HUBUNGAN PENGETAHUAN MASYARAKAT
TENTANG OBAT GENERIK TERHADAP SIKAP
PENGGUNAAN OBAT GENERIK DI SUMATERA
BARAT
SKRIPSI SARJANA FARMASI
Oleh
ANDRO FAUZY RENANDI
No. BP 1011013001
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian berupa hubungan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang obat generik secara komprehensif di 10 Kota/Kabupaten di Sumatera Barat. Obat merupakan penyumbang biaya terbesar dalam pengobatan untuk menunjang kesehatan. Pemerintah telah mengeluarkan program obat murah yang disebut obat generik berlogo (OGB) tanpa mengurangi kualitas dari obat tersebut. Penggunaan obat generik di masyarakat diketahui masih rendah, sehingga perlu dilakukannya penelitian tentang pengetahuan dan sikap masyarakat tentang obat generik. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode survey berupa kuissioner terhadap 409 orang responden. Penetuan responden dengan menggunakan metoda pengambilan sampel yang disebut accidental sampling. Dari hasil peneltian, pengetahuan masyarakat tentang obat generik dikategorikan kelompok Baik (16,1%), Cukup (26,2%), dan Kurang (57,7%). Sikap masyarakat terhadap penggunaan obat generik masih negatif terlihat dari persentase yang menunjukkan sikap negatif (54,3%) lebih banyak dibandingkan sikap positif (45,7%). Tidak adanya hubungan antara karakteristik (jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan status pernikahan) dengan tingkat pengetahuan (P > 0,05). Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang obat generik dengan sikapnya penggunaan obat generic (P > 0,05). Walaupun memiliki pengetahuan yang baik tidak menjamin memiliki sikap yang positif.
ABSTRACT
Has conducted research on the relationship of public knowledge and attitudes about generic drugs as a whole in 10 City / District in West Sumatra. Drugs are the biggest contributor to the cost of treatment to support health. The government has been issuing cheap drugs program that was called commodity generic drugs (OGB) without reduce the quality of the drugs. The use of generic drugs in the public is still low, it is necessary to research of public knowledge and attitudes about generic drugs. This research uses descriptive qualitative method using a survey to 409 respondents kuissioner. Determination of the respondents were using sampling methods called accidental sampling. Result of public knowledge about generic drugs are Good (16.1 %) , Fair (26.2 %) , and Less (57.7 %) . Public attitudes towards generic drugs are still visible from the negative percentage indicates a negative attitude (54.3 %) more than a positive attitude (45.7 %) . There is no relationship among the characteristics (gender , education , occupation , income , and marital status ) with the level of knowledge (P > 0,05). There was no relationship between the level of knowledge about generic drugs with attitudes of using generic drugs (P > 0,05). While having a good knowledge doesn’t guarantee to have a positive attitude.
I. PENDAHULUAN
Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan
kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena
itu obat harus tersedia pada saat diperlukan dalam jenis dan jumlah yang cukup,
berkhasiat nyata dan berkualitas baik (Fatokun, 2011; Hassali, 2012). Biaya obat
juga merupakan biaya terbesar yaitu sekitar 60-70% dari total biaya pengobatan.
Dalam rangka memberikan alternatif obat untuk masyarakat dengan kualitas
terjamin dan harga terjangkau serta ketersediaan obat yang cukup, maka
pemerintah sejak tahun 1989 mengeluarkan program obat murah yang disebut
dengan obat generik berlogo (OGB).
Dalam perkembangannya, ternyata penggunaan OGB masih sangat rendah.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian OGB di Indonesia pada
tahun 2001 penggunaanya hanya sekitar 12%, dan di tahun 2007 menurun
menjadi 7,8% meskipun pasar obat nasional naik (ISFI, 2009). Hal ini bertolak
belakang dengan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dimana
penggunaan obat generik pada tahun 1993 misalnya justru meningkat sekitar 63%
(Ferraz, et al, 2007). Ini menunjukkan bahwa sosialisasi tentang OGB yang
dilakukan oleh pemerintah tidak berhasil. Padahal dengan kondisi perekonomian
sekarang ini, mestinya masyarakat menjadi sangat terbantu ketika mengakses obat
murah yang bermutu baik seperti OGB ini. Dengan menggunakan OGB, justru
Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi (18 th
keatas) adalah 31,7%. Apabila 7,2% penderita terdeteksi oleh tenaga kesehatan
dan 25% diantaranya diterapi menggunakan obat generik (Kaptopril), maka secara
nasional memberikan potensi penghematan sebesar, Rp 4,2 triliun/tahun
dibandingkan menggunakan obat originator atau branded generic (Obat Generik
Bermerek/OGM) (ISFI, 2009).
Rendahnya penggunaan OGB ini berhubungan erat dengan rendahnya
kepercayaan masyarakat terhadap OGB itu sendiri. Hal ini diakibatkan oleh
banyak faktor, diantaranya adalah masih rendahnya pengetahuan masyarakat
termasuk tenaga kesehatan sendiri tentang OGB. Pengetahuan tersebut
menyangkut kepada mutu OGB, disamping juga faktor gencarnya promosi OGM
baik secara langsung ke dokter maupun melalui media cetak dan elektronik (ISFI,
2002). Hasil studi yang telah dilakukan tentang pengetahuan tenaga kesehatan di
Kota Pariaman tentang obat generik, memberikan hasil bahwa secara umum
tingkat pemahaman tenaga kesehatan di Puskesmas dalam wilayah Kota Pariaman
tentang obat adalah termasuk kategori kurang. Jika tenaga kesehatan saja memiliki
pengetahuan yang rendah tentang obat generik, apalagi masyarakat awam
tentunya (Syofyan, 2011).
Hal ini jelas menunjukkan bahwa informasi mutu OGB belum
tersosialisasi dengan baik dan tepat. Padahal, pada hakekatnya, setiap OGB yang
beredar di tengah masyarakat telah diuji mutunya oleh BPOM berupa uji
Bioavailibilitas Bioekivalen (BABE) sehingga jika telah memenuhi persyaratan
sertifikat CPOB sehingga mutunya dapat dijamin dan kemudian dalam
peredarannya senantiasa diawasi secara ketat oleh Badan POM.
Kondisi ekonomi masyarakat Indonesia sekarang ini, dilihat dari segi
pemenuhan akan harga kebutuhan barang termasuk obat menjadi sangat mahal,
maka program revitalisasi penggunaan OGB perlu didukung oleh berbagai pihak
yang berkompeten. Upaya pemetaan masalah OGB perlu dilakukan secepatnya,
yang meliputi sikap dan pengetahuan masyarakat tentang OGB sehingga diperoleh
data secara komprehensif terkait masalah OGB itu sendiri mengingat data seperti
itu sampai saat ini belum ada terutama untuk Provinsi Sumatera Barat.
Berdasarkan hal itulah, maka perlu dilakukan penelitian secara mendalam
tentang masalah OGB ini di Propinsi Sumatera Barat agar kita bisa mengetahui
pengetahuan masyarakat Sumatera Barat secara komprehensif tentang OGB, dan
sikap masyarakat Sumatera Barat terhadap penggunaan OGB. Hal ini juga
menunjang program revitalisasi penggunaan OGB yang telah dicanangkan oleh
pemerintah. , agar diperoleh terget berupa inovasi metode sosialisasi OGB yang