• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI KABUPATEN JEMBER Oleh : Kamarudin*

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI KABUPATEN JEMBER Oleh : Kamarudin*"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

-

Latar Belakang Masalah

Bagi sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau seperti Indonesia, perbedaan karakteristik wilayah adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari.

Karakteristik wilayah mempunyai pengaruh kuat pada terciptanya pola pembangunan ekonomi, sehingga pola pembangunan ekonomi wilayah di Indonesia tidak seragam (timpang). Ketidakseragaman ini akan berpengaruh pada kemampuan untuk tumbuh yang pada kenyataannya akan ada wilayah yang maju dan ada beberapa wilayah lain pertumbuhannya lambat.

ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI KABUPATEN JEMBER

Oleh : Kamarudin*

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan : a) menganalisis kinerja sektoral agregat perekonomian di kabupaten Jember b) menganalisis karakteristik dari pertumbuhan ekonomi dilihat dari konsentrasi sektoral dan sub sektoral c) menganalisis sektor basis di Kabupaten Jember.

Metode analisis data yang digunakan adalah metode Location Quotient (LQ) untuk menentukan sektor yang akan dijadikan sektor basis, sedangkan untuk menyatakan sektor mana yang merupakan prioritas dimasa yang akan datang maka menggunakan metode Dinamic Location Quotient (DLQ) kemudian untuk mengetahui pergeseran suatu sektor atau subsector di Kabupaten Jember maka digunakan Coeficien Reshuffle (CR). Dari Sembilan sektor analisis data menunjukkan bahwa tiap sektor dapat digolongkan atau dikategorikan dalam sektor unggulan di Kabupaten Jember, sektor tersebut adalah sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa.

Dengan perhitungan LQ tiap sektornya semenjak tahun 2001-2009, sektor pertanian menunjukkan nilai LQ terbesar yaitu 2,8029, untuk nilai LQ pertambangan sebesar 2,0748 sedangkan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan menunjukkan angka 1,3145 dan untuk sektor jasa sebesar 1,2177.

Dari hasil analisis DLQ di Kabupaten Jember menunjukkan sektor pertanian, sektor industri pengolahan sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa merupakan sektor yang potensi perkembangannya lebih cepat dibandingkan sektor lainnya, dimana sektor tersebut diharapkan mampu menjadi sektor yang unggul dalam persaingan dimasa depan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien DLQ dari sektor tersebut ≥ 1.

Kata kunci : LQ (Location Quotient), DLQ (Dynamic Location Quotient), CR (Coefisien Reshuffle)

*

Dosen Fakultas Ekonomi

Universitas Abdurahman Saleh

Situbondo

(2)

I. LATAR BELAKANG

Dewasa ini berkembang fenomena berkaitan dengan perubahan pola pembangunan ekonomi, yaitu pola kerja berjaringan (networking) dalam beragam aktivitas produktif, baik di sektor publik (antar pemerintah) dan bisnis, maupun dalam masyarakat secara umum. Ini hanya dapat berjalan jika masing-masing pihak sebagai simpul memiliki kompetensi yang makin terspesialisasi dan saling komplementatif,berkembangnya keterkaitan atas landasan (platform) bersama yang saling mendukung dan kuat, serta komitmen yang tinggi dan tindakan nyata yang menghasilkan sinergi positif (Taufik, 2005;

53).

Pembangunan ekonomi nasional tidak terlepas dari pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah sendiri adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah atau wilayah tertentu (Arsyad, 1999 : 298).

Upaya untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat telah tercantum dalam GBHN 1999-2004, yaitu dengan memberdayakan pelaku dan potensi

daerah, serta memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah.

Sejalan pula dengan isu lintas bidang yang tercantum dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas 2000-2004) bahwa untuk meningkatkan dan mempercepat pembangunan daerah dilakukan dengan konsep pembangunan lintas wilayah.

Sebelum otonomi daerah, daerah belum bebas dalam menentukan sektor atau komoditi yang akan diprioritaskan. Namun setelah otonomi daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam mennetukan sektor atau komoditi yang akan diprioritaskan pengembangannya.

Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan atau kelemahan diwilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang memiliki keunggulan dan prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.

Dengan pemberlakuan undang- undang tentang otonomi daerah diharapkan pertumbuhan pada masing-masing daerah menjadi lebih optimal dan mampu meningkatkan kemandirian daerah tersebut yang nantinya akan dapat mendongkrak pendapatan daerah tersebut. Pembangunan daerah yang akan dilaksanakan harus sesuai dengan potensi masyarakat yang tumbuh dan berkembang. Apabila dalam pelaksanaannya

(3)

kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah maka pemanfaatan sumber daya yang ada akan menjadi kurang maksimal dan optimal.

Keadaan itu dapat memperlambat proses pertumbuhan ekonomi daerah masing- masing.

Untuk pemberlakuan otonomi daerah di Kabupaten Jember baru dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001 sebagai tuntutan dari UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Berpandangan pada undang-undang tersebut maka sejak tanggal pemberlakuan otonomi daerah tersebut maka Kabupaten Jember telah memasuki babak baru dalam system desentralisasi yang memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (pemkabjember.go.id). Kondisi perekonomian Kabupaten Jember tidak jauh beda dengan kondisi perekonomian Propinsi Jawa Timur., pertumbuhan perekonomian Kabupaten Jember dari tahun ketahun mengalami peningkatan.

Struktur perekonomian Kabupaten Jember secara nyata mulai bergeser dari sektor primer kesektor tersier, sehingga pemerintah daerah harus memiliki struktur perekonomian yang jelas serta mampu merumuskan kebijakan pembangunan yang berkesinambungan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yang nantinya dapat memaksimalkan potensi daerahnya. Namun fenomena yang terjadi saat ini adalah arah dan kebijakan dari

pembangunan belum berjalan secara maksimal dan optimal, hal ini disebabkan berbagai factor yang ada yaitu salah satunya Kabupaten Jember belum jelas memiliki struktur dan pola pertumbuhan ekonomi daerah. Adanya indikator kinerja sebagai kegiatan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan indikator input, output, hasil, manfaat serta dampak. Indikator- indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mengindikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran dalam pembangunan sebagai salah satu dasar dalam pemilihan kebijakan pembangunan daerah.

II. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana kinerja sektoral aggregate perekonomian Kabupaten Jember ? 2. Bagaimana karakteristik pertumbuhan

ekonomi dilihat dari konsentrasi sektoral dan sub sektor ?

3. Sektor manakah yang menjadi prioritas unggulan untuk dapat dikembangkan sebagai penunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jember ?

(4)

III. LANDASAN TEORI Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting guna menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi suatu negara. ”pertumbuhan”

(growth) tidak identik dengan

”pembangunan” (development) Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu syarat dari banyak syarat yang diperlukan dalam proses pembangunan. Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional, sedang pembangunan berdimensi lebih luas. Salah satu sasaran pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah.

Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian jangka panjang.

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik seperti Thomas Robert Malthus, Adam Smith, David Ricardo dan John Stuart Mill, ada 4 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno,2006:275). Pola pertumbuhan digunakan dalam teori dinamis sebagaimana yang dikembangkan oleh pemikir neo klasik yang mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpokok pada efek investasi dan penambahan jumlah tenaga kerja terhadap pertumbuhan output serta proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam

kegiatan ekonomi masyarakat. Tingkat pertumbuhan ekonomi harus lebih besar daripada laju pertumbuhan penduduk, agar peningkatan pendapatan perkapita dapat tercapai.

Sektor Ekonomi Potensial

Sektor ekonomi potensial atau sektor unggulan dapat diartikan sebagai sektor perekonomian atau kegiatan usaha yang produktif dikembangkan sebagai potensi pembangunan serta dapat menjadi basis perekonomian suatu wilayah dibandingkan sektor-sektor lainnya dalam suatu keterkaitan baik secara langsung maupun tak langsung (Tjokroamidjojo, 1993: 74).

Sektor ekonomi potensial ini dapat berupa sektor basis yang merupakan sektor yang mengekspor barang dan jasa ke wilayah-wilayah diluar batas-batas perekonomian setempat. Besarnya pendapatan pengeluaran dalam sektor basis merupakan fungsi dari permintaan wilayah- wilayah lain. Tingkat pendapatan yang diperoleh sektor basis tercermin dari tingkat produksinya, sehingga kemampuan produksi sektor basis menjadi faktor penentu pendapatan wilayah. Adapun untuk sektor non basis menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat setempat termasuk kebutuhan sektor basisnya. Peningkatan sektor basis ditentukan oleh pembelanjaan pendapatan sektor basis baik berupa faktor- faktor produksi maupun barang dan jasa

(5)

yang dibutuhkan pekerja sektor basis.

Dengan demikian perkembangan sektor non basis tergantung pada perkembangan sektor basisnya. Perluasan kegiatan-kegiatan ekonomi disalurkan sektor basis kepada sektor-sektor non basis yang mendukungnya secara langsung maupun tidak langsung.

Keterkaitan langsung berupa aliran faktor-faktor produksi yang meliputi bahan baku, tenaga kerja, modal dan jasa produksi.

Keterkaitan tidak langsung berupa transaksi pengeluaran para pekerja sektor basis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan- kegiatan lokal yang melayani kebutuhan para pekerja tersebut turut terkena imbas perkembangan sektor basisnya, dengan demikian adanya keterkaitan yang kuat antara sektor basis dan sektor non basis merupakan syarat mutlak untuk menyebarluaskan pertumbuhan dalam wilayah.

Sektor ekonomi dapat disebut sebagai sektor potensial jika memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:

1. Merupakan sektor ekonomi yang dapat menjadi sektor basis wilayah, sehingga semakin besar barang dan jasa yang dapat diekspor maka semakin besar pula tingkat pendapatan yang diperoleh suatu wilayah.

2. Memiliki kemampuan daya saing (competitive advantage) yang relative baik dibanding sektor sejenis dari wilayah lain. Perkembangan sektor

ini akan merangsang perkembangan sektor-sektor lain baik yang terkait langsung maupun tidak langsung yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian wilayah.

3. Memiliki sumberdaya yang dapat mendukung bagi pengembangannya yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Semakin tinggi tingkat ketersediaan sumber daya yang dimiliki maka semakin tinggi pula tingkat pertumbuhan sektor ekonomi wilayah tersebut.

Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Inti dari teori basis ekonomi menurut Arsyad (1999:166) dalam Sadau (2002:20) menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation ).

Pendekatan basis ekonomi sebenarnya dilandasi pada pendapat bahwa yang perlu dikembangkan di sebuah wilayah adalah kemampuan berproduksi dan menjual hasil produksi tersebut secara efisien dan efektif. Lebih

(6)

lanjut model ini menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah atas dua sektor, yaitu:

1. Sektor basis, yaitu sektor atau kegiatan ekonomi yang melayani baik pasar domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri. Itu berarti daerah secara tidak langsung mempunyai kemampuan untuk mengekspor barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor tersebut ke daerah lain.

2. Sektor non basis, yaitu sektor atau kegiatan yang hanya mampu melayani pasar daerah itu sendiri.

Berdasarkan teori ini, sektor basis perlu dikembangkan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Inti dari teori ini adalah membedakan aktivitas sektor basis dengan aktivitas sektor non basis, dimana Sektor Basis yang ada pada suatu pusat pertumbuhan adalah sektor yang pertumbuhannya dapat menentukan pembangunan secara menyeluruh pada daerah tersebut. Sektor non basis adalah sektor sekunder dalam arti sektor tumbuh akibat dari pembangunan yang menyeluruh di wilayah. Teori basis ekonomi ini berupaya menentukan sektor basis dari sebuah wilayah, kemudian dari penentuan sektor tertentu diramalkan aktivitas sektor yang dapat digunakan untuk menganalisa dampak tambahan dari aktivitas sektor terkait.

Basis ekonomi dari sebuah aktifitas terdiri atas aktivitas-aktivitas yang menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja dari suatu basis ekonomi sebuah daerah, dan semua pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh sektor basis. pendapatan dan kesempatan kerja sektor basis sangat dipengaruhi oleh aktivitas ekspor sektor basis tersebut. Hal ini mengakibatkan industri-industri yang berorientasi ekspor yang merupakan motor penggerak di wilayah pertumbuhan.

Pendapatan dan kesempatan kerja non basis ditentukan oleh pendapatan dan kesempatan kerja sektor basis. Konsep kunci dari teori basis ekonomi ini adalah kegiatan ekspor merupakan mesin pertumbuhan.

Oleh karena itu, tumbuh tidaknya suatu wilayah ditentukan oleh bagaimana kinerja wilayah untuk memenuhi permintaan akan barang dan jasa yang berasal dari luar daerah/negeri.

Sektor basis, diindikasikan oleh nilai Location Quotient (LQ > 1).

Sedangkan, Kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam wilayah perekonomian yang bersangkutan dan sektor-sektor non basis diindikasikan sebaliknya (LQ < 1). Aktifitas basis berperan sebagai penggerak utama perekonomian suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain maka akan semakin maju pertumbuhan wilayah.

(7)

Sektor basis berperan dalam pengembangan wilayah, karena potensi untuk meraih pendapatan yang besar dari ekspor. Nilai LQ juga mengindikasikan adanya pemusatan manfaat relatif, suatu sektor antar wilayah kabupaten, yang disebabkan oleh melimpahnya kekayaan sumberdaya alam yang bersifat imperfect mobility. terdapat empat metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor- sektor kunci/basis dalam perekonomian, yakni:

a. Suatu sektor dianggap kunci apabila, mempunyai kaitan kebelakang (backward lingkage) dan keterkaitan kedepan (forward linkage) yang relatif tinggi.

b. Suatu sektor dianggap sebagai sektor kunci apabila, menghasilkan output bruto yang relatif tinggi sehingga mampu mempertahankan final demand yang relatif tinggi pula.

c. Suatu sektor dianggap sebagai sektor kunci apabila, mampu menghasilkan penerimaan bersih devisa yang relatif tinggi.

d. Suatu sektor dianggap kunci apabila, mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif tinggi.

Permasalahan pembangunan pada dasarnya dilandasi oleh kenyataan bahwa perkembangan daerah itu terjadi secara bersama-sama dengan investasi yang berbeda, kondisi daerah yang satu berbeda dengan daerah yang lain, faktor dasarnya

adalah struktur perekonomian daerah yang bersangkutan. Untuk menciptakan struktur perekonomian yang berimbang dan melalui pembangunan daerah agar pembangunan berlangsung disetiap daerah benar-benar sesuai dengan prioritas dan potensi daerah.

Teori basis hanya

mengklasifikasikan seluruh kegiatan ekonomi kedalam dua sektor yaitu sektor basis dan non basis. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung.

Metode pengukuran langsung dapat dengan survey langsung untuk mengklasifikasikan sektor mana yang merupakan sektor basis. Kelemahan dari pengukuran ini adalah memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak.

Mengingat hal diatas, maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode pengukuran tidak langsung.

Beberapa metode pengukuran tidak langsung yaitu :

a. Metode pendekatan asumsi b. Metode LQ (Location Quotient)

c. Metode kombinasi pendekatan asumsi dan LQ

d. Metode minimum.

LQ (Location Quotient), merupakan metode yang membandingkan kemampuan sektor-sektor pembangunan dalam suatu daerah atau wilayah dengan kondisi dengan sektor-sektor pembangunan yang ada

(8)

ditingkat propinsi. Asumsi dari metode ini yaitu semua penduduk disetiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat nasional (pola pengeluaran geografis sama), produktifitas tenaga kerja sama dan setiap industry menghasilkan barang yang homogeny pada setiap sektor.

Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnnya Chodariyanti (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sektor Potensial Dan Perubahan Struktur Ekonomi Dalam Meningkatkan Pembangunan Wilayah di Kabupaten Lamongan”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan sektor-sektor ekonomi dan sektor unggulan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lamongan, mengetahui keterkaitan Kabupaten Lamongan dengan daerah-daerah sekitarnya dan untuk mengetahui perubahan struktur ekonomi dan corak perubahannya. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Input-Output untuk menganalisis sektor unggulan, Multiplier Product Matrix (MPM) yang dapat menggambarkan landscape suatu perekonomian dan analisis gravitasi untuk menganalisis keterkaitan Kabupaten Lamongan dengan daerah sekitarnya. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah telah diketahui bahwa sektor unggulan di Kabupaten Lamongan meliputi sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengolahan, sektor penggalian dan

pertambangan, sektor bangunan atau konstruksi. Berdasarkan analisis MPM terlihat perubahan struktur ekonomi Kabupaten Lamongan selama periode tahun 2002-2007 walaupun tidak drastis.

Berdasarkan analisis gravitasi, dapat diketahui bahwa Kabupaten Gresik memiliki potensi kuat tarhadap Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bojonegoro yang mempunyai akses yang kurang menunjang atas pertumbuhan perekonomian Kabupaten Lamongan.

Mangun (2007) Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten Dan Kota Di Propinsi Sulawesi Tengah, Studi ini dilatar belakangi oleh adanya fenomena potensi ekonomi unggulan serta klasifikasi daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Tengah belum teridentifikasi dan dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan pembangunan. Bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis sektor- sektor basis/unggulan, yang mempunyai daya saing kompetitif dan spesialisasi di masing-masing Kabupaten/Kota, menentukan tipologi daerah dan prioritas sektor basis guna pengembangan pembangunan Kabupaten/Kota.

Data yang terpakai dalam penelitian ini adalah data sekunder kurun waktu tahun 2000-2005 bersumber dari BPS Propinsi, BPS Kabupaten/Kota, serta Bapeda Prop.

Sulawesi Tengah. Model analisis yang digunakan yakni Analisis LQ, Shift-Share, Tipologi Klassen serta Model Rasio

(9)

Pertumbuhan (MRP). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Kabupaten/Kota mempunyai potensi masing-masing sesuai dengan kondisinya namun sektor Pertanian masih merupakan sektor basis yang dominan di Propinsi Sulawesi Tengah karena 9 Kabupatennya mempunyai basis/unggulan di sektor ini; sedangkan sektor lainnya bervariasi khusus sektor Pertambangan dan industri Pengolahan hanya dimiliki Kota Palu sekaligus sebagai kota yang paling banyak memiliki sektor basis ( 8 Sektor basis).

IV. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan seberapa besar peranan sektor unggulan terhadap pembangunan ekonomi, sehingga dapat diketahui kemajuan pusat pertumbuhan ekonomi dengan melihat kontribusi dari sektor-sektor unggulan di Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan analisis Location Quotient (LQ), Dinamic Location Quotient (DLQ), dan Coeficient Reshuffle (CR).

Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan mengambil data yang sudah tertulis dan telah diterbitkan oleh lembaga atau instansi pemerintah dalam hal

ini yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember yang bertujuan untuk mengetahui data PDRB Kabupaten Jember tahun 2000-2008 atas dasar harga konstan, data PDRB Jawa Timur yang bersumber dari dokumentasi Badan Pusat Statistik (BPS) serta berbagai data lain dari studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti dengan periode 2000-2008 karena di Indonesia basis perencanaan itu 9 tahun dan 9 tahun itu sudah lebih cukup layak untuk menggambarkan suatu perubahan.

V. METODE ANALISIS DATA Analisis Location Quotient (LQ)

Untuk mengetahui sektor unggulan digunakan LQ dengan formulasi sebagai berikut (Arsyad, 1999: 317) :

Dimana :

LQ : Location Quotient

Eij : Jumlah PDRB sektor i Kabupaten Jember

Ej : Jumlah PDRB total Kabupaten Jember

Ein : Jumlah PDRB sektor i Kabupaten Jember

En : Jumlah PDRB total Provinsi Jawa Timur

Kriteria yang digunakan :

(10)

a. Apabila LQ suatu sektor ≥ 1, maka suatu sektor tersebut merupakan sektor basis;

b. Apabila LQ suatu sektor ≤ 1, maka suatu sektor tersebut merupakan sektor non basis;

c. Sedangkan apabila LQ suatu sektor = 1, maka suatu sektor tersebut hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan daerah saja.

Dengan kriteria tersebut diatas, maka dapat di asumsikan bahwa :

a. Metode LQ ini menunjukkan bahwa penduduk di wilayah/ daerah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola permintaan nasional.

b. Selain itu permintaan wilayah akan suatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari wilayah lainnya.

Analisis Dinamic Location Quotient (DLQ) Sebagai alternatif untuk melengkapi kelemahan dari analisis LQ maka digunakan analisis DLQ. Metode ini digunakan untuk mengetahui peranan sektor prioritas. Karena dapat memberikan hasil yang lebih tepat dengan mengacu pada laju pertumbuhan sektor ekonomi. Formulasi dari analisis DLQ (Yuwono, 2001: 49) adalah sebagai berikut:

Dimana :

DLQ : Indeks dari laju pertumbuhan sektor (i) di Kabupaten Jember gin : Rata-rata laju pertumbuhan

(PDRB) sektor ekonomi (i) di Kabupaten Jember

gi : Rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) sektor ekonomi (i) di Provinsi Jawa Timur

Gn : Rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) di Kabupaten Jember G : Rata-rata laju pertumbuhan

(PDRB) di Provinsi Jawa Timur

t : Jangka waktu pertumbuhan DLQ

Kriteria yang digunakan :

a. Apabila DLQ suatu sektor > 1, maka laju pertumbuhan sektor (i) terhadap pertumbuhan PDRB daerah (n) lebih cepat dibandingkan dengan proporsi laju pertumbuhan sektor tersebut terhadap PDRB daerah himpunannya. Masa depan keadaan masih tetap sehingga sebagaimana adanya saat ini, maka dapat diharapkan bahwa sektor ini akan unggul dalam persaingan;

b. Apabila DLQ suatu sektor < 1, maka laju pertumbuhan sektor (i) terhadap pertumbuhan PDRB daerah (n) lebih lambat dibandingkan dengan proporsi laju

(11)

pertumbuhan sektor tersebut terhadap PDRB daerah himpunannya. Kondisi demikian maka kedepannya sektor ini akan kalah bersaing dengan sektor yang sama di daerah lain dalam daerah himpunannya;

c. Sedangkan apabila DLQ suatu sektor = 1, maka sektor proporsi laju pertumbuhan sektor (i) terhadap pertumbuhan PDRB daerah (n) sebanding dengan proporsi laju pertumbuhan sektor tersebut dengan laju pertumbuhan PDRB daerah himpunan.

3.2.3 Analisis Coefisien Reshuffle (CR) Untuk mengetahui adanya pergeseran struktur dalam sektor atau sub sektor ekonomi di Kabupaten Jember digunakan CR diperbandingkan LQ pertama (Arsyad, 1999: 321) dengan formulasi:

Dimana :

CR : Indeks LQ dari sektor i pada daerah j;

VRi : Nilai tambah sektor i pada daerah j;

VR : Jumlah semua nilai tambah sektor i pada daerah j pada tahun t Vi : Nilai tambah sektor i pada

daerah himpunan

V : Jumlah semua nilai tambah sektor i pada daerah himpunan pada tahun t

Dengan kriteria sebagai berikut :

CR > 0, berarti sektor i memberikan nilai yang lebih besar pada kegiatan ekonomi suatu daerah dan mengalami kecenderungan pergeseran yang lebih kuat dibandingkan dengan sektor yang lainnya.

CR < 0, berarti sektor i memberikan nilai yang berasal pada kegiatan ekonomi suatu daerah dan mengalami kecenderungan pergeseran yang melemah dibandingkan dengan sektor yang lainnya.

CR = 0, berarti sektor ekonomi i memberikan nilai yang tetap pada kegiatan ekonomi

Dengan asumsi sebagai berikut :

a. Teknik produksi yang digunakan sama b. Dasar tukar produk antar daerah satu

dengan yang lain adalah sama

c. Ongkos transportasi adalah sama (tidak memberatkan)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Data

Analisis Location Quotient (LQ) sektor ekonomi

Analisis Location Quotient (LQ) merupakan suatu sektor yang dapat

(12)

menunjukkan besar atau kecilnya peranan suatu sektor dalam kegiatan ekonomi di daerah. Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan keunggulan komparatif sektor-sektor perekonomian Kabupaten Jember selama periode tahun 2001 sampai tahun 2009. Jika suatu sektor memiliki nilai lebih besar dari satu, maka sektor tersebut merupakan sektor yang kuat sehingga secara potensial merupakan pengekspor produk ke daerah lain. Sebaliknya jika sektor tersebut memiliki nilai LQ kurang dari satu, maka sektor tersebut lemah atau merupakan pengimpor produk dari daerah lain.

Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)

Analisis DLQ membandingkan tingkat laju pertumbuhan dengan acuan rata- rata pertumbuhan sektoral selama jangka waktu tertentu, dalam penelitian ini jangka waktunya mulai dari tahun 2001 sampai tahun 2009. Hasil perhitungan DLQ pada suatu sektor yang menghasilkan nilai DLQ>1 mempunyai arti proporsi laju pertumbuhan tersebut dengan PDRB Jawa Timur. Hal ini berarti sektor tersebut merupakan sektor basis bagi daerah tersebut, sehingga memiliki keunggulan kompetitif disbanding sektor lain dimasa yang akan dating dengan asumsi bahwa keadaan tetap maka dapat diharapkan sektor ini akan unggul dalam persaingan.

Perhitungan hasil analisis DLQ di Kabupaten Jember diperoleh bahwa sektor

bank, sektor pertanian, sektor jasa-jasa merupakan sektor yang potensial perkembangannya lebih cepat. Sektor-sektor tersebut diharapkan mampu menjadi sektor unggulan dalam persaingan dimasa depan, hal ini ditunjukkan dengan koefisien DLQ dari sektor-sektor yang lebih besar dari satu.

Sektor yang dapat diprioritaskan untuk masa yang akan datang adalah sektor pertanian, sektor bangunan, sektor jasa-jasa.

Sektor-sektor tersebut merupakan sektor yang unggul untuk Kabupaten jember dan kedepan masih berpotensi untuk unggul.

Sedangkan untuk sektor pertambangan dan penggalian, sektor industry pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keungan, persewaan dan jasa perusahaan untuk tahun berikutnya tidak dapat dijadikan sebagai sektor prioritas dimasa yang akan dating karena nilai DLQ kurang dari satu atau sektor tersebut merupakan sektor-sektor yang belum unggul tetapi masih berpotensi unggul untuk kedepan di Kabupaten Jember.

Analisis Koefisien Pergeseran (Coeficient Resuffle)

Coeficient Resuffle merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui pergeseran suatu sektor dalam kurun waktu tertentu. Jika suatu sektor memiliki nilai CR lebih dari nol maka sektor tersebut bergeser menguat yang artinya suatu sektor perekonomian dapat menyebabkan suatu

(13)

daerah yang dapat menggerakkan struktur perekonomian substatif wilayah regional yang lebih luas (dimana sektor perekonokian di daerah yang diminati) menjadi substantifnya. Hasil perhitungan nilai koefisien pergeseran (CR) pada table 4.13 terdapat empat sektor yang memiliki nilai CR dari nol antara lain sektor pertanian, sektor industry pengolahan, sektor bangunan, sektor jasa-jasa. Sedangkan untuk sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan lebih kecil dari nol yang artinya sektor- sektor tersebut pergeserannyalemah dalam hal ini penerimaan daerah harus mampu memberikan peningkatannya untuk masa depan tanpa mengesampingkan sektor lainnya. Dalam hal ini sektor yang memiliki nilai lebih kecil dari nol perlu diperhatikan lagi dalam pergeseran suatu perekonomian.

Pembahasan

Hasil perhitungan LQ menerangkan bahwa sektor pertanian menjadi salah satu sektor basis, sedangkan sektor pertambangan,sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa sebagai sektor pendukungnya dalam kegiatan ekonomi. Adapun factor penyebab yang menjadi dasar hasil nilai LQ sebagai berikut:

1. Sektor pertanian memiliki nilai LQ diatas satu. Sektor pertanian dengan

sumber daya alam yang ada terutama sub sektor perkebunan yang sudah lama terbangun jadi suddah lebih terolah dibandingkan dengan rata-rata Kabupaten lainnya. Namun lahan pertanian di Kabupaten Jember sudah terbatas sedangkan Kabupaten lain masih mampu melakukan perluasan areal. Dengan demikian sektor pertanian merupakan sektor unggulan Kabupaten Jember karena merupaka daerah dengan karakteristik wilyaha pegunungan, rawa, bukit, laut dan hutan sub stropis dan masyarakatnya sebagian besar bermata pencarian pada suber daya alam. Haal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Jhingan (2003:67) bahwa factor yang mempengaruhi perkembangan suatu perekonomian adalah sumber daya alam. Tersedianya sumber daya alam yang melimpah merupakan hal yang penting, suatu Negara yang kurang sumber daya alam tidak akan membangun perkonomian dengan cepat;

2. Sektor pertambangan dan penggalian memiliki nilai LQ diatas satu. Di Kabupaten Jember sektor ini didominasi oleh kegiatan penggalian terutama dari penggalian batu, karena penyedia bahan galian untuk bangunan, sehingga sektor tersebut dapat diekspor kedaerah lain;

(14)

3. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dengan nilai LQ lebih dari satu. Hal ini dapat dikarenakan didaerah Kabupaten Jember terdapat cabang BI, sehingga dapat menjadi sektor basis kedaerah-daerah lainnya;

4. Sektor jasa-jasa memiliki nilai LQ diatas satu. Hal ini bahwa di Kabupaten Jember untuk sektor jasa-jasa mampu melayani kebutuhan pasar daerah sendiri juga mampu melayani atau mengekspor kedaerah lain.

Hasil perhitungan DLQ menerangkan selama periode tahun 2001 sampai tahun 2009 mengalami perubahan terhadap laju pertumbuhan terutama sektor pertanian dan selama ini menjadi prioritas pembangunan di Kabupaten Jember yang akan dating, dimana tidaka dapat diharapkan lagi untuk menjadi tulang punggung.

Sementara untuk sektor yang dapat diharapkan lagi untuk menjadi tulang punggung. Sementara untuk sektor yang dapat menjadi sektor prioritas utama adalah sektor bangunan dengan nilai DLQ sebesar 2,265. Keberhasilan sektor ini disebabkan karena pertumbuhan di Kabupaten Jember lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor yang sama di Propinsi Jawa Timur.

Hasil analisis Coeficient Resuffle menunjukkan bahwa sektor ekonomi Kabupaten Jember mengalami kecenderungan menguat adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor

bangunan, sektor jasa-jasa. Sehingga sektor tersebut dapat dikatakan sektor basis karena bisa menyebabkan suatu daerah Kabupaten Jember yang dapat menggerakkan struktur perekonomian ditingkat nasional atau regional yangkemudian menyebar kedaerah- daerah lain yang melalui mekanisme transmisinya atau hasil dari sektoral di Kabupaten Jember yang nanntinya bisa diperkenalkan atau diekspor kedaerah lainnya. Nilai CR terbesar diperoleh oleh sektor industri pengolahan dengan nilai CR sebesar 0,02632 Kecendrungan sektor yangmenguat kedua adalah sektor pertanian dengan nilai CR sebesar 0,01711, sektor yang ketiga menguat adalah sektor bangunan dengan nilai CR sebesar0,00112 dan sektor jasa dengan nilai CR sebesar 0,000752.

Sedangkan sektor yang lainnya merupakan sektor yang memiliki kecendrungan pergeseran yang melemah.

Kontribusi atau pergeseran sub sektor Kabupaten Jember mengalami penurunan diberbagai sektor dari tahun analisis 2001 sampai tahun 2009 seperti yang terjadi pada sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih. Kemudian untuk sektor yang lain mengalami fluktuasi dari tahun ketahun, disini pemerintah daerah dituntut untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan setiap masing-masing sektor sebagai pendukung perekonomian daerah agar terjadi keseimbangan antara sektor satu dengan sektor lainnya.

Kemampuan pemerintah daerah untuk

(15)

melihat sektor yang memiliki keunggulan atau kelemahan diwilayahnya menjadi semakin penting sektor yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor yang lain untuk berkembang. (Robinson Tarigan 2005:79).

Menghadapi realita yang ada maka yang harus dilakukan atau diupayakan oleh berbagai pihak adalah bagaimana dapat mendorong para pengusaha daerah agar dapat tetap menjalankan usahanya dengan baik dalam era yang tidak menentu itu.

Beberapa upaya tersebut diantaranya:

pertama, harus dimulai oleh pemerintah pusat dan daerah untuk secara tegas menerapkan strategi pembangunan ekonomi kontemporer yang ditekankan pada

“resources based strategy”, yaitu strategi pembangunan yang menekankan pemberdayaan pengembangan sumber daya local sendiri, dengan penekanan pada pembangunan dan pengembangan komoditas unggulan daerah, sehubungan dengan persediaan sumber daya alam yang cukup melimpah yang didukung oleh sumber daya manusia. Dengan strategi ini pengusaha daerah akan mandiri dan leluasa dalam mengembangkan potensi, sehingga mereka dapat menekan biaya dan memaksimalkan produksinya. Kedua, untuk sementara waktu pemerintah pusat dan daerah harus berinisiatif mengembangkan strategi kewirausahaan bagi pengusaha secara

mandiri, artinya mereka tidak lagi menempel pada usaha birokrasi (Marsuki, 2005:279).

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan masing-masing sektor di Kabupaten Jember maka dapat diambil berbagai kesimpulan bahwa:

a. Berdasarkan hasil analisis Location Quotientent (LQ) menunjukkan bahwa sektor tradisional (primer) yakni sektor pertanian lebih potensial sebagai sektor basis sedangkan sektor pertambangan dan pengggalian, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusaaan, sektor jasa-jasa sebagai sektor ekonomi pendukungnya bagi sektor basis. Sektor pertanian didominasi oleh sub sektor pendukungnya bagi sektor basis. Sektor pertanian didominasi oleh sub sektor pendukungnya bagi sektor basis. Sektor pertanian didonimasi oleh sumb sektor tanaman perkebunan, kehutanan, peternakan, dan tanaman bahan pangan dengan memiliki nilai LQ terbesar selama tahun 2001 sampai tahun 2009.

Hal ini menunjukkan sektor pertanian merupakan sektor basis pembangunan ekonomi di Kabupaten Jember karena mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri dan mampu mengekspor hasil produksinya kedaerah lain.

b. Berdasarkan hasil analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) dapat

(16)

diketahui bahwa sektor yang potensial dijadikan sebagai sektor prioritas dimasa yang akan dating adalah sektor pertanian, sektor bangunan, serta sektor jasa-jasa.

Sektor yangmemiliki nilai DLQ paling besar adalah sektor bangunan yang nantinya dimasa yang akan dating merupakan sektor yang dapat diunggulkan dan diprioritaskan lagi.

c. Hasil analisis Coeficient Resuffle (CR) di Kabupaten Jember dapat diketahui sektor yang mengalami kecenderungan menguat terdapat empat sektor yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor jasa-jasa. Sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki nilai CR terbesar, dan urutan serta sektor jasa-jasa.

Implikasi

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat diajukan saran sebagai berikut:

a. Pemerintah harus tetap mempertahankan sektor pertanian karena sektor ini yang tetap bertahan menjadi sektor prioritas dan memberikan kontribusi terbesasr bagi PDRB Kabupaten Jember. Selain itu perlu ditingkatkan lagi sektor perekonomian non basis sebagai sektor yang mendukung sektor perekonomian basis. Adanya suatu peningkatan sektor perekonomian non basis nantinya dapat memberikan kontribusi yang lebih

besar lagi bagi PDRB Kabupaten Jember.

b. Mengembangkan sektor potensial sebagai prioritas dimasa yang akan dating terutama sektor bangunan sehingga dapat menjadi sektor unggulan nanntinya. Berdasarkan hasil penelitian, sektor non basis yang merupakan sektor potensial bagi Kabupaten Jember adalah sektor bangunan disebabkan Kabupaten Jember saat ini lebih mengembangkan sektor usaha yang dapat menyebabkan adanya perubahan pada seluruh sektor perekonomian seluruhnya. Selain itu pengembangan sektor atau sub sektor prioritas mampu menciptakan suatu keterkaitan yang sempurna dengan sektor-sektor non prioritas dalam arti memacu pengembangan sektor non prioritas dalam hal bertambahnya permintaan mampu meluasnya lapangan kerja baru. Peningkatan sektor yang saling mendukung ini pada gilirannya akan memberikan landasan yang kuat bagi sektor prioritas berikutnya.

c. Pemerintah hendaknya meningkatkan produktifitas factor-faktor produksi sebagai upaya meningkatkan nilai tambah bagi PDRB dan dihindari adanya kecendrungan penggunan factor produksi yang tidak efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Edisi keempat, BPFE Yogyakarta

(17)

---. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.

BPFE. Yogyakarta.

Chodariyanti, L. 2010. Analisis Sektor Potensial Dan Perubahan Struktur Ekonomi Dalam Meningkatkan Pembangunan Wilayah di Kabupaten Lamongan. Tesis Tidak Dipublikasikan. Pasca Sarjana Universitas Jember. Jember.

Disperindag, 2009. Kemajuan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jember.

http://www.pemkabjember.go.id/v2/p embangunan/pdrb.php

Edgington, David W et al. 2001. New Regional Development Paradigms:

New Regions-Concepts, Issues, and Practices. Greenwood Press. London.

JDA (Jember Dalam Angka). 2010.

http://www.pemkabjember.go.id (diakses 30 Juli 2011).

Mangun,Nudiatulhuda. (2007). Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten Dan Kota Di Propinsi Sulawesi Tengah.

[Thesis] Universitas Diponegoro.

Semarang.

Marsuki. 2005. Analisis Perekonomian Nasional dan Internasional. Mitra Warana Media. Jakarta.

Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. Terjemahan dari Intermediate Microeconomics and Its Application, Eight Edition.

Harcourt College Publishers.

Mahendra, Bayu dan Abdul Aziz, penerjemah. Erlangga. Jakarta.

Sadau A. 2002. Identifikasi Sektor Ekonomi dan Prospek Pembangunan daerah dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah Kabupaten Kapuas Hulu 1995-1999 [Tesis]. Yogyakarta:

Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Stamer, Jorg Meyer. 2003. Participatory Appraisal of Competitive Advantages (PACA): Manual How to Conduct a PACA. GTZ-RED.

Surakarta.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, Dasar Kebijakan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Tarigan, Robinson. 2007. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi (edisi revisi). Bumi Aksara, Jakarta.

Taufik, Tatang A. 2005. Penguatan daya saing dengan platform klaster industry: Prasyarat memasuki ekonomi modern. Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Strategi dan Implementasi Pengembangan Daya Saing Ekonomi Daerah Dengan Pendekatan Lintas Sektoral, yang diselenggarakan oleh Core Competence dan PUPUK di Yogyakarta tanggal 7 - 9 Pebruari 2005.

Tjokroamidjojo, Bintoro. 1993.

Perencanaan Pembangunan. CV.

Haji Masagung. Jakarta.

Yuwono, P. 2001. Penentuan Sektor Unggulan Daerah Menghadapi Implementasi UU 22/ 1999 dan UU No. 25/1999. Kritis, Vol : XII No. 2, Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

a. Sadar akan pentingnya bahasa inggris sebagai sarana komunikasi, SMP N 9 Magelang membagi pelajaran bahasa inggris menjadi dua yaitu “Bahasa Inggris” dan

Pada awal berdirinya masjid ini diberi nama Jami’ul Kahhirah (Kairo) karena mengambil nama tempat universitas tersebut didirikan, Belakangan, namanya diubah menjadi

Apabila peluang bisnis atas tradisi mudik ini mampu dimanfaatkan secara jeli oleh para pelaku bisnis maka akan menghasilkan keuntungan-keuntungan baik berupa keuntungan langsung

Membimbing pendidik dan tenaga kependidikan PAUD dalam memanfaatkan hasil penilaian kinerja untuk peningkatan mutu pembelajaran.. Mengevaluasi kinerja satuan pendidikan PAUD

PEDOMAN TEKNIS SARANA DAN PRASARANA BANGUNAN INSTALASI RAWAT INAP (UMUM) 15 (f) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan. pemeliharaan sistem

[r]

Benign prostatic hyperplasia is enlargement of the prostate that constricts the urethra, causing urinary symptoms... BPH – hyperplastic tissue surrounds urethra,

 Melalui penugasan, siswa dapat melakukan pengamatan sederhana tentang lingkungan sehat menggunakan pedoman isi teks yang telah dibaca secara benar..  Melalui penugasan, siswa