• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN KARAKTER ANTIKORUPSI SISWA PADA LINGKUNGAN BOARDING SCHOOL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBINAAN KARAKTER ANTIKORUPSI SISWA PADA LINGKUNGAN BOARDING SCHOOL."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBINAAN KARAKTER ANTIKORUPSI SISWA PADA LINGKUNGAN BOARDING SCHOOL

(StudiKasus di Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama (SMP) Daarul Qur’an Bandung)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar MagisterPendidikan Departemen Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh:

DENDI NURWEGA NIM. 1200998

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

PEMBINAAN KARAKTER ANTIKORUPSI SISWA PADA LINGKUNGAN BOARDING SCHOOL

(StudiKasus di Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama (SMP) Daarul Qur’an Bandung)

Oleh Dendi Nurwega S.Pd. UPI Bandung, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana

©Dendi Nurwega 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)
(4)
(5)

Dendi Nurwega, 2015

PEMBINAAN KARAKTER ANTIKORUPSI SISWA PADA LINGKUNGAN BOARDING SCHOOL

(StudiKasus di Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama (SMP) Daarul Qur’an Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Dendi Nurwega (1200998) “Pembinaan Karakter Antikorupsi Siswa pada Lingkungan Boarding School” (Studi Kasus di Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama (SMP) Daarul Qur’an Bandung)

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keresahan peneliti terhadap maraknya perilaku korup yang seakan sudah membudaya dan mengakar dalam berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pembinaan karakter antikorupsi siswa di lingkungan boarding school. Design penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sedangkan metode yang digunakan dengan studi kasus. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Nilai-nilai karakter yang dikembangkan adalah karakter pribadi, karakter Qur’ani dan karakter budaya; 2) Metode pembinaan karakter antikorupsi siswa dilaksanakan dengan cara pembiasaan, keteladanan, pemberian nasihat, metode kisah, adanya reward dan sanksi, 3) Kendala internal dan eksternal yang dihadapi dalam pelaksanaan metode pembinaan karakter antikorupsi siswa; 4) Perubahan perilaku dan kemampuan beradaptasi menjadi lebih baik, berkembangnya potensi diri, tertanamnya nilai-nilai antikorupsi menjadi beberapa keunggulan hasil pembinaan karakter antikorupsi siswa; 5) Secara keseluruhan karakter antikorupsi siswa sudah menunjukkan kecenderungan hasil yang positif. Adapun rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini sebagai berikut; 1) bagi pemerintah diharapkan dapat lebih mengintensifkan upaya-upaya untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi terhadap semua komponen bangsa dengan program yang terukur dan tidak hanya asal-asalan sebatas proyek, 2) bagi masyarakat diharapkan untuk selalu mendukung dan ikut langsung dalam upaya-upaya menanamkan nilai-nilai antikorupsi sesuai dengan kemampuan, 3) bagi pihak sekolah diharapkan terus meningkatkan aktivitas-aktivitas penanaman nilai-nilai antikorupsi terhadap siswa-siswinya dengan dukungan semua sarana dan prasarana yang ada.

(6)

Dendi Nurwega, 2015

PEMBINAAN KARAKTER ANTIKORUPSI SISWA PADA LINGKUNGAN BOARDING SCHOOL

(StudiKasus di Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama (SMP) Daarul Qur’an Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Dendi Nurwega (1200998) “The Coaching of Student Anti-Corruption Character at Environment of Boarding School ” (Case Study at Tahfidz Boarding Junior High School (SMP) Daarul Qur'an Bandung)

This research was motivated by concerns researchers against the proliferation of corrupt behavior that seemed have been entrenched and rooted in various aspects of Indonesian. The purpose of this research is to recognize how the coaching of student anticorruption character at boarding school environment. The research design which used is qualitative approach. While the method used is case study. Based on the result can be summarized as follows: 1) The character values which developed is the personal character, the characters which based on Qur’an and also the character which based on culture; 2) The method of coaching anti-corruption character for students carried out by means of habituation, exemplary, giving advice, method by stories, reward and punishment, 3) internal and eksternal obstacles that encountered in the implementation of the coaching anti-corruption method for student; 4) The change in behavior and ability is adapt to be getting better, the development of student potential, embedded the anticorruption values on become several advantages as a result of anticorruption character coaching of student; 5) On the whole, anticorruption character of student is already show propensity to the positive result. The recommendation from this research as follow: 1) The government is hoped to further intensify the efforts to instill the values of anticorruption for all component of nation with measured program and also it's not just a project, 2) for the community is expected to always support and participate directly in effort to instill the values of anticorruption that appropriate with their abilities, 3) for the school is expected to always improving the activities of internalization the anticorruption values for all of students with supported by facilities and infrastructure which have already exist.

(7)

Dendi Nurwega, 2015

PEMBINAAN KARAKTER ANTIKORUPSI SISWA PADA LINGKUNGAN BOARDING SCHOOL

(StudiKasus di Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama (SMP) Daarul Qur’an Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

UCAPAN TERIMA KASIH...ii

ABSTRAK...v

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL/BAGAN...x

DAFTAR GAMBAR...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Penelitian……...………...1

B. Identifikasi Masalah Penelitian………...7

C. Rumusan Masalah Penelitian………...8

D. Tujuan Penelitian...8

E. Manfaat Penelitian………...9

BAB II KAJIAN TEORI...11

A. Tinjauan Tentang Karakter dan Pendidikan Karakter...11

1. Konsep Karakter dan Pendidikan Karakter...11

2. Nilai-Nilai Karakter yang Dikembangkan di Sekolah...16

B. Boarding School...18

1. Definisi Boarding School...18

2. Konsep Boarding School...19

3. Latar Belakang Dibentuknya Boarding School...22

4. Manfaat Boarding School ...23

C. Tinjauan Tentang Korupsi ...25

1. Konsep Korupsi...25

2. Faktor dan Penyebab Korupsi ...27

3. Penyebab Korupsi dalam Perspektif Teoretis ...28

4. Korupsi di Lingkungan Pendidikan...31

(8)

1. Pengertian, Prinsip dan Nilai-nilai Antikorupsi...33

2. Pendidikan Antikorupsi ...35

3. Pendidikan Karakter Antikorupsi di Sekolah...37

E. Penelitian Terdahulu...44

BAB III METODE PENELITIAN...47

A. Metode Penelitian...47

1. Metode Penelitian...47

2. Design Penelitian...49

3. Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Pengemba-ngannya...50

a. Teknik Observasi...51

b. Teknik Wawancara...51

c. Teknik Dokumentasi...53

d. Teknik Triangulasi...54

4. Analisis dan Keabsahan Data Penelitian...55

a. Analisis (Pengolahan Data)...55

b. Keabsahan Data...56

5. Subjek dan Tempat Penelitian...57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...59

A.Deskripsi Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama Daa- rul Qur’an Bandung...59

1. Sejarah Berdirinya Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Per- tama Daarul Qur’an Bandung...59

2. Visi dan Misi Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama Daarul Qur’an Bandung...60

3. Struktur Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung...61

4. Jumlah Rombongan Belajar...63

B. Deskripsi Hasil Penelitian...64

(9)

Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...81

2. Metode Pembinaan Karakter Antikorupsi Siswa di Lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...94

3. Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Metode Pembinaan Kar- akter Antikorupsi Siswa di Lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...108

4. Keunggulan Hasil yang Dikembangkan dalam Membentuk Karakter Antikorupsi Siswa di Lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...115

5. Karakter Antikorupsi Siswa di lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...120

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI...129

A. SIMPULAN...129

1. Simpulan Umum...129

2. Simpulan Khusus...130

B. REKOMENDASI...131

(10)

DAFTAR TABEL/BAGAN

TABEL Halaman

2.1 Nilai-nilai Karakter Anti Korupsi...34 2.2 Indikator Penerapan Nilai-nilai Karakter Antikorupsi di SMP/

MTs Sederajat...41 3.1 Teknik Pengumpulan Data...50 4.1 Struktur Fungsional dan Tenaga Pengajar SMP Daarul Qur’an

Bandung Tahun Ajaran 2014/2015...61 4.2 Sruktur Pengurus Boarding (Asrama) SMP Daarul Qur’an Bandung

Tahun Ajaran 2014/2015...62 4.3 Jumlah Rombongan Belajar Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an

Bandung Tahun Ajaran 2014/2015...63 4.4 Nilai Karakter yang dikembangkan di Pesantren Tahfidz SMP

Daarul Qur’an Bandung...64 4.5 Hasil Pengolahan Data Triangulasi Sumber Unsur-unsur Nilai Karakter

yang Dikembangkan di Lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...82 4.6. Hasil Pengolahan Data Triangulasi Teknik Unsur-unsur Nilai Karakter

yang Dikembangkan di Lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...83 4.7 Nilai-Nilai Karakter Antikorupsi yang dikembangkan di

Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung...92 4.8 Hasil Pengolahan Data Triangulasi Sumber Metode Pembinaan Karakter

Antikorupsi Siswa di Lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...95 4.9 Hasil Pengolahan Data Triangulasi Teknik Metode Pembinaan Karakter

(11)

4.10 Hasil Pengolahan Data Triangulasi Sumber Kendala dalam Pelaksanaan Metode Pembinaan Karakter Antikorupsi Siswa di Lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...108 4.11 Hasil Pengolahan Data Triangulasi Teknik Kendala dalam Pelaksanaan

Metode Pembinaan Karakter Antikorupsi Siswa di Lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...109 4.12 Hasil Pengolahan Data Triangulasi Sumber Keunggulan Hasil yang

Dikembangkan dalam Membentuk Karakter Antikorupsi Siswa di

Lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...115 4.13 Hasil Pengolahan Data Triangulasi Teknik Keunggulan Hasil yang

Dikembangkan dalam Membentuk Karakter Antikorupsi Siswa di

Lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...116 4.14 Hasil Pengolahan Data Triangulasi Sumber Karakter Antikorupsi

Siswa di lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung...121 4.14 Hasil Pengolahan Data Triangulasi Teknik Karakter Antikorupsi

(12)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

2.1 Design Pendidikan Antikorupsi Sebagai Bagian Dari

Pendidikan Karakter...41

3.1 Triangulasi dengan Tiga Sumber Data...54

3.2 Triangulasi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data...54

(13)

LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN A

Lampiran A.1 Hasil Wawancara Tesis Pembinaan Karakter Antikorupsi Pada Lingkungan Boarding School Terhadap Direktur Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung.

Lampiran A.2 Hasil Wawancara Tesis Pembinaan Karakter Antikorupsi Pada Lingkungan Boarding School Terhadap Penanggungjawab Asrama (Boarding) Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung.

Lampiran A.3 Hasil Wawancara Tesis Pembinaan Karakter Antikorupsi Pada Lingkungan Boarding School Terhadap Penanggungjawab Pengembangan Diri/Wakasek Kesiswaan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung.

Lampiran A.4 Hasil Wawancara Tesis Pembinaan Karakter Antikorupsi Pada Lingkungan Boarding School Terhadap Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung.

Lampiran A.5 Hasil Wawancara Tesis Pembinaan Karakter Antikorupsi Pada Lingkungan Boarding School Terhadap Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung.

Lampiran A.6 Hasil Wawancara Tesis Pembinaan Karakter Antikorupsi Pada Lingkungan Boarding School Terhadap Siswa Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung.

LAMPIRAN B

Lampiran B.1 Dokumentasi Hasil Penelitian

LAMPIRAN C

(14)

Dendi Nurwega, 2015

PEMBINAAN KARAKTER ANTIKORUPSI SISWA PADA LINGKUNGAN BOARDING SCHOOL

(StudiKasus di Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama (SMP) Daarul Qur’an Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Bangsa Indonesia mempunyai budaya yang sangat luhur, namun seiring dengan perjalanan waktu kini budaya luhur itu mulai tergerus oleh perkembangan zaman, sehingga moralitas yang ada pada bangsa Indonesia kian menurun. Salah satu perilaku moralitas yang tidak sesuai dengan budaya dan kepribadian bangsa Indonesia saat ini adalah maraknya perilaku korupsi yang seolah sudah membudaya. Bahkan Na‟im (2005, hlm. 348-349) menyebutnya dengan black culture sebagaimana dikatakannya:

Korupsi yang masih terus mengusik hati nurani manusia Indonesia, ternyata hadir sebagai black culture yang menghiasi kehidupan sejarah, kehidupan negara bangsa (nation-state) Indonesia yang tak kunjung usai didiskusikan. Ia menjelma sebagai hantu kebudayaan yang tak berbudaya. Ia adalah sahabat manusia yang tidak bersahabat, ia familiar dalam pendengaran, bacaan bahkan di seluruh kehidupan yang eksistensinya dibenci. Namun, diakui atau tidak, korupsi sudah membudaya, mentradisi, dan bahkan menjadi way of life di negara kita ini.

Korupsi di negeri ini sudah merajalela dan bukan menjadi rahasia umum lagi. Berbagai fenomena korupsi mulai dari yang jangkauannya kecil maupun besar telah terkontaminasi oleh yang namanya korupsi, baik di keluarga, sekolah, masyarakat dan bahkan lebih parah lagi para pejabat negara. Masalah korupsi ini, tampaknya merupakan persoalan lama yang belum terpecahkan.

Koentjaraningrat (2004, hlm. 45) dalam Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, menyatakan sedikitnya ada lima mentalitas negatif bangsa Indonesia yakni : “(1) sifat mentalitas yang meremehkan mutu; (2) sifat mentalitas yang suka menerabas; (3) sifat tak percaya kepada diri sendiri; (4) sifat tak berdisiplin murni; (5) sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh”. Sedangkan Lubis (2008: 18-36) menyatakan bahwa ciri negatif manusia Indonesia adalah “(1) hipokritis alias munafik; (2) segan dan enggan bertanggung jawab; (3) berjiwa feodal; (4) masih percaya takhayul; (5) artistik; (6) memiliki watak yang lemah; (7) bukan economic animal”.

(15)

2

2 soal korupsi di antara negara-negara di dunia setidaknya berada pada ranking amat buruk. Rilis yang dikeluarkan Transparency International tahun 2012 misalnya, menunjukkan posisi Indonesia tidak kunjung naik kelas dalam kelompok negara terkorup. Meskipun tidak lagi menjadi nomor buncit karena berada pada peringkat 137 dari 159 negara yang disurvei, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia hanya 2,2. IPK ini sedikit lebih baik bila dibandingkan tahun 2010 (2,0) dan tahun-tahun sebelumnya (PBB UIN, 30/11/2011). Pada tahun 2011 IPK Indonesia naik sedikit dari 2,2 pada 2010 menjadi 2,4. Dengan IPK 2,4 Indonesia berada pada ranking 130 dari 163 negara yang disurvei. Sedangkan pada tingkat negara-negara se-Asia, peringkat Indonesia turun menjadi peringkat dua Asia pada tahun 2011 (dalam Hakim, 2012, hlm. 143).

Rilis survei terbaru Tranparancy Internasional (2013, hlm 19) yang dilakukan di Aceh dan Nusa Tenggara Timur, kurang lebih 80 % responden memiliki pengalaman terhadap semua kegiatan suap. Selain itu, sejumlah kejadian yang dianggap biasa terjadi akibat dari lingkungan sosial adalah pelanggaran hukum demi menolong keluarga, nepotisme dalam memperoleh pekerjaan dan melakukan suap saat mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Sementara itu, di persekolahan krisis moral yang merupakan indikator dari korupsi ini pun melanda generasi muda, yang notabene akan menjadi generasi penerus bangsa, hasil penelitian Megawangi (2004, hlm 14) tentang ketidakjujuran siswa Sekolah Menengah Kejuruan Teknik Informatika (SMK-TI) di Bogor, dimana hampir 81% siswanya sering membohongi orang tua, 30,6% sering memalsukan tanda tangan orang tua/wali, 13% siswa sering mencuri dan 11% siswa sering memalak.

(16)

3

3 Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama, hasil penelitian survei yang dilakukan oleh Latifah (2012, hlm 1) terhadap 45 orang siswa di SMP Daarul Hikam Bandung menunjukkan bahwa hampir seluruh siswa melakukan ketidakjujuran akademik seperti mencontek, bekerjasama dan melihat catatan ketika ujian, menyalin hasil pekerjaan teman di sekolah atau menyalin artikel-artikel di internet tanpa mencantumkan narasumber, hingga berbohong kepada guru mengenai pengerjaan suatu tugas dan absensi di sekolah.

Selain itu, survei yang dilakukan oleh Pusat Psikologi Terapan Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia dengan melakukan survei online terhadap pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tahun 2004-2013. Dari responden sebanyak 597 siswa di 68 kota dan 89 kabupaten di 25 provinsi ditemukan kasus yang paling banyak terjadi dalam UN adalah aksi mencontek. Aksi kecurangan tersebut melibatkan guru, kepala sekolah dan pengawas. Dari hasil survei juga 75 % responden mengaku pernah menyaksikan kecurangan dalam UN (http://news.okezone.com, tanggal 24/9/2013).

Dari semua bukti-bukti hasil penelitian di atas yang merupakan fakta, tentu akan mempengaruhi terhadap kualitas sikap seseorang terhadap korupsi di masa yang akan datang, sebagaimana Finelli (dalam Krisnawati, 2014, Tanpa halaman) menyatakan bahwa „kecurangan akademik yang dilakukan di sekolah akan cenderung dilanjutkan ke perguruan tinggi dan berlanjut ke dunia kerja....‟.

Ada ungkapan generasi yang ada sekarang merupakan hasil didikan generasi masa lalu. Fenomena korupsi tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak dalam pemberantasannya, baik di keluarga, sekolah, masyarakat dan negara. Namun, dari fenomena korupsi tersebut terutama pada konteks negara, ternyata pejabat publik/pemerintah yang merupakan kaum intelektual hasil didikan pendidikan formal yang banyak melakukan tindakan korupsi. Melihat kenyataan tersebut sangat bertolak belakang dengan hasil penelitian Badan Pusat Statistik (2014, hlm. 1) yang menyatakan bahwa :

(17)

4

4 Anak muda adalah bagian dari masyarakat hidup di negara kita. Sikap dan perilaku integritas mereka sangat dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan keluarga, kawan-kawan sebayanya, sekolah, media dan pengalaman hidupnya sehari-hari. Oleh karena itu memang tidak mudah menjadi anak muda di Indonesia. Komitmen integritas mereka sering terbentur oleh realitas sosial politik yang memaksa mereka harus bersikap permisif dan kompromistik terhadap praktik korupsi. Di sisi lain kiya menyadari bahwa anak muda memiliki posisi strategis dalam mewujudkan masyarakat dan pemerintahan yang bersih. Kegagalan mengurus integritas anak muda saat ini berarti juga kegagalan kita dalam memutus siklus regenerasi koruptor di negeri ini (Trisasongko: 2013, hlm 1).

Maka dari kondisi ini, dunia pendidikan formal/persekolahan menjadi sorotan yang sangat besar dari semua kalangan, dan ini menjadi masalah bagi dunia pendidikan tersendiri. Pendidikan dalam rangka mencegah korupsi sejak usia dini perlu digalakkan terutama dalam dunia persekolahan. Hal ini senada yang dinyatakan oleh Nurwahid (dalam Syarif S, 2005, Tanpa halaman) bahwa:

Pendidikan perlu dielaborasi dan diinternalisasikan dengan nilai-nilai anti korupsi sejak dini. Pendidikan antikorupsi yang diberikan di sekolah diharapkan dapat menyelamatkan generasi muda agar tidak menjadi penerus tindakan-tindakan korup generasi sebelumnya. Tapi hanya saja memberikan pendidikan anti korupsi bukan hal mudah. Sebab, bahkan lahirnya fenomena praktik korupsi juga berawal dari dunia pendidikan yang cenderung tidak pernah memberikan sebuah mainstream atau paradigma berperilaku jujur dalam berkata dan berbuat. Termasuk sekolah-sekolah di negeri ini. Misalnya guru menerangkan hal-hal idealis dalam memberikan pelajaran, menabung pangkal kaya, tetapi realitanya banyak guru yang korupsi, seperti korupsi waktu, korupsi materi pelajaran yang diberikan, korupsi berupa absen mengajar tanpa izin kelas. Hal-hal yang dilakukan itu, juga dapat memicu praktik korupsi yang lebih buruk di dunia pendidikan.

(18)

5

5 (intellect) dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya”. Mohammad Natsir dalam tulisannya Idiologi Didikan Islam, menyatakan pendidikan suatu pimpinan jasmani dan ruhani menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dalam arti sesungguhnya (Harjono dkk, 2001, hlm. 148). Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3 bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa

Pendidikan di sekolah, mengembangkan pendidikan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidik (guru) di sekolah. Maka untuk mewujudkan pendidikan antikorupsi, pendidikan di sekolah harus diorientasikan pada tataran moral action, agar peserta didik tidak hanya berhenti pada kompetensi (competence) saja, tetapi sampai memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) untuk mewujudkan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Lickona (1991, hlm. 53), menyatakan bahwa untuk mendidik moral anak sampai pada tataran moral action diperlukan tiga proses pembinaan yang berkelanjutan mulai dari proses moral knowing, moral feeling,

hingga sampai pada moral action. Ketiganya harus dikembangkan secara terpadu dan seimbang.

Konsep pendidikan yang dicetuskan oleh Lickona tersebut dikenal dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan bagian dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagaimana yang dikatakan oleh Branson (1998, hlm. 8-25) mengungkapkan terdapat tiga kompetensi kewarganegaraan (civic competences), yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill), dan watak kewarganegaraan (civic disposition). Ketiga kompetensi ini yang hendaknya mampu membangun karakter warga negara yang baik, bahkan lebih jauh lagi menjadi warga negara yang cerdas.

Bahkan jauh-jauh hari Soekarno pernah mengatakan bahwa karakter merupakan pendukung utama dalam pembangunan bangsa. Beliau (dalam Soedarsono, 2009, hlm. 46) mengatakan:

“Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter

(19)

6

6 Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat. Kalau character building tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli”.

Dalam perspektif filosofis dikatakan bahwa “education without character, this is sins the basis for misery in the world, The essence of education is to

recognize truth. Let your secular education go hand in hand with spiritual

education” (Sathya, 2002, hlm. 83).

Selain itu, dalam Draf Panduan Guru Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) (2010, hlm. 11) dinyatakan bahwa PKn sebagai pendidikan karakter merupakan salah satu misi yang harus diemban. Misi lain adalah sebagai pendidikan politik/pendidikan demokrasi, pendidikan hukum, pendidikan HAM, dan bahkan sebagai pendidikan antikorupsi. Dibandingkan dengan mata pelajaran lain, mata pelajaran PKn dan Agama memiliki posisi sebagai ujung tombak dalam pendidikan karakter. Maksudnya dalam kedua mata pelajaran tersebut pendidikan karakter harus menjadi tujuan pembelajaran. Perubahan karakter peserta didik merupakan usaha yang disengaja/direncakan (instructional effect), bukan sekedar dampak ikutan/pengiring (nurturant effect).

Pada kenyataannya juga perilaku korup ini bisa mengakibatkan kehancuran sebuah negara, sebagaimana yang dikutip Fillah (2015, Tanpa halaman) dari Karaeng Pattingaloang dalam Surat Terbukanya kepada Wakil Presiden Republik Indonesia Yusuf Kalla di antaranya ada 5 hal di antaranya:

Pertama, apabila kepala negara yang memerintah tak mau lagi dinasehati. Kedua, apabila tak ada lagi cendikiawan yang tulus mengabdi di dalam negeri. Ketiga, jika terlalu banyak kasus hukum di dalam negeri, hingga menyusupkan muak di hati. Keempat, jika banyak hakim dan pejabat suka makan suap. Dan kelima, jika penguasa yang memerintah tak lagi menyayangi rakyatnya.

(20)

7

7 tujuan “untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”.

Boarding school yang merupakan salah satu bagian dari sekolah terpadu menjadi suatu fenomena tersendiri dalam pendidikan di Indonesia. Boarding school semakin menjamur serta sudah banyak diminati oleh para orang tua demi menjaga akhlak putra-putrinya dari demoralisasi, karena kurikulum di dalamnya menggabungkan materi persekolahan (pendidikan umum) dan materi pesantren. Pesantren Tahfidz Daarul Qur'an Bandung merupakan salah satu yayasan yang mempunyai kepedulian untuk membina Ummat termasuk salah satunya dalam bidang pendidikan. Yayasan ini dipimpin oleh seorang ulama yang kosentrasi dalam bidang “Tahfidz Al-Qur‟an” yang tentunya semua sudah tahu kapasitas beliau dalam hal ini yakni KH. Yusuf Mansur.

Dalam perkembangannya, Pesantren Tahfidz Daarul Qur'an Bandung yang mempunyai kepedulian dalam bidang pendidikan mendirikan sebuah sekolah menengah pertama (SMP) dengan menggunakan sistem boarding school di dalamnya, dengan memadukan antara pendidikan pesantren dan pendidikan umum. Maka berdasarkan alasan tersebut, peneliti tertarik meneliti dengan judul

“Pembinaan Karakter Antikorupsi Siswa Pada Lingkungan Boarding

School” (Studi Kasus di Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama Daarul Qur’an Bandung)

B.Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi permasalahan yang menjadi perhatian dalam permasalahan ini, yaitu sebagai berikut :

a. Terus menjamurnya perilaku korupsi di berbagai lini kehidupan, baik keluarga, sekolah, masyarakat maupun negara.

b. Masih adanya kesenjangan antara tingginya tingkat pendidikan dengan realita yang ada, khususnya dalam masalah korupsi.

c. Pelaksanaan pendidikan karakter dirasakan belum optimal pada tataran yang diinginkan sesuai dengan nilai- nilai budaya bangsa.

(21)

8

8 C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka peneliti memfokuskan penelitian secara umum dengan pertanyaan penelitian “Bagaimana Pembinaan Karakter Antikorupsi Siswa di Lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung?”. Adapun secara khusus fokus penelitian di atas, maka peneliti menjabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

1) Apakah unsur-unsur nilai karakter yang dikembangkan di lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung yang bersistem boarding school?

2) Bagaimana metode pembinaan karakter antikorupsi siswa di lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung yang bersistem boarding school?

3) Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan metode pembinaan karakter antikorupsi siswa di lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung yang bersistem boarding school?

4) Bagaimana keunggulan hasil yang dikembangkan dalam membentuk karakter antikorupsi siswa di lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung yang bersistem boarding school?

5) Bagaimana karakter antikorupsi siswa di lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung yang bersistem boarding school ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pembinaan Karakter Antikorupsi Siswa di Lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung”. Adapun tujuan khusus yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui unsur-unsur nilai karakter apa yang dikembangkan di lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung yang bersistem

boarding school;

(22)

9

9 3) Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan metode pembinaan karakter antikorupsi siswa di lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung yang bersistem boarding school;

4) Untuk mengetahui keunggulan hasil yang dikembangkan dalam membentuk karakter antikorupsi siswa di lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung yang bersistem boarding school;

5) Untuk mengetahui karakter antikorupsi siswa di lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur'an Bandung yang bersistem boarding school.

E. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kekayaan keilmuan yang terus berkembang dalam dunia pendidikan, khususnya mengenai pembinaan karakter antikorupsi siswa pada lingkungan boarding school

dalam upaya membentuk karakter antikorupsi siswa pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun untuk jenjang sekolah lainnya.

2. Secara Praktis a. Bagi Guru

1) Sebagai bahan referensi untuk merancang program pembinaan karakter antikorupsi siswa, khususnya pembelajaran di SMP agar fungsional bagi siswa dalam implementasinya menghadapi tantangan zaman dan rintangan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

2) Menjadi salah satu sumber acuan dalam menyusun materi atau menyiapkan materi pendidikan yang komprehensif dan integratif, yang mengarah kepada pengembangan dan pembentukan potensi kreatif dan produktif peserta didik guna memiliki moral, emosional dan spiritual yang baik dalam upaya membentuk karakter antikorupsi.

b. Bagi Penyelenggara Pendidikan

(23)

10

(24)

Dendi Nurwega, 2015

PEMBINAAN KARAKTER ANTIKORUPSI SISWA PADA LINGKUNGAN BOARDING SCHOOL

(StudiKasus di Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama (SMP) Daarul Qur’an Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan yang terjadi pada masa sekarang. Terkait dengan hal tersebut Hadari(1993, hlm. 63) mengemukakan bahwa:

Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Sedangkan Arikunto (1989, hlm. 195-196) menyatakan bahwa penelitian deskriptif dibedakan menjadi dua jenis penelitian menurut proses sifat dan analisa datanya, yaitu: (1) riset deskriptif yang bersifat eksploratif, dan (2) riset deskriptif yang bersifat developmental. Adapun riset eksploratif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atas suatu fenomena, dalam hal ini peneliti hanya ingin mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sesuatu. Sedangkan riset jenis developmental digunakan untuk menemukan suatu model (prototype) dan bisa digunakan untuk segala jenis bidang.

Di samping itu, penelitian deskriptif juga bertujuan untuk menunjukan kenyataan-kenyataan atau kondisi-kondisi yang ada tanpa terpengaruh oleh anasir subjektif dari penyelidik. Ada beberapa jenis penelitian yang dapat dikategorikan sebagai penelitian deskriptif, yaitu: penelitian survei (survey studies), studi kasus (case studies), penelitian perkembangan (developmental studies), penelitian tindak lanjut (follow-up studies), analisis dokumen (documentary analysis), dan penelitian korelasional (correlation studies) (Arikunto, 2009, hlm. 236).

(25)

48

Studi kasus berkenaan dengan segala sesuatu yang bermakna dalam sejarah atau perkembangan kasus yang bertujuan untuk memahami siklus kehidupan atau bagian dari siklus kehidupan suatu unit individu (perorangan, keluarga, kelompok, pranata sosial suatu masyarakat).

Berbeda halnya dengan Yin (2014, hlm. 1) menyatakan bahwa:

Studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata”.

Berdasarkan beberapa pengertian yang ada, maka dapat dijelaskan bahwa metode studi kasus digunakan untuk meneliti secara seksama dan terperinci mengenai hal-hal yang mempunyai makna dalam konteks masa kini dan peneliti tidak memiliki peluang untuk mengontrol fenomena yang ada sehingga data apapun yang ditemukan merupakan fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan. Penelitian ini akan menghasilkan sesuatu yang khas karena merupakan penelitian yang tertuju pada suatu unit saja dan hasil penelitian ini akan mungkin berbeda jika diterapkan pada unit ataupun subjek yang lain.

Seperti halnya yang dikatakan oleh Danial (2009, hlm. 64) mengungkapkan bahwa studi ini tidak mengambil generalisasi, sebab kesimpulan yang diambil adalah kekhasan temuan kajian individu „tertentu karakteristiknya‟ secara utuh menyeluruh yang menyangkut seluruh kehidupannya, mulai dari persepsi, gagasan, harapan, sikap, gaya hidup, dan lingkungan masyarakat. Karena masyarakat merupakan sesuatu yang dinamis oleh karena itu banyak hal yang dapat mempengaruhinya.

Berdasarkan jenis data yang diperlukan, maka dalam penelitian ini yang dijadikan partisan (pengikut serta atau anggota) oleh peneliti adalah sekelompok objek yang dijadikan sumber data dalam penelitian yang bentuknya dapat berupa manusia, benda-benda, dokumen-dokumen dan sebagainya.

(26)

49

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui deskriptif umum tentang pembinaan karakter antikorupsi siswa khususnya di Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur‟an Bandung. Metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan Studi Kasus.

2. Design Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni pendekatan penelitian yang menjawab permasalahan penelitiannya memerlukan pemahaman secara mendalam dan menyeluruh mengenai objek yang diteliti, untuk menghasilkan kesimpulan-kesimpulan penelitian dalam konteks waktu dan situasi yang bersangkutan. Menurut Bogdan dan Tylor (Zuriah, 2006, hlm. 92) bahwa “penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.

Selanjutnya Zuriah (2006, hlm. 102-103) mengemukakan bahwa penggunaan pendekatan kualitatif dalam pendidikan bertujuan untuk:

a. Mendeskripsikan suatu proses kegiatan pendidikan berdasarkan apa yang terjadi di lapangan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk menemukan kembali kekurangan dan kelemahan pendidikan sehingga dapat ditentukan upaya penyempurnaannya.

b. Menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa pendidikan yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya dalam konteks ruang, waktu serta situasi lingkungan pendidikan secara alami.

(27)

50

3. Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Pengembangannya Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam melaksanakan kegiatannya agar menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen penelitian yang diartikan sebagai “alat bantu” merupakan sarana yang dapat diwujudkan dalam benda, misalnya: angket (questionnaire), daftar cocok (cheklisht), atau pedoman wawancara (interview guide atau interview schedule), lembar pengamatan atau panduan pengamatan (observation sheet atau observation schedule), soal tes, inventori (inventory), skala (scala), dan lain sebagainya (Arikunto, 2009, hlm. 101).

Namun, dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi: (1) validasi terhadap pemahaman metode penelitian, (2) penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, dan (3) kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistik. Menurut Sugiyono (2010, hlm. 222) bahwa:

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.

Sedangkan dalam penelitian kualitatif ini, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta, wawancara mendalam, dokumentasi dan triangulasi.

Bagan. 3.1

Teknik Pengumpulan Data

Macam Teknik Pengumpulan Data

Observasi

Wawancara

Dokumentasi

(28)

51

Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan studi dokumentasi terhadap responden atau orang kunci (Key Information). Adapun masing-masing dari teknik pengumpulan data tersebut memiliki kegunaan sebagai berikut:

a. Teknik Observasi

Menurut Fathoni (2006, hlm. 104) bahwa observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran. Sejalan dengan pendapat tersebut Zuriah (2006, hlm. 173) mengemukakan bahwa:

Berdasarkan jenisnya, observasi dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut: (a) observasi langsung adalah observasi yang dilakukan dimana observer

berada bersama objek yang diselidiki, dan (b) observasi tidak langsung, yaitu observasi atau pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diteliti, misalnya dilakukan melalui film, rangkaian slide, atau rangkaian foto.

Sedangkan Faisal (dalam Sugiyono, 2010, hlm. 226) mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation dan covert observation), dan observasi yang tak berstruktur (unstructured observation).

Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi partisipasi. Teknik observasi partisipasi yang digunakan peneliti dimaksudkan untuk mengamati:

a. Situasi dan kondisi sekolah yang meliputi: visi dan misi sekolah, kurikulum, sarana dan prasarana dan kegiatan yang ada di sekolah.

b. Kegiatan pembinaan karakter antikorupsi yang dilakukan di dalam dan luar kelas khususnya kaitan dalam upaya membentuk karakter antikorupsi.

c. Kondisi, minat, dan bakat siswa dalam mendapatkan kegiatan melalui pembinaan karakter antikorupsi.

b. Teknik Wawancara

(29)

52

hlm. 129) “membatasi wawancara sebagai suatu percakapan dengan suatu tujuan, khususnya tujuan untuk mengumpulkan informasi”.

Suatu wawancara merupakan proses interaksi dan komunikasi dimana sejumlah komponen memainkan peranan penting, karena komponen tersebut dapat mempengaruhi dan menentukan hasil wawancara. Adapun komponen tersebut meliputi: a) pewawancara (interviewer), b) responden (interviewe), c) materi wawancara, dan d) hubungan antara pewawancara dengan responden. Menurut Fathoni (2006, hlm. 108) bahwa:

Ditinjau dari segi cara untuk mengadakan pendekatan wawancara dibedakan dalam dua macam, yaitu: 1) wawancara langsung ialah wawancara yang dilakukan secara tatap muka. Dalam cara ini pewawancara langsung bertatap muka dengan pihak yang diwawancara, dan 2) wawancara tidak langsung ialah yang dilakukan bukan secara bertatap muka melainkan melalui telepon, melalui radio, dan sebagainya.

Sedangkan Esternberg (Sugiyono, 2010, hlm. 233) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu:

1). Wawancara Terstruktur (Structured Interview)

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, tatkala peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya.

b). Wawancara Semiterstruktur (Semistructure Interview)

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, karena dalam pelaksanaannya lebih bebas tatkala dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dengan cara pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.

c). Wawancara Tidak Terstruktur (Unstructured Interview)

(30)

53

digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Sejalan dengan hal tersebut Fathoni (2006, hlm. 110-111) mengemukakan bahwa:

Ditinjau dari segi bentuk pertanyaan yang digunakan, wawancara dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) wawancara terbuka ialah wawancara yang menggunakan kuesioner terbuka, kuesioner yang memberikan keleluasan bagi responden untuk memberikan jawaban dengan bebas tanpa dibatasi oleh alternatif jawab yang ditentukan, (2) wawancara tertutup ialah wawancara yang menggunakan kuesioner tertutup dengan alternatif jawabannya yang telah disediakan, sehingga responden tidak mungkin memberikan jawaban lain, dan (3) wawancara setengah tertutup ialah kuesioner yang memberikan kesempatan kepada responden untuk mengemukakan jawaban lain atau keterangan tambahan di samping alternatif jawab yang telah disediakan.

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan teknik wawancara tidak terstruktur (Unstructured Interview) dengan bentuk pertanyaan terbuka sebagai salah satu teknik pengumpulan data. Ini didasarkan pada metode penelitian yang dipakai oleh peneliti sangat tergantung pada pemahaman peneliti dan data informasi yang diperoleh dari observasi dan wawancara.

Wawancara dalam penelitian ini, dilakukan terhadap Direktur, Wakasek Kesiswaan (Penanggungjawab Pengembangan Diri), Penanggungjawab Asrama, Guru PPKn, Guru PAI, Siswa dan perangkat lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian di Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama Daarul Qur‟an Bandung.

c. Teknik Dokumentasi

Adapun teknik dokumentasi merupakan cara mengumpulkan, menggali, mengkaji, dan mempelajari sumber-sumber tertulis yang telah terdokumentasikan baik berupa tulisan yaitu: makalah, laporan akhir, laporan penelitian, dokumen kurikulum, makalah, jurnal, klipping, media massa, maupun yang berbentuk suara yaitu: dalam bentuk rekaman suara, video, film, dan lain-lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Arikunto (2009, hlm. 244) bahwa:

Penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, suara, tulisan, atau lain-lain, dalam bentuk rekaman biasa dikenal dengan penelitian analisis dokumen atau analisis isi (content analisys).

(31)

54

menambah informasi guna memperkuat data-data yang diolah dan dijadikan hasil penelitian, dan lain-lain.

d. Teknik Triangulasi

Adapun teknik pengumpulan data triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Tatkala peneliti melakukan pengumpulan data dengan teknik triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.

Dalam penelitian ini triangulasi data dilakukan terhadap informasi yang diberikan oleh Direktur, Guru dan Siswa Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur‟an Bandung. Menurut Sugiyono (2009, hlm. 372) “dalam pengujian kredibilitas terdapat berbagai sumber, berbagai cara dan berbagai waktu”. Berikut adalah gambar triangulasi sumber, triangulasi cara dan triangulasi waktu yang digunakan dalam penelitian ini:

Gambar 3.1

Triangulasi dengan Tiga Sumber Data

Guru Siswa

Direktur

Gambar 3.2

Triangulasi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data

Wawancara Observasi

[image:31.596.161.491.417.732.2] [image:31.596.187.473.433.558.2]
(32)

55

Gambar 3.3

Triangulasi Waktu Pengambilan Data

Pagi Siang

Sore

Sumber: Diolah oleh peneliti pada tahun 2015

4. Analisis dan Keabsahan Data Penelitian 1. Analisis (Pengolahan Data)

Pengolahan dan Analisis data dalam penelitian merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dan memerlukan ketelitian serta kekritisan dari peneliti. Menurut Zuriah (2006, hlm. 198) bahwa:

Pada prinsipnya pengolahan data atau analisis data ada dua cara, hal itu tergantung dari datanya, yaitu: (a) analisis nonstatistik, dilakukan terhadap data yang bersifat kualitatif, biasanya bersifat leterer (kesusastraan) atau studi empiris. Dalam hal ini penelitian kualitatif mengajak seseorang untuk mempelajari sesuatu masalah yang ingin diteliti secara mendasar dan mendalam sampai ke akar-akarnya, dan (b) analisis statistik, yaitu berangkat dari data yang bersifat kuantitatif. Setiap jenis, model, atau rumus statistik yang digunakan untuk menganalisis data, mendasarkan adanya asumsi-asumsi yang harus dipenuhi.

Adapun analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Namun, dalam penelitian deskriptif-kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data daripada setelah selesai pengumpulan data. Adapun tahapan pengolahan dan analisis data selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a. Reduksi Data (Data Reduction)

[image:32.596.184.466.95.222.2]
(33)

56

b. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.

c. Kesimpulan (Conclusion/Verification)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan yang dibuat oleh peneliti ketika didukung oleh buktibukti yang valid dan konsisten, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang dapat dipercaya.

Maka dari ketiga tahapan kegiatan analisis data yang dikemukakan di atas, adalah saling berhubungan satu dengan yang lainnya dan berlangsung secara kontinyu selama peneliti melakukan penelitian.

2. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif kriteria utama terhadap data hasil penelitian ialah valid, realibel, dan obyektif. Sugiyono (2007, hlm. 366) menyebutkan bahwa uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi: uji credibility (Validitas Internal), transferability (Validitas eksternal), dependability (reabilitas), dan

confirmability (objektivitas). Adapun rincian dan penjelasan dari masing-masing tersebut sebagai berikut:

a. Pengujian Kredibilitas

Uji kredibilitas data ini merupakan kepercayaan terhadap data hasil penelitian. Ada beberapa macam cara pengujian kredibilitas data dalam penelitian kualitatif yaitu: (1) perpanjangan pengamatan, (2) peningkatan ketekunan, (3)

triangulasi, (4) diskusi dengan teman, (5) analisis kasus negatif, dan (6) member cek.

b. Pengujian Transferability

(34)

57

c. Pengujian Dependability

Uji dependability ialah pengujian reabilitas. Suatu penelitian yang reabel

adalah ketika orang lain dapat mengulangi atau mereplikasi proses penelitian tersebut (Sugiyono, 2007, hlm. 377).

Jadi, dalam hal ini pengujian dependabilitas ini untuk membuktikan bahwa hasil penelitian dapat ditemukan dengan hasil yang sama kembali oleh peneliti lainnya. d. Pengujian Konfirmability

Pengujian konfirmability merupakan uji obyektivitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif tatkala hasil penelitiannya telah disepakati banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmability mirip dengan uji dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan (Sugiyono, 2007, hlm. 377). Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di lapangan. Keberlangsungan proses penelitian sebisa mungkin harus dapat dibuktikan oleh peneliti. Selanjutnya Sugiyono (2007, hlm. 377) mengemukakan bahwa:

Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan, ketika hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut memenuhi standar konfirmability.

5. Subjek dan Tempat Penelitian

Subjek dalam penelitian ini merupakan pihak-pihak yang dinggap dapat memberikan informasi secara detail. Peneliti memilihnya secara sengaja dengan pertimbangan bahwa data yang diberikan dapat menjawab pertanyaan penelitian yang ada. Creswell (1998, hlm. 266) mengatakan bahwa “partisipan dan lokasi penelitian itu dipilih secara sengaja dan penuh perencanaan, penelitian yang dapat membantu peneliti memahami masalah penelitian”.

(35)

58

(36)

Dendi Nurwega, 2015

PEMBINAAN KARAKTER ANTIKORUPSI SISWA PADA LINGKUNGAN BOARDING SCHOOL

(StudiKasus di Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama (SMP) Daarul Qur’an Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

1. Simpulan Umum

Pendidikan karakter antikorupsi merupakan hal yang paling penting dalam melihat situasi kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini. Melihat fenomena perilaku korupsi yang sudah menjadi black culture, bahkan begitu masif dan terstruktur. Hal ini ditunjukkan khususnya oleh oknum pemerintah yang seharusnya menjadi suri tauladan bagi rakyatnya. Korupsi sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup sebuah negara, jika tidak segera ditanggulangi akan terjadi kehancuran bagi negara tersebut. Maka, diperlukan adanya usaha untuk menanamkan nilai-nilai karakter antikorupsi sejak dini, sehingga bangsa Indonesia di masa yang akan datang tidak kehilangan identitas dan jati dirinya.

Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung sebagai salah satu lembaga pendidikan bersistem boarding school memiliki visi “Mendidik Generasi Qur'ani Yang Berdaya Saing Global”, sudah barang tentu berkewajiban untuk menjaga kehidupan warga negara Indonesia agar tidak semakin tenggelam dalam efek negatif perilaku korups. Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung berupaya melalui program pendidikan yang berlandaskan Islam untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi terhadap generasi muda.

(37)

130

2. Simpulan Khusus

Secara khusus, dari hasil penelitian ini dapat dirumuskan ke dalam beberapa kesimpulan berikut:

1. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung adalah nilai karakter yang bersifat holistik, yakni meliputi karakter pribadi, karakter Qur’ani yang berlandaskan nilai-nilai ke-Islaman dan karakter budaya.

2. Metode pembinaan karakter antikorupsi siswa yang dilaksanakan di Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung yakni dengan cara pembiasaan, keteladanan, pemberian nasihat, metode kisah, adanya reward dan sanksi baik di persekolahan maupun boarding (asrama).

3. Hambatan internal serta eksternal menjadi kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan metode pembinaan karakter antikorupsi siswa pada Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung di antaranya; 1) sebagian orang tua belum memahami tentang esensi pendidikan pesantren, sehingga orang tua terlalu khawatir dengan keadaan anak 2) adanya siswa yang disiplinnya masih labil; 3) Adanya beberapa program yang masih tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dalam pelaksanaannya; 4) Belum munculnya kesadaran diri; 5) Karakter dan latar belakang siswa yang berbeda-beda.

4. Perubahan perilaku yang semakin baik, berkembangnya potensi diri, tertanamnya nilai-nilai antikorupsi pada diri siswa dengan saling mengingatkan dalam kebaikan seperti gotong royong, semangat juang yang tinggi, kemampuan beradaptasi menjadi lebih baik, keterampilan dan kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah menjadi beberapa keunggulan hasil pembinaan karakter antikorupsi siswa pada lingkungan Pesantren Tahfidz SMP Daarul Qur’an Bandung

(38)

131

B. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut beberapa rekomendasi yang dihasilkan oleh peneliti:

1. Bagi Pemerintah

a). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

-Seharusnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat memberikan contoh yang baik agar tidak melakukan korupsi.

-Membuat regulasi yang berhubungan dengan penguatan pendidikan antikorupsi di semua lini kehidupan, agar perilaku antikorupsi menjadi bagian dari semua komponen bangsa.

b) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan/Kementerian Agama

-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan/Kementerian Agama diharapkan dapat lebih mengintensifkan upaya-upaya untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi terhadap lembaga pendidikan dengan program yang terukur dan tidak hanya asal-asalan sebatas proyek, misalnya dengan diadakannya workshop, seminar atau pelatihan secara berkala.

-Mengevaluasi sudah sejauhmana keberhasilan penanaman nilai-nilai pendidikan antikorupsi di semua jenjang pendidikan dengan melihat fakta dan data, misalnya dari kejujuran Ujian Nasional

c) Penegak Hukum

-Para penegak hukum harus mampu menjadi garda terdepan dalam memberantas korupsi dan mampu menunjukkan sikap tidak terhadap perilaku korup (antikorupsi), tidak tebang pilih dan memilah-milah kasus besar atau kasus kecil, siapa yang bersalah maka hukumlah.

(39)

132

-Koordinasi yang harus dimaksimalkan antar penegak hukum, agar kasus-kasus korupsi tidak terbengkalai karena ketidakjelasan dalam kewenangan menanganinya.

-Memberikan sosialisasi bahaya korupsi dan pentingnya pendidikan antikorupsi secara berkala pada lembaga pendidikan, lembaga masyarakat ataupun lembaga pemerintah.

2. Bagi Masyarakat a) Tokoh Masyarakat

-Tokoh masyarakat diharapkan untuk selalu mendukung dan ikut langsung dalam upaya-upaya menanamkan nilai-nilai antikorupsi, baik yang diadakan oleh pemerintah maupun yang dilaksanakan oleh berbagai organisasi yang peduli terhadap hal tersebut.

-Tokoh masyarakat sebagai bagian komponen suatu bangsa haruslah mulai kembali melihat betapa pentingnya nilai-nilai antikorupsi, dengan mengadakan sosialisasi bahaya korupsi bagi kelangsungan hidup masyarakat terhadap warganya, baik dengan ceramah keagamaan dan dalam kegiatan kemasyarakatan (adat atau budaya), jika kesadaran mengenai pentingnya nilai-nilai antikorupsi telah muncul dalam setiap diri warga negara Indonesia maka negara akan makmur dan sejahtera.

b) Keluarga

-Diharapkan kepada keluarga agar menjaga anak-anaknya dari perilaku korup dengan memberikan arahan-arahan tentang bahaya korupsi dan pentingnya anti terhadap korupsi sejak dini dengan nasihat, pembiasaan dan keteladanan.

-Mampu menunjukkan perilaku-perilaku korup kepada anak-anak sejak dini, bahwa hal tersebut merupakan sebuah kesalahan.

3. Bagi Sekolah a) Kepala Sekolah

(40)

kata-133

kata mutiara tentang bahaya korupsi dan indahnya anti terhadap korupsi agar semua civitas akademika terbiasa teringatkan untuk menginternalisasinya.

-Memaksimalkan pengawasan terhadap aturan yang telah disepakati bersama. -Memberikan pelatihan dengan mengundang stakeholder yang ada kaitannya

dengan pemberantasan korupsi, untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi agar semua civitas akademika mengetahui hal-hal yang baru dalam hubungannya dengan perilaku korup.

b) Wali Kelas

-Diharapkan mengadakan arisan kelas agar siswa-siswi belajar bertanggung jawab, disiplin, jujur dan peduli.

-Melakukan koordinasi dengan semua wali kelas agar siswa-siswi berkunjung ke rumahnya masing- masing secara bergiliran untuk menerapkan sikap kepedulian. c) Guru

-Guru diharapkan mampu menjadi contoh dalam menerapkan perilaku antikorupsi, misalnya seperti disiplin, jujur, bertanggung jawab.

-Guru harus mampu bersikap tidak terhadap perilaku korup terhadap siswa-siswinya baik secara perkataan ataupun perbuatan, misalnya siswa jangan mencontek, siswa jangan berbohong, siswa jangan melanggar tata tertib. Perkataan yang diucapkan guru harus sesuai dengan perbuatan agar siswa-siswi mau mencontoh. Jika hal ini sudah terbiasa makan perilaku antikorupsi akan menjadi kebiasaan bagi siswa-siswinya.

-Guru diharapkan mampu menggunakan metode yang variatif dalam penanaman nilai-nilai antikorupsi, misalnya dengan menerapkan kantin kejujuran per kelas, metode kisah tentang bagaimana akibat orang-orang yang melakukan korupsi, dengan menggunakan Value Clarification Technic, Project Citizen, Outbond

untuk melatih kerjasama dan kepedulian, arung jeram untuk melatih keberanian, mengadakan bakti sosial secara berkesinambungan, lebih memaksimalkan lagi

(41)

Dendi Nurwega, 2015

PEMBINAAN KARAKTER ANTIKORUPSI SISWA PADA LINGKUNGAN BOARDING SCHOOL

(StudiKasus di Pesantren Tahfidz Sekolah Menengah Pertama (SMP) Daarul Qur’an Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (1989). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Asmani, Jamal Ma’aur. (2011). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah.Yogyakarta: Diva Press.

Borba, Michele. (2008). Buiding Moral Inteligence, The Seven Essential Virtues that Teach Kids to do The Right Thing, Tert. “Membangun Kecerdasan Moral, Tujuh KebajikanUtama untuk Membentuk Anak Bermoral Tinggi”,

oleh Lina Yusuf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Branson, S.,M. (1998). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: Diterbitkan atas Kerjasama: Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS).

Budimansyah, Dasim. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.

Budimansyah, Dasim. (2012). Dimensi-dimensi Praktik Pendidikan Karakter. Bandung: Widya Aksara Press.

Creswell, J. W. (1998). Qualitative inquiry and research design: choosing among five tradition. London: Sage Publication.

Cronbach, lee J. (1977). Education Psychology (3rd edition). New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

Danial, E. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan.

Dewantara, Ki Hajar . (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Dharmawan, Andy. (2005). Ibadah Sebagai Instrumen Pendidikan dalam Membentuk Watak Antikorupsi (Dalam Buku Menuju Masyarakat Antikorupsi). Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika.

Fathoni, Abdurrahmat. (2006). Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Gie, The Liang. (1982). Garis Besar Estetika (Filsafat Keindahan). Yogyakarta: Super Sukses.

(42)

135

Hadari, Nawawi. (1993). Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Handoyo, Eko .(2009). Pendidikan Anti Korupsi. Semarang: Widyakarya Press.

Harjono, Anwar dkk. ( 2001). Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir . Jakarta : Pustaka Firdaus.

Harmanto. (2013). Pengintegrasian Pendidikan Antikorupsi dalam Pembelajaran PKn Sebagai Penguat Karakter Bangsa. Bandung: Pascasarjana UPI (Disertasi Pendidikan Kewarganegaraan).

Hurlock, Elizabeth. B. (2001). Psikologi Perkembangan (Developmental Psycholgoy). Jakarta: Erlangga.

Ilyas, Asnelli. (1997). Mendambakan Anak Soleh. Cetakan kedua. Bandung : Al-Bayan

Ismail, Faisal. (1984). Percikan Pemikiran Islam. Yogyakarta : Bina Usaha.

John, A. (1995). Membangun Karakter Tangguh: Mempersiapkan Generasi Anti Kecurangan. Surabaya: Portico Publishing.

Kementrian Agama RI. (2013). Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi Di Madrasah. Jakarta: Kementrian Agama RI.

Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama (Draft Panduan Guru Mata pelajaran PKn). Kementerian Pendidikan Nasional.

Kesuma, Dharma, dkk. (2012). Pendidikan Karakter : Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kesuma, Dharma, dkk. (2009). Korupsi dan Pendidikan Antikorupsi. Bandung : Pustaka Aulia Press

Klitgaard, Robert. (2001). Membasmi Korupsi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Koentjaraningrat. (2004). Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Koesoema A, Doni. (2007). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

KPK. (2008). Seri Pendidikan Antikorupsi (Kelas 7, 8 dan 9. Jakarta: KPK: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat.

(43)

136

Kecurangan Akademik (Academic Dishonesty). Naskah Publikasi. Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Latifah, Vita. (2012). Studi Mengenai Determina Intensi Terhadap Intensi Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty) Pada SMP Daarul Hikam Bandung. Bandung. UNISBA

Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books.

Lubis, Mochtar. (2008). Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban), Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Maksudin. (2006). Pendidikan Nilai Sistem Boarding School di SMP IT Abu Bakar Hasil Penelitian Untuk Disertasi), Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga.

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Bandung: BPMIGAS dan Energi.

Na’im, Masyhoeri. (2005). Etos Kerja Islam adalah Antikorupsi (Dalam Buku Menuju Masyarakat Antikorupsi). Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika.

Muhaimin. et al. (2004). Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muhaimin. (2006) . Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muhaimin. (2009). Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Muslich, Mansur. (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial. Jakarta: tp.

Nurgiyantoro, Burhan. (2012). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.

Padmopuspito, Asia. (1990). “Citra Wanita dalam Sastra”. Cakrawala Pendidikan. Th IX, No.2, hlm.1-15.

Poerwadinata. (1976). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

(44)

137

Purnama, Dian. (2010). Cermat Memilih Sekolah Menengah yang Tepat. Jakarta: Gramedia.

Pusat Kurikulum Balitbang Kementrian Pendidikan Nasional. (2009). ”Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Pedoman Sekolah.” Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Kementrian Pendidikan Nasional.

Qomar, Mujamil. (tt). Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Rosyadi, Khoiron. (2009). Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samani, Muchlas Hariyanto. (2012). Pendidikan Karakter. Bandung: ROSDA.

Sathya, Sai. (2002). A Compilation of The Teaching of Sathya Sai Baba on Education.Sathya Sai Book Center of America.

Satori dan Komariah. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Soedarsono, S. (2009). Karakter Mengantar Bangsa dari Gelap Menuju Terang. Jakarta: Gramedia.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharjana. (2011). Model Pengembangan Karakter melalui Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Yogyakarta: UNY Press.

Tanjung , Fahriza Marta. (2009). Menggantungkan Nasib Pemberantasan Korupsi

pada Sekolah di sampaikan pada Diskusi Publik “ Memberantas Korupsi melalui Pendidikan “ SEMAF FIS Unimed, SeGI Medan dan SAHdaR. Medan: Universitas Medan.

Tanszhil, Sri Wahyuni. (2012). “Model Pembinaan Pendidikan Karakter pada <

Gambar

Gambar 3.1 Triangulasi dengan Tiga Sumber Data
Gambar 3.3 Triangulasi Waktu Pengambilan Data

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengukuran DO pada Stasiun 2 dan Stasiun 3 yang merupakan stasiun masuknya limbah cair batik masih memenuhi persyaratan Baku Mutu Air Kelas II, dapat

As stated before, The Parliament of the World’s Religions believed that global ethic they declared, which based on ethic values within religions, can be applied to resolve

Dwi Armelia 2016, melakuan penelitian dengan judul Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Tandan Buah Segar Perkebunanan Kelapa Sawit Swadaya Di Kecamatan Kandis Kabupaten

Untuk mempelajari perubahan karakteristik tanah pasang surut ditutupi bahan organik (gambut) setelah direklamasi, maka dilakukan penelitian di Delta Berbak dengan

Perbedaan pendapatan menjadi hal yang tidak terelakkan dan sering menjadi isu sensitif dalam rumah tangga karena suami seharusnya bisa memenuhi kewajiban

[r]

Kedelai merupakan salah satu tanaman sumber protein yang sangat. berperan dalam kehidupan Manusia, terutama dalam

Dibandingkan dengan ikan tawar, kandungan gizi ikan laut lebih banyak. Ikan laut memiliki kemampuan untuk mempertahankan