SIFAT MEKANIS
KOMPOSIT
PARTIKEL ARANG BAMBU WULUNG BERMATRIK EPOXY
DENGAN FRAKSI VOLUME 25%, 35% DAN 45%
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Diajukan oleh :
PUGUH RATINO PRASETYA
NIM : 135214090
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
MECHANICAL PROPERTIES OF
WULUNG BAMBOO
CHARCOAL PARTICLES COMPOSITE WITH EPOXY
MATRIX ON 25%, 35% AND 45% VOLUME FRACTION
FINAL PROJECT
Submitted For The Partial Fulfillment Of The Requirements For The Degree Of Engineering Of
Mechanical Engineering Study Program
By :
PUGUH RATINO PRASETYA
Student Number : 135214090
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2017
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui laju keausan komposit berpenguat
partikel arang bambu wulung bermatrik epoxy pada berbagai fraksi volume. (2)
Mengetahui nilai koefisien gesek komposit berpenguat partikel arang bambu wulung
bermatrik epoxy pada berbagai fraksi volume. (3) Mengetahui kekuatan impak
komposit berpenguat partikel arang bambu wulung bermatrik epoxy pada berbagai
fraksi volume.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Logam Program Studi Teknik
Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Sedangkan untuk pengujian keausan dilaksanakan di Laboratorium Bahan Teknik
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Penelitian ini
menggunakan partikel bambu wulung sebagai penguat pada komposit. Variasi fraksi
volume penguat yang digunakan pada komposit adalah sebesar 25%, 35% dan 45%.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: (1) Laju keausan
spesifik komposit partikel arang bambu wulung bermatrik epoxy yang memiliki angka
keausan paling mendekati dengan angka keausan kampas rem pembanding adalah
komposit dengan fraksi volume 45% sebesar 2,729×10-8 mm2/kg. (2) Koefisien gesek komposit partikel arang bambu wulung yang paling tinggi adalah komposit dengan
fraksi volume 25% sebesar 0,478. (3) Komposit partikel arang bambu yang memiliki
tenaga patah rata-rata paling tinggi adalah komposit dengan fraksi volume 45% sebesar
0,25 joule. (4) Komposit partikel arang bambu wulung yang memiliki harga keuletan
rata-rata paling besar adalah komposit dengan fraksi volume 35% sebesar 0,0032
joule/mm2.
Kata kunci: komposit, komposit partikel, partikel arang, partikel arang bambu, resin
epoxy, kampas rem.
ABSTRACT
The purpose of this research are : (1) to know wear rate of composite reinforced
of wulung bamboo charcoal particles with epoxy matrix on various volume fractions.
(2) to know the value of coefficient friction composite reinforced of wulung bamboo
charcoal particles with epoxy matrix on various volume fractions. (3) to know impact
strength of composite reinforced of wulung bamboo charcoal particles with epoxy
matrix on various volume fractions.
This research was carried out in Metal Science Laboratory of Mechanical
Engineering Study Program, Faculty of Science and Technology, Sanata Dharma
University, Yogyakarta. For wear testing carried out in Materials Engineering
Laboratory of Mechanical Engineering Study Program, Gadjah Mada University,
Yogyakarta. This research use wulung bamboo particles as composite reinforced.
Variations in the volume fraction of the reinforced used in composites are 25%, 35%
and 45%.
Based on result of the research, it can be concluded that : (1) the specific wear
rate of composite of wulung bamboo charcoal particles with epoxy matrix which has
the closest to the wear rate of brake canvass is a composite with 45% of volume fraction
which the value is 2,729×10-8 mm2/kg. (2) the highest value of coefficient friction of composite of wulung bamboo chacoal particles with epoxy matrix is composite with
25% of volume fraction which the value is 0.478. (3) composite of wulung bamboo
charcoal particles which has the highest average breaking strength is composite with
45% of volume fraction that the value is 0.25 joules. (4) composite of wulung bamboo
charcoal particles which has the highest average ductility value is composite with 35%
of volume fraction which the value is 0.0032 joule/mm2.
Keywords: composite, particle composite, charcoal particle, bamboo charcoal particle,
epoxy resins, brake canvass.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala
berkat dan karunia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Selama melakukan penelitian ini, penulis banyak mendapat bantuan, masukkan,
dan perhatian dari banyak pihak sehingga penelitian ini dapat selesai tepat pada
waktunya. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih
kepada:
1. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc, Ph.D.,Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
4. Wibowo Kusbandono, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Prasetyo dan Yeni Ratnanti selaku orang tua dari penulis yang selalu memberi
semangat dan dukungan kepada penulis.
6. Theresia Pradella selaku adik dari penulis.
7. Seluruh keluarga penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
8. Monica Septiani Eka Yunitasari selaku kekasih dari penulis yang selalu
memberi semangat dan motivasi.
9. Sigit Tri Ratna, Eko Romadhoni, Ekin Theophilus B, Hamdani Dimas, Era
Yoska, Yuga Indrawan, sebagai teman-teman seperjuangan selama berkuliah.
10.Hamdani Dimas, Era Yoska, Sigit Tri Ratna sebagai teman seperjuangan dalam
penelitian ini.
11.Teman-teman Teknik Mesin angkatan 2013.
12.Seluruh staff pengajar dan laboran Program Studi Teknik Mesin Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis.
13.Serta semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu
diperbaiki dalam penelitian ini. Untuk itu penulis mengharapkan masukan dan kritik
serta saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakannya. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun pembaca. Terima kasih.
Yogyakarta, 10 Juli 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
INTISARI ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 3
1.3Tujuan Penelitian ... 3
1.4Batasan Masalah ... 3
1.5Manfaat Penelitian ... 3
BAB II DASAR TEORI ... 5
2.1Pengertian Komposit ... 5
2.2Penggolongan Komposit ... 6
2.2.1 Penggolongan Menurut Penguat... 6
2.2.2 Penggolongan Menurut Matrik... 7
2.3Bagian Utama Komposit ... 8
2.3.1. Fase Pengikat (Matrik) ... 8
2.3.2. Fase Penguat (Reinforcement) ... 10
2.3.3. Bahan Tambahan ... 13
2.4Komposit Berpenguat Partikel ... 14
2.5Sistem Rem ... 15
2.5.1. Rem Tromol... 16
2.5.2. Rem Cakram ... 17
2.5.3. Standar Keamanan Kampas Rem ... 18
2.6 Fraksi Volume ... 29
2.7 Uji Keausan ... 20
2.8 Uji Impak ... 21
2.9 Koefisien Gesek ... 23
2.10 Tinjauan Pustaka ... 23
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
3.1.Skema Penelitian ... 25
3.2.Persiapan Penelitian ... 26
3.2.1.Alat-alat Yang Digunakan ... 26
3.2.2.Bahan-bahan Komposit Berpenguat Partikel Arang Bambu ... 32
3.3.Perhitungan Fraksi Volume Komposit ... 33
3.4.Proses Pembuatan Benda Uji Komposit Berpenguat Partikel Arang Bambu ... 35
3.4.1.Proses Mencetak Komposit ... 35
3.4.2.Standar Ukuran Benda Uji ... 36
3.5.Metode Pengujian ... 38
3.5.1.Uji Keausan ... 38
3.5.2.Uji Impak ... 40
3.5.3.Uji Koefisien Gesek ... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
4.1.Hasil Pengujian ... 43
4.1.1.Keausan ... 43
4.1.2.Koefisien Gesek ... 46
4.1.3.Impak ... 51
BAB V PENUTUP ... 56
5.1.Kesimpulan ... 56
5.2.Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bentuk-bentuk Penyusunan Serat ... 6
Gambar 2.2 Komposit Berlapis ... 7
Gambar 2.3 Komposit Partikel ... 7
Gambar 2.4 Bentuk-bentuk Penguat ... 11
Gambar 2.5 Orientasi Arah Serat ... 12
Gambar 2.6 Partikel Sebagai Penguat Komposit ... 12
Gambar 2.7 Serpihan Sebagai Penguat Komposit ... 13
Gambar 2.8 Katalis (Epoxy Hardener)... 14
Gambar 2.9 Release Agent ... 14
Gambar 2.10 Grafik Perbandingan Temperatur Kampas vs Koefisien Gesek .. 16
Gambar 2.11 Sepatu Rem dan Kampas Rem ... 17
Gambar 2.12 Pad Rem Cakram ... 18
Gambar 2.13 Pengujian Keausan Dengan Metode Ogoshi ... 21
Gambar 2.14 Skema Pada Uji Impak ... 22
Gambar 2.15 Mekanisme Pengujian Koefisien Gesek ... 23
Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian ... 25
Gambar 3.2 Oven ... 26
Gambar 3.3 Jangka Sorong ... 26
Gambar 3.4 Cetakan ... 27
Gambar 3.5 Gelas Ukur... 27
Gambar 3.6 Timbangan Digital... 28
Gambar 3.7 Gergaji Besi ... 28
Gambar 3.8 Mikroskop ... 29
Gambar 3.9 Mesin Uji Keausan ... 29
Gambar 3.10 Mesin Milling ... 30
Gambar 3.11 Mesin Skrap ... 30
Gambar 3.12 Blender ... 31
Gambar 3.13 Mesin Uji Impak ... 31
Gambar 3.14 Resin Epoxy dan Resin Harderner ... 32
Gambar 3.15 Mencari Serat Bambu ... 33
Gambar 3.16 Partikel Arang Bambu ... 33
Gambar 3.17 Sket Benda Uji Impak ... 37
Gambar 3.18 Sket Benda Uji Koefisien Gesek dan Keausan ... 37
Gambar 3.19 Komposi Sebelum Dipotong ... 38
Gambar 3.20 Benda Uji Impak ... 38
Gambar 3.21 Benda Uji Koefisien Gesek dan Keausan ... 38
Gambar 3.22 Mesin Uji Keausan Oghosi High Speed Universal Wear Testing Machine (Type OAT-U) ... 39
Gambar 3.23 Mikroskop ... 39
Gambar 3.24 Mesin Uji Impak Charpy ... 41
Gambar 3.25 Mencari Nilai Koefisien Gesek ... 42
Gambar 4.1 Pengausan Terhadap Benda Uji Komposit Menggunakan Metode Oghosi ... 43
Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Laju Keausan Spesifik ... 45
Gambar 4.3 Pengujian Koefisien Gesek ... 47
Gambar 4.4 Nilai Koefisien Gesek ... 50
Gambar 4.5 Grafik Tenaga Patah Rata-rata ... 53
Gambar 4.6 Grafik Harga Keuletan Rata-rata... 54
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Sifat Polimer Termoplastik dan Polimer Termoseting .... 10
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Keausan ... 44
Tabel 4.2 Data Hasil Perhitungan Keausan... 44
Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Koefisien Gesek Kampas Rem ... 47
Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Koefisien Gesek Resin Murni ... 48
Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Koefisien Gesek Komposit 25% ... 48
Tabel 4.6 Data Hasil Pengujian Koefisien Gesek Komposit 35% ... 49
Tabel 4.7 Data Hasil Pengujian Koefisien Gesek Komposit 45% ... 49
Tabel 4.8 Data Hasil Pengujian Impak Resin Murni ... 52
Tabel 4.9 Data Hasil Pengujian Impak Komposit 25% ... 52
Tabel 4.10 Data Hasil Pengujian Impak Komposit 35% ... 52
Tabel 4.11 Data Hasil Pengujian Impak Komposit 45% ... 53
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bambu adalah jenis tumbuhan yang tergolong dalam rumput-rumputan dengan
rongga dan ruas dibatangnya dan berbentuk tubular (Lopez dan Shanley, 2004). Bambu
merupakan tumbuhan serba guna yang hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan
bagi kebutuhan manusia. Menurut Duryatmo (2000), setidaknya ada 600 jenis barang
kebutuhan manusia yang berbahan baku dari bambu.
Bambu memiliki manfaat penting bagi kehidupan baik dari segi ekologi maupun
ekonomi. Secara ekologi bambu dapat berperan dalam penahan erosi, membantu
penyaringan limbah merkuri serta sumber penyedia air tanah. Menurut Berlian dan
Rahayu (1995) akar tanaman bambu dapat berfungsi sebagai penahan erosi. Bambu
yang banyak tumbuh di pinggir sungai dan jurang berperan penting dalam
mempertahankan kelestarian tempat tersebut. Akar tanaman bambu juga dapat
berperan dalam menangani limbah beracun seperti merkuri. Akar tanaman bambu
menyaring air yang terkena limbah merkuri melalui serabut-serabut akarnya. Akar
bambu juga dapat menampung mata air sehingga bermanfaat sebagai sumber penyedia
air.
Secara ekonomi Menurut Berlian dan Rahayu (1995) pemanfaatan bambu di
Indonesia sekitar 80% batang bambu dimanfaatkan untuk bidang konstruksi, kerajinan,
perabotan, serta keperluan lainnya. Dengan banyaknya manfaat yang dimiliki bambu
tidak heran bambu adalah tumbuhan yang berperan penting bagi kehidupan manusia,
namun saat ini pemanfaatan bambu hanya sebatas untuk dijadikan bahan kerajinan dan
bidang konstruksi. Dengan pesatnya perkembangan teknologi dan perkembangan ilmu
pengetahuan sekarang ini pemanfaatan bambu haruslah menjadikannya suatu bahan
untuk berinovasi dalam peranan suatu kemajuan teknologi. Saat ini penelitian tentang
bambu masih sangat kurang, sehingga pemanfaatan bambu sangatlah terbatas. Maka
dari itu penulis ingin meneliti dan
memanfaatkan bambu untuk diolah dan dimanfaatkan sebagai penguat untuk bahan
tambahan komposit sebagai alternatif pengganti kampas rem.
Saat ini bahan utama dari kampas rem ialah asbes/asbestos. Penggunaan bahan
asbes pada kampas rem memiliki beberapa keunggulan diantaranya ialah, lebih kuat,
tahan api dan panas, dan harganya lebih terjangkau. Dibalik keunggulan-keunggulan
yang dimiliki asbes ternyata ada temuan yang mengejutkan, yang menyatakan bahwa
debu asbes memiliki efek yang membahayakan bagi kesehatan manusia. Ketika asbes
mengalami kerusakan, hal tersebut dapat membuat serat asbes terlepas ke udara
menjadi debu. Jika debu-debu tersebut terhirup atau tertelan, efek yang akan
ditimbulkan sangat buruk bagi kesehatan manusia.
Setelah mengetahui dampak buruk dari asbes, peneliti tertarik untuk mencari dan
mencoba mengganti bahan asbes dengan bahan yang lebih alami dan tidak
membahayakan bagi kesehatan manusia. Penulis tertarik menggunakan bahan dari
partikel arang bambu untuk dijadikan komposit berpenguat partikel arang bambu
sebagai pengganti kampas rem dengan resin epoxy sebagai pengikat. Komposit itu
sendiri merupakan gabungan dua macam bahan atau lebih dengan sifat yang berbeda,
sehingga membentuk suatu bahan dengan sifat yang merupakan gabungan dari
komponen penyusunya. Berikut ini adalah beberapa keunggulan komposit :
1. Mempunyai kekuatan dan kekakuan yang tinggi.
2. Komposit dapat dirancang sedemikian rupa sehingga dapat terhindar dari korosi.
3. Dapat memberikan penampilan dan kehalusan pernukaan yang lebih baik.
Komposit partikel merupakan perpaduan antara matriks dan partikel sebagai
penguatnya. Pada umumnya partikel yang digunakan untuk dijadikan komposit
memunyai kekuatan tarik yang lebih besar daripada matrik. Setelah kedua
komponen-komponen tersebut di gabungkan menjadi komposit, diharapkan akan terbentuk
komposit dengan kekuatan, kekakuan, serta karakteristik yang lebih baik daripada
1.2. Rumusan Masalah
Salah satu faktor yang mempengaruhi sifat mekanis komposit adalah bahan
penyusunnya. Agar mendapatkan sifat mekanis yang baik dari komposit maka harus
memperhatikan beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah komposisi fraksi
penguat komposit. Maka dari itu rumusan masalah yang diteliti dalam tugas akhir ini
adalah bagaimana pengaruh fraksi volume partikel arang bambu wulung terhadap nilai
koefisien gesek, laju keausan dan kekuatan impak.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
a. Mengetahui laju keausan komposit berpenguat partikel arang bambu wulung
bermatrik epoxy pada berbagai fraksi volume.
b. Mengetahui nilai koefisien gesek komposit berpenguat partikel arang bambu
wulung bermatrik epoxy pada berbagai fraksi volume.
c. Mengetahui kekuatan impak komposit berpenguat partikel arang bambu wulung
bermatrik epoxy pada berbagai fraksi volume.
1.4. Batasan Masalah
Batasan masalah yang dibahas pada penelitian ini adalah :
a. Pengujian yang dilakukan pada komposit adalah mencari nilai koefisien gesek,
keausan dan kekuatan impak.
b. Bahan penguat komposit adalah partikel arang bambu dengan fraksi volume sebesar
25%, 35%, dan 45%.
c. Matrik yang digunakan sebagai bahan pengikat adalah resin epoxy.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Dapat memberikan wawasan tentang komposit berpeguat partikel arang bambu
b. Dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai membuka usaha pembuatan
komposit kampas rem dengan menggunakan partikel arang bambu dengan matrik
epoxy.
c. Menambah wawasan bagi penulis dan bermanfaat bagi pembaca yang natinya akan
mengambil tugas akhir tentang komposit.
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Pengertian komposit
Komposit merupakan penggabungan dua macam bahan atau lebih dengan fase
yang berbeda. Fase pertama disebut matrik yang berfungsi sebagai pengikat, sedangkan
fase kedua disebut reinforcement yang berfungsi memperkuat bahan komposit secara
keseluruhan. Tujuan dibuatnya komposit yaitu memperbaiki sifat mekanik atau sifat
spesifik tertentu, mempermudah desain yang sulit pada manufaktur, keleluasaan dalam
bentuk dan desain yang dapat menghemat biaya produksi, dan menjadikan bahan lebih
ringan.
Dalam karakteristiknya, komposit mempunyai keunggulan dan kekurangan.
Menurut (Jones, R.M, 1975: 1) bahan komposit memiliki beberapa keunggulan yaitu :
1. Kerapatannya rendah (ringan)
2. Komposit dapat dirancang untuk terhindar dari korosi.
3. Bahan komposit dapat menghasilkan penampilan dan kehalusan permukaan yang
baik.
4. Bahan komposit dimungkinkan untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik dari
keramik, logam, dan polimer.
5. Komposit dapat di atur sedemikian rupa tergantung terhadap kegunaan.
Sedangkan kekurangan dari komposit adalah :
1. Sifat anisotropik yaitu sifat mekanik bahan dapat berbeda antara lokasi yang satu
dengan lokasi yang lain tergantung arah pengukuran.
2. Banyak bahan pengikat atau matrik komposit terutama polimer cenderung tidak
aman terhadap serangan zat-zat kimia atau larutan tertentu.
3. Proses pembuatan komposit cukup memakan waktu yang lama.
2.2. Penggolongan Komposit
Penggolonan komposit dapat dibedakan menurut matrik pengikat dan
penguatnya.
2.2.1.Penggolongan Menurut Penguat
Penggolongan komposit menurut penguatnya secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam tiga jenis (Jones, 1975).
1. Komposit Serat
Komposit jenis ini menggunakan serat sebagai bahan penguatnya (dapat berupa
serat organik maupun serat serat sintetik) yang memiliki kekuatan dan kekakuan lebih
besar bila dibandingkan dengan bahan pengikat (matrik). Bahan penguat yang
digunakan dapat berupa serat sintetik (polimer / keramik) atau logam. Sedangkan untuk
serat organik dapat berupa serat jerami, kapas, wol, enceng gondok, serat pisang, dll.
Agar dapat membentuk komposit yang baik, komponen penguat harus memiliki
modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik itu sendiri.
Penyusunan serat dalam komposit memiiki beberapa metode yaitu dengan cara
disusun secara acak, memanjang/sejajar, dan menbentuk seperti anyaman. Panjang
serat pembuatan komposit sangat berpengaruh terhadap kekuatan dan keuletan.
Umumnya ada dua penggunaan serat dalam campuran komposit yaitu serat pendek dan
serat panjang. Skema penyusunan komposit serat dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bentuk-bentuk Penyusunan Serat (a) Memanjang (b) Acak (c) Anyaman
2. Komposit Lamina
Komposit jenis ini merupakan komposit yang disusun secara berlapis, yang
untuk mendapatkan sifat – sifat yang baru seperti kekakuan korosi, kekuatan, sifat
termal, dll. Skema penyusunan komposit lamina dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Komposit Berlapis
3. Komposit Partikel
Komposit jenis ini menggunakan partikel sebagai penguatnya. Partikel
didistribusikan secara acak sehingga mengisi seluruh ruang secara merata pada matrik.
Partikel yang digunakan biasanya terbuat dari bahan metal atau dari bahan non-metal.
Skema penyusunan komposit partikel dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Komposit Partikel
2.2.2.Penggolongan Menurut Matrik
Menurut jenis matrik yang digunakan, komposit dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu (Jones, 1975) :
Pada komposit ini, matrik yang digunakan adalah logam sedangkan bahan
pengguatnya dapat berupa partikel keramik atau fiber dari logam, keramik dan serat
karbon.
2. Ceramic Matrix Composite (CMC)
Komposit jenis ini menggunakan keramik sebagai matriknya. Keramik memiliki
sifat–sifat yang cukup menarik seperti kekakuan, kekerasan dan kekuatan tekan yang
sangat tinggi serta kerapatan yang rendah. Bahan ini juga memiliki kelemahan yaitu
ketangguhan dan tegangan tarik rendah. Selain itu pembuatan komposit dengan matrik
keramik sangat sulit dan memerlukan biaya cukup mahal.
3. Polymer Matrix Composite (PMC)
Komposit jenis ini adalah yang paling banyak digunakan karena selain mudah
pada saat proses pembuatan, harga pembuatanya relatif lebih murah. Bahan pengguat
dari komposit ini dapat berupa fiber, partikel, dan flake. Yang masing-masing
dibedakan lagi menjadi bahan organik dan metal.
2.3. Bagian Utama Komposit
Komposit merupakan penggabungan dua macam bahan atau lebih yaitu matrik
sebagai pengikat dan reinforcement sebagai penguat dengan fase yang berbeda.
Penggabungan fase-fase tersebut menghasilkan material baru dengan unjuk kerja lebih
baik daripada fase penyusunya.
2.3.1.Fase Pengikat (Matrik)
Matrik merupakan komponen penyusun utama komposit dan berfungsi sebagai
pengikat terhadap fase penguat. Selain itu matrik berfungsi sebagai pelindung dari
kerusakan external. Fungsi lain dari matrik ialah sebagai teransfer beban dan
mendistribusikan beban kepada serat yang memiliki modulus kekuatan lebih tinggi.
Selain itu matrik berfungsi sebagai pengikat fase reinforcement pada posisinya saat
proses pembuatan komposit.
Matrik harus mempunyai sifat adhesi yang baik terhadap fase peguat untuk
kurang baik, maka transfer beban yang akan diterima penguat tidak akan terdistribusi
dengan sempurna. Hal ini dapat mengakibatkan kegagalan berupa lepasnya ikatan
antara matrik dengan penguat.
1. Polimer
Polimer merupakan plastik dengan molekul-molekul tungal penyusun polimer
dikenal dengan istilah monomer (Flora, 2012). Monomer memiliki ikatan kovalen tak
jenuh atau ikatan ganda. Produk polimer memiliki cakupan yang sangat luas sehingga
mudah ditemukan pada kehidupan sehari-hari. Polimer juga telah mengambil peranan
penting dalam perkembangan teknologi. Hal tersebut dikarenakan polimer memiliki
beberapa keunggulan sifat-sifat seperti mudah dibentuk dan ringan. Polimer dapat
dibedakan menurut klasifikasi dan karakteritiknya, yaitu:
a. Polimer Termoseting
Polimer termoseting adalah polimer yang mempunyai sifat tahan terhadap panas.
Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak dapat meleleh. Sehingga tidak dapat dibentuk
ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat permanen pada bentuk cetak pertama. Bila
polimer ini terjadi kerusakan, maka tidak dapat diperbaiki kembali.
Polimer termoseting memiliki sifat-sifat khusus sebagai berikut:
1. Keras dan kaku
2. Jika dipanaskan akan mengeras
3. Tidak dapat dibentuk ulang/sukar untuk didaur ulang
4. Tahan terhadap asam basa
Contoh polimer termoseting adalah: melamin, epoxy resin, poliester.
b. Polimer Termoplastik
Polimer termoplastik adalah polimer yang memiliki sifat tidak tahan terhadap
panas, jika dipanaskan maka akan menjadi lunak dan jika didinginkan akan mengeras
dan menjadi rapuh (brittle). Proses tersebut dapat terjadi berulang kali, sehingga dapat
dibentuk ulang dalam berbagai bentuk cetakan yang berbeda sehingga dapat diperoleh
produk polimer baru. Polimer termoplastik tidak memiliki sambungan-sambungan
Polimer termoplastik memiliki sifat-sifat khusus sebagai berikut:
1. Berat molekul kecil
2. Tidak tahan terhadap panas/suhu tinggi
3. Jika dipanaskan akan melunak/meleleh
4. Mudah untuk diregangkan
5. Fleksibel
6. Dapat dibentuk ulang (daur ulang)
Contoh polimer termoplastik adalah: polietilena (PE), polivinilklorida (PVC),
polipropena (PP), polistirena.
Tabel 2.1 Perbedaan Sifat Polimer Termoplastik dan Polimer Termoseting
Polimer Termoplastik Polimer Termoseting
1.Mudah diregangkan
2.Fleksibel
3.Melunak/meleleh jika dipanaskan
4.Titik leleh rendah
5.Dapat dibentuk ulang
1.Keras dan kaku
2.Tidak fleksibel
3.Mengeras jika dipanaskan
4.Tidak meleleh jika dipanaskan
5.Tidak dapat dibentuk ulang
2.3.2.Fase Penguat (Reinforcement)
Penguat dalam komposit merupakan fase dimana harus memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan matrik. Fungsi utama penguat adalah sebagai
penanggung beban utama pada komposit.
Penguat pada komposit dapat berbentuk :
1. Serat
2. Partikel
Gambar 2.4 Bentuk-bentuk Penguat (Santoso, 2007)
1. Serat
Penggunaan serat pada komposit biasanya berupa serat berbentuk bulat, segitiga
dan heksagonal. Serat yang sering digunakan dapat berupa serat sintetis maupun serat
fiber. Fungsi utama serat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga
tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan.
Beban yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matrik dan diteruskan
kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh
karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik modulus elastisitas yang lebih tinggi
dibandingkan matrik penyusun komposit.
Kekuatan suatu komposit dapat diatur pada presentase jumlah campuran antara
serat dengan matriks. Pada umumnya semakin banyak jumlah serat pada campuran,
maka kekuatan komposit akan bertambah.
a. Faktor Orientasi Serat
Faktor orientasi serat dapat menentukan kekuatan suatu bahan komposit. Secara
umum penyusunan serat pada komposit dapat dibedakan sebagai berikut:
i. Unidirectional
Serat disusun secara searah satu sama lain, sehingga didapatkan kekuatan dan
kekuatan optimal pada arah penyusunan serat. Sedangkan kekuatan paling lemah
terjadi pada tegak lurus penyusunan arah serat.
ii. Bidirectional
Serat disusun secara tegak lurus satu sama lain. Pada susunan ini kekuatan
iii. Isotropic
Penyusunan serat dilakukan secara acak. Sifat dari susunan ini adalah isotropic,
yaitu kekuatan pada satu titik pengujian mempunyai kekuatan yang sama.
Gambar 2.5. Orientasi Arah Serat (Hadi, 2000)
2. Partikel
Penggunaan partikel sebagai penguat komposit, dimana interaksi antara partikel
dan matrik terjadi tidak dalam skala atomik atau molekular. Ukuran partikel yang
digunakan dari skala mikrokopis sampai skala makroskopis. Dalam skala makroskopis
partikel dapat berupa serbut yang sangat halus dan terdistribusi dalam matrik dengan
konsentrasi maksimum. Distribusi partikel pada komposit tersusun secara acak dan
merata mengisi semua ruang pada komposit. Susunan komposit berpengat partikel
dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Partikel Sebagai Penguat Komposit
3. Serpihan
Serpihan pada umumnya berupa partikel dua dimensi dengan panjang yang
terbuat dari mika mineral (silika K dan Al) dan digunakan sebagai penguat pada plastik.
Susunan komposit berpenguat serpihan dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Serpihan Sebagai Penguat Komposit
2.3.3.Bahan Tambahan
1. Katalis
Katalis (catalyst) didefinisikan sebagai suatu zat kimia yang dapat menaikkan
laju reaksi dan terlibat di dalam reaksi kimia walaupun zat itu sendiri tidak ikut bereaksi
secara permanen. Peningkatan laju reaksi ini diakibatkan oleh adanya jalur reaksi baru
yang diciptakan dengan energi aktivasi yang lebih rendah, sehingga katalis dapat
berfungsi mengarahkan reaksi ke arah reaksi yang diinginkan.
Pencampuran katalis dan resin harus sesuai dengan takaran yang sudah di
tentukan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari panas yang berlebih pada saat
menggunakan katalis. Komposisi campuran antara resin dengan katalis adalah 1:1 atau
2:1.
Peningkatan aktivitas katalis mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:
a. Laju reaksi yang tinggi untuk kondisi operasi yang sama.
b. Laju reaksi yang ekuivalen tetapi hasil reaksi yang lebih banyak atau reaktor yang
lebih kecil.
c. Laju reaksi yang ekuivalen pada suhu dan tekanan yang lebih rendah dimana yield
Gambar 2.8 Katalis (Epoxy Hardener)
2. Release agent
Release agent atau zar pelapis yang berfungsi untuk mencegah lengketnya produk pada saat proses pencetakan. Untuk menghindari lengketnya produk dengan
cetakan, cetakan harus dilapisi dengan release agent sebelumnya. Pelapisan release
agent pada cetakan sangat mudah, yaitu dengan cara di oleskan menggunakan kuas secara merata pada cetakan. Release agent yang dapat digunakan antara lain: waxes
(semir), mirror glaze, oli, dan sebagainya. Contoh release agent dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Relase agent
2.4. Komposit Berpenguat Partikel
Komposit berpenguat pertikel tersusun dari partikel-partikel yang disebut
digunakan dapat berbentuk beberapa macam seperti bulat, kubik, heksagonal atau
berbentuk tidak beraturan. Akan tetapi bentuk partikel pada umumnya berdimensi
sama.
Komposit partikel umumnya digunakan sebagai penguat pada komposit matrik
keramik dan komposit matrik logam. Distribusi partikel di dalam matrik tersusun
secara acak dan merata, sehingga komposit yang dihasilkan akan memiliki sifat
isotropik. Menggunakan bahan komposit partikel memiliki keunggulan seperti, bahan
komposit partikel tahan terhadap ketahanan aus, tidak mudah retak dan memiliki daya
ikat yang baik terhadap matrik pengikat.
Dalam pembuatan komposit partikel ada beberapa kemungkinan kombinasi yang
dapat dilakukan untuk membuat komposit partikel yaitu (Jones,R.M):
a. Nonmetalic in nonmetalic composites
Kombinasi komposit ini tidak menggunakan matrik dan penguat yang berasal
dari bahan logam. Contoh sederhananya adalah beton, komposit jenis ini menggunakan
semen sebagai pengikat (Matrik) menggunakan kerikil dan pasir sebagai penguat
(Reinforcement).
b. Metalic in nonmetallic composites
Komposit ini disusun menggunakan partikel logam yang berada dalam matrik
nonlogam. Contoh kompost jenis ii adalah partike logam yang dimasukan dalam resin
termoset.
c. Nonmetallic in metallic composites
Kombinasi jenis ini menggunakan partikel non logam seperti keramik yang dapat
dimasukan ke dalam matrik logam. Dari paduan tersebut menghasilkan bahan yang
disebut cermen.
2.5. Sistem Rem
Rem dirancang untuk mengurangi kecepatan (memperlambat) dan menghentikan
penting pada kendaraan dan berfungsi sebagai alat keselamatan untuk menjamin
pengendaraan yang aman.
Prinsip kerja sistem rem adalah mengubah energi kinetik menjadi energi panas
untuk menghentikan kendaraan. Rem bekerja disebabkan oleh adanya sistem gabungan
penekanan melawan sistem gerak putar. Efek pengereman diperoleh dari adanya
gesekan yang timbul antar dua objek.
Gesekan antara tromol dengan kampas rem (brake lining) akan dipengaruhi oleh
temperatur kampas itu sendiri. Gesekan akan berkurang dan gaya pengereman menrun
ketika tromol dan kampas telah menjadi panas/pada suhu tinggi. Jika suhu pada kampas
rem dan tromol tinggi, hal tersebut dapat mengakibatkan nilai koefisien gesek pada
kampas rem menurun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Grafik Perbandingan Temperatur Kampas vs Koefisien Gesek
2.5.1.Rem Tromol
Rem tromol (drum brake) adalah salah satu jenis rem yang digunakan pada
kendaraan. Pada umumya rem tromol digunakan sebagai rem belakang, sedangkan rem
depan menggunakan rem cakram (disc brake).
Pada tipe rem tromol kekuatan tenaga pengereman diperoleh dari sepatu rem
yang diam menekan permukaan tromol bagian dalam yang berputar dan menempel
1. Sepatu Rem dan Kampas Rem
Sepatu rem (brake shoe) memiliki bentuk setengah lingkaran dan berpasangan.
Sepatu rem biasanya dibuat dari plat baja. Sedangkan untuk kampas rem harus
memiliki beberapa sifat mekanis seperti, kampas rem harus dapat menahan panas/suhu
tinggi, memiliki ketahanan aus yang baik dan harus memiliki nilai koefisien gesek yang
tinggi. Koefisien gesek pada kampas rem sedapat mungkin tidak terpengaruh oleh
keadaan turun naiknya temperatur dan kelembaban yang silih berganti. Pada umumnya
kampas rem terbuat dari campuran dari fiber metalic dengan brass, lead, plastic.
Bentuk dari sepatu rem dan kampas rem dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Sepatu Rem dan Kampas Rem
2.5.2.Rem Cakram
Rem cakram (disc brake) pada dasarnya terdiri dari cakram yang terbuat dari besi
tuang. Rem cakram mempunyai batasan pembuatan pada bentuk dan ukuranya. Ukuran
disc pad agak terbatas, hal tersebut dikarenakan karena disc pad memberikan energi yang terbatas pada sistem pengereman. Sehingga perlu menambahkan tekanan
hidraulis yang lebih besar untuk mendapatkan daya pengereman yang efisien.
1. Pad Rem Cakram
Pad (disc pad) biasanya dibuat dari bahan campuran metalic fiber dan sedikit
celah pada permukaan, hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pengecekan
keausan pada pad. Bentuk pad rem cakram dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Pad Rem Cakram
2.5.3.Standar Keamanan Kampas Rem
Kampas rem harus memiliki standar keamanan untuk menjamin keselamatan dan
berkendara dengan nyaman. Kampas rem dirancang sedemikian rupa agar memenuhi
persyaratan keamanan, ketahanan dan dapat mengerem dengan halus. Selain itu
kampas rem harus memiliki koefisien gesek tinggi, keausan kecil, kuat dan dapat
menyerap getaran.
Untuk menjamin keselamatan dan keamana saat berkendara, kampas rem harus
memiliki standar acuan spesifikasi teknik. Adapun persyaratan spesifikasi teknik yang
harus dimiliki kampas rem adalah sebagai berikut
(www.stopcobrake.com/en/file/en.pdf/SAEJ661) (ascited in Panama, 2011):
a. Nilai kekerasan kampas rem sesuai standar keamanan 68-105 (Rockwell R).
b. Ketahanan pada suhu tinggi 360 ℃, dan 250 ℃ untuk pemakaian secara
terus-menerus.
c. Nilai keausan kampas rem adalah (5 x 10-4 – 5 x 10-3 mm2/kg).
d. Koefisien gesek sebesar 0,14 – 0,27.
f. Konduktivitas termal 0,12 – 0,8 W.m.0K.
g. Tekanan spesifik sebesar 0,17 – 0,98 joule/g. 0C.
h. Kekuatan geser 1300 – 3500 N/cm2.
i. Kekuatan perpatahan 480 – 1500 N/cm2.
2.6. Fraksi Volume
Bahan komposit dibuat untuk memparbaiki sifat-sitat dari bahan panyusunya.
Pembuatan bahan komposit bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat mekanik tertentu.
Pada komposit serat presentase penguat menentukan kekuatan komposit, seperti
regangan dan kekuatan tarik yang meningkat. Serat yang bersifat getas tetapi memiliki
kekuatan tarik yang tinggi dipadukan dengan matrik yang memiliki regangan yang
besar. Perpaduan tersebut dapat menghasilkan suatu bahan yang lebih baik dari bahan
panyusunya.
Presentase jumlah volume penguat mempengaruhi karakteristik dari komposit
yang dihasilkan. Fraksi volume penguat dalam komposit merupakan parameter penting
dalam mengatur kekuatan komposit yang dihasilkan. Pada umumnya fraksi volume
reinforcement bahan komposit memiliki besaran presentase sebesar 20% sampai 60%, tergantung bahan penguat yang digunakan dan menyesuaikan dengan kebutuhan.
Fraksi volume (%) adalah aturan perbandingan untuk pencampuran volume
penguat (Reinforcement) dan volume matrik sebagai bahan pembentuk komposit
terhadap volume total komposit. Penggunaan istilah fraksi volume mengacu pada
jumlah persentase (%) volume bahan penguat yang digunakan dalam proses pembuatan
komposit. Berikut ini adalah perhitungan menentukan fraksi volume komposit:
Volume Komposit (Vc)
�� = ��+�� (2.1)
dengan : �� = volume �����������
2.7. Uji Keausan
Keausan adalah hilangnya sejumlah lapisan permukaan material karena adanya
gaya gesekan antara permukaan padatan benda lain. keausan umumnya diartikan
sebagai hilangnya material sebagai akibat interaksi mekanik dua permukaan yang
bergerak dan dibebani. Sifat yang dimiliki material terkadang membatasi kinerjanya.
Namun demikinan, jarang sekali kinerja suatu material hanya ditentukan oleh satu sifat,
tetapi lebih kepada kombinasi dari beberapa sifat. Salah satu contohnya adalah
ketahanan aus. Ketahanan aus merupakan fungsi dari beberapa sifat material. Material
apapun dapat mengalami keausan yang disebabkan oleh mekanisme yang beragam.
Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai metode dan teknik yang semuanya
bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satu metode pengujian
keausan adalah metode Ogoshi, dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin
yang berputar (revolving disc). Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak
antara permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan membuat permukaan
benda uji mengalami keausan. Besarnya jejak permukan benda uji yang mengalami
keausan itulah yang dijadikan dasar penetuan tingkat keausan pada material. Simulasi
uji keausan dengan metode Ogoshi dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Keterangan:
P : Beban h : Kedalaman penggerusan
r : Jari-jari revolving disc (mm) b : Lebar penggerusan
B : Lebar revolving disc (mm) ω : Kecepatan putar
Dari Gambar 2.13 diperoleh persamaan untuk menghitung laju keausan spesifik
sebuah material yaitu:
r = jari-jari revolving disc (mm)
Po = beban pengausan (kg)
Lo = jarak tempuh pada proses pengausan (mm)
2.8. Uji Impak
Uji impak adalah uji yang dilakukan dengan menggunakan pembebanan yang
cepat (rapid loading) atau secara tiba-tiba. Uji ini bertujuan untuk mengetahui sifat
mekanis material terhadap beban impak atau kejut. Pengujian impak merupakan suatu
upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam
perlengkapan konstruksi dan transportrasi dimana beban tidak selamanya terjadi secara
perlahan-lahan melainkan bisa saja beban datang secara tiba-tiba. Simulasi uji impak
dapat diihat pada Gambar 2.14.
Persamaan yang digunakan untuk pengujian impak dapat dituliskan sebagai
berikut:
����������ℎ=�.�(cos� −cos�)����� (2.3) dengan : G = berat beban pendulum(bandul) / massa dikalikan percepatan gravitasi
(N)
� = sudut ayun/sudut yang dibentuk pendulum tanpa beban (benda uji) � = sudut ayun akhir/ sudut yang dibentuk pendulum setelah
mematahkan benda uji.
Harga keuletan material dapat di cari menggunakan rumus sebagai berikut :
�������������= ����������ℎ
�����������������ℎ�������/��2 (2.4)
Gambar 2.14 Skema Pada Uji Impak
2.9. Koefisien Gesek
Koefisien gesek adalah suatu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui nilai
maksimum suatu benda sebelum benda tersebut bergerak terhadap tarikan beban.
Gesekan terjadi ketika suatu benda melakukan gaya pada benda yang lain sejajar
dengan permukaan singgung, dengan arah berlawanan terhadap gerak benda lain.
Gaya gesek statis adalah gesekan antara dua benda yang tidak bergerak relatif
satu sama lain. Koefisien statis umumnya dinotasikan dengan (��). Koefisien gesek
statis dinotasikan dengan (��) dikalikan dengan gaya normal (N). Maka untuk mencari
gaya gesek statis (��) dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
dengan:
�� = Gaya gesek.
� = Koefisien gesek statis. � = Gaya normal.
Gambar 2.15 Mekanisme Pengujian Koefisien Gesek
2.10. Tinjauan Pustaka
Nugroho (2007) telah melakuan penelitian yang berjudul “Komposit Berpenguat
Partikel Tempurung Kelapa Sawit Dengan Resin Epoxy Sebagai Alternatif Pengganti
Kampas Rem” yang bertujuan untuk mencari nilai koefisien gesek, uji keausan, uji
ketahanan termal. Bahan penguat komposit yang digunakan adalah tempurug kelapa
sawit yang di jadikan partikel dengan ukuran diameter partikel antara 0,5-1 mm dengan
fraksi volume penguat sebesar 20%, 30%, 40% dan 50%. Dari penelitian tersebut
Nugroho dapat menyimpulkan bahwa komposit yang memiliki fraksi volume di atas
40% tingkat keausannya mendekati tingkat keausan kampas rem pembanding.
Sedangkan pada pengujian koefisien gesek, Nugroho menyimpulkan bahwa fraksi
volume sebesar 40% memiliki tingkat koefisien gesek paling besar dibandingkan
dengan fraksi volume yang lain.
Handoko (2007) telah melakukan penelitian dengan judul “Komposit Berpenguat
Serbuk Tempurung Kelapa Sawit Dengan Resin Arindo Butek 3210 Sebagai Alternatif
fraksi volume serbuk tempurung kelapa sawit terhadap laju keausan dan koefisien
gesek. Dari penelitian tersebut didapati kesimpulan bahwa harga maksimum dari
koefisien gesek terjadi pada komposit dengan fraksi volume sebesar 40%. Sedangkan
untuk pengujian keausan dapat disimpulkan bahwa fraksi volume penguat yang paling
mendekati keausan dari benda pembanding adalah dengan fraksi volume sebesar 40%.
Prisma (2012) telah melakukan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Serbuk
Bambu Sebagai Alternatif Material Kampas Rem Non-Asbestos Sepeda Motor” yang
bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan angka keausan dan angka kekerasan
pada komposit kampas rem berbahan serbuk bambu dengan kampas rem pembanding
Indoparts. Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan Prisma, dapat di
simpulkan bahwa pada hasil pengujian keausan sampel kampas rem, angka keausan
yang paling mendekati dengan angka keausan kampas rem pembanding Indoparts
adalah sampel kampas rem dengan komposisi serbuk bambu sebesar 35%.
Dari penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar fraksi volume
penguat pada komposit, maka nilai koefisien gesek akan semakin besar. Sedangkan
untuk pengujian keausan, fraksi volume yang paling mendekati benda pembanding
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Skema Penelitian
Skema penelitian komposit berpengut partikel arang bambu dapat dilihat pada
Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian
Persediaan Bahan
Pembuatan Partikel Arang Bambu Resin Epoxy dan Hardener
Pembuatan Benda Uji: 1. Resin dan Hardener 2. Komposit berpenguat
partikel arang bambu dengan fraksi volume 25%, 35% dan 45%.
Pengujian Mekanis: 1. Pengujian Impak 2. Pengujian Koefisien
Gesek
3. Pengujian Keausan
Data dan Hasil Penelitian
Pengolahan Data
Kesimpulan
3.2. Persiapan Penelitian
3.2.1.Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Oven
Oven digunakan untuk proses pengarangan partikel bambu. Bentuk dari oven
dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Oven
2. Jangka Sorong
Jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi komposit yang akan
dipotong. Bentuk dari jangka sorong dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Jangka Sorong
Dalam proses pembuatan komposit, cetakan yang digunakan terbuat dari kaca
dengan dimensi 25 x 10 x 1,5 cm. Bentuk dari cetakan dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Cetakan
4. Gelas Ukur
Gelas ukur digunakan untuk memudahkan mengukur volume komposit yang
akan dicetak. Bentuk dari gelas ukur dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Gelas Ukur
Timbangan digital digunakan untuk memudahkan menghitung massa partikel
arang bambu yang akan digunakan untuk penguat komposit. Bentuk dari timbangan
digital sorong dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Timbangan Digital
6. Gergaji Besi
Gergai besi digunakan untuk memotong komposit sesuai dengan standar benda
uji. Bentuk dari gergaji besi dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Gergaji Besi
Mikroskop digunakan untuk melihat lebar keausan pada benda uji yang telah
dilakukan pengujian keausan. Bentuk dari mikroskop dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Mikroskop
8. Mesin Uji Keausan
Pengujian keausan terhadap benda uji dilakukan menggunkan mesin uji keausan
Oghoshi High Speed Universal Wear Testing Machine (type OAT-U). Bentuk dari
mesin uji keausan dapat dilihat pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9 Mesin Uji Keausan
Mesin milling digunakan untuk meratakan permukaan komposit, agar dimensi
pada komposit sama rata. Bentuk dari mesin milling dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Mesin Milling
10. Mesin Skrap
Mesin skrap digunakan untuk membuat takik pada benda uji impak. Bentuk dari
mesin mesin skrap dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11 Mesin Skrap
Blender digunakan untuk menghancurkan/menghaluskan arang bambu menjadi
partikel. Bentuk dari blender dapat dilihat pada Gambar 3.12.
Gambar 3.12 Blender
12. Mesin Uji Impak
Pengujian impak dilakukan menggunakan mesin uji Impak Charphy GOTECH
GT-7045 TAIWAN, R.O.C. Bentuk dari mesin uji impak dapat dilihat pada Gambar
3.13.
Gambar 3.13 Mesin Uji Impak
Untuk membuat komposit berpenguat partikel arang bambu diperlukan
bahan-bahan sebagai berikut:
a. Resin Epoxy dan Katalis
Resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah resin epoxy. Resin ini memiliki
ciri-ciri fisik berwarna putih bening. Pencampuran antara resin dengan katalis
menggunakan perbandingan 1:1.
Gambar 3.14 Resin Epoxy dan Epoxy Hardener
b. Partikel Arang Bambu
Pada penelitian ini penguat yang digunakan adalah partikel arang bambu. Partikel
arang bambu di peroleh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Batang bambu yang telah dipotong berdasarkan ruas tulangnya kemudian dibelah
menjadi bagian-bagian kecil menggunakan parang.
2. Setelah menjadi bagian-bagian kecil, selanjutnya batang bambu ditumbuk
menggunakan palu untuk mencari seratnya. Keterangan selanjutnya dapat dilihat
pada Gambar 3.15.
3. Setelah diperoleh serat bambu, kemudian kadar air pada bambu dihilangkan dan
diarangkan dengan cara di oven pada suhu 200 0� selama dua jam.
4. Serat bambu dihaluskan menjadi partikel menggunakan blender yang telah
disiapkan.
6. Setelah disaring, partikel arang bambu siap untuk digunakan sebagai penguat
komposit. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 3.16.
Gambar 3.15 Mencari Serat Bambu Gambar 3.16 Pertikel Arang Bambu
3.3. Perhitungan Fraksi Volume Komposit
Langkah pertama untuk menghitung fraksi volume komposit adalah mencari
massa jenis (�) arang bambu. Berikut ini adalah langkah-langkah dan perhitungan
untuk mencari massa jenis arang bambu:
1. Batang bambu dipotong menjadi bagian-bagian kecil. Hal ini dilakukan agar bambu
yang dipotong muat dimasukan ke dalam gelas ukur.
2. Bambu yang telah dipotong kemudian diarangkan untuk menghilangkan kadar
airnya.
3. Bambu yang telah diarangkan, ditimbang kemudian dicatat.
4. Arang Bambu dilapisi dengan cat semprot anti air (secara merata dan tipis). Hal ini
dilakukan untuk mencegah air masuk ke dalam pori-pori bambu ketika dimasukan
ke dalam air.
5. Air diisikan kedalam gelas ukur yang telah disiapkan. Volume air pada gelas ukur
dihitung dan dicatat (�� ).
6. Arang Bambu dicelupkan kedalam gelas ukur yang telah dipersiapkan. Kemudian
7. Massa jenis arang bambu dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berukut:
a. Menghitung massa jenis arang bambu:
�= �
dengan demikian, massa jenis arang bambu:
� =8,72�� 15�� = 0,58 ��/��
Setelah mengetahui massa jenis arang bambu, langkah selanjutnya adalah
mencari fraksi volume total komposit. Perhitungan fraksi volume komposit
berdasarkan perhitungan volume total. Untuk variasi fraksi volume yang dibuat
adalah sebesar 25%, 35% dan 45%.
b. Menghitung volume cetakan:
�������� = ���
= 25 × 10 × 1,5
= 375 ��3 = 375 ��
Dengan asumsi volume total komposit 300 ml.
c. Menghitung volume total komposit.
1. Fraksi volume 25% partikel arang bambu:
2. Fraksi volume 35% partikel arang bambu:
��������� = 10035 × 300 × 0,58
= 60,9 ����
������= 32100,5× 300
= 97,5 ��
�ℎ������� = 32100,5× 300
= 97,5 ��
3. Fraksi volume 45% partikel arang bambu:
��������� = 10045 × 300 × 0,58
= 78,3 ����
������= 27100,5× 300
= 82,5 ��
�ℎ������� = 27100,5× 300
= 82,5 ��
3.4. Proses Pembuatan Benda Uji Komposit Berpenguat Partikel Arang Bambu
3.4.1.Proses Mencetak Komposit
Proses pembuatan komposit dilakukan dengan menggunakan metode hand
lay-up, yaitu dengan cara menuangkan adonan komposit ke dalam cetakan. Proses pembuatan benda uji komposit dilakukan secara serentak dan disesuaikan dengan
variasi fraksi volume komposit yang telah dihitung sebelumnya. Berikut ini adalah
langkah-langkah pembuatan benda uji komposit:
1. Alat-alat yang digunakan untuk mencetak benda uji komposit diperiapkan, seperti
2. Langkah kedua adalah mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk
mencetak benda uji komposit, seperti : resin epoxy, hardener dan partikel arang
bambu.
3. Setelah melakukan persiapan tersebut langkah selanjutnya adalah membersihkan
cetakan dari debu dan kotoran. Kemudian dilakukan pelapisan cetakan
menggunakan release agent secara merata. Hal ini dilakukan untuk mencegah
komposit sukar dilepas dari cetakan.
4. Resin dan hardener yang telah dihitung kemudian dituangkan kedalam gelas ukur.
Setelah itu partikel arang bambu dimasukkan kedalam campuran resin dan
hardener. Adonan diaduk sampai campuran merata. Pengadukan dilakukan secara
perlahan untuk meminimalisir timbulnya void pada adonan.
5. Adonan dituangkan kedalam cetakan yang telah dipersiapkan. Penuangan adonan
dilakukan secara perlahan agar tidak mengakibatkan void.
6. Adonan komposit diratakan, diusahakan rata-rata air.
7. Kemudian pada ujung sisi dalam cetakan diberi kawat. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan proses pengangkatan komposit dari cetakan.
8. Langkah-langkah pada poin 4-7 diulangi untuk mencetak variasi fraksi volume
yang berbeda.
9. Adonan didiamkan hingga mengering dalam kurun waktu 24 jam.
10. Setelah 24 jam komposit siap untuk diangkat dari cetakan.
3.4.2.Standar Ukuran Benda Uji
Standar ukuran benda uji pada penelitian komposit ini adalah mengacu pada
standar ASTM dan menyesuaikan ukuran pada alat uji yang digunakan. Pengujian
keausan pada benda uji komposit menggunakan ukuran panjang 30 mm, tinggi 10 mm
dan lebar 30 mm. Untuk pengujian impak menggunakan standar ASTM A370.
Sedangkan untuk pengujian koefisien gesek menggunakan ukuran panjang 30 mm,
Setelah mengetahui standar ASTM dan ukuran benda uji yang digunakan pada
setiap pengujian, langkah selanjutnya adalah melakukan pemotongan benda uji untuk
setiap pengujian. Langkah-langkah pemotongan benda uji adalah sebagai berikut:
1. Alat-alat yang digunakan untuk memotong benda uji dipersiapkan, seperti: gergaji
besi, tanggem, jangka sorong, penggaris, mesin milling.
2. Bahan komposit yang akan dipotong disiapkan.
3. Benda uji dipotong sesuai standar ASTM A370 untuk pengujian impak. Sedangkan
untuk pengujian koefisien gesek dan keausan digunakan ukuran panjang 30 mm,
tinggi 10 mm dan lebar 30 mm. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar
3.17 dan Gambar 3.18.
4. Bagian pinggir komposit yang terdapat kawat dipotong.
5. Permukaan komposit diratakan menggunakan mesin milling. Langkah ini dilakukan
diseluruh permukaan komposit.
6. Setelah rata, komposit dipotong menggunakan gergaji besi. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada Gambar 3.19, Gambar 3.20, Gambar 3.21.
Gambar 3.17 Sket Benda Uji Impak
Gambar 3.19 Komposit Sebelum Dipotong Gambar 3.20 Benda Uji Impak
Gambar 3.21 Benda Uji Koefisien Gesek dan Keausan
3.5. Metode Pengujian
3.5.1.Uji Keausan
Uji keausan dilaksanakan di laboratorium mekanika bahan Universitas Gajah
Mada Yogyakarta. Pengujian ini menggunakan alat uji keausan Oghoshi High Speed
Universal Wear Testing Machine (type OAT-U). Alat pengujian keausan dapat dilihat
pada Gambar 3.22. Langkah-langkah pengujian keausan adalah sebagai berikut:
1. Benda uji disiapkan dengan ukuran panjang 30 mm, tinggi 10 mm, lebar 30 mm.
2. Permukaan benda uji digosok menggunakan pensil. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mempermudah melihat struktur mikro pada benda uji.
3. Benda uji dipasang dan dikencangkan pada penjepit.
5. Pengerusan pada benda uji dilakukan selama 60 detik dengan beban tekan yang
digunakan sebesar 2,12 kg. Jarak tempuh pengerusan selama 60 detik sepanjang
66,6 m.
6. Pengujian diakhiri dengan cara menekan tombol stop.
7. Benda uji dilepaskan dari penjepit.
8. Pengukuran lebar keausan (bo) dapat dilihat menggunakan mikroskop.
Gambar 3.22 Mesin Uji Keausan Oghosi High Speed Universal Wear Testing Machine
(Type OAT-U)
Untuk dapat menghitung laju keausan spesifik dapat dihitung menggunakan
metode struktur mikro. Pembesaran lensa yang digunakan untuk melihat struktur mikro
sebesar 50x. Alat yang digunakan untuk melihat struktur mikro dapat dilihat pada
Gambar 3.23.
3.5.2.Uji Impak
Energi kejut yang dikenakan pada suatu bahan dapat di analogikan sebagai
keuletan dari matarial tersebut. Prinsip dasar pengujian impak adalah dengan cara
menggunakan ayunan beban yang dikenakan pada benda uji secara tiba-tiba (kejut).
Energi yang diperlukan untuk mematahkan benda uji dihitung pada saat posisi
pendulum awal dan pada saat posisi pendulum akhir (setelah menabrak benda uji).
Pengujian impak dilakukan menggunakan mesin uji Impak Charphy GOTECH
GT-7045 TAIWAN, R.O.C. Mesin uji impak dapat dilihat pada Gambar 3.24.
Langkah-langkah pengujian impak adalah sebagai berikut:
1. Sebelum melakukan pengujian, benda uji diukur dan dibuat sket.
2. Pendulum dinaikkan dan dikunci pada posisinya.
3. Jarum penunjuk sudut diatur didepan dial lengan ayun.
4. Pengunci pendulum dilepas, kemudian pendulum dibiarkan berayun tanpa beban
(tanpa benda uji).
5. Sudut ayun awal/sudut yang dibentuk pendulum tanpa beban (�) diamati
kemudian dicatat.
6. Benda uji diletakkan pada anvil (dudukan) dengan posisi takikan berada disisi
belakang dan posisi dari benda uji dipastikan senter terhadap pendulum.
7. Langkah-langkah pada poin 2 dan 3 diulangi.
8. Pengunci pada pendulum ditarik hingga pendulum berayun dan mematahkan
benda uji.
9. Sudut ayun akhir/sudut yang di bentuk pendulum setelah mematahkan benda uji
(�) diamati kemudian dicatat.
10. Setelah langkah-langkah tersebut telah dilakukan, langkah terakhir adalah patahan
Gambar 3.24 Mesin Uji Impak Charpy
3.5.3.Uji Koefisien Gesek
Langkah-langkah mencari nilai koefisien gesek adalah sebagai berikut:
1. Benda uji disiapkan.
2. Alat-alat penguji disiapkan, seperti: pringan cakram, pemberat, timbangan, botol
air mineral dan tali.
3. Benda uji diletakkan diatas piringan cakram, kemudian diikat dengan tali yang
telah terhubung dengan beban.
4. Pemberat diletakkan diatas benda uji.
5. Pembebanan diberikan secara perlahan dan bertahap dengan cara air dituangkan
kedalam wadah.
6. Poin ke-5 dilakukan sampai benda uji bergerak, kemudian berat beban ditimbang
dan dicatat.
Besaran koefisien gesek dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Menghitung benda uji pada posisi diam menggunakan rumus:
� = ��.� (3.2)
Menghitung benda uji pada posisi sebelum bergerak (gaya gesek mancapai
�� = �� .� (3.3)
Menghitung benda uji pada saat bergerak menggunakan rumus:
� =�� (3.4)
��.�= ��.�
��.�= ��.��.�
�� = ����
dengan:
�s = Koefisien gesek
ma = Massa benda uji + Massa pemberat
mb = Massa beban (bandul)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian
Dari pengujian yang telah dilakukan diperoleh hasil berupa data yang diolah dan
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Selanjutnya dilakukan pembahasan untuk
menganalisa data yang di peroleh dari hasil pengujian.
4.1.1.Keausan
Gambar 4.1 menunjukkan hasil uji keausan Oghoshi. Data yang diperoleh dari
pengujian Oghoshi adalah menghitung lebar keausan pada benda uji kemudian diambil
nilai rata-rata dari masing-masing sampel yang telah diuji. Selain menguji benda uji
komposit, sebagai pembanding diuji juga kampas rem sepeda motor.
Gambar 4.1 Pengausan Terhadap Benda Uji Komposit Menggunakan Metode Oghoshi.
Setelah melakukan pengujian keausan pada benda uji, diperoleh data kemudian
diolah dan disajikan dalam Tabel 4.1 – 4.2.
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Keausan
Tabel 4.2 Data Hasil Perhitungan Keausan
Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Laju Keausan Spesifik
Data yang diperoleh dari pengujian kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk
tabel. Data rata-rata dari setiap spesimen kemudian disajikan dalam bentuk grafik
untuk mengetahui perbandingan laju keausan spesifik dari masing-masing spesimen.
Dari tabel 4.2 dan gambar 4.2 ditunjukkan bahwa:
a. Kampas rem pembanding memiliki rata-rata lebar keausan sebesar 1,5158 mm dan
laju keausan spesifik sebesar 8,570×10-8 mm2/kg.
b. Resin murni memiliki rata-rata lebar keausan sebesar 1,0158 mm dan laju keausan
spesifik sebesar 2,566×10-8 mm2/kg.
c. Komposit partikel arang bambu dengan fraksi volume 25% memiliki rata-rata lebar
keausan sebesar 0,8158 mm dan laju keausan spesifik sebesar 1,329×10-8 mm2/kg. d. Komposit partikel arang bambu dengan fraksi volume 35% memiliki rata-rata lebar
keausan sebesar 1,0105 mm dan laju keausan spesifik sebesar 2,506×10-8 mm2/kg. e. Komposit partikel arang bambu dengan fraksi volume 45% memiliki rata-rata lebar
keausan sebesar 1,0368 mm dan laju keausan spesifik sebesar 2,729×10-8 mm2/kg.
8,57E-08
Kampas rem Resin murni Komposit 25% Komposit 35% Komposit 45%
Berdasarkan data tersebut, komposit partikel arang bambu 45% memiliki
rata-rata lebar keausan dan laju keausan spesifik paling besar dengan rata-rata-rata-rata lebar keausan
sebesar 1,0368 mm dan laju keausan spesifik sebesar 2,729×10-8 mm2/kg. Nilai tersebut merupakan nilai yang paling mendekati dengan rata-rata lebar keausan dan
laju keausan spesifik kampas rem pembanding, yaitu sebesar 1,5158 mm dan 8,570×10
-8 mm2/kg. Sedangkan komposit partikel arang bambu 25% memiliki rata-rata lebar
keausan paling kecil, dengan nilai sebesar 0,8158 mm dan laju keausan spesifik sebesar
1,329×10-8 mm2/kg. Sedangkan rata-rata lebar keausan dan laju keausan spesifik resin murni lebih besar jika dibandingkan dengan komposit partikel arang bambu 25% dan
35% dimana resin murni memiliki rata-rata lebar keausan sebesar 1,0158 mm dan laju
keausan spesifik sebesar 2,566×10-8 mm2/kg.
Berdasarkan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin banyak komposisi
fraksi volume partikel arang bambu pada komposit maka semakin besar pula lebar
keausan dan laju keausan spesifiknya (semakin cepat aus). Dalam penelitian ini nilai
rata-rata lebar keausan dan laju keausan spesifik yang mendekati hasil pengujian
keausan kampas rem pembanding adalah komposit partikel arang bambu 45% dengan
nilai rata-rata lebar keausan sebesar 1,0368 mm dan laju keausan spesifik sebesar
2,729×10-8 mm2/kg.
4.1.2.Koefisien Gesek
Pengujian koefisien gesek adalah pengujian untuk mencari gaya gesek statis.
Pengujian ini menggunkan metode yang sederhana, yaitu dengan cara melakukan
pembebanan terhadap benda uji yang telah dikaitkan dengan pemberat. Untuk lebih
Gambar 4.3 Pengujian Koefisien Gesek
Setelah dilakukan pengujian keofisien gesek maka diperoleh data yang disajikan
dalam Tabel 4.3 – 4.7.
Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Koefisien Gesek Kampas Rem
Benda
Rata-rata 1023,92 481,25
Benda
Rata-rata 1010,39 473,75
Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Koefisien Gesek Komposit 25%
Benda
Tabel 4.6 Data Hasil Pengujian Koefisien Gesek Komposit 35%
Rata-rata 1008,06 441,25
Tabel 4.7 Data Hasil Pengujian Koefisien Gesek Komposit 45%
Benda
Gambar 4.4 Nilai Koefisien Gesek
Dari data yang telah diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik,
menjelaskan hal-hal sebagai berikut.
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa:
a. Kampas rem pembanding memiliki rata-rata nilai koefisien gesek sebesar 0,470.
b. Resin murrni memiliki rata-rata nilai koefisien gesek sebesar 0,468.
c. Komposit partikel arang bambu 25% memiliki rata-rata nilai koefisien gesek sebesar
0,478.
d. Komposit partikel arang bambu 35% memiliki rata-rata nilai koefisien gesek sebesar
0,437.
e. Komposit partikel arang bambu 45% memiliki rata-rata nilai koefisien gesek sebesar
0,459.
Kampas rem Resin murni Komposit
Berdasarkan data tersebut, komposit dengan partikel arang bambu 35% memiliki
rata-rata nilai koefisien gesek paling rendah, dengan nilai rata-rata 0,435. Sedangkan
untuk nilai rata-rata koefisien gesek terbesar adalah komposit partikel arang bambu
25%, dengan nilai rata-rata koefisien gesek sebesar 0,478. Koefisien gesek tersebut
mengunguli nilai koefisien gesek dari kampas rem pembanding yang memiliki nilai
koefisien gesek sebesar 0,470. Untuk nilai koefisien gesek komposit partikel arang
bambu 45% dan resin murni memiliki nilai rata-rata dibawah nilai koefisien gesek dari
kampas rem pembanding, dengan nilai rata-rarta koefisien gesek sebesar 0,459 untuk
komposit partikel arang bambu 45% dan 0,468 untuk resin murni.
Berdasarkan data yang disajikan terlihat bahwa peningkatan nilai koefisien gesek
terjadi pada komposit partikel arang bambu 25%, hal tersebut disebabkan oleh sifat
partikel arang bambu yang lebih kasar. Sifat kekasaran yang dimiliki partikel arang
bambu memiliki koefisien gesek yang lebih tinggi daripada kampas rem pembanding.
Namun pada komposit partikel bambu 35% dan 45% mengalami penurunan nilai
koefisien gesek. Hal tersebut disebabkan oleh massa spesimen yang lebih ringan
daripada massa spesimen komposit partikel arang bambu 25%. Faktor lain yang
mempengaruhi nilai koefisien gesek komposit partikel arang bambu 35% dan 45%
menurun adalah permukan komposit yang tidak merata akibat proses pemotongan yang
kurang sempurna.
4.1.3.Impak
Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui tenaga patah dan harga keuletan
suatu material. Setelah dilakukan pengujian maka diperoleh data yang kemudian diolah
dan disajikan dalam Tabel 4.8 – 4.11.
Benda uji ��� � ��� � Tenaga Patah
Tabel 4.9 Data Hasil Pengujian Impak Komposit 25%
Benda uji ��� � ��� � Tenaga Patah
Tabel 4.10 Data Hasil Pengujian Impak Komposit 35%
Benda uji ��� � ��� � Tenaga Patah
Benda uji ��� � ��� � Tenaga Patah
Gambar 4.5 Grafik Tenaga Patah Rata-Rata
Dari gambar 4.5 ditunjukkan bahwa:
a. Resin murni memiliki tenaga patah rata-rata sebesar 0,33 joule.
b. Komposit partikel arang bambu dengan fraksi volume sebesar 25% memiliki tenaga
patah rata-rata sebesar 0,23 joule.
c. Komposit partikel arang bambu dengan fraksi volume sebesar 35% memiliki tenaga
patah rata-rata sebesar 0,23 joule.
d. Komposit partikel arang bambu dengan fraksi volume sebesar 45% memiliki tenaga
patah rata-rata sebesar 0,25 joule.
0,33
Resin murni Komposit 25% Komposit 35% Komposit 45%