commit to user
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Produksi
1. Pengertian Produksi
Teori produksi menerangkan sifat hubungan antara tingkat produksi yang akan dicapai dengan jumlah faktor produksi atau input yang digunakan.
Dalam teori ekonomi seorang produsen harus memutuskan dua macam keputusan, yaitu berupa output yang harus diproduksikan dan dalam kombinasi bagaimana faktor – faktor produksi (output) dipergunakan. Semua diputuskan dengan menganggap bahwa produsen selalu berusaha mencapai keuntungan yang maksimal (Boediono, 1996 : 63).
Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output.
input adalah barang atau jasa yang diperlukan untuk diproduksi, dan output adalah barang atau jasa yang dihasilkan dari suatu produksi. Orang atau badan hukum yang melakukan proses produksi disebut dengan produsen. (Sugiarto, 2002 : 202).
2. Fungsi Produksi
Salvatore (1995:147) menyatakan bahwa suatu fungsi produksi pertanian yang sederhana diperoleh dengan menggunakan berbagai alternatif jumlah tenaga kerja per unit waktu untuk menggarap sebidang tanah tertentu yang tetap dan mencatat alternatif output yang dihasilkan per unit waktu.
Sugiarto (2002:202) menyatakan bahwa fungsi produksi menunjukkan
commit to user
jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu.
Secara matematika fungsi produksi dinyatakan dalam rumus berikut (Sukirno, 2005 :195) :
...(2.1) Keterangan :
K = jumlah stok modal L = jumlah tenaga kerja R = kekayaan alam
T = tingkat teknologi yang digunakan Q = jumlah produksi yang dihasilkan
Dari persamaan matematis (2.1) di atas, menjelaskan bahwa tingkat produksi sesuatu barang tergantung pada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda akan memerlukan berbagai faktor produksi dalam jumlah yang berbeda pula. Disamping itu, untuk satu tingkat produksi tertentu, dapat pula digunakan gabungan faktor produksi yang berbeda.
Sebagai contoh, untuk memproduksi sejumlah hasil pertanian tertentu perlu digunakan tanah yang lebih luas apabila bibit unggul dan teknik bercocok tanam modern digunakan. Dengan membandingkan berbagai gabungan faktor – faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah barang tertenu dapatlah ditentukan gabungan faktor produksi yang paling ekonomis untuk memproduksi sejumlah barang tersebut (Sukirno, 2005 : 195).
commit to user 3. Produksi Dengan Satu Input Variabel
Teori produksi yang sederhana menggambarkan hubungan antara tingkat produksi suatu komoditas dengan satu faktor produksi yang variabel.
Hubungan antara tingkat produksi suatu komoditas dengan satu faktor produksi yang variabel terdapat faktor produksi tetap yang jumlahnya tidak berubah. Perusahaan menekankan pada hubungan antara jumlah karyawan dengan jumlah produksi. Menggunakan fungsi produksi tersebut dapat diketahui hubungan antara Total Product (Q), Marginal Product (MP) dan Average Product (AP).
Total Product merupakan jumlah produksi total yang dihasilkan oleh suatu proses produksi. Pada umumnya Total Product dilambangkan dengan TP atau Q (quantity atau kuantitas).
Marginal Product merupakan perubahan produksi yang diakibatkan oleh perubahan penggunaan satu satuan faktor produksi variabel, misal faktor produksi variabel merupakan tenaga kerja, maka Marginal Product dikenal dengan Marginal Product of Labour (MPL). MPL menunjukkan perubahan Q yang dihasilkan dari setiap perubahan pemakaian L. Jika penyebab dari timbulnya Marginal Product adalah perubahan kapital maka Marginal Productnya disebut Marginal Product of Capital (MPK). Jika ∆L adalah perubahan produksi total, maka Marginal Product of Labor (MPL) dapat diperoleh dengan menggunakan formula berikut :
L MPL Q
... (2.5)
commit to user
Average Product menunjukan besaran rata – rata produksi yang dihasilkan oleh setiap penggunaan faktor produksi variabel. Jika L merupakan tenaga kerja yang digunakan, maka Average Productnya disebut sebagai Average Product of Labour (APL) dimana formulasinya adalah :
L
APL Q ... (2.6)
Bila faktor produksi variabel (L) terus – menerus ditambah jumlahnya, pada mulanya pertambahan prouduksi total akan semakin banyak, tetapi setelah mencapai suatu tingkat tertentu, produksi tambahan bahan yang diperoleh akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif.
Keadaan ini menyebabkan pertambahan produksi yang semakin melambat sebelum akhirnya mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian menurun.
Keadaan ini dikenal dengan “Hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (The law of diminishing marginal return)”. Dalam hukum tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara tingkat produksi dan jumlah input variabel yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap, yaitu : a) Tahap Pertama : saat Total Product mengalami pertambahan yang
semakin cepat.
b) Tahap Kedua : saat pertambahan Total Product semakin lama semakin lambat.
c) Tahap Ketiga : saat Total Product semakin lama semakin berkurang.
Hubungan antara Total Product, Marginal Product, dan Average Product dapat dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 2.1 Kurva Total Product, Marginal Product dan Average Product Sumber : Sugiarto, 2002 : 209
Dalam gambar 2.1 di atas dapat dibagi menjadi 3 bagian (daerah) produksi, yaitu pada saat APL naik hingga APL maksimum (daerah I); dari APL maksimum hingga TP maksimum (daerah II); dan daerah TP yang menurun (daerah III). Daerah I dikatakan ‘irrational region’ karena penggunaan input masih menaikkan TP sehinggga pendapatan masih dapat terus diperbesar (catatan : secara rasional tujuan memproduksi adalah memaksimalkan penerimaan, berarti TP maksimum). Daerah II adalah
‘rational region’ karena pada daerah ini dimungkinkan pencapaian pendapatan maksimum. Pada daerah ini pula tercapai TP maksimum.
Sedangkan daerah III adalah ‘irrational region’ karena TP telah menurun.
commit to user
Tinjauan dari pendekatan matematis menunjukan bahwa Q maksimum akan dicapai pada saat Q’ (turunan pertama fungsi Q) = 0. MPL maksimum akan dicapai pada saat MPL = 0, dan APL maksimum dicapai pada saat APL’=
0. Pada saat APL mencapai maksimum, MPL berpotongan dengan APL. Hal ini disebabkan karena pola dari marginal product. Berdasarkan gambar terlihat bahwa pada saat MPL naik maka APL juga naik. Saat MPL menurun, maka APL akan naik selama MPL > APL. Saat MPL terus turun dan nilai MPL < APL maka APL akan menurun, karena pola seperti inilah maka MPL memotong APL pada saat APL naik.
Saat AP mencapai maksimum, akan tercapai kondisi Efisiensi Teknis.
Kaitannya dengan konsep efisiensi teknis ini suatu tingkat pemakaian faktor produksi dikatakan lebih efisien dari tingkat pemakaian yang lain apabila dapat memberikan AP yang lebih besar. Di sisi lain seringkali perusahaan lebih memfokuskan perhatian kepada konsep Efisiensi Ekonomis dibandingkan Efisiensi Teknis. Dalam hal ini efisiensi ekonomis tercapai pada saat pemakaian faktor produksi tersebut menghasilkan keuntungan yang maksimum (Sugiarto,2002 : 205 – 209).
4. Elastisitas Produksi
Elastisitas produksi (η) menunjukkan ratio perubahan relatif output yang dihasilkan terhadap perubahan relatif jumlah input yang digunakan.
Elastisitas produksi dapat diformulasikan sebagai berikut (Sugiarto, 2002 : 212 – 213) :
...(2.7)
a. Pada saat MP > AP diperoleh Elastisitas Produksi > 1 b. Pada saat MP = AP diperoleh Elastisitas Produksi = 1 c. Pada saat MP = 0 diperoleh Elastisitas Produksi = 0
d. Pada saat MP negatif diperoleh Elastisitas Produksi negatif
Kaitannya antara rasionalitas daerah produksi dengan elastisitas produksi adalah sebagai berikut :
1) Daerah dengan Elastisitas Produksi > 1sampai Elastisitas Produksi = 1 adalah daerah irrational region.
2) Daerah dengan Elastisitas Produksi = 1 sampai Elastisitas Produksi = 0 adalah daerah rational region.
3) Daerah dengan Elastisitas Produksi = 0 sampai Elastisitas Produksi < 0 adalah daerah irrational region.
Pada gambar 2.1 di atas tadi, jika pada daerah I elastisitas produksi lebih besar satu (elastis); artinya jika input L dinaikkan satu persen maka output akan naik lebih besar dari satu persen. Pada daerah II nilai elastisitas produksi antara 0 sampai satu. Untuk daerah III nilai elastisitas produksinya kurang dari 0.
5. Produksi Dengan Dua (Semua) Input Variabel
Berdasarkan analisis dengan dua (semua) input variabel dimisalkan bahwa terdapat dua jenis faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya, misalnya tenaga kerja dan modal. Misalkan pula bahwa kedua faktor produksi yang dapat berubah ini dapat ditukar – tukarkan penggunaannya; yaitu tenaga kerja dapat menggantikan modal atau sebaliknya. Apabila dimisalkan pula
commit to user
harga tenaga kerja dan pembayaran per unit kepada faktor modal diketahui, analisis tentang bagaimana perusahaan akan meminimumkan biaya dalam usahanya untuk mencapai suatu tingkat produksi tertentu dapat ditunjukkan (Sukirno, 2005 : 199).
a) Kurva Produksi Sama (Isoquant)
Kurva produksi sama atau isoquant adalah suatu kurva yang menggambarkan gabungan dua faktor produksi yang berbeda yang akan menghasilkan satu tingkat produksi tertentu (Sukirno, 2005 : 205).
Gambar Kurva Produksi Sama atau Isoquant dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini :
Gambar 2.2 Kurva Produksi Sama atau Isoquant Sumber : Sukirno, 2005 : 200
Berdasarkan kurva Isoquant di atas titik A menunjukkan gabungan antara tenaga kerja dan modal, bahwa dengan menggunakan 1 unit tenaga kerja dan 6 unit modal dapat menghasilkan produksi yang diinginkan yaitu sebanyak 1000 unit. Titik B menunjukkan bahwa dengan mengurangi 6 unit modal dan menambah tenaga kerja menjadi 2 unit dapat menghasilkan
output sebanyak 2000 unit. Pada titik C terlihat bahwa dengan menambah tenaga kerja menjadi 3 unit dan mengurangi modal menjadi 2 unit, dapat dihasilkan output sebanyak 3000 unit. Titik D menunjukkan bahwa yang diperlukan untuk menghasilkan output sebanyak 4000 unit, diperlukan 6 tenaga kerja dan mengurangi modal menjadi 1 unit.
Kurva tersebut merupakan gambar dari kurva isoquant atau kurva produksi sama, yaitu kurva tersebut menggambarkan tenaga kerja dan modal yang akan menghasilkan tingkat produksi tertentu. Semakin jauh dari titik 0 letaknya kurva, maka semakin tinggi tingkat produksi yang ditunjukan ( Sukirno, 2005 : 200).
b) Kurva Garis Biaya Sama (Isocost)
Kurva Garis Biaya Sama atau Isocost adalah suatu kurva yang menggambarkan gabungan dua faktor produksi, yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu barang, yang memerlukan biaya yang sama (Sukirno, 2005 : 204).
Penghematan biaya produksi dalam proses produksi dan sekaligus memaksimumkan keuntungan, perusahaan harus meminimumkan biaya produksi. Analisis mengenai peminimuman biaya produksi dilakukan dengan membuat garis biaya sama atau isocost. Garis ini menggambarkan gabungan faktor – faktor produksi yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah biaya tertentu (Sukirno, 2005 : 201).
Pembuatan kurva isocost memerlukan data harga faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah uang yang tersedia untuk membeli
commit to user
faktor-faktor produksi. Misal, upah tenaga kerja adalah Rp 10.000,- dan biaya modal per unit Rp 20.000,- , sedangkan uang yang tersedia adalah Rp 80.000,- .
Kurva Garis Biaya Sama (Isocost) dapat dilihat pada gambar 2.3 seperti berikut di bawah ini :
Gambar 2.3 Kurva Garis Biaya Sama (Isocost) Sumber : Sukirno, 2005 : 201
Garis TC pada gambar 2.3 menunjukkan gabungan antara tenaga kerja dan modal yang dapat diperoleh dengan menggunakan Rp 80.000,- apabila upah tenaga kerja dan biaya modal per unit adalah sebesar Rp 10.000,- dan Rp 20.000,-. Uang tersebut apabila digunakan untuk memperoleh ”modal”
saja maka akan diperoleh Rp 80.000,- / Rp 20.000,- = 4 unit, dan kalau digunakan untuk memperoleh tenaga kerja saja akan memperoleh Rp 80.000,- / Rp 10.000,- = 8 unit, dan seterusnya. Titik A pada TC menunjukkan dana sebanyak Rp 80.000,- dapat digunakan untuk memperoleh 2 unit modal dan 4 unit pekerja. Garis isocost yang lain ditunjukkan TC1,
commit to user
TC2, dan TC3, garis-garis tersebut menunjukkan garis biaya yang sama apabila jumlah uang yang tersedia adalah Rp 100.000,- , Rp 120.000,- , dan Rp 140.000,- .
c) Memaksimumkan Produksi
Untuk memaksimumkan produksi, dimisalkan biaya yang dibelanjakan untuk membeli per unit modal adalah Rp 15.000,- upah tenaga kerja adalah Rp 10.000,- dan biaya yang disediakan oleh produsen adalah Rp 300.000,- dengan uang sebanyak Rp 300.000,- produsen dapat sekiranya membeli satu jenis faktor produksi saja memperleh 20 unit modal dan 30 unit tenaga kerja.
Kurva tentang memaksimumkan produksi dan meminimumkan biaya akan digambarkan pada gambar 2.4 di bawah ini sebagai berikut :
Gambar 2.4 Kurva Memaksimumkan Produksi dan Meminimumkan Biaya
Sumber : Sukirno, 2005 : 202
Berdasarkan gambar 2.4 di atas terdapat 5 titik yang terletak pada berbagai kurva produksi sama yang merupakan titik perpotongan atau titik
commit to user
ini, titik E terletak di kurva produksi sama yang paling tinggi, yaitu kurva produksi sama pada tingkat produksi sebanyak 2500 unit. Ini berarti gabungan yang diwujudkan oleh titik E akan memaksimumkan jumlah produksi yang dapat dibiayai oleh uang sebanyak Rp 300.000,- gabungan tersebut terdiri dari 12 unit modal dan 12 unit tenaga kerja.
d) Meminimumkan Biaya
Analisis mengenai persoalan dalam meminimumkan biaya produksi dapat dibuat dengan pemisalan mengenai tingkat produksi yang ingin dicapai.
Gambaran dari analisis meminimumkan biaya misalnya, produsen ingin memproduksi sebanyak 1500 unit. Berdasarkan gambar 2.4 keinginan ini digambarkan oleh kurva produksi sama IQ. Dapat dilihat bahwa kurva tersebut dipotong atau disinggung oleh garis-garis biaya di 5 titik, yaitu titik A, B, Q, R, dan P. Titik-titik ini menggambarkan gabungan antara tenaga kerja dan modal yang dapat digunakan untuk menghasilkan produksi sebanyak yang diinginkan. Gabungan - gabungan tersebut yang biayanya paling minimum adalah gabungan yang ditunjukan oleh titik yang terletak pada garis biaya sama (isocost) yang paling rendah. Titik P adalah pada garis biaya sama (yang menyinggung kurva produksi sama IQ) yang paling rendah, yaitu garis TC. Dengan demikian titik ini menggambarkan gabungan tenaga kerja dan modal yang akan membutuhkan biaya yang paling minimum untuk menghasilkan 1500 unit. Faktor produksi ini terdiri dari 9 tenaga kerja dan 8 unit modal, dan biaya yang dikeluarkan adalah Rp 210.000,- (Sukirno, 2005 : 202 – 203).
B. Teori Efisiensi
Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil – kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar – besarnya. Efisiensi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif atau harga dan efisiensi ekonomi (Soekartawi, 2003).
1. Efisiensi Teknis
Efisiensi teknis adalah besaran yang menunjukkan perbandingan nilai produksi sebenarnya dengan produksi maksimum (Soekartawi, 2003 : 208).
Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan mencapai efisiensi teknis bila suatu tingkat tertentu dari faktor produksi yang dipakai dapat menghasilkan hasil produksi yang maksimum, atau dengan jumlah faktor produksi yang sekecil mungkin untuk menghasilkan hasil produksi yang tertentu (Sugiarto, 2002 : 208)
Analisis tehadap tingkat efisiensi teknis dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut (Mubyarto, 1995 : 80) :
xx y y
Ep
atau
y x x y .
...(2.8) Keterangan :
Δy = tambahan produksi (output) y = total produksi
Δx = tambahan faktor produksi (input)
commit to user
Efisiensi teknis dapat tercapai apabila elastisitas produksi (Ep) = 1 yaitu pada saat
APP
x MPP y x
y
...(2.9)
a) Jika MPP > APP sehingga Ep > 1 maka penggunaan input (faktor produksi) belum mencapai efisiensi teknis.
b) Jika MPP = APP sehingga Ep = 1 maka penggunaan input (faktor produksi) sudah mencapai efisiensi teknis.
c) Jika MPP < APP sehingga Ep < 1 maka penggunaan input (faktor produksi) tidak efisiensi secara teknis.
2. Efisiensi Alokatif (Harga)
Efisiensi harga menerangkan tentang hubungan biaya dan output.
Efisiensi harga tercapai jika suatu perusahaan mampu memaksimalkan keuntungan dengan menyamakan nilai produksi marjinal setiap faktor produksi dengan harganya. Efisiensi ini terjadi jika perusahaan memproduksi output yang paling disukai konsumen (McEachern dalam Darwanto, 2010).
Menurut Soekartawi (2003 : 43 - 44), efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil – kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar – besarnya. Situasi seperti ini akan terjadi apabila produsen mampu membuat suatu upaya agar nilai produk marginal (NPM) untuk suatu input atau masukan sama dengan harga input (P) atau dapat dituliskan sebagai berikut :
NPMx = Px ; atau NPMx = Px = 1 ...(2.10) Dalam kenyataannya NPMx tidak selalu sama dengan Px, yang sering terjadi adalah keadaan sebagai berikut :
a) (NPMx / Px) > 1 ; artinya bahwa penggunaan input x belum efisien.
Untuk mencapai tingkat efisiensi maka input harus ditambah.
b) (NPMx / Px) < 1 ; artinya bahwa penggunaan input x tidak efisien.
Untuk mencapai atau menjadi efisien maka input harus dikurangi.
Efisiensi yang demikian disebut dengan istilah efisiensi harga atau allocative efficiency. Efisiensi harga di sini hanya menjelaskan tentang bagaimana keuntungan maksimum dapat dicapai pada tingkatan kegunaan input tertentu.
Seperti ditunjukkan di persamaan 2.10 terlihat bahwa nisbah harga input dan output adalah sama dengan produk marginal.
3. Efisiensi Ekonomi
Efisiensi ekonomi adalah besaran yang menunjukkan perbandingan antara keuntungan yang sebenarnya dengan keuntungan maksimum. Efisiensi ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2003 : 208 - 209) : EE = ET × EH ...(2.11) Keterangan :
EE = efisiensi ekonomi ET = efisiensi teknis EH = efisiensi harga
Menurut Sugiarto (2002 : 208), efisiensi ekonomis dapat tercapai pada saat pemakaian faktor produksi tersebut menghasilkan keuntungan yang maksimum.
commit to user
C. Konsep Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Menurut UU No. 9 tahun 1995 pasal 1 tentang usaha kecil, bahwa pengertian dari usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang – undang ini.
Sedangkan usaha menengah dan besar adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih atau hasil penjualan usaha kecil.
Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menurut Undang – Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 pasal 1 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang - Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.
Menurut UU No. 9 tahun 1995, kriteria usaha kecil dan menengah dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimiliki adalah :
a. Kriteria usaha kecil sebagai berikut :
1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2) Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) / tahun.
b. Kriteria usaha menengah sebagai berikut :
1) Untuk industri, memiliki total asset paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2) Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
3) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Kriteria UMKM menurut UU Republik Indonesia No 20 tahun 2008 pasal 6 adalah sebagai berikut :
a. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima
commit to user
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 ( tiga ratus juta rupiah).
b. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
c. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
D. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang menyerupai bidang ini pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, sehingga dalam hal ini peneliti bukan satu-satunya yang mengupas masalah ini. Penelitian yang telah mendahului dilakukan oleh : Penelitian yang menyerupai bidang ini pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, sehingga dalam hal ini peneliti bukan satu-satunya yang mengupas masalah ini. Penelitian yang telah mendahului dilakukan oleh :
1. Ihwan dan Muzakar Isa (2007) jurnal dengan penelitian berjudul “ Pengukuran Efisiensi Teknis Usaha Mebel Dengan Data Envelopment Analysis (DEA) “. Penelitian ini dilakukan di pusat industri mebel di Serenan, Klaten. Adapun alat analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis (DEA). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa 38,7% usaha mebel di Serenan sudah efisien dan 61,3% tidak efisien dengan nilai rata-rata efisiensi teknis usaha mebel sebesar 68,69. Hasil studi menunjukkan bahwa usaha mebel di Serenan belum mencapai tingkat efisiensi teknis.
Untuk meningkatkan usaha mebel di Serenan masih terus diharapkan adanya pembinaan dari pemerintah, perguruan tinggi dan lembaga- lembaga lain yang terkait, yaitu dengan cara penambahan modal, pelati- han manajemen produksi, SDM, keuangan dan pelatihan pemasaran dan lain sebagainya sehingga diharapkan dapat memperbaiki efisiensi teknisnya.
2. Siagian (2000), jurnal dengan penelitian berjudul “ Efisiensi Unit – Unit
commit to user
Kegiatan Ekonomi Industri Gula Yang Menggunakan Proses Karbonatasi di Indonesia”. Penelitian ini menggunakan alat analisis Data Envelopment Analysis (DEA). Adapun kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini adalah:
a) Terdapat dua pabrik gula yang menggunakan proses karbo-natasi yang memiliki tingkat skor efisiensi paling tinggi yaitu Sweet Indo Lampung dan Indo Lampung Perkasa.
b) Pabrik-pabrik gula yang efisiensi relatifnya masih rendah dapat ditingkatkan efisiensinya melalui multiplier input dari pabrik acuannya.
c) Pabrik – pabrik gula yang skor efisiensinya rendah, memiliki alokasi penggunaan seluruh input yang belum optimal.
3. Heri Pratikto dan Iis Sugianto (2011), penelitian ini mengukur tentang
“Kinerja Efisiensi Bank Syariah Sebelum dan Sesudah Krisis Global Berdasarkan Data Envelopment Analysis”. Variabel input yang digunakan terdiri dari simpanan, aktiva tetap, dan biaya tenaga kerja. Sedangkan variabel output yang digunakan terdiri dari pembiayaan dan pendapatan operasional. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan variabel input (simpanan, aktiva, biaya tenaga kerja) dan output (pembiayaan dan pendapatan operasional) secara rata-rata, baik sebelum dan sesudah krisis global, cenderung mengalami peningkatan.
Kinerja efisiensi perbankan syariah, baik sebelum maupun sesudah masa krisis global, secara umum termasuk dalam kondisi efisien.
commit to user E. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Usaha Genteng Press Desa
Suruhkalang
Variabel Input :
Modal Kerja
Jumlah Tenaga Kerja
Variabel Output :
Jumlah Produksi Genteng Press
Laba Usaha
Pengolahan Data dengan DEA
EFISIENSI
commit to user F. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis merupakan jawaban terhadap masalah yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya.
Berdasarkan pertimbangan dari kajian berbagai penelitian sebelumnya, maka hipotesis sebagai dugaan sementara berkenaan dengan perilaku variabel yang hendak diteliti adalah diduga sebagian besar masing- masing variabel yang diteliti menunjukkan bahwa usaha genteng press yang ada di Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar tahun 2012 belum mencapai tingkat efisiensi 100 persen.