• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DI SMP MANBA’UL ULUM KOTA TANGERANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DI SMP MANBA’UL ULUM KOTA TANGERANG."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR , DIAGRAM, dan BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Hipotesis Penelitian ... 8

1.6 Definisi Operasional... 9

1.7 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Koneksi Matematik ... 12

2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 15

2.3 Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation ... 19

2.4 Penelitian yang Relevan ... 24

(2)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

3.4 Instrumen Penelitian ... 27

3.4.1 Tes Matematika ... 27

3.4.1 Skala Sikap Siswa ... 35

3.5 Analisis Data ... 35

3.5.1 Data Kuantitatif ... 35

3.5.2 Data Kualitatif ... 35

3.6 Prosedur Penelitian... 41

3.6.1 Tahap Persiapan ... 41

3.6.2 Tahap Pelaksanaan ... 41

3.6.3 Tahap Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 45

4.1.1 Pretes ... 45

4.1.1.1 Analisis Kemampuan Awal Koneksi Matematik ... 47

4.1.1.2. Analisis Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematik.. ... 51

4.1.2. Data Postes ... 55

(3)

4.1.4. Deskripsi dan Analisis Skala Sikap ... 67

\4.1.4.1. Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika ... 67

4.1.4.2 Sikap Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation 69 4.1.4.3 Sikap Terhadap Soal-soal Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah ... 74

4. 1.5 PEMBAHASAN ... 75

4.1.5.1 Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 76

4.1.5.2 Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation ... 80

4.1.5.3 Temuan ... 81

4.1.5.3.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Implikasi ... 86

5.3 Temuan ... 87

5.4 Saran ... 89

(4)

Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Skor Soal Koneksi Matematik ... 21 Tabel 2.2 Pedoman Pemberian Skor Soal Komunikasi Matematik ... 25 Tabel 3.1 Koefisien Korelasi... 44 Tabel 3.2 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Koneksi

dan Komunikasi Matematik ... 45 Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ... 48 Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik ... 48 Tabel 3.6 Kriteria Indeks Kesukaran ... 49 Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran

Tes Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik………...50 Tabel 3.8 Skor Gain Ternormalisasi ... 54 Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Kemampuan Koneksi dan Komunikasi

Matematik ... 60 Tabel 4.2 Deskripsi Kemampuan Awal Koneksi dan Komunikasi

Matematik ... 61 Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol………. 62 Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol.. .. 62 Tabel 4.5 Uji Perbedaan Rata-rata Skor Pretes Kemampuan Koneksi Siswa... 64 Tabel 4.6 Deskripsi Hasil Skor Postes kemampuan Komunikasi Matematik ... 65

viii

ix

(5)

Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik Siswa... 67 Tabel 4.10 Uji Perbedaan Rata-rata Skor Postes Kemampuan Koneksi

Matematik ... 68 Tabel 4.11 Uji Perbedaan Rata-rata Skor Postes Kemampuan Komunikasi

Matematik ... 70 Tabel 4.12 Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 71 Tabel 4.13 Rekapitulasi Indikator Gain Ternormalisasi Kemampuan Koneksi

Matematik Siswa Kelas Eksperimen………72 Tabel 4.14 Rekapitulasi Indikator Gain Ternormalisasi Kemampuan

Komunikasi Matematik Siswa Kelas Kontrol ... 73 Tabel 4.15 Rekapitulasi Indikator Gain Ternormalisasi Kemampuan Koneksi

Matematik Siswa Kelas Kontrol ….………74 Tabel 4.16 Rekapitulasi Indikator Gain Ternormalisasi Kemampuan

Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen ... 75 Tabel 4.17 Koefisien Korelasi antara Koneksi dan Komunikasi Matematik

Siswa Kelompok Eksperimen ... 76 Tabel 4.18 Koefisien Korelasi antara Koneksi dan Komunikasi Matematik

Siswa Kelompok Kontrol. ... 77

(6)

Berbantuan Program Geometer’s Sketchpad ... 79

Tabel 4.21 Sikap Siswa terhadap Matematika ... 80

Tabel 4.22 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Kontekstual ... 83

Tabel 4.23 Sikap Siswa terhadap Koneksi Matematik ………….………...88

(7)

Judul Halaman Diagram 3.1 Tahap Analisis Data ... 25 Diagram 3.2 Alur Pelaksanaan Penelitian ... 44

b

(8)

Judul Halaman

Lampiran A Rencana Pembelajaran dan Bahan Ajar/LKS/Modul GSP ... 114

Lampiran B Kisi-kisi Tes Matematik Aspek Koneksi dan Komunikasi ... 181

Tes Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik ... 182

Alternatif Kunci Jawaban ... 186

Lampiran C Perhitungan Validitas Item Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 200

Perhitungan Validitas Item Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 201

Perhitungan Reliabilitas Item Tes Kemampuan Koneksi Matematik………....202

Perhitungan Reliabilitas Item Tes Kemampuan Komunikasi Matematik………....204

Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 206

Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 207

Perhitungan Daya Pembeda Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 208

(9)

Kelas Eksperimen... 210

Data Hasil Pretes Kemampuan Koneksi Matematik Kelas Kontrol ... 211

Data Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen... 212

Data Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 213

Data Hasil Postes Kemampuan Koneksi Matematik Kelas Eksperimen... 214

Data Hasil Postes Kemampuan Koneksi Matematik Kelas Kontrol ... 215

Data Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen... 216

Data Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 217

Gain Kemampuan Koneksi Matematik Kelas Eksperimen ... 218

Gain Kemampuan Koneksi Matematik Kelas Kontrol ... 219

Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen ... 220

Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 221

(10)

Uji Normalitas Skor Gain pada Kelas Eksperimen ... 234

Uji Normalitas Skor Gain pada Kelas Kontrol ... 237

Uji Homogenitas Pretes... 240

Uji Homogenitas Postes ... 243

Uji Homogenitas Gain... 246

Uji Korelasi…..………... 249

Uji Perbedaan Rata-rata Pretes Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 250

Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 253

Uji Perbedaan Rata-rata Gain Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 256

Lampiran E Kisi-kisi Skala Sikap Siswa ... 259

Skala Sikap Siswa ... 260

Pemberian Skor Butir Skala Sikap ... 262

Distribusi skor skala sikap ... 264

Lembar Observasi……… 266

Lampiran F Dokumentasi dan Perizinan ... 267 xiii

(11)

1

Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Masalah dapat muncul dalam matematika itu sendiri, dalam mata pelajaran lain atau dari konteks kehidupan sehari-hari. Untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah matematik dengan baik, diperlukan kemampuan lain, di antaranya yaitu kemampuan melakukan koneksi matematik. Demikian pentingnya kemampuan melakukan koneksi matematik (mathematical

connections), National Council of Teachers of Mathematics (NCTM)

menjadikannya sebagai salah satu standar kurikulum pendidikan matematika di Amerika Serikat.

(12)

Sedangkan pada koneksi dengan dunia nyata, permasalahan utamanya adalah kesulitan siswa membuat model matematika.

Selain kemampuan koneksi matematik, hasil lain yang diharapkan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematik. Pemecahan masalah matematika merupakan hal yang sangat penting sehingga menjadi tujuan umum pengajaran matematika bahkan sebagai jantungnya matematika (Branca dalam Sumarmo, 1994). Pemecahan masalah pada prinsipnya lebih mengutamakan proses daripada hasil (Ruseffendi, 1991), Pemecahan masalah juga sebagai fokus dari matematika sekolah dan bertujuan untuk membantu dalam mengembangkan berpikir secara matematis (NCTM, 2000). Sehingga diharapkan pembelajaran matematika dapat berjalan sesuai tujuan awal dari proses pembelajaran.

(13)

masalah hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika. Secara teknis Polya (1985) menyebutkan empat langkah dalam penyelesaian masalah, yaitu: 1) memahami masalah; 2) merencanakan pemecahan; 3) melakukan perhitungan; dan 4) memeriksa kembali.

Dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (KTSP, 2006) dinyatakan bahwa pengajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan : 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dalam pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

(14)

kompetensi yang akan dicapai penekanannya pada kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik, maka hal yang memungkinkan pembelajaran dan pengenalan konsep matematik disajikan melalui salah satu metode pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematik yaitu dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation.

(15)

Selain itu penciptaan suasana kooperatif dapat membangun hubungan interaksi secara intensif dan saling menguntungkan. Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi maka pengaruh pembelajaran kooperatif secara umum hasilnya positif (Slavin, dalam Grouws; 1984). Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (1991) yang menyatakan bahwa “….menemukan sesuatu oleh kemampuan sendiri dapat menumbuhkan rasa percaya terhadap diri sendiri, dapat meningkatkan motivasi, melakukan pengkajian lebih lanjut dapat meningkatkan sikap positif terhadap matematik”, dan selanjutnya dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

(16)

rendah di ukur dari tiga aspek koneksi dalam matematik. Hal senada juga diungkap oleh Nasir (2008) yang menyatakan bahwa bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi siswa sekolah menengah masih rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor ideal 86, yaitu sekitar 46,2% untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 59,9% untuk koneksi matematik dengan bidang studi lain dan 67,3% untuk koneksi matematik dengan kehidupan keseharian.

Selanjutnya Sumarmo (1994) dalam studinya mengenai pemecahan masalah siswa SLTP dan SLTA serta guru-guru matematika menemukan bahwa tingkat berpikir formal siswa belum berkembang secara optimal dan kemampuan pemecahan masalahnya masih rendah (1994 a); keterampilan matematika yang dipandang sukar oleh siswa adalah pembuktian secara langsung, tidak langsung, dan dengan induksi lengkap, penyelesaian yang menggunakan penalaran, perhitungan dalam geometri, membentuk model matematika, dan mencari hubungan antar data (1994 b).

(17)

serta menghubungkannya dengan sistem yang lain; (3) aplikasi transformasi dan

menggunakannya secara simetris untuk menganalisis situasi matematik; (4) menggunakan visualisasi, koneksi spasial, dan model geometri untuk

memecahkan permasalahan.

Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation diharapkan menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa. Untuk itu penulis mencoba mengadakan sebuah penelitian dibidang pendidikan matematika dengan judul: “Peningkatan Kemampuan

Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP melalui Pembelajaran

Kooperatif Tipe Group Investigation”.

1. 2. Rumusan Masalah Penelitian

Dalam penelitian ini masalah dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ?

2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation?

1.3 Tujuan Penelitian

(18)

1. Menelaah peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

3. Mendeskripsikan sikap siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah :

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru matematika untuk dapat menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation agar pembelajaran lebih efektif.

2) Penelitian ini memberikan pengetahuan bagi para pendidik tentang pembelajaran yang dapat digunakan di kelas, khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

3) Penelitian ini, bagi peneliti dan siswa diharapkan dapat menambah wawasan serta pengalaman menggunakan pembelajaran kooperatif tipe

Group Investigation.

1.5 Hipotesis Penelitian

(19)

1. Peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional

2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

1.6 Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan persepsi dalam menangkap maksud dari penelitian ini perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan diantaranya : 1) Kemampuan koneksi matematik adalah kemampuan siswa dalam

menghubungkan suatu gagasan matematis dengan gagasan matematis lainnya (mengkaitkan antar konsep matematika), matematika dengan bidang ilmu lain dan matematika dengan kehidupan nyata.

2) Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan atau usaha nyata dalam rangka mencari jalan keluar atau ide yang berkaitan dengan permasalahan matematis untuk memperoleh penyelesaian, dengan indikator (a) memahami masalah, (b) merencanakan penyelesaian, (c) menyelesaikan masalah, dan (d) memeriksa kembali.

(20)

dalam kelompok-kelompok heterogen yang terdiri dari empat hingga enam anggota. Setelah memilih sendiri topik yang akan di bahas dalam kelompok yang pilihannya diberikan oleh guru, kemudian siswa secara berkelompok mengadakan penyelidikan untuk menemukan atau menyelesaikan masalah. Kedudukan guru dalam pembelajaran sebagai fasilitator yang mengarahkan proses yang terjadi dalam kelompok, ia lebih berfungsi sebagai pembimbing akademik.

4) Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan dengan ekspositori, di mana guru menjelaskan materi pelajaran, kemudian siswa mengerjakan latihan dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti, dan siswa belajar secara sendiri-sendiri.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini terfokus pada penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan konvensional. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Manba’ul Ulum Kota Tangerang Propinsi Banten.

Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yang memiliki kemampuan yang homogen dengan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kelas pertama diberikan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation. Kelas pertama ini merupakan kelompok eksperimen, sedangkan

(21)
(22)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan desain penelitian berbentuk randomized pre-test post-test control group design. Pada kuasi eksperimen ini subyek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 1994: 47). Penggunaan desain dilakukan dengan pertimbangan bahwa, kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokan secara acak.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengelompokkan sampel dalam 2 kelas yaitu kelas pertama yang terpilih dijadikan sebagai kelas eksperimen, sedangkan kelas kedua terpilih dijadikan sebagai kelas kontrol dimana kelompok kelas sampel tersebut dipilih secara acak.

Dengan demikian rancangan atau desain penelitiannya menggunakan

randomized pre-test post-test control group design dapat digambarkan

sebagai berikut:

O X O

O O

Keterangan :

(23)

3.2 Variabel Penelitian

Variabel bebas yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika melalui pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation yang diterapkan kepada siswa kelas eksperimen. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII di SMP Manba’ul Ulum Kota Tangerang Propinsi Banten. Dipilih siswa kelas VII SMP dengan pertimbangan bahwa mereka merupakan kelas awal yang sudah dapat dikembangkan kemampuan pembelajarannyaa. Usaha peningkatan kemampuan matematika lebih baik dilakukan sejak awal untuk meminimalisir kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran matematika. Selain itu, mereka juga tidak disibukkan dengan persiapan ujian akhir dan dianggap sudah dapat mengikuti pembelajaran yang akan diterapkan. Salah satu alasan pemilihan SMP Manba’ul Ulum adalah peneliti ingin mencoba menerapkan sebuah pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan matematik di sekolah yang berbasis keagamaan.

(24)

menggunakan teknik ”Simple Random Sampling”, karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi (Sugiyono, 2007).

3.4 Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data, dalam penelitian ini digunakan dua macam instrumen yang terdiri dari soal tes matematika dan angket skala sikap siswa terhadap pembelajaran. Untuk kegiatan pembelajaran disusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Bahan Ajar yang secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran A.

3.4.1 Tes Matematika

(25)

dan pemecahan masalah matematik siswa dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Untuk memperoleh soal tes yang baik maka soal tes tersebut harus dinilai

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Untuk mendapatkan

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda maka soal tersebut terlebih dahulu dikonsultasikan pada penilai yang dianggap ahli (expert), yaitu 2 orang dosen pembimbing dan 2 orang mahasiswa S2 Program Studi Pendidikan Matematika, dan diuji cobakan pada siswa kelas VIII SMP dengan pertimbangan bahwa mereka sudah pernah menerima materi. Uji coba dilakukan pada siswa kelas VIIIC SMP Negeri 249 Jakarta yang berjumlah 40 siswa. Pengukuran validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal tes tersebut diuraikan berikut ini.

1. Analisis Validitas Butir Soal

Analisis validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Perhitungan validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien korelasi Product Moment dari Carl Pearson, yaitu sebagai berikut:

(26)

Keterangan :

rxy : koefisien korelasi,

N : banyaknya sampel

x : skor item

y : skor total

Interpretasi besarnya koefisien korelasi berdasarkan patokan disesuaikan dari Arikunto (2001) seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Koefisien Korelasi (r)

Koefisien Korelasi (r) Interpretasi

Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi diuji dengan uji-t dengan rumus berikut: yang dijadikan sampel penelitian., hipotesis yang diuji yaitu sebagai berikut.

Untuk taraf signifikan = α, H0 diterima jika –ttabel < thitung < ttabel, dengan dk = (n-2),

(27)

Berdasarkan rumus di atas, maka harga t dapat dihitung dan hasilnya dirangkum pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Butir Soal Tes Matematika

No No.soal Kemampuan rxy Interpretasi r Interpretasi Signifikansi 1. 1a. Koneksi

0,671 Tinggi Signifikan (Valid)

14. 6. 0,763 Tinggi Signifikan (Valid)

(28)

Keterangan:

r : koefisien reliabilitas tes

n : banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes

2

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P. Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990) seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Koefisien Reliabilitas

Setelah dilakukan perhitungan, maka diperoleh koefisien reliabilitas tes koneksi dan pemecahan masalah sebesar 0,74 dan 0,79 yang berarti soal-soal dalam tes yang diuji cobakan memiliki reliabilitas tinggi untuk paket soal koneksi dan untuk paket soal pemecahan masalah. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.

3. Analisis Daya Pembeda

(29)

dengan siswa yang menjawab salah. Untuk menghitung daya pembeda atau indeks diskriminasi tes adalah dengan memisahkan 27% nilai siswa dari urutan atas dan urutan bawah untuk diklasifikasikan menjadi kelompok atas dan kelompok bawah (Suherman & Sukjaya, 1990). Dalam menentukan daya pembeda tiap butir soal menggunakan rumus (Arikunto, 2001):

Keterangan :

Dp : indeks daya pembeda suatu butir soal,

BA : jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar,

JA : jumlah siswa kelompok atas

BB : jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar,

JB : jumlah siswa kelompok bawah

Interpretasi nilai daya pembeda (Dp) dapat dilihat pada Tabel 3.4, sedangkan hasil analisis daya pembeda soal tes dapat dilihat pada Tabel 3.5. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.

Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Klasifikasi Soal

Sangat rendah

Rendah

Cukup/sedang

Baik

(30)

Tabel 3.5 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Tes

Dari hasil perhitungan diperoleh daya pembeda hasil uji coba sebagai berikut: 1. Untuk soal aspek koneksi matematik, nomor 1a, 1b, 2a, 2b, 3b, dan 4c

masuk kategori cukup, dan soal nomor 1c, 3a dan 3c adalah kategori baik. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran C

2. Untuk soal aspek pemecahan masalah, nomor 5, 6, 7 dan 8 termasuk kategori cukup. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran C.

4. Analisis Tingkat Kesukaran

(31)

N B

TK = , (Arikunto, 2001)

Keterangan:

TK : Tingkat kesukaran.

B : Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar.

N : Jumlah seluruh siswa peserta tes.

Interpretasi tingkat kesukaran (TK) dapat dilihat pada Tabel 3.6, sedangkan hasil analisis untuk tingkat kesukaran soal-soal tes dapat dilihat pada Tabel 3.7. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.

Tabel 3.6 Kriteria Indeks Kesukaran

Tabel 3.5 Hasil Analisis indeks Kesukaran Soal Tes No. No Soal. Ik(%) Interpretasi

(32)

3.4.2 Skala Sikap Siswa

Skala sikap digunakan untuk mengetahui sikap siswa kelas eksperimen terhadap pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation yang telah diberikan. Sikap siswa yang dilihat meliputi sikap terhadap pelajaran matematika, sikap terhadap pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, dan sikap terhadap soal koneksi dan pemecahan masalah matematik yang telah diberikan saat pembelajaran. Pertanyaan-pertanyaan disusun dalam bentuk pertanyaan tertutup, tentang pendapat siswa.

Model Skala sikap yang digunakan adalah model skala sikap Likert. Tes skala sikap diberikan kepada siswa pada kelompok eksperimen setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir yaitu setelah postes. Skala sikap pada penelitian ini terdiri atas pernyataan-pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

3.5 Analisis Data

Analisis data yang digunakan, yaitu data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematik siswa serta data kualitatif berupa hasil skala sikap siswa.

3.5.1 Data Kuantitatif

(33)

primer hasil tes siswa sebelum dan setelah perlakuan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan pembelajaran konvensional dianalisis dengan cara membandingkan skor pretes dan postes. Menyatakan gain dalam hasil proses pembelajaran tidaklah mudah. Misalnya, siswa yang memiliki gain 2 dari 4 ke 6 dan yang memiliki 2 dari 7 ke 9 dengan skor maksimal 10. Gain absolut menyatakan bahwa kedua siswa memiliki gain yang sama. Secara logis seharusnya siswa yang mengalami peningkatan dari nilai 7 ke 9 memiliki gain yang lebih tinggi dari siswa yang pertama. Hal ini karena usaha untuk meningkatkan dari 7 ke 9 akan lebih berat daripada meningkatkan dari 4 ke 6. Menyikapi kondisi bahwa siswa memiliki gain absolut yang sama belum tentu memiliki gain hasil belajar yang sama, Meltzer (Lestari, 2008) mengembangkan sebuah alternatif untuk menjelaskan gain yang disebut gain ternormalisasi. Menghitung gain ternormalisasi dengan rumus:

(Meltzer dalam Lestari, 2008)

Tabel 3.9 Kriteria Indeks Gain Interval Kriteria

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

(Hake dalam Lestari, 2008)

Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(34)

Hipotesis 1 :

H0 : Peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional sama (tidak terdapat perbedaan).

H1 : Peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

Hipotesis 2 :

H0 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional sama (tidak terdapat perbedaan).

H1 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

Untuk menguji hipotesis ke-1 dan 2 digunakan uji perbedaaan dua rata-rata (uji-t) dengan taraf signifikan α = 0,05 dan derajat kebebasan dk= (ne + nk – 2),

(35)

1. Menghitung rata-rata skor hasil pretes, postes dan gain ternormalisasi

3. Menguji normalitas data skor pretes dan gain ternormalisasi.

Uji normalitas diperlukan untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.

H0 : sebaran data berdistribusi normal

H1 : sebaran data tidak berdistribusi normal

Perhitungan selengkapnya dengan menggunakan SPSS 17 melalui Uji Kolmogorov-Smirnov. Menurut Ruseffendi (1993) uji ini digunakan sebagai pengganti uji kai kuadrat untuk ukuran sampel yang lebih kecil. Kriteria pengujian adalah tolak H0 apabila Asymp.Sig < taraf signifikansi ( ).

4. Menguji homogenitas varians.

(36)

Hipotesis:

H0 : varians kelompok eksperimen dan varians kelompok kontrol homogen

H1 : varians kelompok eksperimen dan varians kelompok kontrol tidak

homogen.

Uji statistiknya menggunakan Uji Levene melalui SPSS 17 dengan kriteria pengujian adalah terima H0 apabila Sig. Based on Mean taraf signifikansi ( ).

5. Untuk sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistik uji-t berikut.

,

(Sudjana, 2005)

Keterangan:

= rata-rata sampel pertama

= rata-rata sampel kedua

= varians sampel pertama

(37)

n1 = banyaknya data sampel pertama

n2 = banyaknya data sampel pertama

Kriteria: Terima H0 jika dengan untuk taraf

signifikansi dan derajat kebebasan .

Untuk distribusi data normal tetapi tidak homogen, digunakan uji hipotesis dengan uji-t’ berikut.

(Sudjana, 2005)

Jika distribusi data tidak normal maka pengujiannya menggunakan uji non parametrik pengganti uji-t yaitu uji Mann-Whitney (Ruseffendi, 1998), yaitu:

Keterangan:

U : statistik uji Mann-Whitney

, : ukuran sampel pada kelompok 1 dan kelompok 2

: jumlah ranking yang diberikan pada kelompok yang ukuran

(38)

3.5.2 Data kualitatif

Dalam penelitian ini, data kualitatif yang dianalisa adalah data hasil skala sikap. Hasil skala sikap penganalisaannya difokuskan pada respon siswa terhadap model pembelajaran yang diberikan, yaitu pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation.

3.6 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dari tiga tahap, yaitu: 1) tahap persiapan; 2) tahap pelaksanaan; dan 3) tahap analisis data. Uraian ketiga tahap tersebut adalah:

3.6.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan dimulai setelah proposal diterima dalam seminar untuk ditindaklanjuti dalam penelitian. Kemudian, menghubungi SMP yang akan dijadikan tempat penelitian. Selanjutnya, menyusun kisi-kisi dan instrumen tes serta merancang pengembangan bahan ajar yang validasi isinya dilakukan oleh kedua dosen pembimbing. Berikutnya, dilakukan revisi, diujicobakan di luar subjek penelitian, dan dianalisis hasilnya. Perangkat lain yang disusun adalah kisi-kisi dan angket sikap siswa yang dikonsultasikan ke dosen pembimbing.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan

(39)

adalah 4 × 40 menit per minggu yang dibagi dalam 2 pertemuan. Saat

pembelajaran berlangsung peneliti berperan sebagai guru matematika dengan pertimbangan agar tidak terjadi pembiasan dalam perlakuan terhadap masing-masing kelompok yang diteliti. Setelah pembelajaran selesai, dilakukan postes di kedua kelas dengan soal-soal yang diujikan sama dengan soal-soal pretes serta pengisian angket sikap siswa di kelas eksperimen. Selanjutnya, semua data yang terkumpul dianalisis dan dilakukan penarikan kesimpulan.

3.6.3 Tahap Analisis Data

(40)

Diagram 3.1 Tahap Analisis Data

Data Normal dan

Homogen

Data tidak normal Menguji normalitas dan

homogenitas pretes dan gain

ternormalisasi Menghitung simpangan baku

pretes, postes, dan gain ternormalisasi Menghitung rerata skor pretes, postes, dan gain ternormalisasi

Data normal tetapi tidak homogen

Uji signifikansi dengan

statistikUji t

Uji hipotesis dengan

uji t’

Uji non parametrik

(41)

Diagram 3.2 Prosedur Penelitian

Pembelajaran

konvensional

Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

Pengisian angket Pretest

Penentuan Subjek Penelitian, Penyusunan instrumen, ujicoba, revisi, dan pengesahan.

Postest

Analisis data Pengumpulan data

Penulisan Laporan Studi Kepustakaan

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan selama penelitian dan analisis data hasil penelitian, mengenai kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe group investigation dan pembelajaran konvensional (biasa), peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang memperoleh

pembelajaran kooperatif tipe group investigation menunjukkan hasil yang

lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional (biasa).

2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang

memperoleh pembelajaran kooperatif tipe group investigation menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional (biasa).

3. Pembelajaran kooperatif memunculkan sikap aktif dan kreatif siswa, terutama mencoba menyelesaikan soal-soal yang diberikan, berdiskusi dengan temannya sesama kelompok, dan siswa berani mengemukakan atau mengajukan pertanyaaan kepada guru. Hal ini menunjukkan repons siswa yang positif pada pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

(43)

meningkat, tumbuhnya sikap saling menghargai dan keberanian dalam menyampaikan suatu pertanyaan atau tanggapan.

B. Implikasi

Dari penelitian ini terungkap bahwa implikasi dari kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat

meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa

SMP.

2. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat

menciptakan suasana pembelajaran lebih menyenangkan dan dapat

meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

3. Pada tahap diskusi kelompok dan penyajian hasil diskusi kelompok pada pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation mampu menumbuhkan sikap siswa saling menghargai pendapat, saling berbagi ide, dan saling membantu. Selain itu pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation juga dapat meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat, kemampuan komunikasi antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru, serta mampu meningkatkan rasa percaya diri.

(44)

pembelajaran yang dilakukan.

5. Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, menjadikan siswa memiliki pengalaman baru dalam pembelajaran matematika, sehingga siswa merasa sangat antusias dalam melakukan manipulasi sederhana untuk menemukan konsep-konsep matematika yang berhubungan dengan geometri.

C. Temuan

Berdasarkan pada faktor-faktor yang dicermati dalam studi ini, diperoleh beberapa temuan dari penelitian ini. Faktor-faktor tersebut meliputi pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa. Temuan yang diperoleh diantaranya adalah sebagai berikut :

(45)

karena para siswa dalam kelompok menjadi lebih percaya diri dalam mengerjakan soal-soal yang terdapat di LKS. Mereka lebih senang menggunakan LKS karena mereka tidak perlu menunggu penjelasan guru, cukup mempelajari dan mendiskusikan soal-soal yang terdapat dalam LKS bersama teman dalam kelompok.

3. Siswa juga menjadi lebih aktif untuk bertanya/berdiskusi dengan teman dalam kelompok maupun guru apabila ada hal-hal yang tidak dipahami/dimengerti.

4. Berdasarkan hasil lembar pertanyaan terbuka yang diberikan kepada guru bidang studi, diperoleh kesimpulan bahwa kelebihan dari penggunaan kooperatif tipe Group Investigation ini adalah kemampuan siswa dalam mengkoneksikan materi menjadi lebih cepat dialami oleh siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa karena dengan merencanakan penyelesaian dapat mengoptimalkan daya pikir siswa. 5. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan

(46)

soal no 1.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis mengemukakan saran

sebagai berikut:

1. Bagi pihak sekolah terutama guru, hendaknya pembelajaran kooperatif tipe

group investigation dapat disajikan sebagi salah satu alternatif pendekatan

pembelajaran, karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pembelajaran

kooperatif tipe group investigation ternyata dapat meningkatkan kemampuan

koneksi dan pemecahan masalah matematik.

2. Karena keterbatasan peneliti dalam melaksanakan penelitian ini, maka bagi

para peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh, perlu

dilakukan penelitian tentang pengaruh pembelajaran matematika dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe group investigation terhadap

peningkatan kemampuan matematik lainnya. Misalnya kemampuan penalaran,

kemampuan komunikasi, kemampuan pemahaman dan kemampuan

representasi dengan mengambil pokok bahasan lainnya.

3. Kepada guru matematika, disarankan sebaiknya menciptakan suasana belajar

yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri,

(47)

belajar yang kondusif. Karena dengan suasana seperti itu siswa lebih

termotivasi dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran, salah satu yang

dapat memunculkan suasana tersebut adalah pembelajaran kooperatif tipe

(48)

Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics in Secondary School. New York: Wm C. Brown Company Publiser.

Dahar, R. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Djamarah, S.B dan Zain, A (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Guntur, M (2004). Efektivitas Model Pembelajaran Latihan Inkuiri Dalam

Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Pada Konsep Ekologi Siswa Kelas I SMU. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Grouws, D.A. (1984). Hand Book of Research on Mathematics. New York: Macmilian Company.

Haryanto, (2000). Perbandingan Hasil Belajar Matematika antara Siswa yang

Pembelajarannya Menggunakan Model Kooperatif Jigsaw dengan Model Tradisional di Kelas II MAN Jember. Tesis, Bandung : PPS UPI

(Tidak Dipublikasikan)

Helmaheri (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan

Masalah Siswa SLTP Melalui Belajar dalam Kelompok Kecil dengan

Strategi Think-Talk-Write. Tesis PPS-UPI Bandung. Tidak

Dipublikasikan

Henningsen, M. dan Stein, M.K. (1997) Mathematical Task and Student

Cognition : Classroom based factors that Support and inhibit High-level Thinking and Reasoning, JRME,28,524-549

Hodgson, T. R. (1995). “Connections as Problem Solving Tools”, dalam P. A. House (1995), Connecting Mathematics across the Curriculum. Yearbook. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Hudoyo, H (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaanya di

depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.

(49)

Killen, R (1998). Effective Teaching Strategies. Lessons from Research and

Practice. Second Edition. Australia: Social Science Press

Krulik, S. Dan Robert E. Reys. (1980). Problem Solving in School Mathematics. Virginia: NCTM.

Lestari, A. (2008). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Muhidin dan Abdurahman. (2007). Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam

Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

National Council of Teacher of Mathematics (1989) Curriculum and Evaluation

Standards for School Mathematics, reaston , VA: NCTM

National Council of Teacher of Mathematics (1989). Assessment Standards for

School Mathematics. VA: NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics (2000), Principles and Standards for

School Mathematics, Reaston , VA: NCTM

Polya, G (1985). How to Solve it. A New Aspect of Mathematical Method. New

Jersey : Princeton University Press

Rahim, H. M. (2005). A Clasroom Use of the Geometer’s Sketchpad in a

Mathematics Pre-Service Teacher Education program. [Online].

Tersedia. http://www.lakeheadu.ca/~mrahimwww/ [17 Januari 2009]. Ruseffendi, H.E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito

Ruseffendi, E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T.(1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

(50)

Ruspiani, (2000) Kemampuan dalam melakukan koneksi matematika. Tesis. (PPs UPI) tidak diterbitkan.

Sabandar, J. (2001). Aspek Konstektual dalam Soal Matematika dalam Realistic

Mathematics Education. Makalah disajikan pada seminar sehari

“Realistic Mathematics Education” di Kampus UPI. Bandung, 4 April 2001.

Santoso, Singgih. (2009). Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS

17.Jakarta: Gramedia

Sawada, D. (1996). Mathematics as Connection Making in Japanese Elementary

School. School Science and Mathematics. Vol 96 (5)

Slavin, R.E (1995). Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. Second Edition. America: Allyn and Bacon.

Slavin, Robert E (2009). Cooperative Learning (Teori, Riset, dan Praktek). Bandung : Nusa Media

Soedjadi, R. (1999). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Konstatasi

keadaan masa kini menuju aharapan masa depan. Jakarta: Depdiknas

[hal:

Sudjana. (1992). Metode Statistika, Edisi ke-5. Bandung : Tarsito Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiono (2002). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y (1990). Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung : Wijaya Kusuma

Suherman, E. Dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. FPMIPA-JICA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Sumarmo,U. (2003) . Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi pada Siswa SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) melalui berbagai Pendekatan Pembelajaran. Bandung. Laporan Penelitian Pascasarjana UPI-Bandung

Sumarmo, Utari(1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan

(51)

Sumarmo, Utari (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat

Nasional FPMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan

Sumarmo, Utari. (2008). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada

Siswa Sekolah Menengah [Online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2010/02/MKLH-KETBACA-MAT-NOV-06-new.pdf [12 Desember 2010]

Wahyudin. (1999) Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan

Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi Doktor pada PPS

UPI Bandung : Tidak Diterbitkan

Wahyudin . (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran: Pelengkap

Gambar

Tabel 3.1 Koefisien Korelasi (r)  Koefisien Korelasi (r) Interpretasi
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Butir Soal Tes Matematika No No.soal Kemampuan 1. 1a. Koneksi
Tabel 3.3 Koefisien Reliabilitas  Interval reliabilitas
Tabel 3.4  Klasifikasi Daya Pembeda Daya Pembeda
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berkelakuan baik dan tidak pernah terlibat dalam tindak pidana yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).. Sehat jasmani

Parameter yang digunakan dalam perbandingan metode ini adalah parameter rasio (Rc, Cr), Space savings (Ss), Redundancy data (Rd), waktu yang dibutuhkan selama

Penilaian untuk mata pelajaran C2 dan C3 mengacu pada rubrik dari tuntutan kriteria ( IPK ) dari KD yang berlaku di dunia kerja yaitu minimal memuaskan

Aspek-aspek yang digunakan adalah : aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan produksi, aspek manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial, dan aspek keuangan. Dari ketiga

Dayak dan Daun Mangga Bacang terhadap S. Ini diduga zona hambat yang jernih telah terbentuk di bawah 24 jam waktu inkubasi, kemudian penilaian aktivitas antibakteri

[r]

Pada hari ini, Kamis tanggal Tiga puluh satu bulan Desember tahun Dua ribu lima belas, bertempat diruang Rapat Pengadilan Tinggi/Tipikor Banda Aceh telah dilaksanakan Rapat

Fakta bahwa Perancis merupakan negara dengan kapabilitas serangan nuklir tentunya menguatkan argumen bahwa Perancis memang memerlukan untuk mengembangkan sendiri