• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TIPE WOOLNOUGH DAN ALLSOP PADA SISWA SMA DALAM KONTEKS PENCEGAHAN KOROSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TIPE WOOLNOUGH DAN ALLSOP PADA SISWA SMA DALAM KONTEKS PENCEGAHAN KOROSI."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TIPE WOOLNOUGH DAN ALLSOP

PADA SISWA SMA DALAM KONTEKS PENCEGAHAN KOROSI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Jurusan Pendidikan Kimia

Program Studi Pendidikan Kimia

Oleh

NIKE YULIANA ANGGRAINI

0901985

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

Pembelajaran

Problem Solving

Tipe

Woolnough dan Allsop pada Siswa SMA

dalam Konteks Pencegahan Korosi

Oleh

Nike Yuliana Anggraini

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Nike Yuliana Anggraini 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang

(3)

Nike Yuliana Anggraini

0901985

PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TIPE WOOLNOUGH DAN ALLSOP

PADA SISWA SMA DALAM KONTEKS PENCEGAHAN KOROSI

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING: Pembimbing I

Dr. Momo Rosbiono, M.Pd, M.Si

NIP. 195712111982031006

Pembimbing II

Dr.Hernani, M.Si

NIP. 196711091991012001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Dr.rer.nat. H. Ahmad Mudzakir, M.Si

(4)

ABSTRAK

Penelitian yang telah dilakukan berjudul “Pembelajaran Problem Solving tipe Woolnough dan Allsop pada Siswa SMA dalam Konteks Pencegahan Korosi”. Penelitian ini didasarkan pada rendahnya penyampaian pembelajaran yang pada umumnnya dilakukan dengan ceramah (teacher centered) sehingga kurang mengeksplor siswa dalam memecahkan masalah, sedangkan salah satu tuntutan kurikulum kimia SMA adalah siswa dituntut mampu memecahkan masalah. Selain itu siswa hanya menerima konsep atau teori tanpa memaknai proses perolehannya serta kurang mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Berdasarkan alasan tersebut maka tujuan penelitian ini ingin memperoleh informasi mengenai performa guru dan siswa dalam pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop pada konteks pencegahan korosi serta memperoleh informasi tentang kemampuan siswa dalam memecahkan masalah melalui soal real life. Konteks pencegahan korosi dijadikan topik penelitian yang layak dengan konsep dasar yaitu reaksi redoks serta elektrokimia. Design penelitian ini adalah penelitian evaluatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 40 siswa kelas XII di salah satu SMA Negeri di kota Bandung. Instrumen penelitian berupa format penilaian performa guru dan siswa, serta butir soal tentang keterampilan pemecahan masalah yang mengikuti tahapan problem solving tipe Woolnough dan Allsop. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performa guru dalam pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop pada tahap perencanaan dikategorikan sangat baik (96%) dan tahap pelaksanaan dikategorikan sangat baik (94%). Performa siswa pada pelaksanaan pembelajaran problem solving tahap identifikasi masalah dikategorikan baik (74%), tahap merumuskan masalah dikategorikan sangat baik (92%), tahap merancang eksperimen dikategorikan baik (64%), tahap melaksanakan eksperimen dikategorikan cukup (59%) sertatahap evaluasi dan kesimpulan dikategorikan baik (65%), sedangkan sikap siswa dikategorikan baik (79%) dan kinerja siswa dikategorikan baik (78%). Adapun kemampuan pemecahan masalah siswa yang dicapai siswa dengan pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop dikategorikan sedang dengan N-Gain sebesar 0,4.

(5)

ABSTRACT chemistry curriculum demands is the students are required to be able to solve the problem. In addition, students receive only a concept or theory without conceptualizing acquisition and less applying in everyday life. Based on these reasons, the purpose of this study wanted to gain information about performance of teachers and students in problem solving learning of Woolnough and Allsop types in the context of corrosion prevention, and information about students' skills in solving problem of real life questions. Corotion Prevention was used as a viable research topic with the basic concept electrochemical and redox reaction. Research design is evaluative. Subjects in this study were 40 students of class XII in one of high schools in Bandung City. The research instruments are the performance appraisal format of teachers and students, and set of questions referring to problem solving skills that follow the stages of problem solving of Woolnoughd and Allsop types. The results showed that the performance of the teacher in problem solving teaching of Woolnough and Allsop types at the planning stage is categorized as very good (96 %) and at implementation stage is categorized as very good (94 %). Performance of students in the problem solving learning implementation at identification problem stage is considered as good (74 %); it is categorized as very good (92 %) at formulating problem stage; it is considered as excellent (64 %) at designing experiments stage; it is considered as sufficient (59 %) at carrying out experiments stage; and it is categorized as excellent (65 %) at evaluation and conclusions stage. While the attitude of students is categorized as good (79 %), and performance of students is categorized as good (78 %). As for the problem solving ability of students that achieved by students with problem solving learning of Woolnough and Allsop types is categorized by N - Gain of 0.4.

(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN i

KATA PENGANTAR ii

UCAPAN TERIMAKASIH iii

ABSTRAK iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 6

D. Manfaat Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Problem Solving tipe Woolnough dan Allsop 8 B. Perencanaan Pembelajaran Problem Solving tipe Woolnough dan Allsop 12 C. Pelaksanaan Pembelajaran Problem Solving tipe Woolnough dan Allsop 15

1.Kegiatan Awal 15

2.Kegiatan Inti 15

3.Kegiatan Akhir 16

D. Penilaian Pembelajaran Problem Solving tipe Woolnough dan Allsop 16

1.Penilaian Performa Guru 17

2.Penilaian Performa Siswa 19

E. Tinjauan Masalah 21

1.Pengertian Korosi 21

2.Proses Terjadinya Korosi 21

3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Korosi 24

(7)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian 27

B. Desain Penelitian 27

C. Definisi Operasional 29

D. Instrumen Penelitian 31

1. Format Penilaian Performa Guru 31

2. Format Penilaian Performa Siswa 32

E. Teknik Pengumpulan Data 33

F. Analisis Data 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Pembahasan Performa Guru dan Siswa dalam Pembelajaran 38 Problem Solving Tipe Wollnough dan Allsop

1. Performa Guru dalam Pembelajaran Problem Solving Tipe Woolnough 38 dan Allsop

a. Perencanaan Pembelajaran Problem Solving Tipe Woolnough dan Allsop 38 b. Pelaksanaan Pembelajaran Problem Solving Tipe Woolnough dan Allsop 45 2. Performa Siswa dalam Pembelajaran Problem Solving Tipe Woolnough 55

dan Allsop

a. Pelaksanaan Pembelajaran melalui LKS Percobaan 55 b. Kemampuan Kinerja Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran 72 c. Kemampuan Sikap Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran 74

B. Kemampuan Siswa Memecahkan Masalah 76

1. Tahap Identifikasi Masalah 77

2. Tahap Merumuskan Masalah 82

3. Tahap Merancang Eksperimen 87

4. Tahap Melaksanakan Eksperimen 92

5. Tahap Evaluasi dan Kesimpulan 97

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan 104

B.Saran 104

DAFTAR PUSTAKA 106

LAMPIRAN-LAMPIRAN 113

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Instrumen Penelitian 34

3.2 Skala Kategori Kemampuan 35

3.3 Interpretasi Nilai Gain yang Ternormalisasi 37

4.1 Hasil Penilaian Performa Guru Tahap Perencanaan (RPP) 39 4.2 Hasil Penilaian Performa Guru Tahap Pelaksanaan 46 4.3 Hasil Identifikasi Masalah Masing-Masing Kelompok 58 4.4 Jawaban Siswa Saat Merumuskan Masalah (LKS no 5) 60 4.5 Jawaban Kelompok Siswa Untuk Mencari Alternatif Pemecahan Masalah

(LKS no 6 dan 7) 62

4.6 Jawaban Kelompok Siswa Merancang Pemecahan Masalah (LKS no 8) 64 4.7 Rancangan Percobaan Pencegahan Korosi Kelompok Siswa 68 4.8 Kesimpulan yang dikemukakan setiap kelompok (soal nomor F5) 71

4.9 Nilai Rerata Sikap Siswa Secara Kelompok 75

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Proses Terjadinya Korosi Pada Besi 22

3.1 Alur Penelitian 29

4.1 Nilai Rata-Rata Kelompok Siswa Tahap Identifikasi Masalah 57 4.2 Nilai Rata-Rata Kelompok Siswa Tahap Merumuskan Masalah 59 4.3 Nilai Rata-Rata Kelompok Siswa Tahap Merancang Eksperimen 61 4.4 Nilai Rata-Rata Kelompok Siswa Tahap Melaksanakan Eksperimen 67 4.5 Nilai Rata-Rata Kelompok Siswa Tahap Evaluasi dan Kesimpulan 69 4.6 Nilai Rata-rata LKS Siswa Pada Semua Tahapan problem solving 71

tipe Woolnough dan Allsop

4.7 Hasil Penilian Kinerja Siswa Pada Pembelajaran Problem Solving 72 4.8 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 1 Tahap IdentifikasiMasalah 77 4.9 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 2 Tahap Identifikasi Masalah 78 4.10 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 3 Tahap Identifikasi Masalah 80 4.11 Rerata Kemampuan Siswa Pada Tahap Identifikasi Masalah 81 4.12 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 1 Tahap Merumuskan 82

Masalah

4.13 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 2 Tahap Merumuskan 84

Masalah

4.14 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 3 Tahap Merumuskan 85

Masalah

4.15 Rerata Kemampuan Siswa Pada Tahap Merumuskan Masalah 86 4.16 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 1 Tahap Merancang 88

Eksperimen

4.17 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 2 Tahap Merancang 89

Eksperimen

4.18 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 3 Tahap Merancang 90

Eksperimen

4.19 Rerata Hasil Kemampuan Siswa Pada Tahap Merancang Eksperimen 92 4.20 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 1 Tahap Melaksanakan 93

Eksperimen

4.21 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 2 Tahap Melaksanakan 94

Eksperimen

4.22 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 3 Tahap Melaksanakan 95

Eksperimen

(10)

Kesimpulan 4.25 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 2 Tahap Evaluasi dan 98

Kesimpulan

4.26 Kemampuan Setiap Siswa Pada Permasalahan 3 Tahap Evaluasi dan 99

Kesimpulan

4.27 Rerata Hasil Kemampuan Siswa Pada Tahap Evaluasi dan Kesimpulan 100 4.28 Peningkatan Kemampuan Setiap Tahapan Problem Solving Pada 101

Permasalahan 1, 2, dan 3

4.29 Rata-rata Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Setiap 102

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 113

Lampiran A.2 Naskah Ajar 130

Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa 136

Lampiran B.1 Lembar Penilaian Performa Guru (Perencanaan Pembelajaran) 146 Lampiran B.2 Lembar Penilaian Performa Guru (Pelaksanaan Pembelajaran) 148

Lampiran B.3 Soal Tes 151

Lampiran B.4 Lembar Penilaian Kinerja Siswa 157

Lampiran B.5 Lembar Penilaian Sikap Siswa 160

Lampiran B.6 Instrumen Penilaian LKS 164

Lampiran C.1. Hasil Validasi Soal Tes Pemecahan Masalah 168 Lampiran C.2. Hasil Penilaian Kemampuan Siswa dalam Tahap Identifikasi 177 Masalah

Lampiran C.3. Hasil Penilaian Kemampuan Siswa dalam Tahap Merumuskan 178 Masalah

Lampiran C.4. Hasil Penilaian Kemampuan Siswa dalam Tahap Merancang 179 Eksperimen

Lampiran C.5. Hasil Penilaian Kemampuan Siswa dalam Tahap Melaksanakan 180 Eksperimen

Lampiran C.6. Hasil Penilaian Kemampuan Siswa dalam Tahap Evaluasi dan 181

Kesimpulan

Lampiran C.7. Hasil Penilaian LKS Pada Tahap Identifikasi Masalah 182 Lampiran C.8.Hasil Penilaian LKS Pada Tahap Merumuskan Masalah 183 Lampiran C.9. Hasil Penilaian LKS Pada Tahap Merancang Eksperimen 184 Lampiran C.10. Hasil Penilaian LKS Pada Tahap Melaksanakan Eksperimen 185 Lampiran C.11. Hasil Penilaian LKS Pada Tahap Evaluasi dan Kesimpulan 186

Lampiran C.12. Hasil Penilaian Kinerja Siswa 187

Lampiran C.13. Hasil Penilaian Sikap Siswa 188

Lampiran C.14. Rubrik Penilaian Soal Tes 189

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Hal tersebut akan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Untuk mencapai pendidikan yang baik tidaklah mudah karena membutuhkan dukungan dari berbagai komponen yang terdapat di dalamnya. Disini komponen yang berpengaruh dalam mencapai tujuan pendidikan diantaranya adalah guru dan siswa. Seorang guru harus mampu mengorganisasikan pembelajaran yang cocok dan efektif agar proses belajar-mengajar mendapatkan hasil yang maksimal. Sementara siswa dituntut untuk dapat menerima pengajaran dari guru, sehingga pada akhirnya dapat mengaplikasikannya, baik dalam kehidupan ilmiah maupun kehidupan sehari-hari.

Namun demikian, untuk mencapai tujuan pendidikan ini tidaklah mudah karena terdapat masalah-masalah pendidikan yang harus segera diselesaikan. Diantaranya masalah yang banyak dihadapi oleh para siswa dalam proses pembelajaran, yaitu siswa kurang mampu dalam memecahkan masalah. Untuk itulah, ketidakmampuan siswa dalam memecahkan masalah harus ditangani dengan baik. Suatu pembelajaran yang menggunakan teknik pemecahan masalah (Problem Solving Technique) merupakan salah satu pembelajaran yang perlu diteliti untuk menanggulangi kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Hal ini juga ditegaskan oleh Jonassen (Susiana, 2010) bahwa seharusnya fokus utama dari pembelajaran adalah menyelesaikan masalah, mengingat setiap orang selalu menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-harinya. Namun pada kenyataannya, siswa di Indonesia umumnya hanya mampu mengingat fakta, terminologi dan hukum sains serta menggunakan pengetahuan sains yang bersifat umum (Nugroho, 2004).

(13)

2

yang bersifat abstrak dan merupakan mata pelajaran yang secara khusus baru dipelajari pada tingkat SMA. Akibatnya, minat dan motivasi siswa untuk mempelajari ilmu kimia rendah. Kondisi ini bermuara kepada kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia cenderung rendah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan siswa dalam belajar kimia secara bermakna, disebabkan oleh rendahnya kualitas pemahaman terhadap konsep dasar kimia (Kirna, 2002).

Mata pelajaran kimia di SMA bertujuan antara lain: agar siswa memiliki kemampuan menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen,dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan, penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tulisan; memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menjadi alasan lain yang menguatkan mengapa keterampilan pemecahan masalah perlu dimiliki oleh siswa (KTSP, 2006). Pada tingkat SMA/MA di Indonesia, mata pelajaran kimia dipandang penting dengan beberapa pertimbangan diantaranya, selain memberikan bekal ilmu kepada siswa, mata pelajaran kimia dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. (Depdiknas, 2006).

Masalah utama dalam bidang kimia menurut pendapat Adesoji (Jegede, 2007: 801) adalah interpretasi dari pendekatan kimia yang pada akhirnya akan mengarah pada pemecahan masalah. Perlu dicatat bahwa semua aspek kimia melibatkan pemecahan masalah, sehingga penting untuk diberikan pada siswa kemampuan bagaimana cara memecahkan masalah secara objektif dan mengetahui dengan pasti apa yang sedang dihadapi.

(14)

3

beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan, baik dari guru atau pun siswa. Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru yang berceramah berarti ada proses belajar dan tidak ada guru berarti tidak ada belajar (Dina dalam Hatimah, 2000: 122). Ditunjang berdasarkan hasil penelitian yang diungkapkan oleh Williams et al (2010), pembelajaran kimia pada umumnya masih bersifat tradisional, yaitu pembelajaran cenderung berpusat pada guru dengan proses cenderung bersifat transfer pengetahuan. Siswa hanya menerima konsep, teori, dan prinsip dari guru tanpa memaknai proses perolehan (Kelly & Finlayson, 2008). Siswa cenderung menghafal tanpa benar-benar memahami konsep yang mendasari. Pembelajaran lebih banyak disampaikan dengan metode ceramah (Hidayati, 2011), dan kurang terkait dengan permasalahan kehidupan sehari-hari (Russ et al, 2008). Oleh sebab itu diperlukan suatu strategi pembelajaran yang cocok sehingga siswa dapat berlatih mengaitkan serta menggunakan konsep-konsep kimia untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan pemecahan masalah diperlukan untuk melatih siswa dalam menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau bersama-sama (Rosbiono, 2007: 4). Dengan demikian pembelajaran akan menitikberatkan pada belajar siswa (student-centered learning).

Pembelajaran Problem solving merupakan pembelajaran yang didasarkan pada masalah. Pembelajaran ini berlandaskan pada paradigma konstruktivisme, dimana siswa dituntut untuk berperan aktif dalam membangun pemahaman mereka sendiri tentang pengetahuan yang dipelajarinya. Pada pembelajaran problem solving, aktivitasnya bertumpu pada masalah dengan penyelesaiannya

dilandaskan atas konsep-konsep generik atau konsep dasar bidang ilmu. (Rosbiono, 2007:9).

(15)

4

solving ini dapat digunakan oleh siswa tingkat dasar ataupun menengah

sehingga penggunaannya lebih umum. Problem Solving tipe Woolnough dan Allsop juga memiliki sintak pembelajaran yang runut sehingga lebih mudah diterapkan dalam pembelajaran yaitu; 1) mengidentifikasi masalah, 2) merumuskan masalah, 3) merancang eksperime, 4) melaksanakan eksperimen, serta 5) melakukan evaluasi dan menarik kesimpulanSelain itu, pendekatan ini dapat diterapkan dengan metoda eksperimen sehingga sesuai dengan tuntutan kurikulum mata pelajaran kimia.

Penelitian yang terkait dengan menggunakan pembelajaran problem solving telah banyak dilakukan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri.

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya telah dilakukan oleh Jegede (2007: 801-803) yang meneliti efek teknik problem solving terhadap kompetensi siswa dalam mengerjakan problem kimia. Hasil

penelitian menunjukkan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan teknik problem solving memperoleh hasil belajar yang lebih baik dibandingkan siswa

yang mengikuti pembelajaran dengan metode ceramah. Hal ini berarti teknik problem solving efektif dalam menyelesaikan masalah kimia. Menurut hasil

penelitian Tenrere (2008: 47-50) yang mengimplementasikan pendekatan pembelajaran problem solving untuk memperbaiki pembelajaran kimia, menunjukkan pendekatan pembelajaran problem solving dapat meningkatkan kualitas pembelajran kimia dan membangkitkan siswa untuk meningkatkan motivasi, aktivitas, kreativitas, penalaran, dan ketergantungan satu dengan yang lain. Menurut Salam (2009: 117) Implelentasi pembelajaran pemecahan masalah pada materi pokok korosi logam menunjukkan peningkatan hasil belajar bagi semua siswa.

(16)

5

penyelesaian, 4) membuka peluang untuk diperbaiki dan dikembangkan, dan 5) mengintegrasikan antara tuntutan dan keterampilan pemecahan masalah dan belajar konten.

Korosi merupakan salah satu masalah yang memenuhi kriteria permasalahan yang diajukan oleh Koschmann, dkk. Selain itu, peristiwa korosi merupakan peristiwa alam yang sering dijumpai dan dekat dengan kehidupan siswa. Peristiwa ini sering terjadi terutama pada logam yang menyebabkan logam rusak (tidak berfungsi) dan tidak memiliki nilai guna (HAM, Mulyono:60). Besi merupakan yang logam yang sulit diperbaharui, menurut Supardi (1997:1-3) dalam berbagai industri dibutuhkan cukup besar dana untuk mengatasi kerugian yang disebabkan oleh korosi. Dimana proses korosi yang terjadi, di samping oleh reaksi kimia biasa disebut redoks atau elektrokimia yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yaitu dapat berupa udara dengan sinar matahari, embun, air tawar, air laut, air sungai, tanah pertanian, tanah kapur, dan tanah pasir/berbatu-batu. Oleh karena itu penulis mengangkat tema pencegahan korosi sebagai konteks pada penelitian ini.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Pembelajaran Problem Solving Tipe Woolnough dan Allsop Pada Siswa SMA dalam Konteks Pencegahan Korosi ”

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

(17)

6

aktif serta siswa dituntut untuk memiliki kemampuan untuk memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dalam penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Oleh karena itu diperlukan suatu pembelajaran yang dapat menjawab tuntutan kurikulum tersebut. Salah satu pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu pembelajaran problem solving.

Pembelajaran problem solving merupakan pembelajaran yang menuntut siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah dengan menerapkan metode ilmiah yang telah dipelajari sebelumnya. Selain itu diperlukan konsep-konsep tertentu sebagai prasyarat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pembelajaran problem solving dapat membuat konsep-konsep yang telah dipelajari menjadi lebih bermakna.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan umum yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Proses dan Hasil Pembelajaran Problem solving tipe Woolnough dan Allsop pada Siswa SMA dalam Konteks Pencegahan Korosi?”. Adapaun Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah performa guru dan siswa selama pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop pada konteks pencegahan korosi?

2. Bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah real life pada konteks pencegahan korosi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memperoleh informasi mengenai performa guru dan siswa selama pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop pada konteks pencegahan korosi.

(18)

7

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti bagi pihak-pihak dalam dunia pendidikan, diantaranya:

1. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran kimia yang inovatif.

2. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ketertarikan bagi siswa terhadap ilmu kimia dan memudahkannya dalam memahami kimia serta meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, rasa ingin tahu, percaya diri, dan mampu membuat keputusan dalam proses pembelajaran kimia sehingga dapat digunakan dalam kehidupan.

3. Bagi Peneliti

Menambah kompetensi dan pengalaman dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran problem solving berbasis konteks. 4. Bagi Peneliti Lain

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung. Subjek penelitian adalah siswa SMA kelas XII sebanyak 1 kelas.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian evaluatif. Peneliti berusaha mendeskripsikan pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop dalam bentuk perencanaan dan pelaksanaan ditinjau dari performa guru dan siswa sesuai dengan situasi sebenarnya, kemudian mengevaluasi kemampuan siswa dalam memecahkan masalah real life terkait konteks pencegahan korosi sesuai tahapan problem solving tipe

Woolnough dan Allsop.

(20)

28

tujuan program, tetapi berfokus pada hasil yang sebenarnya. Dengan demikian penelitian ini hanya mengungkapkan hal-hal yang terjadi pada pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop baik pada perencanaan,

pelaksanaan, dan hasil pembelajaran,

Desain penelitian berisi tentang tahapan-tahapan yang dilaksanakan dalam penelitian, yang meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Tahap persiapan diawali dengan menganalisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA 2006 untuk mata pelajaran kimia dan menganalisis materi pembelajaran yaitu redoks dan beberapa konsep terkait melalui beberapa sumber bacaan baik dari buku-buku SMA, Universitas, maupun sumber lainnya sebagai dasar dalam merumuskan masalah. Rumusan masalah yang diperoleh dijadikan landasan dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan instrumen penelitian. RPP dipersiapkan dengan disertai bahan ajar dan Lembar Kerja Siswa (LKS), sedangkan instrumen penelitian terdiri dari Instrumen Penilaian Performa Guru (perencanaan dan pelaksanaan), lembar penilaian performa siswa , dan soal tes (pretes dan postes). Uji Validitas isi terhadap instrumen ini dilakukan berdasarkan pertimbangan dosen ahli kimia.

Proses pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop dilakukan pada satu kelas, dimulai dengan pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam memecahkan masalah terkait konteks pencegahan korosi, kemudian implementasi pembelajaran dan diakhiri dengan postes untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa. Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah melakukan pengumpulan data kemudian analisis data secara kualitatif yang ditindaklanjuti dengan pembahasan hasil penelitian.

(21)

29

Gambar 3.1 Alur Penelitian

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran dalam menterjemahkan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka

Naskah

Validasi RPP dan Instrumen penelitian

Melakukan pre tes Problem Solving tipe Wollnough dan Allsop

Identifikasi alternatif pemecahan

tipe Woolnough dan Allsop Pengamatan proses

(22)

30

peneliti mencantumkan beberapa definisi terkait istilah-istilah yang digunakan sebagai berikut.

1. Pembelajaran Problem Solving adalah proses pembelajaran untuk menuntun siswa belajar yang berorientasi kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta lingkungan sehingga mampu memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran kimia, keterampilan proses harus dikembangkan yaitu dengan mencoba melakukan sendiri oleh siswa dan menghubungkan ilmu kimia dengan kehidupan nyata. Beberapa kegiatan mandiri yang penting dalam pembelajaran kimia, diantaranya melihat sendiri, membaca sendiri, mengerjakan sendiri, dan melatih sendiri (Depdiknas, 2000: 54).

2. Performa guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, sedangkan performa siswa adalah kemampuan siswa untuk mengikuti pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop yang dilihat dari jawaban

siswa dalam LKS, sikap siswa selama pembelajaran dan kinerja siswa saat melakukan percobaan. Seperti yang diungkapkan oleh Sedarmayanti (2001:50), performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses.

(23)

31

mencari berbagai alternatif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, memilih alternatif yang paling efektif dan menjelaskan alasan pemilihan alternatif tersebut serta merancang prosedur percobaan. 4) Tahap Melakukan Eksperimen merupakan tahap dimana siswa melakukan percobaan sesuai dengan rancangan percobaan yang telah dibuat sebelumnya pada pertemuan pertama. Serta 5) Tahap Evaluasi dan Kesimpulan merupakan tahap dimana siswa mengisi LKS dan membuat kesimpulan selama pembelajaran.

4.

Korosi adalah reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Pencegahan korosi yang dilakukan pada penel secara sederhana yaitu pencegahan korosi pada paku besi.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk menilai performa guru dan siswa dalam pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop adalah format penilaian performa guru dan siswa, sedangkan Instrumen yang digunakan untuk memperoleh informasi kemampuan siswa pada pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop yaitu butir soal tes dengan rincian berikut.

1. Format Penilaian Peforma Guru

(24)

32

orang penilai untuk menghindari subyektifitas, sedangkan format penilaian peforma guru dilihat dari segi pelaksanaan (Lampiran B.2) digunakan untuk memberikan penilaian terhadap guru selama pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop. Penilaian terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh observer, yaitu guru yang ahli dalam bidang kimia.

2. Format Penilaian Peforma Siswa

Format penilaian performa siswa yang digunakan terdiri dari format penilaian Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar observasi sikap serta kinerja siswa.

a. Format Penilaian Lembar Kerja Siswa

Format penilaian LKS digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama, yaitu memperoleh informasi mengenai performa siswa selama pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop.

LKS digunakan untuk menuntun siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang berisi pertanyaan-pertanyaan sesuai tahapan pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop. Adapun penilaian terhadap LKS

mengacu pada kriteria penilaian yang dibuat oleh peneliti. Hasil jawaban dinilai dengan menggunakan format penilaian LKS yang terlampir di dalam lampiran B.6.

b. Lembar Observasi Sikap dan Kinerja

Lembar observasi sikap dan kinerja digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama, yaitu untuk memperoleh informasi mengenai performa siswa selama pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop dilihat dari sikap (aspek afektif) dan kinerja (psikomotor).

Lembar observasi sikap siswa (Lampiran B.5) merupakan alat yang digunakan untuk melihat sikap siswa selama melakukan pembelajaran problem solving. Penilaian terhadap sikap siswa dilakukan dengan mengobservasi setiap

(25)

33

observasi kinerja siswa (Lampiran B.4) merupakan alat yang digunakan untuk melihat kinerja siswa saat melakukan percobaan pencegahan korosi pada paku besi.

3. Butir Soal Tes

Butir soal tes digunakan untuk menjawab rumusan masalah kedua, yaitu untuk mengevaluasi kemampuan pemecahan masalah siswa. Butir soal yang diujikan berupa soal keterampilan pemecahan masalah sesuai dengan tahapan problem solving tipe Woolnough dan Allsop. Instrumen ini diberikan sebelum

pelaksanaan pembelajaran (pretes) dan setelah pelaksanaan pembelajaran (postes) dengan butir soal yang sama. Soal yang diujikan merpakan tiga permasalahan real life dengan setiap permasalahan terdapat lima soal sesuai dengan tahapan problem solving tipe Woolnough dan Allsop, dimana penyelesaiannya menggunakan konsep yang diterapkan dalam pencegahan korosi. Pada penilaian terhadap jawaban dari setiap butir soal tes digunakan kriteria penilaian butir soal tes (Lampiran C.14). Kriteria penilaian butir soal tes ini berfungsi sebagai standar atas jawaban siswa sehingga dapat meminimalisasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penilaian saat mengoreksi jawaban siswa.

E. Teknik Pengumpulan Data

(26)

34

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian

No Jenis Instrumen Jenis Data yang diperoleh

Data yang telah diperoleh menggunakan instrumen penelitian selanjutnya dianalisis. Analisis data yang dilakukan sebagai berikut.

1. Format Penilaian Performa Guru

Langkah-langkah pengolahan instrumen penilaian kinerja guru sebagai berikut.

a. Menghitung skor yang diperoleh untuk setiap komponen penilaian pada IKPG 1 dan 2.

b. Menghitung skor rata-rata dari setiap komponen penilaian pada IPKG 1 dan 2.

c. Menentukan nilai setiap komponen penilaian menggunakan persamaan berikut.

Nilai =

× 100%

(27)

35

Tabel 3.2 Skala Kategori Kemampuan

Skor (%) Kategori

81-100 Sangat baik

61-80 Baik

41-60 Cukup

21-40 Kurang

0-20 Sangat kurang

(Arikunto, 2010)

e. Menganalisis kekurangan terhadap RPP dan pelaksanaan pembelajaran dari hasil penilaian menggunakan IPKG 1 dan 2.

2. Pengolahan dan Analisis Data dari Instrumen Penilaian LKS

Hasil jawaban siswa pada Lembar Kerja Siswa dianalisis variasi jawaban yang dikerjakan siswa. Selanjutnya dilakukan penilaian untuk mendapatkan skor. Penilaian dilakukan berdasarkan tahap kemampuan pemecahan masalah yang dikembangkan oleh Woolnough dan Allsop, yaitu mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, serta evaluasi dan kesimpulan. Skoring ini didasarkan atas kriteria penilaian yang telah dibuat oleh peneliti.

Adapun langkah-langkah dalam mengolah datanya sebagai berikut:

a. Memberikan skor pada setiap jawaban siswa sesuai kriteria penilaian yang telah dibuat.

b. Skor yang diperoleh kemudian diubah ke dalam bentuk nilai persentase untuk setiap tahap kemampuan pemecahan masalah. Adapun perhitungannya sebagai berikut.

Nilai =

× 100%

c. Menentukan nilai rata-rata untuk keseluruhan siswa pada setiap tahap kemampuan pemecahan masalah dengan rumus berikut.

(28)

36

d. Menentukan kategori kemampuan siswa berdasarkan skala kategori kemampuan untuk seluruh siswa dengan acuan Tabel 3.2 berikut (hal 33).

3. Pengolahan dan Analisis Data dari Lembar Observasi Sikap dan Kinerja Siswa)

Langkah-langkah pengolahan lembar observasi sikap dan kinerja dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Menghitung skor pada setiap aspek yang dinilai untuk setiap kelompok. b. Menjumlahkan setiap skor yang diperoleh sehingga diperoleh skor total

untuk setiap kelompok

c. Menentukan nilai setiap aspek yang diobservasi dengan menggunakan persamaan berikut.

Nilai =

× 100%

d. Mengkategorikan nilai yang diperoleh dari hasil penilaian sikap dan kinerja siswa menggunakan skala kategori yang diungkapkan Arikunto (2010) (Tabel 3.2 hal 33).

e. Menganalisis kekurangan terhadap sikap dan kinerja siswa selama pembelajaran berdasarkan hasil observasi.

4. Pengolahan dan Analisis Data Soal Tes

Hasil jawaban siswa pada pretes dan postes diperiksa untuk mendapatkan skoring. Penilaian dilakukan berdasarkan tahap-tahap kemampuan pemecahan masalah yang diungkapkan oleh Woolnough dan Allsop, yaitu mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, serta evaluasi dan kesimpulan. Skoring ini didasarkan atas kriteria penilaian yang telah dibuat oleh peneliti.

Langkah-langkah dalam mengolah datanya sebagai berikut:

a. Memberi skor pada setiap jawaban siswa sesuai dengan kriteria penilaian yang telah dibuat.

(29)

37

c. Menentukan peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah untuk setiap tahap digunakan data gain ternormalisasi (n-gain) dengan menggunakan rumus berikut.

N-gain =

d. Menginterpretasikan nilai N-gain setiap siswa berdasarkan kriteria yang terdapat pada tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Interpretasi skor gain ternormalisasi

N-gain Kriteria Peningkatan

G ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ G < 0,7 Sedang

G < 0,3 Rendah

(Meltzer, 2002:1260).

e. Menentukan nilai rata-rata pretes dan postes untuk keseluruhan siswa pada setiap tahap kemampuan pemecahan masalah dengan rumus berikut.

Nilai rata-rata =

f. Menghitung nilai N-gain rata-rata untuk seluruh siswa pada setiap tahap kemampuan pemecahan masalah. Selanjutnya nilai N-gain rata-rata yang diperoleh diinterpretasikan berdasarkan kriteria yang terdapat pada Tabel 3.3.

(30)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan mengenai proses dan hasil pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop pada siswa SMA dalam konteks pencegahan korosi, diperoleh simpulan sebagai berikut.

1. Secara keseluruhan performa guru dan siswa dalam pembelajaran problem solving tipe Woolnough dan Allsop pada konteks pencegahan korosi

dikategorikan baik. Ini dilihat dari beberapa hal yakni:

a. Performa guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran tergolong kategori sangat baik.

b. Performa siswa selama pembelajaran dilihat dari perolehan nilai LKS untuk setiap tahap pembelajaran yakni tahap identifikasi masalah, merumuskan masalah, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, serta evaluasi dan kesimpulan secara keseluruhan dikategorikan baik. Selain itu aspek kinerja siswa dikategorikan baik, serta aspek sikap siswa selama pembelajaran dikategorikan baik. 2. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah berdasarkan hasil pretes

dan postes secara keseluruhan dikategorikan sedang dengan peningkatan n-gain setiap tahap yaitu: tahap indentifikasi masalah sebesar 0,5; n-gain tahap merumuskan masalah sebesar 0,6; n-gain tahap merancang eksperimen sebesar 0,3; n-gain tahap melaksanakan eksperimen sebesar 0,3; serta n-gain tahap evaluasi dan kesimpulan sebesar 0,3.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi guru

(31)

konsep-105

konsep kimia yang telah dipelajari oleh siswa selama satu semester. Sebab pembelajaran problem solving menuntut siswa untuk mengaplikasikan konsep-konsep tersebut dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah ril. b. Bagi guru dan peneliti lain yang tertarik untuk menerapkan pembelajaran

ini disarankan untuk membuat perencanaan yang baik agar pembelajaran lebih efektif antara lain:

1) Berdasarkan hasil observasi pemebelajaran ditemukan bahwa masih terdapat kekurangan dalam alokasi waktu pembelajaran yang digunakan. Oleh karena itu, guru atau peneliti harus memahami dengan baik setiap langkah yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran sehingga pembelajaran dapat selesai sesuai waktu yang dialokasikan.

2) Berdasarkan penilaian kemampuan pemecahan masalah diketahui bahwa kemampuan siswa pada setiap tahapan tergolong sedang, namun untuk merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, dan evaluasi dan kesimpulan n-gain rata-rata yang diperoleh dari setiap permasalahn tergolong kecil. Oleh karena itu guru atau peneliti diharapkan lebih mengembangkan kemampuan siswa dan melatihnya dalam pembelajaran sehari-hari dalam merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, dan evaluasi dan kesimpulan.

2. Bagi Siswa

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Adesoji, F. A. (2008). Student Ability Levels and Effectiveness of Problem Solving Instructional Strategy. Journal Social Science. [Online].. Tersedia: http//www.krepublisher.com/ [21 Septeber 2013].

Arifin, Mulyati, dkk. (2000). Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Arikunto, S. (2001). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi) Cet2. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Becker, J. P. & Shimada, S. (1997). The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teching Mathematics. Virginia: National Council of Teashers of Mathematics.

Bilgin,I. (2005). University Students Problem-Solving Acievements of Quantitative Problem in Chemistry. Educational Sciences Theory and Practice. 5(2), p. 628-635.

Daryanto. (2013). Adinistrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Dahar, R. W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

(33)

107

Depdiknas. 2000. Panduan Kurikulum Metode Alternatif Belajar/Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Direktorat Dikmenum.

Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas.

Depdiknas.(2006). Kurikulum 2006 Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia. Jakarta: Depdiknas RI.

Depdiknas. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Dimyati dan Moedjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dina. (2012). Pengembangan Model Pebelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Analitis Siswa SMA Pada Konsep Hidrolisis Garam. Tesis UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Dunda, Rahmat. (2005). Konsep Kinerja Guru. Bandung: Alqaprint.

Duch. J. B. (1996). Problems: A key Factor in PBL [Online]. Tersedia: http://www.udel.edu/pbl/cte/jan96-phys.html. [19 Agustus 2013].

Edison. (2009). Penelitian dan Evaluasi Dalam Bidang Pendidikan:Evaluasi CIPP, (Online), (http://ed150n5.blogspot.com/2009/04/evaluasi-cipp.html, [20 Oktober 2013].

Firman, Haryy. (2000). Penilian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

(34)

108

Gok, T. (2010). The General Assessment of Problem Solvin Processes and Metacognition in Physics Education. Eurasian Journal of Physics and Chemistry Education (EJPCE). 2(2), p.110-112.

Hake, R. (1998). Interactive-engagement vs traditional methodes; A six-thousand-student survey of mechanic data for introductory physics courses. American Journal of Physics.

HAM, Mulyono. (2002). Ilmu Kimia 3. Bandung: Acarya Media Utama.

Hamzah, Uno. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hatimah. (2000). Strategi Dan Metode Pembelajaran. Bandung: Adira.

Harefah, L.M. (2010). Pengembangan Kegiatan Praktikum Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Berpikir Keratif Siswa Pada Pokok Bahasan Hidrolisis Garam. Tesis UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Hidayati, Ririn, E. (2011). Penerapan Lesson Study pada Materi Hidrolisis Garam di MAN Denanyar Jombang. Prosiding Seminar Nasional Lesson Study, 4, 1-12.

Hornby, A S. (2000). Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, Sixth Edition. New York: Oxford University Press.

Jegede, S.A. Canon. (2007). The effect of problem solving technique on students competence in tackling chemical problems. Research Journal of Applied Sciences 2(7): 801-803, 2007.

Jonassen, H.D. (2004). Learning to Solve Problem: An Instructional Design Guide. San Franscisco: Preiffer.

(35)

109

Kiranawati. (2007). Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving) [Online], Tersedia: htpp://www.gurupkn.wordpress.com/2007/11/16/metode-pemechan-masalaah-problem-solvinghtml. [12 Agustus 2013].

Krulik, S., & Rudnick, J. A. (1996). The new sourcebook for teacing reasoning and problem solving in Junior and Senior High School. Boston: Allyn and Bacon.

Majid, Abdul. (2012). Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Pusat Bahasa.

Meltzer, D.E. (2002) The Relationship Between Mathemathics Perparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible “Hidden

Variable” in Diagnostic Pretest Scores. Journal of am J Phys. 70

(12).1260.

Mutakinati, L. (2010). Pembelajaran Kooperatif Think Pair Square untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Materi Larutan Penyangga. Tesis pada Sps UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Nasution, S. (2006). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Nugroho. (2004). “Nilai minimal UAN 4,01 Haruskah Ditampik?”. Suara Merdeka (4 Mei 2004).

Overtoon, T. & Potter, N. (2008). Solving Open-ended Problems and Influence of Cognitive Factor on Srudents Success. Chemistry Education Researce and Practice.

Panggabean, Luhut P. (1996). Penelitian Pendidikan (Diktat). Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

(36)

110

Pursitasari, I. D. (2012). Pengembangan Perkuliahan Dasar-dasar Kimia Analitik Dengan Open-Ended Experiment Berbasis Investigasi kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving dan Penguasaan Materi ahasiswa Calon Guru. Tesis UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Ridwan. (2010). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Rosbiono, M. (2007). Teori Problem Solving untuk Sains. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas.

Sagala, Syaiful. (2012). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.

Salam, Pitriani A. (2009). Strategi Pembelajaran Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Topik Korosi. Tesis UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Scriven, M. (1991). Prose and Cons about Goal-Free Evaluation. American Journal of Evaluation. 12(1), 55-62.

Slameto, (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Memepengaruhinya. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Solaz-Portolez, J.J & Lopez, V.S. (2007). Representation in Problem Solving in Science: Direction for Practice. Asia-Pasific Forum on Science Learning and Teaching. 8, (2), 2-17.

(37)

111

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sunarya, Yayan dan Setiabudi, Agus. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Kimia untuk Kelas XI SMA/MA program IPA. Jakarta: Pusat perbukuan, Depdiknas.

Supardi, Rachmat. (1997). Korosi. Bandung: Tarsito.

Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sriyani. (2010). Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) pada Pokok Bahasan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sutikno, M. Sobry. (2009). Pengelolaan Pendidikan: Tinjauan Umum dan Konsep Islami. Bandung: Prospect.

Tenrere, M. (2008), Environmental Problem Solving In Learning Chemistry For High School Students. Journal Of Aplied Sciences In Environmental Sanitation. 3 (1): 47-50.

Trianto, N. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Trianto. (2011). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

(38)

112

Widoyoko, EP. (2009). Evaluasi Program Pelatihan. Purworejo: Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Williams et al (2010). A Tiny Adventure: The Introduction of Problem Based Learning in an Undergraduate Cheistry Course. Chemistry Education Research and Practice. 11, 33-42.

(39)

Gambar

Gambar 2.1  Proses Terjadinya Korosi Pada Besi
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Tabel 3.1 Instrumen Penelitian
Tabel 3.3 Interpretasi skor gain ternormalisasi

Referensi

Dokumen terkait

memberikan proses kegiatan pelayanan kepada masyarakat berlangsung mengalami ketidak sesuaian, diantaranya staf yang berwenang untuk mengurus keperluan masyarakat

[r]

3 Kramat – Kantor Pos , dimana perusahaan saudara termasuk telah dinyatakan lulus evaluasi administrasi, teknis dan harga, maka dengan ini kami mengundang saudara

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak.. merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual

Daerah (Desa, Kecamatan) Luas (Ha) Status Pertambangan (Liar, berijin) Jenis Pertambangan (pasir, emas, dsb) Status Kerusakan (Rusak, agak rusak, tidak rusak) Kondisi

―Active Learning : Konsep dan Penerapannya‖, dalam International Seminar On Education Comparative in Curriculum For Active Learning Between Indonesia and Malaysia [Seminar

 Menyapih dimulai saat anak berusia diatas 24 bulan  Mengoleskan betadin/obat merah pada putting  Member perban/plester pada putting.  Dioleskan jamu, brotowali, atau kopi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan kartu aksara melalui strategi permainan bahasa berdampak positif terhadap