• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK HUKUM PERJANJIAN KONTRAK ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA DENGAN PENGGUNA JASA (STUDI KASUS PADA PT.GAVCO INDONESIA) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ASPEK HUKUM PERJANJIAN KONTRAK ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA DENGAN PENGGUNA JASA (STUDI KASUS PADA PT.GAVCO INDONESIA) SKRIPSI"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK HUKUM PERJANJIAN KONTRAK ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA DENGAN PENGGUNA JASA (STUDI KASUS PADA

PT.GAVCO INDONESIA)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

DONI ANSYARI RAMBE NIM: 150200171

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan ucapan syukur hanya kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya dari awal hingga akhir pengerjaan skripsi ini.

Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua, kakak, dan adik-adik, serta seluruh keluarga besar sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aspek Hukum Perjanjian Kontrak Antara Perusahaan Penyedia Jasa Dengan Pengguna Jasa (Studi Kasus Pada PT. Gavco Indonesia)”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penulis dari semua pihak diharapkan agar dapat menjadi perbaikan dimasa yang akan datang. Dan pada kesempatan yang sangat berbahagia ini dengan penuh kerendahan hati penulis ingin menyampaikan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr.Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H.,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada ibu atas masukan, nasehat, bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

6. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H.,MA selaku Dosen Pembimbing I. Ucapan terimakasih kepada bapak atas segala bimbingan, bantuan, kritikan, dan saran-saran, serta dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Zulkifli Sembiring, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbinh II.

Ucapan terimakasih kepada bapak atas segala bimbingan, bantuan, kritikan, dan saran-saran, serta dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Para Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Terimakasih kepada PT. Gavco Indonesia yang telah mengizinkan penulis untuk meminta, mengambil bahkan mewawancarai seputar skripsi saya.

10. Kepada kedua Orang Tua yang sangat penulis sayangi selalu untuk selama-lamanya, Ayahanda Amin Rambe yang tak pernah lelah menasehati, memberi semangat serta segala motivasi untuk penulis agar penulis cepat menyelesaikan pendidikan S1 ini dan Ibunda Wardah Siregar, yang tidak lelahnya memberikan semangat dan doa kepada penulis selama perkuliahan ini. Merekalah sumber informasi dan motivasi

(5)

terbesar penulis yang tak terhingga sepanjang hidup dan juga untuk menjalani pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara hingga sampai penulis menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1).

11. Kepada yang tersayang saudara/i penulis, Kakak penulis yang tersayang Nikmasari Rambe, S.Ked., dan adik-adik penulis yang juga penulis sayangi Aisyah Arfani Rambe, Ade Ulfa Damaiyanti Rambe. Terimakasih atas dukungan dan nasehat yang telah kalian berikan sebagai motivasi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

12. Ika Izazi Indriani, S.H, yang telah memberikan cinta kasih dan sayangnya, yang selalu meluangkan waktu untuk mendampingi penulis, memberikan nasehat dan motivasi supernya serta memberikan semangat untuk penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) dengan semangat.

13. Terimakasih untuk teman-teman “Green House”, Andre Gunawan, Bambang Surya Dharma, Tua Tambak, Didi Dharmadi, Adam Rambe, Maulana Ainul Yaqin, Frans Admitdjaya, Edwin Elritli, Safrinal, Panca,Ibrahim, terimakasih kebersamaannya selama ini sukses buat kita semua.

14. Terimakasih untuk sahabat Citra Perdana Keesuma , atas segala doa dan semangat selama ini, semoga persahabatan kita yang sudah terjalin selama ini bertahan selamanya.

15. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa/I seperjuangan stambuk 2015 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(6)

16. Kepada teman-teman seperjuangan Grup E stambuk 2015 terimakasih untuk kenangan dan juga waktunya, senang bisa menjadi bagian di grup ini.

17. Terimakasih kepada keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Hukum USU yang telah banyak membantu penulis dari awal perjuangan hingga akhirnya penulis dapat menempuh penulisan skripsi ini.

18. Terimakasih kepada kawan-kawan seperjuangan stambuk 2015 di kepengurusan Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Hukum USU yang telah mengajarkan hidup susah maupun senang.

19. Dan untuk setiap orang yang mengenal penulis, setiap orang yang menyebutkan nama penulis dalam doa-doanya. Terimakasih banyak.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya. Semoga amal baik pihak-pihak yang telah memberikan bantan terhadap penulis, akan menerima balasan yang setimpal oleh Allah SWT, Amin.

Medan, 16 Juli2019

Penulis,

Doni Ansyari Rambe NIM: 150200171

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ... ... i

DAFTAR ISI ... ... v

ABSTRAK ... ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... ... 1

B. Perumusan Masalah ... ... 5

C. Tujuan Penulisan ... ... 5

D. Manfaat Penulisan ... ... 6

E. Keaslian Penulisan ... ... 6

F. Tinjauan Pustaka ... ... 7

G. Metode Penulisan ... ... 8

H. Sistematika Penulisan ... ... 12

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA ... 15

A. Pengertian Perjanjian ... ... 15

B. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian ... ... 19

C. Jenis-jenis Perjanjian ... ... 24

D. Asas-asas Hukum Perjanjian ... ... 29

E. Wanprestasi dan Force Majeure ... ... 40

BAB III : KETENTUAN PERJANJIAN PADA PT. GAVCO INDONESIA DENGAN PT. PAL INDONESIA (PERSERO) ... 49

A. Bentuk, Jenis dan Isi Perjanjian Pada PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia ... ... 49

B. Hak dan Kewajiban PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia (Persero) ... ... 54

(8)

C. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pelaksanaan Perjanjian

Pada PT. Gavco Indonesia ... ... 58

BAB IV : PELAKSANAAN PERJANJIAN PADA PT. GAVCO INDONESIA DENGAN PT. PAL INDONESIA (PERSERO) ... 60

A. Bentuk Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Pada PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia (Persero) ... ... 60

B. Syarat-syarat Khusus Kontrak dalam Perjanjian pada PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia (Persero) ... ... 67

C. Penyesaian Sengketa yang Timbul Dalam Pelaksanaan Kontrak ... 69

BAB V : PENUTUP ... 73

A. Kesimpulan ... ... 73

B. Saran ... ... 74 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

ASPEK HUKUM PERJANJIAN KONTRAK ANTARA PERUSAHAAN PEYEDIA JASA DENGAN PENGGUNA JASA (STUDI KASUS PADA PT.

GAVCO INDONESIA) DONI ANSYARI RAMBE*

EDY IKHSAN**

ZULKIFLI***

ABSTRAK

Pengujian atau Inspeksi tidak merusak (NDT) merupakan salah satu kegiatan didalam bidang jasa yang mempunyai peran yang sangat penting dalam terwujudnya kemajuan industri di Indonesia. Perkembangan industri tersebut mengharuskan adanya pengujian atau isnpeksi melalui metode NDT.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perjanjian kotrak berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, bagaimana ketentuan perjanjian pada PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia(Persero), serta bagaimana pelaksanaan perjanjian pada PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia (Persero).

Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka (library research) dan studi lapangan (field research)di PT. Gavco Indonesia, data dianalisis secara deskriptitif kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan dari skripsi ini adalah Pertama, Perjanjian kotrak berdasarkan peraturan perundang-undangan diatur didalam Kitab Undan-Undang Hukum Perdata yang memuat pengertian, syarat sahnya perjanjian, asas hukum perjanjian, wanprestasi, dan force majeure. Kedua, Ketentuan perjanjian pada PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia (Persero) yang berbentuk perjanjian tertulis dengan akta dibawah tangan dan jenis perjanjiannya adalah perjanjian kerja. Dalam perjanjian memuat hak dan kewajiban para pihak dan tanggung jawab para pihak. PT. Gavco Indonesia merupakan perusahaan penyedia jasa inspeksi sedangkan PT. Pal Indonesia perusahaan penerima jasa inspeksi. Ketiga, pada pelaksaan pekerjaan diatur dalam Surat Perjanjian Nomor : SPER/07/30000/1/2019. PT. Gavco Indonesia melalukan pengujian terhadap kapal di PT. Pal Indonesia dengan metode NDT yang dilakukan oleh personil NDE level II dan III dengan waktu pelaksaan yang diatur dalam perjanjian. Cara penyelesaian sengketa dalam perjanjian adalah dengan musyawarah dan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

Kata kunci: Hukum Perjanjian, Non Destructive Test, Surat Perjanjian

∗ Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

∗∗ Dosen Pembimbing I

∗∗∗ Dosen Pembimbing II

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan pembangunan di Indonesia sekarang yang menitik beratkan pada pembangunan dalam segala bidang terkhusus dibidang perekonomian, hukum mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang kemajuan perekonomian di Indonesia. Pembangunan dilaksanakan dengan berpedoman pada penekanan yang lebih menonjol kepada segi pemerataan. Indonesia sebagai Negara hukum perlu melihat terciptanya kehidupan yang bersendikan pada hukum dan keadilan sebagai bagian integral dan kehidupan bernegara serta bermasyarakat.

Manusia hidup bermasyarakat karena tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka manusia sebagai subjek hukum memerlukan bantuan orang lain baik secara fisik maupun materil. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, biasanya dengan melakukan atau mengadakan perjanjian antara para subjek hukum yaitu antara individu dengan individu, individu dengan badan hukum dan badan hukum dengan badan hukum lainnya.

Dalam dunia industri pembuatan peralatan dengan material benda padat baik secara otomatis menggunakan mesin maupun yang masih menggunakan tenaga manusia, tidak bisa terlepas dari masalah kecacatan pisik atau kerusakan yang terjadi didalam benda tersebut. Kecacatan fisik yang terjadi dalam sekala yang besar akan berdampak terhadap kerugian finansial bahkan bisa membuat bahaya bagi keselamatan pekerja ataupun pengguna benda produksi. Kecacatan fisik yang berada didalam benda padat tentu saja tidak dapat diketahui dari

(11)

penglihatan secara langsung sehingga perlu dilakukannya sebuah inspeksi dari suatu benda untuk melihat ada atau tidaknya kecacatan yang terjadi dalam benda padat. Inspeksi yang dilakukan didunia industri tanpa merusak benda padat yang di inspeksi biasa disebut dengan Non Destructive Test (NDT).

Permintaan jasa inspeksi tidak merusak yang semakin meningkat dan semakin besar menjadikan PT. Gavco Indonesia atau perusahaan penyedia jasa inspeksi dengan metode Non Destructive Test (NDT) diperlukan untuk melakukan pengujian terhadap pembangunan-pembangunan industri di Indonesia. PT. Gavco Indonesia dalam perjanjian ini melakukan inspeksi di PT. Pal Indonesia (Persero).

Non Destructive Test (NDT) didefenisikan sebagai suatu evaluasi fisik dari suatu objek benda padat yang di uji. NDT digunakan terutama dalam dunia industri untuk mendeteksi kecacatan, retak dan rongga dalam bahan yang digunakan dalam berbagai struktur dengan material yang berbeda-beda jenisnya. Dalam NDT terdapat berbagai macam metode pengujian seperti, Liquide Penetrant Test, Magnetic Particle Inspection, Edy Current Test, Radiographic Inspection, dan Ultasonic Inspection. Setiap metode NDT mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Beberapa metode yang tersedia hanya dapat dilakukan pengujian pada permukaan benda padat seperti Liquide Penetrant Test dan Magnetic Perticle Inspection. Metode eddycurent Test benda padat biasa digunakan untuk inspeksi namun terbatas pada jenis material yaitu yang bersifat konduktif.

Pengujian menggunakan Radiographyc dapat digunakan untuk inspeksi hingga internal benda tetapi mempunyai efek radiasi sinar ℽ (gamma) yang berbahaya bagi manusia. Dalam NDT, pengujian menggunakan gelombang ultrasonic lebih

(12)

popular digunakan karena pengujian tersebut dirasa aman untuk digunakan pada berbagai jenis material benda dan dapat menjangkau internal benda yang diuji.

Dewasa ini dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat, perkembangan pembuatan produk menggunakan material benda padat dalam dunia industri telah banyak menggunakan gelombang ultrasonic yang menjadikannya sebagai pilihan utama. Setiap barang yang telah selesai diproduksi akan dideteksi ada atau tidaknya kecacatan fisik didalamnya. Didalam proses produksi benda padat, sering terjadi kecacatan dengan bentuk kecacatan yang sama pada setiap benda dalam satu masa produksi. Benda kecacatan yang terjadi diaktibatkan dari proses produksi yang tidak sempurna yang dilakukan secara terus menerus. Adanya kecacatan dalam benda padat perlu diketahui bentuk dari kecacatan benda padat tersebut agar memudahkan proses indentifikasi masalah dari proses produksi dan mengurangi resiko terjadinya kecacatan yang sama pada produksi selanjutnya.

Gelombang ultrasonic akan dipancarkan pada permukaan benda padat yang selanjutnya sensor ultrasonic akan mendapatkan pantulan kembali mulai dari pantulan permukaan benda hingga sisi sebaliknya dari benda padat tersebut untuk mengetahui karakteristik gelombang pantul yang dihasilkan pada bentuk tertentu dari kecacatan benda padat.

Jasa inspeksi ataun pengujian merupakan salah satu bukti nyata berkembangnya pembangunan di Indonesia. Perusahaan penyedia jasa pengujian atau inspeksi memiliki peranan yang sangat penting dalam pencapaian berbagai sasaran serbaguna menunjang terwujudnya pembangunan nasional. Salah satu contoh pembangunan nasional itu yaitu pembuatan kapal yang serti halnya

(13)

perjanjian atara PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia yang tercantuk dalam akta perjanjian nomor : SPER/07/30000/1/2019.

Perjanjian/Kontrak merupakan elemen dalam suatu perjanjian dan melekat pada suatu hubungan bisnis atau suatu pekerjaan berskala besar maupun kecil, baik domestik maupun internasional. Fungsinya sangat penting agar dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak baik mengatur hak dan kewajiban para pihak serta mengamankan transaksi bisnis dan mengatur tentang pola penyelesaian sengketa yang timbul antara kedua belah pihak. Dengan demikian apabila terjadi perselisihan atau cacat mengenai pelaksanaan perjanjian (wanprestasi) diantara para pihak maka dokumen hukum itu akan dirujuk penyelesaian perselisihan tersebut. Perjanjian kontrak kerja dengan demikian merupakan sarana untuk memastikan apa yang hendak dicapai oleh para pihak dapat diwujudkan dalam sebuah hubungan kerja (perjanjian).1

Berdasarkan uraian diatas dan melalui serangkaian data atau penelitian, penulis bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui bagaimana tata cara pelaksanaan perjanjian yang dilakukan oleh PT. GAVCO INDONESIA, maka penulis mengangkat judul: ASPEK HUKUM PERJANJIAN KONTRAK ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA DENGAN PENGGUNA JASA (STUDI KASUS PADA PT. GAVCO INDONESIA).

1 Tim Yutisia, Pedoman Menyusun Surat Perjanjian/Kontrak, Depok: Huta Publisher, 2017, hal. 3

(14)

B. Perumusan Masalah

Dalam perjanjian yang dibuat oleh PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia (Persero) ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas secara terperinci, yaitu :

1. Bagaimana perjanjian kontrak berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

2. Bagaimana ketentuan perjanjian pada PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia (Persero).

3. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pada PT. Gavco Indonesia dengan PT.

Pal Indonesia (Persero).

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan pembahasan penulisan skripsi ini selain sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, ada beberapa tujuan lain diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana perjanjian kontrak berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan perjanjian pada PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia (Persero).

3. Untuk mengetahui bagaimana pelaksaan perjanjian pada PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia (Persero).

(15)

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu hukum perdata.

b. Penulisan skripsi ini dapat memberikan gambaran terhadap perkembangan hukum perjanjian, khususnya perjanjian kerja antara perusahaan dengan perusahaan lainnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat umum atau pelaku bisnis lainnya agar lebih mengetahui dan memahami mengenai perjanjian kerja antara perusahaan dengan perusahaan lainnya, sehingga bisa menjadi perbandingan ataupun refrensi bagi semua pihak yang berkepentingan, sehingga bisa memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sama.

b. Sebagai literature tambahan bagi yang berminat untuk meneliti lebih lanjut tentang masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pengamatan dan penulusuran yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, bahwa penulisan skripsi yang berjudul “ASPEK HUKUM PERJANJIAN KONTRAK ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA DENGAN PENGGUNA JASA (STUDI

(16)

KASUS PADA PT. GAVCO INDONESIA” sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya terhadap materi yang diangkat dalam skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan hasil gagasan dan ide dari penulis sendiri, dibantu dengan melihat referensi-refensi dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, media elektronik dan berdasarkan riset lapangan yang dilakukan di PT. GAVCO INDONESIA. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah

F. Tinjauan Pustaka

Hukum perikatan atau perjanjian diatur dalam Buku III BW yang secara garis bersar dibagi atas dua bagian, yaitu : Pertama, perikatan pada umumnya, baik yang lahir dari perjanjian maupun yang lahir dari undang-undang. Kedua, perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu2

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan Pasal 1 huruf (b), perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang

. Ketentuan-ketentuan mengenai perikatan pada umunya tersebut berlaku terhadap perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu seperti jual-beli, sewa-menyewa, pinjam- meminjam, tukar-menukar, penitipan barang. Bahkan ketentuan umum ini berlaku juga terhadap perjanjian yang timbul dalam praktik masyarakat yang belum dikenal dalam BW seperti perjanjian sewa beli dan perjanjian arisan.

2 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan, Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW, Jakarta : Raja Grafindo Persada,2011, hal. 1

(17)

didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk memperoleh keuntungan dan laba.3

G. Metode Penulisan

Menurut Philip Kotler, Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu.

Produksi jasa bisa berkaitan dengan produk fisik atau sebaliknya

Pengertian jasa menurut Rangkuti adalah suatu kinerja atau tindakan tidak kasat mata dari suatu pihak kepihak lain. Pada umunya jasa produksi dan dikonsumsikan secara bersamaan dengan interaksi antara pemberi dengan penerima jasa saling mempengaruhi hasil jasa tersebut

Dari pengertian diatas, menurut Philip Kotler pengertian perusahaan penyedia jasa adalah perusahaan yang menawarkan suatu tindakan bersifat abstrak atau tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan pada orang lain

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.4Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.5

3 Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, ,Yogyakarta : Pustaka Yustisia,2009,hal. 1

4 Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta:

Indonesia Hillco, 1990, hal. 106.

5 Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2001, hal 1.

Penelitian merupakan

(18)

bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami segala kehidupan, atau lebih jelasnya penelitian merupakan sarana yang digunakan oleh manusia untuk memperkuat, menguji, serta mengembangkan ilmu pengetahuan.6

1. Jenis dan sifat penelitian

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan antara lain :

Penelitian dalam menyusun skripsi ini ialah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian normatif juga disebut dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu penelitian yang memusatkan pada analisis hukum baik hukum yang tertulis dalam buku (law in books) maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui putusan pengadilan (law is decided by the judge through the judicial process).7

6 Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UIPress, 1986, hal. 250.

7 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Gratifi Press, 2006, hal. 118

Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat mengenai peraturan hukum dalam konteksteori-teori hukum dan pelaksanaannya serta menganalisis fakta secara cermat tentang perjanjian kontrak antara perusahaan penyedia jasa dengan pengguna jasa. Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah, maupun azas dengan tahapan berupa studi kepustakaan dengan pendekatan dari berbagai literatur. Metode penelitian juga menggabungkan dengan studi kepustakaan (library research) dengan menggunakan media literatur yang ada maupun jurnal ilmiah elektronik lainnya seperti internet dan tinjauan yuridis.

(19)

2. Data Penelitian

Dalam penelitian hukum terdapat dua jenis data yang diperlukan. Hal tersebut diperlukan karena peneliti hukum itu ada yang merupakan penelitian hukum normatif danada penelitian hukum empiris. Jenis data yang pertama disebut sebagai data sekunder dan jenis data yang kedua disebut data primer.8

a. Bahan Hukum Primer

Adapun pembagian bahan yang digunakan dalam penelitian dalam skripsi ini adalah :

Bahan Hukum Primer ini terkait Norma atau kaedah dasar, Peraturan Dasar, Peraturan Perundang-undangan, Bahan Hukum yang tidak di kodifikasi, Traktat, serta bahan hukum dari zaman penjajahan, antara lain:

1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan

3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya rancangan undang-undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan sebagainya.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier yaitu badan hukumyang memberikan petunjuk, penjelasan, serta mendukung terhadap bahan hukum primer dan

8 Fajar, Mukti, dan Achmad, Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 156

(20)

sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. misalnya kamus, ensiklopedia, indeks komulatif, serta hasil riset lapangan.9

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara :

a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka yang disebut dengan data sekunder berupa perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, sejumlah buku-buku, artikel-artikel baik dari surat kabar, majalah, maupun media elektronik yang semuanya itu dimaksudkan untuk memperoleh data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian.10

b. Penelitian Lapangan (field research), yaitu dengan melakukan penelitian lapangan untuk mencari dan mengumpulkan bahan- bahan yang aktual dari PT. Gavco Indonesia. Untuk mengumpulkan data data ini, penulis menggunakan teknik wawancara (interview) kepada Owen Saroha Rambe sebagai direktur pada PT. Gavco Indonesia

9 Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 23

10Fred, N. Kerlinger, Asas-Asas Penelitian Behavioral, Yogyakarta : Gajahmada Univ.Press, 1996, hal. 770.

(21)

4. Analisis Data

Didalam penulisan skripsi ini untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran dilapangan dan studi pustaka (Library Research) maka hasil penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. Analisis kualitatif yaitu merupakan analisis data yang tidak membutuhkan populasi dan sampel dengan berdasarkan kualitas data untuk memperoleh gambaran permasalahan secara mendalam dan komprehensif.

Kemudian selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode dedukatif, yakni berfikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.

H. Sistematika Penulisan

Penulisan ini ditulis secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya.

Gambaran secara keseluruhan mengenai skripsi ini akan dijabarkan dengan cara menguraikan sistematika penulisannya yang terdiri dari 5 (lima) bab.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini sebagai berikut:

Bab I :PENDAHULUAN

Pada bab ini menggambarkan secara umum tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode

(22)

penulisan, serta sistematika penulisan yang akan berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Bab II :TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA

Pada bab ini membahas tentang pengertian perjanjian, syarat sahnya suatu perjanjian, jenis-jenis perjanjian, asas- asas dalam hukum perjanjian, serta wanprestasi dan force majeur.

Bab III :KETENTUAN PERJANJIAN PADA PT. GAVCO INDONESIA DENGAN PT. PAL INDONESIA (PERSERO)

Pada bab ini membahas tentang bentuk, jenis da nisi perjanjian pada PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia (Persero), hak dan kewajiban PT. Gavco Indonesia dengan PT. Pal Indonesia (Persero), serta tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan perjanjian pada PT. Gavco Indonesia.

Bab IV :PELAKSANAAN PERJANJIAN PADA PT. GAVCO INDONESIA DENGAN PT. PAL INDONESIA (PERSERO)

Pada bab ini membahas tentang bentuk pelaksanaan perjanjian kontrak pada PT. Gavco Indonesia dengan PT.

Pal Indonesia (Persero), syarat-syarat khusus kontrak

(23)

dalam perjanjian pada PT. Gavco Indonesia dengan PT.

Pal Indonesia (Persero), serta penyelesaian sengketa yang timbul dalam pelaksanaan kontrak.

Bab V :PENUTUP

Pada bab ini merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari penulis mengenai hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan perjanjian kotrak antara perusahaan penyedia jasa yaitu PT. Gavco Indonesia dengan pengguna jasa yaitu PT. Pal Indonesia (Persero).

(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A. Pengertian Perjanjian

Manusia dalam kehidupan sehari-hari, selalu terlibat dalam pergaulan dengan sesamanya, sehingga terjadi hubungan antar manusia yang disebut juga dengan hubungan antar individu. Hubungan antar individu menimbulkan hubungan yang dapat bersifat hubungan biasa dan hubungan hukum. Suatu hubungan disebut suatu hubungan hukum, apabila hubungan secara dua orang atau dua pihak tersebut diatur oleh hukum, yaitu hubungan antara sesama manusia yang dilindungi oleh hukum atau akibat-akibat yang ditimbulkan oleh pergaulan itu dilindungi oleh hukum.

Pengertian perjanjian yang diatur dalam Buku III dan Bab II KUHPerdata.

Pada pasal 1313 KUH Perdata berbunyi : “Suatu perjanjian (persetujuan) adalah satu perbuatan dengan mana satu orang, atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Pengertian perikatan dan perjanjian yakni menurut beberapa para ahli, yaitu:

1. Menurut Abdul Kadir Muhammad

Pengertian perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan peristiwa atau keadaan.11

11Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian,Bandung : Alumni, 2004, hal. 6

(25)

2. Menurut Subekti

Pengertian perikatan sebagai suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.12

3. Menurut R. Setiawan

Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau saling mengingatkan dirinya terhadapo satu orang atau lebih.13

4. Menurut M. Yahya Harahap

Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan atau harta kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh potensi dan sekaligus kewajiban pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.14

5. Menurut Ahmadi Miru

Perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Selain itu, kontrak dan perjanjian mempunyai makna yang sama karena dalam KUH Perdata hanya dikenal perikatan yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari

12Subekti, Hukum Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992, hal. 1

13 R Setiawan, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2016, hlm.2

14 M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992, hlm.9

(26)

Undang-Undang atau yang secara lengkap dapat diuraikan sebagai berikut:15

6. Menurut R.Soeroso

”perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang bersumber dari undang-undang saja dan dari undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya, perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua, yaitu perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum “.

Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbitenis.

Di berbagai perpustakaan dipergunakan bermacam-macam istilah seperti:

a. Dalam KUH Perdata digunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst.

b. Utrecht, dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia menggunakan istilah perutangan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst.

c. Ikhsan dalam bukunya Hukum Perdata Jilid I menerjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.16

Hal tersebut berarti bahwa untuk verbintenis terdapat tiga istilah Indonesia, yaitu perikatan, perjanjian, dan perutangan sedangkan untuk istilah overeenkomst dipakai dua istilah, yaitu perjanjian dan persetujuan. Pasal 1313 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

15 Ahmadi Miru,Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak,Jakarta: Rajawali Pers,2013, hal.1

16R Soeroso,Perjanjian Di Bawah Tangan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 3

(27)

Istilah Hukum Perjanjian mempunyai cakupan yang lebih sempit dari istilah Hukum Perikatan. Jika dengan istilah Hukum Perikatan yang dimaksud untuk mencakup semua bentuk perikatan dalam buku ketiga KUH Perdata, jadi termasuk ikatan hukum yang berasal dari perjanjian dan ikatan hukum yang terbit dari undang-undang, maka dengan istilah Hukum Perjanjian hanya dimaksudkan sebagai pengaturan tentang ikatan hukum yang terbit dari perjanjian saja.17 Beberapa pengertian diatas telah menggambarkan pengertian perjanjian dari pemikiran yang berbeda. Dalam suatu perjanjian, perjanjian itu lahir jika disepakati tentang hal-hal yang pokok atau unsur esensialia dalam suatu perjanjian.18

1. Unsur Esensialia

Penekanan tentang unsur yang esensial tersebut karena selain unsur yang esensial masih dikenal unsur lain dalam suatu perjanjian. Dalam suatu perjanjian dikenal tiga unsur yaitu:

Unsur Esensialia merupakan unsur yang harus ada dalam suatu perjanjian karena tanpa adanya kesepakata tentang unsur esensialia ini maka tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak. Karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.

2. Unsur Naturalia

Unsur Naturalia adalah unsur yang telah diatur dalam Undang-Undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian, maka Undang- Undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan

17 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung, Penerbit Citra Aditya Bakti, 2001, hlm.2

18Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. Cit,hal. 63

(28)

unsur yang selalu dianggap ada dalam perjanjian. Contohnya, jika dalam perjanjian tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam KUH Perdata bahwa penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi.

3. Unsur Aksidentalia

Unsur Aksidentalia adalah merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Contohnya dalam perjanjian jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa pihak debitur lalai membayar untangnya, dikenakan denda 2 (dua) persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditur tanpa melalui pengadilan.

Demikian pula klausula-klausula lainnya yang sering ditentukan dalam suatu perjanjian, yang bukan merupakan unsur esensial dalam kontrak tersebut.

B. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally concluded contract).19

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Adapun syarat syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:

Dalam prakteknya, syarat ini lebih sering disebut dengan kesepakatan (toesteming). Kesepakatan merupakan persesuain kehendak dari para pihak mengenai pokok-pokok perjanjian yang

19 Abdulkhair Muammad, Op Cit, hal. 80.

(29)

dibuatnya itu. Pokok perjanjian itu berupa obyek perjanjian dan syarat-syarat perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka mengkehendaki sesuatu yang sama secara timbale balik. Dengan demikian kesepakatan ini sifatnya sudah mantap, tidak lagi dalam perundingan.20

Kesepakatan yang dimaksudkan dalam Pasal ini adalah persesuaian kehendak antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan. Kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara baik dengan tertulis maupun tidak secara tertulis.

Dikatakan tidak tertulis, bukan lisan karena perjanjian dapat saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bahkan hanya dengan menggunakan symbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan.21

a. Kehilafan terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan keliru.

Secara sederhana keempat hal yang menyebabkan terjadinya cacat pada kesepakatan tersebut secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut :

b. Paksaan terjadi jika salah satu pihak memberikan kesepakatannya karena ditekan (dipaksa secara psikologis), jadi yang dimaksud dengan paksaan bukan paksaan pisik karena jika

20 Ibid, hlm 89

21 Ahmadi Miru dan Sakkapati, Loc. Cit ,hal. 68

(30)

yang terjadi adalah paksaan pisik, pada dasarnya tidak ada kesepaktan.

c. Penipuan terjadi jika salah satu pihak secara aktif memengaruhi pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau melepaskan sesuatu.

d. Penyalahgunaan keadaan terjadi jika pihak yang memiliki posisi yang kuat (posisi tawarnya) dari segi ekonomi maupun psikologi menyalahgunakan keadaan sehingga pihak lemah menyepakati hal-hal yang memberatkan baginya. Penyalahgunaan keadaan ini disebut juga cacat kehendak yang keempat yang tidak diatur dalam KUH Perdata, sedangkan tiga lainnya, yaitu penipuan, kehilafan, dan paksaan diatur dalam KUH Perdata.

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan

Mengenai syarat ini, harus dituangkan secara jelas oleh pihak dalan membuat sesuatu perikatan. Pasal 1330 KUH Perdata memberikanbatasan orang-orang mana saja yang dianggap tidak cakap untuk bertindak membuat perjanjian adalahOrang-orang yang belum dewasa, mereka yang dibawah pengampuan, serta orang-orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang sudah melarang membuat perjanjian tertentu. Mereka ini apabila melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh wali mereka, dan bagi isteri ada ijin suaminya.22

22Ibid hal 92

(31)

Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 Tahun atau telah menikah, walaupun usianya belum mencapai 21 Tahun. Khusus untuk orang yang menikah sebelum usia 21 Tahun tersebut, telah dianggap cakap walaupun ia bercerai sebelum mencapai 21 Tahun. Jadi janda atau duda tetap dianggap cakap walaupun usianya belum mencapai 21 Tahun.23Walaupun ukuran kecakapan didasarkan pada usia 21 Tahun atau sudah menikah, tidak semua orang yang mencapai usia 21 Tahun dan telah menikah secara otomatis dapat dikatakan cakap menurut hukum karena ada kemungkinan orang yang telah mencapai usia 21 Tahun atau sudah menikah, tetapi tetap dianggap tidak cakap karena berada dibawah pengampuan, misalnya karena gila, atau bahkan karena boros.24

3. Suatu hal tertentu

Menurut Subekti, Suatu perjanjian harus megenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban para pihak jika timbul perselisihan.25

Mengenai hal tertentu, sebagai syarat ketiga untuk sahnya perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian yang memuat prestasi tersebut harus tertentu atau sekurang- kurangnya dapat ditentukan.

23Ibid

24Ibid,hal. 68

25Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta Intemasa 1987 hlm 19

(32)

yang jelas. Jadi suatu perjanjian tidak bisa dilakukan objek yang tertentu. Jadi tidak bisa seseorang menjual “sesuatu” (tidak tertentu) dengan harga seribu rupiah misalnya karena kata sesuatu itu tidak menunjukkan hal tertentu, tetapi hal yang tidak tertentu.26

4. Suatu sebab yang halal

Kata sebab adalah terjemahan bahasa latin causa. Kata sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian.Menurut pasal 1320 KUH Perdata, yang dimaksud dengan causa itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri”, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak- pihak.27

Dua syarat yang disebutkan pertama diutamakan dinamakan syarat subyektif karena kedua syarat tersebut mengenai subyek perjanjian, sedangkan dua syarat yang disebutkan terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjian sendiri atau obyek dari perjanjian yang dilakukan tersebut.

Syarat ini mengenai suatu sebab yang halal, ini juga merupakan syarat tentang isi perjanjian. Kata halal disini bukan dengan maksud untuk memperlawankan dengan kata haram dalam hukum islam, tetapi yang dimaksudkan disini adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan Undang-Undang kesusilaan dan ketertiban umum.

28

26 Ahmad Miru dan Sakkapati, Ibid, hal. 69

27 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hal. 94

28 Subekti, Op. Cit hal. 17

Semua

(33)

perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas di akui oleh hukum, akan tatapi apabila tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian,dan perjanjian tersebut diancam kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap syarat subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya syarat obyektif). Dengan demikian perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaanya.

C. Jenis-jenis Perjanjian

Perjanjian tergolong ada lima, yaitu berdasarkan hak dan kewajiban, berdasarkan keuntungan yang diperoleh, nama dan pengaturan, cara bentuknya atau lahirnya perjanjian, berdasarkan Sifatnya. Yaitu:

1. Berdasarkan hak dan kewajiban.

Perjanjian menurut hak dan kewajiban para pihak terdiri dari dua jenis, yaitu :

a. Perjanjian timbal balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian.

Misalnya, dalam perjanjian jual beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata, pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapatkan pembayaran, sebaliknya pihak pembeli berkewajiban membayar harga barang dan berhak menerima barangnya.

(34)

b. Perjanjian sepihak

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang meletakkan kewajiban pada satu pihak saja. Misalnya dalam perjanjian hibah menurut Pasal 1666 KUH Perdata, kewajiban hanya ada pada orang yang menhibahkan barang, sedangkan penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan, tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan. 29

2. Berdasarkan keuntungan yang diperoleh

Perjanjian menurut keuntungan yang diperoleh, yaitu : a. Perjanjian cuma-cuma

Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian menurut pasal 1314 ayat (1) KUH Perdata, yaitu “Suatu Perjanjian dengan pihak yang satu memberikan keuntungan kepada pihak lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri”. Contohnya, kontrak pinjam pakai, kontrak hibah, kontrak pinjam-meminjam tanpa bunga, dan kontrak penitipan barang tanpa biaya

b. Perjanjian atas beban

Perjanjian atas beban adalah perjanjian menurut pasal 1314 ayat (2) KUH Perdata, yaitu “ suatu perjanjian yang mewajibkan masing- masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak

29 Muhammad Syaifuddin, , Hukum Kontrak, Bandung : Mandar Maju , 2012, hal. 149

(35)

berbuat sesuatu“. Contohnya, perjanjian jual-beli, sewa menyewa, pinjam-meminjam dengan bunga dan lain-lain.30

3. Berdasarkan Nama dan Pengaturan

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum dalam pasal 1319 KUH Perdata dan artikel 1355 NBW. Dalam Pasal itu tercantum dua jenis perjanjian berdasarkan namanya, yaitu :

a. Perjanjian bernama

Perjanjian bernama yaitu perjanjian perjanjian yang dikenal dalam KUH Perdata. Perjanjian ini terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata. Yang termasuk dalam perjanjian bernama yaitu : Jual-beli, Tukar-menukar, Sewa-menyewa, Hibah, Pinjam-meminjam, Pinjam pakai.

b. Perjanjian Tidak Bernama

Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi timbul dan berkembang dimasyarakat berdasarkan asas kebebasan membuat kontrak menurut pasal 1338 KUH Perdata. Jumlah Perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak yang membuatnya. Misalnya, Perjanjian pembiayaan konsumen, Perjanjian sewa guna usaha, perjanjian anjak piutang,

30Ibid, hal. 152

(36)

perjanjian modal ventura, perjanjian waralaba, perjanjian lisensi hak kekayaan intelektual dan lain-lain.31

a) Perjanjian tidak bernama yang diatur secara khusus dan dituangkan dalam bentuk undang-undang dan/atau telah diatur dalam pasal-pasal tersendiri. Misalnya perjanjian production sharing yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Minyak dan Gas Bumi dan Perjanjian Konstruksi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, dan lain-lain.

Dilihat dari aspek pengaturan hukumnya, perjanjian tidak bernama dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

b) Perjanjian tidak bernama yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, misalnya perjanjian waralaba (frinchise) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.

c) Perjanjian tidak bernama yang belum diatur atau belum ada Undang- undangnya di Indonesia, misalnya perjanjian Rahim ( surrogate mother).32

4. Berdasarkan cara terbentuknya atau lahirnya

Penggolongan perjanjian ini didasarkan pada terbentuknya perjanjian itu. Berdasarkan cara terbentuknya, yaitu :

a. Perjanjian Konsensual

perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana diantara kedua belah pihak telah tercapai persetujuan atau persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH Perdata perjanjian ini

31 Annalisa Yahana,dkk, Perjanjian Jual Beli Berklausula Perlindungan Hukum Paten, Malang: Tunggal Mandiri,2009, hal. 27

32Muhammad Syaifuddin, Op. Cit., hal 151

(37)

sudah mempunyai kekuatan hukum mengikat (Pasal 1338 KUH Perdata)

b. Perjanjian Riil

Perjanjian riil adalah perjanjian disamping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya. Misalnya, jual-beli barang bergerak, perjanjian penitipan, pinjam pakai, dan lain-lain.33

c. Perjanjian Formil

Perjanjian Formil yaitu suatu perjanjian yang memerlukan kata sepakat, tetapi Undang-undang megharuskan perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum, yaitu Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah contohnya, Perjanjian Jaminan Fidusia menurut Pasal 5 ayat (1)Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 harus dalam bentuk akta notaris.34

5. Berdasarkan Sifatnya

Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Perjanjian Kebendaan

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas suatu benda kepada pihak lain, yang

33 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam SIstem Hukum Nasional, Jakarta :Kencana, 2008, hal. 233

34Muhammad Syaifuddin, Op. Cit., hal 148

(38)

membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain.

b. Perjanjian Obligatoir

Perjanjian Obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.35

D. Asas-asas Hukum Perjanjian

Asas hukum adalah suatu pikiran yang bersifat umum dan abstrak yang melatar belakangi hukum positif. Dengan demikian asas hukum tersebut tidak tertuang dalam hukum yang konkrit. Pengertian tersebut dapat ditarik dari pendapat Sudikno Mertokusumo, pengertian asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam system hukum yang terjelma dalam peraturan perundang- undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat dikemukakan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.36

35 Mariam Darus dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001, hal.67

36 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum ( Suatu Pengantar ),Yogyakarta : Liberty, 1986, hal. 33

Peter Mahmud Marzuki berpendapat bahwa aturan-aturan hukum kontrak merupakan penjelmaan dari dasar-dasar filosofis yang terdapat pada asas-asas hukum yang bersifat sangat umum dan menjadi landasan berfikir atau dasar idiologis. Beberapa asas tersebut samar-samar, sehingga perlu upaya yang sangat keras untuk dapat memahami dan menjelaskannya.

(39)

Asas hukum merupakan sumber bagi sistim hukum yang inspiratif mengenai nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakat. Dengan demikian asas hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma hukum yang ada, dalam arti norma hukum tersebut pada akhirnya harus dapat dikembalikan pada asas hukum yang menjiwainya.37

Mariam Darus Badrulzaman juga mengemukakan pendapatnya bahwa asas-asas hukum perjanjian mencakup :

Adapun asas-asas dalam Hukum Perjanjian adalah:

1. Asas Pacta Sunt Servanda 2. Asas Kesederajatan 3. Asas Privity Of Contract 4. Asas Konsensualisme 5. Asas Itikad Baik.

38

a. Asas perjanjian yang sah adalah undang-undang b. Asas kebebasan berkontrak

c. Asas konsensualisme d. Asas kepercayaan e. Asas kekuatan mengikat f. Asas persamaan hukum g. Asas keseimbangan h. Asas kepastian hukum i. Asas moral

j. Asas kepatutan.

37 Peter Mahmud Marzuki, Batas-batas Kebebasan Berkontrak,Jakarta: Majalah Yuridika, 2003, hal. 196

38Mariam Darus dkk,Op.Cit,hal 82

(40)

Pengertian dari beberapa asas-asas hukum perjanjian yang pada umumya digunakan dalam perjanjian tersebut, yaitu:

1) Asas Pacta Sunt Servanda atau Asas Kekuatan Mengikat

Asas kekuatan mengikat perjanjian mengharuskan para pihak memenuhi apa yang telah merupakan ikatan mereka satu sama lain dalam perjanjian yang mereka buat, yang lebih konkrit dapat dicermati dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang memuat ketentuan imperative, yaitu “semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Harlien Budiono mengemukakan pendapat bahwa adagium pacta sunt servanda (yang terkandung dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, diakui sebagai aturan yang menetapkan bahwa semua kontrak atau perjanjian yang dibuat manusia satu sama lain, mengikat kekuatan hukum yang terkandung didalamnya, dimaksudkan untuk dilaksanakan dan pada akhirnya dapat dipaksakan penataannya.39

Kekuatan mengikat perjanjian yang mempunyai daya kerja (strekking) sebatas para pihak yang membuat perjanjian, menunjukkan bahwa hak yang lahir merupakan hak perorangan dan bersifat relatif. Namun, pada situasi dan kondisi tertentu daya kerja asas kekuatan mengikat ini diperluas, sehingga menjangkau pihak-pihak lain (vide Pasal 1317, Pasal 1318, Pasal 1365, dan Pasal 1576 KUH Perdata), yang merupakan contoh dari menguatkan hak perorangan yang pada prinsipnya bersifat relatif hanya mengikat para pihak dan ternyata dalam situasi

39 Harlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia,Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006, hal.102

(41)

dan kondisi tertentu menunjukkan figur kuat. Kondisi ini disebut dengan vergelijking atau menguatnya hak perorangan.40

2) Asas Kesederajatan atau asas keseimbangan

Kata ”keseimbangan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti “ keadaan seimbang (seimbang, sama berat,sebanding, setimpal)”. Dalam hubungannya dengan perjanjian, secara umum asas keseimbangan bermakna sebagai keseimbangan posisi para pihak yang membuat perjanjian.

Asas keseimbangan menurut Harlien Budiono, dilandaskan pada upaya mencapai suatu keadaan seimbang sebagai akibat darinya harus memunculkan pengalihan kekayaan secara abash. Tidak terpenuhinya keseimbangan berpengaruh terhadap kekuatan yuridikal perjanjian. Dalam terbentuknya perjanjian, ketidakseimbangan dapat muncul, karena prilaku para pihak sendiri maupun sebagai konsekuensi dari substansi perjanjian atau pelaksanaan perjanjian. Pencapaian keadaan seimbang, mengimplikasikan, dalam konteks pengharapan masa depan yang objektif, upaya mencegah dirugikannya satu diantara dua pihak dalam perjanjian.41 Badrulzaman mengatakan asas ini sebagai asas persamaan hukum. Menurutnya, para pihak berada dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan dan mengharuskan kedua pihak untuk saling menghormati satu sama lain sebagai sesama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.42

3) Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme berasal dari kata latin “consensus” yang artinya sepakat. Dalam membuat perjanjian disyaraktkan adanya consensus, yaitu para

40 Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan,Surabaya : Bina Ilmu, 1978, hal. 16

41 Harlien Budioni,Op.Cit.,hal.317

42 Mariam Darus Badrulzaman, Perikatan dalam KUH Perdata Buku Ketiga, Yurisprudensi, Doktrin, serta Penjelasan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2015, hal. 89

(42)

pihak sepakat atau setuju mengenai prestasi yang diperjanjikan. Dengan adanya asas konsensuakitas berarti perjanjian itu ada sejak ada kesepakatan mengenai hal yang pokok. Asas konsensualitas terkandung dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang mengharuskan adanya kata sepakat diantara para pihak yang membuat perjanjian. Setiap perjanjian mengikat para pihak yang membuatnya jika sudah tercapai sepakat mengenai prestasi atau hal pokok dari perjanjian tersebut.

Kata sepakat yang dimaksud oleh hukum (vide Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata) cukup lisan saja, tidak perlu diformulasikan secara formal, karena bagi hukum yang terpenting adalah apa yang diucapkan secara lisan oleh orang, menunjukkan bahwa orang itu bernilai baik dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah diucapkannya secara lisan. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, maka orang yang mengucapkan secara lisan itu bernilai tidak baik dan tidak bertanggung jawab, karena tidak konsisten atau mengingkari apa yang telah diucapkannya secara lisan.

Kata sepakat yang telah diucapkan secara lisan itu tidak memberi jaminan, dalam arti sulit untuk dibuktikan, karena tidak ada bukti tertulis apalagi jika tidak ada saksi, atau kalaupun ada saksi, tetapi saksinya hanya satu orang saja, sehingga tidak bernilai sebagai saksi dalam aturan hukum pembuktian. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan jaminan,perlindungan, dan kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban hukum kontraktual yang disepakati secara lisan, maka para pihak tidak hanya bersandar pada asas konsensualitas semata, tetapi juga menggunakan instrument pengamanan hukum berupa perjanjian tertulis, bahkan dalam bentuk akta autentik, dengan menghadirkan dua orang saksi yang menyaksikan saat terjadinya kesepakatan secara tertulis dalam perjanjian tersebut.

(43)

Dengan demikian, asas konsensualisme atau konsesualitas sebagaimana tersimpul dari ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa perjanjian itu telah lahir cukup dengan adanya kata sepakat, hendaknya tidak juga diinterpretasi semata-mata secara gramatikal. Pemahaman asas konsensualitas yang menekankan pada “sepakat” para pihak ini, berangkat dari pemikiran bahwa yang berhadapan dalam kontrak atau perjanjian itu adalah orang yang menjunjung tinggi komitmen dan tanggung jawab dalam lalu lintas hukum, orang yang beritikad baik, yang berlandaskan pada “satunya kata satunya perbuatan’.

Sehingga dengan asumsi bahwa yang berhadapan dalam kontrak itu adalah para

“gentleman”, maka akan terwujud juga “gentleman agreement” diantara mereka.

Apabila kata sepakat yang diberikan para pihak tidak berada dalam kerangka yang sebenarnya, dalam arti terdapat cacat kehendak, maka hal ini akan mengancam eksistensi kontrak atau perjanjian tersebut. Pada akhirnya pemahaman terhadap asas konsensualitas tidak terpaku sekedar mendasarkan pada kata sepakat saja, tetapi syarat-syarat lain dalam Pasal 1320 KUH Perdata dianggap telah terpenuhi sehingga kontrak tersebut menjadi sah.43

4) Asas Itikad Baik

Makna itikad baik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud, kemauan yang baik.44

Subekti menjelaskan bahwa itikad baik menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata merupakan satu dari beberapa sendi yang terpenting dalam Hukum Perjanjian, yang memberikan kekuasaan kepada hakim untuk

43 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersil,Jakarta :KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2010, hal.122-123

44 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa-Depdikbud RI,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :Balai Pustaka, 1997, hal.369

(44)

mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian, agar tidak melanggar kepatutan dan keadilan. Itikad baik disebut oleh R. Wirjono Prodjodikoro dengan istilah

“dengan jujur” atau “secara jujur”. Selanjutnya R. Wirjono Prodjodikoro menjelaskan bahwa itikad baik terdiri dari dua macam yaitu:

a. Itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum, yang biasanya berupa perkiraan atau tanggapan seseorang bahwa syarat-syarat mulaimya hubungan hukum telah terpenuhi. Hukum memberikan perlindungan kepada pihak yang beritikad baik, sedangkan bagi pihak yang beritikad tidak baik harus bertanggung jawab dan menanggung resiko. Itikad baik ini diantara lain terkandung dalam Pasal 1977 KUH Perdata dan Pasal 1963 KUH Perdata, yang menentukan syarat untuk memperoleh hak milik atas barang melalui daluwarsa. Itikad baik ini bersifat subjektif dan statis.

b. Itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam hubungan hukum itu, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang bersifat objektif dan dinamis mengikuti situasi sekitar perbuatan hukumnya serta titik beratnya terletak pada tindakan yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu tindakan sebagai pelaksanaan sesuatu hal.45

Pada dasarnya diakui untuk memahami itikad baik bukan hal yang mudah. Pada kenyataaannya itikad baik acap kali tumpang tindih dengan kewajaran atau kepatutan. Dalam itikad baik terkandung kepatutan, demikian pula dalam pengertian kepatutan terkandung itikad baik. Oleh

45R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata,Bandung :Sumur, 1992, hal. 56

(45)

karena itu dalam praktik pengadilan, itikad baik dan kepatutan dipahami sebagai asas atau prinsip yang saling melengkapi (complementary).46

5) Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral didalam hubungan perjanjian, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak. Asas ini dilatarbelakangi oleh paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani. Sebagai asas yang bersifat universal yang bersumber dari paham hukum, asas kebebasan berkontrak muncul bersamaan dengan lahirnya paham ekonomi klasik yang mengagungkan laissez faire atau persaingan bebas.

Kebebasan berkontrak pada dasarnya merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang berkembangnya dilandasi semangat liberalisme yang mengagungkan kebebasan individu. Perkembangan ini seiring dengan penyusunan BW dinegeri Belanda, dan semangat liberalisme ini juga dipengaruhi semboyan Revolusi Prancis “liberte, egalite, et franernite

“ (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan).

Buku III menganut sistim terbuka, artinya hukum memberi keleluasaan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola hubungan hukumnya. Apa yang diatur dalam Buku III KUH Perdata hanya sekedar mengatur dan melengkapi. Sistim terbuka Buku III KUH Perdata ini tercermin dari substansi Pasal 1338 ayat (1) yang menyatakan bahwa, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

46 Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, hal 142

(46)

membuatnya”. Dikatakan bahwa Pasal 1338 ayat (1) itu seolah-olah membuat suatu pernyataan (proklamasi) bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang.

Pembatasan terhadap kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan

“ketertiban umum dan kesusilaan”. Istilah “semua” memang sepenuhnya menyerahkan kepada para pihak mengenai isi maupun bentuk perjanjian yang akan mereka buat. Kebebasan kontrak disini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat perjanjian dengan bentuk atau format apapun (tertulis,lisan,autentik,non autentik, sepihak,baku dan lain-lain), serta dengan isi atau substansi sesuai yang diinginkan para pihak. Dengan demikian menurut asas kebebasan berkontrak seseorang pada umunya mempunyai pilihan bebas untuk mengadakan perjanjian.47

47 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hal. 31

Didalam asas ini terkandung suatu pandangan bahwa orang bebas untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perjanjian, bebas dengan siapa ia mengadakan perjanjian, bebas tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian. Namun yang terpenting untuk diperhatikan bahwa kebebasan berkontrak sebagaimana tersimpul dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata tidaklah berdiri dalam kesendiriannya. Asas tersebut berada dalam satu sistim yang utuh dan padu dengan kententuan lain terkait. Dalam praktik dewasa ini, acap kali asas kebebasan berkontrak kurang dipahami secara utuh, sehingga banyak memunculkan pola hubungan kontraktual yang tidak seimbang dan berat sebelah. Kebebasan berkontrak didasarkan pada asumsi bahwa para pihak

(47)

dalam kontrak memiliki posisi tawar yang seimbang, tetapi dalam kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi yang seimbang.

6) Asas Kepribadian (Personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan / atau membuat kontrak hanya untuk perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata.

Pasal 1315 KUH Perdata menegaskan : “pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Ini ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi : “perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan ini terdapat pengecualiannya sebagai mana diintridusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang menyatakan : “dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian atau kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan didalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli waris dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu, maka Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata untuk

(48)

kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya, dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata memiliki ruang lingkup yang luas.

7) Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan adalah seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan diantara kedua pihak itu bahwa satu samalain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya dibelakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak. Tanpa adanya kepercayaan, maka para pihak akan merasa tidak nyaman dalam melakukan perjanjian, keragu- raguan tersebut akan mengganggu prestasi para pihak. Adanya kepercayaan antara para pihak, maka dengan sendirinya para pihak saling mengikatkan dirinya dalam suatu perbuatan hukum.Pengikat para pihak yang didasari kepercayaan pada perjanjian mendukung para pihak dalam melakukan prestasi, karena perjanjian tersebut mempunyai kekuatan yang mengikat dan dapat dijadikan sebagai undang-undang. 48

8) Asas moralitas

Asas moralitas adalah asas yang berkaitan dengan perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral), yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan

48 Abdul Kadir Muhammad, Pokok-pokok Hukum Pertanggungan,Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990, hal. 56

(49)

dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu factor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya

9) Asas Kepatutan

Terkait dengan asas kepatutan adalah asas tentang cara menyelenggarakan hubungan antar wara masyarakat yang didalamnya para warga masyarakat diharapkan berperilaku dalam kepantasan yang sesuai dengan kenyataan-kenyataan social. Demikian pula dalam melaksanakan hak dan kewajiban yang sah menurut hukum, para warga masyarakat diharapkan untuk memperhatikan kepantasan, yakni berprilaku sedemikian rupa sehingga tidak merendahkan martabatnya sendiri dan atau martabat orang lain.49

E. Wanprestasi dan Force Majeure

Wanprestasi disebut juga dengan istilah breach of contract adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh perjanjian atau kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberi ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

Tindakan wanprestasi dapat terjadi karena : 1. Kesengajaan,

49 Boli Sabon Max, Fungsi Sosial Hak Milik,Jakarta :Atma Jaya, 2019, hal. 160

Referensi

Dokumen terkait

Dapat juga dengan perbandingan volume (ingat SNI membolehkan jika pekerjaan dalam skup kecil) dengan cara membuat takaran untuk masing-masing material beton, atau juga

[r]

Suplementasi Blok Multinutrisi Berbasis Hijauan Lapangan Terhadap Kecernaan In Vivo Pada Domba Jantan, Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan mendeskripsikan curahan tenaga kerja wanita pada subsistem pemasaran dodol dengan perhitungan tabulasi sederhana juga

Pembuatan keramik varistor meliputi tahapan: proses pencampuran bahan baku ZnO dan aditif Bi203 dengan menggunakan alat magnetic stirrer dan media pencampur adalah larutan

[r]

Tapi dalam pengaplikasiannya, XML didesain untuk mendeskripsikan data sedangkan HTML difokuskan untuk menampilkan data atau bagaimana data harus ditampilkan. Dengan demikian

a) Setelah melakukan revisi atas skripsi pada seminar skripsi, maka mahasiswa diwajibkan mengikuti ujian skripsi komprehensif (Tutup), dengan mengisi formulir