilaku sosial masyarakat pasca erupsi merapi. Informasi tersebut di gali melalui pencatatan dan perekaman yang didasarkan pada pengamatan atau observasi, wawancara dan dokumentasi.

B. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian merupakan posisi yang penting karena pada subjek terdapat data tentang variable yang akan diteliti dan diamati oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah warga hunian tetap dan tokoh masyarakat korban bencana erupsi merapi di desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.

(53)

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Jumlah subjek penelitian ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan. Pemilihan subjek ini dimaksudkan untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber sehingga data yang diperoleh dapat diakui kebenarannya.

Dalam penelitian ini objek kajiannya adalah yang terkait dengan masalah-masalah yang akan di teliti yaitu perubahan perilaku sosial masyarakat pasca erupsi merapi.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Desa ini dipilih berdasarkan data yang di peoleh bahwa desa tersebut mengalami kerusakan yang cukup parah karena erupsi merapi. Aktifitas penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan bulan Januari 2014.

D. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah segala sesuatu yang menyangkut bagaimana cara atau dengan apa data dapat dikumpulkan. Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik yaitu: pengamatan (observasi), wawancara, dan dokumentasi. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:

1. Pengamatan (observasi)

(54)

berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kelakuan manusia seperti yang terjadi dalam kenyataan. Dengan observasi dapat kita peroleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial, yang sukar diperoleh dengan metode lain. (Nasution, 2002:106) Teknik ini digunakan untuk memperoleh data atau informasi yang tidak diungkapkan oleh informan dalam wawancara. Data informasi yang diperoleh melalui pengamatan selanjutnya dituangkan dalam tulisan.

Dalam penelitian ini menggunakan observasi non partisipatif. Artinya bahwa peneliti bukan merupakan bagian dari kelompok yang ditelitinya dan peneliti hanya datang di tempat kegiatan orang yang diamati tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi.

2. Wawancara

(55)

sebuah dialog yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi dari informan.

Deddy Mulyana (2004: 180) menjelaskan wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. \

Dedi Mulyana juga menambahkan wawancara terbagi menjadi dua, yaitu wawancara terstruktur (standardized interview) dan wawancara tak terstruktur (opened interview). Wawancara tidak terstruktur mirip dengan percakapan. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk tertentu informasi dari semua responden, tetapi susunan pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara termasuk sosial-budaya. Sedangkan wawancara terstruktur susunan pertaannya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan.

Dalam penelitian ini wawancara ditujukan kepada warga hunian tetap dan tokoh masyarakat korban bencana erupsi merapi guna memperoleh informasi tentang keadaan desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta pasca erupsi merapi. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara.

3. Dokumentasi

(56)

(Sugiyono, 2012: 329). Dalam penelitian ini dokumentasi berbentuk foto dan data-data berbentuk tulisan tentang data pekerja buruh gendong perempuan, data statistik jumlah tenaga kerja penduduk baik laki-laki dan perempuan,buku-buku dan leafleat yang berkaitan dengan buruh gendong dan Yasanti. Dokumentasi digunakan untuk melengkapi data hasil observasi dan wawancara.

Tabel 3. Teknik Pengumpulan Data

No Aspek Sumber Data Teknik

1 Aktivitas perilaku sosial foto sebelum erupsi merapi

Gambar

Gambar 2.1
Tabel 3. Teknik Pengumpulan Data

Referensi

Dokumen terkait

Pilihlah salah satu dari empat pilihan jawaban yang tersedia yang paling sesuai dengan diri Anda dengan memberikan tanda silang (X) pada tempat yang telah

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif (mixed methode) dengan metode survei. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang

Retensi memori pasca penyuluhan Keluarga Berencana yang diukur melalui selisih hasil kuesioner sesaat dan 7 hari setelah penyuluhan dengan media ceramah lebih

Mencabut dan menyatakan trdak berlaku lagi Keputusan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Manado Nomor W4-TUN2/540/HK.06/V/2015 tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perincian Panjar Biaya

Indikasi diberikan terapi rehabilitasi medik berupa kemunduran muskuloskeletal (penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot, keterbatasan rentang gerak sendi serta

M asyarakat nelayan di Kecamatan Bungko Barat Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat secara sukarela menyerahkan 106 (seratus enam) unit alat tangkap

Hal tersebut berakibat pada hasil pengolahan data di atas yang menunjukkan bahwa pada bahan bakar beroktan 88 dan 91 (termasuk juga bahan bakar beroktan 92)

Literasi Maklumat adalah suatu kernahiran yang digunakan untuk rnencan maklumat tert~ntu yang diperlukan, dan merangkumi kebolehan mencari dan memperoleh rnaklumat dalam