• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (DP3A) DALAM MELAKUKAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN ANAK DI KABUPATEN BEKASI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (DP3A) DALAM MELAKUKAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN ANAK DI KABUPATEN BEKASI."

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (DP3A) DALAM

MELAKUKAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN ANAK DI KABUPATEN BEKASI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Kukuh Nur Iman NIM: 11160541000083

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1443H/2022M

(2)

PERAN DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (DP3A) DALAM

MELAKUKAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN ANAK DI KABUPATEN BEKASI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Sosial (S.Sos) Oleh:

Kukuh Nur Iman NIM: 11160541000083

Dibawah Bimbingan

Ahmad Zaky, M.Si NIP.197711272007101001

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1443H/2022M

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “PERAN DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLIDUNGAN ANAK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN ANAK DI KABUPATEN BEKASI” disusun oleh Kukuh Nur Iman NIM. 11160541000083 telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Maret 2022.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Kesejahteraan Sosial.

Jakarta, 16 Maret 2022 Sidang Munaqosyah

Ketua Sekretaris

Ahmad Zaky, M.Si.

NIP.19771127007101001

Hj. Nunung Khoiriyah, M.A.

NIP.197307252007012018 Anggota

Penguji I Penguji II

Nadya Kharima, M. Kesos NIP.198606232020122006

Ahmad Darda, M. Pd NIP.198405152015031001 Pembimbing

Ahmad Zaky, M.Si.

NIP.19771127007101001

(4)
(5)

ABSTRAK Kukuh Nur Iman (11160541000083)

Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (DP3A) Dalam Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak Di Kabupaten Bekasi.

Anak kerap kali menjadi korban dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekat maupun teman sebaya. Data yang dikeluarkan KPAD Kabupaten Bekasi menunjukan kenaikan angka kasus kekerasan.

Rumusan masalah bagaimana peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dalam Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak di Kabupaten Bekasi. Peneliti ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis deskriptif. Teknik penelitian menggunakan metode wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran telah dijalankan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi dengan melakukan sosialisasi, advokasi, pendampingan, dan sebagai fasilitator bagi korban kekerasan anak.

Kunci: Penanganan, Kekerasan Anak, Peran, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi.

i

(6)

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya serta pengikutnya yang senantiasa berjalan dijalan Allah SWT hingga hari kiamat.

Pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan do’a, motivasi dan kontribusi bagi peneliti dalam melakukan penulisan skripsi ini, yang tentunya skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terimakasih dan rasa hormat kepada:

1. Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Ibu Siti Napsiyah, MSW.

Selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Bapak Dr.

Sihabudin Noor, MA. Selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Bapak Drs. Cecep Castrawijaya, MA selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

ii

(7)

2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku Ketua Jurusan Studi Kesejahteraan Sosial dan Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris Program Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarrta.

3. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi penulis, terima kasih telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

Sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

4. Bapak Burhanuddin, M.A. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama perkuliahan.

5. Seluruh jajaran Dosen Prodi Kesejahteraan Sosial dan seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullahh Jakarta. Terima kasih atas segala mata kuliah yang telah diberikan, semoga ilmu yang disampaikan dapat bermanfaat bagi penulis.

6. Seluruh petugas Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi yang telah memberikan waktu untuk peneliti.

7. Kedua orangtua yang selalu memberikan doa serta dukungan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini Bapak Lamus dan Ibu Waidah.

8. Terimakasih untuk Ibu Tyas dan Pak Erwin yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada peneliti selama perkuliahan.

iii

(8)

9. Terimakasih untuk Nanang Aji Saputra yang telah memberikan dukungan kepada peneliti dan teman-teman Kesejahteraan Sosial 2016.

Peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu, peneliti meminta maaf dan menerima kritik serta saran yang dapat membangun bagi peniliti. Semoga penelitian ini dapat memberikan infomasi yang bermanfaat bagi pembaca serta memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya.

Jakarta, 15 Februari 2022

Kukuh Nur Iman

iv

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR BAGAN ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

F. Tinjauan Pustaka ... 12

G. Metode Penelitian... 14

H. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 24

A. Peran ... 24

B. Kekerasan Anak ... 31

C. Advokasi Kebijakan ... 40

D. Teori Pelayanan ... 41

E. Peraturan Perundang-Undang yang Mengatur Perlindungan Anak ... 42

F. Kerangka Berfikir... 48

v

(10)

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA ... 49

A. Latar Belakang Lembaga ... 49

B. Visi dan Misi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi ... 51

C. Tujuan ... 52

D. Georgrafis ... 53

E. Susunan Kepengurusan ... 54

F. Alur Pelayanan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi ... 57

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 60

A. Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi ... 60

B. Kasus Kekerasan Anak di Kabupaten Bekasi ... 63

C. Pelayanan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi ... 72

BAB V PEMBAHASAN ... 76

A. Hasil Analisa Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dalam Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak di Kabupaten Bekasi ... 76

B. Kasus Kekerasan Anak ... 79

C. Proses Pelayanan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi ... 82

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

LAMPIRAN ... 91

vi

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 ... 21 Tabel 5. 1 ... 79

vii

(12)

DAFTAR BAGAN

Bagan 3. 1 ... 54

viii

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1 ... 51

Gambar 3. 2 ... 53

Gambar 3. 3 ... 57

Gambar 4. 1 ... 66

Gambar 4. 2 ... 67

ix

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi penerus bangsa, yang mempunyai kiprah strategis dalam menjamin keberadaan bangsa dan negara pada masa mendatang. Agar mereka kelak sanggup memikul tanggung jawab itu, maka mereka perlu menerima kesempatan yang seluas-luasnya agar tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental sosial, maupun spritual. Mereka perlu menerima hak-haknya, perlu dilindungi dan disejahterakan. Karenannya, segala bentuk tindakan kekerasan dalam anak perlu dicegah dan diatasi.

(Huraerah, 2012, hal. 11)

Anak sendiri merupakan seseorang laki-laki maupun perempuan yang belum memasuki usia 18 tahun. Anak merupakan buah hasil dari pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Dalam Covention on the Rights of Child yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui keppres nomor 39 tahun 1990 disebutkan bahwa anak ialah mereka yang berusia dibawah 18 tahun ke bawah. (Huraerah, 2018, hal. 33)

1

(15)

Dengan demikian anak dikategorikan mereka yang belum memasuki usia diatas 18 tahun, maka mereka termasuk dalam kategori anak. Anak sendiri kerap kali mendapatkan perlakuan tindakan kekerasan yang dilakukan baik dari keluarga, lingkungan tempat tinggal, maupun teman sebaya. Anak yang seharusnya menjadi tunas, potensi, dan penerus cita-cita bangsa seringkali mendapatkan perlakuan kekerasan alih-alih mendapatkan perlindungan. Menurut unicef bahwa hampir satu milliar anak di dunia setiap tahunnya mengalami kekerasan fisik seperti kekerasan seksual, kekerasan psikologis, dan sering kali mengakibatkan meninggal dunia. (Nurbaiti, 2020)

Dalam laporan yang bertakjub tentang pencegahan kekerasan terhadap anak tahun 2020 disebutkan bahwa terdapat 40.150 anak di usia 0 sampai 17 tahun meninggal dunia akibat kekerasan secara global. Sedangkan sebanyak 28.160 anak laki- laki dan 11.190 anak perempuan, hampir tiga dari empat anak atau sekitar 300 juta anak-anak- mengalami perlakuan kekerasan secara fisik ataupun psikologis yang dilakukan oleh orang tua maupun pengasuh dari anak tersebut.

2

(16)

Dari data yang telah di paparakan di atas membuktikan bahwa anak masih rentan mendapatkan perlakuan kekerasan yang berdampak buruk pada psikologis anak. Sama halnya dengan kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia, di Indonesia kasus kekerasan terhadap anak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan bahwa kasus kekerasan anak di Indonesia Pertahun 2018 berjumlah 4.885 kasus kekerasan terhadap anak. (Halim, 2019)

Sedangkan kasus kekerasan terhadap anak di tahun 2019 dari jumlah laporan yang di terima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 4.369 Kasus Kekerasan Terhadap Anak. Sedangkan di tahun 2020 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan survei di 34 Provinsi di Indonesia yang dilakukan dengan cara online kepada 25.146 anak dan 14.169 orang tua yang tersebar di 34 Provinsi Indonesia.

Hasil suveri yang dilakukan secara online menunjukan bahwa anak lebih cenderung mendapatkan pengasuhan dari seorang ibu dari pada ayah. Pengasuhan yang dilakukan ibu terhadap anaknya seperti dalam memberikan edukasi dalam pencegahan penularan virus covid-19, beribadah dan pendampingan selama pandemi. Namun anak

3

(17)

cenderung sering mendapatkan kekerasan fisik, seperti mendapatkan cubitan, pukulan, dan ditarik. (Setiawan, 2020)

Anak menyebutkan bahwa kekerasan sering dilakukan ibu sebanyak 60,4% kakak atau adik 36,5%

dan ayah 27,4%. Sedangkan dari sisi orang tua mengakaui bahwa telah melakukan kekerasan fisik sebanyak 32,3% ayah dan 42,5% ibu. Dengan kata lain kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia meningkat di tengah pandemi covid-19 yang tengah melanda dunia, khususnya di Indonesia.

Di Kabupaten Bekasi sendiri kasus kekerasan terhadap anak mengalami peningkatan, menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Bekasi sendiri di tahun 2018 dari bulan januari sampai September sendiri kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Bekasi berjumlah 40 Kasus.

Jumlah data di tahun 2018 mengalami peningkatan di tahun 2019 dimana menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Bekasi melaporkan bahwa kasus kekeran terhadap anak mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya 2018 yang berjumlah 40 kasus perulan September, di tahun 2019 berjumlah 68 kasus kekerasan terhadap anak dimana sebagian besar kasus anak di tahun 2019 adalah kasus pelecehan seksual pada anak,

4

(18)

pemerkosaan, pencabulan dan pedofilia yang berjumlah 21 kasus. Sedangkan untuk kekerasan terhadap anak, fisik, psikis berjumlah 10 kasus dan eksploitasi pada anak 2 kasus serta kasus-kasus lainnya. (Pahrevi, 2018)

Sedangkan di tahun 2020 dari data Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Bekasi perbulan November, melaporkan bahwa terdapat 64 Kasus anak dimana kasus terbanyak terjadi pada Pelecehan seksual pada anak, Pemerkosaan yang berjumlah 26 Kasus. Sedangkan kekerasan pada anak, persekusi dan tawuran berjumlah 6 Kasus, serta kasus- kasus lainnya.

Kekerasan sendiri selalu indentik dengan perbuatan kasar, mecekam, menyakitkan, dan berdampak negatif. Banyak orang menganggap kekerasan selama ini sebatas perlakuan fisik yang kasar, keras, dan bengis, sehingga perilaku opresif (menekan dan menindas) yang non fisik tak dianggap sebagai tindakan kekerasan. (Marlia, 2007, hal. 13)

5

(19)

Kekerasan pada dasarnya merupakan bentuk perilaku, verbal maupun nonverbal yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau kelompok orang lain yang menyebabkan efek negatif secara fisik, emsional, dan psikologis pada pihak sasaran.

Dalam Al-Qur’an surah Al-Kahfi ayat 46

ﺎَﯿْﻧﱡﺪﻟٱ ِة ٰﻮَﯿَﺤْﻟٱ ُﺔَﻨﯾ ِز َنﻮُﻨَﺒْﻟٱ َو ُلﺎَﻤْﻟٱ ُﺖ َٰﺤِﻠ ٰﱠﺼﻟٱ ُﺖَٰﯿِﻘَٰﺒْﻟٱ َو ۖ◌

ًﻼَﻣَأ ٌﺮْﯿَﺧ َو ﺎًﺑا َﻮَﺛ َﻚِّﺑ َر َﺪﻨِﻋ ٌﺮْﯿَﺧ

Terjemahan: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalam-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

Ayat diatas menjelaskan bahwa anak merupakan perhiasan dan pelengkap dalam suatu keluarga. Pasangan suami istri akan selalu merasa kurang lengkap jika belum dikaruniai anak. Dengan kata lain anak merupakan titipan Allah SWT untuk setiap pasangan pernikahan untuk selalu dijaga dengan kasih sayang.

6

(20)

Dalam surat Al-Anfal ayat 28 juga disebutkan bahwa

ا ٓﻮُﻤَﻠْﻋٱ َو َﺪﻨِﻋ َ ﱠ�ٱ ﱠنَأ َو ٌﺔَﻨْﺘِﻓ ْﻢُﻛُﺪَٰﻟ ْوَأ َو ْﻢُﻜُﻟ َٰﻮْﻣَأ ٓﺎَﻤﱠﻧَأ ۟◌

ٌﻢﯿِﻈَﻋ ٌﺮْﺟَأ ٓ◌ ُهۥ

Terjemahan: “Dan ketahuliah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allah-lah pahala yang besar”

Dalam ayat tersebut Allah SWT mengingatkan bahwa anak juga bisa menjadi ujian bagi kita. Allah SWT akan menguji setiap orang tua apakah mereka akan membawa anaknya dalam menuju jalan kebaikan atau justru menuju jalan keburukan. Dengan arti bahwa kita hidup di dunia ini setelah menikah dan di karuniai seorang anak, maka hendaknya selalu untuk menjaga dengan penuh kasih sayang.

Dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak atau biasa disebut (DP3A) sendiri merupakan suatu unsur pelaksana pemerintahan kabupaten atau kota yang biasanya dipimpin oleh seseorang yang berada dibawah Bupati atau Walikota dan bertanggung jawab kepada Bupati atau Walikota. Dinas pemeberdayaan perempuan dan perlindungan anak berperan aktif dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak korban kekerasan di Kabupaten Bekasi.

7

(21)

Dari permasalahan dan data yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna untuk mengetahui lebih dalam Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Dalam Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak di Kabupaten Bekasi. Maka dengan ini peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian yang akan dilakukan dengan judul “Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Dalam Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak di Kabupaten Bekasi”

8

(22)

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan identifikasi permasahalan kasus kekerasan marak terjadi di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bekasi. Kekerasan yang terjadi memiliki beragam jenis kekerasan serta jumlahnya yang hampir mencapai 100 kasus dalam setiap tahun.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan dari data yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah di atas, peneliti membatasi masalah yang akan di teliti agar penelitian tidak meluas serta dapat di kaji lebih dalam dan juga sebagai ruang lingkup dari penelitian. Maka peneliti berfokus pada Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Dalam Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak Di Kabupaten Bekasi.

D. Rumusan Masalah

Bagaimana Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Dalam Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak Di Kabupaten Bekasi?

9

(23)

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Dalam Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak Di Kabupaten Bekasi.

2. Manfaat Penelitian a. Secara Akademis

• Dari hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikann kontribuasi keilmuan pada bidang sosial khususnya Kesejahteraan Sosial, serta diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk Mahasiswa khususnya Mahasiswa Prodi Kesejahteraan Sosial tentang Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Dalam Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak Di Kabupaten Bekasi.

• Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi

10

(24)

pengetahuan bagi program studi Prodi Kesejahteraan Sosial, tentang Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Dalam Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak Di Kabupaten Bekasi.

b. Secara Praktis a. Bagi Pihak Lembaga

Penelitian diharapkan dapat berguna untuk menjadikan gambaran bagi instansi terkait dalam menjalankan peran dalam menangani kasus kekerasan anak.

b. Bagi Peneliti

Dengan penelitian ini diharapkan peneliti dapat pengalaman dan pembelajaran dalam melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak.

c. Bagi Masyarakat Umum

Dengan adanya peneltian ini diharapkan memerikan suatu sumber informasi kepada masyarakat agar jauh lebih memahami dampak yang ditimbulkan dari perlakuan kekerasan terhadap anak, dan diharapkan juga masyarakat bisa lebih paham dalam melakukan penanganan kasus kekerasan terhadap anak.

11

(25)

c. Secara Teoritis

Memberikan penambahan pengetahuan bagi peneliti tentang suatu Peran Dinas Pemerintahan dalam melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak.

Selain itu dapat menjadikan bahan menerapkan suatu Peran dalam melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak.

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini telah melakukan tinjauan terlebih dahulu terhadap peneliti terhadulu yang bertujuan untuk menjadikan sebagai bahan referensi, perbandingan dan acuan dalam penulisan. Penelitian- penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan referen (Lailiya t.thn.) (Gigin t.thn.)si dalam penulisan peneliti diantaranya sebagai berikut:

1. Nama : Lailiya Saidah Jenis Kajian : Skripsi

Judul : “Peran Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Terkait

12

(26)

Perlindungan Anak Dari Kekerasan Psikis Dalam Rumah Tangga”.

Skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana peran kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dalam memberikan perlindungan bagi anak dari kekerasan psikisis dalam rumah tangga.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti sama-sama berfokus pada peran suatu institusi. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti terletak dalam variabel terkaitnya, dimana peneliti berfokus pada penanganan kekerasan anak di Kabupaten Bekasi, sedangkan penelitian ini terkait perlindungan anak dari kekerasan psikis dalam rumah tangga.

2. Nama : Nandang Mulyana, Risna

Resnawaty, Gigin Ginanjar Kamil Basar Jenis Kajian : Jurnal

Judul : Penanganan Anak Korban Kekerasan Jurnal ini membahasa bagaimana penanaganan yang dilakukan terhadap korban kekerasan terhadap anak di Kabupaten Kuninangan, serta apa saja faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap anak. Jurnal ini memiliki kesamaan dengan

13

(27)

tujuan penelitian yang akan dilakukan peneliti dimana berfokus pada penanganan kasus kekerasan terhadap anak. Sedangkan perbedaannya peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui peran dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Kabupaten Bekasi dalam penanganan kasus kekerasan anak.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dimana peneliti menganalisa dan mendeskripsikan semua yang terjadi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang diamati. (Sugiyono, 2009)

Dengan menggunakan metode penelitian ini diharapkan dapat menggali lebih banyak informasi mengenai data yang ada dalam Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi, guna untuk mendapatkan data yang lebih akurat mengenai Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam Melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Anak di Kabupaten Bekasi.

14

(28)

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis sumber data diantarnya sebagai berikut:

a. Data Primer adalah data yang diproleh langsung dari sumber-sumber informasi utama Kepala Bidang Perlindungan Anak (DP3A), Sekretaris Perlindungan Anak, Seksi Perlindungan Anak, Orangtua Penerima Layanan DP3A Kabupaten Bekasi.

b. Data Skunder adalah data yang diproleh dari berbagai literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, seperti buku, jurnal, arsip-arsip, surat kabar, catatan, laporan, brosur, internet, dan lain-lainnya 3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu dan tempat penelitian ini terletak di komplek perkantoran pemerintahan Kabupaten Bekasi, Sukamahi, Kecamatan Cikarang Pusat, Bekasi Jawa Barat 17530 Waktu penelitian dilakukan di bulan Februari sampai Mei 2021.

15

(29)

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam upaya untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian, maka peneliti menggunakan beberapa teknik dalam sebuah penelitian sebagai berikut.

Dalam memilih subjek atau memnentukan sampel, peneliti menggunakan teknik sampling berdasarkan tujuan berupa purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

(Sugiyono, 2011)

Pemeilihan teknik purposive sampling bagi peneliti merupakan guna untuk menetapkan pertimbangan-pertimbangan tertentu serta kriteria-kriteria yang harus terpenuhi dalam pengambilan sampel-sampel dalam penelitian. Kriteria-kriteria tersebut berupa Kepala Bidang Perlindungan Anak, Seksi Pemenuhan Hak Anak, Seksi Perlindungan Anak, Seksi Seksi Kelembagaan Layanan Anak yang berkerja kurang lebih 3 tahun.

16

(30)

a. Teknik Observasi

Observasi adalah salah satu metode pengumpulan data dengan cara memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Burns mengatakan semua dilihat dan didengar asalkan sesuai dengan tema peneitian, semuanya dicatat dalam kegiatan observasi yang terencana secara fleksibel dan terbuka. (Basrowi, 2008)

Maka peneliti berusaha dalam mencari data yang valid dengan melakukan pengamatan secara langsung yang dilakukan bertujuan untuk menganalisa peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi Dalam Pecegahan dan Penangan Kekerasan Anak.

17

(31)

b. Teknik Wawancara

Menurut Kartono (Kartono, 1980, hal. 171) bahwa wawancara adalah percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu: ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Dengan demikian peneliti menggali suatu informasi dengan melakukan wawancara sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah ditetapkan sebelum melakukan wawancara.

c. Teknik Dokumentasi

Teknik dalam dokumentasi berupa suatu pengumpulan data menggunakan data berupa foto, tulisan dan arsip yang bisa digunakan untuk sumber data. Dalam teknik dokumentasi sebagai alat untuk melengkapi data dari sebuah wawancara dan observasi.

18

(32)

5. Teknik Analisis Data

Bogdan (Sugiyono, 2018, hal. 244) menyatakan analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Reduksi Data adalah proses penyempurnaan dari data-data yang terkumpul, baik pengurangan terhadap beberapa data yang diangap kurang perlu maupun menambahkan data dirasa masih kurang.

Penyajian data dengan tersusunnya suatu informasi maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

19

(33)

Kesimpulan merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Sehingga memungkinkan untuk pengambilan keputusan yang menjurus pada jawaban dari pertanyaan yang diajukan.

6. Keabsahan Data

Dalam penelitian ini keabsahan data yang digunakan teknik triangulasi dilakukan untuk melakukan cek data misalkan data yang didapat melalui wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi atau kuesioner. Untuk memastikan data mana yang dianggap benar.

Atau mungkin semuahnya benar, karena sudut pandangnya berbeda-beda.

7. Pedoman Penulisan Penelitian

Berdasarkan keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507 Tahun 2017 tentang pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian menggunakan teknik penulisan berdasarkan panduan buku

“Pedoman Penlisan Karya Ilmiah”.

20

(34)

8. Teknik Pemilihan Informan

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik Non Probability Sampling dimana Non Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.

Tabel 1. 1

No Informan

Informasi

yang dicari Jumlah

1 Kepala DP3A

Gambaran umum DP3A

1

2 Sekretaris

DP3A

Gambaran umum DP3A

1

3

Seksi Perlindungan

Anak

Gambaran Umum Penanganan

1

4 Orangtua

Anak

Gambaran Umum

Kasus

2

21

(35)

H. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam 6 (enam) BAB dengan gaya penulisan menggunakan Chicago 1: bidang Ilmu Sosial (author datesystem) sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Identifikasi Masalah C. Batasan Masalah D. Rumusan Masalah

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian F. Tinjauan Kajian Terdahulu G. Metode Penelitian

H. Sistematika Penulisa BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Peran

B. Kekerasan Anak C. Advokasi D. Pelayanan

E. UU Perlindungan Anak F. Kerangka Berfikir

22

(36)

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN

Bagian ini berisi tentan gambaran secara umum lembaga penelitian yang diteliti meliputi profil, visi, misi, tujuan, geografis, struktur organisasi, dan alur pelayanan lembaga.

BAB IV DATA DAN TEMUA PENELITIAN Bagian ini berisi tentang uraian penyajian data dan temuan penelitian yang didapatkan peneliti selama melakukan penelitian

BAB V PEMBAHASAN

Bagian ini berisi uraian yang berkaitan terkait analisa hasil penelitian yang ditemukan, hasil data, maupun temuan peneliti di lapangan.

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan B. Saran

23

(37)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Peran

1. Pengertian Peran

Menurut Biddle dan Thomas dalam (Sarwono, 2015) Peran yaitu perilaku-perilaku atau tindakan yan diinginkan dari pemegang kekuasaan tertentu yang dibatasi. Kemuadian Biddle dan Thomas membagi teorinya dalam 4 pristilahan golongan teori peran yaitu:

a. Orang yang mengambil bagian dalam interaksi tersebut.

b. Perilaku yang muncul dalam istilah tersebut.

c. Kedudukan orang dalam perilaku.

d. Kaitan antara orang dan perilaku.

Menurut Soerjono Soekanto peran didefinisikan aspek dinamis kedudukan (status) yang dimiliki seseorang apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peran. (Soekanto, 2012) Peran yang bisa

24

(38)

disebut juga dengan peranan (role) memiliki beberapa arti:

a. Aspek dinamis dari kedudukan.

b. Perangkat hak-hak dan kewajiban.

c. Perilaku aktual dari pemegang kedudukan.

d. Bagian dan aktivitas yang dmainkan oleh seseorang.

Dari pengertian teori yang telah dipaparkan diatas oleh Soerjono Soekanto menerangkan bahwa seseorang dapat disebut berperan apabila dia sudah menjalankan hak dan kewajibannya didalam masyarakat pada status sosialnya. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa peran adalah suatu perilaku seseorang sebagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan jabatannya dan peraturan yang ada didalam masyarakatan (organisasi) yang diikutinya. Peran yang dimaksud dalam hal ini menekankan pada unsur hak kewajiban dan tanggung jawab.

Ada pendapat lain yang dikatakan tentang peran yaitu peran normatif dan peran ideal. Peran normatif yaitu lebih berkaitan erat dengan tugas dan kewajiban yang dimiliki

25

(39)

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi.

Sedangkan, peran ideal yaitu peran yang diharapkan dilakukan oleh yang mempunyai peran tersebut. Pada hakekatnya peran merupakan sebagai suatu rangkaian perilaku tertentu yang ada karena suatu jabatan tertentu.

Menurut pengertian tersebut dapat diartikan bahwa peran yaitu suatu perilaku atau sikap yang dilakukan pada seseorang atau badan atau lembaga yang diharapkan oleh banyak orang atau sekelompok orang terhadap seseorang yang meiliki atau mempunyai jabatan atau kedudukan tertentu. Oleh karna itu maka dapat diartikan bahwa apabila dihubungkan dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi yang merupakan suatu organisasi Pemerintahan di Kabupaten Bekasi yang diharapkan bisa mewujudkan Kabupaten Bekasi ramah anak maka tugas serta wewenang dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi yang memiliki tugas salah satunya memberikan perlindungan bagi anak serta

26

(40)

memberikan penanganan kasus kekerasan anak di Kabupaten Bekasi.

2. Ciri Peran

Menurut Levinson yang dikutip oleh Soekanto (Soekanto, 2002) ciri utama yang bersangkutan dengan istilah peran dalam lingkungan sosial ialah dilihat dengan adanya hubungan-hubungan sosial orang tersebut didalam masyarakat yang berkaitan dengan dinamika bagaimana melakukan tindakan pada organisasi masyarakat dengan berbagai norma yang sudah ada didalam masyarakat. Sesuai dengan pengakuan terhadap status sosialnya.

Bawa ada tiga hal peranan yaitu:

a. Peran mencakup norma-norma yang disambungkan dengan tempat atau posisi seseorang yang akan membina seseorang dalam kehidupan masyarakat.

b. Peran ialah sebuah konsep terkait apa yang dapat dilaksanakan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peran dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

27

(41)

Berdasarkan pendapat ahi yang ada diatas dapat diartikan bahwa peranan ditentukan oleh norma-norma yang ada dan berlaku di lingkungannya, dimana seseorang diwajibkan melakukan hal-hal yang diharapkan dalam pekerjaan, keluarga, lembaga dan dalam peranan-peranan lainnya. Apabila dihubungkan dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yaitu dimana Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melakukan hal-hal yang sesuai dengan peraturan yang sudah ditentukan dalam menjalan perannya dalam melakukan penanganan kasus kekerasan anak di Kabupaten Bekasi.

3. Fungsi Peran

Menurut Soekanto (Soekanto, 2002) dalam pembahasan mengenai berbagai peran yang melekat pada individu-individu yang ada didalam masyarakat ada beberapa pendapat yang berkaitan dengan fungsi peran, yaitu sebagai berikut:

a. Bahwa peran tertentu wajib dijalankan jika struktur masyarakat ingin dipertahankan kelangsungannya.

28

(42)

b. Peranan bisa dilekatkan pada individu yang dapat dikatakan sanggup oleh masyarakat untuk menjalankannya, mereka adalah orang yang sudah terampil dan mempunyai kekuatan.

c. Ada saja individu-individu yang tidak mampu menjalankan perannya sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat, karena pada pelaksanaannya dibutuhkan pengorbanan yang terlalu banyak dari

keperluan-keperluan pribadinya.

d. Masyarakat belum tentu akan menyerahkan peluang-peluang yang setara dengan orang yang mampu melaksanakan perannya. Bahkan seringkali terlihat kalau masyarakat sangat terpaksa untuk membatasi peluang-peluang tersebut.

4. Bentuk Peran

Menurut Nugroho dalam jurnal (Muhammad Ali Zuhri Mahfud, 2015) adapun bentuk-bentuk peran Stakeholder atau Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi dalam menjalankan tugasnya yaitu:

29

(43)

a. Policy creator yaitu berperan sebagai pengambil keputusan dan penentu kebiakan.

b. Kordinator yaitu berperan mengkoordinasikan terhadap lembaga-

lemabaga yang terlibat.

c. Fasilitator yaitu berperan menfasilitasi dan mencukupi apa yang dibutuhkan kelompok sasaran.

d. Implementer yaitu sebagai pelaksana kebijakan yang ada didalamnya termasuk kelompok sasaran (penerima manfaat pengananan kasus kekerasan anak).

e. Akselelator yang berperan mempercepat dan memberikan kontribusi agar suatu program dapat berjalan sesuai sasaran atau bahkan lebih cepat waktu pencapaiannya.

30

(44)

B. Kekerasan Anak

1. Pengertian Kekerasan Anak

Kekerasan anak adalah kata yang biasa diterjemahkan mejadi kekerasan, penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Barker yang telah dikutip oleh (Huraerah, 2012) mendefinisikan kekerasan anak sebagai perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finasial, baik yang dialami individu maupun kelompok.

Sedangkan menurut Fontana sebagaimana dikutip oleh Goddard (Chris 1996), kekerasan terhadap anak atau perlakuan salah (child abuse) adalah perlakuan salah terhadap anak secara fisik dan dilakukan oleh orang dewasa yang menimbulkan trauma pada anak bahkan membawa pada kematian.

Awal mulanya istilah tindak kekerasan sendiri atau child abuse dan neglect berasal dan mulai dikenal dari dunia kedokteran. Menurut Fakih M dalam jurnal (Maknun 2017) mendefinisikan bahwa kekerasan terhadap anak ialah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, penyalahgunaan seksual, pelalaian, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain, yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata atauapun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan.

31

(45)

Sedangkan menurut Kementerian Sosial (Sosial t.thn.) kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan penelantara, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum (Pasal 1 angka 15a, Undang-Undang No.35/2014 tentang Perlindungan Anak). Dengan kata lain kekerasan terhadap anak dapat didefinisikan sebagai peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang- orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak.

(Bagong 2010).

2. Jenis-Jenis Kekerasan Anak

Kekerasan terhadap dapat dikelompok menjadi beberapa jenis bentuk atau tindakan kekerasan terhadap antara lain sebagai berikut:

a. Kekerasan Fisik

Menurut Pope kekerasan (Nurnally 1988) fisik merupakan salah

32

(46)

satu bentuk dari apa yang disebut child maltreatment. Yaitu memperlakukan anak dengan cara yang salah.

Sedangkan menurut Bonner (Walker 1983) kekerasan fisik diartikan sebagai perlakuan dari orangtua termasuk disiplin yang berlebihan.

Pemukulan, dan bentuk kekerasan fisik lain yang menyebabkan luka pada anak.

Bentuk kekerasan ini paling mudah untuk dikenali. Terkategorisasi sebagai kekerasan ini adalah menampar, menendang, memukul, mencekik, mendorong, mengigit, membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan sebagainya. Korban kekerasan jenisi bisa dilihat dengan jelas secara langsung pada bagian fisik korban, seperti luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan dan bentuk lain yang kondisinya lebih berat.

b. Kekerasan Psikis

Kekerasan jenis ini tidak begitu mudah mengenalinya. Akibat yang dirasakan oleh korban tidak memberikan bekas yang jelas bagi

33

(47)

orang lain. Dampak kekerasan jenis ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan nyaman, menurunnya harga diri serta martabat korban. Wujud konkret kekerasan atau pelanggaran jenis ini adalah; penggunaan kata-kata kasar, penyalahgunaan kepercayaan, mempemalukan orang di depan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan kata-kata, dan sebagainya.

c. Kekerasan Seksual

Menurut Lyness (Sri 2006) kekerasan seksual terhadap anak meliputi tindakan menyentuh atau mencium organ seksual anak, tindakan seksual atau pemerkosaan terhadap anak, memperlihatkan media prono, menunjukkan alat kelamin pada anak dan sebagainya.

Yang termasuk dalam kategori ini adalah segala tindakan yang muncul dalam bentuk paksaan atau mengancam untuk melakukan hubungan seksual, melakukan penyiksaan atau bertindak sadis serta meninggalkan seseorang

34

(48)

termasuk mereka yang tergolong masih berusia anak-anak setelah melakukan hubungan seksualitas. Segala perilaku yang mengarah pada tindakan pelecehan seksual terhadap anak-anak, baik di sekolah, di dalam keluarga, maupun di lingkungan sekitar tempta tinggal anak juga termasuk dalam kategiru kekerasan atau pelanggaran terhadap hak anak jenis ini. Kasus pemerkosaan anak, pencabulan yang dilakukan oleh guru, orang lain, bahkan orang tua tiri yang sering terekspos dalam pemberitaan berbagai media massa merupakan contoh konkret kekerasan bentuk ini.

d. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan jenis sangat sering terjadi di lingkungan keluarga. Perilaku melarang pasangan untuk bekerja atau mencapuri pekerjaan pasangan, menolak memberikan uang atau mengambil uang, serta mengurangi jatah belanja bulanan merupakan contoh konkret bentuk kekerasan ekonomi. Pada anak-anak, kekerasan

35

(49)

jenis ini sering terjadi ketika orang ta memaksa anak yang berusia di bawah umur untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga, sehingga fenomena penjual koran, pengamen jalanan, pengemis anak, dan lain- lainnya kian merebak terutama di perkotaan.

3. Bentuk-Bentuk Kekerasan

Menurut Subhan (Subhan 2004) bentuk- bentuk kekerasan sering dilakukan meliputi :

a. Kekerasan Fisik berupa pelecehan seksual, seperti merabah bagian tertentu, mencolek bagian tertentu, memukul, melakukan penganiayaan, dan melakukan pemerkosaan.

b. Kekerasan Nonfisik seperti pelecehan seksual, sapaan, siulan, serta bentuk perhatian yang tidak diinginkan, merendahkan, dianggap selalu tidak mampu, memaki.

36

(50)

4. Sumber dan Faktor Penyebab Kekerasan Anak

Harus diakui selama ini masih ada budaya dalam masyarakat kurang menguntungkan terhadap anak. Meski tak ada data resmi mengenai budaya mana saja yang merugikan anak, tetapi sejumlah studi telah membuktikan bahwa di sekitar kita masih banyak dijumpai praktik-praktik budaya yang merugikan anak, baik merugikan secara fisik maupun emosional.

Dalam versi yang lebih lengkap, seorang pemerhati masalah anak dari malaysia yakni Siti Fatimah mengungkapkan setidaknya terdapat enam kodisi yang menjadi faktor penodorng atau penyebab terjadinya kekerasan atau pelanggaran dalam keluarga yang dilakukan terhadap anak.

a. Faktor Ekonomi

Kemiskinan yang dihadapi sebua keluarga sering kali membawa keluarga tersebut pada situasi kekecewaan yang pada gilirannya menimbulkan kekerasan. Hal ini biasanya terjadi pada keluarga-keluarga dengan anggota yang sangat besar.

37

(51)

Problematika finansial keluarga yang memprihatinkan atau kondisi keterbatasan ekonomi dapat menciptakan berbagai macam masalah baik dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari, pendidikan, kesehatan, pembelian pakaian, pembaaran sewa rumah yang semiahnya secara relatif dapat mempengaruhi jiwa dan tekanan yang seing kali akhirnya dilampiaskan terhadap anak-anak.

b. Masalah Keluarga

Hal ini lebih mengacu pada pribadi yang belum matang, mengalami gangguan emosi atau kekacauan urat saraf yang lain, mengidap penyakit jiwa, sering kali menderita gangguan kepribadian, berusia terlalu muda, sehingga belum matang, terutama sekali mereka yang mendapatkan anak sebelum berusia 20 tahun. Kebanyakan orang tua dari kelompok ini kurang memahami kebutuhan anak dan mengira bahwa anak dapat memenuhi perasaannya sendiri dan latar belakang pendidikan orang tua yang rendah.

38

(52)

c. Faktor Lingkungan Sosial

Seperti kondisi kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis, kondisi sosial ekonomi yang rendah, adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak merupakan milik orang tua sendiri, status wanita yang rendah, sistem keluarga patriatat, nilai masyarakat yang terlalu individualistis dan sebagainya.

5. Dampak Terjadinya Kekekrasan Anak

Rusmil (Huraerah, 2012) mengemukakan bahwa anak-anak yang menderita kekerasan, eksploitasi, pelecehan, dan penelantaran menghadapi risiko:

a. Usia yang lebih pendek

b. Kesehatan fisik dan mental yang buruk c. Masalah pendidikan

d. Kemampuan yang terbatas sebagai orangtua kelak

e. Menjadi gelandangan

39

(53)

6. Tanda-Tanda Terjadinya Kekerasan Pada Anak

a. Kehilangan kepercayaan diri.

b. Terlihat depresi dan gelisah.

c. Sakit kepala atau perut yang tiba-tiba.

d. Menarik diri dari aktivitas sososial, teman-teman, atau orangtua.

C. Advokasi Kebijakan

Advokasi merupakan sebuah mekanisme untuk mengontrol suatu kekuasaan. Secara harfiah advokasi kebijakan merupakan suatu instrumen yang telah banyak digunakan seperti pemerintahan maupun nonpemerintahan. Sedangkan menurut Edi Suharto (Hasan t.thn.) istilah advokasi lekat dengan pembelaan. Oleh karena itu tidak heran jika advokasi sering diartikan sebagai kegiatan pembelaan kasus atau pembelaan pengadilan. Advokasi sendiri dalam bahasa inggris to depend (membela), to promote (mengemukakan atau memajukan), to create (menciptakan) dan to change (melakukan perubahan) (Kemensos t.thn.).

40

(54)

Dalam literatur kemensos advokasi terbagi menjadi 2 meliputi:

a. Advokasi Kasus

Kegiatan yang dilakukan lembaga atau seseorang pekerja sosial dalam memberikan bantuan atau pelayanan terhadap sumber yang menjadi haknya. Dalam kasus: terjadinya kekerasan terhadap anak membantu mendapatkan hak-haknya.

b. Advokasi kelas

Advokasi kelas melibatkan lembaga-lembaga terkait dalam proses memberikan perlindungan dan penanganan terhadap korban. Lembaga bertindak sebagai pendamping.

D. Teori Pelayanan

Menurut Kotler (Kotler 2009) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Sedangkan menurut Moenir (Moenir 2014) pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang berlangsung.

41

(55)

Dengan demekian pelayanan merupakan suatu tindakan antara seseorang dengan seseorang, seseorang dengan kelompok, maupun kelompok dengan seseorang seperti halnya dalam sebuah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang memberikan pelayanan terhadap anak-anak yang menjadi korban dari tindakan kekerasan.

E. Peraturan Perundang-Undang yang Mengatur Perlindungan Anak

1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam Undang- Undang Hak Asasi Manusia, sesungguhnya keseluruhan Pasal yang ada di dalamnya merupakan bentuk perlindungan terhadap anak.

Undang-Undang ini juga menyebutkan Pasal- Pasal yang secara khusus mengatur tentang hak-hak anak. Pasal-pasal tersebut ialah pasal 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, dan 66. Di dalam pasal tersebut mengatur semuah tentang hak-hak yang dimiliki anak.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

42

(56)

Tentang Perlindungan Anak. Didalam Undang- Undang tersebut menyatakan bahwa pada Pasal 1 ayat (1) anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak masih dalam kandungan. (2) Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak- haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. (12) Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. (15) Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik

43

(57)

dan atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantara. Serta pada Pasal 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 22, 23, 24, dan 25. Dimana di dalam Pasal tersebut mengatur tentang Perlindungan Anak.

3. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak. Dimana dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi pada Pasal 1 ayat (13) menyatakan bahwa Kabupaten Layak Anak adalah Kabupaten yang memiliki sistem pembangunan dan pelayanan publik dari Pemerintah Daerah dengan dukungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, swasta, dan forum Anak guna pemenuhan hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan melalui kebijakan, program, kegiatan dan penganggaran untuk kesejahteraan anak. Serta dalam (14), (15), (16), dan (19). Disebutkan juga pada Pasal 2 Hak anak yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Pemerintah Daerah dengan dukungan dari orang tua, keluarga, swasta dan masyarakat, meliputi:

44

(58)

a. Hak sipil dan kebebasan;

b. Hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif;

c. Hak kesehatan dan kesejahteraan anak d. Hak pendidikan, pemanfaatan waktu

luang dan kegiatan budaya, dan e. Hak perlindungan khusus;

Hukuman bagi Pelaku Kekerasan Anak di Indonesia

Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindung Anak. Sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain mau pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan:

a. Diskriminasi.

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual.

c. Penelantaran.

d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan.

e. Ketidakadilan, serta

45

(59)

f. Perlakuan salah lainnya.

Selanjutnya pasal tentang penganiayaan anak di diatur dalam Pasal 76C UU 35/2014 yang berbunyi:

Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak. Sementara sanksi bagi orang yang melanggar pasal di atas (pelaku kekerasan/penganiayaan) ditentukan dalam Pasal 80 UU 35/2014:

1. Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak Rp72.000.000.00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

2. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

3. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan atau

46

(60)

denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.

Undang-Undang dan pasal yang menjelaskan tentang kekerasan pada anak diakhiri dengan penjelasan yang sangat jelas yakni: hukuman ditambah sepertiga dari ketentuan apabila yang melakukan kekerasan adalah orang tuanya sendiri.

47

(61)

F. Kerangka Berfikir

KEKERASAN TERHADAP

ANAK

SOSIALISASI DAN ADVOKASI

DP3A PEMBERDAYAAN

DAN PERLINDUNGAN KASIH

PERLINDUNGAN ANAK

MENGHILANGKAN TRAUMA PADA

DIRI ANAK

48

(62)

BAB III

GAMBARAN PROFIL DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DALAM

KABUPATEN BEKASI A. Latar Belakang Lembaga

Dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Kabupaten Bekasi terbentuk dari pemikiran bahwa Dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak harus dibentuk dinas atau badan tersendiri. Dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Kabupaten Bekasi sendiri awalnya menjadi satu kesatuan dengan Dinas Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sendiri terbentuk pada tahun 2017 menjadi Dinas tersendiri Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) dengan keputusan Bupati Bekasi yang tercantum pada Pertaturan Daerah No 71 Tahun 2016.

49

(63)

Dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Kabupaten Bekasi sendiri berperan aktif dalam membantu meningkatkan pemberdayaan perempuan serta aktif dalam memberikan perlindungan bagi anak dan membantu tercapainya hak-hak anak.

Dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Kabupaten Bekasi sendiri bertempat di komplek Pemerintahan Kabupaten Bekasi yang terletak di Sukamahi, Kec. Cikarang Pusat, Bekasi, Jawa Barat 17530. Dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Kabupaten Bekasi aktif dalam menangani isu gender dan anak yang merupakan salah satu permasalahan utama yang ada di Kabupaten Bekasi dalam pembangunan, khususnya pembangunan sumberdaya manusia. Telah banyak upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan anak serta penguatan kapasitas kelembagaan pengurusutamaan gender telah banyak upaya yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi.

50

(64)

Gambar 3. 1

Gedung dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak kabupaten bekasi

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2020

B. Visi dan Misi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi

Visi dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yaitu “terwujudnya kesetaraan gender dan pemenuhan hak perempuan dan anak”. Dalam mendukung upaya untuk mewujudkan visi tersebut maka dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak memiliki misi sebagai berikut:

1. Mewujudkan kesetaraan dan gender dengan peran organisasi, lembaga dan layanan guna meningkatkan kualitas keluarga.

2. Mewujudkan peran serta organisasi, lembaga, swasta, dan masyarakat dalam pelayanan pemenuhan hak anak.

51

(65)

3. Meingkatkan perlindungan terhadap perempuan dan anak khusus serta tersedianya sistem data gender dan anak berbasis teknologi informasi.

4. Mewujudkan pengadministrasian, perencanaan kegiatan dan keuangan, kepegawaian yang tertib, sinergi dan akuntabel.

C. Tujuan

1. Pengarusutamaan Gender dengan pemberian pelatihan keterampilan kepada kaum perempuan yang berorentasi terciptanya pelaku ekonomi kreatif berbasis wilayah.

2. Meningkatnya pemenuhan hak anak termasuk anak dalam kondisi khusus dan perlindungan anak.

52

(66)

D. Georgrafis

Gambar 3. 2

Sumber : http://bekasikab.go.id/berita--.html #ixzz6nahiOd12

Secara geografis letak Kabupaten Bekasi berada pada posisi 6º 10’ 53” - 6º 30’ 6” Lintang Selatan dan 106º 48’ 28” -107º 27’ 29” Bujur Timur.

Topografinya terbagi atas dua bagian, yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah bagian utara dan dataran bergelombang di wilayah bagian selatan.

Ketinggian lokasi antara 6 – 115 meter dan kemiringan 0 – 250.

53

(67)

E. Susunan Kepengurusan Bagan 3. 1

Struktur Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi

Sumber: Arsip data DP3A Kabupaten Bekasi 2020

54

(68)

Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak dipimpin oleh seseorang Kepala Bidang dan mempunyai tugas pokok merencanakan operasional, mengelola, mengoordinasikan, mengendalikan, mengevaluasi dan

melaporkan urusan perlindungan hak perempuan dan perlindungan khusus anak.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak mempunyai fungsi:

a. Perencanaan operasional urusan perlindungan hak perempuan dan perlindungan khusus anak.

b. Pengelolaan urusan perlindungan hak perempuan dan perlindungan khusus anak.

c. Pengendalian, evaluasi dan pelaporan urusan perlindungan hak perempuan dan perlindungan khusus anak dan.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Kepala Seksi Perlindungan Khusus Anak mempunyai tugas pokok merencanakan operasional, mengelola, mengoordinasikan, mengendalikan, mengevaluasi dan melaporkan urusan perlindungan khusus anak.

55

(69)

Uuntuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut, Kepala Seksi Perlindungan Khusus Anak mempunyai fungsi:

a. Perencanaan kegiatan urusan perlindungan khusus anak.

b. Pelaksanaan urusan perlindungan khusus anak.

c. Pembagian pelaksanaan tugas urusan perlindungan khusus anak dan.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Kepala Seksi Data Kekerasan Perempuan dan Anak mempunyai tugas pokok operasional, mengelola, mengoordinasikan, mengendalikan, mengevaluasi dan melaporkan urusan data kekerasan pada Perempuan dan Anak.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana, Kepala Seksi Data Kekerasan Perempuan dan Anak mempunyai fungsi:

a. Perencanaan kegiatan urusan data kekerasan pada perempuan dan anak.

b. Pelaksanaan urusan data kekerasan pada Perempuan dan Anak.

c. Pembagian pelaksanaan tugas urusan data kekerasan pada perempuan dan anak.

56

(70)

F. Alur Pelayanan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi

Gambar 3. 3

Standar Operasional Prosedur Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan

Anak Kabupaten Bekasi

Sumber: Arsip data DP3A Kabupaten Bekasi 2021 Penelepon menghubungi Call Centre Tesa Kabupaten Bekasi.

57

(71)

Operator Call Centre Tesa menerima telepon dan mengidentifikasi data, masalah dan kategori layanan.

Konselor TESA menindaklanjuti sesuai masalah dan kategori layanan.

a. Apabila jenis layanan berupa permintaan informasi maka konselor memberikan informasi sesuai dengan informasi yang tersedia di DP3A Kabupaten Bekasi.

b. Apabila masalah dianggap krisis maka konselor melakukan komunikasi yang empatik (konseling dasar) sampai penelpon tenang.

Selanjutnya memberikan rujukan untuk mendapatkan konseling lanjutan dan penanganan yang lain.

c. Apabila jenis layanan berupa pengaduan konselor melakukan identifikasi, mencatat dan memberikan rujukan proses selanjutnya.

58

(72)

DP3A menindaklanjuti sesuai hasil identifikasi dan memberikan bantuan sesuai kebutuhan.

a. Layanan Psikologis yang dilakukan oleh Psikolog.

b. Layanan Medis olen tenaga kesehatan atau dokter.

c. Layanan Hukum oleh ahli hukum.

d. Mendampingi korban apabila melakukan pelaporan ke PPA Polres.

DP3A melakukan pencatatan dan pelaporan.

Selain melaporkan kasus kekerasan terhadap anak melalu TESA (Telepon Sahabat Anak), pelaporan kasus kekerasan anak bisa dilakukan secara langsung dengan mendatangi tempat-tempat yang telah disediakan seperti PPA Desa, P2TP2A Tingkat Kecamatan maupun datang langsung ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

masyarakat bisa memilih tempat untuk melaporkan terkait kasus kekerasan anak ditempat-tempat yang berjarakat tidak jauh dari tempat tinggal.

59

(73)

BAB IV

DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan memaparkan data dan temuan yang telah peneliti kumpulkan melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Dari data dan temuan yang diperoleh maka peneliti mengelompokkan temuan berdasarkan dengan rumusan masalah peneliti yang berkaitan dengan Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam melakukan penanganan kasus kekerasan anak di Kabupaten Bekasi. Berdasarkan data dan temuan maka peneliti akan memaparkan hasil temuan sebagai berikut:

A. Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi

Dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak merupakan salah satu instansi pemerintahan Kabupaten Bekasi. Kegiatan yang dilakukan salah satunya adalah memberikan pendampingan serta perlindungan bagi anak yang menjadi korban dari tindakan kekerasan, yang bertujuan untuk memberikan hak pada anak perihal keselamatan dan keamanan. Dengan demikian dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak memiliki peranan yang penting dalam menjalankan

60

(74)

peranannya di masyarakat. Seperti halnya dengan yang disampaikan oleh Ibu Hj Titin sebagai berikut:

“Melakukan sosialisasi dan advokasi terkait pencegahan, pendampingan dan penanganan kekerasan terhadap anak. membentuk lembaga-lembaga terkait pencegahan, pendampingan dan penanganan kekerasan terhadap anak seperti TESA, KPAD, layanan PPA, P2TP2A, satgas PPA dan UPTD PPA.”(Ibu Hj. Titin, 30 Maret 2021).

Pernyataan yang samapun di sampaikan oleh Ibu Hj.

Ranilsah sebagai berikut:

“Peranan yang kami lakukan dalam melakukan penanganan kekerasan anak salah satunya membentuk satgas penanganan kekerasan anak yang bertugas langsung dari proses penerimaan laporan, penanganan sampai penyelesaian. Terus membentuk P2TP2A tingkat Kecamatan sama Satgas PPA tingkat Desa tujuannya supaya masyarakat yang lokasinya jauh dari pemda Kabupaten Bekasi terus ingin melapor bisa dilakukan melalui pihak Desa maupun Kecamatan”.(Ibu Hj. Ranilsah, 30 Maret 2021).

Dari pemaparan yang telah disampaikan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa peranan yang dilakukan dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak telah menjalankan peranannya di

61

(75)

masyarakat sebagaimana semestinya. Seperti yang peneliti paparkan dari hasil temuan wawancara di atas bahwa dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak telah menjalankan peranannya seperti halnya dalam melakukan pencegahan kekerasan terhadap anak dengan melakukan sosialisasi terkait bahaya yang ditimbulkan dari kekerasan anak melalui pihak-pihak satgas dilapangan melalui P2TP2A tingkat Kecamatan dan PPA tingkat Desa.

Selain sosialisasi yang dilakukan dalam upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak, dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak juga menjalankan perannya sebagai pendamping dan advokasi kepada korban dari tindakan kekerasan.

Pendampingan yang dilakukan dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak sendiri berupa pendampingan dalam hal membantu menyelesaikan permasalahan dan memfasilitasi korban kekerasan yang membutuhkan penanganan psikolog, perawatan, maupun pendampingan hukum. Selain itu guna untuk mempermudah dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Kabupaten Bekasi dalam melakukan penanganan kasus kekerasan anak, dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak membentuk lembaga-lembaga terkait dalam tingkatan

62

(76)

Kecamatan maupun Desa seperti P2TP2A Kecamatan, PPA Desa dan TESA (Telepon Sahabat Anak) yang memiliki tujuan untuk mempermudah dalam melaporkan kasus kekerasan terhadap anak yang ada di Kabupaten Bekasi.

B. Kasus Kekerasan Anak di Kabupaten Bekasi Anak sering kali menjadi korban dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa maupun teman sebaya. Menurut data yang dikeluarkan komisi perlindungan anak daerah Kabupaten Bekasi menunjukan bahwa dalam setiap tahun kasus kekerasan anak di Kabupaten Bekasi mengalami kenaikan. Seperti halnya yang disampaikan oleh Ibu Hj. Titin sebagai berikut:

“Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Bekasi sendiri terus mengalami peningkatan kasusnya, kenaikan kasus ini bisa dilihat di antara tahun 2018, 2019, dan 2020 yang mengalami kenaikan setiap tahunnya”.(Ibu Hj.

Titin, 30 Maret 2021).

Pernyataan yang samapun disampaikan oleh Ibu Hj.

Ranilsah sebagai berikut:

“Dari data yang kami minta, menunjukkan kalo dari tahun sebelum dengan tahun sekarang mengalami peningkatan ditambah situasi pandemi yang menyebabkan kasus kekerasan mengalami peningkatan yang signifikan”.(Ibu Hj. Ranilsah, 30 Maret 2021).

63

Gambar

Tabel 1. 1 ......................................................................................

Referensi

Dokumen terkait

Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kapuas Hulu.. Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan,

1. Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Riau dalam melakukan perlindungan terhadap anak korban

Mengapa diperlukan suatu teknik komunikasi data antar komp ter sat dengan komp ter ata data antar komputer satu dengan komputer atau terminal yang lain. Beberapa

Skripsi yang berjudul Manajemen Penanganan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan

Organisasi : 1.06.2.08.0.00.02.0000 DINAS SOSIAL, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Unit : 1.06.2.08.0.00.02.0000 DINAS SOSIAL, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN

“Perlindungan Sosial Terhadap Anak Korban Kekerasan Dan Pelecehan Seksual Studi di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Malang.” Sholawat

DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK | SEKRETARIAT DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK | SUB BAGIAN PROGRAM KERJA,. PERENCANAAN

telah membantu hingga terselesainya skripsi ini. Penulis hanya bisa mendoakan semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah Swt sebagai amal yang mulia. Akhirnya, penulis sangat