• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Partai Politik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Partai Politik"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemilih pemula merupakan pengkategorian terhadap kelompok muda yang

baru pertama kali akan menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum.

Sebenarnya di Indonesia, anggota TNI/Polri yang baru saja pensiun dan

mendapatkan hak pilihnya sebagai warga negara juga dikategorikan sebagai

pemilih pemula. Namun hal tersebut sangatlah terbatas dan tidak mencakup

pengertian pemilih pemula secara umum dikarenakan mereka baru mendapatkan

hak pilih karena kondisi tertentu. Pada umumnya pemilih pemula adalah para

pelajar, mahasiswa semester awal dan kelompok muda lainnya yang menurut

undang-undang telah memenuhi syarat untuk memilih dalam pemilihan umum.

Pemisahan kelompok muda tersebut menjadi pemilih pemula memiliki

alasan tersendiri. Pemilih pemula memiliki karakteristik yang berbeda dengan

pemilih lain pada umumnya. Karakter khas pemuda seperti kritis, ingin

mencoba/penasaran dengan hal-hal baru, independen, pro perubahan dan

karakter-karakter lainnya yang tidak lagi ditemukan pada orang dewasa yang telah mapan

dan biasanya telah memiliki pilihan menjadi nilai tersendiri bagi pemilih pemula.

Karakter-karakter tersebut cukup mumpuni untuk membangun komunitas generasi

pemilih cerdas. Hal ini disebabkan karakter yang ada menyebabkan pemuda

memiliki pertimbangan rasionalitas yang lebih terhadap kondisi kekinian.

Namun dikarenakan belum adanya pengalaman memilih didalam pemilu,

pemilih pemula perlu mengetahui dan memahami terlebih dahulu berbagai hal

yang terkait dengan pemilu. Seperti misalnya apa itu pemilu, mengapa perlu

adanya pemilu, bagaimana tahapan-tahapan dan cara berpartisipasi dalam pemilu,

(2)

dengan pemilu seperti partai politik sebagai peserta pemilu.

Pertanyaan-pertanyaan itu penting untuk diajukan agar pemilih pemula menjadi pemilih yang

cerdas dalam menentukan pilihannya dalam pemilu.

Diperkirakan dalam setiap pemilu, jumlah pemilih pemula sekitar 20-30%

dari keseluruhan jumlah pemilih dalam pemilu. Pada Pemilu 2004, jumlah pemilih

pemula sekitar 27 juta dari 147 juta pemilih. Pada Pemilu 2009 sekitar 36 juta

pemilih dari 171 juta pemilih. Data BPS 2010: Penduduk usia 15-19 tahun:

20.871.086 orang, usia 20-24 tahun: 19.878.417 orang. Dengan demikian, jumlah

pemilih muda sebanyak 40.749.5035 orang.1 Jumlah itu sangat besar dan bisa

menentukan kemenangan partai politik atau kandidat tertentu yang berkompetisi

dalam pemilihan umum. Dengan demikian, jangan sampai hak mereka sebagai

warga negara menjadi tidak berarti dikarenakan kesalahan-kesalahan yang bersifat

teknis dan tidak diharapkan. Seperti tidak bisa menggunakan hak pilihnya dalam

pemilu karena tidak terdaftar dalam daftar pemilih dan kesalahan lainnya.

Dalam pemilu, satu suara sangat mempengaruhi kemenangan politik,

apalagi jumlahnya mencapai jutaan seperti pemilih pemula. Maka dalam setiap

pemilu, pemilih pemula selalu menjadi rebutan oleh berbagai kekuatan politik.

menjelang pemilu biasanya partai politik dan peserta pemilu lainnya membuat

program dan propaganda yang ditujukan untuk menarik minat pemilih pemula.

Berbagai kegiatan hingga membentuk sebuah komunitas dikalangan muda agar

mereka mau memberikan dukungan dan suara kepada kandidat serta partai

tertentu. Tujuannya tidak lain adalah agar mereka mendapatkan jumlah suara yang

signifikan untuk memenangkan pemilu.

Pihak manapun yang mendapatkan dukungan dari kalangan pemilih

pemula akan merasakan keuntungan yang tidak sedikit. Dukungan yang ada

secara tidak langsung akan melahirkan pencitraan positif bagi partai maupun

1

(3)

kandidat peserta pemilu lainnya. Setidaknya proses regenerasi kader politik yang

membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit, dapat teratasi dengan

dirangkulnya kalangan pemilih pemula. Apabila tidak adanya dukungan dari

pemilih pemula, maka akan sangat merugikan sebenarnya bagi keberlangsungan

proses yang ada dalam sebuah partai maupun dampak langsung dalam pemilu,

kehilangan sumber suara potensial dengan jumlah yang signifikan.

Namun seharusnya objek kajian politis yang ada haruslah tidak berhenti

sampai tahap hitungan suara tersebut. Pembahasan yang lebih jauh sebenarnya

harus memperhatikan dengan mendalam tentang kerangka pendidikan politik yang

mencerdaskan. Perlu adanya perspektif yang dibenahi dalam menempatkan

kalangan pemilih pemula pada ruang lingkup politik yang lebih luas. Hal tersebut

adalah bagaimana meletakkan pemuda sebagai subjek pendidikan politik itu

sendiri. Selama ini kalangan pemilih pemula tersebut hanyalah sebagai objek

politik, sebagaimana masyarakat lain pada umumnya. Mereka dilihat hanya

sebagai lumbung suara dalam memenangkan pemilu, tidak lebih. Fakta yang dapat

ditemui adalah kegiatan memilih dalam pemilu dilakukan secara asal, yaitu tanpa

adanya pemahaman dan kesadaran berpolitik. Hal ini menunjukkan belum

tercapainya kesadaran politik, tanpa mengenyampingkan progress yang sedang

berjalan.

Akibatnya bisa dirasakan ketiadaan kesadaran politik yang hadir disetiap

kenampakan partisipasi yang mereka lakukan. Hal ini tidak lebih dari sekedar aksi

ritual yang lebih mensyaratkan untuk digugurkan, tanpa makna, semoga bukan

sebagai aksi apatisme akut akibat kejenuhan emosional. Selama sudut pandang ini

tidak mengalami perubahan, sudah bisa dipastikan hanya akan memicu lahirnya “eksploitasi politik” dikalangan pemilih pemula ini. Selamanya mereka hanya akan menjadi objek penderita, dan objek kepentingan dari sekelompok golongan

yang menginginkan dukungan suara semata. Beberapa bulan terakhir telah begitu

banyak partai politik yang telah menetapkan kalangan pelajar, pemilih pemula,

(4)

dirinya melalui media massa menyatakan siap merangkul kalangan ini. Fasilitas

yang dikhususkan untuk kalangan pemuda disiapkan sedemikian rupa

memungkinkan mereka untuk berekspresi sesuai minat dan hobi. Secara

mengejutkan beberapa partai politik telah menyiapkan serangkaian program yang

cukup fantastis untuk bisa menarik minat pelajar untuk terlibat secara aktif.2

Temuan Lembaga Peduli Remaja (LPR) Kriya Mandiri Solo yang

melakukan jajak pendapat pada pemilih pemula di Kota Solo tanggal 19 Februari

2009, dapat menjadi cerminan dampak yang ditimbulkan akibat pola yang terjadi

pada pemilih pemula saat ini. Menurut survei LPR, potensi golput pemilih pemula

di Solo cukup tinggi. Dari 340 responden yang dipilih secara acak dari sepuluh

SMA dan SMK di Solo, hanya 21,49% saja yang menyatakan siap memberikan

suara. Sisanya 60,51% menyatakan belum yakin apakah akan memilih atau tidak,

artinya berpotensi golput, dan 18% dengan tegas menyatakan tidak memilih. Hasil

survei juga menunjukkan 67,55% pemilih pemula belum mengetahui secara persis

tahapan dan sistem pemilu. Tidak hanya itu, sebanyak 76,40% bahkan mengaku

tidak tahu jumlah kontestan partai politik. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

ketertarikan pemilih pemula untuk berpartisipasi pada Pemilu 2009 lalu masih

sangat rendah. Sikap ini terlihat dari 91,01% responden menyatakan tidak

bersedia turut serta dalam kegiatan kampanye.3

Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa adanya bagian yang hilang

dalam proses yang seharusnya berjalan. Partai politik dan peserta pemilu hanya

menjadikan kalangan pemilih pemula sebagai objek politik untuk memenangkan

pemilu tanpa adanya pendidikan politik yang mencerdaskan. kurangnya

pemahaman dan kesadaran dalam memilih serta pengetahuan akan proses pemilu

itu sendiri kemudian menjadikan kalangan pemilih pemula berpotensi besar untuk

bersikap apatis. Padahal masa depan Demokrasi Indonesia bergantung pada tiga

2

Sekretariat Jenderal KPU. Modul 1: Pemilu Untuk Pemula. Jakarta: Komisi Pemilihan Umum. 2010. hal. 49.

3

(5)

hal ini, pemilih pemula, partai politik/peserta pemilu serta hubungan yang terjadi

diantara keduanya. Menjadi menarik untuk diteliti berdasarkan uraian diatas

bagaimana persepsi pemilih pemula terhadap partai politik dengan keadaaan yang

demikian.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan sebelumnya pada latar belakang, partai politik

memiliki peran penting di dalam Demokrasi. Keadaan partai politik dalam proses

Demokratisasi suatu negara menentukan bagaimana sistem Demokrasi di negara

tersebut nantinya. Khususnya di Indonesia dengan berbagai permasalahan yang

ada, masyarakat sebagai warga negara mulai kehilangan kepercayaannya terhadap

partai politik. Penting untuk mengetahui bagaimana pandangan generasi muda

dikarenakan dengan keadaan seperti ini, ke arah mana perkembangan Demokrasi

Indonesia nantinya masih menjadi tanda tanya besar. Maka masalah yang

dirumuskan dalam penelitian ini adalah “bagaimana persepsi pemilih pemula

terhadap partai politik?”

C. Batasan Masalah

Untuk menjaga fokus penelitian, perlu ditetapkan batasan-batasan

permasalahan yang akan diteliti agar tidak melebar sehingga menyebabkan tujuan

daripada penelitian itu sendiri tidak tercapai. Batasan-batasan masalahnya adalah:

1. Penelitian ini menetapkan objek penelitian pada siswa kelas tiga Sekolah

Menegah Atas Negeri yang ada di Kota Medan

2. Penelitian ini mengindikasikan rentang waktu responden dikategorikan

sebagai pemilih pemula pada Pemilihan Umum Legislatif tahun 2014

3. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana persepsi pemilih pemula

(6)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

bagaimana sebenarnya persepsi pemilih pemula terhadap partai politik. Hal ini

terkait dengan partai politik yang berperan besar dalam sebuah sistem Demokrasi.

Namun keadaan partai politik itu sendiri di Indonesia mulai kehilangan

kepercayaan oleh masyarakat. Sehingga nantinya dapat diputuskan apakah perlu

adanya langkah-langkah tertentu yang harus diambil dalam menyikapi generasi

muda sekarang untuk melanjutkan proses Demokratisasi di negara ini terkait

dengan hasil penelitian ini nantinya.

E. Signifikansi Penelitian

Setiap kegiatan yang dilakukan sebaiknya memiliki manfaat, baik itu besar

maupun kecil dampaknya. Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya

penelitian ini antara lain:

1. Penelitian ini dijadikan penulis sebagai sarana untuk mengembangkan

kemampuan berpikir dan kompetensi dalam menulis karya ilmiah

sekaligus sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu di

Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Penelitian ini secara akademis diharapkan dapat menambah objek kajian

penelitian ilmu politik khususnya di Departemen Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara serta menjadi salah satu sumber referensi bagi

penelitian-penelitian berikutnya.

F. Kerangka Teori Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau

(7)

pesan.4 Persepsi timbul karena adanya dua faktor baik internal maupun eksternal.

Faktor internal antaranya tergantung pada proses pemahaman sesuatu termasuk di

dalamnya sistem nilai tujuan, kepercayaan dan tanggapannya terhadap hasil yang

dicapai. Faktor eksternal berupa lingkungan.5 Persepsi pada hakikatnya adalah

proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi

tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,

perasaan, penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada

pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap

situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.6

Menurut pendapat David Krech secara ringkas dapat disimpulkan bahwa

persepsi adalah suatu proses kognitif yang komplek dan menghasilkan suatu

gambar unik tentang kenyataan yang barangkali sangat berbeda dari

kenyataannya. Menurut Fred Luthans persepsi itu adalah lebih kompleks dan luas

kalau dibandingkan dengan penginderaan. Proses persepsi meliputi suatu interaksi

yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan, dan penafsiran. Walaupun persepsi

sangat bergantung pada penginderaan data, proses kognitif barangkali bisa

menyaring, menyederhanakan, atau mengubah secara sempurna data tersebut.

Dengan kata lain proses persepsi dapat menambah, dan mengurangi kejadian

senyatanya yang diinderakan oleh seseorang.7

Ada beberapa subproses dalam persepsi ini, dan yang dapat dipergunakan

sebagai bukti bahwa sifat persepsi itu merupakan hal yang komplek dan interaktif.

Subproses pertama yang dianggap penting ialah stimulus, atau situasi yang hadir.

Mula terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan dengan suatu

situasi atau suatu stimulus. Situasi yang dihadapi itu mungkin bisa berupa

stimulus penginderaan dekat dan langsung atau berupa bentuk lingkungan

4 Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007. hal. 51.

5 Miftah Thoha. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2010.

hal. 139.

(8)

sosiokultur dan fisik yang menyeluruh. Subproses selanjutnya adalah registrasi,

interpretasi, dan umpan balik (feedback). Dalam masa registrasi suatu gejala yang

nampak adalah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syaraf seseorang

terpengaruh, kemampuan fisik untuk mendengar dan melihat akan mempengaruhi

persepsi.

Dalam hal ini seseorang mendengar atau melihat informasi terkirim

kepadanya. Mulailah ia mendaftar semua informasi yang terdengar atau terlihat

padanya. Setelah terdaftarnya semua informasi yang sampai kepada seseorang

subproses berikut yang bekerja ialah interpretasi. Interpretasi merupakan aspek

kognitif dari persepsi yang amat penting. Proses interpretasi ini tergantung pada

cara pendalaman (learning), motivasi, dan kepribadian seseorang. Pendalaman,

motivasi dan kepribadian seseorang akan berbeda dengan orang lain. Oleh karena

itu, interpretasi terhadap sesuatu informasi yang sama , akan berbeda antara satu

orang dengan orang lain. Disinilah letak sumber perbedaan pertama dari persepsi,

dan itulah sebabnya mengapa interpretasi merupakan subproses yang penting.

Subproses terakhir adalah umpan balik (feedback). Subproses ini dapat

mempengaruhi persepsi seseorang.8

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan persepsi

seseorang antara lain:9

1. Psikologi

Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat

dipengaruhi oleh keadaan psikologi.

2. Famili

Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya.

Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus didalam

(9)

memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan

persepsi-persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya.

3. Kebudayaan

Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah

satu faktor yang kuat didalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang

memandang dan memahami keadaan dunia ini.

Adapun prinsip-prinsip pemilihan persepsi berdasarkan faktor-faktor

perhatian dari luar juga dapat mempengaruhi proses seleksi persepsi yaitu:10

1. Intensitas

Prinsip intensitas dari suatu perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin

besar intensitas stimulus dari luar, layaknya semakin besar pula hal-hal itu

dapat dipahami (to be perceived).

2. Keberlawanan atau kontras

Prinsip keberlawanan ini menyatakan bahwa stimuli luar yang

penampilannya berlawanan dengan latar belakangnya atau sekelilingnya atau

yang sama sekali diluar sangkaan orang banyak, akan menarik banyak

perhatian.

3. Pengulangan (repetition)

Dalam prinsip ini dikemukakan bahwa stimulus dari luar yang diulang

akan memberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang sekali

dilihat.

4. Baru dan familier

Prinsip ini menyatakan bahwa baik situasi eksternal yang baru maupun

yang sudah dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian. Obyek atau

peristiwa baru dalam tatanan yang sudah dikenal, atau obyek atau peristiwa

yang sudah dikenal dalam tatanan yang baru akan menarik perhatian

pengamat.

(10)

Pemilih Pemula

Pemilih pemula adalah pemilih yang baru pertama kali melakukan

penggunaan hak pilihnya.11 Mereka biasanya adalah pelajar berusia 17-21 tahun,

namun ada juga kalangan muda lainnya yang baru pertama kali akan

menggunakan hak pilihnya dalam pemilu yakni para mahasiswa semester awal

dan kelompok pemuda lainnya yang pada pemilu periode sebelumnya belum

genap berusia 17 tahun. Sedangkan pemilih itu sendiri diartikan sebagai semua

pihak yang menjadi tujuan utama dari semua pihak yang menjadi tujuan utama

para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan

kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Pemilih

dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya.

Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi

tertentu yang kemudian termanifestasikan dalam institusi politik seperti partai

politik.12 Pemilih diartikan sebagai kelompok masyarakat yang menurut

undang-undang merupakan para warga yang sah dan berhak memberikan suara sewaktu

pemilihan umum.13

Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki seseorang untuk dapat menjadi

pemilih adalah:14

1. Warga Negara Indonesia yang berusia 17 tahun atau lebih atau

sudah/pernah kawin.

2. Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya

3. Terdaftar sebagai pemilih

4. Bukan anggota TNI/Polri

5. Tidak sedang dicabut hak pilihnya

6. Terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT)

11 Sekretariat Jenderal KPU. Op. Cit. hal. 48.

12 Firmanzah. Marketing Politik: Antara Pemahaman Dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008.

hal. 87.

13 Firmanzah. Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008. hal. 221.

(11)

7. Khusus untuk pemilukada calon pemilih harus berdomisili

sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan di daerah yang bersangkutan

Secara psikologis, pemilih pemula memiliki karakteristik yang berbeda

dengan orang-orang tua pada umumnya. Misalnya kritis, mandiri, independen,

anti status quo atau tidak puas dengan kemapanan, pro perubahan dan sebagainya.

Karakteristik itu cukup kondusif untuk membangun komunitas pemilih cerdas

dalam pemilu yakni pemilih yang memiliki pertimbangan rasional dalam

menentukan pilihannya. Misalnya karena integritasnya, track record-nya atau

program kerja yang ditawarkan. Karena belum punya pengalaman memilih dalam

pemilu, pemilih pemula perlu mengetahui dan memahami berbagai hal yang

terkait dengan pemilu. Misalnya untuk apa pemilu diselenggarakan, apa saja

tahapan pemilu, siapa saja yang boleh ikut serta dalam pemilu, bagaimana tatacara

menggunakan hak pilih dalam pemilu dan sebagainya. Pertanyaan itu penting

diajukan agar pemilih pemula cerdas dalam menentukan pilihan politiknya di

setiap pemilu.15

Adapun konfigurasi pemilih dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:16

1. Pemilih Rasional

Dalam konfigurasi ini, pemilih memiliki orientasi tinggi pada “

policy-problem-solving” dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih

dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon

kontestan dalam program kerjanya. Program kerja atau “platform” partai bisa

dianalisis dalam dua hal: (1) kinerja partai di masa lampau (back-ward

looking), dan (2) tawaran program untuk menyelesaikan permasalahan

nasional yang ada (forward looking). Kedua hal tersebut sama-sama

memengaruhi pemilih. Mereka tidak hanya melihat program kerja atau “platform” partai yang berorientasi ke masa depan, tetapi juga menganalisis

15 Sumarno. Op. Cit.

(12)

apa saja yang telah dilakukan partai tersebut di masa lampau. Kinerja partai atau calon kontestan biasanya termanifestasikan pada reputasi dan “citra”

(image) yang berkembang di masyarakat. Dalam konteks ini yang lebih utama

bagi partai politik dan kontestan adalah mencari cara agar mereka bisa

membangun reputasi di depan publik dengan mengedepankan kebijakan untuk

mengatasi permasalahan nasional.

2. Pemilih Kritis

Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada

kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan

permasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang

bersifat ideologis. Pentingnya ikatan ideologis membuat loyalitas pemilih

terhadap sebuah partai atau seorang kontestan cukup tinggi dan tidak semudah

rational voters” untuk berpaling ke partai lain. Proses untuk menjadi pemilih

jenis ini bisa terjadi melalui dua mekanisme. Pertama, jenis pemilih ini

menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai

politik mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi

kebijakan yang akan dan telah dilakukan. Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya,

pemilih tertarik dulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai

/kontestan baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan paham yang

melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan.

3. Pemilih Tradisional

Pemilih dalam jenis ini memiliki jenis orientasi ideologi yang sangat

tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan

sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih

tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul,

paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik.

Kebijakan semisal ekonomi, kesejahteraan, pemerataan pendapatan dan

pendidikan, dan pengurangan angka inflasi dianggap sebagai parameter kedua.

Mereka tidak terlalu memusingkan diri pada kebijakan apa yang telah

(13)

mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis

sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar

pemilih jenis ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif

dalam memegang nilai serta paham yang dianut.

4. Pemilih Skeptis

Pemilih keempat adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi

yang cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga

tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk

terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang,

karena ikatan ideologis mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang

memedulikan “platform” dan kebijakan sebuah partai politik. Golongan Putih

(Golput) di Indonesia atau dimanapun sangat didominasi oleh pemilih jenis

ini. Kalaupun berpartisipasi dalam pemungutan suara, biasanya mereka

melakukannya secara acak atau random. Mereka berkeyakinan bahwa

siapapun dan partai apapun yang memenangkan pemilu tidak akan bisa

membawa bangsa ke arah perbaikan yang mereka harapkan. Selain itu mereka

tidak memiliki ikatan emosional dengan sebuah partai politik atau seorang

kontestan.

Partai Politik

Partai politik adalah sekelompok orang memiliki ideologi sama, berniat

merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan tujuan untuk (yang menurut

pendapat mereka pribadi paling idealis) memperjuangkan kebenaran, dalam suatu

level (tingkat) negara.17 Partai politik kemudian didefinisikan sebagai organisasi

publik yang bertujuan untuk membawa pimpinannya berkuasa dan

memungkinkan para pendukungnya (politisi) untuk mendapatkan keuntungan dari

dukungan tersebut.18 Menurut Joseph Lapalomba dan Myron Weiner, partai

politik merupakan a creature of modern and modernizing political system. Partai

(14)

politik memang lahir dan berkembang ketika gejala modernisasi sedang

berkembang di Eropa, setelah revolusi industri.19 untuk mengetahui secara lebih

jelas mengenai partai politik, dapat dilihat definisi partai politik menurut para

ahli:20

Menurut Carl Friederich, partai politik merupakan sekelompok

manusia yang terorganisir yang stabil dengan tujuan merebut atau

mempertahankan penguasaan pemerintah bagi pimpinan partai dan

berdasarkan penguasaan ini akan memberikan manfaat bagi anggota partainya,

baik idealisme maupun kekayaan material serta perkembangan lainnya.

Menurut Roger Soltau, partai politik adalah sekelompok warga negara

yang terorganisir yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dengan

memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai

pemerintahan dan melakukan kebijakan mereka sendiri.

Menurut Sigmund Neumann, partai politik merupakan organisasi dari

aktifitas politik yang berusaha untuk menguasai pemerintahan dengan merebut

dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau

golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

Sedangkan pengertian partai politik yang ada di Indonesia adalah

organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara

indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk

memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa

dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945.21

19 Koirudin. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004. hal. 64. 20 Inu Kencana. Op. Cit. hal. 77-78.

(15)

Peran dan fungsi partai politik dapat dibedakan menjadi dua. Pertama,

peran dan tugas internal organisasi. Dalam hal ini organisasi partai politik

memainkan peran penting dalam pembinaan, edukasi, pembekalan, kaderisasi dan

melanggengkan ideologi politik yang menjadi latar belakang pendirian partai

politik. Kedua, partai politik juga mengemban tugas yang lebih bersifat eksternal

organisasi. Disini peran dan fungsi organisasi partai politik terkait dengan

masyarakat luas, bangsa dan negara, kehadiran partai politik juga memiliki

tanggung jawab konstitusional, moral, dan etika untuk membawa kondisi dan

situasi masyarakat menjadi lebih baik.22

Berdasarkan kajian literatur yang ada setidaknya terdapat lima fungsi

dasar dari partai politik, yaitu:23

1. Fungsi Artikulasi Kepentingan

Artikulasi kepentingan adalah suatu proses input berbagai kebutuhan,

tuntutan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam

lembaga Legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya

dapat terwakili dan terlindungi dalam kebijakan publik. Pemerintah dalam

mengeluarkan suatu keputusan dapat bersifat menolong masyarakat dan bisa

pula dinilai sebagai kebijaksanaan yang justru menyulitkan masyarakat.

Oleh karena itu, warga negara atau setidak-tidaknya wakil dari suatu

kelompok harus berjuang untuk mengangkat kepentingan dan tuntutan

kelompoknya, agar dapat dimasukkan kedalam agenda kebijakan negara.

Wakil kelompok yang mungkin gagal dalam melindungi kepentingan

kelompoknya akan dianggap menggabungkan kepentingan kelompok, dengan

demikian keputusan atau kebijakan tersebut dianggap merugikan kepentingan

kelompoknya.

2. Fungsi Agregasi Kepentingan

22 Firmanzah. Mengelola Partai Politik. Op. Cit. hal. 69-70.

(16)

Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan

yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan

menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan publik. Agregasi kepentingan dijalankan dalam “sistem politik yang tidak membolehkan persaingan partai secara terbuka, fungsi organisasi itu terjadi di tingkat atas,

mampu dalam birokrasi dan berbagai jabatan militer sesuai dari rakyat dan

konsumen.” Dalam masyarakat Demokratis, partai menawarkan program

politik dan menyampaikan usul-usul pada badan legislatif, dan calon-calon

yang diajukan untuk jabatan pemerintahan mengadakan tawar-menawar

(bargaining) pemenuhan kepentingan mereka kalau kelompok kepentingan

tersebut mendukung calon yang diajukan.

3. Fungsi Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan

nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut suatu

negara. Pembentukan sikap-sikap politik atau untuk membentuk suatu sikap

dan keyakinan politik dibutuhkan waktu yang panjang melalui proses yang

berlangsung tanpa henti. Menurut Gabriel Almond dalam bukunya sosialisasi

politik, terdapat dua hal yang penting, yaitu:

a. Pertama, bahwa sosialisasi politik berjalan terus menerus selama hidup

seseorang. Sikap-sikap dan nilai-nilai yang didapatkan dan terbentuk

pada masa kanak-kanak akan selalu disesuaikan atau akan diperkuat

sementara ia mengalami berbagai pengalaman sosial.

b. Kedua, sosialisasi politik dapat berwujud transmisi dan pengajaran.

Artinya dalam sosialisasi itu terjadi interaksi antara suatu sikap dan

keyakinan politik yang dimiliki oleh generasi tua terhadap generasi

muda yang cenderung masih fleksibel menerima pengaruh ajaran.

4. Fungsi Rekrutmen Politik

Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen

anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan

(17)

prosedur-prosedur rekrutmen yang berbeda. Anggota kelompok yang

direkrut/diseleksi adalah yang memiliki suatu kemampuan atau bakat yang

sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan atau fungsi politik. Setiap partai politik

memiliki pola rekrutmen yang berbeda. Pola rekrutmen anggota partai

disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya.

5. Fungsi Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh

partai politik dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi

informasi, isu dan gagasan politik. Media-media massa banyak berperan

sebagai alat komunikasi politik dan membentuk kebudayaan politik. Partai

politik menjalankan fungsi sebagai alat mengkomunikasikan pandangan dan

prinsip-prinsip partai, program kerja partai, gagasan partai dan sebagainya.

Agar anggota partai dapat mengetahui prinsip partai, program kerja partai

ataupun gagasan partainya untuk menciptakan ikatan moral pada partainya,

komunikasi politik seperti ini menggunakan media partai itu sendiri atau

media massa yang mendukungnya.

Sistem komunikasi politik dikembangkan dengan dasar komunikasi

yang bebas dan bertanggung jawab. Setiap media massa bebas memberitakan

suatu hal selama tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku, tidak

membahayakan kepentingan negara dan masyarakat. Disamping itu, media

massa juga berfungsi menyuarakan suara pembangunan dan program-program

kerja pemerintah, menyuarakan ide-ide politik, membina tumbuhnya

kebudayaan politik kemudian memelihara dan mewariskannya pada generasi

pelanjut.

Sistem kepartaian adalah analisis tentang bagaimana partai politik

(18)

dalam bukunya Political Parties (1954) membagi sistem kepartaian menjadi tiga

klasifikasi yaitu:24

1. Sistem Partai-Tunggal

Ada pengamat yang berpendapat bahwa istilah sistem partai-tunggal

merupakan istilah yang menyangkal diri sendiri (contradiction in terminis)

sebab suatu sistem selalu mengandung lebih dari satu bagian (pars). Namun

demikian, istilah ini telah tersebar luas dikalangan masyarakat dan dipakai

baik untuk partai yang benar-benar satu-satunya partai dalam suatu negara

maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan di antara beberapa

partai lain. Dalam kategori terakhir terdapat beberapa variasi.

Terutama di negara-negara yang baru terlepas dari kolonialisme ada

kecenderungan kuat untuk memakai pola sistem partai-tunggal karena

pimpinan (sering seorang pemimpin yang kharismatik) dihadapkan dengan

masalah bagaimana mengintegrasikan berbagai golongan, daerah, serta suku

bangsa yang berbeda corak sosial serta pandangan hidupnya. Dikhawatirkan

bila keanekaragaman sosial dan budaya ini tidak diatur dengan baik akan

terjadi gejolak-gejolak sosial politik yang menghambat usaha pembangunan.

Padahal pembangunan itu harus memfokuskan diri pada suatu program

ekkonomi yang future-oriented. Fungsi partai adalah meyakinkan atau

memaksa masyarakat untuk menerima persepsi pimpinan partai mengenai

kebutuhan utama dari masyarakat seluruhnya.

2. Sistem Dwi-Partai

Dalam kepustakaan ilmu politik pengertian sistem dwi-partai biasanya

diartikan bahwa ada dua partai di antara beberapa partai, yang berhasil

memenangkan dua tempat teratas dalam pemilihan umum secara bergiliran,

dan dengan demikian memiliki kedudukan dominan. Sistem dwi-partai pernah

disebut a convenient system for contended people dan memang kenyataannya

adalah bahwa sistem dwi-partai dapat berjalan baik apabila terpenuhi tiga

(19)

syarat, yaitu komposisi masyarakat bersifat homogen (social homogeneity),

adanya konsensus kuat dalam masyarakat mengenai asas dan tujuan sosial dan

politik (political consensus), dan adanya kontinuitas sejarah (historical

continuity).

Dalam sistem ini partai-partai jelas dibagi dalam partai yang berkuasa

(karena menang dalam pemilihan umum) dan partai oposisi (karena kalah

dalam pemilihan umum). Dengan demikian jelaslah dimana letak tanggung

jawab mengenai pelaksanaan kebijakan umum. Dalam sistem ini partai yang

kalah berperan sebagai pengecam utama tapi yang setia (loyal opposition)

terhadap kebijakan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian

bahwa peran ini sewaktu-waktu dapat bertukar tangan. Dalam persaingan

memenangkan pemilihan umum kedua partai berusaha untuk merebut

dukungan orang-orang yang ada di tengah dua partai dan yang sering

dinamakan pemilih terapung (floating vote) atau pemilih di tengah (median

vote).

3. Sistem Multi-Partai

Umumnya dianggap bahwa keanekaragaman budaya politik suatu

masyarakat mendorong pilihan ke arah sistem multi-partai. Perbedaan tajam

antara ras, agama, atau suku bangsa mendorong golongan-golongan

masyarakat lebih cenderung menyalurkan ikatan-ikatan terbatasnya

(primordial) dalam suatu wadah yang sempit saja. Dianggap bahwa pola

multi-partai lebih sesuai dengan pluralitas budaya dan politik daripada pola

dwi-partai. Sistem multi-partai, apalagi jika dihubungkan dengan sistem

Pemerintahan Parlementer, mempunyai kecenderungan untuk menitikberatkan

kekuasaan pada badan Legislatif, sehingga peran badan Eksekutif sering

lemah dan ragu-ragu. Hal ini sering disebabkan karena tidak ada satu partai

yang cukup kuat untuk membentuk pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa

membentuk koalisi dengan partai-partai lain.

Dalam keadaan semacam ini partai yang berkoalisi harus selalu

(20)

kemungkina bahwa sewaktu-waktu dukungan dari partai yang duduk dalam

koalisis akan ditarik kembali, sehingga mayoritasnya dalam parlemen hilang.

Di lain pihak, partai-partai oposisi pun kurang memainkan peranan yang jelas

karena sewaktu-waktu masing-masing partai dapat diajak untuk duduk dalam

pemerintahan koalisis baru. Hal semacam ini menyebabkan sering terjadinya

siasat yang berubah-ubah menurut kegentingan situasi yang dihadapi oleh

partai masing-masing. Lagipula, seringkali partai-partai oposisi kurang

mampu menyusun suatu program alternatif bagi pemerintah. Dalam sistem

semacam ini masalah letak tanggung jawab menjadi kurang jelas.

G. Metode Penelitian Jenis Penelitian

Sebagaimana tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan

penjelasan secara mendalam atas masalah penelitian, maka metode yang

digunakan adalah pendekatan kualitatif. Hal ini disebabkan metode kualitatif

memberi kesempatan ekspresi dan penjelasan yang lebih besar. Menurut Blaxter,

penelitian kualitatif cenderung fokus pada usaha mengeksplorasi sedetail mungkin

sejumlah contoh atau peristiwa yang dipandang menarik dan mencerahkan,

dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam, bukan luas.25

penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang

temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan

lainnya.26

Apabila dipandang dari karakteristik masalah berdasarkan kategori

fungsionalnya, penelitian ini termasuk kepada penelitian lapangan. Penelitian

lapangan merupakan penyelidikan mendalam (indepth study) mengenai suatu unit

sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisasikan

25 Lisa Harrison. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana. 2009. hal. 86.

26 Anselm Strauss, Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2003. hal.

(21)

dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut. Cakupannya dapat

meliputi keseluruhan siklus kehidupan atau dapat pula hanya meliputi

segmen-segmen tertentu saja. Dapat terpusat pada beberapa faktor yang spesifik dan dapat

pula memperhatikan keseluruhan elemen atau peristiwa.27 Tujuan penelitian

lapangan adalah mempelajari secara intensif latar belakang , status terakhir, dan

interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial seperti individu,

kelompok, lembaga, atau komunitas.28

Untuk mendapatkan data dari populasi yang akan diteliti, penelitian ini

menggunakan sampel kuota (quota sampling). Penarikan sampel quota merupakan

teknik penarikan sampel dimana peneliti memberikan batasan dan jumlah (kuota)

agar keragaman dari populasi bisa didapat. Sampel kuota menggunakan batasan

(persyaratan tertentu) sebelum suatu sampel diambil. Ini dapat mengurangi

subjektifitas peneliti dikarenakan kemungkinan sampel diambil karena alasan

subjektif (seperti, ketertarikan peneliti) dapat dibatasi. Ada dua tahapan dari

penarikan sampel kuota. Pertama, peneliti membuat matriks kuota. Matriks ini

merupakan sebaran dari sampel yang diinginkan. Matriks ini terdiri dari dua

bagian, yakni kategori yang dipilih dan jumlah sampel untuk masing-masing

kategori. Kedua, peneliti kemudian tinggal mencari sampel sesuai dengan jumlah

dan kategori.29

Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan data-data dan informasi yang diperlukan, penelitian

ini dilakukan pada Sekolah Menengah Atas Negeri yang ada di Kota Medan.

Alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah:

27 Saifuddin Azwar. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004. hal. 8. 28Ibid.

29 Eriyanto. Analisis Isi: Pengantar Metodologi Untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial

(22)

1. Sekolah Menengah Atas Negeri dianggap merupakan representasi dari

Sekolah Menengah Atas lain karena sifatnya yang umum sehingga

diharapkan dapat mencakup segi pluralitas objek penelitian.

2. Alasan dipilihnya Kota Medan adalah sebagai Ibukota Provinsi dengan

kelengkapan fasilitas dan kemudahan informasi yang relatif lebih tinggi,

diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai tolak ukur atau barometer

bagi daerah lainnya di Sumatera Utara.

Teknik Pengumpulan Data

Di dalam mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, data yang diperoleh

terbagi menjadi dua macam berdasarkan cara mengumpulkannya yaitu:

1. Data Primer

Data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung

dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat

pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang

dicari.30 Teknik pengumpulan data jenis ini dapat dilakukan dengan cara

observasi, wawancara dan kuisioner. Metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini untuk jenis data primer adalah teknik

kuisioner terhadap responden dibantu dengan wawancara. Wawancara

adalah suatu kegiatan komunikasi verbal dengan tujuan mendapatkan

informasi.31

2. Data Sekunder

Data sekunder atau data tangan ke dua adalah data yang diperoleh lewat

pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subjek penelitiannya.32

Data ini merupakan data-data atau informasi yang diambil melalui

buku-buku, internet, jurnal dan lainnya ataupun berupa data dokumentasi serta

30 Saifuddin Azwar. Op. Cit. hal. 91.

31 James Black, Dean Champion. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. 2001.

hal. 306.

(23)

data laporan yang telah tersedia yang berkaitan dengan penelitian. Data

dan informasi berupa teori-teori ini nantinya akan menjadi panduan dan

referensi dalam proses penyusunan penelitian ini.

Teknik Analisa Data

Setelah data dikumpulkan, selanjutnya perlu diikuti pengolahan data (data

processing). Pengolahan data mencakup kegiatan mengedit (editing) data.

Mengedit data adalah kegiatan memeriksa data yang sudah terkumpul. Setelah

pengolahan data, berikutnya tinggal menganalisis dan menginterpretasikan data.

Analisis data menunjuk pada kegiatan mengorganisasikan data kedalam

susunan-susunan tertentu di dalam rangka penginterpretasian data, ditabulasi sesuai dengan

susunan sajian data yang dibutuhkan untuk menjawab masalah penelitian.33

Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan proses

penyimpulan dan analisis pada dinamika hubungan antarfenomena yang diamati,

dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti bahwa pendekatan

kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif tetapi

penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab

pertanyaan penelitian melalui cara-cara berpikir formal dan argumentatif.34 Tahap

awal adalah mengumpulkan data- data dari sumber yang ada dalam ruang lingkup

penelitian dan menelusurinya lebih jauh agar dapat disajikan dalam pembahasan.

Setelah diproses dalam pembahasan kemudian ditarik kesimpulan dari data

berdasarkan hasil yang telah didapat.

(24)

H. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan deskripsi yang terperinci dan lebih memudahkan

didalam memahami isi dari penelitian ini, maka penulisan penelitian ini dibagi

menjadi empat bab yaitu:

I. Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi

penelitian dan sistematika penulisan.

II. Kota Medan

Bab ini berisikan tentang deskripsi dan data-data tentang Kota Medan

sebagai lokasi objek penelitian yang mendukung dan berkaitan dengan

penelitian itu sendiri, serta data tentang Sekolah Menengah Atas Negeri di

Kota Medan. Pemaparan yang disampaikan adalah mengenai gambaran

umum Kota Medan, historis dan geografis Kota Medan serta data-data

pendukung lainnya.

III. Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Partai Politik

Bab ini menjabarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan yaitu

bagaimana persepsi pemilih pemula terhadap partai politik, meliputi

penyajian dan analisis data-data yang berhasil dikumpulkan untuk

menjawab permasalahan penelitian.

IV. Penutup

Bab ini merupakan kesimpulan yang diperoleh dari penyajian dan analisis

data, yaitu jawaban atas permasalahan penelitian berikut saran-saran bagi

Referensi

Dokumen terkait

Kesehatan lingkungan (PHBS) dan kesehatan lingkungan.. 1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan : Yang dimaksud tenaga kesehatan disini seperti dokter, bidan dan tenaga

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kandungan dan profil mineral pada makanan hasil laut (seafood) yang umum dikonsumsi yaitu cumi-cumi (Loligo sp) dan udang

Effect of Irrigation Water Quality Under supplementary irrigation on soil chemical and physical properties in the ‘’southern humid pampas’’ of Argentina. Salts effects on

[r]

Edi Wahyudin, M.Pd Jaya Romdoni, S.Pd Maskuri, S.Ag,

Pada hari ini, Rabu tanggal Lima bulan September tahun Dua Ribu Dua Belas (05-09-2012), Pokja Pengadaan Buku-buku Perpustakaan STABN Sriwijaya Tangerang Banten,

[r]

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Tulungagung Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar