62
JUAL BELI IKAN DENGAN SISTEM PEMANCINGAN Oleh : Miswanto
Email : [email protected]
ABSTRAK
Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai kodrat hidup dalam masyarakat. Sebagai makhluk sosial, dalam hidupnya manusia memerlukan adanya manusia-manusia lain yang bersama-sama hidup dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tidak akan lepas dari hal perekonomian diantaranya yaitu transaksi jual beli. Kegiatan jual beli merupakan aktivitas yang menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari diantaranya untuk memenuhi kebutuhan sandang, papan, dan pangan. Dalam hukum perdagangan, terdapat suatu perjanjian persetujuan, dan kontrak antara penjual dan pembeli untuk saling mengikatkan diri di antara barang dengan harga barang yang di transaksikan. Karena prosesnya merupakan kesepakataan, dalam jual beli harus ada sikap saling merelakan.
Islam telah mengatur hal-hal yang berkaitan dengan jual beli, dalam jual beli haruslah transparan dan sesuai dengan hokum syara’. Syari’at juga mengatur larangan memperoleh harta dengan jalan bathil seperti perjudian, penipuan, gharar dan mengharamkan riba.Praktik jual beli di masyarakat kadang tidak mengindahkan hukum syara’ yang berlaku, sehingga dapat merugikan satu dengan yang lainnya. Kerugian tersebut ada kalanya berhubungan dengan obyek maupun harga yang ditentukan, hal itu terjadi karena ketidaktahuan masyarakat dalam hukum jual beli.
Kegiatan jual beli ikan di Desa Bomo Kecamatan Punung juga mengandung unsur kesamaran atau ketidaktahuan antara penjual dan pembeli mengenai obyek yang akan diperoleh antara keduanya sesuai dengan akad yang sudah ditentukan keduanya, yaitu jual beli ikan dengan sistem pemancingan di Desa Bomo Kecamatan Punung. Jual beli ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat sehingga sudah menjadi hal yang wajar dan bisa diterima oleh masyarakat umum antara penjual dan pembeli.
Kata Kunci: Hukum Islam, Jual Beli, dan Sistem Pemancingan
63 Tinjauan Hukum Islam
Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli ini merupakan suatu cara atau metode untuk meneliti tentang berlakunya hukum Islam terdapat banyak peraturan yang mengatur jual beli yang dilakukan tidak melanggar syari’at agama Islam. Mencari sumber-sumber rezeki sesuai dengan jalan yang diperbolehkan dan terbaik adalah jual beli yang memiliki banyak kebaikan didalamnya.
Islam sebagai agama yang diturunkan Allah SWT, telah mengatur hidup umatnya dengan dasar hukum yang jelas, yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah Rasulullah SAW. Inilah cara Allah menjadikan agama Islam sebagai pegangan manusia untuk mencapai tujuan tujuan hidup menurut Islam. Agar manusia yang ditugaskan sebagai khalifah di muka bumi bisa menjaga dan merawat kehidupan yang selamat dunia dan akhirat serta tercapai tujuan penciptaan manusia dalam Islam.
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah 2 dasar utama dari sumber syari’at Islam itu sendiri.
Sesuai berkembangnya zaman, waktu pun berlalu, maka permasalahan umatpun semakinkompleks. Makanan halal, minuman halal dalam Islam, makanan haram menurut Islam, hukum pernikahan, dan fiqih muammalah jual beli dalam Islam sudah berkembang dan semakin komplit. Hal tersebut tidak dijelaskan dalam kedua sumber tersebut secara jelas dan gamblang.
Melihat kasus ini maka perlu adanya peranan para ulama untuk mengkaji lebih dalam makna yang tersimpan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai cara mencari jaln keluar dari hukum Islam.
Adapun pedoman umat Islam adalah sebagi berikut:
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang lafal-lafalnya mengandung mu’jizat, membacanya mempunyai nilai pahala, yang diturunkan secara mutawatir, dan ditulis pada mushaf, mulai dari al-Fatihah sampai surat an-naas.” 41
b. As- Sunnah
Sunnah adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.
c. Ijma’
“Ijma’ adalah tekad atau niat dengan ketetapan hati untuk melakukan sesuatu”.
4 Ali Mufron, Usul Fiqh, Yogyakarta : Lentera Kreasindo, 2015, 283.
64 d. Qiyas
“Qiyas adalah menyamakan hal yang hukumnya tidak terdapat ketentuannya dalam al-Qur’an dan sunah Rasul”. 102
Jual Beli
Jual beli adalah mengambil, memberikan sesuatu atau barter, atau dapat diartiakan suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan atau kenikmatan.14 Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan jual beli sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.
Terjadinya jual beli karena adanya perbedaan kebutuhan hidup antara satu orang dengan orang yang lain. Suatu contoh misalnya, satu pihak memiliki barang, tetapi dia lebih membutuhkan uang. Sementara pihak lain, memiliki uang, tetapi dia membutuhkan barang.
Kedua belah pihak tersebut dalam contoh diatas, dapat mengerjakan kerja samadi antara keduanya dalam bentuk jual beli atas dasar sama-sama rela. Dengan kerja sama jual beli itu, kebutuhan masing-masing pihak dapat terpenuhi.
Landasan Hukum Jual Beli
Jual beli disyari’atkan berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah, dan ijma’ yakni:
tidak ada keraguan bahwa perdagangan dan jual beli adalah dua hal yang dibutuhkan dan diperlukan. Hal ini karena Allah telah memerintahkan kita untuk mencari rizki untuk makan dan minum bagi diri kita menurut cara yang disyari’atkan oleh Allah SWT.
Adapun hikmah disyari’atkannya jual beli ialah seorang muslim bisa mendapatkan apa yang dibutuhkannya dengan sesuatu yang ada ditangan saudaranya tanpa kesulitan yang berarti.
Sebab setiap orang dari suatu bangsa memiliki banyak kebutuhan berupa makanan, minuman, pakaian dan lainnya tidak dapat memenuhi sendiri semua kebutuhan itu, sehingga dia perlu mendapatkannya dari orang lain. Dan tidak ada cara yang sempurna untuk mendapatkan selain dengan pertukaran atau jual beli.
Rukun dan Syarat Jual Beli
Jual beli memiliki beberapa hal yang harus ada terlebih dahulu agar akadnya dianggap sah dan mengikat. Beberapa hal tersebut kemudian disebut rukun jual beli. Ia adalah
10 Ahmad Azar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, Yogyakarta : UII Press, 2000,
65 penyangga bagi terjadinya jual beli.
“Jumhur Uama‟ menetapkan rukun jual beli ada 4 yaitu, orang yang berakad (penjual dan pembeli), shigat (lafal ijab dan qabul), barang yang dibeli, nilai tukar pengganti barang”.18 3
Jual beli dianggap sah jika memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat tersebut ada yang berkaitan dengan orang yang melakukan akad, obyek akad maupun shighatnya. Syarat dalam jual beli secara rinci yaitu “Syarat yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku yakni harus akil baligh berkemampuan memilih. Syarat yang berkaitan dengan obyek jual beli harus suci, bermanfaat, dan bisa diserahterimakan. Maka tidak diperjualbelikan darah daging babi dan bangkai”.19 Penting tercapainya syarat dan rukun dalam jual beli karena syarat tersebut menjadi patokan bagi setiap orang dalam melakukan jual beli dan bertransakasi yang sesuai dengan syariah Islam.
Pembagian Jual Beli
Jual beli dapat di bagi menjadi beberapa macam sesuai dengan sudut pandang yangberbeda.
Secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Jual beli dapat dilihat dari sisi obyek dagangan, di bagi menjadi:
a) “Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang”.20 Jual beli sebagaimana yang dilakukan layaknya masyarakat umum di sekeliling kita.
Contoh praktiknya jual beli ini adalah yang paling sering kita jumpai di masyarakat.
b) “Jual beli ash sharf, yaitu penukaran uang dengan uang. Saat ini seperti yang dipraktikan dalam penukaran uang asing”.21 Contoh praktik jual beli ini terdapat pada instansi perbankan maupun instansi tertentu yang biasa menerima penukaran uang asing.
c) “Jual beli muqabadlah, jual beli barter, jual beli dengan menukar barang dengan barang”.22 Contoh praktik jual beli ini biasa terdapat pada penjual elektronik antar masyarakat seperti handphone yang ditukarkan dengan lain merk handphone dan spesifikasinya lebih unggul.
2) Jual beli dilihat dari sisi cara standarisasi harga
a) “Jual beli yang member peluang bagi calon pembeli untuk menawar barang
18Yazid Afandi, Op.Cit., 57.
66
dagangan, dan penjual tidak memberikan informasi harga beli”.23 Jual beli ini biasanya terjadi di pasar tradisional yang dimana penjual menawarkan barang yang dia jual kepada konsumen dan konsumen tentunya tidak mengetahui harga beli dari produsen.
b) “Jual beli amanah, jual beli di mana memberitahukan harga beli barang dagangannya dan mungkin tidaknya penjual memperoleh laba”.244
Jual beli jenis ini dibagi lagi menjadi tiga jenis :
(1) “Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli yang mengharuskan penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas (harga pokok pembelian) dan tambahan profit yang diinginkan tercermin dalam harga jual”.25 5Sebagai contoh biasanya terdapat pada bagi hasil yang mana si pemilik modal dan penerima modal sama-sama mengetahui keuntungan dari hasil penjualan.
(2) “Wadli‟ah: yaitu menjual barang dengan harga di bawah modal dan jumlah kerugian yang diketahui. Penjual dengan alasan tertentu siap menerima kerugian dari barang yang ia jual”.26 Jual beli ini biasa terdapat pada penjualan saham apabila harga saham itu turun pada saat penjualan maka penjual akan mengetahui berapa jumlah kerugian yang di dapatkan.
(3) “Jual beli tauliyah : yaitu jual beli dengan menjual barang yang sesuai dengan harga beli penjual. Penjual rela tidak dapat keuntungan dari transaksinya”.27 Contoh: A membeli motor dengan harga 6 jt.
A memberi tahu B bahwa dia membeli motor tersebut seharga 6 jt.
Dia tawarkan motornya kepada B dengan harga yang sama, tanpa mengambil keuntungan sedikitpun. Transaksi ini dimasukkan dalam
23 Loc. Cit.
24 Loc. Cit.
25 Ismail Nawawi, Op. Cit., 91.
26 Yazid Afandi, Op. Cit., 61.
27 Loc. Cit.
67
bai` amanah karena dalam transaksi ini, penjual menyampaikan harga belinya. Hal ini menuntut adanya amanah dari penjual tentang kebenaran informasi yang dia sampaikan.
c) “Jual beli muzayadah ( lelang): yakni jual beli dengan cara penjual menawarkan barang dagangannya lalu pembeli saling menawar dengan menambah jumlah pembayaran dari pembeli sebelumnya, lalu si penjual akan menjual dengan harga tertinggi dari para pembeli tersebut”.28 Saat ini jual beli ini dikenal dengan nama lelang, pembeli menawarkan harga tertinggi adalah yang dipilih oleh penjual, dan transaksi dapat dilakukan.
Contohnya dalam praktiknya adalah pada saat melakukan pelelangan tanah persawahan pemerintah desa.
d) “Jual beli munaqadlah (obral) : yakni pembeli menawarkan untuk membeli barang dengan kriteria tertentu lalu para penjual berlomba menawarkan dagangannya. Kemudian si pembeli akan ditawarkan oleh para penjual”.29 Contohnya adalah praktiknya terjadi saat adanya pasar kaget/pasar malam yang biasa menjualnya dengan cara mengobral harga barang yang di perjualbelikan untuk memikat minat konsumen.
e) “Jual beli muhathah: jual beli barang dimana penjual menawarkan diskon kepada pembeli. Jual beli jenis ini banyak dilakukan oleh super market/mini market untuk menarik pembeli”.30 Contoh dalam praktiknya biasa terjadi di toko-toko serba ada seperti Mol, Supermarket, dan Mini market.6
3) Jual beli dari sisi cara pembayaran dibagi menjadi :
a) “Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara lansung”.31 Contoh praktiknya terdapat pada toko emas yang dimana ada barang ada uang .
b) “Jual beli dengan penyerahan barang tertunda”.32 Contoh praktiknya biasa terjadi pada pembelian hewan ternak yang terkadang pembayaran lebih dulu dan barang diantar sesuai permintaan
28 Loc. Cit.
29 Loc. Cit.
30 Loc. Cit.
68 konsumen.
c) “Jual beli dengan pembayaran tertunda”.33 Contoh praktiknya biasanya terjadi di toko-toko kecil yang terdapat pada perkampungan, yang terkadang masyarakatnya sering meminta barang duluan dan pembayarannya belakangan/ngutang.
Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama sama tertunda. contoh praktiknya jual beli ini biasanya di pakai dalam pemesanan sparepart kendaraan bermotor yang di pesan di dealer kendaraan bermotor, dimana barang yang di pesan masih indent dan menunggu kurang lebih 1 bulan dan pembayarannya berlaku jika barang sudah datang.
Sistem Pemancingan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia “sistem adalah : 1, perangkat unsur yg secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas; 2, susunan yg teratur dari pandangan, teori, asas, dsb; 3, metode”.45 Sedangkan “Pemancingan berasal dari kata dasar pancing. Pemancingan memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga pemancingan dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Pemancingan berarti proses, cara, perbuatan memancing”.467
Macam-Macam Sistem Pemancingan8
Dalam dunia pemancingan ada beberapa macam sistem pemancingan yang ada, yaitu : a. Sistem Pemancingan Harian
Empang harian adalah tempat khusus yang disediakan buat pemancingan. Pada empang ini biasanya pemancing membayar hargalapak (sewa lapak berikut ikannya) baru kemudian memancing. Mancing harian dapat dilakukan setiap hari bahkan ada pemancingan yang bukanya 24 jam.
b. Sistem Pemancingan Kiloan
Dinamakan sistem pemancingan kiloan karena sistem yang dipakai saatmancing di empang ini yakni dengan menimbang hasil tangkapan yang diperoleh, kemudian pemancing membayar harga berdasar perolehannya.
31 Ismail Nawawi, Op. Cit.,62.
32 Loc. Cit.
45Dendy Sugono dkk, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, 1364.
69 c. Sistem Pemancingan Borongan
Pemancing atau kelompok pemancing menyewa empang yang waktu memancingnya, jumlah ikan yang diisikan di empang berdasarkan kesepakatan keduabelah pihak. Atau dapat juga sekelompok pemancing menawar isi empang yang dipunyai petani budidaya, baru kemudian memancingnya setelah ada kesepakatan harga.
d. Sistem Pemancingan Lomba
Di sinilah para pemancing mencoba ketangguhannya dengan menerapkan9 pengetahuan dan pengalamannya terhadap pemancing yang lain tanpa mengurangi keakraban sesamanya. Pada lomba biasanya penyelenggara telah mengisikan sejumlah ikan terlebih dahulu dan menyediakan sejumlah hadiah- hadiah bagi pemenangnya. Kriteria pemenang ditentukan berdasarkan perolehan terberat perekor yang didapat peserta lomba mancing. Lomba biasanya diadakan mulai pagi hingga sore pada hari Minggu atau hari libur lainnya.
e. Sistem Pemancingan Galatama
Mancing pada empang sistem galatama adalah mereka yang benar- benar hendak mengasah ketrampilannya memancing, karena hasil ikan tidak dibawa pulang seperti pada sistem mancing yang telah disebut di atas tadi. Ikan yang ditebar di empang ini sangat banyak jumlahnya, penyelenggaraannya bisa setiap hari dan bersifat lomba karena ada hadiahnya yg sangat menggoda. Untuk hadiah biasanya berupa uang, banyaknya tergantung dari jumlah peserta setelah uang yang terkumpul dikurangi oleh bagian yang menjadi hak panitia. Kriteria pemenang sesuai kesepakatan bersama, biasanya seperti juara ikan terberat, juara ikan merah, juara total berat perolehan ikan dan juara total perolehan jumlah satuan ikan. Dalam setiap harinya lomba terbagi dalam beberapa babak atau ronde, yang lamanya antara 2~2,5 jam perbabak. Dalam tiap babak didapatkan hasil penentuan juara. Ikan yang diperoleh dilepaskan kembali saat itu juga setelah dilakukan penimbangan. Beberapa peraturan galatama agak berbeda dengan lomba seperti peserta tidak diperbolehkan menggunakan rangkaian berpelampung, menggunakan umpan hidup seperti
46 Staf (Online), https://www.apaarti.com/pemancingan.html (05 Juli 2018)
70
cacing dan kroto dan beberapa aturan lainnya yang berbeda.
Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Ikan dengan Sistem Pemancingan
Dalam praktik jual beli di masyarakat, kadangkala tidak mengindahkan hal-hal yang sekiranya dapat merugikan satu sama lain. Kerugian tersebut ada kalanya berkaitan dengan obyek ataupun terhadap harga. Kerugian ini disebabkan karena ketidaktahuan ataupun kesamaran dari jual beli tersebut. Praktik jual beli ikan di Manunggal Mukti Desa Bomo, Kecamatan Punung yaitu jual beli yang mengandung unsur ketidaktahuan atau kesamaran terhadap obyek yang telah diperjualbelikan. Baik penjual maupun pembeli tidak dapat memastikan wujud dari obyek yang diperjualbelikan berdasarkan tujuan akad, yakni jual beli ikan dengan sistem pemancingan. Jual beli akan akan sah bila terpenuhi rukun dan syaratnya. Yang menjadi rukun jual beli adalah ijab dan qabul.48
Dalam jual beli antara pihak penjual dan pembeli harus sma-sama mengetahui obyek yang diperjualbelikan hal ini dilakukan supaya dalam jual beli terdapat keterbukaan, sehingga tidak mendatangkan hal-hal yang menyebabkan kerugian dalam salah satu pihak seperti riba, penipuan, kecurangan, keterpaksaan pengambilan kesempatan dalam kesempitan dan lain-lain yanng dapat menyebabkan pasar jadi tidak sehat. Hal itu juga dipengaruhi kurangnya pengetahuan dari masing-masing pihak, yakni dari pihak penjual dan pihak pembeli.
Dalam melakukan kegiatan ekonomi banyak pihak yang melakukan berbagai usaha antara lain membuka toko, biro jasa, dan lain-lain. Dalam era globalisassi tidak sedikit sekali manusia yang ingin menapatkan keuntungan lebih disetiap harinya bahkan tidak segan untuk mengatakan secara terbuka terhadap produsen ataupun konsumennya. Hal seperti ini muncul karena semakin tingginya tingkat perekonomian yang membuat setiap manusia semakin mengutamakan keuntungan semata dari pada jual beli yang telah ditetapkan dalam Islam.
metode pemancingan di pemancingan manuggal mukti sudah sesuai dengan syari’at Islam, namun mengesampingkan akad yang terjadi setelah jual beli, yaitu dimana ikan yang sudah dibeli dimasukkan kembali kekolam dan dipancing dengan hasil yang tidak pasti.
Jual beli ikan yang dimasukkan ke dalam kolam ikan termasuk dalam jual beli yang bathil dimana didalamnya masih ada unsur gharar, sesuai dengan hadits Rasulullah diatas.
Walaupun subyek akad jika dilihat dari Aqid (orang yang berakad), jual beli ikan dengan sistem pemancingan menjadi sah karena yang melakukan akad adalah orang sudah baligh dan mumayyiz dalam art sudah dewasa.
71
Dalam jual beli ikan dalam sistem pemancingan kemampuan serah terima barang yaitu ikan yang sudah terpenuhi diawal pembelian yaitu sebelum ikan dimsukkan ke dalam kolam pemancingan, namun yang menjdi permasalahan adalah ketika ikan sudah dimasukkan kedalam kolam pemancingan dan hasil yang diperoleh dari konsumen atau pemancing menjadi tidak pasti, yaitu jika mendapatkan kurang atau lebih akan menjadikan keuntungan bagi keduanya, jika mendapatkan lebih menjadi keuntungan bagi konsumen yaitu para pemancing ikan, namun jika mendapatkan sedikit menjadi milik penjual, bisa jadi sisa ikan yang tidak diperolehnya menjadi milik konsumen lainnya.
Jual beli merupakan tindakan atau transaksi yang telah disyari’atkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam.jadi disimpulkan bahwa jual beli ikan dengan sistem pemancingan menurut hukum Islam dilarang karena didalamnya ada unsur bathil yaitu saat ikan dimasukkan dalam kolam ikan maka hasil yang diperoleh oleh pemancing menjadi tidak pasti.
Dilihat dari hukum Islam terhadap jual beli yang dilakukan di Kabupaten Pacitan, akad yang digunakan dalam jual beli ikan tersebut adalah menggunakan cara lisan artinya kesepakatan antara kedua belah pihak hanya secara lisan dari transaksi pertama hingga terahir.
Jual beli ikan yang dipraktikkan menjadi tidak sah karena jual beli ini termasuk jual beli bathil dan didalamnya ada unsur gharar. Termasuk jual beli bathil karena ikan yang diperoleh pada saat memancing tidak pasti, dan itu merugikan bagi para pembeli, sedangkan penjual sudah untung/ tidak akan rugi karena transaksi pembelian ikan dilakukan diawal, bukan saat setelah memancing.
1. Praktik jual beli ikan dengan sistem pemancingan yang dilakukan adalah dengan cara pemancing membeli ikan terlebih dahulu kepada pengelola pemancingan sebesar Rp 20.000- diawal, kemudian pemancing mendapat 1 kg ikan untuk dimasukkan kedalam kolam ikan, dan pemancing berhak memancing sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Namun dalam praktik jual beli ikan dengan sistem pemancingan yang dilakukan didalamnya terdapat unsur gharar atau adanya kesamaran dimana ikan yang akan diperoleh oleh pemancing menjadi tidak pasti. Dan ini sangat merugikan karena sistemnya adalah untung-untungan.
2. Dalam jual beli ikan dengan sistem pemancingan di Kabupaten Pacitan kemampuan serah terima barang yaitu ikan sudah terpenuhi diawal
72
pembelian yaitu sebelum ikan dimasukkan kedalam kolam pemancingan,namun yang menjadi permasalahan adalah ketika ikan sudah dimasukkan kedalam kolam sehingga menajadi gharar. Jadi dapat disimpulkan bahwa jual beli ikan dengan sistem pemancingan menurut hukum Islam dilarang karena didalamnya ada unsur bathil yaitu saat ikan dimasukkan dalam kolam ikan maka hasil yang diperoleh oleh pemancing tidak dapat dipastikan.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Yazid , Fiqh Muamalah, Yogyakarta : Logung Pustaka, 2009.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
Rineka Cipta, 2006.
Azhar Basyir ,Ahmad , Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),Yogyakarta:
UII Press, 1993
Dendy Sugono dkk, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. Depag RI, al-Qur’an Pdf Terjemahan, Semarang : CV. Toha Putra, 1989
Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1996.
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2004.
JR Raco, Metodologi Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakteristik, Dan Keunggulan Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010. Mufron , Ali,
Usul Fiqh, Yogyakarta : Lentera Kreasindo, 2015.
Muhwan Hariri P, Wawan, Hukum Perikatan, Bandung: CV