LEARNED HELPLESSNESS PADA PEKERJA ANAK
(Studi Kasus Pada Dua Pekerja Anak di Kota Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Disusun oleh:
Farhan Zakariyya 0900978
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
LEARNED HELPLESSNESS
PADA PEKERJA
ANAK (Studi Kasus Pada Dua Pekerja
Anak di Kota Bandung)
Oleh Farhan Zakariyya
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Farhan Zakariyya 2012 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ABSTRAK
Farhan Zakariyya (0900978). Learned Helplessness pada Pekerja anak (Studi
kasus pada Dua Pekerja Anak di Kota Bandung). Skripsi Jurusan Psikologi FIP
UPI, Bandung (2013).
Pekerja dibawah umur ialah pekerja yang umurnya dibawah dari umur minimal seorang pekerja atau biasa dibilang masih anak-anak. Pekerja anak ini seringkali ditemukan harus bekerja karena terpaksa dan bukan karena keinginan mereka, pada tahap ini dapat memunculkan indikasi terjadinya Learned helplessness pada anak tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan mengetahui dampak yang terjadi pada pekerja anak yang mengalami learned
helplessness. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif subjek terdiri dari tiga
orang namun dalam proses satu orang tidak bisa dilanjutkan proses penelitiannya sehingga proses penelitian hanya dilakukan kepada dua orang. Hasil yang diperoleh : Gambaran dan dampak dari learned helplessness yang dialami oleh F dan R. Rekomendasi penelitian ditujukan untuk (1) Pekerja di bawah umur sebaiknya tetap belajar sehingga menjaga asa mereka untuk dapat tetap maju (2) Bagi peneliti selanjutnya bisa menambahkan metode observasi sehingga lebih bisa mengetahui bagai mana kondisi pekerja anak ketika bekerja dan mengetahui lingkungan keluarganya (3) Bagi orang tua berilah anak kesempatan lebih untuk bersekolah (4) Bagi perusahaan bila memperkerjakan anak terapkan lah undang-undang pekerja anak sehingga anak tetap bisa mendapatkan kan haknya.
ABSTRACT
LEARNED HELPLESSNESS ON CHILD LABOR (Case Study Of Two Child Labor In Bandung)
Farhan Zakariyya1 Siti Wuryan Indrawati 2
Gemala Nurendah 3
Workers under the age of workers is below the minimum age of an ordinary worker or practically still a child . Child labor is often found to be working out of necessity and not because of their desire , at this stage can result in an indication of the Learned helplessness in children . The purpose of this study was to describe and determine the impact of child labor that occurs in the experience learned helplessness . This study uses a qualitative method consists of three subjects , but in the process one person can not continue the process of research so that the research process is only done to two people . This research resulted in : Preview and learned helplesness impact experienced by F and R. Research recommendation is intended to ( 1 ) under-age workers should still learning so keep them up to be able to keep moving forward ( 2 ) For further research could add more methods of observation that can know how where the condition of child labor when the work environment and know his family ( 3 ) for parents give children more opportunities to go to school ( 4 ) for companies apply when employing children was child labor laws so that kids can still get it right .
Key Words: Learned Helplessness, Child Labor.
1
Student of Psychology Department, Faculty of Education, Indonesia University of Education
2
Lecturer of Faculty of Education, Indonesia University of Education
3
DAFTAR ISI
JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
PERNYATAAN TENTANG KEASLIAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
A. Latar Belakang Penelitian 1
B. Fokus 7
C. Rumusan Masalah 7
D. Pertanyaan Penelitian 8
E. Tujuan Penelitian 8
F. Manfaat Penelitian 8
G. Strukur Organisasi Disertasi 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Learned Helplessness 9
1. Teori Belajar 10
2. Helplessness 12
3. Pengertian Learned Helplessness 13
4. Proses Terjadinya Learned Helplessness 14 5. Faktor yang mempengaruhi Learned Helplessness 15
6. Efek Learned Helplessness 17
B. Pekerja Anak dalam Home Industri Makanan 17
1. Pengertian pekerja di bawah umur 17
3. Home Industri makanan 21 4. Potensi bahaya dalam home industri makanan 21
C. Learned Helplessness pada pekerja anak 22
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian 25
B. Desain Penelitian 25
C. Motode Penelitian 25
D. Definisi Oprasional 26
E. Instrumen Penelitian 26
F. Teknik Keabsahan Data 27
G. Teknik Pengumpulam Data 27
H. Teknik Analisis Data 28
BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Subjek Penelitian 31
B. Hasil Penelitian 34
C. Pembahasan 43
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan 57
B. Rekomendasi 58
DAFTAR PUSTAKA xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peneliti tertarik membahas pekerja anak karena ketika tahun 2008-2009 peneliti pernah diundang oleh Pemkot kota Bandung sebagai wakil anak untuk memberikan masukan kepada Pemkot kota Bandung untuk membangun kota yang ramah bagi anak. Perumusan hasil dari pertemuan tersebut ialah membuat kota menjadi nyaman bagi anak-anak salah satunya dengan membuat ruang publik atau taman bagi anak, membangun fasilitas yang ramah bagi anak yang berketerbatasan, dan menghilangkan pekerja anak.
Anak adalah bukan orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan manusia yang kondisinya belum mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang matang, maka segala sesuatunya berbeda dengan orang dewasa pada umumnya, untuk mencapai kesiapan tersebut maka pemerintah membuat aturan dengan mewajibkan setiap warga negara di Indonesia mengikuti pendidikan atau biasa disebut Wajar Dikdas (Wajib Belajar Pendidikan Dasar) selama 9 tahun.
Wajar Dikdas memiliki fungsi yaitu :1) mencerdaskan kehidupan bangsa yang diperuntukan bagi semua warga negara tanpa membedakan golongan, agama, suku, dan status sosial-ekonomi; 2) menyiapkan tenaga kerja industri melalui pengembangan kemampuan dan keterampilan dasar belajar, serta dapat menunjang terciptanya pemerataan kesempatan pendidikan kejuruan dan profesional lanjut; 3) membina penguasaan IPTEK untuk dapat memperluas mekanisme seleksi bagi seluruh siswa yang memiliki kemampuan biasa (Djojonegoro, 1995).
2
bekerja atau tidak. Akan tetapi perlu diingat bahwa anak-anak justru putus sekolah lantaran bekerja. Bahkan, di lingkungan yang kondusif untuk bekerja konsekuensi yang muncul adalah gejala putus sekolah yang sering diawali dengan menggabungkan sekolah sambil bekerja.
Masih banyak anak-anak yang tidak dapat menikmati hak tumbuh dan berkembang karena berbagai faktor yang berkaitan dengan keterbatasan kemampuan ekonomi keluarga atau miskin. Keluarga miskin terpaksa mengarahkan sumber daya keluarga untuk secara kolektif memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi demikian mendorong anak-anak yang belum mencapai usia untuk bekerja terpaksa harus bekerja (Nandi, 2006).
Sektor-sektor pekerjaan pada anak umumnya merupakan bidang marginal serta tidak memerlukan keterampilan khusus, seperti menjadi buruh pabrik atau industri, pembantu rumah tangga, penjual koran, kuli angkut, pedagang kaki lima, portitusi, dan pekerjaan seadanya (serabutan) lainya. Namun, hampir semua pekerja anak bermotif ekonomi (Kuniati, R. 2012).
Padahal pada awalnya pekerja anak menurut Amirudin dan Achdian (Suyanto, 2010) kehadiran pekerja anak di berbagai daerah dan kegiatan usaha sesunguhnya bukanlah hal yang baru. Di Indonesia kehadiran pekerja anak ini terlihat menonjol menjelang abad 20, yakni sektor perkebunan dan industri gula modern mulai dikembangkan oleh kolonialisme Belanda ke pelosok desa.
3
Saat ini jumlah pekerja anak semakin tahun semakin bertambah. Yang menarik, hal ini tidak saja terjadi di Indonesia melainkan juga hampir diseluruh belahan dunia. Menurut data yang diperoleh dari International
Laboir Organization (ILO), saat ini terdapat sekitar 8,4 juta anak diseluruh
dunia terjebak perbudakan, perdagangan, pelacuran, pornografi, serta pekerjaan terlarang. Menurut data dari kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, di Indonesia diperkirakan jumlah anak yang menjadi pekerja anak mencapai 165.000 orang(Kurniati, 2012).
Dan, hal ini, terus berkembang dari tahun ke tahun. Organisasi Perburuhan Internasional juga memperkirakan bertambahnya pekerja anak menjadi sekitar 215 juta anak di seluruh dunia. Sementara, Badan Pusat Statistik mencatat sekitar 2,5 juta pekerja anak usia 5-17 tahun pada tahun 2009 di Indonesia. Sebagai besar dari mereka bekerja dengan jam kerja yang panjang dan seringkali dalam kondisi berbahaya yang dapat menghambat tumbuh-kembang mereka. Mereka pun tidak mendapatkan peluang pendidikan yang akan memberikan mereka masa depan yang lebih baik atau harus menyeimbangkan bekerja dengan bersekolah (ILO.org).
Tabel 1.1 Estiminasi Jumlah anak yang bekerja di Indonesia tahun 2009
Karateristik Laki-laki Perempuan Jumlah
Anak bekerja umur 10-12 180,6 39,5 320,1 dengan jam kerja >40 jam per minggu
570,2 447,0 1017,2
Total 949,5 727,6 1679,1
4
Jumlah anak-anak yang menjadi buruh (pekerja) di kota Bandung kian meningkat. Berdasarkan data yang dimiliki Yayasan Bahtera, LSM yang bergerak di bidang perlindungan anak, pada 2004 jumlah pekerja anak berjumlah 25 ribu orang, atau sekitar 2,7 persen dari 900 ribu anak-anak di Kota Bandung (republika online). Saat ini, ada dua undang-undang yang mengatur tentang buruh anak. Namun, kedua peraturan itu satu sama lain saling melemahkan, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, batasan usia bagi buruh anak adalah 15 tahun sedangkan pada bagian lain, anak-anak berusia 13 tahun boleh bekerja asal tidak dieksploitasi oleh pihak perusahaan pada UU Nomor 20 Tahun 1999 hasil konvensi ILO 1998.
Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin orang tua dan bekerja maksimal 3 jam sehari. Keputusan Menteri dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 5 Tahun 2001 tentang penanggulangan pekerja anak pasal 1, menyatakan bahwa pekerja anak adalah anak yang melakukan semua jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan menghambat proses belajar serta tumbuh kembang. Ayat selanjutnya menyatakan bahwa penanggulangan pekerja anak atau disebut PPA adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk menghapus, mengurangi dan melindungi pekerja anak berusia 15 tahun ke bawah agar terhindar dari pengaruh buuk pekerjaan berat dan berbahaya (Nandi, 2006).
Menurut Bell dan Naugle teori learned helplessness menyatakan bahwa individu yang teraniaya umumnya berpendapat bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan perbuatan penyiksanya, dan akhirnya, cenderung untuk menghentikan segala usaha untuk meninggalkan atau merubah kondisi kekerasan tersebut. Para peneliti setuju bahwa karakteristik yang paling jelas tampak pada invidu yang mengalami learned
5
yang secara realistis dapat dikuasai. Selain itu, individu juga memiliki kebiasaan untuk tidak mau mencoba, sebagai efek dari kegagalan beruntun yang dialami sebelumnya. Perilaku mencoba dianggap sebagai membuang waktu karena mereka meyakini bahwa mereka tidak akan berhasil juga (Hall & Lindzy, 1985).
Persoalan bekerja untuk anak tidak selalu memberikan dampak yang buruk, sepanjang pekerjaan dilakukan tidak merugikan perkembangan anak. Pekerjaan merupakan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan rasa ingin tahu, mengembangkan kemampuan ekplorasi, dan kreativitas serta menumbuhkan sikap gemar bekerja, disiplin, dan kemandirian. Dengan kata lain, sepanjang pekerjaan dilakukan dengan professional dan secara psikologis melatih anak dalam rangka membantu orang tua, maka akan memiliki efek mendidik yang positif. Namun, yang dikhawatirkanadalah di lingkungan keluarga miskin sering kali beban pekerjaan anak terlalu berlebihan (Endrawati, 2012).
Penelitian Barber (1985) menemukan bahwa hal yang terutama untuk terjadinya learned helplessnessadalah kondisi bahwa individu merasa tidak mampu mengontrol (not in control) atas hasil (outcome) dari efek perilakunya. Selain itu, Barber juga menemukan bahwa arti subjektif dari kegagalan akan mempengaruhi apakah seorang individu akan mengalami
learned helplessness atau tidak. Apabila kegagalan tersebut dianggap
sebagai hal yang penting bagi individu, learned helplessness dapat dialami individu. Bila kegagalan tersebut secara subjektif tidak dianggap sebagai hal yang penting bagi individu, maka individu tidak akan mengalami learned
helplessness yang mengganggu.
6
sebagai hal yang permanen (misalnya, kondisi ini terjadi untuk selama-lamanya), personal (misalnya, aku memang bodoh); dan bersifat pervasive (misalnya, dalam segala bidang aku memang tak bisa apa-apa), akan cenderung mengalami learned helplessness.
Beranjak dari hal tersebut, melihat fenomena yang ada sekarang, peneliti merasa perlu untuk meneliti hal tersebut karena dilapangan masih terlihat adanya pekerja anak, sehingga dirasa tidak ada perubahan yang signifikan yang dirasakan oleh masyarakat dan bagaimana kota Bandung merubah dirinya menjadi kota ramah anak. Maka, peneliti tertarik untuk mengangkat learned helplessness pekerja anak terhadap beban kerja sebagai judul dari penelitian.
B. Fokus Penelitian
Fokus pada penelitian ini adalah menggambarkan situasi anak yang mendapatkan laerned helplessness dalam bekerja, adapun dimensi yang dapat menunjukan bahwa seseorang mengalami laerned helplessness ialah 1. Mengurangnya Motivasi, 2. Menurunnya kognisi, dan 3. Gangguan emosional.
C. Rumusan Masalah
Bila melihat pada paparan diatas, maka dapat terlihat bagaimana pekerja dibawah umur atau bisa disebut pekerja anak bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga mereka terpaksa untuk bekerja di tempat yang bermacam-macam dengan kesukaran dan masalah yang bermacam-macam pula.
7
Learned helplessness ini dapat terjadi ketika seseorang mendapatkan
kejadian yang berat dalam kehidupannya, sehingga mempengaruhi motivasinya, memiliki pemikiran negatif, dan memiliki gangguan emosi yang cenderung tidak memiliki agresi.
D. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran learned helplessnesspada pekerja anak? 2. Bagaimana dampak learned helplessness terhadap pekerja anak?
E. Tujuan Penelitian
1. Dapat mengetahui gambaran anak yang mengalami learned
helplessness
2. Mengetahui dampak dari learned helplessness pada pekerjaan yang dilakukan
F. ManfaatPenelitian
1. Manfaat teoritis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan ilmu bagi para pembaca sehingga dapat mengetahui gambaran learned helplessness dan beban kerja bagi pekerja anak.
2. Manfaat praktis
8
G. Struktur Organisasi Skripsi
Bab I merupakan pendahuluan yang berisiskan latar belakang penelitian learned helplessnesspada pekerja anak, fokus, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian skripsi.
Bab II merupakan kajian pustaka, dan kerangka pemikiran tentang
learned helplessness pekerja anak yang berisikan konsep-konsep learned
helplessness, pekera anak, serta berisikan penelitian-penelitian terdahulu
yang relevan dengan konsep learned helplessness
Bab III menyajikan motode penelitian yang berisis penjabaran secara rinci mengenai lokasi dan subjek peneliti, jenis dan desain penelitian, instrumen penelitian, teknik keabsahan data, dan analisis data.
Bab IV menguraikan hasil dari penelitian dan pembahasan yang terdiri dari masalah penelitian, pertanyaan penelititan, dan tujuan penelitian serta mengurai pembahasan atau analisis temuan.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan subjek penelitian yaitu tiga pekerja anak yang berusia 15,14 dan 15 tahun. Namun, pada subjek ke tiga penelitian tidak bisa dilanjutkan karena subjek ketiga menolak untuk ditemui, maka penelitian hanya berlanjut pada subjek satu dan dua. Subjek penelitian dipilih dengan cara purposif sample yaitu sampel ini memfokuskan pada informan-informan terpilih yang kaya dengan kasus untuk studi yang bersifat mendalam, dengan pemilihan subjek yaitu secara
snowball.
Namun, dalam pemilihan subjek pun terdapat kriteria subjek yang dipilih diantaranya:
1. Umur pekerja dibawah 16 tahun
2. Pekerja bekerja dalam bidang produksi di perusahan pangan
B. Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan pendekatan studi kasus yang bersifat deskriptif. Desain tersebut digunakan dengan maksud untuk mengetahui fenomenasosial tertentu. Namun, tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi tentang data. Hal itu, dimaksudkan juga untuk memperoleh pemahaman yang menyeluruh dan tuntas melalui kasus-kasus yang diambil (Robert, 1989).
C. Metode Penelitian
25
dengan mewawancarai dua kali setiap subjeknya. Adapun, perlengkapan yang dipakai selama wawancara, yaitu kamera untuk mengambil foto yang digunakan untuk mengobservasi tempat kerja subjek dan tape recorder untuk merekam wawancara antara peneliti dengan subjek (Sukamadinata, 2005).
D. Definisi Operasional
Learned helplessness dalam penelitian ini didefinisikan sebagai
ketakutan individu pada kegagalan akan cenderung melakukan atribusi internal yang bersifat permanen yaitu memberikan atribusi bahwa kegagalannya disebabkan karena ketidakmampuan pribadi, sehingga memungkinkan munculnya emosi negatif. Terdapat tiga faktor yang menunjukan bahwa individu mengalami learned helplessness yaitu:
1. Motivational deficit, yaitu penurunan motivasi.
2. Cognitive deficit, yaitu penurunan kognitif.
3. Emotional deficit, yaitu penurunan emosi.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan, yaitu peneliti itu sendiri atau
human instrument. Kategori instrumen yang baik dalam penelitian kualitatif
26
F. Teknik Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji credibility (Sugiyono, 2010) yang terdiri dari triangulasi, pengecekan rekan sejawat,dan member check.. Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Namun, dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan triangulasi waktu dan sumber.
1. Triangulasi waktu
Peneliti mempertanyakan kembali pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda yaitu pada wawancara berikutnya.
2. Triangulasi sumber
Dalam penelitian ini, triangulasi sumber yang digunakan adalah dengan cara mendapatkan informasi lain dari sumber yang berbeda selain subjek penelitian lalu peneliti pun menambahkan sumber teori dan penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan untuk mengecek hasil penelitian.
Sedangkan, untuk member check, peneliti melakukan dengan cara menanyakan kembali pada subjek hasil wawancara antara peneliti dengan subjek, baik mengenai konten ataupun tata bahasa.
Lalu, pengecekan rekan sejawat dilakukan dengan teman peneliti untuk membantu mengecek kembali hasil sementara atau hasil akhir dari penelitian.
G. Teknik Pengumpulan Data
27
observasi yang dilakukan hanya sebatas melihat kondisi tempat kerja dan rumah subjek.
Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam. Dalam wawancara mendalam berlangsung suatu diskusi terarah diantara peneliti dan responden menyangkut masalah yang diteliti. Didalam diskusi tersebut peneliti harus dapat mengendalikan diri, sehingga tidak menyimpang jauh dari pokok permasalahan serta tidak memberikan penilaian mengenai benar atau salahnya pendapat atau opini responden dalam wawancara mendalam (Basuki, 2006).
Wawancara mendalam adalah proses pengumpulan data dengan cara menggunakan informasi hasil interview dengan key informan atau informanyang pemilihannya didasarkan kepada orang-orang yang menduduki posisi yang strategis atau memahami persoalan. Hal ini, dapat memberikan informasi aktual tentang berbagai aspek yang diteliti. Dalam penelitian ini pun, peneliti melakukannya dalam dua kali wawancara pada setiap subjek (Moleong, 2010).
H. Teknik Analisis Data
Dalam riset kualitatif, jenis data dihasilkan adalah data lunak, yang berupa kata-kata, baik yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Dalam pengumpulan data seperti itu, terutama bila riset dilakukan oleh orang yang belum berpengalaman, ada kemungkinan data terkumpul tidak sesuai dengan bingkai kerja maupun fokus masalahnya.
Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Bikel dalam buku Lexy J Moleong (2010) adalah :
“Upaya yang dilakukan dengan jalan kerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
28
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan
memutuskan apa yang di ceritakan kepada orang lain.”
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman yaitu menggunakan analisis interaktif. Pengumpulan data yang diperoleh dilapangan disajikan dalam bentuk narasi, hasil dari pengumpulan data direduksi, kemudian dirangkum, sehingga menemukan tema-tema dan pola pokok yang relevan dengan penelitian
Sumber: Miles dan Huberman dalam Moleong (2010). Gambar 3.1 Model Analisis Data Interaktif
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah kegaiatan merangkum hasil wawancara pada hal-hal yang penting dan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. Peneliti melakukan reduksi data dengan cara hasil verbatim yang dilakukan oleh peneliti diambil yang penting atau yang sesuai dengan pertanyaan penelitian lalu memberi kode dengan A1W1J1. Kode ini mengartikan A untuk Subjek,
W untuk wawancara dan J untuk jawaban, sedangkan angka yang ada di belakang huruf menandakan urutan.
Pengumpulan data
Reduksi data Penyajian data
Analisis data
29
2. Display Data
Display data digunakan untuk memudahkan pembaca lain untuk
mengetahui isi dari wawancara. Display data yang dapat digunakan ialah uraian singkat, bagan, katagorisasi, dan lain-lain.
Display data yang dibuat oleh peneliti berupa tabel yang berisikan
tema, aspek yang ingin digali, pernyataan lalu kode yang menyertai. Hal ini, untuk memudahkan dan dapat dilihat di lampiran.
3. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah yang dirumuskan dari awal yang dapat berupa deskripsi ataupun gambaran bagaimana masalah sebenarnya.
56
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kualitatif dengan teknik wawancara yang dilaksanakan di kota Bandung tentang Learned Helplessness Pada Pekerja
Anak, dapat diambil beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut dipaparkan
sebagai berikut:
1. Pada subjek satu atau F mengalami learned helplessness seperti pada penurunan motivasi yaitu tidak memiliki motivasi untuk belajar, motivasi kerja sehingga F hanya mengerjakan pekerjannya saja dan tidak berani melakukan hal-hal baru ini. Hal ini, berkesinambungan dengan penurunan kognitf pada diri F yang membuatnya memiliki pandangan negatif akan dirinya, orang lain, dan masa depannya. Hal tersebut pula membuat terjadinya penurunan emosi seperti pada tingkat agresi yang rendah dan membuat F mengikuti keinginan orang lain. 2. Sedangkan, pada subjek dua atau R mengalami learned helplessness
57
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam peneltian ini, penulis ingin mengemukakan beberapa saran, yaitu:
1. Bagi pekerja anak
Pekerja anak sebaiknya tetap belajar sehingga menjaga asa mereka untuk dapat tetap maju, walaupun tidak lagi bersekolah banyak tempat-tempat umum yang memberikan pembelajaran gratis untuk anak-anak yang putus sekolah sehingga para pekerja anak ini tetap dapat terus menjaga kualitasnya sehingga memiliki pemikiran-pemikiran postif dan mendapatkan peluang yang lebih baik.
2. Bagi Peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya bisa menambahkan metode observasi sehingga lebih bisa mengetahui bagaimana kondisi pekerja anak ketika bekerja dan mengetahui lingkungan keluarganya untuk memperkaya informasi dan mempermudah proses menganalisis data.
3. Bagi Para orang tua
Berilah anak kesempatan lebih untuk bersekolah karena ketika mereka berhenti sekokah kebanyak kesempatan mereka menjadi tertutup karena anak cenderung tidak berani melawan lingkungannya.
4. Bagi Perusahaan
Daftar Pustaka
Azhar Arsyad, 4. (2003). Media Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Pers
Bararah, V 2011, Risiko Dari Pekerjaan Yang Menuntut Banyak Berdiri,tersedia di: http://health.detik.com/read/2011/04/23/100234/1623597/763/risiko-di-balikpekerjaan-yang-menuntutbanyak-berdiri. Diakses 18Maret 2013
Barber, J.G. (1985). Competing Accounts of the Learned helplessness Effect in
Human. Thesis Unpublished: Department of Psychology University of
Adelaide.
Basuki, Heru.A.M (2006). Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Kemanusiaan
dan Budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma
Bell, K.M., & Naugle, A.E. (2005). Understanding Stay/Leave Decisions in
Violent Relationsh Behavior Analytic Approach. Behavior and Social Issues.
Chicago: Spring 2005. Vol. 14, Iss. 1; page 21-45.
Bernard, B 1997, Muskuloskelatal Disorders And Workplace Factor A Critical
Review Of Epidemiologic Evidence For Work-Related Musculoskelatal
Diorders Of The Neck, Upper Extremity and Lowback, NIOSH, Ohio
Bostrom, N., Sandberg, A., 2009.CognitiveEnhancements: Methods, Ethics,
Regulatory Challenges. Sci Eng Ethics (2009), 15: 311-341.
Bower. G.H, Hilgard E.R, Theories of Learning. Prientice-Hall Internasional: London
Bridger, R 1995-2993, Introduction To Ergonomics,McGrawHill,Singapore Budiono, S 2008, Bunga Rampai Hiperkas dan KK. Universitas Diponegoro,
Semarang
Daniel L Barlow.1985 Psychology: The Teaching Learning Process. Published by Moody Publishers
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djaali. 2006. Psikologi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Djojonegoro, Wardiman. 1995. Lima puluh Tahun Perkembangan Indonesia. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan
Endrawati, N.(2012) Perlindungan Hukum pada Pekerja Anak Di sector Informal, JurnalDinamikaHukumVol 12 No 2 Purwokerto: Universitas Negri Jendral Seodirman
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M. and Donelly, Jr., J.H. (1985). Organizations. 5th Edition. Business Publication, Inc.
Hadis, Abdul, Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.
Hall C, Lindzey G. (1985) .Introduction to Theories of Personality . Canada: John Wiley &sons, Inc.
Hurlock, Elizabeth B. (2000). Perkembangan anak jilid 1. Jakarta: PT Erlangga Hariyono W,Suryani D, Wulandari Y.(2009). Hubungan antara Beban Kerja,
Stres kerja, dan tingkat konflik dengan kelelahan kerja perawat di rumah
sakit islam Yogyakarta PDHI kota Yogyakarta, Jurnal KesmasUAD, Vol 3,
No 3 Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan.
Herzberg F. 2000. Frederick Herzberg's Motivation And Hygiene Factors. http://businessballs.com/herzberg.htm[12 September 2009].
http://www.republika.co.id/search/pekerja%20anak http://www.ilo.org
Kurniaty, R .(2012).Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak Berdasarkan
Online: [http://risalah.fhunmul.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/5.- Perlindungan-Hukum-Terhadap-Pekerja-Anak-Berdasar-Hukum-Positif-Indonesia-Rika-Kurniaty.pdf]
Lazarus, R. S., (1991). Emotion and adaptation.New York: Oxford University Press.
Martin, R.C., & Dahlen, E. R. (2005). Cognitiveemotion regulation in predictionof depression, anxiety, stress, andanger. Personality & Individual
Differences,39, 1249-1260.
Moleong, L. (2010) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nandi, (2006).Pekerja Anal dan Permasalahannya. Jurnal GEA jurusan
Pendidikan Geografi Vol. 6, No 2, oktober 2006. Tersedia
Online:[http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/1979
01012005011-NANDI/artikel%20jurnal/Artikel_di_Jurnal_GEA.pdf__Pekerja_Anak_dan_ Permasalahannya.pdf]
Nehlig, A., 2010. Is Caffeine a Cognitive Enhancer? Journal of Alzheimer Disease 20:S85-S94.
Ratna Wilis D. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga
Robert K. Yin, 1989. Case Study Research Design and Methods. Washington : COSMOS Corporation
Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi, Edisi 8. Jakarta: Prentice Hall, Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi, Edisi 10. Jakarta: PT. Index Sardiman A.M. 2008. Interaksi & motivasi belajar mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Santtrock, John W. 2008, Psikologi Pendidikan Edisi Kedua, Penerbit: Kencana Prenada Media Group: Jakarta
Seligman, M. E. P. (1975). Helplessness. On depression, development and death. San Francisco : Freeman.
Seligman, et all .(1984) .attributional style and the generality of learned
helplessness. Journal of Personality and Social Psychology 1984, Vol. 46,
No. 3, 681-687
Smallheer ,Benjamin ,A .(2011). learned helplessness and depressive symptoms in
patients following acute myocardial infarction. thesis University of
Tennessee Nashville.
Sugiyono. (2010). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV Alla Beta
Sukmadinata ,Nana, S. (2002) .Metode Penelitian Pendidikan Bandung: PT Remaja Rosadakarya
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Anak Sosial. Jakarta: Pt. Kencana Prenanda Media Grup
Stoltz, G.P (2000), Adversity quotient : mengubah hambatan menjadi peluang, Alih Bahasa: Hermaya.T. Jakarta: PT Grasindo
Prihatini ,L ,D .(2007). Analisis Hubungan Beban Kerja Dengan Stress Kerja
Perawat di Tiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidi kalang Tesis Sekolah
PascaSarjana USU Medan :Tidak Diterbitkan. Tersedia Online: [http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6899/1/08E00192.pdf] Tjandraningsih, I.(1995). Pemberdayaan pekerja anak . Bandung:AKTIGA
Tjandraningsih, I. dan B. White, Child Workers in Indonesia, (Bandung: Akatiga,
1998)