• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori-Teori Belajar: Behaviorisme Watson dan Teori Kondisioning Klasik Pavlov

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Teori-Teori Belajar: Behaviorisme Watson dan Teori Kondisioning Klasik Pavlov"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

Teori-Teori Belajar:

Behaviorisme Watson dan Teori

Kondisioning Klasik Pavlov

(2)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN Pendahuluan

Watson menekankan pentingnya pendidikan dalam perkembangan tingkah laku.

Ia percaya bahwa dengan memberikan kondisioning tertentu dalam proses pendidikan, maka akan dapat membuat seorang anak mempunyai sifat-sifat tertentu.

Ia bahkan memberikan ucapan yang sangat ekstrim untuk mendukung pendapatnya tersebut, dengan mengatakan: “Berikan kepada saya sepuluh orang anak, maka saya akan jadikan ke sepuluh anak itu sesuai dengan kehendak saya”.

(3)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Pandangan Utama Watson

1. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology).

Stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh.

Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar.

Respon → overt → covert → learned

→ unlearned

(4)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

2. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku.

Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting.

Dengan demikian pandangan Watson

bersifat deterministik, perilaku manusia

ditentukan oleh faktor eksternal, bukan

berdasarkan free will.

(5)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

3. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana.

Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total.

Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi

ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul

atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme

dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran

ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-

beda.

(6)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

4. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif

 maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports.

4. Secara bertahap Watson menolak konsep insting

 mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.

(7)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

6. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson

Juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency.

 Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks.

Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert).

(8)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Dalam suatu percobaan yang kontroversial di tahun 1921

Objek penelitian : Balita dan seekor Tikus

Prosesnya :Seorang balita bernama Albert yang pada awal eksperimen tidak takut terhadap tikus.

→ Kemudian balita tersebut diarahkan untuk memegang seekor tikus putih kecil.

→ Ketika balita itu sedang memegang tikus, Watson kemudian mengeluarkan suara keras dengan tiba- tiba

→ Balita menjadi takut dengan suara yang tiba-tiba dan keras sekaligus takut terhadap tikus.

→ Akhirnya,tanpa ada suara keras sekalipun, balita menjadi takut terhadap tikus.

(9)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 7. Pandangannya tentang memory

Membawanya pada pertentangan dengan William James.

Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya

sesuatu digunakan / dilakukan.

Dengan kata lain, sejauh mana sesuatu

dijadikan habits. Faktor yang

menentukan adalah kebutuhan.

(10)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

8. Proses thinking and speech terkait erat.

Thinking adalah subvocal talking.

 Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang

„tidak terlihat‟, masih dapat

diidentifikasi melalui gerakan halus

seperti gerak bibir atau gesture lainnya.

(11)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

9. Sumbangan utama Watson

 Adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya.

 Jadi psikologi adalah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku.

 Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis.

 Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.

(12)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Teori dan Konsep Behaviorisme dari Watson

 Teori belajar S-R (stimulus – respon) yang langsung ini disebut juga dengan koneksionisme menurut Thorndike dan behaviorisme menurut Watson

 Namun dalam perkembangan besarnya

koneksionisme juga dikenal dengan psikologi

behavioristik.

(13)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

 Stimulus dan respon (S-R) tersebut memang harus dapat diamati

 meskipun perubahan yang tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting

 namun menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut sudah terjadi apa belum

 Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan

perubahan apa yang akan terjadi pada anak.

(14)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia sebagai produk lingkungan.

Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya.

Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia.

Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional.

Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar.

(15)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

 Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme yang memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli di sekitar lingkungannya.

 Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya.

 Demikian juga jika stimulus dilakukan

secara terus menerus dan dalam waktu

yang cukup lama, akan berakibat

berubahnya perilaku individu.

(16)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur:

→dorongan (drive),

→rangsangan (stimulus),

→respons, dan

→penguatan (reinforcement).

(17)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Unsur dorongan

 Adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya.

Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang kepada ibu atau bapaknya.

Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya.

(18)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN Unsur rangsangan atau stimulus.

 Unsur ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda dengan unsur dorongan yang datangnya dari dalam.

Contoh rangsangan antara lain adalah bau masakan yang lezat

rayuan gombal

dan bahkan bisa juga penampilan

seorang gadis cantik dengan bikininya

yang ketat.

(19)

UNSUR RANGSANGAN ATAU STIMULUS

 Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka timbul reaksi di pihak sasaran atau komunikan.

 Bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan bentuk dari rangsangan tadi.

 Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons dalam dunia teori belajar ini.

 Respons ini bisa diamati dari luar.

(20)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN Unsur Respons

 Respons positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan.

 Respons negatif adalah apabila seseorang

memberi reaksi justru sebaliknya dari yang

diharapkan oleh pemberi rangsangan.

(21)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN Unsur penguatan (reinforcement)

 Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons.

 Apabila respons telah benar, maka diberi

penguatan agar individu tersebut merasa

adanya kebutuhan untuk melakukan

respons seperti tadi lagi.

(22)

Contoh kasus

Seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahkan bisa menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi.

Memang anak tadi tidak mencoreti buku lagi, namun akibat yang paling buruk di kemudian hari adalah bisa menjadi trauma untuk mencoreti buku karena takut bentakan.

Bahkan yang lebih dikhawatirkan lagi akibatnya adalah jika ia tidak mau bermain dengan buku lagi atau alat tulis lainnya.

Itu penguatan yang salah dari seorang kakak terhadap adiknya yang masih kecil ketika sedang mau memulai menulis buku. Barangkali akan lebih baik jika kakaknya tadi tidak dengan cara membentak kasar, akan tetapi dengan bicara yang halus sambil membawa alat tulis lain berupa selembar kertas kosong sebagai penggantinya.

Misalnya, “Bagus!, coba kalau menggambarnya di tempat ini, pasti lebih bagus”.

(23)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Behavioristik berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis, yaitu :

1. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah.

 Berdasarkan bekal keturunan atau pembawaan dan berkat interaksi antara bekal keturunan dan lingkungan, terbentuk pola- pola bertingkah laku yang menjadi ciri-ciri khas dari kepribadiannya.

(24)

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

2. Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri,menangkap apa yang dilakukannya, dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.

3. Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkah laku yang baru melalui suatu proses belajar.

4. Manusia dapat mempengaruhi perilaku

orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh

perilaku orang lain.

(25)

KOMPONEN DASAR TEORI KONDISIONING

Klein menyebut ada empat komponen dasar yang membangun Teori Kondisioning Pavlov :

 unconditioned stimulus (UCS)

 unconditioned response (UCR),

conditioned stimulus (CS), dan

conditioned response (CR).

(26)

PERCOBAAN PAVLOV TERHADAP ANJING

1. Awalnya pavlov meletakkan daging dihadapan anjing. Seketika anjing mengeluarkan air liurnya.

Dalam konteks komponen kondisioning, daging tadi adalah unconditioned stimulus (UCS) dan keluarnya air liur karena daging itu adalah unconditioned response (UCR).

2. Selanjutnya, pavlov menghadirkan stimulus baru berupa lampu yang dinyalakan beberapa saat sebelum ia memperlihatkan daging pada anjing.

3. Hal ini dilakukan berulang-ulang, hingga pada akhirnya, hanya dengan menyalakan lampu tanpa diikuti dengan memperlihatkan daging, anjing itu mengeluarkan air liurnya.

Nyala lampu, sebelum dipasangkan dengan daging disebut neutral stimuli, tapi setelah berpasangan dengan daging disebut conditioned stimuli. Sedangkan keluarnya air liur oleh CS disebut conditioned response. Proses untuk membuat anjing memperoleh CS disebut conditioning.

Dalam konteks komponen kondisioning, daging tadi adalah unconditioned stimulus (UCS) dan keluarnya air liur karena daging itu adalah unconditioned response (UCR).

Nyala lampu, sebelum dipasangkan dengan daging disebut neutral stimuli, tapi setelah berpasangan dengan daging disebut conditioned stimuli. Sedangkan keluarnya air liur oleh CS disebut conditioned response. Proses untuk membuat anjing memperoleh CS disebut conditioning.

(27)

Situasi Kondisioning Sign Tracking (mengikuti pertanda)

Brown dan Jenkis (1968) melakukan penelitian tentang perilakumengikuti pertanda (sign tracking) dan pembentukan secara otomatis (autoshaping).

1. Mereka menaruh beberapa merpati dalam kotak operant, yang di dalamnya ditaruh kunci putar kecil yang bisa disinari dan penyalur makanan.

2. Dalam situasi kondisioning operant yang khusus, merpati seharusnya merespon dan mematuk kunci itu dalam rangka mendapatkan makanan /penguatan (reinforcement).

3. Merpati-merpati lapar itu diberi makanan dalam jarak 15 detik dan kunci itu disinari 8 detik sebelum makanan diperlihatkan. Merpati-merpati itu tidak melakukan apa-apa untuk mendapat makanan.

(28)

4. Ketika makanan ditampilkan, merpati itu bukannya mendekatinya, tetapi malah mematuk kunci itu.

5. Merpati itu sebenarnya tidak mematuk makanan dalam rangka mendapatkan makanan, tetapi tampilan kunci yang disinari sebelum makanan cukup memunculkan “respon mematuk kunci”.

6. Langkah kondisioning adalah frekwensi dengan mana merpati-merpati merespon kunci itu.

7. Perolehan respon mematuk kunci adalah lambat, dan merpati-merpati itu hanya belajar secara bertahap untuk mematuk kunci yang disinari.

8. Begini gambarnya

(29)

Situasi Kondisioning

Eyeblink Kondisioning (pengkondisian kerdipan-mata) 1. Tiupan udara diarahkan ke mata kelinci.

2. Kelinci secara reflek akan mengerdipkan matanya.

3. Jika sebuah suara dipasangkan dengan tiupan udara tadi, kelinci akan mengedipkan matanya sebagai respon terhadap suara itu, sebagaimana ia merespon tiupan angin.

Berpasangnya suara (CS) dengan tiupan angin (UCS) mengarahkan pembentukan respon kerdipan mata (CR). Proses yang menuntun respon kelinci tadi disebut dengan eyeblink conditioning.

Sebagaimana manusia, kelinci juga memiliki kelopak mata bagian dalam yang disebut selaput nictitating (nictitating membrane).

Selaput itu bereaksi dengan menutup mata ketika merasakan adanya gerakan udara di seputar matanya.

Hal itu menyebabkan kelinci menutup matanya.

Berpasangnya suara (CS) dengan tiupan angin (UCS) mengarahkan pembentukan respon kerdipan mata (CR).

Proses yang menuntun respon kelinci tadi disebut dengan eyeblink conditioning.

(30)

Situasi Kondisioning

Fear Conditioning (kondisioning rasa takut)

Rasa takut bisa diukur salah satunya adalah dengan perilaku pelarian atau penolakan dalam respon terhadap stimuli yang diasosiasikan dengan sebuah rasa sakit yang tak terkondisikan.

Walaupun perilaku penolakan mempunyai hubungan yang tinggi dengan rasa takut, kinerja penolakan tidak secara otomatis menyediakan ukuran ketakutan.

Ukuran lain dari ketakutan adalah respon emosi yang terkondisikan (conditioned emotional response/CER).

Binatang bisa jadi ketakutan dalam lingkungan terbuka ketika melihat sebuah stimulus yang ditakuti.

Mereka akan menahan perilaku operant yang dikuatkan dengan makanan atau minuman ketika stimulus yang ditakuti itu muncul.

(31)

Situasi Kondisioning

Flavor-Aversion Learning (pembelajaran penolakan rasa)

 Ada seseorang yang tidak mau berjalan di dekat jajaran tomat di supermaket, karena melihat tomat akan membuatnya sakit.

 Seseorang yang lain merasa muak setelah makan di restoran dan kemudian ia tidak pernah mau datang lagi ke restoran itu.

 Mereka berperilaku begitu karena di waktu lampau pernah mengalami sakit ketika melakukan hal yang sama.

 Kemudian mengasosiasikan tomat dan restoran dengan rasa sakit lewat konsisioning Pavlov yang lebih spesific disebut penolakan rasa yang terkondisikan (conditioned flavor-aversion).

(32)

BERBAGAI POLA BERPASANGNYA CS-UCS DALAM KONDISIONING

Ada lima macam prosedur pemasangan CS-UCS dalam proses kondisioning, yang masing- masing mempunyai tingkat efektifitas tersendiri:

1. Delayed Conditioning

 Dalam kondisioning pola ini, CS muncul terlebih dulu, dan menghilang pada saat, atau selama kemunculan UCS.

 Sebagai misal, pada suatu malam yang gelap gulita, muncullah badai topan yang dahsyat.

 Malam yang gelap (CS) hadir sebelum

badai (UCS) dan tetap ada pada saat badai

terjadi.

(33)

BERBAGAI POLA BERPASANGNYA CS-UCS DALAM KONDISIONING

2. Trace Conditioning

 CS muncul terlebih dahulu dan menghilang sebelum kemunculan UCS.

 Contohnya adalah panggilan ibu (CS) kepada anaknya untuk makan.

 Panggilan itu muncul dan menghilang sebelum makanan (UCS) dihidangkan.

3. Simultaneous Conditioning (Kondisioning Simultan)

 CS dan UCS dihadirkan secara bersamaan.

Misal ketika kita memasuki restoran.

 Suasana restoran (CS) dan bau makanan (UCS) hadir secara bersamaan

(34)

BERBAGAI POLA BERPASANGNYA CS-UCS DALAM KONDISIONING

4. Backward Conditioning (Kondisioning Terbalik)

UCS justru muncul dan berhenti sebelum CS.

Misalnya makan malam di bawah remang cahaya lilin (CS)

yang sebelumnya didahului oleh aktivitas seksual (UCS).

5. Temporal Conditioning (Kondisioning Temporer)

Dalam kondisioning ini, posisi CS dan UCS tidak bisa dijelaskan secara eksplisit.

UCS dimunculkan dalam jarak waktu yang telah ditentukan.

Contohnya adalah pemasangan alarm atau jam weaker, di setiap pukul 06.00 pagi.

Dari kelima pola di atas, yang pertama adalah yang paling efektif dan yang keempat adalah yang paling kurang efektif dalam menghadirkan conditioned response.

Dari kelima pola di atas, yang pertama adalah yang paling efektif dan yang keempat adalah yang paling kurang efektif dalam menghadirkan conditioned response.

(35)

Kondisi-kondisi Tertentu yang Mempengaruhi Diperolehnya Conditioned Respon.

1. Kontiguitas

Klein mencontohkan sebuah peristiwa ketika seorang ibu mengancam akan melaporkan anaknya yang memukul adiknya, kepada ayahnya agar dihukum.

Saat itu sang ayah masih bekerja dan baru tiba di rumah beberapa jam kemudian. Anak itu ternyata tidak takut terhadap ancaman ibunya.

Ketidaktakutan anak terjadi karena interval antara ancaman (CS) dan hukuman dari ayah (UCS) teramat jauh.

Sementara sebelum peristiwa tersebut, anak juga telah mengalami situasi yang sama, sehingga jarak antara CS dan UCS itu memotivasi anak untuk melakukan sesuatu yang bisa menghindari hukuman.

Misal dengan menangis atau berjanji untuk tidak nakal lagi. Kondisi semacam ini disebut perilaku penghindaran (avoidance behavior).

.

Karenanya, menurut Klein, jarak antara CS dan UCS, yang diistilahkan dengan interstimulus interval (ISI) mempunyai tingkat optimalitas tersendiri antara satu kondisioning dengan lainnya.

(36)

Kondisi-kondisi Tertentu yang Mempengaruhi Diperolehnya Conditioned Respon.

2. Tingkat intensitas CS dan UCS

 Tingkat intensitas CS tidak begitu berpengaruh terhadap subyek yang hanya mengalami kondisioning atas satu ukuran CS saja.

 Tetapi jika subyek pernah mengalaminya atas dua atau lebih dari CS, maka CS yang mempunyai tingkat intensitas lebih tinggi akan lebih optimal memunculkan CR.

 Misalnya, ketika kita pernah dua kali digigit anjing dengan ukuran berbeda, maka jika gigitan itu sama sakitnya, kita akan lebih takut kepada anjing (CS) yang berukuran lebih besar.

 Hal yang sama juga terjadi pada UCS.

Intensitas UCS yang lebih tinggi akan lebih memungkinkan tingkat capaian CR yang lebih tinggi dibanding tingkat intensitas UCS yang lebih rendah

Misalnya, ketika kita pernah dua kali digigit anjing dengan ukuran berbeda, maka jika gigitan itu sama sakitnya, kita akan lebih takut kepada anjing (CS) yang berukuran lebih besar.

(37)

Kondisi-kondisi Tertentu yang Mempengaruhi Diperolehnya Conditioned Respon.

3. Tingkat kemenonjolan CS

 Beberapa stimulus netral yang dipasangkan dengan UCS, akan menumbuhkan tingkat asosiasi yang berbeda terhadap UCS.

 Bahkan ada yang tidak menumbuhkan asosiasi sama sekali.

 Hal ini berkaitan dengan dua hal.

→ Pertama, kesiapan subyek untuk melakukan asosiasi atas stimulus itu

→ kedua, berkaitan dengan Klasikal Kondisioning, tingkat kemenonjolan stimulus itu bagi subyek.

 Kedua faktor itu saling berkaitan antara

satu sama lainnya.

(38)

Kondisi-kondisi Tertentu yang Mempengaruhi Diperolehnya Conditioned Respon.

4. Tingkat Prediksi CS

 Yang juga mempengaruhi tingkat capaian CR adalah seberapa kuat kehadiran CS menandakan akan hadirnya UCS.

 Semakin kuat tanda-tanda CS akan menghadirkan UCS, maka semakin tinggi pula capaian CR. Begitu pula sebaliknya.

 Dalam penelitiannya terhadap subyek manusia, Hartman dan Grant menunjukkan bahwa semakin besar frekwensi kehadiran UCS “menemani‟ CS,

 Semakin besar pula tingkat CR yang

dicapai.

(39)

Kondisi-kondisi Tertentu yang Mempengaruhi Diperolehnya Conditioned Respon.

5. Nilai Lebih CS

 Jika CS lebih dari satu, maka kemampuan sebuah CS menandakan kehadiran UCS akan menghalangi tumbuhnya asosiasi CS lainnya atas UCS.

 Dalam contoh pada nomor 1 (kontiguitas), anak sebenarnya sudah takut akan kehadiran ayahnya.

 Perasaan lebih takut pada kehadiran ayahnya ini, mengalangi berkembangnya asosiasi dari ancaman ibunya terhadap hukuman.

 Kehadiran sang ayah adalah CS pertama dan ancaman ibu adalah CS kedua.

(40)

Diperolehnya CR Tanpa Berpasangnya CS-UCS

 Walaupun kebanyakan CR diperoleh melalui pengalaman langsung, banyak stimuli mampu menimbulkan CR secara tidak langsung.

 Meskipun suatu stimulus tidak pernah secara langsung dipasangkan dengan UCS, ia bisa saja menimbulkan CR.

 Sebagai contoh, sebagian orang gelisah ketika menghadapi test dan mengembangkan ketakutan mereka, karena pernah gagal test.

 Tetapi sebagian yang lain yang belum pernah

mengalami kegagalan test, juga mengalami

ketakutan yang sama.

(41)

Higher-Order Conditioning (kondisioning bertingkat)

 Di dalam salah satu studi Pavlov yang menggunakan anjing,

 suatu nada ( pukulan suatu metronom) dipasangkan dengan bedak daging.

 Setelah kondisioning tingkat pertama, nada dimunculkan di ruangan berwarna hitam tanpa bedak daging.

 Setelah berpasangnya nada dan ruangan berwarna hitam, maka ruangan berwarna hitam (CS-2) itu sendiri sudah bisa menimbulkan keluarnya air liur.

 Pavlov menyebut kondisioning ini dengan

Higher-Order Conditioning

(42)

Proses Pemudaran

Beberapa Hal yang Bisa Mempengaruhi Cepat Lambatnya Pemudaran

1. Kekuatan CR

Semakin kuat ikatan anatara CS-CR, maka proses pemudaran CR akan semakin sulit.

2. Pengaruh Kekuatan Prediksi CS

Berkaitan dengan proses pemudaran, dijelaskan bahwa proses pemudaran akan dicapai lebih cepat atas CR yang didapat dari CS yang mempunyai prediksi kehadiran UCS lebih besar.

Sebaliknya, pemudaran akan lebih lambat terhadap CR yang terbentuk dari CS yang tingkat prediksinya lebih rendah. Hal ini karena tingkat spekulasi CS lebih tinggi.

(43)

Proses Pemudaran

3. Durasi penampakan CS tanpa UCS

• Dalam proses pemudaran yang menentukan tingkat keberhasilannya adalah total durasi penampakan CS tanpa UCS, bukannya jumlah berapa kali ia nampak

Recovery Spontan

• Dalam proses pemudaran ini, tidak menutup kemungkinan, CR akan tumbuh kembali seperti semula.

• Peristiwa ini disebut recovery spontan

atau pemulihan CR secara seketika.

(44)

Proses-proses Pencegahan lainnya

1. Inhibisi yang terkondisikan

Inhibisi adalah pencegahan munculnya CR karena CS.

Salah satunya adalah dengan menampilkan CS yang bersifat negatif.

Contohnya adalah untuk memudarkan CR berupa rasa lapar ketika melihat kulkas, karena mengasosiasikannya dengan makanan.

Kulkas, dalam kondisi tadi merupakan CS positif.

Inhibisi bisa dilakukan dengan mengosongkan kulkas.

Kulkas kosong adalah CS negatif, yang bisa mencegah munculnya CR.

Inhibisi semacam ini disebut Conditioned Inhibition

(45)

2. Inhibisi Eksternal

 Inhibisi eksternal adalah inhibisi yang dilakukan dengan menampilkan stimulus baru.

 Pemunculan stimulus baru dalam kondisioning dapat menghalangi CR.

 Akan tetapi jika kemudian stimulus baru ini tidak dimunculkan kembali, maka, CR akan kembali seperti semula.

3. Inhibisi Terpendam

 Inhibisi jenis ini dilakukan dengan memperlambat kemunculan CS UCS secara bersama.

 Dengan begitu kekuatan prediksi CS atas kehadiran UCS akan menurun.

 Akan tetapi, CR akan muncul seperti semula ketika CS dan UCS hadir secara berpasangan lagi.

(46)

4. Inhibisi dari Penundaan

 Inhibisi jenis terjadi karena terjadi penundaan atas munculnya CR, karena jarak antara CS dan UCS.

 Misal ketika kita masuk restoran. Kita menunda keluarnya air liur, sampai makanan tersedia.

5. Terganggunya Inhibisi

 Dalam bagian yang telah lalu, telah disampaikan bahwa kemunculan stimulus baru selama kondisioning menyebabkan tercegahnya kemunculan CR.

 Hal yang sama akan terjadi dalam inhibisi.

 Munculnya stimulus baru akan mengacaukan proses inhibisi, karena stimulus baru itu justru akan memancing kemunculan CR.

Peristiwa semacam ini disebut disinhibition.

(47)

Desensitisasi Sistematis, Penerapan Teori Pavlov dalam Terapi

 Teori Kondisioning Pavlov bisa digunakan untuk mengubah perilaku phobia. Prosedur yang disebut dengan desensitisasi sistematis ini, telah digunakan untuk menghilangkan phobia.

 Misalnya seseorang sangat takut dalam ujian.

Ketakutan ini bisa saja disebabkan dirinya tidak menguasasi pelajaran.

 Apa yang dapat dilakukan agar ia bisa menjalani ujian tanpa merasa takut?

 Jawabannya adalah desensitisasi sistematis, suatu terapi yang dikembangkan oleh Joseph Wolpe, untuk menghalangi munculnya rasa takut dan menekan perilaku phobia.

 Terapi Wolpe ini menggunakan Teori Kondisioning Pavlov.

Referensi

Dokumen terkait

Misalnya daya pisah sebuah teleskop adalah 2”, artinya teleskop tersebut bisa melihat dua benda yang jarak pisahnya minimal 2”, jika ada dua benda dengan jarak pisah

Penataan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah.. Semarang: Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

ingin membuat tes untuk kelincahan yang lebih spesifik dalam cabang

Tenaga Kerja Asing ke Tenaga Kerja Indonesia  Melakukan uji bahasa  Memantau penggunaan dua bahasa pada seluruh tanda- tanda pekerjaan dan Pedoman atau prosedur kerja

Program pengabdian masyarakat yang dikonsentrasikan pada bidang pendidikan ini akan dilaksanakan di desa Karangnongko, Wonosari, Ngaliyan, kota Semarang. Sasaran dari program ini

Di Indonesia sendiri persediaan MIGAS mengalami defisit, sehingga perlu adanya program yang mampu memenuhi kebutuhan minyak bumi dan gas bumi dalam negeri.Saat ini, banyak

kalangan pelajar dari segi aspek komunikasi, penyelesaian masalah dan bekerja dalam kumpulan adalah tinggi. Kemahiran bekerja dalam kumpulan adalah paling tinggi dikuasai

Penelitian etnografi dalam hal ini berfungsi untuk mengkonsepsi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat Bali Aga di desa Trunyan sebagai pusat pembudayaan,